Obat-antipsikotik2

40
BAB I PENDAHULUAN Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine(CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik , tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan tipikal, (untuk memisahkan dengan clozapine dan

description

asd

Transcript of Obat-antipsikotik2

Page 1: Obat-antipsikotik2

BAB I

PENDAHULUAN

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam

berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek

samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi

dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini

terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang

menyertainya.

Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan

penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika

Chlorpromazine(CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Walaupun

dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada

pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik , tapi

semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala

ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2.

Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan

kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan mengurangi beberapa

kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis

D2 disebut dengan tipikal, (untuk memisahkan dengan clozapine dan obat-obat atipikal baru)

yang mengurangi gejala ekstrapiramidal.

Page 2: Obat-antipsikotik2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Sekelompok bermacam-macam obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2)

sering disebut sebagai antipsikotik. Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi

skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Kelas obat antipsikotik adalah termasuk

chlorpromazine, thioridazine, fluphenazine dan haloperidol. Antipsikotik digunakan secara

klinis ketika Chlorpromazine telah disintetis di Perancis. Satu obat antipsikotik baru yaitu

risperidone, telah dikenalkan di Amerika serikat. Walaupun risperidone adalah antagonis

reseptor D2 yang poten, ia memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan

keuntungan terapeutik dan memperbaiki profil efek samping, dibandingkan dengan antagonis

reseptor dopamine yang tersedia sebelumnya. 1

Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama. Clozapine

adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua obat karena memiliki

aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini dinamakan sebagai neuroleptik dan

transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari

sebagian besar obat. Perkembangan senyawa baru, seperti risperidone dan remoxipine, yang

disertai dengan efek neurologis yang sedikit menyebabkan pemakaian istilah neuroleptik

menjadi tidak akurat sebagai label keseluruhan senyawa. Istilah transkuiliser mayor secara

tidak akurat menekankan bahwa efek primer dari obat adalah untuk mensedasi pasien dan

dikacaukan oleh obat yang disebut transkuiliser minor, seperti benzodiasepin. 1

B. Sejarah

Reserpine (serpasil) bukan merupakan antagonis reseptor dopamine, malahan, ia

menurunkan cadangan nerurotransmitter amin biogenic prasinaptik, termasuk dopamine.

Namun demikian, reserpinic secara historic merupakan obat antipsikotik efektif pertama.

Reserpine adalah unsur dari semak belukar rauwolfa, yang tumbuh di daerah India, Afrika,

dan Amerika Selatan dan telah dicampurkan kedalam campuran obat-obatan tradisional

selama berabad-abad. Di tahun 1931 Sen dan Bose menerbitkan tulisan pertama yang

melaoprkan efektivitas rauwolfa dalam hipertensi dan mania. Di tahun 1953 unsur aktif,

Page 3: Obat-antipsikotik2

reserpine, diidentifikasi dan dengan cepat masuk ke dalam pendekatan farmakologis yang

terbatas untuk psikosis. 1

Chlorpromazine, suatu derivate phenotiazine selanjutnya terbukti merupakan

antagonis reseptor dopamine, adalah yang pertama dinamakan antipsikotik klasik atau tipikal

yang disintesis pada awal tahun 1950-an dan memasuki pemakaian klinis yang luas.

Chlorpromazine awalnya digunakan sebagai tambahan anestesi, tetapi dua ahli anestsiologi di

Perancis, Henry Laborit dan Huguenard, mengamati adanya psikis yang tidak biasa dari

senyawa. Dua dokter psikiatrik Perancis, Jean Delay dan Pierre Deniker, mencoba obat pada

pasien skizofrenik dan melaporkan keberhasilanya di tahun 1952. Dibandingkan dengan

reserpine, chlorpromazine lebih efektif dan memiliki onset yang cepat. 1,2

Pengenalan klinis chlorpromazine dengan cepat diikuti oleh pengenalan senyawa

phenotiazine lain, seperti perpherazine (Trifalon) dan fluphenazine. Selanjutnya, berbagai

senyawa antipsikotik yang secara structural berbeda tetapi tidak berbeda secara

farmakodinamik dari phenotiazine diperkenalkan dalam praktek klinis. Laboratorium dari

salah satu riset Belgia khususnya, Paul Jenssen, adalah penyebab diperkenalkannya

haloperidol, suatu butyrophenon, pimozide, suatu diphenylbutylpiperidine dan risperidone,

suatu benzioxasole. Risperidone dan remoxipride mencerminkan adanya usaha yang terus

menerus dari klinisi, peneliti, dan perusahaan farmasi untuk mengembangkan obat

antipsikotik yang lebih efektif yang memiliki efek samping yang lebih kecil, khususnya efek

merugikan neurologis, seperti tardive dysinesia, parkinsonisme, distonia dan akathisia. 1,2

Berbeda dengan yang dinamakan antipsikotik tipikal (contohnyua CPZ dan

haloperidol), tiga obat antipsikotik yang paling luas diteliti (clozapine, risperidone,dan

remoxipride) sering dinamakan obat atipikal, walaupun tidak ada definisi yang disetujui

secara umum tentang perbedaan antara antipsikotik tipikal dan atipikal. 1

Diperkenalkannya obat antipsikotik merupakan revolusi terapi pasien skizofrenia dan

pasien psikotik serius. Pemakaian antipsikotik tipikal menghasilkan perbaikan klinis yang

bermakna pada kira-kira 50 sampai 75 persen pasien psikotik, dan hamper 90 persen pasien

psikotik mendapatkan suatu manfaat klinis dari obat. 1

Suatu akibat tambahan dari diperkenalkannya obat antipsikotik akhirnya adalah

pemahaman kenyataan bahwa semua obat antipsikotik tipikal bekerja dengan menghambat

efek pada reseptor dopamine D2. Secara spesifik, terdapat kesan korelasi negative antara

Page 4: Obat-antipsikotik2

afinitas obat tersebut terhadap reseptor D3 dan potensi klinisnya. Jadi, haloperidol, yang

memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor D2, digunakan secara klinis dalam dosis rendah,

tetapi chlorpromazine, yang memilki afinitas rendah terhadap reseptor D2, digunakan dengan

dosis tinggi didalam klinis. Pengamatan tersebut menyebabkan perkembangan hipotesa

dopamine dari skizofrenia. Diperkenalkannya obat atipikal baru telah terus menerus

memberikan data dasar dan klinis yang telah memungkinkan evolusi stabil dari hipotesis

yang hanya melibatkan satu reseptor menjadi hipotesis yang melibatkan interaksi dengan

banyak subtype reseptor dopamine (D3 dan D4) dan reseptor neurotransmitter lainnya. 1

Antispikotik atipikal terbaru, seperti klozapin, risperidon, olanzapin, dan ziprasidon,

mempunyai efek klinis yang lebih besar daripada antipsikotik kelas lain dengan efek samping

ekstrapiramidal akut yang minimal. 1,2,3

Penggunaan utama antipsikotik untuk skizofrenia, sindrom otak organik dengan

psikosis. Obat ini juga berguna untuk pasien yang mengalami ansietas berat dan

menyalahgunakan obat atau alkohol karena benzodiazepin dikontraindikasikan bagi mereka. 1

C. Indikasi Penggunaan

Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS

Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis 4

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),

bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai

norma sosial (judgment) terganggu, dn daya tilikan diri (insight) terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala POSITIF:

gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak wajar (waham),

gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),

perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali (disorganized), dan gejala NEGATIF:

gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial

(menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi pikiran

yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung

menyendiri (abulia).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam gejala:

tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.

Page 5: Obat-antipsikotik2

D. Jenis-Jenis Antipsikotik

ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)

Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua

kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua

(APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2

khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan

Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.4

Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik sehingga

menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya memblok reseptor D2

di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat lain seperti di jalur mesokortikal,

nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D2 di jalur

mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin

di jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal secara kronik dengan menggunakan

APG I menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade

reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat

menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.4

APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif seperti

halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah penghentian pemberian

APG I. 4

Kerugian pemberian APG I: 4

1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia

2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif

3. Peningkatan kadar prolaktin

4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom

Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.4

APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian berdasarkan

potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan pembagian berdasarkan rumus

kimia adalah phenotiazine dan non-phenotiazine.4

Page 6: Obat-antipsikotik2

Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg. APG I

potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol, fluphenazine, trifluoperazine dan thiothixine.

Potensi anti dopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi seperti distonia, akatisia,

dan parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan darah rendah.4

Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10- 50 mg. APG I potensi

sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan molindone. Digunakan untuk penderita yang

sulit terhadap toleransi efek samping APG I potensi tinggi dan potensi rendah.4

Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg. APG I potensi

rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine, dan mesoridazine. Mempunyai efek

samping sedasi, hipotensi ortostatik, lethargi dan gejala antikolinergik meningkat berupa

mulut kering retensi urine, pandangan kabur dan konstipasi.4

Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia: 5

1. Phenotiazine

Rantai Aliphatic: Clorpromazine

Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, Fluphenazine.

Rantai Piperidine: Thioridazine

2. Butyrophenoone: Haloperidol

3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide

CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet)

Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat

fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.6

Farmakodinamik: CPZ berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil diambil dari kata

large action.6

Fatmakokinetik: pada umumnya semua fenotiazin di absorpsi baik bila diberikan per oral

maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru,

hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebgaian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan

konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemduian dieksresi bersama feses

dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan eksresi CPZ atau

metabolitnya selama 6-12 bulan.5

Page 7: Obat-antipsikotik2

Indikasi (obat ini dapat di pakai) pada: 6,7,8

- Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham,

halusinasi;

- Psikosis manik-depresif;

- Gangguan kepribadian

- Psikosis involusional

- Psikosis pada anak

- Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun cegukan atau

gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah, cemas dan insomnia.

Dosis: 6,7,

- Dosis permulaan 25-100 mg/hari

- Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari

- Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga 600-900

mg/hari.

Cara pemberian : 6,7

- diberikan per-oral dengan dosis terbagi.

- untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam posisi berbaring

(untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang sering terjadi).

Efek samping : 6,7,8

- Lesu dan ngantuk.

- Hipotensi ortostatik.

- Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita

Kontra indikasi : 6,7,8

- Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan :

- Koma.

- Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika.

- Hipersensitif (allergik).

Page 8: Obat-antipsikotik2

TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi)

Indikasi : 7

- Skizofrenia.

- Psikosis paranoid (gangguan waham menetap).

- Psikosis manik-depresif.

- gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental.

Dosis : 7

- dosis awal 2 – 3 x 2,5 mg.

- dosis pemeliharaan 3 x 5 – 10 mg.

Efek samping : 7

- Ngantuk, pusing lemas.

- Gangguan ekstra piramidalis.

- Occulogyric crisis.

- Hiperefleksi.

- Kejang-kejang grandmal.

Kontra indikasi : 7

- Depresi SSP.

- Koma.

- Gangguan liver.

- Dyscrasia darah.

- Hipersensitif.

FLUPHENAZINE

Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam bentuk tablet

dan injeksi. 4

Dosis :

- 2,5 – 10 mg / hari dengan dosis terbagi.

- Bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sp 20 mg / hari.

Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine dilarutkan

dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang) --- Modecate injeksi(25

mg / amp). 4

Page 9: Obat-antipsikotik2

Dosis : 4,7

- awal : 12,5 mg / 2 minggu.

- bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 – 6 minggu.

Efek samping : 4,7,8

- Tersering gangguan estra piramidalis.

- Tardive diskinesia persistent.

- Ngantuk.

- Mimpi2 aneh.

Kontra indikasi : 4,7,8

- hipersensitif.

- Depresi SSP berat.

PERPHENAZINE (Trifalon)

Indikasi : 7

- Gejala positif Skizofrenia.

- Dalam dosis rendah digunakan untuk nausea, vomitus dan cegukan.

Dosis : 7

- 3 x 4 - 8 mg / hari.

Efek samping : 7

- Sering timbul gangguan ekstra piramidalis.

- Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi terganggu,

sukar eyakulasi.

Kontra indikasi : 7

- hipersensitif.

- Koma.

- Depresi berat.

- Gangguan liver.

- Gangguan darah.

Page 10: Obat-antipsikotik2

THIORIDAZINE

Indikasi : 7

- Gejala positif Skizofrenia.

- Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.

Dosis : 7

- Awal (initial) : 3 x 50 – 100 mg / hari.

- Pemeliharaan (maintenance) : 200 – 800 mg / hari.

Efek samping : 7

- sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik.

- Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.

Kontra indikasi : 7

- Koma.

- Depresi SSP berat.

- Diskrasia darh.

- Hipersensitif.

HALOPERIDOL

Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2, lebih lemah antagonis

reseptor kolinergik dan histamin. Kadar puncak plasma Haloperidol dalam waktu 2-6 jam

setelah pemberian oral dan dalam waktu 20 menit setelah pemberian intramuskular. Waktu

paruhnya antara 10-12 jam. Diekskresi dengan cepat melalui urine dan tinja dan berakhir

dalam 1 minggu setelah pemberian. 4

Secara farmakologi, struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi

butirofenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi fenotiazin. Pada orang normal, efek

haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat

dan efektif untuk fase mania penyakit manik deprsif dan skizofrenia. Efek fenotiazin

piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif keran butirofenon selain menghambat

efek dopamin, juga meningkatkan turn over rate nya. 6

Secara farmakokinetik, haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya

dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan

masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam

hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Eksresi

Page 11: Obat-antipsikotik2

haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah

pemberian dosis tunggal. 6

Dosis Haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per

hari, kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol, beberapa

kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada pasien dengan efek

samping mininal dan belum tercapai respon terapi, dosis obat dapat ditingkatkan sampai dosis

30-40 mg per hari. Setelah pemberian awal perlu dilakukan monitoring efikasi klinis, sedasi

atau efek samping lainnya yang mungkin timbul sehingga dapat dilakukan penyesuaian dosis

atau penggantian dengan antipsikotik lain. 4

Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,5-

1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari. 4

Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas secara lambat

ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 3-4 minggu perkali, karena waktu

paruhnya panjang. 4

Kontraindikasi pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma, depresi

SSP yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut dengan Parkinson

Like Symptomps, wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol. 2,4,6,7,8

Interaksi Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan trisiklik, dapat

mengganggu efek antiparkinson dan levodopa, tekanan intra okuler bola mata dapat terjadi

apabila diberikan bersama dengan antikolinergik. Metabolisme Haloperidol meningkat bila

diberikan bersama dengan carbamazepine. 4

Efek samping yang paling sering adalah efek ekstrapirmidalis (EPS) seperti parkinson

like symptomps, akatisia, diskinesia, distonia, hyperreflexia, rigiditas, opistotonus, dan

kadang-kadanga krisi okulogirik. Efek samping yang lain adalah tardive dyskinesia pada

pemakaian haloperidol yang lama atau penghentian haloperidol tiba-tiba. Efek samping lain

yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol dalam waktu lama dapat

terjadi peningkatan berat badan dan penurunan fungsi kognitif. 4,6

PIMOZIDE (Orap)

Indikasi : 5

- Gangguan skizofrenia kronik untuk memperbaiki sosialisasi.

Dosis : 2 – 8 mg / hari.

Efek samping : 7

Page 12: Obat-antipsikotik2

- Jarang timbul gangguan ekstra piramidalis pada dosis terapeutik.

Kontra indikasi : 7

- Koma.

- Hipersensitif.

- Depresi endogen.

- Penyakit parkinson.

Obat antipsikotik tipikal biasanya menyebabkan gejala ekstrapiramidalis (Sindrom

Parkinsonisme): 2,5,9

- tremor (pada ektremitas dan lidah).

- kaku kuduk.

- hiper salivasi.

- rigiditas.

- jalan seperti robot, karena kaku otot tungkai.

- ekspresi muka monoton (muka topeng), karena kaku otot wajah.

- bicara pelo.

Bila terjadi Gangguan ekstra piramidalis (sindroma parkinsonisme), maka pemberian

obat distop dan diganti dengan obat lain atau dosis obat diturunkan. Bila obat obat pengganti

tidak tersedia atau obat tersebut sangat diperlukan, maka untuk menghilangkan sindroma

parkinsonisme diberikan obat-obat anti sindroma parkinsonisme. Obat-obat anti Sindrom

Parkinsonisme: 9

1. Triheksifenidil

Diberikan per-oral dengan dosis 3 x 2 – 4 mg / hari.

2. Dipenhidramin (benadryl)

Dapat diberikan per-oral atau per-enteral dengan dosis 50 – 100 mg / hari.

3. Sulfas atropin

dapat diberikan per-oral atau per-enteral

tablet 0,5 mg ; 3 x 1

injeksi 0,25 mg/amp. ; 3 x 1 amp.

4. Benzodiazepin.

Page 13: Obat-antipsikotik2

Obat-obat APG I yang masih sering digunakan adalah Haloperidol, Fluphenazine,

Trifluoperazine dan Clorpromazine. Cara pemberian APG I dapat secara per oral, injeksi

short acting maupun injeksi long acting (depot). Injeksi shot acting pemberiannya secara

intramuscular (IM), biasanya digunakan untuk pasien yang agitasi atau menolak minum

obat.efek klinis cepat diperoleh setelah pemberian. 4

ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau

antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar serotonin

dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS

lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan

APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara

bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini

adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole.

Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 2,4

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways: 4

1. Mesokortikal Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap

antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin pathways

sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin.

APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian

meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas menang daripada yang

dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif

maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif

yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena

di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan

APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok

reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu

defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan

gejala negatif skizofrenia.

2. Mesolimbik Pathways

Page 14: Obat-antipsikotik2

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2

di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2

di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan

APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin

akan menghambat pelepasan dari dopamin.

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan

antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin

sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise.

Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin

menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan

menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini

mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi

hiperprolaktinemia.

4. Nigrostriatal Pathways

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu: 4

1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis

terapi sangat jarang terjadi EPS.

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk

gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk

pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai: 4

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal dari APG I

dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain

efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood

sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat

antipsikotik. 4

Page 15: Obat-antipsikotik2

Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup

penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas

hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social

dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living. 4

CLOZAPINE

Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak

menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin.

Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik

lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain.

Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik

rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-

mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi,

yang berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan

tuberoinfundibular (daerah neruendokrin). 4

Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang

positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal

neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara

bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan

terganggu berat selam pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping EPS yang sangat

rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala EPS yang berat bila diberikan

antipsikosis yang lain. Namun, karena clozapin memiliki efek resiko agranulositosis yang

lebih tinggi dibandingkan antipsikosis yag lain, maka pengunaannya di batasi hanya pada

pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien yang diberi

clozapine perlu di pantau sel darah putihnya setiap minggu. 4,6,10

Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada

pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian

obat. Clozapine secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini di metabolisme

hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja (30% melaui kantong empedu dan

50% melaui urine), dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga pemberiannya

dianjurkan 2 kali dalam sehari. 6 Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik

lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada

reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping

EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya lebig tinggi 10 kali lipat dibandingkan antipsikotik lainnya,

Page 16: Obat-antipsikotik2

dimana reseptor D4 terdapat pada daerah korteks dan sedikit pada daerah srtiatal. Hal ini lah

yang membedakan clozapine dengan APG I. 4

Dosis : 4,7

- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.

- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan pemberian

terbagi.

- Dosis maksimal 600 mg / hari.

- Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg

Efek samping : 4,7

- granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis, leukemia.

- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.

- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural hipotensi,

hipertensi.

- Dsb.

Kontra indikasi : 4,7

- Ada riwayat toksik/hipersensitif.

- Gangguan fungsi Sumsum tulang.

- Epilepsi yang tidak terkontrol.

- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.

- Intoksikasi obat.

- Koma.

- Kollaps sirkulasi.

- Depresi SSP.

- Ganguan jantung dan ginjal berat.

- Gangguan liver.

RISPERIDONE

Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug

Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimianya adalah

Page 17: Obat-antipsikotik2

benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan

efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS.

Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan

jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian

riperidone masih diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang

kecil dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan

perilaku yang di hubungkan dengan demensia. 4

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi

hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif

tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia

Alzheimer. 4

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi

9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne

mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone.

Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan

fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6

dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone

harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat

ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4

sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin

disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah. 4

Indikasi : 4,7

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.

- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).

Dosis : 4,7

- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.

- Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian.

- Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp 1 –

2 mg dengan 2 x pemberian.

- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum

terlihat respon perlu penilaian ulang.

- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.

Page 18: Obat-antipsikotik2

Efek samping: 4,7

- EPS

- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea, disfungsi

seksual)

- Sindroma neuroleptik malignan

- Peningkatan berat badan

- Sedasi

- Pusing

- Konstipasi

- Takikardi

OLANZAPINE

Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan

Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine

dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian

intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30 jam (antara 21-54

jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. 4

Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas

yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1

adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin

(5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik.

Metabolisme olanzapine di sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat

pada penderita yang merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan

fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin. Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga

pengaruhnya terhadap metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap

konsentrasi olanzapine. 4

Eliminasi waktu paruh dari olanzapine memanjang pada penderita usia lanjut.

Cleareance 30% lebih rendah pada wanita dibanding pria, hal ini menyebabkan terjadinya

perbedaan efektivitas dan efek samping anatar wanita dan pria. Sehingga perlu modifikasi

dosis yang lebih rendah pada wanita. Cleareance olanzapine meningkat sekitar 40% pada

perokok dibandingkan yang tidak merokok, sehingga perlu penyesuaian dosis yang lebih

tinggi pada penderita yang merokok. 4

Indikasi : 4,7

Page 19: Obat-antipsikotik2

- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.

- Episode manik moderat dan severe.

- Pencegahan kekambuhan gangguan bipoler.

Dosis : 4,7

- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.

- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.

- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

Efek samping: 4,7

- Penigkatan berat badan

- Somnolen

- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1

- EPS dan kejang rendah

- Insiden tardive dyskinesia rendah

QUETIAPINE

Struktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok

dibenzothiazepine derivates. Absorpsinya berlangsung cepat setelah pemberian oral,

konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam setelah pemberian. Metabolisme

terjadi di hati, pada jalur sulfoxidation dan oksidasi menjadi metabolit tidak aktif dan waktu

paruhnya 6 jam. 4

Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor

dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan α2. Afinitasnya lemah

pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine menurun

40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah dan

menurun 30% pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine

meningkat apabila pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin,

barbiturat, carbamazepin dan antijamur ketokonazole. 4

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga

memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak

sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat

quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi

Page 20: Obat-antipsikotik2

postural. Dimulai dengan dosis 50 mg per hari selama 4 hari, kemudian dinaikkan menjadi

100 mg selama 4 ahri, kemudian dinaikkan lagi menjadi 300 mg. Sete;ah itu dicari dosis

efektif antara 300-450 mg/hari. Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi

postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi. 4

ZIPRASIDONE

APG II dengan struktur kimia yang baru, obai ini belum tersedia di Indonesia.

Ziprasidone merupakan antipsikotik dengan efek antagonsis antara reseptor 5HT2A dan D2.

Berinteraksi juga denga reseptor 5HT2C, 5HT1D dan 5HT1A, afinitasnya pada reseptor ini sama

atau lebih besar dari afinitas pada reseptor D2. Afinitas sedang pada reseptor histamin dan α1.

Ziprasidone tidak bekerja pada muskarinik (M1). 4

Ziprasidone juga antipsikotik yang mempunyai mekanisme kerja yang unik karena

menghambat pengambilan kembali (reuptake) neurotransmiter serotonin dan norepineprine di

sinaps. Obat ini efektif digunakan untuk gejala negatif dan penderita yang refrakter dengan

antipsikotik. Obat ini aman diberikan pada penderita usia lanjut. 4

Absorpsi ziprasidone akan meningkat dengan adanya makan, tetapi tidak dipangruhi

oleh usia, jenis kelamin, gangguan fungsi hati atau ginjal. Konsentrasi plasma puncak dicapai

dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral denga waktu paruh obat rata-rata 5-10 jam,

sehingga pemberiannya 2 kali sehari. Metabolsime ziprasidone melalui hati, sebagian besar

pada isoenzim CYP 3A4 dan sebagian kecil di CYP 1A2. Mekanisme kerja farmakologik

diperkirakan pro-serotonergik dan pro-noradregenik sehingga di prediksi dapat bekerja

sebagai antidepresan dan ansiolitik. Efikasi dari ziprasidone terjadi pada dosis 80-160

mg/hari, untuk pengobatan terhadap gejala positif, negatif, dan depresif pada pasien

skizofrenia. 4

Dosis intial yang aman diberikan tanpa dosis titrasi adalah sebesar 40 mg perhari.

Pemberiannya akan semakin efektif bila bersamaan dengan makanan. Dosis pemeliharaan

berkisar antara 40-60 mg per hari. 4

Terjadinya efek samping EPS rendah dan tidak terjadi peningkatan kadar prolaktin.

Efek samping yang dijumpai selama uji klinis adalah somnolen (14%), peningkatan berat

badan (10%), gangguan pernafasan (8%), EPS (5%), dan bercak-bercak merah di kulit (4%).

Peningkatan berat badan sangat kecil atau dapat dikatan tidak ada, karena bekerja sangat

Page 21: Obat-antipsikotik2

lemah pada reseptor AH1 walaupun bekerja juga sebagai antagonis pada reseptor 5HT2c.

Ziprasidone tidak menyebabkan gangguan jantung. 4

ARIPIPRAZOLE

Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D2

dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A. Aripiprazole

bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin

yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan

hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara

kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan

hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan

akan berikatan dengan reseptro dopamin. 4

Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP

3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan

aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan

aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.

Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah

pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang

mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah. 4

Indikasi :

- Skizofrenia.

Dosis :

- 10 atau 15 mg 1 x sehari.

Efek samping :

- Sakit kepala.

- Mual, muntah.

- Konstipasi.

- Ansietas, insomnia, somnolens.

- Akhatisia.

Page 22: Obat-antipsikotik2

E. PROFIL EFEK SAMPING

Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa: 5

Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.

Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan

intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)

Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,

bradikinesia, rigiditas).

Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik

(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang

sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien.

Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal response

with minimal side effect”.

Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan berulang

involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur

gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi

pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis

obat anti-psikosis (non dose related).

Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba

pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti

parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang

paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk

deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat

overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang

menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama dimakan. 2

F. INTERAKSI OBAT 5

Page 23: Obat-antipsikotik2

Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih

efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine +

Reserpine = potensiasi efek hipotensif.

Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-

hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).

Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan

gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari

sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi.

Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan

kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-

related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis

Haloperidol.

Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan

gangguan absorpsi.

G. CARA PENGGUNAAN

Pemilihan Obat

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)

yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek

samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). 5

Anti-psikosis Mg. Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomi

k

Eks.Pir

.

Chlopromazine 100 150 - 1600 +++ +++ ++

Thioridazine 100 100 - 900 +++ +++ +

Perphenazine 8 8 - 48 + + +++

Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++

Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++

Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++

Pimozide 2 2 - 6 + + ++

Clozapine 25 25 - 200 ++++ + -

Zotepine 50 75 - 100 + + +

Sulpiride 200 200 - 1600 + + +

Risperidone 2 2 - 9 + + +

Page 24: Obat-antipsikotik2

Quetiapine 100 50 - 400 + + +

Olanzapine 10 10 - 20 + + +

Aripiprazole 10 10 - 20 + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan

dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.

Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah

optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis

lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana

profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-

psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-

nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)

lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak

terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis – atipikal perlu

dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir

efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan adanya gejala

ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan : 5

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.

Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping

(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas

hidup pasien.

Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari

sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis)

dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis optimal”

dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu

Page 25: Obat-antipsikotik2

“dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi “drug

holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.

Lama Pemberian

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”, terapi

pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup

lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali.

Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah

dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan

kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom

Psikosis kambuh kembali.

Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-

metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.

Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan

sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk “Psikosis Reaktif

Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2

minggu – 2 bulan.

Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan

dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic Rebound” :

gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan

mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im),

tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h).

Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila

sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru

menyusul obat antiparkinson. 5

Penggunaan Parenteral

Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Haloperidol

Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk pasien yang tidak mau

atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.

Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu

beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.

Page 26: Obat-antipsikotik2

Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama kemudian bau

ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.

Pemberian obat anti psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan

pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 % kasus

menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal. 5

H. PERHATIAN KHUSUS

Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya : 5

Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi

Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).

Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenaline (Nor-epinephrine) sebagai

“alfa adrenergic stimulator”.

Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa dan beta

adrenergic stimulator” sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat terjadi

Shock.

Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun

setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit.

Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED – Abbot

atau RAIVAS – Dexa Medica atau VASCON – Fahrenheit) ampul 4 mg/4cc dalam

infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3cc/menit.

Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan

Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet

Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im).

Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara

bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat

antiparkinson.

Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3

bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan pemberian

“antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi penyerapan/absorpsi

obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma rendah, dan dapt menghalangi

manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-

psikosis agar tercapai dosis efektif.

“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapt diulangi setiap 2 jam,

dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat

Page 27: Obat-antipsikotik2

mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi, hiperaktivitas

psikomotorm impulsif, menyerang, gaduh-gelisah, perilaku destruktif dll).

Kontraindikasi :

- Penyakit hati (hepato-toksik),

- Penyakit darah (hemato-toksik),

- Epilepsi (menurunkan ambang kejang),

- Kelainan jantung (menghambat irama jantung),

- Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP),

- Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat),

- Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll),

- Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant” (kesadaran makin

memburuk).