NYANYIAN ANGSA

10
NYANYIAN ANGSA APRESIASI SENI TEATER Ditulis oleh: Joice Novita Limpo 12120080039

description

Review on the musical "Nyanyian Angsa"

Transcript of NYANYIAN ANGSA

Page 1: NYANYIAN ANGSA

NYANYIAN ANGSA

APRESIASI SENI TEATER

Ditulis oleh:

Joice Novita Limpo

12120080039

Fakultas Psikologi

Universitas Pelita Harapan Surabaya

2009

Page 2: NYANYIAN ANGSA

NYANYIAN ANGSA

Deskripsi

Nyanyian Angsa, adalah karya populer dari sastrawan W.S. Rendra yang

ditulisnya pada tahun 1965. Rendra, seorang penyair Indonesia yang dikenal dunia,

menulis sajak yang maknanya sungguh mendalam. Ada suatu kegelapan hati manusia

yang ingin diangkatnya, dikontraskan dengan kasih Tuhan yang tiada batasnya. Puisi

yang dituliskannya ini menggunakan pilihan kata yang kuat dan tepat, namun dengan

tidak menyampingkan nilai estetik dan puitis.

Puisi naratif Nyanyian Angsa, menceritakan seorang pelacur tua bernama Maria

Zaitun, yang telah dibuang dari rumah pelacuran karena utang dan sakitnya. Dia

terkena sifilis dan tidak ada pelanggan lagi yang menginginkannya. Dia menderita dan

sudah hampir mati. Namun demikian, dia tetap menguatkan dirinya, pergi ke dokter

dan meminta pengobatan. Tanpa berbekal uang dan dengan kondisi yang tidak

mungkin disembuhkan lagi, dokter menolak memberi pengobatan padanya. Kondisi

Maria Zaitun sangat mengenaskan, ia tak tertolong lagi. Borok yang busuk menutupi

hampir seluruh tubuhnya, belum lagi dengan sakit jantungnya. Kehidupannya tak

akan lama lagi.

Menyadari nyawanya yang sudah hampir putus, ia berjalan ke sebuah gereja

katolik, ingin menemui pastor dan mengaku dosa. Namun sekali lagi, yang

diperolehnya adalah tatapan sinis, dan bahkan tuduhan. Pastor menolak

mendengarkannya, dan menganjurkannya pergi ke rumah sakit jiwa. Kini Maria

Zaitun semakin terpuruk. Tidak ada yang mau menolong kondisi tubuhnya, juga

kondisi jiwanya. Tiap dia mendekat, orang-orang menjauh. Nampaknya, nilainya

sebagai manusia sudah tak ada.

Dia sudah akan mati, dia tak memperoleh pertolongan. Tapi Maria Zaitun terus

berjalan, di atas aspal yang keras, di bawah matahari yang terik. Dengan terseok-seok,

dia berjalan, berusaha untuk setidaknya mengisi perutnya yang kelaparan. Ia berjalan

melewati pasar, menuju ke tempat sampah di belakang sebuah restoran. Dari situ dia

membungkus makanannya, membawanya serta ke tempat yang ditujunya, ke luar

kota. Dia kembali berjalan, dengan penuh rasa putus asa dan kemarahan yang tak

tersalurkan.

Page 3: NYANYIAN ANGSA

Maria Zaitun menghentikan langkahnya ketika tiba di sebuah kali. Dia membasuh

tubuh dan wajahnya, dan mengambil makanannya, namun segera berhenti. Ia tidak

memiliki nafsu makan lagi. Dia merasa gagal sebagai seorang manusia, dan ingin

melarikan diri dari keadaannya. Di samping kali, ia pun merenung dan terkenang

masa kecilnya. Dia merasakan kebahagiaan, namun kenyataan dengan cepat

mendapatkannya. Maria Zaitun kembali putus asa. Dia tidak punya harapan lagi.

Sebagai ending, Maria Zaitun kemudian bertemu seorang sosok tampan, yang

menyapanya dengan akrab. Dia bukan hanya menyapa, tapi juga mendekatinya, dan

menerima dirinya apa adanya. Orang itu adalah satu-satunya yang mau menerimanya

saat orang lain pura-pura buta akan keadaannya. Maria mengenal pahlawannya itu,

Dia adalah yang disalibkan, dengan luka di kedua kaki dan tangannya, juga di

lambungnya. Dialah yang paling mulia, tetapi juga yang paling rendah hati untuk mau

menerima setiap manusia berdosa yang datang kepadanya. Maria Zaitun pun merasa

senang, dan dibawa oleh Tuhan masuk ke taman Firdaus. Malaikat penjaga Firdaus,

yang sejak sebelumnya selalu mengacungkan pedang padanya dan menghadang Maria

untuk masuk ke taman, pun tidak berkutik.

Demikianlah cerita Maria Zaitun berakhir dengan indah. Rendra, yang tumbuh

dalam latar belakang Katolik mengilustrasikan konsep ketuhanan Yesus Kristus dalam

karyanya ini. Meskipun prinsip teologis yang disampaikannya tidak benar dan tidak

berdasar pada Alkitab, namun sajaknya mampu membua tiap pembacanya berefleksi,

”sayakah salah seorang dari yang menolak Maria Zaitun itu?”. Karya besar inilah

yang kemudian diangkat dalam satu pentas teater, seni yang mengutamakan

keindahan visual, yang ditampilkan di salah satu universitas. Apakah pentas itu

sanggup menyampaikan ide yang ingin disampaikan Rendra dalam puisinya tersebut?

Seni teater yang dipentaskan dalam auditorium sebuah universitas tersebut

dihadiri oleh banyak penonton. Pentas yang digunakan tidak terlalu besar, namun

cukup untuk didekor dengan tiga setting berbeda yang bersebelahan, yaitu gereja,

tempat praktek dokter, dan kali. Pemain yang terlibat dalam pementasan berjumlah

kurang lebih 15 orang. Tiga pemain yang tidak pernah turun dari pentas adalah

pemeran Maria Zaitun, malaikat penjaga Firdaus, dan Narator. Selain pemain yang

tampil di panggung, ada mini-orkes dan paduan suara yang mendukung efek suara

pertunjukan. Mini-orkes melibatkan pemain keyboard, drum, gitar, dan biola,

sedangkan paduan suara stand by di sayap kiri auditorium.

Page 4: NYANYIAN ANGSA

Meskipun teater pada dasarnya adalah seni panggung, namun pertunjukan ini

melibatkan pemutaran video yang telah dishoot sebelumnya sebagai prolog cerita.

Selain itu, banyak latar yang juga telah direkam sebelumnya yang ditampilkan selama

pertunjukan panggung, seperti jalan raya, tempat sampah, dan suasana pasar. Video

ini ditampilkan di tiga layar kecil yang tersebar di panggung.

Secara keseluruhan, pementasan terdiri atas narasi dari sang narator, dialog para

tokoh, juga monolog tokoh utama, terutama mengenai keluhannya terhadap malaikat

penjaga Firdaus. Namun demikian, banyak jeda dalam naskah teater, yang ternyata

diisi oleh tarian pedang sang malaikat ataupun oleh tarian/pantomim tokoh-tokoh

berbaju hitam-hitam, yang diiringi oleh nyanyian paduan suara. Lirik lagu yang

dinyanyikan paduan suara berasal dari puisi Rendra. Selain itu, pada bagian epilog

cerita, ada adegan di mana Maria Zaitun dan pahlawannya berdansa. Jadi, pertunjukan

ini merupakan gabungan pertunjukan drama, dansa, dan pantomim. Unsur akting,

vokal, dan gerak tubuh berperan penting dalam keutuhan pertunjukan.

Analisis

Dari pertunjukan yang disajikan, dapat terlihat bahwa para pemeran telah berlatih

dengan sangat mantap. Tidak ada yang terlihat kebingungan di atas panggung,

semuanya sudah dilatih, baik dari pergerakan maupun waktu berbicara masing-

masing. Tokoh utama pun menggunakan space panggung yang sempit dengan sangat

baik, bergerak ke kiri dan ke kanan, namun tidak berlebihan. Suasana pertunjukan pun

tidak melulu serius, namun diselingi oleh beberapa komedi yang mengundang tawa,

terutama dalam adegan pastor dan Maria Zaitun. Namun demikian, ada kalanya ketika

beberapa pemeran berbicara bersamaan, contohnya narator bersamaan dengan pastor

dan jemaat. Dalam dialog yang ”bertabrakan” tersebut, suara keduanya tidak ada yang

menjadi latar, keduanya terdengar sangat jelas. Karena itu, perhatian penonton pun

terbagi. Selain itu, ada kalanya intonasi narator terlalu berlebihan, di sisi lain intonasi

sang pemeran utama tidak cocok dengan konteks cerita.

Dari segi musik, pada dasarnya mini-orkes, paduan suara, dan para pemeran di

atas panggung sudah bersinkronisasi. Pementasan pun secara keseluruhan memiliki

komposisi seimbang antara akting dan pantomim. Penonton dihibur dan tidak

dibiarkan bosan dengan menampilkan dinamika di atas panggung. Musik yang

digunakan pun mengandung emosi yang tidak ringan. Akting pemeran yang

Page 5: NYANYIAN ANGSA

”berjiwa”, pantomim yang didukung bahasa tubuh yang baik, serta theme song yang

ditampilkan live ternyata belum cukup. Pertunjukan ini juga mengkombinasikan

pemakaian teknologi perfilman dan seni teater dengan baik. Selain dibuka dengan

video yang menceritakan keadaan tempat pelacuran, pertunjukan juga ditutup dengan

video yang menceritakan Maria Zaitun yang diangkat ke Firdaus. Dengan bantuan

video, penonton pun dapat memvisualisasikan ide yang tersirat dalam cerita.

Interpretation

Berdasarkan pementasan tersebut, dapat dilihat bahwa ada suatu pesan moral

penting yang ingin disampaikan. Reaksi yang pertama diharapkan adalah perasaan

iba, betapa sedihnya hidup sang pelacur yang diangkat menjadi tokoh utama tersebut.

Di akhir hidupnya, penolakan tidak henti-hentinya hadir. Mulai dari klien setia, teman

pelacur, germo, dokter, bahkan tokoh agama pun tidak bersedia membuka hatinya

untuk menerima Maria Zaitun. Rasa iba yang muncul pun kemudian akan

mengarahkan penonton untuk ”membela” tokoh utama. Rasa kemanusiaan setiap

penonton akan dibangkitkan, ”biarpun dia adalah pelacur dan penyakitan, bukankah

dia masih manusia?”, ”bukankah tidak seharusnya pastor itu mencap dia sebagai

gila?”, dan berbagai pembelaan lainnya.

Pada akhir cerita, penolakan semua manusia terhadap Maria Zaitun dikontraskan

dengan penerimaan Tuhan terhadapnya. Bukan hanya menerima, Tuhan bahkan

menyambutnya dan menyapanya dengan namanya. Ini seolah-olah membandingkan,

betapa apa yang dianggap manusia adalah rendah dan tidak berharga, ternyata

diterima Tuhan dengan penuh kasih. Betapa rendah hatinya Tuhan, dan betapa

sombong dan berdosanya manusia. Kontras ini sangat penting dalam cerita ini.

Perasaan penonton yang ingin membela Maria Zaitun akan segera bertransformasi

menjadi refleksi diri, ”memang hanya Tuhan yang mampu menerima keberadaan

pelacur itu pada akhirnya, saya pun pasti akan berlaku seperti orang lain dalam cerita

itu”. Refleksi diri segera berubah menjadi rasa malu, dan bagi yang sadar, mereka

akan berintrospeksi, ”saya tidak akan memperlakukan orang lain dengan buruk,

bahkan betapa pun mereka buruk di mata orang lain”.

Pada akhirnya, yang ingin disampaikan penyelenggara adalah manusia seharusnya

memperlakukan yang lain dengan baik. Jangan menutup mata terhadap penderitaan

orang lain, dan cobalah untuk lebih peduli. Cerita ini sangat cocok dengan tema

Page 6: NYANYIAN ANGSA

penyelenggaraan, yaitu menggalang dana untuk membantu beberapa sekolah di Jawa

Timur.

Judgement

Setelah menikmati acara yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam tersebut,

penulis dapat menyimpulkan bahwa acara tersebut dapat dipandang sebagai

pertunjukan yang sukses. Dari sudut pandang subjek, sangat terlihat bahwa kesan

yang diberikan tiap karakter melekat dalam kepala penonton. Maria Zaitun adalah

tokoh utama yang menyesali hidup dan penuh amarah, dan pastor adalah tokoh agama

yang tidak beres kelakuannya, juga banyak tokoh-tokoh lain yang berhasil diperankan

dengan baik, meninggalkan kesan yang mendalam.

Ketika penulis menilai dari komposisinya, maka dapat terlihat bahwa pertunjukan

yang disajikan memiliki dinamika yang cukup untuk membuat penonton tidak

mengalihkan pandang sampai selesainya. Gabungan teknologi dan seni teater klasik,

kombinasi akting serta gerak tubuh dan musik, keduanya disatukan dalam pertunjukan

yang sukses memuaskan kebutuhan visual penonton. Peran utama dan peran minor

dalam pertunjukan pun tertata dengan baik.

Bila melihat dari sudut pandang isi, maka penulis memberi nilai bagus pada

pertunjukan ini. Meskipun pada ending cerita drama ini melenceng dari naskah asli

Rendra, namun garis besar pesan yang ingin disampaikan dapat dikomunikasikan

dengan baik. Akting pemain cukup baik dalam mengekspresikan tokoh fiktif yang

ditampilkan Rendra. Selain itu, penonton pun nampaknya dapat mengerti apa yang

ingin disampaikan tim teater, dan banyak penonton yang pada akhirnya memutuskan

untuk mengulurkan tangan untuk membantu pendanaan sekolah yang menjadi alasan

diadakannya pertunjukan ini.