Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober...

31
Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270 LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Penting Amat Segera 1 (satu) berkas Penyampaian Rancangan Undang- Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Jakarta, 28 Oktober 2011 Yth. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Jakarta Dengan ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan : - RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLIN DUNGAN DAN PEMBERDAY AAN PET ANI untuk dibicarakan bersama-sama dengan Presiden dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna mendapatkan persetujuan bersama. Sebagai kelengkapan bahan, bersama ini kami sampaikan pula Naskah Akademik atas Rancangan Undang-Undang dimaksud. Selanjutnya untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut bersama DPR Rl, kami mengharapkan bantuan Saudara Presiden agar dapat menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden. Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih. 1. Wakil Presiden Rl; 2. Pimpinan DPD Rl; 3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam; 4. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 5. Menteri Koordinator Bidang Kesra; 6. Menteri Pertanian; 7. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 8. Menteri Sekretaris Negara.

Transcript of Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober...

Page 1: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal

TEMBUSAN:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270

LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Penting Amat Segera 1 (satu) berkas Penyampaian Rancangan Undang­Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Jakarta, 28 Oktober 2011

Yth.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Jakarta

Dengan ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan :

- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLIN DUNGAN DAN PEMBERDAY AAN PET ANI

untuk dibicarakan bersama-sama dengan Presiden dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia guna mendapatkan persetujuan bersama.

Sebagai kelengkapan bahan, bersama ini kami sampaikan pula Naskah Akademik atas Rancangan Undang-Undang dimaksud.

Selanjutnya untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut bersama DPR Rl, kami mengharapkan bantuan Saudara Presiden agar dapat menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden.

Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

1. Wakil Presiden Rl; 2. Pimpinan DPD Rl; 3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam; 4. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 5. Menteri Koordinator Bidang Kesra; 6. Menteri Pertanian; 7. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 8. Menteri Sekretaris Negara.

Page 2: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

I

,.,

,.._.,. ' /( )

( ,.,'"";

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ..... T AHUN ..... .

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 2011

Page 3: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. .. TAHUN ...

TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. Bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

b. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara, negara menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan petani secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;

c. bahwa kecenderungan meningkatnya perubahan iklim, globalisasi dan gejolak ekonomi global serta kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, petani membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini masih berlaku belum mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani secara komprehensif, sistemik, dan holistik;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;

Mengingat: Pasal 20 dan Pasal21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI.

BASI KETENTUAN UMUM

Pasal1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan:

PERLINDUNGAN DAN

Page 4: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

,.

1. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.

2. Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu petani menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.

3. Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk mengubah pola pikir ke arah yang lebih maju, peningkatan kemampuan usaha tani, serta penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani guna meningkatkan kesejahteraan petani.

4. Pertanian adalah kegiatan untuk mengelola lahan dan agroekosistem yang dilakukan dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen, yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.

5. Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang pertanian, mulai dari produksi/budidaya, penanganan pascapanen, sarana produksi, pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan yang bermartabat.

6. Komoditas Pertanian adalah hasil dari usaha tani yang dapat diperdagangkan, disimpan, dan/atau dipertukarkan.

7. Pelaku Usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.

8. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

9. Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani.

10.Kelompok Tani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani yang terdiri dari sejumlah petani guna memperjuangkan kepentingan anggotanya.

11. Gabungan Kelompok Tani, yang selanjutnya disebut Gapoktan, adalah gabungan lebih dari satu kelompok tani guna memperjuangkan kepentingan anggotanya.

12.Asosiasi adalah kumpulan dari petani, kelompok tani, dan/atau gapoktan.

13. Dewan Komoditas Pertanian Nasion a I adalah suatu lembaga yang beranggotakan petani untuk memperjuangkan kepentingan petani.

14. Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan usaha tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

2

Page 5: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

15. Badan Usaha Milik Petani adalah badan usaha berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh petani.

16. Bank Bagi Petani adalah badan usaha yang menghimpun dana dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dana tanggung jawab sosial dan lingkungan badan usaha, serta dana masyarakat, dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada petani dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka pembiayaan usaha tani.

17. Lembaga Pembiayaan Petani adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu petani dalam melakukan usaha tani.

18.Asuransi Pertanian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada perjanjian dengan petani, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada petani sesuai risiko yang dipertanggungkan.

19. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

20. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian.

BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN

Pasal2

Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani berdasarkan asas:

a. kemandirian;

b. kedaulatan;

c. kebersamaan;

d. keterpaduan;

e. keterbukaan;

f. efisiensi berkeadilan; dan

g. berkelanjutan.

Pasal 3 Penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani bertujuan untuk:

a. meningkatkan kemandirian dan kedaulatan petani dalam rangka mewujudkan tarat kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup yang lebih baik;

b. melindungi petani dari kegagalan panen dan risiko harga;

3

Page 6: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

c. menyediakan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha tani;

d. menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usaha tani;

e. meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani serta kelembagaan petani dalam menjalankan usaha tani yang produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan

f. memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya usaha tani.

Pasal4 Lingkup pengaturan perlindungan dan pemberdayaan petani meliputi:

a. perencanaan;

b. perlindungan petani;

c. pemberdayaan petani;

d. pembiayaan;

e. pengawasan; dan

f. peran serta masyarakat.

BAS Ill PERENCANAAN

Pasal5 (1) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan secara sistematis,

terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.

(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:

a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan;

b. kebutuhan sarana dan prasarana;

c. kebutuhan teknis, ekonomis, kelembagaan, dan budaya setempat;

d. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

e. tingkat pertumbuhan ekonomi; dan

f. jumlah petani.

(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bag ian yang integral dari:

a. rencana pembangunan nasional;

b. rencana pembangunan daerah;

c. rencana pembangunan pertanian;

d. rencana anggaran pendapatan dan belanja negara; dan

e. rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah.

4

Page 7: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal6 Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) paling sedikit memuat strategi dan kebijakan.

Pasal7 (1) Strategi perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dengan memperhatikan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani.

(2) Strategi perlindungan petani dilakukan melalui:

a. prasarana dan sarana produksi pertanian;

b. kepastian usaha;

c. harga komoditas pertanian;

d. Asuransi Pertanian;

e. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; dan

f. pembangunan sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim.

(3) Strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui:

a. pendidikan dan pelatihan;

b. penyuluhan dan pendampingan;

c. pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian;

d. pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional;

e. konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian;

f. penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan;

g. kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan

h. penguatan kelembagaan petani.

Pasal8 (1) Kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani.

(2) Dalam menetapkan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pad a ayat (1 ), Pemerintah dan Pemerintah Daerah mempertimbangkan:

a. perlindungan dan pemberdayaan petani dilaksanakan selaras dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kementerianllembaga non kementerian terkait lainnya; dan

b. perlindungan dan pemberdayaan petani dapat dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

5

Page 8: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal 9

(1) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani disusun oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan melibatkan petani.

(2) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun di tingkat nasional, provinsi, atau kabupaten/kota.

(3) Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi rencana perlindungan dan pemberdayaan petani baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

Pasal 10 Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) terdiri atas:

a. rencana perlindungan dan pemberdayaan petani nasional;

b. rencana perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi; dan

c. rencana perlindungan dan pemberdayaan petani kabupaten/kota.

Pasal 11

(1) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi.

(2) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani kabupaten/kota.

(3) Rencana perlindungan dan pemberdayaan petani kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 0 huruf c menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani setempat.

BABIV PERLINDUNGAN PETANI

Bagian Kesatu Umum

Pasal 12 (1) Perlindungan petani dilakukan melalui penentuan strategi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (2).

(2) Perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diberikan kepada:

a. petani yang tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan usaha tani;

b. petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada luas lahan paling banyak 2 (dua) hektar; dan/atau

6

Page 9: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

c. petani hortikultura, pekebun, atau peternak yang tidak memerlukan izin usaha.

(3) Perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e dan huruf f diberikan kepada petani.

Pasal13 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas perlindungan petani sesuai dengan kewenangannya.

Pasal14 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan perlindungan petani.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) untuk melaksanakan strategi perlindungan petani sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

Pasal15 (1) Pemerintah berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk

memenuhi kebutuhan pangan nasional.

(2) Kewajiban mengutamakan produksi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dilakukan melalui pengaturan pemasukan komoditas pertanian dari luar negeri sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri.

Bagian Kedua Prasarana Pertanian dan Sarana Produksi Pertanian

Paragraf 1 Prasarana Pertanian

Pasal16 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab membangun ketersediaan

prasarana pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a.

(2) Prasarana pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi:

a. jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa;

b. bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung·; dan

c. jaringan listrik, pergudangan, pelabuhan, dan pasar.

Pasal17 Selain disediakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, pelaku usaha dapat menyediakan prasarana pertanian yang dibutuhkan petani.

Pasal18 Petani wajib memelihara prasarana pertanian yang telah dibangun oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16.

7

Page 10: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Paragraf 2 Sarana Produksi Pertanian

Pasal19 (1) Pemerintah bertanggung jawab menyediakan sarana produksi pertanian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a yang tepat waktu dan harga yang terjangkau bagi petani.

(2) Sarana produksi pertanian sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) sekurang­kurangnya meliputi:

a. penyediaan benih, pupuk, dan pestisida sesuai dengan standar mutu; dan

b. penyediaan alat dan mesin pertanian sesuai standar mutu dan kondisi spesifik lokasi.

(3) Penyediaan sarana produksi pertanian diutamakan dengan menggunakan sarana produksi lokal.

(4) Pemerintah mendorong petani untuk menghasilkan sarana produksi pertanian yang berkualitas untuk kebutuhan sendiri dan/atau terbatas dalam 1 (satu) kelompok.

Pasal20 Selain merupakan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, pelaku usaha dapat menyediakan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan petani.

Pasal21 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi benih atau bibit

tanaman, bibit atau bakalan ternak, pupuk, dan/atau alat dan mesin pertanian sesuai dengan kebutuhan.

(2) Pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) harus tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat lokasi, tepat kualitas, dan tepat jumlah.

Bagian Ketiga Kepastian Usaha

Pasal22

Untuk menjamin kepastian usaha tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:

a. menetapkan kawasan usaha tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;

b. memberikan jaminan pemasaran hasH pertanian kepada petani yang melaksanakan usaha tani sebagai program pemerintah;

c. memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan bagi lahan pertanian; dan/atau

d. mewujudkan fasilitas pendukung pasar hasil pertanian.

8

Page 11: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal23

(1) Jaminan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b merupakan hak petani untuk mendapatkan penghasilan yang seharusnya diperoleh.

(2) Jaminan pemasaran sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. melakukan pembelian secara langsung;

b. menampung hasil usaha tani; atau

c. menyediakan akses pasar.

Pasal24 Ketentuan lebih lanjut mengenai kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat Harga Komoditas Pertanian

Paragraf 1 Umum

Pasal25

(1) Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.

(2) Kewajiban Pemerintah menciptakan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menetapkan:

a. tarif bea masuk komoditas pertanian;

b. kawasan pabean pemasukan komoditas pertanian dari luar negeri; dan

c. persyaratan administrasi.

Paragraf 2 Tarif Bea Masuk Komoditas Pertanian

Pasal26

(1) Pemerintah menentukan jenis komoditas pertanian yang ditetapkan tarif bea niasuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal25 ayat (2) huruf a.

(2) Penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) ditetapkan besarannya oleh Pemerintah.

(3) Penetapan besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada:

9

Page 12: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

a. harga pasar internasional;

b. harga pasar domestik;

c. jenis komoditas pertanian tertentu nasional dan lokal; dan

d. produksi dan kebutuhan nasional.

Pasal27

(1) Pemerintah menetapkan jenis komoditas pertanian tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf c.

(2) Penetapan jenis komoditas pertanian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), dilakukan berdasarkan:

a. pengaruh komoditas pertanian terhadap laju inflasi; dan

b. kepentingan hajat hidup orang banyak.

(3) Ketentuan mengenai penetapan jenis komoditas pertanian tertentu sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal28 Setiap orang wajib mematuhi ketentuan besaran tarif bea masuk yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Paragraf 3 Kawasan Pabean Pemasukan Komoditas Pertanian

Pasal29

(1) Penetapan kawasan pabean pemasukan komoditas pertanian dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b, untuk melindungi sumberdaya dan budidaya pertanian yang merupakan daerah produsen komoditas pertanian yang diusahakan petani.

(2) Penetapan kawasan pabean pemasukan komoditas pertanian harus:

a. jauh dengan sentra produksi komoditas pertanian dalam negeri; dan

b. dilengkapi dengan balai karantina sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Ketentuan mengenai penetapan kawasan pabean pemasukan komoditas pertanian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal30 Setiap orang wajib memasukan barang komoditas pertanian dari luar negeri melalui kawasan pabean pemasukan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

10

Page 13: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal31 (1) Setiap orang dilarang memasukkan komoditas pertanian dari luar negeri, pada saat

ketersediaan komoditas pertanian tersebut di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan pemerintah.

(2) Ketentuan mengenai cukupan kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Paragraf 4 Persyaratan Administrasi

Pasal32

(1) Setiap orang yang memasukkan komoditas pertanian dari Juar negeri harus memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c yang sekurang-kurangnya meliputi:

a. tanggal panen dan tanggal kedaluarsa; dan

b. asal negara penghasil komoditas pertanian dan negara pengekspor.

(2) Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), komoditas pertanian dari luar negeri harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif dan standar mutu sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Asuransi Pertanian

Pasal33

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong petani untuk melindungi usaha taninya dalam bentuk Asuransi Pertanian.

(2) Asuransi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gaga! panen akibat:

a. bencana alam;

b. ledakan organisme pengganggu tumbuhan;

c. wabah penyakit hewan menular;

d. perubahan iklim global; dan/atau

e. kesalahan program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

]]

Page 14: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal 34 (1) Pemerintah wajib menugaskan bad an usaha milik negara di bidang asuransi untuk

melaksanakan Asuransi Pertanian.

(2) Pelaksanaan Asuransi Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal35 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi setiap petani menjadi peserta Asuransi Pertanian.

Pasal36 (1) Pada awal pertanggungan Asuransi Pertanian, premi untuk petani sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) wajib dibayarkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Pembayaran premi asuransi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(3) Pembayaran premi asuransi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dibayarkan sampai petani dinyatakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah mampu membayar preminya sendiri.

(4) Kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada skala ekonomi petani.

Pasal37 Ketentuan lebih lanjut mengenai Asuransi Pertanian dan tata cara pembayaran premi untuk petani diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam Penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi

Pasal 38 (1) Selain perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 sampai dengan Pasal

37, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan jaminan agar petani dapat menjalankan usaha tani yang produktif, maju, dan berkelanjutan.

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e, dilakukan dengan menertibkan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh Pembangunan Sistem Peringatan Dini Dampak Perubahan lklim

Pasal39 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah membangun sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f.

12

Page 15: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal40

(1) Pemerintah wajib melakukan prakiraan iklim untuk mengantisipasi terjadinya gaga I panen.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengantisipasi terjadinya gagal panen dengan melakukan:

a. peramalan ledakan organisme pengganggu tumbuhan dan/atau wabah penyakit hewan menular; dan

b. upaya penanganan terhadap hasil prakiraan iklim dan peramalan ledakan organisme pengganggu tumbuhan dan/atau wabah penyakit hewan menular.

(3) Antisipasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan penyebarluasan informasi dan hasil prakiraan iklim, hasil peramalan ledakan organisme pengganggu tumbuhan dan/atau wabah penyakit hewan menular.

BABV PEMBERDAYAAN PETANI

Bagian Kesatu Umum

Pasal41 Pemberdayaan petani dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir petani, meningkatkan usaha tani, menumbuhkan dan menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi.

Pasal42 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pemberdayaan petani sesuai dengan kewenangannya.

Pasal43 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan pemberdayaan petani.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melaksanakan strategi pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).

Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan

Pasal44

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petani.

(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang­kurangnnya berupa:

a. pengembangan program pelatihan dan pemagangan;

13

Page 16: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

b. pemberian beasiswa bagi petani untuk mendapatkan pendidikan di bidang pertanian; atau

c. pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang agrobisnis.

(3) Petani yang sudah mendapatkan pendidikan dan pelatihan berhak memperoleh bantuan modal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(4) Bantuan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan khusus pada petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 ayat (2).

Pasal45 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan keahlian dan

keterampilan petani melalui pendidikan dan pelatihan.

(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dilakukan secara berkelanjutan.

(3) Selain Pemerintah dan Pemerintah Daerah, badan dan/atau lembaga yang terakreditasi dapat memberikan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan petani sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dapat melalui sertifikasi kompetensi.

(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) untuk memperoleh sertifikasi kompetensi.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal46 Petani yang telah ditingkatkan keahlian dan keterampilannya melalui pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 wajib melakukan tata cara budidaya, penanganan, dan pemasaran yang baik sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya.

Pasal47

Pelaku usaha dalam pemberdayaan petani dapat menyelenggarakan:

a. pendidikan formal dan non formal; dan/atau

b. pelatihan dan pemagangan.

Bagian Ketiga Penyuluhan dan Pendampingan

Pasal48 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi penyuluhan dan

pendampingan kepada petani.

(2) Fasilitasi penyuluhan berupa penyediaan paling sedikit 1 (satu) orang penyuluh dalam 1 (satu) desa yang termasuk di dalam kawasan usaha tani.

14

Page 17: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

(3) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh penyuluh.

(4) Penyuluhan dan pendampingan antara lain agar petani dapat melakukan:

a. tata cara budidaya, pengolahan, dan pemasaran yang baik;

b.analisis kelayakan usaha yang menguntungkan; dan

c. kemitraan dengan pelaku usaha.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyuluhan dan pendampingan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal49 Penyuluh dan/atau lembaga penyuluh dilarang melakukan penyuluhan yang mengakibatkan kerugian bagi petani.

Bagian Keempat Pemasaran Hasil Pertanian

Pasal50 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan petani melalui

pemasaran hasil pertanian.

(2) Perna saran hasil pertanian sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dibangun, dikelola, dan dikembangkan dengan:

a. mewujudkan pasar hasil pertanian yang memenuhi standar keamanan pangan, sanitasi, serta memperhatikan ketertiban umum;

b. mewujudkan terminal agrobisnis dan sub terminal agrobisnis untuk pemasaran hasil pertanian;

c. mewujudkan fasilitas pendukung pasar hasil pertanian;

d. memfasilitasi pengembangan pasar hasil pertanian yang dimiliki oleh kelompok tani dan/atau koperasi di daerah produksi komoditas pertanian;

e. membatasi pasar modern yang bukan dimiliki oleh kelompok tani dan/atau koperasi di daerah produksi komoditas pertanian;

f. mengembangkan pola kemitraan usaha tani yang sating menguntungkan;

g. mengembangkan sistem pemasaran dan promosi hasil pertanian;

h. mengembangkan pasar lelang;

i. menyediakan informasi pasar; dan

j. mengembangkan lindung nilai.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan pasar modern sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diatur dalam Peraturan Pemerintah.

15

Page 18: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal 51 (1) Oalam hal Pemerintah telah membatasi jumlah pasar modern sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dilarang memberikan izin pembangunan pasar modern yang dimiliki oleh pelaku usaha di daerah produksi komoditas pertanian.

(2) Ketentuan mengenai pembatasan jumlah pasar modern sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 52 (1) Petani dapat melakukan kemitraan usaha dengan pelaku usaha dalam

memasarkan hasil pertanian.

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan kemitraan usaha yang merugikan petani.

Pasal53 (1) Setiap orang yang mengelola pasar modern wajib mengutamakan penjualan

komoditas pertanian dari dalam negeri.

(2) Kewajiban mengutamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pola kemitraan yang saling menguntungkan.

Pasal54 (1) Transaksi jual beli komoditas pertanian di pasar induk, terminal agrobisnis, dan

sub terminal agrobisnis dapat dilakukan melalui mekanisme pelelangan.

(2) Dalam mekanisme pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), penyelenggara pelelangan wajib menetapkan harga awal yang menguntungkan petani.

(3) Ketentuan mengenai penyelenggara, mekanisme, dan penetapan harga awal pelelangan komoditas pertanian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal55 (1) Komoditas pertanian yang dipasarkan harus memenuhi standar mutu yang

ditetapkan.

(2) Pemerintah menetapkan standar mutu untuk setiap jenis komoditas pertanian.

Pasal 56 (1) Setiap petani wajib memenuhi standar mutu yang ditetapkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2).

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) untuk memenuhi standar mutu yang ditetapkan.

Pasal57 Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan promosi dan sosialisasi pentingnya mengonsumsi komoditas hasil pertanian dalam negeri.

16

Page 19: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

'

Bagian Kelima Konsolidasi dan Jaminan Luasan Lahan Pertanian

Paragraf 1 Umum

Pasal58

{1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan jaminan ketersediaan lahan pertanian.

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. konsolidasi lahan pertanian; dan

b. jaminan luasan lahan pertanian.

Paragraf 2 Konsolidasi Lahan Pertanian

Pasal59 (1) Konsolidasi Ia han pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf

a merupakan penataan kembali penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah untuk kepentingan lahan pertanian.

(2) Konsolidasi lahan pertanian diutamakan untuk menjamin Juasan lahan pertanian untuk petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) agar mencapai tingkat kehidupan yang layak.

(3) Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. pengendalian alih fungsi lahan pertanian; dan

b. pemanfaatan lahan pertanian yang terlantar.

Pasal60 (1) Selain konsolidasi lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan perluasan lahan pertanian melalui penetapan lahan terlantar yang potensial sebagai lahan pertanian.

(2) Perluasan lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Paragraf 3 Jaminan Luasan Lahan Pertanian

Pasal61 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan jaminan

luasan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 ayat (2).

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dilakukan dengan memberikan kemudahan untuk memperoleh tanah negara yang diperuntukan atau ditetapkan untuk kawasan pertanian.

17

Page 20: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

(3) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. pemberian lahan pertanian seluas maksimal 2 hektar bagi petani yang mengusahakan lahan pertanian di lahan yang diperuntukan untuk kawasan pertanian selama 5 (lima) tahun berturut-turut; atau

b. pemberian lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1 ).

(4) Selain kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman modal bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) untuk memiliki tanah negara maupun tanah milik pribadi yang diusahakan, berdampingan, dan/atau lahan pertanian di tempat lain yang luasannya lebih kecil.

Pasal62 ( 1) Kemudahan bagi petani untuk memperoleh lahan pertanian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf a dapat diberikan pada lahan yang sedang diusahakan atau lahan di kawasan pertanian lain.

(2) Lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak atas tanah berupa hak pakai atau hak guna usaha.

Pasal63 Pemberian lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b diutamakan kepada petani setempat yang:

a. memiliki lahan pertanian kurang dari 2 (dua) hektar; atau

b. tidak memiliki lahan yang mengusahakan lahan pertanian di lahan yang diperuntukkan untuk kawasan pertanian selama 5 (lima) tahun berturut turut.

Pasal64 Petani yang menerima kemudahan untuk memperoleh tanah negara yang diperuntukan atau ditetapkan untuk kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) wajib mengusahakan lahan pertaniannya miliknya dengan memanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan.

Pasal65 (1) Petani yang mengusahakan Ia han pertanian miliknya dengan memanfaatkan

sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 berhak memperoleh keringanan Pajak Bumi dan Bangunan atas lahan pertanian yang dimilikinya.

(2) Tata cara pemberian keringanan Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 66 (1) Petani dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 61 ayat (3).

(2) Petani dilarang mengalihkan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) kepada pihak lain.

18

Page 21: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal67 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah membina petani yang lahannya sudah

dimiliki oleh petani lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) untuk alih profesi

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberikan pelatihan kewirausahaan dan bantuan modal.

Paragraf 4 Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal68 Ketentuan lebih lanjut mengenai konsolidasi lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60, dan jaminan luasan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam Fasilitas Pembiayaan dan Permodalan

Pasal69 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pembiayaan dan

permodalan usaha tani.

(2) Fasilitasi pembiayaan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. pemberian pinjaman modal untuk memiliki Ia han pertanian;

b. pemberian bantuan penguatan modal bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 ayat (2);

c. pemberian subsidi bunga kredit program pertanian; dan/atau

d.pemanfaatan tanggung jawab sosial perusahaan serta program kemitraan dan bina lingkungan.

Bagian Ketujuh Akses llmu Pengetahuan, Teknologi, dan lnformasi

Pasal70 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan kemudahan akses

ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.

(2) Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. kerja sama alih teknologi; dan/atau

c. penyediaan fasilitas bagi petani untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.

Pasal 71 (1) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf c

sekurang-kurangnya berupa:

19

Page 22: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

..

a. harga komoditas pertanian;

b. peluang dan tantangan pasar;

c. prakiraan iklim, dan ledakan organisme pengganggu tumbuhan dan/atau wabah penyakit hewan menular;

d. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan;

e. pemberian subsidi dan bantuan modal; dan

f. ketersediaan lahan pertanian.

(2) lnformasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) harus akurat serta dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh petani, pelaku usaha, dan/atau masyarakat.

Pasal72 Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi penyediaan teknologi untuk mencapai standar mutu komoditas pertanian.

Bagian Kedelapan Penguatan Kelembagaan

Paragraf 1 Urn urn

Pasal73 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong dan memfasilitasi

terbentuknya kelembagaan.

(2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani.

(3) Pembentukan kelembagaan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dilaksanakan dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal petani.

Pasal74 (1) Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal73 ayat (2) terdiri atas:

a. Kelompok Tani;

b. Gapoktan; dan

c. Asosiasi.

(2) Kelembagaan ekonomi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) berupa badan usaha milik petani.

Pasal75 Petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam kelembagaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal74 ayat (1).

Paragraf 2 Kelembagaan Petani

20

Page 23: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

\

Pasal76 (1) Kelompok Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a dibentuk

oleh, dari, dan untuk petani.

(2) Kelompok Tani dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, lokasi, dan komoditas yang diusahakan, untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

Pasal77 Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang berkedudukan di desa atau beberapa desa dalam kecamatan yang sama.

Pasal78 Kelompok Tani dan Gapoktan berfungsi sebagai wadah pembelajaran, kerjasama, dan tukar menukar informasi untuk menyelesaikan masalah dalam melakukan usaha tani sesuai dengan kedudukannya.

Pasal79 Dalam melaksanakan fungsinya, Kelompok Tani dan Gapoktan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 bertugas:

a. meningkatkan kemampuan anggota atau kelompok dalam mengembangkan usaha tani yang berkelanjutan dan kelembagaan petani yang mandiri;

b. memperjuangkan kepentingan anggota atau kelompok dalam mengembangkan kemitraan usaha;

c. menampung dan menyalurkan aspirasi anggota atau kelompok; dan

d. membantu menyelesaikan permasalahan anggota atau kelompok dalam berusaha tani.

Pasal80 (1) Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c merupakan

lembaga independen nirlaba yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani.

(2) Petani dalam mengembangkan asosiasinya dapat mengikutsertakan pelaku usaha, pakar, dan/atau tokoh masyarakat yang peduli pada kesejahteraan petani.

(3) Asosiasi berfungsi memperjuangkan kepentingan petani.

Pasal81 Asosiasi dapat berkedudukan di kabupaten/kota atau provinsi.

Pasal82 Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3), asosiasi bertugas:

a. menampung dan menyalurkan aspirasi petani;

b. mengadvokasi dan mengawasi pelaksanaan kemitraaan usaha tani;

c. memberikan masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani;

d. mempromosikan komoditas pertanian yang dihasilkan anggota, di dalam negeri

21

Page 24: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

-.

dan di luar negeri;

e. mendorong persaingan usaha tani yang adil;

f. memfasilitasi anggota dalam mengakses sarana produksi dan teknologi; dan

g. membantu menyelesaikan permasalahan dalam berusaha tani.

Pasal83 (1) Dewan komoditas pertanian nasional bersifat nirlaba yang merupakan gabungan

dari berbagai asosiasi komoditas pertanian.

(2) Dewan komoditas pertanian nasional berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan petani dan menyelesaikan permasalahan dalam berusaha tani.

(3) Petani dalam mengembangkan Dewan Komoditas pertanian nasional dapat mengikutsertakan pelaku usaha, pakar, dan/atau tokoh masyarakat yang peduli pada kesejahteraan petani.

(4) Dewan komoditas pertanian nasional merupakan mitra pemerintah dalam perumusan strategi dan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani.

Paragraf 3 Kelembagaan Ekonomi Petani

Pasa184 (1) Bad an usaha milik petani dibentuk oleh, dari, dan untuk petani melalui Gapoktan

dengan penyertaan modal yang seluruhnya dimiliki oleh Gapoktan.

(2) Bad an usaha milik petani sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) berbentuk koperasi, atau badan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Badan usaha milik petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, wadah investasi, dan mengembangkan jiwa kewirausahaan petani.

Pasal85 Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3), badan usaha milik petani bertugas:

a. menyusun kelayakan usaha;

b. mengembangkan kemitraan usaha; dan

c. meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian.

BABVI PEMBIAYAAN

Bagian Kesatu Urn urn

22

Page 25: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal86 (1) Pembiayaan perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan oleh

Pemerintah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

(2) Pembiayaan perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 87 Pembiayaan dalam perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan untuk mengembangkan usaha tani melalui:

a. Bank Bagi Petani;

b. lembaga perbankan yang ada; dan/atau

c. Lembaga Pembiayaan Petani.

Bagian Kedua Bank Bagi Petani

Pasal88 (1) Dalam melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan petani, Pemerintah

membentuk Bank Bagi Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a.

(2) Pembentukan bank sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) terutama untuk melayani kebutuhan modal bagi petani.

Pasal89 ( 1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat ( 1) wajib melaksanakan

kegiatan penyaluran kredit bagi petani dengan persyaratan sederhana dan prosedur cepat.

(2) Persyaratan sederhana sebagaimana dimaksud pad a ayat ( 1) berupa:

a. agunan dijamin oleh Pemerintah; atau

b. penyaluran kredit tanpa agunan.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Bank Indonesia.

Pasal90 (1) Untuk melaksanakan penyaluran kredit bagi petani, pihak bank berperan aktif

membantu petani agar memenuhi persyaratan memperoleh kredit.

(2) Selain melaksanakan penyaluran kredit, pihak bank berperan aktif membantu dan memudahkan petani melakukan kegiatan perbankan.

Pasal91 (1) Bank Bagi Petani dapat menyalurkan kredit bersubsidi dan/atau pembiayaan

kepada petani melalui lembaga keuangan pertanian bukan bank dan/atau jejaring lembaga keuangan mikro agrobisnis.

(2) Bank Bagi Petani dapat menyalurkan kredit kepada selain petani untuk mengembangkan pertanian.

23

Page 26: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

..

Pasal 92 Pengurus Bank Bagi Petani dilarang menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan bersubsidi kepada selain petani.

Pasal93 Selain Bank Bagi Petani, petani dapat memperoleh fasilitas pembiayaan dari lembaga perbankan yang sudah ada.

Pasal 94 Ketentuan mengenai perizinan, bentuk hukum, kepemilikan, pembinaan, pengawasan, dewan komisaris, direksi dan tenaga asing, dan rahasia Bank Bagi Petani diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga Lembaga Pembiayaan Petani

Pasal95 (1) Dalam perlindungan dan pemberdayaan petani, Pemerintah membentuk Lembaga

Pembiayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf c.

(2) Lembaga Pembiayaan Petani melayani kebutuhan modal bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 ayat (2).

(3) Lembaga Pembiayaan Petani berkedudukan di ibu kota negara dan dapat membentuk Lembaga Pembiayaan Petani di setiap provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan/atau desa sesuai kebutuhan.

Pasal96 (1) Modal awal Lembaga Pembiayaan Petani ditetapkan paling sedikit

Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah).

(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

(3) Dalam hal modal Lembaga Pembiayaan Petani menjadi berkurang dari Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah), Pemerintah menutup kekurangan tersebut dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penambahan modal Lembaga Pembiayaan Petani untuk menutup kekurangan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal97 Lembaga Pembiayaan Petani wajib melaksanakan kegiatan pembiayaan usaha tani dengan persyaratan sederhana dan prosedur cepat.

Pasal98 Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Pembiayaan Petani dan pembentukan kelembagaannya diatur dalam Peraturan Presiden.

24

Page 27: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

..

BAB VII PENGAWASAN

Pasal99 (1) Untuk menjamin tercapainya tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani,

dilakukan pengawasan terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan .

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pad a ayat ( 1) meliputi pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara berjenjang oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Oaerah kabupaten/kota sesuai kewenangannya.

(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat dalam pelaporan dan pemantauan dengan memberdayakan potensi yang ada.

Pasal 100 (1) Laporan hasil pengawasan disampaikan secara berjenjang dari:

a. pemerintah desa/kelurahan kepada pemerintah kecamatan;

b. pemerintah kecamatan kepada pemerintah kabupaten/kota;

c. pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi; dan

d. pemerintah provinsi kepada Pemerintah.

{2) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pad a ayat ( 1) harus berbentuk dokumen tertulis dan disertai dokumen pendukung lainnya .

(3) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) merupakan informasi publik yang diumumkan dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 101 {1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat melakukan pemantauan dan evaluasi

dari hasil pelaporan pemerintah daerah secara berjenjang.

(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah berkewajiban menindaklanjuti laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 102 Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan petani.

Pasal 103 (1) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal102 dapat dilakukan oleh:

a. perseorangan; dan

25

Page 28: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

b. lembaga swadaya masyarakat.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pad a ayat (1 ), dapat dilakukan terhadap:

a. penyusunan perencanaan;

b. perlindungan petani;

c. pemberdayaan petani;

d. pembiayaan;

e. pengawasan; dan

f. penyediaan informasi.

Pasal 104 Masyarakat dalam perlindungan petani dapat berperan serta dalam:

a. memelihara dan menyediakan prasarana pertanian;

b. mengutamakan konsumsi hasil pertanian dalam negeri;

c. mencegah alih fungsi lahan pertanian;

d. melaporkan adanya pungutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang­undangan;dan

e. menyediakan bantuan sosial bagi petani yang mengalami bencana.

Pasal 105 Masyarakat dalam pemberdayaan petani dapat berperan serta dalam menyelenggarakan:

a. pendidikan non formal;

b. pelatihan dan pemagangan;

c. penyuluhan;

d. penguatan kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani; dan

e. fasilitasi sumber pembiayaan atau permodalan.

BABIX SANKS! ADMINISTRATIF

Pasal 106 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

dan Pasal 53 dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pencabutan insentif;

c. denda administratif;

d. penghentian sementara pelayanan umum;

e. penghentian sementara kegiatan;

26

Page 29: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

f. penutupan lokasi; dan/atau

g. denda administratif.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi, besarnya denda, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BABX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 107

Setiap orang yang memasukkan komoditas pertanian dari luar negeri pada saat di dalam negeri padahal diketahui atau dapat diduga ketersediaan komoditas pertanian di dalam negeri telah mencukupi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 108

Penyuluh dan/atau lembaga penyuluhan yang melakukan penyuluhan yang mengakibatkan kerugian bagi petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 109

Setiap pejabat yang memberikan izin pembangunan pasar modern di daerah komoditas produksi pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal110

Setiap pelaku usaha yang melakukan kemitraan usaha yang merugikan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dipidana dengan denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 111

Petani yang mengalihfungsikan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) atau mengalihkan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

27

Page 30: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

Pasal 112

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107, 108, dan Pasal 110 yang dilakukan oleh korporasi, maka selain pengurusnya dipidana berdasarkan Pasal 107, 108, dan Pasal 110, korporasinya juga dipidana dengan pidana denda dari masing-masing pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga).

BABXI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal113

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang­undangan yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan petani yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 114

Bank Bagi Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 sudah harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan diundangkan.

Pasal 115

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi setiap petani menjadi peserta Asuransi Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2) Dalam hal terjadi gagal panen dan petani belum menjadi peserta Asuransi Pertanian dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah wajib memberikan kompensasi.

28

Page 31: Nomor LG.01.04/9336 /DPR RI/X/2011 Jakarta, 28 Oktober ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180322-011314-8177.pdf · Nomor Sifat Derajat Lampi ran Hal TEMBUSAN: DEWAN

....

Pasal 116

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 117

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Disahkan di Jakarta

pad a tang gal ............... ..

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pad a tanggal ............... ..

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MAN USIA

REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ......... NOMOR ...... .

29