No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi...

44
BaKTINews | 1 No. 104 Agustus - September 2014 Prospek Pembumian Pendidikan Karakter Di Bayang Mendung Kayangan Lelang Jabatan, Siapa Takut? Menuju Penganggaran Yang Lebih Akurat Dan Efektif No. 104 Agustus - September 2014

Transcript of No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi...

Page 1: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 1No. 104 Agustus - September 2014

Prospek Pembumian Pendidikan Karakter

Di Bayang Mendung Kayangan

Lelang Jabatan, Siapa Takut?

Menuju Penganggaran Yang Lebih Akurat Dan Efektif

No. 104 Agustus - September 2014

Page 2: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

2 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

GALIH GERRYALDY

Page 3: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 3No. 104 Agustus - September 2014

Foto Cover:

Daftar IsiAgustus - September 2014 No. 104

BaKTINews

Praktik Cerdas TerkiniDi Bayang Mendung KayanganOleh Daniel Kaligis

PendidikanProspek Pembumian Pendidikan KarakterOleh Prof. Dr. Yulianto Kadji, M.Si

Praktik CerdasTPA PUWATUPengelolaan Sampah untuk Energi Alternatif yang Ramah LingkunganOleh Muhammad Fadjar

Foto EssayGeliat Petani Kopi dari SelatanOleh Enggar ParamitaFotografer Yusuf Ahmad

Diskusi Praktek CerdasMengubah Rumput dan Kotoran Hewan Jadi PupukOleh Ismail Husen

UNICEF – BaKTIKolaborasi untuk pelayanan publik yang lebih baik bagi perempuan dan anak-anak di kawasan timur IndonesiaOleh Leonardy Sambo

Media ReleaseYouthnesian 2014: Berinvestasi pada Anak Muda

JiKTI Policy BriefsProgram Demam: Vitamin Anggaran Untuk Masyarakat Kabupaten Rote Ndao Melalui Program Keuangan MikroOleh Wilson M.A. Therik, S.E.,M.Si.,Ph.D (Cand)

PendidikanPendidikan Yang MemandirikanOleh Ivan Hadar

Program Mitra - BASICSMenuju Penganggaran Yang Lebih Akurat Dan Efektif Oleh Theresia Erni

Opini JiKTILelang Jabatan, Siapa Takut? Oleh Razak Umar

Program KINERJA - USAIDPotensi Replikasi Praktik Baik Dana Tunai Puskesmas di Papua Oleh Theofransus Litaay dan Marthen Ndoen

12

1

5

8

15 Kegiatan di BaKTI27

31

34

38

40

21

18

25

Info Buku

Stevent Febriandy

41

FOTO

: MIL

A SH

WAI

KO /

YAYA

SAN

BAKT

I

Page 4: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

1 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

menerawang, lembah, relung jurang, dataran dan segala realita hari ini.

Serimbun, nama dusun di desa Dangiang, kecamatan Kayangan, Lombok Utara – Nusa Tenggara Barat. Awal Mei 2014, sempat berkunjung ke sana dan bersua dengan kelompok ibu-ibu yang

Praktik Cerdas Terkini

Di Bayang Mendung

KayanganOleh Daniel Kaligis

M atahari belum tinggi di langit Serimbun. Bergegaslah! Beberapa laki-laki berdiri di hamparan petak padi menguning,

tangannya menggenggam arit, siap memanen. Di kelok jalan, tampak perempuan-perempuan menggendong bayi menyusur setapak. Tatap

Page 5: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 2No. 104 Agustus - September 2014

membentuk Forum Wanita Mandiri (FORWANI) di desa Dangiang, saat kegiatan Posyandu gabungan dua dusun, Serimbun dan Melepah Sari, di rumah Marzuki, warga Serimbun. Di situ ramai mereka berkisah.

Nuri Muliana, kader FORWANI, serta kawan-kawannya menuturkan kondisi masyarakat dusun Serimbun dan dusun-dusun di sekitarnya. “Anak-anak kurang gizi dan penderita gizi buruk banyak di sini. Mereka terbengkalai, atau mungkin juga sengaja dibiarkan. Perempuan hamil ditangani dukun, melahirkan di rumah. Kawin dini. Anak-anak banyak. Ada anak mati. Ada ibu mati. Kalau mati ya mati, tidak dicatat. Itu dulu. Sekarang alhamdulillah, situasinya sudah berangsur berubah,” urai Nuri.

Belajar dari PengalamanJalan meliuk turun, menanjak hingga Dangiang.

Dari sini laut tampak damai tanpa gelombang. Hutan di kiri kanan, ladang, sawah, dan pemukiman. Masyarakat Kayangan umumnya adalah para

pendatang dari daerah sekitar, kemudian menetap dan bekerja sebagai buruh tani atau buruh batu bata. Mereka hidup bergotong-royong. Mengapa masih ada persoalan? Mengapa berada di sini, di bawah langit Kayangan?

Kemiskinan, atau jangan-jangan keterbelakang-an hidup jadi persoalan. “Di sini, lokasinya agak jauh dari pantai, kebanyakan penduduknya bekerja sebagai buruh tani. Mereka menanam padi dan palawija. Di pesisir ada juga nelayan. Pada musim-musim tertentu mereka mengais rejeki sesuai ketersediaan lapangan pekerjaan,” tutur Titis Yulianty.

Di Kayangan, masih ada sederet pertanyaan dalam benak masyarakat. “Katanya ada layanan bagi kebutuhan dasar masyarakat, katanya pemerintah telah menyiapkan beberapa jenis obat terutama bagi penyakit yang sering diderita masyarakat tanpa dipungut bayaran. Tapi bagaimana mendapatkannya? Masyarakat masih harus membayar mahal untuk pemeriksaaan hemoglobin ibu hamil di Puskesmas.”

Nuri menuturkan, bahwa informasi tentang pelayanan kesehatan dan kependudukan hanya segelintir orang saja yang tahu. “Memang ada sosialisasi dari pemerintah kecamatan, kemudian diteruskan ke desa, ke tokoh masyarakat, ke tokoh agama, ke tokoh pemuda, juga disampaikan kepada kepala dusun. Tapi, informasi itu tidak sampai kepada semua orang. Umumnya masyarakat di sini kurang paham, mereka jarang lihat ‘orang berseragam’, jadi mereka takut, mereka jarang ke Kantor Desa, jarang ke Puskesmas.”

Apa yang dialami pada tahun-tahun sebelumnya, menjadi pelajaran bagi masyarakat. Minimnya informasi layanan kesehatan dan kependudukan, membuat program layanan itu belum sepenuhnya diakses masyarakat. FORWANI, sebuah community center di Lombok Utara, bekerja sama dengan fasilitator-fasilitator Community Access to Information – Pusat Telaah dan Informasi Regional (CATI – PATTIRO) berupaya menjembatani perkara ini.

Sri Rosyani, warga Dangiang, membenarkan apa yang dikisahkan Nuri. “Dulunya masyarakat tidak tahu, mereka hanya menerima apa yang disodorkan para kader tanpa mempertanyakan apa ini, apa itu. Sekarang sudah mulai ada perubahan, semakin banyak masyarakat yang dapat mengakses layanan publik yang menjadi hak mereka karena informasi mulai tersebar. Program pengentasan gizi buruk ditangani Puskesmas, dan mereka yang menderita

Forum Wanita Mandiri di Desa Dangiang mengelola kegiatan Posyandu yang menghimpun warga dari dua dusun.

FOTO

: AND

I RAH

AYU

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Page 6: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

3 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

kurang gizi mendapat pelayanan di Posyandu. Di situ anak-anak dan ibu-ibu mendapat makanan tambahan berupa telur, susu, biskuit, dan vitamin”.

Banyak hal yang hendak dikerjakan. Ada harap yang mereka inginkan dari program jaminan sosial kesehatan. “Kalau boleh, kartu Jamkesmas itu dibikin satu saja untuk setiap keluarga. Sekarang setiap orang memiliki satu kartu, sehingga salam satu keluarga ada berapa kartu Jamkesmas. Ini pemborosan kertas namanya. Kami juga sudah mengusulkan supaya bangunan Posyandu dibenahi, di dalamnya ada ruang pemeriksaan bagi ibu hamil dan bagi mereka yang membutuhkan pelayanan kesehatan, juga harus ada toiletnya. Selama ini kegiatan Posyandu masih menumpang di rumah warga, atau di rumah kepala dusun”.

Jangkauan layanan kesehatan terus meluas seiring waktu. “Tahun-tahun silam, para ibu harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk pergi ke desa

Dangiang supaya mendapat pelayanan kesehatan. Kini, ada 138 keluarga di dusun ini yang menimba manfaat dari berbagai program pemerintah,” kata Istiadi, kepala dusun Serimbun.

Analisa status gizi hasil pekan penimbangan yang diselenggarakan tahun 2011 di Lombok Utara menunjukan angka yang signifikan meningkat. Tahun 2014 ketika kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat dipacu, berikutnya upaya-upaya pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang berlangsung sampai sekarang, setidaknya, sudah memberi manfaat bagi hampir semua penduduk di sana. Dari kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat, semua masyarakat miskin mulai dijangkau dan mendapat pelayanan kesehatan gratis. Kemudian peningkatan kualitas pelayanan Puskesmas oleh dokter, dibantu minimal perawat dan bidan. Pustu dan Polindes di setiap desa terisi dua tenaga bidan desa. Kebijakan ini berlaku merata di semua wilayah Lombok Utara.

Dikerjakan Bersama Masyarakat butuh tempat untuk berbagi.

Atas inisiasi masyarakat, saat ini sudah ada Pusat Pengaduan Informasi dan Pelayanan Publik di dusun Dangiang Timur. “Tempat ini diadakan supaya

Posyandu yang dikelola Forwani memantau kesehatan ibu hamil dan balita dan memberi informasi tentang gizi yang baik.

FOTO

: AND

I RAH

AYU

/ YAY

ASAN

BAK

TI

FOTO

: AND

I RAH

AYU

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Page 7: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 4No. 104 Agustus - September 2014

INFO LEBIH LANJUTMengenai Program KM AIPD anda dapat menghubungi Stevent Febriandy, Program Manager, melalui email [email protected]

masyarakat mudah mengakses informasi. Kami berharap fasilitas informasi di sini dapat diperkaya, sebab masih banyak informasi penting menyangkut pelayanan masyarakat yang dibutuhkan di sini”, kata perwakilan masyarakat, saat diskusi di Pusat Pengaduan Informasi dan Pelayanan Publik, di dusun Dangiang Timur.

Hak-hak dasar masyarakat perlu dikawal. Dana Jamkesmas, rincian Rencana Anggaran Belanja dan Alokasi Anggaran Pembangunan Pusat Kesehatan Desa di Dangiang, dan juga alokasi anggaran bagi fasilitas publik lainnya perlu dipantau. Kemudian

ada juga informasi yang dibutuhkan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, perihal jumlah keluarga yang belum memiliki akta nikah di setiap kecamatan, dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran bagi anak-anak mereka.

Partisipasi masyarakat, dalam hal ini kader atau community center, upayanya adalah melakukan lobi dan hearing pada badan publik untuk mendorong pelaksanaan program pembangunan yang lebih terbuka dan responsif, sehingga respon permasalahan pemenuhan hak dasar dan perbaikan pelayanan publik semakin membaik.

U ntuk memastikan pengetahuan dan pembelajaran dari pemerintah kepada masyarakat dapat dibagikan tepat

sasaran, Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) memberikan bantuan teknis dan dukungan peningkatan kapasitas bagi pemerintah lokal dan masyarakat sipil demi meningkatnya pengelolaan alokasi dan sumber daya keuangan ke arah yang lebih baik.

“Sistem sudah baik, namun harus tetap dipantau dan terus diperbaiki, termasuk tata kelola. Kita tahu bersama tujuan utama desentralisasi adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. AIPD melakukan pen-dekatan dua arah, pertama kepada pemerintah agar transparan, dan kedua, kepada masyarakat supaya dapat mengakses informasi dan implementasinya sesuai amanat undang-un-dang pe layanan publik dan undang-undang keterbukaan informasi publik. Inilah salah satu perhatian AIPD di Nusa Tenggara Barat,” papar Anja Kusuma, Assistant Program Director AIPD – NTB.

Ada tiga poin yang disasar AIPD: Supply Side, dalam hal ini Pemerintah Daerah agar responsif terhadap pelayanan dasar; kemudian Demand Side, yakni masyarakat agar aktif dalam setiap

tahapan pembangunan; berikutnya Knowledge Management, yaitu memperkuat sistem pertukaran informasi dan pengetahuan bagi pembelajaran berbagai pihak.

Dalam kerangka perbaikan pelayanan pub lik, berikutnya perbaikan alokasi dan sumber daya yang efektif oleh pemerindah daerah, maka didoronglah perubahan perilaku para pihak sehubungan dengan pelaksanaan pembangunan. Anja Kusuma menyebutkan bah-wa yang sementara dikerjakan, yaitu berbagi pengalaman. “Saya ambil contoh yang terjadi di Dompu, AIPD terus mendorong pemerintah untuk dapat mengelola tata keuangan daerah lebih baik. Berikut di Bima. Masyarakat melihat ada pembangunan yang informasinya seperti ditutup-tutupi. Mereka kemudian bertanya-tanya, apa yang dikerjakan di situ. Dengan keterbukaan informasi, mereka akhirnya tahu bahwa fasilitas yang dibangun adalah untuk masyarakat di sana, sehingga masyarakat dapat mulai mengontrol apa yang sedang dibangun itu.”

Dukungan AIPD

Dekatkan Pelayanan Kepada Masyarakat

FOTO

: AND

I RAH

AYU

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Page 8: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

5 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

T ahun 2000 Indonesia bersama dengan 189 negara anggota PBB turut mengadopsi Deklarasi Milenium, beserta tujuan

pembangunannya yang kemudian dikenal dengan MDGs (Millenium Development Goals). Salah satu tujuan MDGs adalah memastikan semua anak tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan dapat

menyelesaikan pendidikan dasar. Indikator MDGs global hanya menetapkan

pendidikan dasar selama enam tahun, lain halnya dengan Indonesia yang menetapkan target pendidikan dasarnya selama sembilan tahun. Adanya persepsi yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin mudah bagi

Pendidikan Yang

Memandirikan

Pendidikan

Oleh Ivan Hadar

Page 9: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 6No. 104 Agustus - September 2014

seseorang untuk dapat memperoleh pekerjaan atau bahkan menciptakan lapangan pekerjaan.

Pendidikan dasar sembilan tahun dengan kurikulum yang terbilang masih sangat umum, dirasa belum cukup untuk mencetak anak didik yang berkualitas. Pasalnya, penting untuk menciptakan seseorang yang memiliki keterampilan lebih, agar

memiliki daya saing dalam pasar tenaga kerja. Harapan ini nampaknya terbentur dengan kondisi dimana kelompok miskin masih sangat sulit mengenyam pendidikan tinggi.

Pendidikan KontekstualDi Indonesia, khususnya untuk daerah pedesaan

terpencil, masih mengalami polemik ketika berhadapan dengan penyediaan infrastruktur serta pelayanan pemerintah. Sebagai contoh, kendala transportasi yang dihadapi daerah terpencil masih menjadi penyebab utama tingginya angka putus sekolah. Di Indonesia, Provinsi Papua mencapai angka putus sekolah untuk tingkat sekolah dasar yang tertinggi, yaitu di atas 70 persen. Hingga kini, masih banyak penduduk asli Papua yang tinggal dikawasan yang sulit dijangkau. ILO (2011) merumuskan empat faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat partisipasi pendidikan di Indonesia.

Pertama, rendahnya akses pendidikan yang bersifat fisik (transportasi) dan secara nonfisik (diskriminasi). Kedua, anak yang terbiasa bekerja membantu orang tua mencari nafkah harus dihadapkan pada kondisi ketika dia harus sekolah. Hal ini berkaitan dengan biaya langsung (uang sekolah), biaya tidak langsung (perlengkapan sekolah), dan biaya kesempatan (opportunity cost).

Ketiga, kualitas yang mencakup keterbatasan persiapan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan pengiriman guru yang tidak mencukupi. Keempat, relevansi integrasi mata pelajaran lokal dan bahasa pengantar yang hanya menggunakan Bahasa Indonesia.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Jaringan Papua Damai (JPD) menyelenggarakan sebuah pertemuan eksploratif berjudul “Papua Damai dalam NKRI”. Pertemuan ini mengusulkan adanya model pendidikan khusus berbasis budaya dan zona ekologi tanah Papua. Model pendidikan ini dapat diwujudkan melalui sekolah kejuruan yang disesuaikan dengan zona kewilayahan, yaitu perkotaan, pesisir, pedalaman, dan daerah terisolasi.

Model pendidikan ini dapat disinergikan dengan budaya penduduk asli Papua, yang juga terkait erat dengan zona ekologi sehubungan dengan mata pencahariannya. Sehingga diperlukan pengembangan kurikulum lokal dan sistem sekolah kejuruan yang disesuaikan dengan budaya dan zona ekologi tempat tinggal para murid.

Penduduk asli Papua di daerah terpencil masih memiliki pola hidup nomaden, yaitu berpindah-

FOTO

: AKR

AM Z

AKAR

IA /

YAYA

SAN

BAKT

I

Page 10: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

7 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

INFO LEBIH LANJUTPenulis adalah Direktur Institute for Democracy Education (IDE), penulis utama laporan pembangunan manusia Papua dan Papua Barat (UNDP/Bappenas) dan Pokja Forum KTI Wilayah Maluku Utara. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected]

pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal ini dikarenakan oleh mata pencaharian mereka. Orangtua selalu membawa serta anak-anaknya ketika berpindah-pindah tempat. Hal ini tentu saja berakibat pada anak-anak yang tidak dapat hadir di sekolah. Melihat kondisi ini, perlu dikembangkan model pendidikan SD-SMP Satu Atap dan berasrama untuk mempercepat pemerataan akses dan mutu pendidikan bagi masyarakat Papua secara umum.

Pengembangan model pendidikan berasrama mengajarkan mata pelajaran umum dengan konteks lokal. Di sisi lain, model ini juga memperkenalkan pelajaran ekstrakurikuler berupa pelatihan keterampilan dan pembelajaran hidup mandiri bagi masyarakat.

Model pendidikan ini sebenarnya pernah diterapkan misionaris gereja di Papua pada tahun 1963. Model pendidikan inipun juga pernah diterapkan sebagai model pesantren oleh umat Islam di pedesaan Jawa. Model ini diharapkan dapat mempercepat pemerataan akses dan mutu pendidikan bagi masyarakat miskin.

MemandirikanSistem pendidikan di Indonesia lebih banyak

cenderung mengarahkan anak didiknya. Sistem ini juga yang membangun persepsi bahwa murid-murid harus bercita-cita menapaki jenjang pendidikan hingga ke universitas. Pemahaman ini cukup ironis ketika dihadapkan pada kondisi sebagian warga Indonesia yang merupakan kelompok menengah bawah. Kelompok ini merasa kesulitan untuk dapat menuntaskan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Pada tahun 2010, jumlah anak SD sampai SMA yang putus sekolah mencapai 1,08 juta. Angka itu melonjak lebih dari 30 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 750.000 siswa. Tidak hanya itu, masih ada 3,03 juta siswa yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, SMA, dan bahkan ke Perguruan Tinggi (BPS, 2011).

Kondisi cukup berbeda dengan yang dilakukan negara-negara maju di Eropa. Di negara-negara dalam Semenanjung Skandinavia, siswa yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar akan diberikan 2 pilihan. Pilihan ini antara melanjutkan pendidikan umum ataupun melanjutkan pendidikan bidang kejuruan dengan kombinasi teori praktik.

Sekolah kejuruan merupakan jenjang pendidikan setingkat dengan sekolah menengah umum. Sekolah kejuruan bekerja sama dengan perusahaan sebagai tempat praktik kerja bagi siswanya. Lulusan sekolah

kejuruan biasanya dianggap telah siap untuk memasuki dunia kerja sesuai bidangnya.

Dua contoh tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pendidikan yang tepat di Indonesia. Dukungan 20 persen dana APBN belum tentu dapat mendorong menciptakan tenaga terdidik yang terampil, apabila tidak didukung dengan adanya perubahan sistem pendidikan yang lebih baik.

Penyerapan tenaga kerja di Indonesia tergolong sangat rendah. Sebanyak 32 persen dari 2.381.841 jumlah lowongan yang terbuka, tidak dapat terisi oleh para pencari kerja. Hal ini dipicu rendahnya tingkat pendidikan serta tidak sesuainya keahlian dan ketrampilan yang dimiliki pencari kerja dengan kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan.

Negara di Eropa memberikan pelajaran tentang pendidikan yang relevan, khususnya untuk menaikkan daya saing kelompok sosial ekonomi rendah. Pembelajaran ini berkaitan dengan pemberian pilihan bagi siswa untuk menentukan arah pendidikannya. Hal ini merupakan upaya dalam mendorong terciptanya tenaga kerja yang memiliki daya saing.

Contoh dari pedalaman Papua mengajarkan kita tentang pentingnya pendidikan kontekstual yang selaras dengan budaya masyarakat. Dapat dikatakan bahwa selain keterampilan, pendidikan juga dapat mendekatkan anak didik pada nilai-nilai budaya.

Pendidikan dasar dapat menjadi sesuatu yang memandirikan anak didik, terutama bagi kelompok menengah bawah. Hal ini serupa dengan yang pernah diungkapkan oleh Paulo Freire tentang pendidikan yang membebaskan.

Melalui buku Pedagogy of the Oppressed (1970) dikatakan bahwa pendidikan membuat anak didik terasing dari lingkungan dan budayanya, sehingga tidak dapat menciptakan tenaga terdidik yang mandiri. Hal ini tentu saja dapat dibantahkan dengan mengimplementasikan model pendidikan kontekstual. Model ini dirasa mampu menciptakan anak didik yang mandiri sesuai dengan ketrampilan yang diajarkan dalam lingkup budayanya.

Page 11: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 8No. 104 Agustus - September 2014

Praktik Cerdas

Menuju Penganggaran Yang Lebih Akurat Dan Efektif Bagian 1Oleh Theresia Erni

B erapa biaya yang dibutuhkan suatu daerah untuk mencapai Standar Pelayanan Minimum (SPM) di Bidang Kesehatan?

BASICS mengadakan proyek selama dua tahun di Sulawesi Utara bersama stakeholders demi menemukan cara penghitungan anggaran SPM Bidang Kesehatan yang lebih akurat.

Proyek BASICS di Sulawesi Utara adalah guna

mendukung kerja perencanaan di bidang pelayanan kesehatan dasar, dalam mewujudkan SPM Bidang Kesehatan. Di awal tahun 2011, BASICS menginisiasi serangkaian diskusi dengan beberapa SKPD Provinsi untuk membahas penerapan SPM Bidang Kesehatan dan Pendidikan Dasar. Diskusi ini juga menggali ide-ide baru serta mencari celah bagi BASICS untuk memberikan dukungan.

DOK.

BAS

ICS

BaKTINews | 8No. 104 Agustus - September 2014

Page 12: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

9 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Pada proses diskusi, diungkapkan beberapa permasalahan yang terkait dengan penerapan SPM. Kesulitan penerapan ini biasanya terjadi di wilayah terpencil yang memiliki akses terbatas. Misalnya, pelayanan rutin ibu hamil (K1-K4) sulit diselenggarakan di daerah kepulauan.

Rangkaian informasi ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana menetapkan anggaran untuk masing-masing wilayah dengan kondisi berbeda. Aturan-aturan mengenai SPM tidak menjangkau kondisi spesifik semacam itu. Model penghitungan biaya yang mereka rujuk bersama, hingga saat itu juga belum tersedia. Pihak SKPD mengakui bahwa dalam menerjemahkan SPM, mereka belum memiliki metode perencanaan keuangan yang lebih akurat, sesuai kebutuhan di lapangan.

Sulawesi Utara terdiri dari beragam konteks wilayah. Sehingga dibutuhkan model penghitungan yang dapat menentukan besaran kebutuhan dana secara akurat, namun tidak menimbulkan kerumitan akibat keragaman tersebut. Para peneliti kemudian meretasnya dengan menggunakan model dasar penghitungan yang seragam, dengan variabel yang dapat mengakomodasi perbedaan antar wilayah.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara bersama

Dinas Kesehatan Provinsi melalui Bappeda menjalankan fungsi perencanaan. Bersama mereka menginisiasi pengembangan satu model standar dalam menghitung biaya pelayanan kesehatan untuk seluruh kabupaten. Model penghitungan itu dikenal dengan penghitungan ‘biaya per satuan’ (unit cost) jenis pelayanan.

Penghitungan dengan model seperti ini baru pertama kali ini akan dilakukan du Indonesia. Penghitungan yang biasa dilakukan hanya menimbang jumlah populasi di satu unit wilayah administratif saja. Namun, melalui model ini dilakukan perhitungan yang telah dibuat Pemerintah Pusat yang memiliki banyak asumsi. Program baru yang direncakan SKPD dibuat berdasarkan anggaran program dari APBN atau merujuk kepada jumlah alokasi dana untuk program yang sama pada tahun sebelumnya.

Kondisi ini menciptakan keterbatasan dana, sebab sejumlah program yang ditetapkan di level Nasional juga dilaksanakan di setiap level hingga tingkat masyarakat. Sehingga kerap hanya sebagian program saja yang dijalankan. Alokasi APBN dan APBD yang kurang memadai kerap memaksa mereka menyusun skala prioritas. Akibatnya, banyak target nasional maupun daerah menjadi tidak tercapai.

DOK.

BAS

ICS

Page 13: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 10No. 104 Agustus - September 2014

Model perhitungan unit cost, memiliki beberapa pertimbangan secara spesifik, yaitu: (1) harga normal dari komponen standar dalam menyelenggarakan layanan kesehatan dasar, (2) cakupan pelayanan yang diselenggarakan di level Puskesmas, dan (3) derajat aksesibilitas warga terhadap pelayanan tersebut.

Biaya per cakupan pelayanan kesehatan yang dihasilkan mencerminkan beban yang sesuai dengan standar minimal menurut berbagai buku panduan resmi tentang SPM. Di sisi lain, juga adanya pengaruh harga komponen pelayanan seperti obat, tenaga kesehatan dan alat kesehatan. Indeks aksesibilitas warga mengakses layanan, turut menambah atau mengurangi beban satuan pelayanan. Indeks ini menimbang tingkat kemudahan memperoleh akses pelayanan kesehatan yang dipengaruhi kondisi wilayah, akses, dan jarak terhadap Puskesmas.

Dengan demikian, tercipta model seragam untuk menghitung beban untuk setiap cakupan pelayanan berdasarkan standar minimal di Puskesmas. Hasil penghitungan ini menampilkan biaya satuan berdasarkan 35 cakupan layanan di Puskesmas. Dengan satu model perhitungan, perencana dapat mengetahui perkiraan besaran biaya yang dibutuhkan masing-masing Puskesmas yang berbeda jarak dan kondisi geografis.

Tahapan KerjaBASICS membutuhkan waktu sekitar dua

tahun untuk menyelesaikan penelitian ini (2011-2013). Hingga akhirnya dilakukan pengkajian unit cost terhadap Puskesmas di tiga kabupaten, yaitu Minahasa Utara, Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dan Kota Bitung.

Tahap pertama dilakukan kaji cepat. Mereka mengunjungi 9 Puskesmas terpilih berdasarkan perbedaan wilayah dan kondisi geografis di tiga kabupaten/kota. Para peneliti melakukan kunjungan ke Puskesmas untuk mengumpulkan keterangan tentang aspek pelayanan yang dianggap prioritas sebagai variable yang dapat dipertimbangkan dalam penghitungan. Mereka menemukan banyak cakupan pelayanan yang diselenggarakan di Puskesmas sehingga dibutuhkan pembatasan cakupan penelitian. Temuan lainnya adalah perbedaan biaya obat-obatan dan alat kesehatan, serta tingkat kemudahan akses menuju Puskesmas.

Selanjutnya peneliti akan mengumpulkan data primer melalui survei, dan data sekunder melalui dokumen dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Puskesmas. Pada proses kajian pustaka, peneliti akan mendalami materi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang harus dipenuhi Puskesmas sesuai standar resmi Pemerintah Pusat. Peneliti merujuk dokumen-dokumen tersebut ketika dalam melakukan kajian literatur. Dalam kajian ini, mereka merangkum dasar-dasar hukum bagi penghitungan unit cost guna menentukan variabel dan penyusunan kebijakan.

Peneliti membatasi penelitian kepada dokumen cakupan pelayanan SPM kesehatan dan target MDGs. Hal ini dikarenakan banyaknya cakupan pelayanan Puskesmas, kebutuhan untuk membatasi ruang lingkup penelitian, serta tujuan penelitian dalam penganggaran resmi pemerintah. Pada tahapan ini dilakukan seleksi jenis layanan Puskesmas menurut urgensi daerah kajian. Pada tahapan ini, peneliti juga menimbang SPM dan target MDGs yang berhubungan dengan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Peneliti kemudian mengembangkan formula untuk menghitung unit cost, dengan menetapkan berbagai komponen yang akan diperhitungkan. Komponen ini yang kemudian diurai menjadi variabel-variabel, dan sub variabel.

Banyak waktu tersita dalam mengembangkan formula indeks aksesibilitas. Hal ini dilakukan dengan menimbang berbagai variabel, seperti letak, kondisi, jenis moda transportasi, dan jarak. Harga

DOK.

BAS

ICS

Page 14: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

11 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

INFO LEBIH LANJUT  Informasi lebih lanjut dapat dibaca pada website : www.basicsproject.or.id

setiap komponen biaya, seperti obat, alat kesehatan dan jasa, tentu berbeda antar wilayah. Perbedaan-perbedaan ini kemudian dipertimbangkan di dalam formula indeks. Seorang anggota peneliti mengatakan, hampir 60% waktu dihabiskan untuk mengembangkan indeks tersebut. Mereka menentukan koefisien variabel untuk setiap kecamatan. Koefisien inilah yang akan dikalikan dengan unit cost untuk melihat perbedaan beban antar kelompok wilayah sesuai derajat aksesibilitas.

Dalam membangun rumusan tersebut, peneliti harus melengkapi data tentang harga-harga komponen biaya. Harga obat-obatan, bahan kimia, dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh masing-masing cakupan pelayanan dibutuhkan dalam melakukan penghitungan. Puskesmas harus memperhatikan usia penggunaan alat kesehatan. Peneliti melakukan wawancara dan FGD di beberapa Puskesmas dengan para Bidan, Perawat, Dokter, Apoteker, hingga penjaga gudang. Melalui metode ini, mereka dapat menakar harga komponen barang yang sesuai.

Peneliti melakukan telaah terhadap data yang terhimpun dengan mencari beban per unit pelayanan dan tingkat aksesibilitas layanan tersebut. Penghitungan unit cost dilakukan terhadap cakupan pelayanan kesehatan ibu, anak dan penyakit sesuai ketetapan pemerintah mengenai SPM Bidang Kesehatan. Sementara pengkajian mengenai tingkat aksesibilitas berguna untuk melihat akses pelayanan kesehatan Puskesmas menurut variabel yang telah ditetapkan dari hasil kunjungan lapangan.

Analisis terhadap aksesibilitas menghasilkan indeks yang diperoleh dari analisis regresi logistic dan MDA. Unit cost dihasilkan dari penggunaan koefisien yang diperoleh dari analisis deskriptif dan analisis beban satuan. Peneliti melakukan uji coba penghitungan dengan mendapat masukan dari narasumber yang mempunyai keahlian pada bidang kajian kesehatan.

Formulasi unit cost untuk kesehatan ibu, bayi dan balita, serta penanganan penyakit, diperoleh dengan memperhitungkan indeks aksesibilitas. Indeks aksesbilitas terhadap jenis cakupan pelayanan di Puskesmas dipengaruhi jarak dan waktu, serta kemudahan transportasi. Model penghitungan unit cost pada SPM Kesehatan dilakukan dengan mengalikan unit cost dan indeks aksesibilitas. Hal ini guna memperoleh angka beban satuan pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk wilayah tertentu. Dengan demikian, diperoleh pula nilai signifikan

pada Puskesmas lainnya pada wilayah yang berbeda sesuai nilai indeks aksesibilitas.

Hasil kajian unit cost bermanfaat bagi berbagai pihak. Bagi Puskesmas, model ini dapat membantu menghitung capaian SPM sesuai data dasar, termasuk pembiayaan belanja kegiatan. Sementara untuk Dinas Kesehatan, penghitungan ini membantu menemukan total yang dibutuhkan berdasarkan pelayanan kesehatan Puskesmas di kabupaten/kota.

Model ini berguna untuk menghitung biaya pelaksanaan SPM dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan di kabupaten/kota. Bagi pemerintah provinsi, metode ini dapat membantu untuk mengetahui kebutuhan dana kabupaten/kota yang bersumber dari provinsi. Metode ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam membuat usulan kebutuhan dana kesehatan kepada pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, apabila dirasa kurang mencukupi.

Ada perkembangan yang cukup signifikan sehubungan dengan pengembangan model penghitungan ini. Pertama, kajian unit cost bidang kesehatan ini merupakan pilot project bagi Bappeda Sulawesi Utara. Bappeda akan berupaya menerapkannya di sektor lain, bahkan hingga level nasional. Bappeda sering melakukan kampanye untuk memperkenalkan metode ini. Metode ini akan diupayakan untuk masuk ke dalam kurikulum pendidikan reguler para perencana keuangan daerah yang diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri.

Kedua, kajian unit cost masih digunakan oleh Dinas Kesehatan dalam menghitung perkiraan biaya perencanaan anggaran pada tahun ini. Bahkan metode ini tengah diusahakan untuk menjadi standar baku dalam penyusunan anggaran di lingkup Dinas Kesehatan Provinsi. Ketiga, pada tingkat kabupaten/kota, sebagian kabupaten/kota di Sulawesi Utara yang mengikuti pelatihan metode penghitungan ini telah menerapkannya. Namun, penerapan ini belum sampai pada tahap pemanfaatan untuk penyusunan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini dirasa cukup efektif dalam menakar kebutuhan pendanaan.

Bersambung ke BaKTINews Edisi 105

Page 15: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 12No. 104 Agustus - September 2014

B agi pemerintah Kabupaten Gorontalo, seleksi terbuka bukanlah hal baru. Pada tahun 2010 telah dilakukan mekanisme fit and proper

test dalam proses rekruitmen Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Proses rekruitmen ini dilakukan dengan melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Langkah pemerintah daerah ini seiring dengan Grand Design Reformasi Birokrasi, dan agenda Roadmap Reformasi Birokrasi.

Lelang jabatan menjadi dua kata yang akrab di telinga publik belakangan ini. Meski bukan barang baru, istilah lelang jabatan kini menjadi cukup populer. Pada Reformasi Birokrasi, praktik lelang jabatan disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), bahwa Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (Utama, Madya dan Pratama) di kalangan PNS dilakukan secara terbuka dan kompetitif dengan memperhatikan syarat kompetensi. Sehubungan dengan undang-undang ini, istilah lelang jabatan kemudian digunakan untuk proses pengisian jabatan melalui seleksi terbuka.

Esensinya, istilah lelang jabatan bermakna sama dengan seleksi terbuka. Keduanya memiliki makna sebuah proses rekruitmen yang transparan dan akuntabel. Pengertian lelang jabatan pun diartikan sedemikian rupa dalam tulisan ini. Informasi lelang jabatan dalam tulisan ini merupakan hasil studi lapangan yang dilakukan penulis. Studi lapangan ini dilakukan dalam proses pendampingan lelang jabatan (seleksi terbuka) di kabupaten Gorontalo pada akhir tahun 2013 silam.

Peraturan Bupati Gorontalo Nomor 34 Tahun 2013, disebutkan bahwa seleksi terbuka dipilih untuk menggantikan istilah lelang jabatan. Seleksi terbuka adalah proses pemilihan yang diumumkan secara luas melalui media massa. Seleksi terbuka ini ditujukan bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi prasyarat untuk memegang jabatan Kepala Sekolah. Seleksi terbuka dilakukan untuk mendapatkan orang yang memiliki kapasitas dalam mengisi posisi Kepala Sekolah. Sebagai langkah awal, seleksi terbuka dilakukan pada tingkat Sekolah Dasar. Dan kedepannya akan diteruskan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Umum, serta jabatan lainnya (Camat, Lurah dan Kepala Puskesmas).

PembelajaranKurang lebih empat bulan terhitung sejak

bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014, tahapan seleksi terbuka bagi Kepala Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Gorontalo telah sukses terlaksana. Proses seleksi terbuka bagi 291 calon Kepala Sekolah ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Proses ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah yang mulai terbuka terhadap mekanisme jabatan publik dalam sistem pemerintahan. Penting kiranya memastikan keberlanjutan proses seleksi terbuka pada proses-proses seleksi berikutnya. Berikut beberapa catatan penulis terkait proses seleksi terbuka ini, diantaranya:

Pertama, dalam Pasal 3 Peraturan Bupati

Lelang Jabatan, Siapa Takut?Opini JiKTI

Oleh Razak Umar

BaKTINews | 12No. 104 Agustus - September 2014

Page 16: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

13 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Nomor 34 Tahun 2013 terkait dengan transparansi pengelolaan pendidikan patut mendapat apresiasi. Meskipun demikian transparansi ini perlu diikuti dengan perbaikan outcome pendidikan Kabupaten Gorontalo (level pendidikan SMP dan SMU) yang membutuhkan perhatian serius.

Kedua, kegiatan sosialisasi mengenai seleksi terbuka perlu dioptimalkan. Komitmen kepala daerah perlu didukung dengan keseriusan SKPD terkait, misalnya Badan Keuangan, Inspektorat dan Dinas Pendidikan. SKPD bertanggung jawab dalam kegiatan sosialisasi, penyiapan anggaran dan kebutuhan data pendidikan. Penting kiranya untuk menegaskan komitmen kepala daerah terkait dengan agenda reformasi dimana seleksi terbuka merupakan bagian di dalamnya. Komitmen ini pun perlu diperkuat dengan regulasi dan pembiayaan, serta infrastruktur pendukung.

Ketiga, perlu memperhatikan harmonisasi ketentuan peraturan dan syarat seleksi tes Kepala Sekolah. Hal ini dilakukan guna menghindari tumpang tindih dan pengabaian terhadap fungsi lembaga terkait. Keterbatasan petunjuk teknis oleh pemerintah pusat menyebabkan tidak optimalnya pelaksanaan seleksi terbuka. Badan Kepegawaian Diklat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo perlu mengharmonisasikan berbagai regulasi dan kerja teknis. Sebagai contoh adalah syarat administrasi bagi peserta seleksi terbuka dalam mempertimbangkan kepemilikan sertifikat pendidikan pelatihan calon Kepala Sekolah. Prasyarat ini dapat dibuktikan melalui Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS). Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.

Keempat, pelaksanaan tes tertulis kompetensi bidang dan manajerial secara teknis telah memadai. Namun, dapat dikatakan bahwa secara substansial belum memadai. Komponen penilaian kompetensi

bidang yang meliputi aspek kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial tidak cukup hanya melalui tes tertulis saja. Namun perlu ditelusuri melalui berbagai teknik pendalaman kompetensi Kepala Sekolah, yang diantaranya dengan memimpin diskusi kelompok (Lead Group Discussion), studi kasus, wawancara, maupun penugasan. Keragaman teknik penilaian ini dapat menemukan informasi yang memadai mengenai akseptabilitas Kepala Sekolah yang dibutuhkan. Proses seleksi yang dilakukan dibutuhkan kecermatan dalam mempertimbangkan upaya pengembangan sekolah serta delapan standar nasional pendidikan. Adapun delapan standar nasional pendidikan meliputi standar kompetensi kelulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan dan standar penilaian.

Kelima, perlunya ketersediaan dana yang memadai untuk proses seleksi terbuka. Minimnya anggaran dalam proses seleksi terbuka, menjadi salah satu penyebab tertundanya beberapa tahapan seleksi. Sebagai contoh, dalam proses seleksi terbuka bagi Kepala Sekolah Kabupaten Gorontalo belum dilakukan penganggaran untuk alokasi kegiatan tersebut. Namun, mengingat proses seleksi ini penting untuk dilakukan, maka BKD-Diklat mengupayakan untuk penyediaan dana guna mendukung terlaksananya proses seleksi terbuka tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan biaya hingga 2 milyar rupiah dalam melakukan proses seleksi terbuka bagi Lurah dan Camat. Biaya ini juga digunakan dalam penyediaan kebutuhan untuk melaksanakan uji komputer pendukung (Computer Assisted Test). Belajar dari pengalaman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, maka Pemerintah Kabupaten Gorontalo perlu mengalokasikan dana yang sesuai dalam mendukung proses seleksi terbuka ini.

Tim Peneliti, Sekda dan Kepala BKD menyimak pemeriksaan LJK Contoh hasil pemeriksaan

Page 17: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 14No. 104 Agustus - September 2014

Keenam, perlu pendampingan teknis kepada pemerintah daerah yang telah menginisiasi seleksi terbuka, terutama dalam proses monitoring dan evaluasi. Hal ini dikarenakan masih minimnya kesigapan secara teknis dan substansi dalam monitoring dan evaluasi oleh pemerintah daerah atas hasil seleksi terbuka. Penilaian terhadap output seleksi terbuka adalah proses pembelajaran yang cukup berarti untuk kesempurnaan pelaksanaan seleksi selanjutnya. Pendampingan dapat dilakukan oleh kemitraan program baik oleh mitra pembangunan internasional, lembaga pemerintah maupun institusi lokal (LSM , CSO dan Perguruan Tinggi).

Pada tahun 2013, project Reform the Reformers (kemitraan komponen BR Hub), bekerja sama dengan Yayasan BaKTI menelaah proses seleksi terbuka melalui sebuah riset aksi. Riset aksi dipilih sebagai pendekatan dalam menelaah proses seleksi terbuka karena interaksi aktif peneliti selama proses seleksi terbuka ini dapat berkontribusi terhadap perbaikan teknis dalam pelaksanaannya kedepan. Temuan dari riset ini diharapkan dapat menghasilkan policy

INFO LEBIH LANJUTArtikel ini disarikan dari Laporan Kajian “Seleksi Terbuka Calon Kepala Sekolah Dasar Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo Tahun 2013-2014” kerjasama BaKTI dan Kemitraan. Penulis adalah Anggota JiKTI dan Dosen pada IAIN Sultan Amai Gorontalo. Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected]

evidence/policy notes sebagai basis rekomendasi dan advokasi kepada pemerintah Kabupaten Gorontalo dan pemerintah daerah lainnya di Indonesia

Agenda Reformasi Birokrasi perlu didorong oleh berbagai komponen daerah. Insiatif kepala daerah dalam menata birokrasi pemerintahan daerah patut mendapat apresiasi. Seleksi terbuka calon Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Gorontalo memberikan pelajaran penting bahwa memulai sesuatu akan lebih baik dibandingkan tidak memulai sama sekali. Sadar akan kekurangan yang dimiliki selama proses seleksi terbuka, menjadi catatan penting untuk perbaikan ke arah yang lebih baik. Keinginan politik kepala daerah dirasa memegang kunci penting suksesnya agenda reformasi. Satu hal dalam agenda tersebut adalah mewujudkan birokrasi yang profesional melalui seleksi terbuka.

Atas : Bupati Gorontalo (David Bobihoe) didampingi Assisten III ; Lilian Rahman (Kiri) dan Kepala Dinas Pendidikan; Sumanti Maku (Kanan). Bawah Pelantikan pejabat fungsional oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo

Page 18: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

15 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

P ermasalahan kesehatan di Provinsi Papua, nampaknya masih perlu menjadi perhatian bersama. Pengelolaan anggaran Puskesmas

menjadi salah satu isu yang sangat penting dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat.

KINERJA-USAID berupaya menjawab permasalahan ini dengan melakukan assessment terhadap praktik baik (good practices) yang pernah diterapkan di beberapa daerah, termasuk di Papua sendiri. Praktik baik inilah yang nantinya dapat

diterapkan guna mengatasi permasalahan terkait pengelolaan anggaran Puskesmas.

Dari hasil penilaian yang dilakukan, potensi implementasi ‘Dana Tunai Puskesmas’ menjadi salah satu praktik baik yang relevan untuk diterapkan. Hal ini mencontohi kebijakan pemerintah Kota Jayapura.

Dinas Kesehatan Provinsi Papua melakukan identifikasi terhadap tantangan yang dihadapi, terkait 12 persoalan yang masih perlu mendapat penanganan serius.

Potensi Replikasi Praktik Baik Dana Tunai Puskesmas di PapuaOleh Theofransus Litaay dan Marthen Ndoen

Program KINERJA - USAID

15 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

FOTO

: LUN

A VI

DYA

Page 19: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 16No. 104 Agustus - September 2014

Theofransus Litaay dan Marthen Ndoen, selaku tim konsultan KINERJA-USAID, melakukan penelitian mengenai potensi replikasi praktik baik di empat wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua, yaitu Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayawijaya.

Masalah utama yang disoroti dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggapan mitra (pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat), terkait implementasi praktik tersebut di Papua. Di sisi lain, peneliti juga ingin menggali mengenai keuntungan dan kendala yang dihadapi

terkait implementasi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

menunjukkan adanya masalah sehubungan dengan harapan dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna layanan publik di bidang kesehatan. Pasalnya kapasitas Dinas Kesehatan beserta unit-unit layanan kesehatan di bawahnya masih belum dapat memenuhi harapan masyarakat.

Peneliti menggambarkan adanya empat persoalan besar yang perlu mendapat penanganan, yaitu: persoalan kelembagaan, pemerintahan (pemekaran wilayah), keterbatasan informasi dan sarana prasarana. Berikut analisa penanganan masalah sehubungan dengan kondisi ideal yang hendak dicapai terkait pengelolaan anggaran Puskesmas, adalah sebagai berikut:

Persoalan kelembagaanPersoalan kelembagaan yang dihadapi dapat

diidentifikasi secara simultan dengan melihat

beberapa masalah, yaitu masalah pemerintahan dan pemekaran wilayah, masalah pembangunan, masalah sumber daya manusia, masalah manajemen, dan masalah implementasi kebijakan. Masalah-masalah tersebut saling terkait. Persoalan kelembagaan ini juga berimbas pada pelayanan di tingkat Puskesmas.

Pemerintah Kota Jayapura memulai kebijakan dana tunai Puskesmas sebagai suatu terobosan baru dari Papua. Praktik baik ini mampu menjawab hambatan yang dihadapi oleh Puskesmas dalam pelayanannya bagi masyarakat. Praktik baik ini bahkan perlu direplikasi di provinsi lain di Indonesia.

Pemekaran wilayah

Hambatan bagi penyediaan layanan publik juga disebabkan oleh maraknya proses pemekaran wilayah yang terjadi dalam waktu singkat. Pemekaran wilayah ini terkadang meliputi wilayah administratif dengan populasi yang terbatas. Hal ini berakibat pada terjadinya promosi dan relokasi pegawai dalam waktu singkat dari wilayah lama ke wilayah baru. Perpindahan pegawai ini terkadang juga dibarengi dengan permasalahan keterbatasan pengalaman dan minimnya kompetensi pegawai.

Keterbatasan informasi dan sarana prasaranaKeterbatasan data juga menjadi salah satu

faktor penyebab kurang maksimalnya perencanaan pemerintah. Hal ini khususnya terjadi di lingkup kabupaten. Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten dan kecamatan masih menghadapi kendala dalam pengumpulan data yang akurat. Keterbatasan data dan informasi, dan ditambah dengan keterbatasan sarana dan prasarana inilah yang akhirnya menyebabkan terhambatnya implementasi kebijakan.

Kajian Lapangan dan Rekomendasi Anggaran Dana Tunai Puskesmas Kota Jayapura

Dalam dua tahun terakhir, Puskesmas Kota Jayapura telah memiliki Dokumen Penggunaan Anggaran (DPA) tersendiri. DPA Puskesmas Kota Jayapura telah terpisah dari DPA Dinas Kesehatan Kota Jayapura. Hal ini terkait dengan perolehan sumber dana, yaitu dari Dana Otonomi Khusus

FOTO

: MIL

A SH

WAI

KO

Page 20: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

17 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

(Dana Otsus). Ini merupakan kebijakan baru yang diperkenalkan oleh pemerintah Papua sejak tahun 2011.

Adapun sumber dana anggaran Puskesmas berasal dari beberapa sumber, antara lain: 1. Bantuan Operasional Kesehatan/BOK. Dana

ini bersumber dari pemerintah pusat dan digunakan untuk kesehatan ibu dan anak, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, pemeliharaan Puskesmas dan manajemen.

2. Dana Otonomi Khusus/Otsus. Dana ini bersumber dari pemerintah kota. Dana ini di gunakan untuk operasional Puskesmas, termasuk pembelian alat tulis kantor (ATK) dan bahan habis pakai.

3. Dana Jaminan Kesehatan Masyarakat/Jamkes-mas. Dana ini sesuai dengan penggunaan oleh pasien yang berobat. Namun, sumber dana yang ada saat ini masih dirasa belum mencukupi kebutuhan operasional Puskesmas.

Melalui Program Dana Tunai Puskesmas, perencanaan anggaran Puskesmas disusun sesuai dengan kebutuhan lapangan. Posisi Puskesmas ditempatkan sebagai Unit Pelaksana Teknis dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Alokasi anggaran disusun berdasarkan beberapa indikator, antara lain jumlah penduduk, jumlah Puskesmas Pembantu (Pustu), luas wilayah, dan sebagainya. Hal ini mengacu kepada buku Panduan Pedoman Teknis Penyusunan dan Pembahasan RKA (Rencana Kegiatan Anggaran), sebelum menjadi DPA. Kode rekening yang digunakan didasarkan pada pedoman teknis ini.

Puskesmas merasakan adanya manfaat dengan diberlakukannya otonomi anggaran Puskesmas. Adapun tiga manfaat yang dirasakan Puskesmas, yaitu: 1) Memotong ketergantungan Puskesmas dari birokrasi Dinas Kesehatan; 2) Pencairan dana lebih cepat; 3) Mempercepat penyerahan laporan pertanggung jawaban keuangan Puskesmas.

Program Dana Tunai Puskesmas ini merupakan salah satu praktik baik yang perlu dicontoh oleh daerah lain di Indonesia. Program ini bermanfaat bagi pengelolaan Puskesmas, dan oleh karena itu perlu didukung oleh berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk Dinas Kesehatan.Rekomendasi Implementasi Program Dana Tunai Puskesmas

Berdasarkan assessment lapangan, maka dapat

dirumuskan beberapa rekomendasi kebijakan, sebagai berikut.

Rekomendasi kepada Dinas Kesehatan Provinsin Dalam rangka percepatan pembangunan

kesehatan masyarakat Papua, perlu adanya lokakarya praktik baik ‘Dana Tunai Puskesmas’ dalam forum pengambilan keputusan Dinas Kesehatan provinsi, beserta Dinas Kesehatan kabupaten dan kota.

n Dinas Kesehatan provinsi perlu memberikan keputusan yang bisa menjadi dasar hukum bagi replikasi Program Dana Tunai Puskesmas di kabupaten lain di Papua.

n Dinas Kesehatan provinsi perlu mempromosikan praktik baik dari Papua ini pada tingkat pusat, agar dapat menjadi contoh baik bagi daerah lain di Indonesia.

Rekomendasi kepada Dinas Kesehatan Kota Jayapuran Dinas Kesehatan Kota Jayapura perlu

memberikan dukungan bagi implementasi dan keberlanjutan Program Dana Tunai Puskesmas.

n Dinas Kesehatan Kota Jayapura perlu melakukan sosialisasi Program Dana Tunai Puskesmas kepada pemerintah kabupaten lain di Papua.

n Dinas Kesehatan Kota Jayapura perlu meningkatkan kapasitas pengelola dana tunai di Puskesmas, agar dapat lebih efektif dan efisien.

Rekomendasi kepada KINERJAn KINERJA perlu mendukung diseminasi

informasi Program Dana Tunai Puskesmas.n KINERJA perlu memfasilitasi peningkatan

kapasitas pengelola keuangan di Puskesmas, agar lebih efektif dalam perencanaan anggaran dan efisien dalam pengelolaan dana.

INFO LEBIH LANJUTTulisan ini adalah bagian dari Rangkaian Policy Brief Potensi Replikasi Praktik Baik Sektor Kesehatan di Papua. Peneliti dan penulis dapat dihubungi melalui email [email protected] dan [email protected]

Page 21: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 18No. 104 Agustus - September 2014

Upaya Pemandirian KarakterLembaga Pendidikan Tinggi memiliki wewenang

dalam membawa proses pembelajaran ini kea rah yang lebih spesifik. Usia dewasa merupakan titik puncak bagi anak dengan kecenderungan psikologis yang tidak stabil (individual, mudah jenuh). Kurikulum pendidikan tinggi, perlu mengakomodir dan mengarahkan karakter positif menuju pada kemandirian.

Besarnya pengaruh proses pembelajaran oleh Lembaga Pendidikan Tinggi terhadap pemandirian karakter ditentukan oleh: (1) Kapasitas para pendidik yang memenuhi syarat, (2) Proses pembelajaran, (3) Sarana dan prasarana pembelajaran, seperti laboratorium yang memenuhi syarat akademik, (4) Kurikulum mata kuliah dan kegiatan intrakurikuler/ektrakurikuler dalam mendorong percepatan pendewasaan dan pemandirian mahasiswa. Universitas Negeri Gorontalo telah menggalakan pengembangan kegiatan pengembangan skill ini.

Manusia usia dewasa yang memiliki kemandirian akan cenderung untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Mereka memiliki keyakinan bahwa modal ilmu dari Pendidikan Tinggi akan bermanfaat bagi pengembangan dirinya. Hal ini didukung dengan karakter positif yang telah terbentuk dalam dirinya.

Pada fase ini, manusia usia dewasa akan cenderung berpikir positif yang didukung dengan kemandirian. Upaya pemandirian karakter yang diraihnya akan membawa dan mengarahkannya kepada sesuatu hal yang paling bermanfaat bagi diri dan lingkungan masyarakatnya.

Momentum pendidikan karakter pada prinsipnya untuk meminimalisir keberadaan manusia berkarakter negatif, yang cenderung tidak berkarakter, tidak mau berusaha, dan tidak memiliki prinsip.

Upaya pembentukan dan pemandirian karakter mendorong terintegrasinya beberapa mata pelajaran/mata kuliah dalam lingkup lembaga Pendidikan, antara lain:1. Pendidikan Agama sebagai sumber utama

dalam mereinternalisasi nilai-nilai kebenaran karena bersumber dari wahyu Ilahi. Pendidikan ini mengutuhkan eksistensi manusia dewasa yang terarah pada muara kehidupan yang bereksistensi sesuai ketuhanan;

2. Pendidikan Pancasila bertujuan untuk membangun karakter bangsa yang mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan daya penalarannya;

3. Sejarah membangun jiwa patriotisme dalam mempertahankan martabat dan kedaulatan

Prospek Pembumian Pendidikan KarakterBagian 2Oleh Prof. Dr. Yulianto Kadji, M.Si

Pendidikan

FOTO

: AKM

AL U

NTUN

G

BaKTINews | 18No. 104 Agustus - September 2014

Page 22: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

19 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

bangsa;4. Sastra dapat membentuk watak yang apresiatif

terhadap nilai-nilai seni dan keselarasan antara manusia dan alam;

5. Filsafat Ilmu mengajarkan dalam mengem-bangkan kemampuan nalar dan sikap berpikir ilmiah.

Keterjaminan Pembumian KarakterUpaya pengenalan, pembentukan dan

pemandirian karakter seseorang mendorong upaya terjaminnya keberlanjutan pemandirian karakter seseorang. Dalam 7-AL, penulis merumuskan beberapa kecerdasan yang dimiliki seorang manusia dalam kehidupannya, yaitu:

1. Kecerdasan spiritualSaelan (2002:114) menegaskan bahwa,

“kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita dan member kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang diikuti dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasnya. Dengan kecerdasan spiritual kita berjihad dengan ikhwal baik dan jahat serta untuk membayangkan kemungkinan belum terwujudnya untuk bermimpi, bercita-cita dan mengangkat diri kita dari kerendahan”.

Kecerdasan spiritual mengarah pada kesempurnaan manusia untuk memandirikan cara berpikirnya yang bersumber pada kebenaran mutlak yang religi.2. Kecerdasan emosional

Daniel Goleman (1995) mempopulerkan hasil penelitiannya bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Saelan (2002:104) mengatakan, “kecerdasan emosional memberi kita kesadaran mengenai perasaan diri sendiri dan juga perasaan orang lain”. Kecerdasan emosional mendorong seseorang menjadi lebih bijak dan lebih berempati terhadap penderitaan orang lain. 3. Kecerdasan intelektual

Pada awal abad 20, kecerdasan intelektual menjadi isu utama yang digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis kemasyarakatan. Kecerdasan intelektual seseorang akan tunduk pada dan dibingkai oleh kecerdasan spiritual dan emosional, sehingga tercipta keseimbangan antara spiritual, intelektual, dan emosional. Ketiga kecerdasan inilah menjadi modal

dasar bagi seseorang dalam menapaki aktivitas hidup dan pemandirian karakternya.4. Kecerdasan psikososial

Kecerdasan psikososial mendorong kita untuk melakukan kesalehan sosial, seiring dengan pemahaman terhadap psikologi sosial kemasyarakatan dan kebangsaan.

Individu yang tangguh sekalipun membutuhkan arena tidak sekedar tempat eksperimen ketangguhan dan kemandiriannya, tapi menguji tingkat kepedulian sosialnya dalam mengapresiasi dinamika sosial yang sudah dan akan terjadi.5. Kecerdasan kinestetikal

Kecerdasan kinestetikal dimiliki oleh seseorang yang memiliki kehandalan dan ketangguhan fisik, raga yang menjadi modal utamanya dalam menjalankan aktivitasnya. 6. Kecerdasan praktikal

Kecerdasan praktikal merupakan wujud dari kemampuan atau kecakapan, ketrampilan, keahlian seseorang dalam melakukan tindakan nyata.7. Kecerdasan finansial

Finansial terkadang dipandang sebagai faktor yang turut menentukan keberhasilan program. Tidak jarang menjadi alasan klasik sebagai penghambat kesuksesan program yang telah direncanakan. Faktor finansial membutuhkan kecerdasan dalam hal pengelolaanya.

Ketujuh kecerdasan yang diuraikan diatas, harus dipandang utuh dan terintegrasi. Seseorang membutuhkan ketujuh kecerdasan tersebut dalam upaya pembumian pendidikan karakter.

Page 23: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 20No. 104 Agustus - September 2014

Pendekatan Teori MASAK dalam Upaya Pembumian Karakter

Benjamin S. Bloom dengan Teori Taxanomi Bloom-nya mengetengahkan tiga domain dalam proses pendidikan dan pembelajaran: (1) knowledge, (2) affective, dan (3) psikomotorik. Dalam berbagai sumber rujukan ketiga domain ini telah dibahas dan dipraktekkan oleh para pendidik. Penulis hendak menguraikan pengembangannya sebagai pendekatan terhadap upaya pembumian karakter seseorang, yang selanjutnya disebut sebagai teori MASAK (Motivation, Affability, Skills, Attitude, dan Knowledge).

Motivation disebut juga dengan spirit, motif, dan daya dorong. Seseorang tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu tanpa adanya dorongan dari dalam dirinya (motivasi instrinsik) maupun dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Proses pendidikan dan pembelajaran, hendaknya memunculkan lebih awal motivasi belajar yang tinggi kepada generasi bangsa untuk memahami dinamika kehidupan.

Affability disebut juga keramah-tamahan, berhubungan dengan interaksi dengan sesama manusia. Proses pembelajaran seharusnya lebih mengajarkan pentingnya hidup bersosialisasi, ketimbang hidup secara individualistik.

Kecakapan/keahlian (skills) menjadi domain yang turut menentukan keberlangsungan aktivitas pengabdian seseorang. Kecakapan/keahlian me-nunjukan tingkat praksis seseorang yang memiliki kemampuan mengasah ilmu dan teori yang digelutinya. Kecakapan/keahlian menjadi sebuah tindakan nyata dalam melakukan kerja yang sesuai

dengan bidang keahliannya. Proses pembelajaran dalam prakteknya harus mampu melahirkan generasi bangsa yang handal.

Keteguhan sikap (attitude) dan pendirian yang cenderung kepada sesuatu hal yang positif menunjukkan tingkat martabat seseorang yang berada pada titik puncak humanis-sosialistik yang beradab. Proses pembelajaran membentuk lahirnya generasi bangsa yang memiliki keteguhan pendirian. Sikap ini menjadi modal dasar untuk menjamin pembumian karakter generasi bangsa.

Pengetahuan (knowledge) menjadi penting dalam proses pendidikan seseorang pada lembaga pendidikan. Pengetahuan yang berkarakter adalah cita-cita yang ingin kita wujudkan bersama. Generasi bangsa harus memiliki pengetahuan yang berkarakter agar tidak terjebak pada gaya hidup hedonisme.

Penutup

Pendidikan karakter termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 3 ditegaskan bahwa, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bartakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.

Pendidikan karakter yang positif akan bersinergi positif. Pengenalan karakter, pembentukan karakter hingga pemandirian karakter akan membentuk generasi yang berketuhanan dan memiliki pemahaman yang positif. Generasi bangsa yang mandiri dan berdikari akan menciptakan generasi yang memiliki keteguhan prinsip. Hidup adalah membiasakan kebenaran dan bukan membenarkan kebiasaan yang salah.

(Gagasan ini dipersembahkan bagi Almamater Universitas Negeri Gorontalo)

Penulis adalah Guru Besar Kebijakan Publik dan Pembangunan Universitas Negeri Gorontalo dan dapat dihubungi melalui email [email protected]

INFO LEBIH LANJUT

FOTO

: ICH

SAN

DJUN

AED

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Page 24: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

21 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

K emiskinan adalah faktor krusial yang menentukan ketidaksetaraan dalam ke -mampuan bertahan hidup dan per-

kembangan anak. Walaupun prevelansi ke miskinan ditinjau dari pendapatan masyarakat di Indonesia telah banyak berkurang sejak krisis ekonomi tahun 1997, jumlah orang – termasuk anak-anak – yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2010 masih terbilang tinggi, yakni 31 juta orang.

Pada tahun 1999, Indonesia memulai era desentralisasi dengan tujuan memperkuan otonomi daerah, mempercepat pembangunan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, dan distribusi kemakmuran yang merata di seluruh wilayah. Pemerintah Daerah, khususnya Pemerintah Kabupaten mulai memegang tanggung jawab untuk pelayanan dasar sosial termasuk kesehatan dan pendidikan, disamping juga bertanggung jawab atas pekerjaan umum, lingkungan, komunikasi, transportasi, pertanian, industri dan perdagangan, investasi modal, lahan, koperasi, sumber daya

P overty is a crucial factor determining inequities in child survival and development. Although the prevalence of income poverty

in Indonesia has decreased since the 1997 financial crisis, the absolute number of people – including children – living under the poverty line in 2010 remains high at 31 million people.

In 1999, Indonesia embarked on decentralization with the aim of strengthening regional autonomy, expediting public welfare development through improved service delivery, and distribution of wealth evenly across the country. Regional governments, especially districts, became responsible for delivering basic social services including health and education, alongside responsibility for public works, environment, communication, transport, agriculture, industry and trade, capital investment, land, cooperatives, manpower and infrastructure.

The challenge remains in how to translate the ambitious decentralization agenda into results for children and fulfilment of the rights of children.

UNICEF – BaKTI

Kolaborasi untuk pelayanan publik yang lebih baik bagi perempuan dan

anak-anak di kawasan timur IndonesiaCollaboration for better public services for women

and children in eastern Indonesia

Oleh Leonardy Sambo

FOTO

: ICH

SAN

DJUN

AED

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Page 25: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 22No. 104 Agustus - September 2014

manusia, dan infrastruktur.Hingga kini, bangsa Indonesia masih meng-

hadapi tantangan pada bagaimana agenda desen-tralisasi yang ambisius ini bisa diterjemahkan untuk anak dan pemenuhan hak-hak anak. UNICEF berupaya mendukung pemerintah nasional – provinsi dan kabupaten – untuk memastikan desentralisasi juga bermanfaat bagi anak-anak melalui peningkatan pemberian layanan.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Indonesia di era desentralisasi adalah besarnya kesenjangan antara wilayah barat dan timur Indonesia. Secara rata-rata – menggunakan in-dikator kesehatan dan pendidikan – status Indonesia tidaklah buruk. Namun, terdapat kesenjangan yang besar antara wilayah barat dan timur Indonesia.

Desentralisasi tidak akan menunjukkan hasil pada sektor publik yang lebih berorientasi pada masyarakat, efisien, dan efektif kecuali bila ada peningkatan kapasitas yang dilengkapi dengan reformasi pelayanan publik tepat yang memungkinkan daerah mengelola personilnya dengan lebih efektif dan efisien, dan menyediakan beragam cara untuk memastikan orientasi-kinerja dari para pelayan publik. Ini adalah wilayah yang sensitif karena akan melibatkan, dari semua hal, pengembangan masukan konseptual dan dukungan dalam membangun konsensus di antara para pemangku kepentingan yang terlibat.

Dukungan desentralisasi harus menyasar para pemangku kepentingan baik pada tingkat pusat maupun daerah. Banyak cara mesti dicari untuk menyebarkan beragam pendekatan dan inovasi-inovasi yang secara horisontal bagi pemerintah daerah yang belum berpartisipasi, melalui kerjasma dengan mitra-mitra pembangunan dan pemanfaatan teknologi informasi.

Dalam konteks desentralisasi, pemerintah pusat tidak selalu dalam posisi untuk menegakkan kebijakan dan strategi terhadap pemerintah daerah. Pengembangan kebijakan dan strategi nasional seharusnya dapat dilakukan dengan cara yang sesuai untuk memastikan terlibatnya pemangku kepentingan daerah dalam proses penyusunan kebijakan untuk meningkatkan kemungkinan untuk kepatuhan dan penerapannya.

Sebagai sebuah isu lintas-sektor melibatkan pemangku kepentingan pada beragam tingkatan desentralisasi adalah proses yang panjang dan sulit. Koordinasi yang erat dan penyusunan konsensus di antara badan-badan pemerintahan pusat, dan

UNICEF aims to support sub-national governments – provinces and districts – to make decentralization work for children through improved service delivery.

One of the challenges faced by Indonesia in era of decentralization is big disparity between western and eastern Indonesia. In average, Indonesia -using health and education indicators – shows its status is not bad. However, there is a big gap between western part and eastern part of Indonesia.

Decentralization will not result in a more citizen-oriented, efficient, and effective public sector unless capacity building is complemented by appropriate civil service reforms that allow regions to manage their personnel in a more efficient and effective manner, and provide ways to ensure a performance-orientation of civil servants. This is a sensitive area that will involve, among other things, developing conceptual inputs and support for consensus building among the stakeholders involved.

Decentralization support has to target stakeholders at both the central and the regional levels. Ways must be found to disseminate approaches and innovations horizontally to nonparticipating local governments, where appropriate, through cooperation with other development partners and use of information technology.

In a decentralized context, central governments are not always in a position to enforce policies and strategies on local governments. The development of national policies and strategies should be conducted in a way that ensures the involvement of regional stakeholders in the policy formulation process to increase the likelihood of compliance and implementation.

Decentralization, as a crosscutting issue involving a multitude of stakeholders, is a long and arduous process. Close coordination and consensus building among central government agencies, and between central and regional governments, are key prerequisites for ensuring that the decentralization process achieves its objectives.

To deal with local authority as well as local context and contents decentralized office and staff are more likely in the spool of decentralization. Moreover, addressing the needs of women and children is still a big challenge. The problems and challenges facing humanity are global but occur and have to be dealt with at the local level. Women have the equal right to freedom from poverty, discrimination, environmental degradation and insecurity.

Page 26: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

23 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

antara pemerintah pusat dan daerah, merupakan prasyarat utama untuk memastikan bahwa proses desentralisasi mencapai tujuannya.

Desentralisasi lebih memungkinkan untuk menghadapi otoritas lokal isu desentralisasi kantor dan staf yang lebih sesuai konteks dan lokal. Lebih jauh, membahas kebutuhan-kebutuhan perempuan dan anak masih menjadi tantangan yang besar. Masalah dan tantangan yang dihadapi umat manusia bersifat global tetapi terjadi dan harus ditangani di tingkat lokal. Perempuan memiliki hak yang setara atas kemerdekaan dari kemiskinan, diskriminasi, kerusakan lingkungan dan ketidakamanan.

Kolaborasi UNICEF – BaKTI Sejak tahun 2012, Yayasan BaKTI memulai

kerjasama formal dengan UNICEF melalui Kesepakatan Pendanaan Skala Kecil untuk Pe-ngelolaan Pengetahuan. Dari kegiatan awal ter sebut ini telah membuktikan kerjasama antara BaKTI dan UNICEF dalam hal memperkuat kapasitas organisasi dan mendukung upaya mendiseminasi praktik cerdas yang dilakukan oleh mitra lokal di kawasan timur Indonesia. Karena adanya kepentingan yang mutual di antara dua organisasi ini, kolaborasi yang telah ada perlu dikembangkan ke dalam kemitraan yang lebih strategis dalam kerang ka Kesepakatan Kerjasama Program, yang menyepakati serangkaian program dalam periode Juli 2014 – Juli 2015. Kesepakatan ini mencakup 7 provinsi di kawasan timur Indonesia: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat.

Strategi kunci pelaksanaan kegaitan selanjutnya adalah Pendekatan Berbasis Hak Azasi Manusia untuk merancang partisipasi bermakna dari pemegang hak dalam penyusunan kerangka program, implementasi, dan monitoring dari berbagai intervensi kesehatan. Kerjasama antara UNICEF dan BaKTI akan berfokus pada strategi-strategi berikut.1. Advokasi untuk kebijakan yang lebih baik dan

perencanaan dan adopsi dari strategi yang sesuai untuk penyadaran hak perempuan dan anak di Papua. Ini termasuk melaksanakan kerjasama erat dengan Dinas Kesehatan tingkat Kecamatan dalam perencanaan mikro untuk menyentuh populasi yang selama ini sulit terjangkau, ada tingkat kabupaten untuk perencanaan dan penganggaran berbasis bukti demikian juga dengan dukungan teknis dalam menterjemahkan berbagai panduan dan strategi

UNICEF - BaKTI Collaboration Since 2012, Yayasan BaKTI has established formal

cooperation with UNICEF under Small Scale Funding Agreement (SSFA) on Knowledge Management. It has been proven that the cooperation has benefited both BaKTI and UNICEF in terms of strengthening the capacity of the organizations as well as in supporting the effort to disseminate smart practices performed by local partners in Eastern Indonesia. Given the mutual interests of both organizations, the collaboration need to be expanded into a more strategic partnership under the framework of Programme Cooperation Agreement (PCA), with agreed programs for the period of July 2014 to July 2015. The PCA covers 7 provinces in eastern Indonesia: South Sulawesi, West Sulawesi, Maluku, North Maluku, East Nusa Tenggara (NTT), Papua and West Papua

The key strategy is the Human Rights Bases Approach to programming with meaningful participation of the right holders in programming, implementation and monitoring of the health interventions.

The program cooperation will focus on the following strategies 1. Advocacy for better policy and planning and

adoption of appropriate strategies to realise the rights of women and children in Papua. This includes working closely with the sub-district level health system on micro planning to reach the hard to reach population, at district level on evidence based planning and budgeting as well as provide technical support in translation of various national guideline sand strategies on maternal and child health and WASH for local context and at the province level support in the development of key policy documents like renstra, renja , various action plans

2. Build capacity of service providers at health facility level, district level and province level on maternal child health and WASH programming through training, on-site coaching and mentoring

3. Provide technical assistance and support initiation of demonstration project to strengthen maternal and child health situation with an aim of future scale up

4. Support the province and district teams on real time and periodic monitoring of implementation of health programs as well as joint monitoring and other periodic monitoring

5. Enhance coordination and partnership among

Page 27: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 24No. 104 Agustus - September 2014

nasional tentang kesehatan ibu dan anak dan WASH ke dalam konteks lokal dan paga tingkat provinsi mendukung penyusunan dokumen kebijakan kunci seperti renstra, renja, dan berbagai rencana aksi.

2. Meningkatkan kapasitas dari penyedia layanan fasilitas kesehatan pada tingkat kabupaten dan provinsi terkait kesehatan ibu dan anak dan perancangan program WASH melalui pelatihan, bimbingan dan mentoring.

3. Menyediakan bantuan teknis dan dukungan awal bagi proyek percontohan untuk memperkuat situasi kesehatan ibu dan anak dengan tujuan perluasan proyek di masa depan.

4. Memberi dukungan kepada tim provinsi dan kabupaten untuk penerapan real-time dan monitoring berkala program-program kesehatan dan melakukan monitoring bersama dan monitoring berkala lainnya.

5. Meningkatkan kordinasi dan kemitraan dengan mitra-mitra kesehatan di Papua untuk mengharmoniskan dukungan di provinsi.

6. Memberikan dukungan untuk memperkuat sistem desentralisasi terkait kesehatan ibu dan anak dan bila dibutuhkan dalam hal respon terhadap kedaruratan.

7. Melakukan fasilitasi untuk peningkatan kapasitas internal staff BaKTI dan mitra sub-nasional di 7 provinsi. Peningkatan kapasitas ini akan mencakup peningkatan pengetahuan tertentu, advokasi kebijakan dalam mengintegrasikan isu-isu hak anak secara umum.

8. Mendokumentasi dan mendiseminasi praktik-praktik cerdas atau inisiatif yang menginspirasi dari penerapan program melalui berbagai kegiatan seminar, publikasi dan melakukan distribusi laporan, kertas kebijakan, kertas kerja, newsletter, dan policy brief, serta mengelola berbagai kegiatan diseminasi.

Program kerjasama ini mengutamakan penguatan perempuan dan kesetaraan gender dalam semua aspek di setiap kegiatannya. Program ini akan mematuhi semua kebijakan pemerintah dan peraturan yang berkaitan dengan pengarusutamaan gender. Program ini juga akan menjamin masukan yang responsif gender dapat tertuang dalam pedoman, kebijakan pembangunan dan proyek-proyek yang didukung oleh program.

health partners in Papua to harmonize support in the province

6. Support to strengthen the decentralization system related to maternal and child health and if required in case of emergencies with emergency response.

7. Facilitate capacity building for BaKTI internal staff and sub national counterparts in 7 provinces. This capacity building will cover specific knowledge and skills that will support the implementation of programmes, policy advocacy on integrating child rights issues in general;

8. Document and disseminate smart/promising practices derived from the implementation of programmes through conference/seminar, publication and distribution of research report, policy paper, working paper, newsletter, and policy briefs, and organizing various dissemination events.

This program of cooperation advances women’s empowerment and gender equality in all aspects of its activities. It will adhere to all government policies and regulations in relation to gender mainstreaming. The programme will ensure gender-responsive inputs are incorporated into guidelines, development policies and projects supported by the programme.

To deal with local authority as well as local context and contents decentralized office and staff are more likely in the spool of decentralization. Moreover, addressing the needs of women and children is still a big challenge. The problems and challenges facing humanity are global but occur and have to be dealt with at the local level.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kerjasama ini, Anda dapat menghubungi Leonardy Sambo melalui email [email protected]

INFO LEBIH LANJUT

Page 28: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

25 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

T he United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia dan Ford Foundation dengan bangga menyelenggarakan Youthnesian

2014 pada 9 Agustus 2014 di Balai Kartini, Jakarta, sebuah inovasi dan acara yang berfokus pada pemberdayaan anak muda.

Tema acara ini, yang juga sekaligus merayakan Hari Populasi Sedunia dan Hari Pemuda Internasional 2014 adalah ‘Berinvestasi pada Anak Muda” dan mempertimbangkan tantangan dan peluang dalam berinvestasi bagi anak muda Indonesia serta membuka partisipasi mereka dalam proses pembangunan.

Youthnesian 2014 mengumpulkan lebih dari 1.500 stakeholder dari isu-isu kepemudaan dari berbagai daerah di Indonesia, sebuah platform bagi anak muda dan jejaring terkait untuk mengeluarkan suara mereka dan belajar lebih jauh mengenai peran mereka dalam menentukan agenda pembangunan pasca-2015 dengan cara kreatif dan sesuai dengan atmosfir yang disukai anak muda.

  Termasuk dalam rangkaian acara ini adalah Youth Fair, dimana anak-anak muda memamerkan inisiatif-inisiatif mereka, Youth Hangouts yang membahas diskusi kepemudaan, dan Youth Concert yang menampilkan Maudy Ayunda, Raisa, dan Vidi Aldiano.

Acara ini juga mengangkat pesan dari para pembicara spesial ibu Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, Kantor Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Percepatan

Youthnesian 2014: Berinvestasi pada Anak Muda

T he United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia and the Ford Foundation are proud to be hosting Youthnesian 2014 on August 9

at Balai Kartini in Jakarta Selatan, an innovative and free event focusing on the empowerment of youth.

The theme of the event, which is a celebration of World Population Day and International Youth Day 2014, is “Investing in Young People”, and considers the challenges and opportunities for investing in Indonesia’s youth and enabling their participation in the development process.

Youthnesian 2014 will bring together over 1,500 stakeholders in youth issues from all across Indonesia, a platform for young people and relevant networks to sound their voices and learn more about their role in shaping the post-2015 development agenda in a creative and youth friendly atmosphere.

The programme will feature events such as a Youth Fair, where young people and youth stakeholders can showcase current and future initiatives, Youth Hangouts where youth issues will be openly discussed in a public platform, and a Youth Concert featuring Maudy Ayunda, Raisa, and Vidi Aldiano.

It will also include messages from special speakers including Nafsiah Mboi, the Minister of Health, Nila Moeloek, of the President’s Special Envoy on MDGs, Handry Satriago, CEO of GE Indonesia, Heru Prasetyo, Head of BP REDD+ Indonesia, and Dino Patti Djalal, Vice Minister for Foreign Affairs.

UNFPA Representative in Indonesia, Mr Jose

Youthnesian 2014: Investing in young people

Media Release

Page 29: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 26No. 104 Agustus - September 2014

Pencapaian MDGs, Handry Satriago, CEO GE Indonesia, Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+ Indonesia, dan Dino Patti Djalal, Wakil Menteri Luar Negeri.

Representatif UNFPA di Indonesia, Bapak Jose Ferraris, mengungkapkan Youthnesian 2014 didesain tidak hanya sekadar mengumpulkan anak-anak muda, namun juga untuk menghubungkan mereka dengan para pemangku kepentingan yang membantu mengurangi kesenjangan antara anak muda dengan proses pengambilan keputusan.

  “Acara-acara seperti Youthnesian 2014 adalah sangat penting karena mereka memungkinkan anak muda untuk berada di garda depan dalam upaya nasional dan internasional yang menentukan masa depan, memberi informasi bagi mereka, perangkat dan jejaring yang mereka perlukan dalam menjadi agen perubahan,” umbuh Jose Ferraris.

Alanda Kariza, pembicara muda dalam Youthnesian 2014, sangat penting bagi pemerintah dan pilar-pilar masyarakat lainnya untuk berinvestasi pada anak muda, generasi yang akan memimpin di masa depan.

 “Sebagai seorang pribadi yang masih muda dan telah terlibat dalam berbagai isu kepemudaan sejak 8 tahun lalu, saya menyaksikan semakin besarnya dampak yang dapat diberikan anak muda melalui aktivitas mereka, aspriasi, dan passion-nya,” tutur Alanda. “Dampaknya besar, saya bisa bilang, bahkan bisa mengubah hidup.”

Ferraris, says Youthnesian 2014 is designed not just to bring young people together, but to link them with stakeholders who are helping to close the gap between young people and the decision-making process.

“Events like Youthnesian 2014 are so important because they enable youth to be at the forefront of of national and International efforts to shape the future, providing them with the information, tools and networks they need to be agents of change,” he said.

Alanda Kariza, a youth speaker at Youthnesian 2014, says it is crucially important for the government and other pillars of society to invest in youths, the generation who will be leading the future.

“As a young person who has been involved in youth issues over the past eight years, I have witnessed the magnitude of the impact that young people can deliver through their activities, aspirations and passions,” she says. “The impact is big, I would say, and can be life-changing.”

Penulis adalah Youth Advocate UNFPA Indonesia. Angga Dwi Martha dapat dihubungi melalui email [email protected]

INFO LEBIH LANJUT | FOR MORE INFORMATION

Page 30: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

27 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

JiKTI Policy Briefs

P rogram Desa Mandiri Anggur Merah (Program Demam) adalah program keuangan mikro yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Provinsi NTT sejak tahun 2011. Program ini menyasar target utama, yaitu penduduk miskin. Komponen program ini terdiri dari keuangan mikro, pendampingan dan peningkatan kapasitas. Program ini berupaya memberikan dampak yang signifikan pada pembukaan lapangan kerja, peningkatan produksi pertanian, serta peningkatan nilai perdagangan dan jasa.

Evaluasi program ini dilaksanakan di Kabupaten

Program Demam: Vitamin Anggaran Untuk Masyarakat Kabupaten Rote Ndao Melalui Program Keuangan Mikro

Rote Ndao, dan bertujuan untuk memahami proses perencanaan dan konsistensi produk perencanaan dalam implementasi di tata kelola lapangan. Berdasarkan hasil evaluasi ini, ditemukan fakta bahwa kedua isu ini belum dikelola dengan baik sesuai dengan praktik terkini. Hal ini berdampak pada tingginya penyimpangan, kesalahan target, rendahnya partisipasi, kepemilikan dan kontrol dari pemangku kepentingan termasuk pemerintah kabupaten/kecamatan/desa dan lembaga masyarakat sipil.

Oleh Wilson M.A. Therik, S.E.,M.Si.,Ph.D (Cand)

Page 31: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 28No. 104 Agustus - September 2014

Latar Belakang Penelitian yang dilakukan oleh Jermi Haning,

M.A ini sesungguhnya mengeksplorasi peran para stakeholder dalam proses penyusunan dokumen dan pengambilan keputusan dalam implementasi Program Desa Mandiri Anggaran Menuju Sejahtera (Program Demam). Program ini diluncurkan oleh Pemerintah Provinsi NTT sejak tahun 2011. Program ini berupaya meningkatkan alokasi anggaran publik bagi penduduk miskin, agar dapat mandiri dan keluar dari kemiskinan.

Pada beberapa kabupaten dan kota di NTT

pernah dilaksanakan program pemberdayaan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebelum adanya Program Demam. Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu kabupaten yang melaksanakan program pemberdayaan berupa penyediaan kredit mikro tersebut. Program ini sebenarnya telah dilaksanakan saat Kabupaten Rote Ndao masih merupakan bagian dari Kabupaten Kupang.

Sebelum pemerintah pusat melaksanakan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) tahun 1995 hingga 1997, program UMKM inipun telah dilaksanakan di NTT. Program IDT kemudian diganti

FOTO

: ICH

SAN

DJUN

AED

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Pengorganisasian pemasaran komoditi asam.

Page 32: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

29 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) serta beberapa program lainnya. Program-program inilah yang kemudian disatukan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).

Kehadiran program-program ini tidak hanya meringankan beban pembangunan, namun juga ikut meningkatkan efektifitas tata kelola pembangunan di NTT. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah memiliki pengalaman yang panjang dalam tata kelola keuangan mikro.

Permasalahan dan Temuan KajianPermasalahan utama yang hendak dijawab

dari penelitian Haning (2012) adalah bagaimana perencanaan dan implementasi secara konsisten sejalan dengan praktik yang sedang dilaksanakan oleh berbagai pemangku kepentingan. Upaya ini mengharapkan agar penduduk miskin dapat memperoleh pelayanan secara maksimal dalam Program Demam. Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami proses perencanaan, serta konsistensinya dengan implementasi pengelolaan keuangan mikro bagi masyarakat Kabupaten Rote Ndao.

Permasalahan yang dijumpai pada hampir semua desa adalah kesulitan PKM membangun komunikasi dengan anggota masyarakat. Kesulitan ini sehubungan dengan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah, buta huruf dan tidak berani berbicara di depan umum. Fakta lain yang ditemukan adalah PKM cenderung berpatokan pada usulan masyarakat, tanpa memberikan pemahaman tentang usulan bisnis usaha diajukan.

Kesalahpahaman tentang manfaat dan persyaratan pembentukan kelompok menyebabkan kesalahan dalam identifikasi kebutuhan oleh PKM. Pemahaman beragam tentang jumlah minimum anggota kelompok dan penyeragaman jenis usaha, memaksa PKM dan anggota kelompok mengajukan usulan kegiatan yang berbeda. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang sesungguhnya hendak dilaksanakan.

Beberapa permasalahan dan penyimpangan yang terjadi, antara lain karena kurang jelasnya konsep dan petunjuk teknis program yang menjadi panduan dalam melakukan penilaian kebutuhan dan pembentukan kelompok masyarakat. Ketidakjelasan ini juga terkait dengan peran pemangku kepentingan lain, seperti Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM), Bappeda Kabupaten, Tim Teknis Terpadu Kabupaten, Kelompok Kerja Kecamatan dan

Kelompok Kerja Desa.Haning (2012) mengemukakan bahwa Program

Demam menghabiskan anggaran publik lebih dari 10% dari total Anggaran Belanja dan Pendapatan Provinsi NTT setiap tahunnya. Data APBD tahun 2009, 2010 dan 2011 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan pertumbuhan APBD mencapai 10%. Namun, pertumbuhan ini banyak dialokasikan dalam Belanja Tidak Langsung untuk pembiayaan gaji, tunjangan dan honorarium, dan belanja lainnya. Nampak jelas bahwa kebijakan Program Demam mempengaruhi struktur APBD dan menyebabkan penurunan Belanja Langsung oleh beberapa Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) NTT.

Restrukturisasi anggaran ini menunjukkan adanya prioritas baru yang menjadi prioritas utama. SKPD selaku pihak internal ikut merasakan dampak dari kebijakan ini, yaitu sehubungan dengan peningkatan maupun penurunan alokasi anggaran yang berpengaruh pada efektifitas Program Demam.

Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah Kabupaten Rote Ndao

Dukungan politis terhadap Program Demam sangatlah besar, hal ini terlihat dari besarnya alokasi anggaran yang mencapai 10% dari total APBD Provinsi NTT setiap tahunnya. Kedua isu ini satu menentukan suksesnya program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun, dukungan teknis/operasional dalam pengelolaan perencanaan dan pengelolaan pemerintah tidak memperoleh perhatian yang baik.

Pada praktik tata kelola, pemerintah provinsi cenderung bekerja secara individu tanpa mengidentifikasi dan memaksimalkan potensi yang ada dalam meningkatkan sinergi dan efektifitas program daerah. Beberapa stakeholder yang memiliki peranan strategis, baik pada level kebijakan, pengelolaan maupun operasional, termasuk lembaga keuangan mikro tidak dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan Program Demam.

Berdasarkan temuan penelitian Haning (2012), maka Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Rote Ndao perlu mengambil langkah-langkah perbaikan terhadap beberapa aspek kunci, sebagai berikut:n Memberi ruang bagi para stakeholder

untuk memberikan masukan sehubungan dengan praktik baik yang pernah dilakukan dilembaganya dalam upaya perubahan rancangan produk perencanaan. Upaya

JiKTI Policy Briefs

Page 33: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 30No. 104 Agustus - September 2014

partisipatif memiliki fokus dalam menghasilkan dokumen perencanaan yang memiliki legitimasi yang kuat dan menjadi komitmen bersama;

n Penetapan target kinerja perlu dilaksanakan secara partisipatif dan transparan berdasarkan data nyata dan karakteristik potensi masalah utama yang ada. Penetapan ini berupaya untuk menghindari generalisasi kondisi kontemporer dan target perbaikan yang hendak diraih. Upaya penetapan ini dapat diawali dengan membangun database profil kemiskinan penerima pelayanan keuangan per desa/kecamatan;

n Kebijakan berbasis gender dalam rangka pemberdayaan perempuan, baik berbasis kuota penerima manfaat maupun pengambilan keputusan, agar dapat ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan menjadi pedomanan implementasi di lapangan;

n Anggaran Program Demam dapat dialokasikan melalui APBD kabupaten/kota guna mendukung program serupa yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Upaya ini dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan Program Demam bagi pemerintah provinsi serta kabupaten/kota;

n Alokasi anggaran Program Demam kepada pemerintah desa maupun kelompok masyarakat dapat melalui koperasi yang aktif dan sehat guna menghindari penyalahgunaan anggaran;

n Pemerintah kabupaten/kota dan koperasi perlu didukung dengan sumber daya yang memadai agar dapat secara aktif bekerjasama dengan Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM). Peran ini sehubungan dengan identifikasi kebutuhan, pelaksanaan kegiatan hingga monitoring dan evaluasi;

n Pada saat rekruitmen, penting untuk memperhatikan daerah asal calon Pedamping Kelompok Masyarakat (PKM), serta memperhatikan laporan kinerja Pedamping Kelompok Masyarakat (PKM) dan pemerintah desa guna memaksimalkan tugas PKM;

n Penganekaragaman produk dapat dilaksanakan melalui pembentukan Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Serba Usaha sebagai strategi untuk mengikutsertakan kelompok masyarakat menengah atas yang pernah terlibat dalam bisnis serupa;

n Realisasi pemberian pinjaman kepada kelompok masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan riil, agar tidak memicu penyalahgunaan penggunaan investasi yang tidak produktif;

n Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu memperjelas status program keuangan mikro sebelumnya guna perbaikan tata kelola pelayanan keuangan mikro;

n Sebuah pelajaran dari Grameen Bank, yaitu membangun modal kelompok dalam membangun solidaritas dan tanggungjawab kelompok dapat menjadi masukan yang patut direplikasi.

Penulis adalah Wilson M.A. Therik, S.E.,M.Si.,Focal Point JiKTI Nusa Tenggara TimurInstitusi: Forum Academia Nusa Tenggara Timur E-mail: [email protected]

Policy Briefs ini disusun berdasarkan hasil penelitian dari penerima Hibah Penelitian JiKTI 2012, atas dukungan dana AusAid yang dilakukan melalui The Asia Foundation untuk Penelitian Kebijakan BaKTI-JiKTI,atas nama: Jermi Haning, anggota JiKTI Provinsi Nusa Tenggara TimurInstitusi: Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Prov. Nusa Tenggara TimurJudul penelitian: Program Desa Mandiri Anggur Merah di Nusa Tenggara Timur: Evaluasi Tata Kelola Perencanaan di Kabupaten Rote NdaoEmail: [email protected]

INFO LEBIH LANJUT

Seketsa Impian Desa Fafinesu sebagai dasar pembangunan pertanian dan sarana umum lainnya

FOTO

: ICH

SAN

DJUN

AED

/ YAY

ASAN

BAK

TI

Page 34: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

31 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

P emandangan Tempat Pem buangan Akhir (TPA) dihampir semua tempat selalu dibayangkan sebagai tempat yang kotor, dan

memiliki bau yang tidak sedap. Lain halnya dengan TPA Kota Kendari, yang berlokasi di Kecamatan Puwatu. TPA ini memiliki lahan seluas kurang lebih 13 hektar. TPA di Kecamatan Puwatu ini diatur sedemikian rupa di dataran jurang dengan radius 200 meter, sehingga sampah tidak dibiarkan berserakan. “Sampah itu tidak semata-mata dihampar begitu saja, tetapi juga dikelola dengan baik,” ungkap mantan Kepala Dinas Kebersihan Kota Kendari, Drs. Agussalim.

Menurut Agussalim, setiap hari ada sekitar 30 unit armada pengangkut sampah beroperasi. Dalam setiap unit armada, ditugaskan 5 orang personil yang

beroperasi mulai pukul 03:00 WITA dini hari hingga pagi hari. Produksi sampah Kota Kendari terbilang cukup besar, yaitu berkisar 600 m3 per hari. Kondisi saat ini, sekitar 100 m3 sampah tidak terangkut dikarenakan kendala teknis yang juga berhubungan dengan kebijakan wilayah. “Kemampuan armada kami hanya bisa mengangkut sekitar 500an m3 per hari. Idealnya memang harus ada 40 unit armada”, tambah Agussalim.

Pemerintah Kota Kendari melarang adanya aktifitas pembakaran sampah di lokasi tersebut. Pasalnya, pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran atau polusi udara. Sehingga untuk mengatasi tumpukan sampah, pemerintah membuat kebijakan dengan dilakukannya penimbunan sampah. Hadirnya pemulung di sekitar kawasan juga

TPA PUWATUPengelolaan Sampah untuk Energi Alternatif yang Ramah LingkunganOleh Muhammad Fadjar

Praktik Cerdas

Page 35: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 32No. 104 Agustus - September 2014

sangat membantu karena mereka dapat melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik. Di lokasi ini pemerintah Kota Kendari berinovasi dengan memanfaatkan gas metan yang terdapat dalam tumpukan sampah.

Walikota Kendari, Ir. Asrun menyatakan bahwa sejak tahun 2013 mereka telah memulai membangun sebuah kawasan yang bernama Kampung Mandiri Energi. ”Kami menyediakan 136 unit rumah untuk para pemulung yang tinggal di sekitar TPA Puwatu. Program ini juga merupakan komitmen pemerintah kota menanggulangi kemiskinan”.

Ide membuat Kampung Mandiri Energi berawal dari upaya Dinas Kebersihan yang telah sukses memanfaatkan gas metan yang terdapat dalam tumpukan sampah di TPA Puwatu. Melalui upaya ini,

Dinas Kebersihan akan membagikan hasil gas metan itu kepada masyarakat. Namun, permasalahan yang dihadapi saat itu dikarenakan pemukiman warga cukup jauh dari lokasi TPA.

Ide tersebut kemudian ditindak lanjuti pada kepemimpinan Kepala Dinas Kebersihan saat ini, Tin Farida. Beliau melakukan upaya penerapan pembangunan Kampung Mandiri Energi bersama sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), diantaranya Dinas Sosial, Tata Kota dan Perumahan, serta Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Kendari.

Tin Farida menjelaskan bahwa pada tahun 2013 ini, secara bertahap mereka telah mendirikan rumah untuk para pemulung, “Rumah tersebut dilengkapi dengan sejumlah fasilitas yang didukung dengan penggunaan gas metan, seperti kompor dan genset

FOTO

: ARM

AN M

INTE

NK.

Page 36: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

33 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

yang menggunakan gas metan”, ungkap mantan Kepala BLH Kota Kendari ini.

Penyaluran gas metan ke rumah warga sangat efektif dalam membantu warga dalam menghemat biaya bahan bakar. Listrik yang mereka gunakan juga berasal dari sumber gas metan. Listrik ini juga digunakan warga untuk menyerap air dengan menggunakan mesin pompa.

Menurut Tin Farida, dari 136 unit yang direncanakan baru setengahnya yang diupayakan selesai tahun 2013. Pembangunan Kampung Mandiri Energi ini tercipta dari sinergi beberapa dinas terkait. Masing-masing dinas mengambil peran dalam menyediakan lahan untuk pembangunan rumah, proses pembangunan rumah, serta penyaluran energi ke rumah warga.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, Rostina Tarimana mendukung upaya yang dibuat pemerintah kota dalam mendirikan Kampung Mandiri Energi. Program ini dirasa sangat membantu masyarakat, khususnya para pemulung yang tinggal di sekitar TPA. “Program ini merupakan salah satu langkah pemerintah kota menanggulangi kemiskinan dengan pemanfaatan sampah yang selama ini menjadi masalah.” Menurutnya, program ini sebaiknya dapat dikembangkan di wilayah lain agar banyak warga juga dapat merasakan manfaatnya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Kendari, Rusnani menuturkan bahwa TPA Puwatu merupakan salah satu inovasi pemerintah dalam memanfaatkan tumpukan sampah dengan membuat Bank Sampah. “Kami bekerjasama dengan para pemulung, memilah sampah yang masih dapat dimanfaatkan, seperti sampah plastik yang dapat dibuat berbagai macam kerajinan tangan, serta sampah organik yang dapat dijadikan kompos dan sampah logam yang dijual ke pengepul”, tambah Rusnani.

Dari hasil yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Kendari, Ir. Asrun kemudian diundang dalam Konferensi Asia Pasifik yang diadakan pada 17 -19 Maret 2014 di Bangkok, Thailand. Asrun diundang untuk mempresentasikan bagaimana Kota Kendari mengelola sampah yang dinilai sebagai pengelolaan sampah terbaik di Indonesia. “Cara yang kami lakukan dalam mengelola sampah dinilai sangat praktis dan tidak membutuhkan biaya banyak, dan memberikan manfaat besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca”, ujarnya.

Presentasi yang beliau sampaikan ini, mampu mematahkan pendapat banyak kalangan tentang pemanfaatan gas metan yang mahal. “Pengolahan

yang kita lakukan cukup praktis dan tidak membutuhkan biaya besar. Selama ini orang berpikir bahwa pembangkit listrik dari tenaga gas metan itu sangat mahal”, kata Ir. Asrun.

Beliau juga menjelaskan bagaimana proses penangkapan gas metan yang berasal dari dalam tumpukan sampah dapat digunakan langsung oleh masyarakat melalui pipa penyalur. “Pipa tersebut ditancapkan pada kedalaman tertentu. Setelah tertancap, gas yang terambil itu mengalir ke sistem pemisah gas di pipa terminal utama,” katanya.

Selain pemanfaatan gas metan, ide Pemerintah Kota Kendari membuat kawasan mandiri energi dan komposter komunal di pasar kaki lima juga memberikan inspirasi pada peserta konferensi untuk membuat hal serupa.

Pembuatan komposter komunal di pasar kaki lima dilakukan untuk menghemat biaya transportasi dan mengurangi tumpukan sampah yang masuk ke TPA Puwatu. Pembuatan komposter ini dapat memberikan beberapa manfaat, seperti pemanfaatan gas metan sebagai pembangkit listrik dan memproduksi pupuk kompos.

“Setelah digunakan energinya, kita dapat menggunakan sampah organik yang telah dipilah untuk dijadikan pupuk kompos”, tutur Ir. Asrun.

Walikota mengaku mendapat pembelajaran baru dari Bangladesh. Bangladesh memberikan pembelajaran tentang bagaimana masyarakat perkotaan bekerjasama dengan distributor pupuk untuk memasarkan kompos yang mereka buat ke desa-desa.

Pemerintah Kota Kendari mengatakan bahwa TPA Puwatu ini tidak hanya menjadi percontohan di Indonesia. Lebih dari itu, Kota Kendari sedang berbenah menuju percontohan untuk skala Internasional. Hal ini dibuktikan dengan sebanyak 50 perwakilan pemerintah daerah dari berbagai provinsi yang belajar mengenai program Kampung Mandiri Energi di TPA Puwatu. Dari perwakilan tersebut, terdapat lima kepala daerah yang menghadiri langsung kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Kendari.

Penulis adalah Koordinator Forum KTI Wilayah Sulawesi Tenggara. Penulis dapat dihubungi melalui email : [email protected]

INFO LEBIH LANJUT

Page 37: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 34No. 104 Agustus - September 2014

B ulan April hingga dengan Juni merupakan salah satu waktu tersibuk di Desa Pattaneteang, Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Pasalnya dalam periode ini, para petani kopi memusatkan seluruh kegiatannya di kebun untuk memanen kopi.

Desa Pattaneteang terletak 20 km dari pusat kota Bantaeng dan dapat ditempuh dengan berkendara mobil selama 40 menit. Jalanan yang menanjak serta semilir angin yang sejuk menandakan desa ini berada di dataran tinggi. Di Pattaneteang dan 3 desa sekitarnya, yakni Labo, Campaga, dan Bonto Tappalang, kopi menjadi salah satu penopang utama perekonomian masyarakat.

Ramli dan Amirruddin adalah petani kopi asal Pattaneteang yang telah beberapa hari bermalam di kebun mereka di atas bukit. Untuk mencapai kebun, kita harus berjalan kaki beberapa kilometer melewati jalan setapak berliku nan terjal. Di lahan yang telah dimiliki turun-temurun tersebut, terlihat juga para anggota keluarga dari Ramli dan Amiruddin. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua bergotong royong memanen buah kopi Arabika yang berbentuk layaknya ceri. Tangan-tangan mereka dengan

cekatan meraih buah masak berwarna merah yang menggantung di dahan, dan memetiknya. Hasil petikan lalu digabungkan dalam karung plastik yang jika sudah penuh, dibawa turun ke desa untuk langsung dikupas, disimpan, hingga akhirnya dijual.

Ramli dan Amiruddin mengaku, walau telah membudidayakan kopi selama bertahun-tahun, namun pengetahuan mereka tentang pengelolaan kebun masih terbatas. Ditambah lagi, kini pohon-pohon kopi tersebut tidak lagi menghasilkan buah sebanyak seperti sebelumnya. Mencoba berkontribusi memecahkan permasalahan ini, AgFor Sulawesi berupaya memberikan pelatihan dengan mengundang ahli kopi, mengadakan kunjungan lapang, melakukan pendampingan, serta membangun kebun contoh (demonstration plot).

“Kalau kita inginnya, suatu saat nanti, kopi dari sini (Bantaeng) bisa terkenal. Yah satu kelas lah dengan kopi Toraja,” kata Ramli berangan-angan.

Memang, perjalanan mewujudkan mimpi Ramli masih panjang. Namun jika ditelusuri bersama, bukan mustahil perjalanan tersebut akan terasa lebih pendek.

Oleh Enggar ParamitaFotografer Yusuf Ahmad

Foto Essay

BaKTINews | 34No. 104 Agustus - September 2014

Page 38: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

35 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Anggota keluarga turut terlibat dalam proses pemanenan kopi.

Ramli (kiri) menuangkan kopi pada mesin

pengupas yang akan memisahkan buah

dengan kulitnya.

35 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Foto Essay

Page 39: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 36No. 104 Agustus - September 2014

Petani memetik buah kopi berwarna kemerahan yang telah masak. Untuk menjaga kualitas kopi dan mendapat harga jual yang tinggi, dianjurkan hanya memetik buah yang sudah matang, yaitu yang berwarna merah.

Para wanita memeriksa dan memilah hasil

olahan, untuk memastikan semua telah

terkelupas dengan baik.

Buah kopi Arabica hasil kebun Ramli

dan Amirrudin.

BaKTINews | 36No. 104 Agustus - September 2014

Page 40: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

37 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Foto Essay

Terkadang akibat terlalu beratnya karung kopi, petani harus menggunakan kuda untuk mengangkut hasil panen ke desa.

Amiruddin (depan) berjalan melewati sungai sambil mengangkat karung berisi hasil panen yang baru dipetik.

37 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Page 41: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 38No. 104 Agustus - September 2014

T anggal 13 Juni 2014, bertempat di Balai Pertemuan Umum Desa Teling, Kecamatan Tombariri, diselenggarakan diskusi Praktik

Cerdas. Diskusi ini mengambil topik mengenai pemanfaatan rumput-rumputan dan kotoran hewan yang memiliki nilai ekonomis sebagai pupuk Bokashi. Kegiatan diskusi ini dibuka oleh Bapak Israel Bawalang, sebagai Hukum Tua Desa, serta pengantar singkat dari perwakilan Forum Kawasan Timur Indonesia (FKTI) Wilayah Sulawesi Utara, Bapak Ismail Husen.

Diskusi praktik cerdas provinsi dimaksudkan untuk mendorong inisiatif-inisiatif cerdas di masyarakat untuk diangkat dalam sebuah diskusi dengan harapan dapat berbagi informasi dan pengalaman antar pelaku pembangunan sehingga praktik cerdas yang diangkat dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan replikasi di daerah lain.

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini

adalah Bapak Lorens Loho, dari Kelompok Tani Lestari Kabupaten Minahasa Utara. Beliau berbagi pengalaman mengenai pembuatan pupuk bokashi dari rumput dan kotoran hewan.

Bokashi adalah fermentasi bahan organik dengan teknologi EM (Effective Microorganisms). Bahan organik ini bermanfaat untuk dapat digunakan sebagai pupuk organik, guna menyuburkan tanah

Oleh Ismail Husen

Mengubah Rumput dan Kotoran Hewan Jadi Pupuk

DISKUSI PRAKTEK CERDAS

FOTO

: ICH

SAN

DJUN

AED/

YAYA

SAN

BAKT

I

BaKTINews | 38No. 104 Agustus - September 2014

Page 42: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

39 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bokashi dapat diproduksi dalam beberapa hari dan bisa langsung digunakan sebagai pupuk.

Pupuk bokashi hampir tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun mengingat harga pupuk sangat mahal, maka pemanfaatan pupuk bokashi ini dapat menjadi alternatif untuk dikembangkan. Pengembangan pupuk bokashi dapat meminimalisir biaya produksi. Disisi lain pupuk bokashi memiliki banyak manfaat, seperti mengurangi hama pada daun dan menyuburkan tanah.

Bahan-bahan yang dibutuhkan pun tidaklah sulit, yaitu rumput-rumputan. Pupuk bokashi dapat digunakan disemua jenis tanah. Tanah yang sering diberi pupuk bokashi, memiliki kecenderungan lebih subur.

Pada proses diskusi, fasilitator berbagi melalui praktek singkat mengenai pembuatan pupuk bokashi. Bahan dasar yang dibutuhkan adalah serbuk hasil dari kayu yang telah digergaji, rumput senter sema, dan kotoran hewan yang telah dikeringkan. Adapun bahan ini kemudian dicampur dengan rumput yang sudah dipotong sepanjang 3 cm, dan direkomendasikan menggunakan batang pisang. Rumput yang telah dihancurkan dan dicampur dengan kotoran hewan ini akan didiamkan selama 3 hari agar menguap.

“Saya saat ini menanam timun dan menggunakan pupuk bokashi, dan hasilnya sangat baik saat kita menggunakan pupuk organik”, ujar Lorens Loho.

Menurut pengalaman bapak Lorens loho, penggunaan pupuk bokashi dapat meningkatkan

hasil produksi berkali-kali lipat dibanding penggunaan pupuk kimia. Penggunaan pupuk bokashi dapat menghilangkan hama.

“Pemerintah secara berangsur-angsur akan mengurangi pupuk kimia, dan mengarah ke penggunaan pupuk bokashi. Jika menggunakan pupuk air seni binatang sebaiknya kandang binatang tersebut dapat didesain untuk dapat mengakomodir kebutuhan petani. Sebaiknya apa yang sudah dilakukan oleh pak Lorens dapat dilihat langsung oleh kelompok tani di desa ini”, ujar Yan Tampalon, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara.

Melalui diskusi Praktik Cerdas ini, masayarakat dapat melihat secara langsung bagaimana hasil kebun yang menggunakan pupuk bokashi yang berlokasi di Minahasa Utara. Diskusi ini juga menghasilkan komitmen pemerintah, dalam hal ini Dinas pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara untuk bersedia memfasilitasi pembentukan Kelompok Pertanian Perempuan di Desa Teling, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa. Hal ini diupayakan agar saat pemerintah berencana menghapus pupuk bersubsidi, masyarakat jauh lebih siap dengan adanya alternatif penggunaan pupuk bokashi.

Bokashi adalah fermentasibahan organik denganteknologi EM (EffectiveMicroorganisms). Bahanorganik ini bermanfaatuntuk dapat digunakansebagai pupuk organik,guna menyuburkan tanahdan meningkatkanpertumbuhan dan produksitanaman.

Penulis adalah Kordinator Forum KTI Wilayah Sulawesi Utara dan dapat dihubungi melalui email [email protected]

INFO LEBIH LANJUT

Page 43: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

BaKTINews | 40No. 104 Agustus - September 2014

22 Agustus 2014

Screendocs! Regular dan CINEMATICA : Dunia Kampus

29 Agustus 2014

Inspirasi BaKTI: Sekolah Anggaran Rakyat

Bulan ini Rumah Ide Makassar kembali bekerjasama dengan BaKTI mengadakan Pemutaran dan Diskusi Film yang mengangkat topik di bidang pendidikan. Film-film yang diputar mengangkat mengenai Dunia Kampus dan juga mendiskusikan isu-isu terkait dalam lingkup Kampus.

Hadir sebagai pembicara yakni Kamaruddin Azis, penggiat LSM dan mantan Ketua Ikatan Sarjana Kelautan UNHAS. Empat film yang diputar berjudul “Gondrong Dilarang Kuliah” dengan sutradara Yose Hendra yang berkisah mengenai seorang mahasiswa meskipun berprestasi di bidang kesenian tetapi dilarang kuliah karena berambut gondrong. Film

kedua “Catatan Harian Seorang Plagiator” yang disutradarai oleh Handoko dan Geri Burhan Sani berkisah mengenai mahasiswa yang menjadi seorang plagiator. Sementara film ketiga “Tadulako Mild” dengan sutradara Nur Soima Ulfa menceritakan tentang kegiatan mahasiswa yang disponsori oleh sebuah perusahaan rokok. Dan film terakhir berjudul “Tawuran Antar Mahasiswa” dengan sutradara Edi Sumardi yang berkisah mengenai tawuran antar mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Makassar. Peserta dalam acara ini berasal dari kalangan mahasiswa dan umum.

Acara diskusi dibuka secara langsung oleh Moderator Luna Vidya yang mewakili Direktur Eksekutif BaKTI. Kali ini, BaKTI bekerjasama dengan Lembaga PINUS Makassar yang mengangkat topik “Sekolah Anggaran Rakyat”. Diskusi yang dikemas dalam format talk show menghadirkan Ibu Ismawati dari Lembaga PINUS Makassar dan Ir.A.Dainuri, mantan Kepala BAPPEDA Maros yang berbagi inspirasi tentang bagaimana meminimalir ketimpangan dan mengawal perbaikan anggaran melalui Kelompok Baca Anggaran (KBA) dan Sekolah Anggaran Rakyat (SAR).

Dalam paparannya, Ismawati menyampaikan bahwa KBA berfungsi untuk menganalisis perencanaan anggaran pemerintah di tingkat grass root, sedangkan SAR untuk menganalisis anggaran di tingkat atas. SAR diharapkan menjadi mitra dan lembaga kontrol dalam mendorong kebijakan anggaran yang responsif gender dan pro poor diKabupaten Maros. Sementara narasumber lain, pak Danuri menegaskan bahwa program ini mendapat dukungan sangat besar dari Bupati Maros karena sejalan dengan salah satu butir MDGs yakni peningkatan pemberdayaan perempuan dan gender, dan juga terintegrasi ke dalam RPJM Kabupaten Maros.

Lanjutnya, SAR bukan untuk belajar menyusun anggaran daerah, tapi untuk belajar menyusun

APBD, apakah sudah pro gender dan pro poor atau tidak. Ditambahkan Ismawati, setelah melihat hasil evaluasi selama 3 tahun, beberapa hasil nyata dari inspirasi ini adalah meningkatnya kapasitas KBA dan SAR untuk memfasilitasi FGD dan penggalian informasi terkait permasalahan, alternatif solusi dan kebutuhan masyarakat desa, serta penyusunan data pilah untuk dokumen RPJMDes dan RKPDes. Desa Minasa Baji sebagai desa pilot dalam penyusunan RPJMDes berhasil meningkatkan alokasi anggaran yakni di tahun 2013 sebesar Rp 3.7 milyar yang dikelola oleh desa untuk pembangunan fisik dan non fisik. Selain itu, Bappeda telah mereplikasi Bintek penyusunan dokumen RPJMDes dan RKPDes pada 30 desa di tahun 2013 dan 61 desa tahun 2014. Diskusi ini dihadiri oleh 53 peserta yang berasal dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, LSM, OMS, Akademis dan masyarakat umum. Acara ditutup dengan Makan malam bersama peserta.

Kegiatan di BaKTI

FOTO

: DOK

. YAY

ASAN

BAK

TI

Page 44: No. 104 Agustus - September 2014bakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews Edisi 104...No. 104 Agustus - September 2014 BaKTINews | 3 Foto Cover: Daftar Isi Agustus

41 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Info Buku

Buku-buku ini dapat dibaca di Perpustakaan BaKTI

Tradisi Lisan Sebagai SejarahPenerbit: OmbakISBN: 978-602-258-145-1

Buku ini adalah buku pertama yang melakukan kajian secara sistematis terhadap persoalan seputar penulisan sejarah masyarakat yang berada di luar tradisi tertulis. Buku ini seharusnya menyadarkan kita semua, bahwa sudah saatnya para sejarawan Indonesia mampu mengembangkan metodologi dan sentrisme historiografis yang memberi kesempatan kepada mereka yang selama ini terabaikan untuk menjadi bagian dari narasi besar sejarah Indonesia.

Birokrasi Masa Depan Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif dan PrimaPenulis: Edi Siswadi, M.SiISBN: 978-979-97561-5-2

Pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat umum menjadi tolok ukur efektivitas organisasi birokrasi pemerintahan yang didukung dan mendapat kepercayaan masyarakatnya. Salah satu contoh keefektivan organisasi birokrasi adalah kemam-puannya dalam merespon berbagai tuntutan dan aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Hal inilah yang menjadi poin penting yang dibahas dalam buku yang awalnya adalah tesis penulis saat mengikuti program pascasarjana di Bandung.

Bencana Industri; Kekalahan Negara dan Masyarakat Sipil dalam Penanganan Lumpur LapindoPenerbit: Desantara FoundationISBN: 978-979-19646-6-1

Bencana memberi peluang untuk mengamati aspek-aspek dalam proses dan struktur sosial yang lebih luas, tidak tampak dan tersembunyi dalam keseharian. Karena itu mengamati lumpur Lapindo akan membuka jalan bagi pemahaman kita atas struktur sosial yang lebih luas karena bencana adalah yang paling tajam dalam mengungkapkan struktur sosial dan budaya masyarakat kita. Buku in merupakan sequal dari buku sebelumnya yakni Bencana Industri: Relasi Negara, Perusahaan dan Masyarakat Sipil.

APBN Konstitusi Tahun Anggaran 2014;Penerbit: Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN Kesejahteraan

Anggaran merupakan salah satu instrumen ekonomi pemerintah yang memiliki fungsi menciptakan keadilan dan distribusi. Adalah kewajiban negara untuk me-menuhi amanat hak-hak konstitusi warganya, yang dapat terwujud jika anggaran yang disusun melalui APBN merefleksikan kebijakan yang konstitusional. Atas dasar tersebut buku ini disusun untuk berkontribusi mempengaruhi kebijakan APBN melalui penyusunan APBN Konstitusional yang merupakan APBN alternatif.