BaKTINews Edisi 91-masterv15 - bakti.or.idbakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews...

32
JULI - AGUSTUS 2013 MEMAHAMI KTI DENGAN SEKSAMA www. bakti.or.id EDISI 91 ASMARA DIGITAL DIGITAL Teknologi Untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan ASMARA Teknologi Untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan Kajian Perekonomian Dan Regulasi Usaha Iklim Usaha di Kota Kupang Bila Penyu Bertelur Kampung pun Aman Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia: Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut PALU Zero Proverty Pencapaian MDGs 2015

Transcript of BaKTINews Edisi 91-masterv15 - bakti.or.idbakti.or.id/sites/default/files/files/baktinews/BaKTINews...

JULI - AGUSTUS 2013

MEMAHAMI KTI DENGAN SEKSAMA

www. bakt i .or . id

EDISI 91

ASMARA DIGITALDIGITALTeknologi Untuk Menyuarakan Aspirasi PerempuanASMARATeknologi Untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan

Kajian Perekonomian Dan Regulasi Usaha

Iklim Usaha di Kota Kupang Bila Penyu BertelurKampung pun Aman

Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia: Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut

PALU Zero ProvertyPencapaian MDGs 2015

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.or.id dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.

BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.or.id and can be sent electronically to subscribers with internet access.

BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

Daftar Isi

BaKTINEWS DITERBITKAN OLEH YAYASAN BaKTI DENGAN DUKUNGAN PEMERINTAH AUSTRALIA /

PANDANGAN YANG DIKEMUKAKAN TAK SEPENUHNYA MENCERMINKAN PANDANGAN YAYASAN BaKTI MAUPUN PEMERINTAH AUSTRALIA. /

BaKTINEWS IS PUBLISHED BY THE BaKTI FOUNDATION WITH SUPPORT OF THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA.

THE VIEWS EXPRESSED DO NOT NECESSARILY REFLECT THE VIEWS OF YAYASAN BaKTI

AND THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA.

Editor MILA SHWAIKOVICTORIA NGANTUNG

Forum KTI ZUSANNA GOSALITA MASITA IBNU

Events at BaKTI SHERLY HEUMASSESmart Practices

Info Book & SUMARNI ARIANTODesign Visual

& Layout FRANS GOSALI

Jl. H.A. Mappanyukki No. 32Makassar 90125Sulawesi Selatan - Indonesia T. +62 411 832228, 833383 F. +62 411 852146E. [email protected]

Redaksi

PERTANYAAN DAN TANGGAPAN

www.bakti.or.id

SMS BaKTINews 085255776165E-mail: [email protected]

Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook :

www.facebook.com/yayasanbakti

BERKONTRIBUSI UNTUK BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua).

Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris, ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style.

Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

MENJADI PELANGGAN BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165.

Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165.

For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

1 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

29 Profil LSM

30 Kegiatan di BaKTI

31 Info Buku

23 Nenek “Adat” Dari Demaisi,Minyambouw Manokwari

24 Memacu Motor Demi Nyawa Pasien

20 Website Of The Month

21 Kajian Perekonomian Dan Regulasi Usaha

Iklim Usaha di Kota Kupang

26 Bila Penyu BertelurKampung pun Aman

3Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia: Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut

Peluncuran Penyusunan Profil Ekositem Wallacea19

13 Memodifikasi Arisan MebelMenjadi Arisan Jamban

7 PALU Zero ProvertyPencapaian MDGs 2015

9 Asmara Digital Teknologi Untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan

11 Dari Kamerun ke Sulawesi BaratMencari titik terang

17 Jelajah Hutan Kemasyarakatan di Bangkeng Buki’

6 Pembangunan Infrastruktur Untuk Menjaga Momentum Dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi

16 Mengurai Kehidupan Mulai Dari Istilah Gender

Temukan cara BARUmendapatkan dan berbagi informasi melalui

Untuk mendapatkan SMS BaKTI, kirim SMS ke

Format SMS : Nama Lengkap/Lembaga/ ProvinsiContoh : Andi/Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia/Sulawesi Selatan

0813 4063 49990815 4323 1888

0878 4062 8999

Informasikan kegiatan dan produk baru lembaga AndaInformasikan kegiatan dan produk baru lembaga Anda

Cari-tahu informasi layanan publik dan kegiatan pembangunan

Cari-tahu informasi layanan publik dan kegiatan pembangunan

Dapatkan kebutuhan dokumen & publikasi program pembangunan

Dapatkan kebutuhan dokumen & publikasi program pembangunan

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.or.id dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.

BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.or.id and can be sent electronically to subscribers with internet access.

BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

Daftar Isi

BaKTINEWS DITERBITKAN OLEH YAYASAN BaKTI DENGAN DUKUNGAN PEMERINTAH AUSTRALIA /

PANDANGAN YANG DIKEMUKAKAN TAK SEPENUHNYA MENCERMINKAN PANDANGAN YAYASAN BaKTI MAUPUN PEMERINTAH AUSTRALIA. /

BaKTINEWS IS PUBLISHED BY THE BaKTI FOUNDATION WITH SUPPORT OF THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA.

THE VIEWS EXPRESSED DO NOT NECESSARILY REFLECT THE VIEWS OF YAYASAN BaKTI

AND THE GOVERNMENT OF AUSTRALIA.

Editor MILA SHWAIKOVICTORIA NGANTUNG

Forum KTI ZUSANNA GOSALITA MASITA IBNU

Events at BaKTI SHERLY HEUMASSESmart Practices

Info Book & SUMARNI ARIANTODesign Visual

& Layout FRANS GOSALI

Jl. H.A. Mappanyukki No. 32Makassar 90125Sulawesi Selatan - Indonesia T. +62 411 832228, 833383 F. +62 411 852146E. [email protected]

Redaksi

PERTANYAAN DAN TANGGAPAN

www.bakti.or.id

SMS BaKTINews 085255776165E-mail: [email protected]

Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook :

www.facebook.com/yayasanbakti

BERKONTRIBUSI UNTUK BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua).

Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris, ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style.

Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

MENJADI PELANGGAN BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165.

Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165.

For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

1 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

29 Profil LSM

30 Kegiatan di BaKTI

31 Info Buku

23 Nenek “Adat” Dari Demaisi,Minyambouw Manokwari

24 Memacu Motor Demi Nyawa Pasien

20 Website Of The Month

21 Kajian Perekonomian Dan Regulasi Usaha

Iklim Usaha di Kota Kupang

26 Bila Penyu BertelurKampung pun Aman

3Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia: Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut

Peluncuran Penyusunan Profil Ekositem Wallacea19

13 Memodifikasi Arisan MebelMenjadi Arisan Jamban

7 PALU Zero ProvertyPencapaian MDGs 2015

9 Asmara Digital Teknologi Untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan

11 Dari Kamerun ke Sulawesi BaratMencari titik terang

17 Jelajah Hutan Kemasyarakatan di Bangkeng Buki’

6 Pembangunan Infrastruktur Untuk Menjaga Momentum Dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi

16 Mengurai Kehidupan Mulai Dari Istilah Gender

Temukan cara BARUmendapatkan dan berbagi informasi melalui

Untuk mendapatkan SMS BaKTI, kirim SMS ke

Format SMS : Nama Lengkap/Lembaga/ ProvinsiContoh : Andi/Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia/Sulawesi Selatan

0813 4063 49990815 4323 1888

0878 4062 8999

Informasikan kegiatan dan produk baru lembaga AndaInformasikan kegiatan dan produk baru lembaga Anda

Cari-tahu informasi layanan publik dan kegiatan pembangunan

Cari-tahu informasi layanan publik dan kegiatan pembangunan

Dapatkan kebutuhan dokumen & publikasi program pembangunan

Dapatkan kebutuhan dokumen & publikasi program pembangunan

3 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 4 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

enelitian ini berfokus pada dua tantangan ASEAN Connectivity, khususnya bidang maritim. Fokus pertama Padalah perbedaan dalam kemajuan konektivitas antara

bagian barat ASEAN yang sebagian besar merupakan daratan, dan kawasan timur ASEAN, yang merupakan negara kepulauan. Fokus kedua adalah kawasan timur ASEAN, yang merupakan titik lemah dalam konektivitas maritim ASEAN secara keseluruhan, walaupun potensi yang dimiliki daerah-daerah dalam wilayah ini cukup tinggi. Sub-region sebagian besar terdiri dari Filipina dan kawasan timur Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penarik ekonomi diperlukan untuk mempercepat pembangunan konektivitas di kawasan timur ASEAN. Murah dan berlimpah perpaduan tenaga air dan tenaga batubara dapat menjadi faktor penarik untuk menarik industri pengolahan energi-intensif (misalnya smelter) untuk datang ke wilayah tersebut. Aktivitas pertumbuhan ekonomi akhirnya akan, diarahkan oleh dunia usaha, mendorong pengembangan konektivitas di kawasan kepulauan ASEAN.

"Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia: Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut" adalah hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh Pusat Analisis Kebijakan dan Pengembangan Asia Pasifik dan Afrika Daerah (P3K2 Aspasaf ), Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dari Desember 2010 hingga Juli 2011. Penelitian lapangan dimulai dari Greater Mekong Sub-region (GMS), diikuti dengan penelitian lapangan di Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT) dan Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina - Pertumbuhan Area Timur ASEAN (BIMP-EAGA). Tim P3K2 Aspasaf juga telah melakukan observasi lapangan terkait konektivitas di antara kepulauan Pasifik, Pulau Nugini (Papua dan PNG), dan pulau-pulau yang membentang dari Bali hingga Timor.

Tujuan dari buku ini adalah untuk memicu wacana mengenai konektivitas di Daerah Kepulauan ASEAN (atau Bagian Timur ASEAN), selain menjadi masukan awal bagi para pengambil keputusan dan masyarakat umum di daerah ASEAN.

Perlu dicatat sebelumnya bahwa penelitian ini bukan tentang PLTA dan kebijakan transportasi, atau tentang Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Ini adalah tentang geopolitik dari konektivitas dan energi, yang menggunakan transportasi laut dan PLTA sebagai contoh, karena konektivitas (termasuk maritim) dan energi merupakan isu strategis yang berimplikasi ekonomi dan politik terhadap integrasi ASEAN.

Karakter utama dari "konektivitas" adalah sifat alami ganda tepi. Salah satu kebutuhan untuk berhati-hati dalam merancang Konektivitas ASEAN, atau konektivitas nasional seperti yang terungkap dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Konektivitas secara alami bekerja pada dua pihak. Konektivitas bisa mengakibatkan integrasi ekonomi yang lebih baik tapi juga bisa mengakibatkan

k e r e n t a n a n ekonomi, bahkan d i s i n t e g r a s i , j i k a kawasan ini tidak siap untuk itu. Fenomena "ASEAN membagi" dapat dibaca sebagai drive baru di sebagian wilayah d a r a t a n A S E A N d a l a m mengintegrasikan ekonomi, karena kedekatan geografis, dengan semakin majunya negara Cina. Sebagai akibatnya, ini akan mengarah ke 'isolasi' wilayah kepulauan ASEAN dari sisa kawasan ASEAN.

Diduga, semakin sebuah ekonomi terintegrasi, semakin rentan ia terhadap dampak negatif dari integrasi. Contoh yang menyolok adalah krisis ekonomi Asia pada 1997-1998. Sebagian besar negara Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, yang kemudian belum terintegrasi dengan baik ekonomi dengan wilayah lain, relatif kebal dari menghancurkan, efek domino krisis. Tapi, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya yang sudah terintegrasi dengan ekonomi daerah, adalah yang paling menderita.

Ini bukan untuk mengatakan bahwa ASEAN harus memahami "integrasi" dengan nada negatif, ASEAN harus menyadari, dan bersiap untuk, dampak yang mungkin terjadi dari ketidakpastian konektivitas tersebut. Konektivitas adalah tatanan alam globalisasi, apa yang perlu ASEAN lakukan adalah memaksimalkan upaya untuk mencapai dampak positif konektivitas sembari meniadakan dampak negatif. Ini adalah perspektif Indonesia saat mencoba untuk memasukkan MP3EI

ke dalam Konektivitas ASEAN yang lebih luas, dan ASEAN konektivitas plus.

Salah satu kebutuhan adalah memahami kompleksitas konektivitas. Konektivitas bisa memberikan hasil tak terduga. Hal ini telah diamati dalam penelitian tentang bagaimana konektivitas bekerja di Filipina sebagai dicontohkan oleh kisah sukses the Strong Republic Nautical Highway, tetapi konektivitas yang sama menghasilkan dampak yang kurang diinginkan dalam GMS seperti halnya dengan Koridor Ekonomi Timur-Barat (sementara banyak koridor lainnya dalam GMS berhasil).

ASEAN melihat kesenjangan yang semakin lebar antara negara-negara di kawasan daratan, dan kini melihat kesenjangan ekonomi di dalam dan di antara negara kepulauan

ASEAN. Oleh karena itu ASEAN harus mampu mengatasi beragam tantangan. Masa depan Komunitas ASEAN, sentralitas ASEAN atau kapasitas ASEAN untuk memainkan peran sentral, dengan latar belakang arsitektur kawasan yang dinamis, akan banyak bergantung pada kapasitas

ASEAN untuk mempersempit atau untuk menjembatani kesenjangan dalam ASEAN dan

juga antar negara anggota ASEAN. Maka, penting bagi para perancang

strategi ASEAN untuk memahami karakter konektivitas kepulauan – daratan, dan

perspektif terkait. ASEAN bukanlah hanya kepulauan atau daratan saja, tetapi terdiri merupakan dua karakter. Jadi ASEAN tidak boleh menggunakan pendekatan 'satu ukuran yang cocok untuk semua' untuk memecahkan masalah di dalam dan antar anggota. Solusi untuk dis-konektivitas "tanah-

terkunci" pada sisi daratan berbeda dari solusi untuk dis-konektivitas "pulau-terisolasi" pada sisi kepulauan. Membangun jalan atau jejak ke lahan-terkunci yang terisolasi akan berbeda dari membangun jalur pelayaran ke wilayah pulau terpencil.

Teknologi, yang akan diwujudkan ke dalam infrastruktur yang tepat, akan mengubah fitur wilayah pulau-pulau yang paling terpencil di kepulauan ASEAN. Namun teknologi, dan infrastruktur terkait, terbilang mahal sementara sebagian besar daerah terpencil tergolong miskin. Namun Komunitas ASEAN bisa setuju bahwa tindakan umum diperlukan untuk menyelesaikan semua masalah dis-konektivitas, jika integrasi, ekonomi atau sebaliknya, adalah hal ideal yang umum dari semua masyarakat ASEAN.

Pada tatanan praktis, sangat penting bagi Indonesia untuk mengatasi kesenjangan dalam sabuk maritim, yang sebagian besar merupakan konsekuensi dari skala ekonomi (misalnya faktor beban). Sebagian besar sabuk maritim di bagian barat Indonesia telah dikomersialisasikan karena tingginya aktivitas

ekonomi di daerah tersebut, dan dengan demikian dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam konektivitas maritim regional atau bahkan global. Sebagian besar sabuk maritim di kawasan timur Indonesia masih dirintis karena kurangnya kegiatan ekonomi di daerah tersebut, dan dengan demikian tidak dapat dengan mudah diintegrasikan dengan konektivitas maritim regional. Di satu sisi, peningkatan sabuk maritim dari bagian barat ke kawasan timur Indonesia akan menjadi kontribusi yang besar untuk konektivitas di ASEAN dan dunia.

Salah satu kemungkinan bagi ASEAN untuk meningkatkan konektivitas maritimnya adalah dengan membantu Indonesia dan Filipina, misalnya, dalam menghubungkan sabuk timur kepulauan Indonesia dengan the Strong Republic Nautical Highway dari Filipina. Pada perspektif kepulauan "konektivitas plus", perlu bagi ASEAN dan Indonesia untuk melakukan studi kelayakan mengenai kemungkinan konektivitas antara Aceh, di ujung barat kepulauan Indonesia, dengan hub baru seperti Myanmar Dawei, Yangon dan Kyaukphyu di Laut Andaman. Pada sisi yang lain, studi lebih lanjut diperlukan dalam pengembangan kemungkinan "ASEAN konektivitas plus" terhadap Pasifik, dengan menggunakan Papua sebagai gerbang timur ASEAN untuk mencapai Papua Nugini, Kepulauan Solomon, bagian utara Australia dan negara kepulauan Pasifik lainnya.

Perlu dicatat, bahwa ASEAN penuh semangat mengejar kerjasama dalam pengembangan industri pupuk untuk mempertahankan pertanian ASEAN. Menurut perspektif kepulauan ASEAN, perlu bagi ASEAN untuk meningkatkan kerjasama dalam industri strategis maritim terkait, yang mencakup, tetapi tidak terbatas, untuk pengiriman industri, galangan kapal, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan.

Seperti kesenjangan antara bagian barat ASEAN, yang berinvestasi dengan infrastruktur untuk mendorong pembangunan ekonomi, dan kawasan timur ASEAN yang kurang infrastruktur pendukung yan menjadi realitas masa kini, ASEAN harus menyusun strategi untuk konektivitas bahkan melalui industrialisasi. Belajar dari pengalaman bagian barat ASEAN, khususnya kawasan GMS, seseorang dapat menyimpulkan bahwa diperlukan faktor penarik untuk mempercepat proses industrialisasi. Pemerintah baru Myanmar, misalnya, merenungkan 'hukum air' untuk mendukung pengembangan pertanian, pertambangan, dan industri pembangkit tenaga listrik. Untuk Myanmar, sungai besar seperti Irrawaddy adalah berkat yang diberikan oleh alam untuk mendukung industrialisasi, baik dalam hal pengembangan potensi menjadi irigasi efektif dan PLTA yang prospektif. Sungai Mekong pun diasumsikan memiliki peran yang sama. Sungai Mekong tidak hanya urat nadi bagi kehidupan agroindustri, tetapi juga menjadi sumber penting bagi PLTA di sana. Dengan kata lain, di bagian barat ASEAN, tenaga air merupakan faktor penarik yang efektif, jika tidak dalam peran kecil sebagai infrastruktur pendukung utama bagi industrialisasi.

Kawasan Timur ASEAN juga diberkahi dengan sungai besar. Ini adalah waktu untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dengan cara yang paling berkelanjutan sungai besar seperti Sungai Rajang di Pulau Kalimantan atau Mamberamo dan sungai Purari di Pulau Nugini (Papua dan Papua Nugini) sebagai faktor penarik untuk membawa industri padat energi ke bagian timur ASEAN. Sama pentingnya, aliran sungai besar di Urumuka dan Asahan, juga perlu dieksplorasi dan dieksploitasi secara berkelanjutan.

Sarawak menawarkan contoh yang baik tentang penggunaan PLTA sebagai faktor penarik bagi industrialisasi. Perkembangan PLTA Bakun di Sarawak telah menyebabkan relokasi industri dari Semenanjung Malaysia ke Sarawak atau pendirian industri yang sepenuhnya baru di Sarawak. Industrialisasi Sarawak akan memberikan dampak ekonomi dan sosial di daerah tetangga Kalimantan dan seterusnya. Walaupun

Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut

Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia:

L A P O R A N U TA M A

EDITOR SISWO PRAMONO, ET AL.

3 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 4 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

enelitian ini berfokus pada dua tantangan ASEAN Connectivity, khususnya bidang maritim. Fokus pertama Padalah perbedaan dalam kemajuan konektivitas antara

bagian barat ASEAN yang sebagian besar merupakan daratan, dan kawasan timur ASEAN, yang merupakan negara kepulauan. Fokus kedua adalah kawasan timur ASEAN, yang merupakan titik lemah dalam konektivitas maritim ASEAN secara keseluruhan, walaupun potensi yang dimiliki daerah-daerah dalam wilayah ini cukup tinggi. Sub-region sebagian besar terdiri dari Filipina dan kawasan timur Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penarik ekonomi diperlukan untuk mempercepat pembangunan konektivitas di kawasan timur ASEAN. Murah dan berlimpah perpaduan tenaga air dan tenaga batubara dapat menjadi faktor penarik untuk menarik industri pengolahan energi-intensif (misalnya smelter) untuk datang ke wilayah tersebut. Aktivitas pertumbuhan ekonomi akhirnya akan, diarahkan oleh dunia usaha, mendorong pengembangan konektivitas di kawasan kepulauan ASEAN.

"Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia: Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut" adalah hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh Pusat Analisis Kebijakan dan Pengembangan Asia Pasifik dan Afrika Daerah (P3K2 Aspasaf ), Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dari Desember 2010 hingga Juli 2011. Penelitian lapangan dimulai dari Greater Mekong Sub-region (GMS), diikuti dengan penelitian lapangan di Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT) dan Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina - Pertumbuhan Area Timur ASEAN (BIMP-EAGA). Tim P3K2 Aspasaf juga telah melakukan observasi lapangan terkait konektivitas di antara kepulauan Pasifik, Pulau Nugini (Papua dan PNG), dan pulau-pulau yang membentang dari Bali hingga Timor.

Tujuan dari buku ini adalah untuk memicu wacana mengenai konektivitas di Daerah Kepulauan ASEAN (atau Bagian Timur ASEAN), selain menjadi masukan awal bagi para pengambil keputusan dan masyarakat umum di daerah ASEAN.

Perlu dicatat sebelumnya bahwa penelitian ini bukan tentang PLTA dan kebijakan transportasi, atau tentang Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Ini adalah tentang geopolitik dari konektivitas dan energi, yang menggunakan transportasi laut dan PLTA sebagai contoh, karena konektivitas (termasuk maritim) dan energi merupakan isu strategis yang berimplikasi ekonomi dan politik terhadap integrasi ASEAN.

Karakter utama dari "konektivitas" adalah sifat alami ganda tepi. Salah satu kebutuhan untuk berhati-hati dalam merancang Konektivitas ASEAN, atau konektivitas nasional seperti yang terungkap dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Konektivitas secara alami bekerja pada dua pihak. Konektivitas bisa mengakibatkan integrasi ekonomi yang lebih baik tapi juga bisa mengakibatkan

k e r e n t a n a n ekonomi, bahkan d i s i n t e g r a s i , j i k a kawasan ini tidak siap untuk itu. Fenomena "ASEAN membagi" dapat dibaca sebagai drive baru di sebagian wilayah d a r a t a n A S E A N d a l a m mengintegrasikan ekonomi, karena kedekatan geografis, dengan semakin majunya negara Cina. Sebagai akibatnya, ini akan mengarah ke 'isolasi' wilayah kepulauan ASEAN dari sisa kawasan ASEAN.

Diduga, semakin sebuah ekonomi terintegrasi, semakin rentan ia terhadap dampak negatif dari integrasi. Contoh yang menyolok adalah krisis ekonomi Asia pada 1997-1998. Sebagian besar negara Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, yang kemudian belum terintegrasi dengan baik ekonomi dengan wilayah lain, relatif kebal dari menghancurkan, efek domino krisis. Tapi, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya yang sudah terintegrasi dengan ekonomi daerah, adalah yang paling menderita.

Ini bukan untuk mengatakan bahwa ASEAN harus memahami "integrasi" dengan nada negatif, ASEAN harus menyadari, dan bersiap untuk, dampak yang mungkin terjadi dari ketidakpastian konektivitas tersebut. Konektivitas adalah tatanan alam globalisasi, apa yang perlu ASEAN lakukan adalah memaksimalkan upaya untuk mencapai dampak positif konektivitas sembari meniadakan dampak negatif. Ini adalah perspektif Indonesia saat mencoba untuk memasukkan MP3EI

ke dalam Konektivitas ASEAN yang lebih luas, dan ASEAN konektivitas plus.

Salah satu kebutuhan adalah memahami kompleksitas konektivitas. Konektivitas bisa memberikan hasil tak terduga. Hal ini telah diamati dalam penelitian tentang bagaimana konektivitas bekerja di Filipina sebagai dicontohkan oleh kisah sukses the Strong Republic Nautical Highway, tetapi konektivitas yang sama menghasilkan dampak yang kurang diinginkan dalam GMS seperti halnya dengan Koridor Ekonomi Timur-Barat (sementara banyak koridor lainnya dalam GMS berhasil).

ASEAN melihat kesenjangan yang semakin lebar antara negara-negara di kawasan daratan, dan kini melihat kesenjangan ekonomi di dalam dan di antara negara kepulauan

ASEAN. Oleh karena itu ASEAN harus mampu mengatasi beragam tantangan. Masa depan Komunitas ASEAN, sentralitas ASEAN atau kapasitas ASEAN untuk memainkan peran sentral, dengan latar belakang arsitektur kawasan yang dinamis, akan banyak bergantung pada kapasitas

ASEAN untuk mempersempit atau untuk menjembatani kesenjangan dalam ASEAN dan

juga antar negara anggota ASEAN. Maka, penting bagi para perancang

strategi ASEAN untuk memahami karakter konektivitas kepulauan – daratan, dan

perspektif terkait. ASEAN bukanlah hanya kepulauan atau daratan saja, tetapi terdiri merupakan dua karakter. Jadi ASEAN tidak boleh menggunakan pendekatan 'satu ukuran yang cocok untuk semua' untuk memecahkan masalah di dalam dan antar anggota. Solusi untuk dis-konektivitas "tanah-

terkunci" pada sisi daratan berbeda dari solusi untuk dis-konektivitas "pulau-terisolasi" pada sisi kepulauan. Membangun jalan atau jejak ke lahan-terkunci yang terisolasi akan berbeda dari membangun jalur pelayaran ke wilayah pulau terpencil.

Teknologi, yang akan diwujudkan ke dalam infrastruktur yang tepat, akan mengubah fitur wilayah pulau-pulau yang paling terpencil di kepulauan ASEAN. Namun teknologi, dan infrastruktur terkait, terbilang mahal sementara sebagian besar daerah terpencil tergolong miskin. Namun Komunitas ASEAN bisa setuju bahwa tindakan umum diperlukan untuk menyelesaikan semua masalah dis-konektivitas, jika integrasi, ekonomi atau sebaliknya, adalah hal ideal yang umum dari semua masyarakat ASEAN.

Pada tatanan praktis, sangat penting bagi Indonesia untuk mengatasi kesenjangan dalam sabuk maritim, yang sebagian besar merupakan konsekuensi dari skala ekonomi (misalnya faktor beban). Sebagian besar sabuk maritim di bagian barat Indonesia telah dikomersialisasikan karena tingginya aktivitas

ekonomi di daerah tersebut, dan dengan demikian dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam konektivitas maritim regional atau bahkan global. Sebagian besar sabuk maritim di kawasan timur Indonesia masih dirintis karena kurangnya kegiatan ekonomi di daerah tersebut, dan dengan demikian tidak dapat dengan mudah diintegrasikan dengan konektivitas maritim regional. Di satu sisi, peningkatan sabuk maritim dari bagian barat ke kawasan timur Indonesia akan menjadi kontribusi yang besar untuk konektivitas di ASEAN dan dunia.

Salah satu kemungkinan bagi ASEAN untuk meningkatkan konektivitas maritimnya adalah dengan membantu Indonesia dan Filipina, misalnya, dalam menghubungkan sabuk timur kepulauan Indonesia dengan the Strong Republic Nautical Highway dari Filipina. Pada perspektif kepulauan "konektivitas plus", perlu bagi ASEAN dan Indonesia untuk melakukan studi kelayakan mengenai kemungkinan konektivitas antara Aceh, di ujung barat kepulauan Indonesia, dengan hub baru seperti Myanmar Dawei, Yangon dan Kyaukphyu di Laut Andaman. Pada sisi yang lain, studi lebih lanjut diperlukan dalam pengembangan kemungkinan "ASEAN konektivitas plus" terhadap Pasifik, dengan menggunakan Papua sebagai gerbang timur ASEAN untuk mencapai Papua Nugini, Kepulauan Solomon, bagian utara Australia dan negara kepulauan Pasifik lainnya.

Perlu dicatat, bahwa ASEAN penuh semangat mengejar kerjasama dalam pengembangan industri pupuk untuk mempertahankan pertanian ASEAN. Menurut perspektif kepulauan ASEAN, perlu bagi ASEAN untuk meningkatkan kerjasama dalam industri strategis maritim terkait, yang mencakup, tetapi tidak terbatas, untuk pengiriman industri, galangan kapal, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan.

Seperti kesenjangan antara bagian barat ASEAN, yang berinvestasi dengan infrastruktur untuk mendorong pembangunan ekonomi, dan kawasan timur ASEAN yang kurang infrastruktur pendukung yan menjadi realitas masa kini, ASEAN harus menyusun strategi untuk konektivitas bahkan melalui industrialisasi. Belajar dari pengalaman bagian barat ASEAN, khususnya kawasan GMS, seseorang dapat menyimpulkan bahwa diperlukan faktor penarik untuk mempercepat proses industrialisasi. Pemerintah baru Myanmar, misalnya, merenungkan 'hukum air' untuk mendukung pengembangan pertanian, pertambangan, dan industri pembangkit tenaga listrik. Untuk Myanmar, sungai besar seperti Irrawaddy adalah berkat yang diberikan oleh alam untuk mendukung industrialisasi, baik dalam hal pengembangan potensi menjadi irigasi efektif dan PLTA yang prospektif. Sungai Mekong pun diasumsikan memiliki peran yang sama. Sungai Mekong tidak hanya urat nadi bagi kehidupan agroindustri, tetapi juga menjadi sumber penting bagi PLTA di sana. Dengan kata lain, di bagian barat ASEAN, tenaga air merupakan faktor penarik yang efektif, jika tidak dalam peran kecil sebagai infrastruktur pendukung utama bagi industrialisasi.

Kawasan Timur ASEAN juga diberkahi dengan sungai besar. Ini adalah waktu untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dengan cara yang paling berkelanjutan sungai besar seperti Sungai Rajang di Pulau Kalimantan atau Mamberamo dan sungai Purari di Pulau Nugini (Papua dan Papua Nugini) sebagai faktor penarik untuk membawa industri padat energi ke bagian timur ASEAN. Sama pentingnya, aliran sungai besar di Urumuka dan Asahan, juga perlu dieksplorasi dan dieksploitasi secara berkelanjutan.

Sarawak menawarkan contoh yang baik tentang penggunaan PLTA sebagai faktor penarik bagi industrialisasi. Perkembangan PLTA Bakun di Sarawak telah menyebabkan relokasi industri dari Semenanjung Malaysia ke Sarawak atau pendirian industri yang sepenuhnya baru di Sarawak. Industrialisasi Sarawak akan memberikan dampak ekonomi dan sosial di daerah tetangga Kalimantan dan seterusnya. Walaupun

Sebuah Kajian Awal Geopolitik PLTA dan Transportasi Laut

Konektivitas ASEAN dalam Konteks Indonesia:

L A P O R A N U TA M A

EDITOR SISWO PRAMONO, ET AL.

5 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 6 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

demikian belum terlihat bagaimana komisioning Bakun tahun 2011, yang berarti ketersediaan tambahan 2.400 MW listrik di Sarawak, akan memberikan surplus yang cukup besar untuk diserap oleh industri padat energi yang datang, akan dapat membawa kemajuan ekonomi, industrialisasi dan sebaliknya, di bagian utara Kalimantan.

Dengan cara yang sama, dimulainya proyek Purari yang berdekatan dengan Merauke, akan membawa lebih banyak aktivitas ekonomi di bagian selatan PNG. Seperti disebutkan sebelumnya, masalah utama pembangunan Kawasan Timur ASEAN dan kawasan timur Indonesia, adalah skala ekonomi. Pasar terlalu kecil untuk menopang kegiatan ekonomi jangka panjang. Pengembangan pembangkit listrik selalu terhambat oleh permintaan domestik yang sangat terbatas, karena sebagian besar pengguna rumah tanggahidup tersebar. Untuk mengembangkan proyek seperti Bakun memerlukan prasyarat pasar yang lebih besar, sehingga permintaan yang listrik menjadi lebih tinggi.

Dibandingkan dengan komoditas lain, listrik memiliki karakteristik tertentu yaitu diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang sama. Fakta bahwa PNG mampu mendapat keuntungan dengan menggabungkan pasar PNG dan pasar Queensland untuk mendukung pengembangan industri tenaga listrik, menimbulkan tantangan bagi Papua untuk menjadi kreatif dalam menemukan cara untuk memutus lingkaran setan dari fenomena 'ayam dan telur'. Pertanyaan bagi Papua adalah: apa yang harus dikembangkan terlebih dahulu. Apakah infrastruktur dasar termasuk listrik untuk menarik industri, atau kegiatan usaha untuk mendorong pembangunan infrastruktur dasar, termasuk listrik? Ekspor (atau pertukaran) listrik, mega proyek seperti Bakun di Bagian Utara Kalimantan, dan Purari melintasi perbatasan Papua, harus membawa kesadaran bagi mereka di Bagian Timur ASEAN, tentang pentingnya pertukaran energi sebagai efisien cara untuk menyediakan industri dengan sumber listrik yang dapat diandalkan. Di Pulau Kalimantan, pertukaran adalah hal yang mungkin dikerjakan, seperti yang telah terbukti saat ini, meskipun terbatas, antara Kalimantan dan Sarawak atau Sabah. Di masa depan, dengan perkembangan Koridor Kalimantan yang kaya batubara sebagai sumber energi fosil, pertukaran luas antara batubara berbasis dan air di K a l i m a n t a n j u g a d a p a t d i l a k u k a n . P e r l u u n t u k mempertimbangkan bagaiman aindustrialisasi kawasan timur ASEAN harus mengambil kemungkinan dan kesempatan ini.

Pada akhirnya, daya saing ASEAN, dalam jangka panjang, khususnya ketika ketersediaan tenaga kerja di wilayah tersebut telah habis, juga akan banyak bergantung pada ketersediaan sumber energi murah yang dapat diandalkan, seperti tenaga air, bagi industri ASEAN. Kehadiran mega proyek PLTA di bagian selatan Cina, di wilayah GMS, dan baru-baru ini di Sarawak, bukan tanpa perhitungan menyeluruh. Ini merupakan upaya untuk energi yang kompetitif, untuk industri yang juga kompetitif

Dengan demikian, adalah waktu yang tepat dan penting bagi ASEAN untuk segera menyusun daerah ke dalam platform umum yang memungkinkan untuk mengembangkan p e m a h a m a n d a e ra h d a l a m k e ra n g k a m e n d u k u n g pengembangan ASEAN sebagai satu kesatuan, kompetitif berbasis produksi dengan infrastruktur pendukung seperti konektivitas maritim dan bauran energi yang juga kompetitif (termasuk air dan batubara).

Tulisan ini merupakan ringkasan eksekutif dari laporan yang diterbitkan oleh:Centre of Policy Analysis and Development for Asia-Pacific and African Regions Policy Analysis and Development AgencyMinistry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia 2011Email: [email protected]

onektivtas Pulau Sulawesi melalui jalur darat menjadi kebutuhan utama wilayah ini. Meskipun saat ini Pulau KSulawesi sudah terkoneksi melalui dua jalur utama, yaitu

jalur pantai barat-utara dan jalur tengah-selatan Pulau Sulawesi, namun belum didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai. Hampir 1/3 dari total panjang jalan di kedua jalur utama tersebut (terdiri atas jalan negara dan jalan provinsi) dalam kondisi rusak ringan. Sebagian besar jalan yang rusak tersebut berada di wilayah Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Kondisi jalan yang menghubungkan Sulawesi Tenggara dengan jalur Trans-Sulawesi juga masih jauh dari memadai. Kondisi ini kurang memberi dukungan terhadap keberadaan dua pelabuhan laut internasional di Pulau Sulawesi, yaitu Pelabuhan Bitung (Sulawesi Utara) yang berada di ujung utara Pulau Sulawesi dan Pelabuhan Makassar (Sulawesi Selatan) yang berada di ujung selatan Pulau Sulawesi. Sejumlah pelabuhan utama di Pulau Sulawesi mengalami inbalance cargo (volume bongkar lebih besar ketimbang volume muat) akibat kurangnya pasokan barang dari berbagai wilayah di Pulau Sulawesi (lihat analisis perhubusngan laut). Percepatan pembangunan jalur Trans-Sulawesi diyakini akan mendorong secara signifikan kemajuan pembangunan di Pulau Sulawesi.

Guna mengatasi berbagai kendala pembangunan infrastruktur jalan di Pulau Sulawesi, telah muncul berbagai inisiatif. Pada level Pulau Sulawesi, telah muncul inisiatif dari Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) untuk membentuk forum pembangunan infrastruktur Pulau Sulawesi (Celebes Infrastructure Forum/CIF) dengan tujuan untuk lebih mengintegrasikan dan mengkoneksikan pembangunan infrastruktur Pulau Sulawesi. Forum ini akan dilaksanakan mulai tahun 2013 dan direncanakan akan berlangsung secara berkala. Pada level provinsi dan kabupaten/kota, juga telah muncul berbagai inisiatif dan rencana pengembangan untuk infrastruktur jalan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Ketidakseimbangan antara kemampuan pemerintah dalam menyediakan dan memoblisasi anggaran dengan besarnya tanggung jawab dalam pengelolaan infrastruktur jalan menjadi masalah paling krusial di Pulau Sulawesi. Meskipun fenomena ini hampir terjadi di seluruh Indonesia, namun untuk konteks Pulau Sulawesi masalah ini perlu segera dicarikan solusi mengingat Pulau Sulawesi sedang mengalami pertumbuhan paling akseleratif. Sulit membayangkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi akan berlangsung secara persisten dan berkelanjutan di masa depan tanpa adanya peningkatan infrastruktur jalan secara paralel. Untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur jalan di Pulau Sulawesi dibutuhkan solusi komprehensif dan penanganan yang bersifat integratif, diantaranya:

Meskipun pemerintah daerah memiliki ruang fiskal yang relatif terbatas, pemerintah daerah tetap perlu mengupayakan peningkatan proporsi anggaran untuk pemeliharaan, peningkatan, dan pembangunan jalan. Rendahnya cakupan anggaran, masih tingginya proporsi jalan dalam kondisi rusak, pendeknya usia teknis jalan, menjadi argumentasi di balik usulan tersebut. Bersamaan dengan itu, masalah efisiensi dan efektifitas anggaran infrastruktur jalan juga perlu terus didorong. Anggaran yang relatif terbatas mengharuskan pemerintah daerah di Pulau Sulawesi untuk memastikan bahwa anggaran tersebut benar-benar dikelola secara efisien dan efektif. Membenahi mekanisme tendering, kontrak kerja, memperketat pengendalian dan pengawasan, audit konstruksi (engineering audit), meningkatkan kapasitas kontraktor lokal, merupakan sejumlah upaya yang dapat dilakukan.

Memperbaiki mekanisme pengalokasian anggaran untuk pengembangan infrastruktur jalan. Setiap provinsi dan kabupaten/kota perlu menentukan dan menetapkan secara cermat prioritas pembangunan jalan yang dianggap mendesak dan berdampak luas terhadap pengembangkan aktivitas ekonomi lokal. Sekali lagi, keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah mengharuskan pemerintah daerah untuk menyusun agenda prioritas secara ketat.

Trasfer f iskal dari pemerintah pusat untuk pemeliharaan jalan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tampaknya perlu dievaluasi. DAK, sebagai satu-satunya

sumber penerimaan pemerintah daerah dari pemerintah pusat untuk infrastruktur jalan, dianggap oleh pemerintah daerah, bukan hanya jumlahnya yang relatif kecil dan tidak sebanding dengan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola infrastruktur jalan, tetapi juga peruntukannya yang dianggap terlalu spesifik. Kondisi ini hampir tidak memberi ruang bagi pemerintah daerah, terutama level kabupaten/kota, untuk membangun jalan baru, yang sesungguhnya sangat diperlukan bagi Pulau Sulawesi. Dalam skim indikasi investasi MP3EI, Pulau Sulawesi yang berada pada Koridor IV membutuhkan sedikitnya Rp 130 triliun untuk pengembangan infrastruktur, termasuk Rp 6 triliun untuk infrastruktur jalan. Sebagian besar kebutuhan investasi untuk infrastruktur jalan tersebut diharapkan berasal dari BUMN dan sektor swasta karena pemerintah hanya sanggup menyediakan anggaran dengan proporsi yang relatif kecil. Tantangannya kemudian adalah bagaimana mendesain skema kerjasama kemitraan antara pemerintah, BUMN dan swasta yang lebih menarik dalam pembangunan infrastruktur jalan. Sebagai penyedia layanan infrastruktur jalan, pemerintah harus mampu mendorong dan menfasilitasi keterlibatan pihak BUMN dan swasta. Keterlibatan dimaksud tidak selalu dalam skema pembangunan jalan bebas hambatan (jalan tol), tetapi juga, misalnya, pembukaan akses jalan baru ke kawasan perkebunan dan pertambangan dimana para pengusaha punya kepentingan didalamnya.

Untuk menutup celah anggaran pengembangan infrastruktur jalan, pemerintah daerah tampaknya perlu mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif dalam

INFORMASI LEBIH LANJUT

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin dengan mengirimkan email kepada Dr. Agussalim melalui [email protected]

SUARA FORUM KTI

Development DiagnosticSulawesi

Pembangunan Infrastruktur Untuk Menjaga Momentum Dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi

Infrastruktur JalanBagian 1

bentuk pinjaman lunak (soft loan), hibah, dan lain-lain, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun dalam kaitan ini, pemerintah daerah, di satu sisi, tetap harus mempertimbangkan kapasitas fiskal yang dimilikinya, dan di

sisi lain, perlu lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan dan pemanfaatan pinjaman dan hibah.

Memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jalan dan jembatan. Terkait dengan pengembangan utilitas yang berpotensi merusak infrastruktur jalan, perlu dikembangkan mekanisme koordinasi secara horizontal antara Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga, Dinas Perhubungan, dan perusahaan penyedia utilitas (air bersih, telekomunikasi, dan listrik). Koordinasi secara vertikal antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pembiayaan, konektifitas jaringan jalan, pengintegrasian prioritas pembangunan dengan dukungan infrastruktur, dsb. juga perlu dilakukan. Mekanisme koordinasi harus dilakukan secara berkala dan lebih intens.

Melakukan pengawasan dan penegakan hukum, terutama untuk kendaraan berat dengan muatan lebih (overloading). Perlu segera diterapkan pengenaan sanksi yang lebih tegas terhadap kendaraan berat dengan muatan lebih, baik dalam bentuk denda yang lebih berat maupun pembongkaran muatan. Untuk mendukung penegakan hukum tersebut, diperluk an beberapa upaya, antara lain: mengembangkan sistem dan mekanisme pengawasan

terhadap operator jembatan timbang; dan membangun sarana dan prasarana penunjang jembatan timbang, terutama tempat bongkar bagi kendaraan dengan muatan lebih.

iii

INFORMASI LEBIH LANJUT

5 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 6 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

demikian belum terlihat bagaimana komisioning Bakun tahun 2011, yang berarti ketersediaan tambahan 2.400 MW listrik di Sarawak, akan memberikan surplus yang cukup besar untuk diserap oleh industri padat energi yang datang, akan dapat membawa kemajuan ekonomi, industrialisasi dan sebaliknya, di bagian utara Kalimantan.

Dengan cara yang sama, dimulainya proyek Purari yang berdekatan dengan Merauke, akan membawa lebih banyak aktivitas ekonomi di bagian selatan PNG. Seperti disebutkan sebelumnya, masalah utama pembangunan Kawasan Timur ASEAN dan kawasan timur Indonesia, adalah skala ekonomi. Pasar terlalu kecil untuk menopang kegiatan ekonomi jangka panjang. Pengembangan pembangkit listrik selalu terhambat oleh permintaan domestik yang sangat terbatas, karena sebagian besar pengguna rumah tanggahidup tersebar. Untuk mengembangkan proyek seperti Bakun memerlukan prasyarat pasar yang lebih besar, sehingga permintaan yang listrik menjadi lebih tinggi.

Dibandingkan dengan komoditas lain, listrik memiliki karakteristik tertentu yaitu diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang sama. Fakta bahwa PNG mampu mendapat keuntungan dengan menggabungkan pasar PNG dan pasar Queensland untuk mendukung pengembangan industri tenaga listrik, menimbulkan tantangan bagi Papua untuk menjadi kreatif dalam menemukan cara untuk memutus lingkaran setan dari fenomena 'ayam dan telur'. Pertanyaan bagi Papua adalah: apa yang harus dikembangkan terlebih dahulu. Apakah infrastruktur dasar termasuk listrik untuk menarik industri, atau kegiatan usaha untuk mendorong pembangunan infrastruktur dasar, termasuk listrik? Ekspor (atau pertukaran) listrik, mega proyek seperti Bakun di Bagian Utara Kalimantan, dan Purari melintasi perbatasan Papua, harus membawa kesadaran bagi mereka di Bagian Timur ASEAN, tentang pentingnya pertukaran energi sebagai efisien cara untuk menyediakan industri dengan sumber listrik yang dapat diandalkan. Di Pulau Kalimantan, pertukaran adalah hal yang mungkin dikerjakan, seperti yang telah terbukti saat ini, meskipun terbatas, antara Kalimantan dan Sarawak atau Sabah. Di masa depan, dengan perkembangan Koridor Kalimantan yang kaya batubara sebagai sumber energi fosil, pertukaran luas antara batubara berbasis dan air di K a l i m a n t a n j u g a d a p a t d i l a k u k a n . P e r l u u n t u k mempertimbangkan bagaiman aindustrialisasi kawasan timur ASEAN harus mengambil kemungkinan dan kesempatan ini.

Pada akhirnya, daya saing ASEAN, dalam jangka panjang, khususnya ketika ketersediaan tenaga kerja di wilayah tersebut telah habis, juga akan banyak bergantung pada ketersediaan sumber energi murah yang dapat diandalkan, seperti tenaga air, bagi industri ASEAN. Kehadiran mega proyek PLTA di bagian selatan Cina, di wilayah GMS, dan baru-baru ini di Sarawak, bukan tanpa perhitungan menyeluruh. Ini merupakan upaya untuk energi yang kompetitif, untuk industri yang juga kompetitif

Dengan demikian, adalah waktu yang tepat dan penting bagi ASEAN untuk segera menyusun daerah ke dalam platform umum yang memungkinkan untuk mengembangkan p e m a h a m a n d a e ra h d a l a m k e ra n g k a m e n d u k u n g pengembangan ASEAN sebagai satu kesatuan, kompetitif berbasis produksi dengan infrastruktur pendukung seperti konektivitas maritim dan bauran energi yang juga kompetitif (termasuk air dan batubara).

Tulisan ini merupakan ringkasan eksekutif dari laporan yang diterbitkan oleh:Centre of Policy Analysis and Development for Asia-Pacific and African Regions Policy Analysis and Development AgencyMinistry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia 2011Email: [email protected]

onektivtas Pulau Sulawesi melalui jalur darat menjadi kebutuhan utama wilayah ini. Meskipun saat ini Pulau KSulawesi sudah terkoneksi melalui dua jalur utama, yaitu

jalur pantai barat-utara dan jalur tengah-selatan Pulau Sulawesi, namun belum didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai. Hampir 1/3 dari total panjang jalan di kedua jalur utama tersebut (terdiri atas jalan negara dan jalan provinsi) dalam kondisi rusak ringan. Sebagian besar jalan yang rusak tersebut berada di wilayah Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara. Kondisi jalan yang menghubungkan Sulawesi Tenggara dengan jalur Trans-Sulawesi juga masih jauh dari memadai. Kondisi ini kurang memberi dukungan terhadap keberadaan dua pelabuhan laut internasional di Pulau Sulawesi, yaitu Pelabuhan Bitung (Sulawesi Utara) yang berada di ujung utara Pulau Sulawesi dan Pelabuhan Makassar (Sulawesi Selatan) yang berada di ujung selatan Pulau Sulawesi. Sejumlah pelabuhan utama di Pulau Sulawesi mengalami inbalance cargo (volume bongkar lebih besar ketimbang volume muat) akibat kurangnya pasokan barang dari berbagai wilayah di Pulau Sulawesi (lihat analisis perhubusngan laut). Percepatan pembangunan jalur Trans-Sulawesi diyakini akan mendorong secara signifikan kemajuan pembangunan di Pulau Sulawesi.

Guna mengatasi berbagai kendala pembangunan infrastruktur jalan di Pulau Sulawesi, telah muncul berbagai inisiatif. Pada level Pulau Sulawesi, telah muncul inisiatif dari Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) untuk membentuk forum pembangunan infrastruktur Pulau Sulawesi (Celebes Infrastructure Forum/CIF) dengan tujuan untuk lebih mengintegrasikan dan mengkoneksikan pembangunan infrastruktur Pulau Sulawesi. Forum ini akan dilaksanakan mulai tahun 2013 dan direncanakan akan berlangsung secara berkala. Pada level provinsi dan kabupaten/kota, juga telah muncul berbagai inisiatif dan rencana pengembangan untuk infrastruktur jalan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Ketidakseimbangan antara kemampuan pemerintah dalam menyediakan dan memoblisasi anggaran dengan besarnya tanggung jawab dalam pengelolaan infrastruktur jalan menjadi masalah paling krusial di Pulau Sulawesi. Meskipun fenomena ini hampir terjadi di seluruh Indonesia, namun untuk konteks Pulau Sulawesi masalah ini perlu segera dicarikan solusi mengingat Pulau Sulawesi sedang mengalami pertumbuhan paling akseleratif. Sulit membayangkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi akan berlangsung secara persisten dan berkelanjutan di masa depan tanpa adanya peningkatan infrastruktur jalan secara paralel. Untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur jalan di Pulau Sulawesi dibutuhkan solusi komprehensif dan penanganan yang bersifat integratif, diantaranya:

Meskipun pemerintah daerah memiliki ruang fiskal yang relatif terbatas, pemerintah daerah tetap perlu mengupayakan peningkatan proporsi anggaran untuk pemeliharaan, peningkatan, dan pembangunan jalan. Rendahnya cakupan anggaran, masih tingginya proporsi jalan dalam kondisi rusak, pendeknya usia teknis jalan, menjadi argumentasi di balik usulan tersebut. Bersamaan dengan itu, masalah efisiensi dan efektifitas anggaran infrastruktur jalan juga perlu terus didorong. Anggaran yang relatif terbatas mengharuskan pemerintah daerah di Pulau Sulawesi untuk memastikan bahwa anggaran tersebut benar-benar dikelola secara efisien dan efektif. Membenahi mekanisme tendering, kontrak kerja, memperketat pengendalian dan pengawasan, audit konstruksi (engineering audit), meningkatkan kapasitas kontraktor lokal, merupakan sejumlah upaya yang dapat dilakukan.

Memperbaiki mekanisme pengalokasian anggaran untuk pengembangan infrastruktur jalan. Setiap provinsi dan kabupaten/kota perlu menentukan dan menetapkan secara cermat prioritas pembangunan jalan yang dianggap mendesak dan berdampak luas terhadap pengembangkan aktivitas ekonomi lokal. Sekali lagi, keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah mengharuskan pemerintah daerah untuk menyusun agenda prioritas secara ketat.

Trasfer f iskal dari pemerintah pusat untuk pemeliharaan jalan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tampaknya perlu dievaluasi. DAK, sebagai satu-satunya

sumber penerimaan pemerintah daerah dari pemerintah pusat untuk infrastruktur jalan, dianggap oleh pemerintah daerah, bukan hanya jumlahnya yang relatif kecil dan tidak sebanding dengan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola infrastruktur jalan, tetapi juga peruntukannya yang dianggap terlalu spesifik. Kondisi ini hampir tidak memberi ruang bagi pemerintah daerah, terutama level kabupaten/kota, untuk membangun jalan baru, yang sesungguhnya sangat diperlukan bagi Pulau Sulawesi. Dalam skim indikasi investasi MP3EI, Pulau Sulawesi yang berada pada Koridor IV membutuhkan sedikitnya Rp 130 triliun untuk pengembangan infrastruktur, termasuk Rp 6 triliun untuk infrastruktur jalan. Sebagian besar kebutuhan investasi untuk infrastruktur jalan tersebut diharapkan berasal dari BUMN dan sektor swasta karena pemerintah hanya sanggup menyediakan anggaran dengan proporsi yang relatif kecil. Tantangannya kemudian adalah bagaimana mendesain skema kerjasama kemitraan antara pemerintah, BUMN dan swasta yang lebih menarik dalam pembangunan infrastruktur jalan. Sebagai penyedia layanan infrastruktur jalan, pemerintah harus mampu mendorong dan menfasilitasi keterlibatan pihak BUMN dan swasta. Keterlibatan dimaksud tidak selalu dalam skema pembangunan jalan bebas hambatan (jalan tol), tetapi juga, misalnya, pembukaan akses jalan baru ke kawasan perkebunan dan pertambangan dimana para pengusaha punya kepentingan didalamnya.

Untuk menutup celah anggaran pengembangan infrastruktur jalan, pemerintah daerah tampaknya perlu mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif dalam

INFORMASI LEBIH LANJUT

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin dengan mengirimkan email kepada Dr. Agussalim melalui [email protected]

SUARA FORUM KTI

Development DiagnosticSulawesi

Pembangunan Infrastruktur Untuk Menjaga Momentum Dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi

Infrastruktur JalanBagian 1

bentuk pinjaman lunak (soft loan), hibah, dan lain-lain, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun dalam kaitan ini, pemerintah daerah, di satu sisi, tetap harus mempertimbangkan kapasitas fiskal yang dimilikinya, dan di

sisi lain, perlu lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan dan pemanfaatan pinjaman dan hibah.

Memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jalan dan jembatan. Terkait dengan pengembangan utilitas yang berpotensi merusak infrastruktur jalan, perlu dikembangkan mekanisme koordinasi secara horizontal antara Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga, Dinas Perhubungan, dan perusahaan penyedia utilitas (air bersih, telekomunikasi, dan listrik). Koordinasi secara vertikal antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pembiayaan, konektifitas jaringan jalan, pengintegrasian prioritas pembangunan dengan dukungan infrastruktur, dsb. juga perlu dilakukan. Mekanisme koordinasi harus dilakukan secara berkala dan lebih intens.

Melakukan pengawasan dan penegakan hukum, terutama untuk kendaraan berat dengan muatan lebih (overloading). Perlu segera diterapkan pengenaan sanksi yang lebih tegas terhadap kendaraan berat dengan muatan lebih, baik dalam bentuk denda yang lebih berat maupun pembongkaran muatan. Untuk mendukung penegakan hukum tersebut, diperluk an beberapa upaya, antara lain: mengembangkan sistem dan mekanisme pengawasan

terhadap operator jembatan timbang; dan membangun sarana dan prasarana penunjang jembatan timbang, terutama tempat bongkar bagi kendaraan dengan muatan lebih.

iii

INFORMASI LEBIH LANJUT

7 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 8 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

SUARA FORUM KTI

khir Juli tahun lalu, Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, menunjuk Presiden ASBY menjadi salah satu dari tiga ketua Panel Tingkat

Tinggi PBB yang bertugas merumuskan tujuan pembangunan global yang baru. Dua ketua lainnya adalah PM Inggris, David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf.

Mereka memimpin panel beranggotakan 26 tokoh dunia dengan tugas merekomendasikan visi pembangunan baru menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) setelah tahun 2015. Tak semua negara mudah memenuhi MDG, yang sasarannya, antara lain menghapus kemiskinan menjadi sekurangnya separuh dari angka tahun 1990, pendidikan dasar bagi semua, memerangi penyakit dan memelihara lingkungan.

Untuk kemiskinan, misalnya, Indonesia mematok angka kemiskinan menjadi 8 -10 persen (meski, seharusnya 7,5 persen) pada tahun 2015. Sebuah ambisi yang cukup besar mengingat persentase kemiskinan saat ini masih berkisar pada angka 12. Namun, meski banyak yang ragu, Presiden SBY merasa yakin bahwa sisa waktu tiga tahun cukup untuk mencapai sasaran yang dipatok. Kita berharap, bahwa keyakinan presiden yang bisa dianggap sebagai janji itu, menjadi sebuah realita. Beberapa capaian mancanegara, bisa menjadi pembelajaran. Termasuk, belajar dari tekad Kota Palu untuk memerangi kemiskinan dengan target waktu yang sama.

Belajar dari MancanegaraPembelajaran pertama dari Brasilia. Sewaktu dilantik

sebagai Presiden Brasilia pada masa jabatannya yang kedua, Lula da Silva berjanji, “Pada akhir masa jabatan saya, setiap warga Brasilia (bakal) memperoleh makan pagi, siang dan malam secara berkecukupan“. Janji tersebut, bisa dibuktikan sebelum masa jabatan keduanya berakhir. Bahkan, studi tentang Who's Really Fighting Hunger? (2009) dari lembaga independen bernama ActionAid di 29 negara berkembang, menempatkan Brasilia pada peringkat teratas, disusul oleh China, Ghana dan Vietnam.

Brasilia unggul karena memiliki persentase balita bergizi buruk yang relatif rendah, yaitu di bawah 5 persen. Negeri Samba ini juga menempati peringkat pertama terkait indikator sosial, yaitu pangan untuk anak, gratis makanan di sekolah, upah minimum yang relatif tinggi, kecukupan nutrisi bagi ibu serta dana pensiun yang memadai.

Studi ActionAid itu, juga berisi analisis lengkap tentang „Bolsa Família“, sebuah program lainnya yang disebut sebagai program distribusi pendapatan terkomplit di dunia. Pada tahun 2008, misalnya, sekitar 47 juta (atau 25 persen) warga Brasilia menikmati program ini. Jumlah tersebut, terus meningkat menjadi 55 juta jiwa (2009) dan 65 juta jiwa (2011). Dampaknya, terjadi penurunan kesenjangan sebesar 4,6 persen.

Satu lagi, yang bisa menjadi pembelajaran dari mancanegara bagi kita, berasal dari India. Pada Pemilu 2009, Partai Kongres India memenangkan suara terbanyak berkat sebuah program jaminan pekerjaan bagi kelompok miskin pedesaan. Program yang dimulai pada tahun 2005 dengan nama National Rural Employment Guarantee Act 2005 (NREGA) ini, memberikan jaminan pekerjaan kepada semua rumah tangga di daerah pedesaan selama 100 hari per tahun.

NREGA berangkat dari tingginya kemauan politik pemerintah berupa jaminan hukum serta didasari pada kebutuhan riil masyarakat. Panchayat, lembaga pedesaan yang anggotanya dipilih secara demokratis mengembangkan kerangka pengadaan kerja sehingga dananya tidak jatuh ke tangan pengusaha. Gaji pun diberikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan rata-rata tingkat gaji di pasar tenaga kerja.

Dampak positifnya, antara lain, adalah perbaikan mendasar infrastruktur perdesaan dan berkurangnya arus urbanisasi. Sebagai salah satu contoh keberhasilan, di Negara Bagian Bihar, NREG berhasil memobilisasi sekitar 44 persen (3 juta jiwa) penduduk termiskinnya yang berasal dari 7.500 desa untuk menanam lebih dari satu milyar pohon dalam waktu tiga tahun. Sebuah pencapaian puncak yang menjadi rekor dunia. Program Bantuan Langsung Tunai bersyarat (PKH), yang kini digencarkan pemerintah, memiliki kemiripan dengan Bolsa Familia.

Palu 2015: Zero PovertySelain contoh dari mancanegara, sebenarnya Indonesia

juga memiliki beberapa pemimpin dan program yang menjanjikan. Salah satu contoh dari dalam negeri yang memiliki ambisi tinggi sekaligus realistis dan didukung oleh kemauan politik, berasal dari Palu. Saat ini, dengan jumlah penduduk miskin sekitar 9-10 persen, Kota Palu termasuk kota yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional yang berkisar pada angka 12 persen. Walikota Palu, Rusdi Mastura, sedang berupaya keras untuk meminimalisasi angka kemiskinan di kotanya, lewat program “Palu 2015: Zero Poverty“. Program ini,

telah dideklarasikan pada hari Senin, 24 September 2012 di hadapan pemangku kepentingan, oleh Walikota Palu.

Dengan jumlah orang miskin kurang dari 35 ribu jiwa, program ini di satu sisi, bertujuan meningkatkan kesejahteraan bagi semua warga miskin Kota Palu menjadi warga yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Pekerjaan yang diberikan, disesuaikan dengan kebutuhan mendesak Kota Palu serta disesuaikan dengan latarbelakang keterampilan, kultural dan matapencaharian warga miskin.

Dengan demikian, di sisi lain, program yang bersifat cash for work - berupa pekerjaan bagi warga miskin sebanyak 100 hari kerja per tahun selama tiga tahun (2013-2015) - ini, sekaligus memberikan manfaat bagi Kota Palu berupa perbaikan berbagai kondisi fisik, seperti infrastruktur dasar, taman, penanggulangan sampah, air, sanitasi, lingkungan hidup dan perumahan serta, yang tak kalah penting, perubahan mindset masyarakat Kota Palu dalam memelihara kotanya sebagai dampak dari rasa kepemilikan (ownership).

Keterlibatan, pemerintah (kota, provinsi, pusat), masyarakat sipil, warga non-miskin, organisasi profesi, swasta, dan lembaga donor nasional/internasional, adalah sebuah keniscayaan dalam membangun rasa kepemilikan tersebut. Hasil studi ini telah menjadi acuan bagi road-map (peta jalan) dan implementasi program “Palu 2015: Zero Poverty”.

Pada akhir tahun ketiga, program ini mencanangkan pendeklarasian Palu yang bebas kemiskinan pada Hari Pemberantasan Kemiskinan Global, 27 Oktober 2015, bersamaan dengan berakhirnya Program MDGs global. Pada saat itu, boleh jadi, hanya Palu satu-satunya kota di Indonesia, bahkan di dunia yang penduduknya terbebas dari kemiskinan. Dampaknya, seluruh mata dunia akan tertuju ke Palu, sehingga menimbulkan efek bola salju yang menggulirkan program-program serupa di Indonesia dan mancanegara.

Semoga pada saat bersamaan, janji SBY yang ketika itu telah menjadi mantan presiden terkait pencapaian MDGs, juga telah terpenuhi. Sehingga, Palu dan Indonesia pun bisa menjadi acuan pembelajaran bagi dunia.

Penulis adalah Anggota Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia.Tulisan ini juga dimuat di Harian Palu Express pada Selasa, 23 Juli 2013

ZERO POVERTY

Pencapaian MDGs 2015

OLEH IVAN A. HADAR

INFO PELUANG

INFORMASI LEBIH LANJUT

The Global Undergraduate Exchange Program (also known as the Global UGRAD Program) provides one semester and academic year scholarships to outstanding undergraduate students from underrepresented sectors in East Asia, Eurasia and Central Asia, the Near East and South Asia and the Western Hemisphere for non-degree full-time study combined with community service, internships and cultural enrichment.

PROGRAM LENGTHOne semester and academic year scholarships

ELIGIBILITYEligible Students Must:

Be from a participating country. Participating countries include: Burma, Cambodia, Chile, Costa Rica, Dominican Republic, El Salvador, Guatemala, Haiti, Honduras, Indonesia, Laos, Malysia, Mongolia, Nicaragua, Panama, Peru, Philippines, South Korea, Thailand, Venezuela, and Vietnam.Be enrolled an undergraduate program as a student in good standing; andNot be enrolled in final year of studies during time of application.

APPLICATION DEADLINENovember 1, 2013

Please submit your applications and supporting documentation in HARD COPY to the

American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF)

CIMB Niaga Plaza, 3rd floorJl. Jend. Sudirman Kav. 25

Jakarta 12920

2014 GLOBAL UNDERGRADUATE EXCHANGE PROGRAM(GLOBAL UGRAD)

7 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 8 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

SUARA FORUM KTI

khir Juli tahun lalu, Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, menunjuk Presiden ASBY menjadi salah satu dari tiga ketua Panel Tingkat

Tinggi PBB yang bertugas merumuskan tujuan pembangunan global yang baru. Dua ketua lainnya adalah PM Inggris, David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf.

Mereka memimpin panel beranggotakan 26 tokoh dunia dengan tugas merekomendasikan visi pembangunan baru menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) setelah tahun 2015. Tak semua negara mudah memenuhi MDG, yang sasarannya, antara lain menghapus kemiskinan menjadi sekurangnya separuh dari angka tahun 1990, pendidikan dasar bagi semua, memerangi penyakit dan memelihara lingkungan.

Untuk kemiskinan, misalnya, Indonesia mematok angka kemiskinan menjadi 8 -10 persen (meski, seharusnya 7,5 persen) pada tahun 2015. Sebuah ambisi yang cukup besar mengingat persentase kemiskinan saat ini masih berkisar pada angka 12. Namun, meski banyak yang ragu, Presiden SBY merasa yakin bahwa sisa waktu tiga tahun cukup untuk mencapai sasaran yang dipatok. Kita berharap, bahwa keyakinan presiden yang bisa dianggap sebagai janji itu, menjadi sebuah realita. Beberapa capaian mancanegara, bisa menjadi pembelajaran. Termasuk, belajar dari tekad Kota Palu untuk memerangi kemiskinan dengan target waktu yang sama.

Belajar dari MancanegaraPembelajaran pertama dari Brasilia. Sewaktu dilantik

sebagai Presiden Brasilia pada masa jabatannya yang kedua, Lula da Silva berjanji, “Pada akhir masa jabatan saya, setiap warga Brasilia (bakal) memperoleh makan pagi, siang dan malam secara berkecukupan“. Janji tersebut, bisa dibuktikan sebelum masa jabatan keduanya berakhir. Bahkan, studi tentang Who's Really Fighting Hunger? (2009) dari lembaga independen bernama ActionAid di 29 negara berkembang, menempatkan Brasilia pada peringkat teratas, disusul oleh China, Ghana dan Vietnam.

Brasilia unggul karena memiliki persentase balita bergizi buruk yang relatif rendah, yaitu di bawah 5 persen. Negeri Samba ini juga menempati peringkat pertama terkait indikator sosial, yaitu pangan untuk anak, gratis makanan di sekolah, upah minimum yang relatif tinggi, kecukupan nutrisi bagi ibu serta dana pensiun yang memadai.

Studi ActionAid itu, juga berisi analisis lengkap tentang „Bolsa Família“, sebuah program lainnya yang disebut sebagai program distribusi pendapatan terkomplit di dunia. Pada tahun 2008, misalnya, sekitar 47 juta (atau 25 persen) warga Brasilia menikmati program ini. Jumlah tersebut, terus meningkat menjadi 55 juta jiwa (2009) dan 65 juta jiwa (2011). Dampaknya, terjadi penurunan kesenjangan sebesar 4,6 persen.

Satu lagi, yang bisa menjadi pembelajaran dari mancanegara bagi kita, berasal dari India. Pada Pemilu 2009, Partai Kongres India memenangkan suara terbanyak berkat sebuah program jaminan pekerjaan bagi kelompok miskin pedesaan. Program yang dimulai pada tahun 2005 dengan nama National Rural Employment Guarantee Act 2005 (NREGA) ini, memberikan jaminan pekerjaan kepada semua rumah tangga di daerah pedesaan selama 100 hari per tahun.

NREGA berangkat dari tingginya kemauan politik pemerintah berupa jaminan hukum serta didasari pada kebutuhan riil masyarakat. Panchayat, lembaga pedesaan yang anggotanya dipilih secara demokratis mengembangkan kerangka pengadaan kerja sehingga dananya tidak jatuh ke tangan pengusaha. Gaji pun diberikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan rata-rata tingkat gaji di pasar tenaga kerja.

Dampak positifnya, antara lain, adalah perbaikan mendasar infrastruktur perdesaan dan berkurangnya arus urbanisasi. Sebagai salah satu contoh keberhasilan, di Negara Bagian Bihar, NREG berhasil memobilisasi sekitar 44 persen (3 juta jiwa) penduduk termiskinnya yang berasal dari 7.500 desa untuk menanam lebih dari satu milyar pohon dalam waktu tiga tahun. Sebuah pencapaian puncak yang menjadi rekor dunia. Program Bantuan Langsung Tunai bersyarat (PKH), yang kini digencarkan pemerintah, memiliki kemiripan dengan Bolsa Familia.

Palu 2015: Zero PovertySelain contoh dari mancanegara, sebenarnya Indonesia

juga memiliki beberapa pemimpin dan program yang menjanjikan. Salah satu contoh dari dalam negeri yang memiliki ambisi tinggi sekaligus realistis dan didukung oleh kemauan politik, berasal dari Palu. Saat ini, dengan jumlah penduduk miskin sekitar 9-10 persen, Kota Palu termasuk kota yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional yang berkisar pada angka 12 persen. Walikota Palu, Rusdi Mastura, sedang berupaya keras untuk meminimalisasi angka kemiskinan di kotanya, lewat program “Palu 2015: Zero Poverty“. Program ini,

telah dideklarasikan pada hari Senin, 24 September 2012 di hadapan pemangku kepentingan, oleh Walikota Palu.

Dengan jumlah orang miskin kurang dari 35 ribu jiwa, program ini di satu sisi, bertujuan meningkatkan kesejahteraan bagi semua warga miskin Kota Palu menjadi warga yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Pekerjaan yang diberikan, disesuaikan dengan kebutuhan mendesak Kota Palu serta disesuaikan dengan latarbelakang keterampilan, kultural dan matapencaharian warga miskin.

Dengan demikian, di sisi lain, program yang bersifat cash for work - berupa pekerjaan bagi warga miskin sebanyak 100 hari kerja per tahun selama tiga tahun (2013-2015) - ini, sekaligus memberikan manfaat bagi Kota Palu berupa perbaikan berbagai kondisi fisik, seperti infrastruktur dasar, taman, penanggulangan sampah, air, sanitasi, lingkungan hidup dan perumahan serta, yang tak kalah penting, perubahan mindset masyarakat Kota Palu dalam memelihara kotanya sebagai dampak dari rasa kepemilikan (ownership).

Keterlibatan, pemerintah (kota, provinsi, pusat), masyarakat sipil, warga non-miskin, organisasi profesi, swasta, dan lembaga donor nasional/internasional, adalah sebuah keniscayaan dalam membangun rasa kepemilikan tersebut. Hasil studi ini telah menjadi acuan bagi road-map (peta jalan) dan implementasi program “Palu 2015: Zero Poverty”.

Pada akhir tahun ketiga, program ini mencanangkan pendeklarasian Palu yang bebas kemiskinan pada Hari Pemberantasan Kemiskinan Global, 27 Oktober 2015, bersamaan dengan berakhirnya Program MDGs global. Pada saat itu, boleh jadi, hanya Palu satu-satunya kota di Indonesia, bahkan di dunia yang penduduknya terbebas dari kemiskinan. Dampaknya, seluruh mata dunia akan tertuju ke Palu, sehingga menimbulkan efek bola salju yang menggulirkan program-program serupa di Indonesia dan mancanegara.

Semoga pada saat bersamaan, janji SBY yang ketika itu telah menjadi mantan presiden terkait pencapaian MDGs, juga telah terpenuhi. Sehingga, Palu dan Indonesia pun bisa menjadi acuan pembelajaran bagi dunia.

Penulis adalah Anggota Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia.Tulisan ini juga dimuat di Harian Palu Express pada Selasa, 23 Juli 2013

ZERO POVERTY

Pencapaian MDGs 2015

OLEH IVAN A. HADAR

INFO PELUANG

INFORMASI LEBIH LANJUT

The Global Undergraduate Exchange Program (also known as the Global UGRAD Program) provides one semester and academic year scholarships to outstanding undergraduate students from underrepresented sectors in East Asia, Eurasia and Central Asia, the Near East and South Asia and the Western Hemisphere for non-degree full-time study combined with community service, internships and cultural enrichment.

PROGRAM LENGTHOne semester and academic year scholarships

ELIGIBILITYEligible Students Must:

Be from a participating country. Participating countries include: Burma, Cambodia, Chile, Costa Rica, Dominican Republic, El Salvador, Guatemala, Haiti, Honduras, Indonesia, Laos, Malysia, Mongolia, Nicaragua, Panama, Peru, Philippines, South Korea, Thailand, Venezuela, and Vietnam.Be enrolled an undergraduate program as a student in good standing; andNot be enrolled in final year of studies during time of application.

APPLICATION DEADLINENovember 1, 2013

Please submit your applications and supporting documentation in HARD COPY to the

American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF)

CIMB Niaga Plaza, 3rd floorJl. Jend. Sudirman Kav. 25

Jakarta 12920

2014 GLOBAL UNDERGRADUATE EXCHANGE PROGRAM(GLOBAL UGRAD)

9 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 10 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

Penulis adalah Project Officer LISTEN dan EI CAN Oxfam UKInformasi lebih lanjut mengenai ASMARA Digital dapat diperoleh dengan menghubungi Anna melalui email [email protected]

bu Gernelia Ndoki atau kerap disapa Mama La adalah anggota dari salah satu kelompok perempuan yang menjadi bagian dari program Dering Perubahan. CIS Timor dengan I

dukungan Oxfam dan Nokia saat ini bekerja di 10 desa di 4 kabupaten di wilayah pulau Timor Barat. Program Dering Perubahan ini merupakan elemen baru dalam proyek Local Initiative to Strengthen and Empower Women (LISTEN) yang dikembangkan di NTT oleh Oxfam. LISTEN adalah sebuah inisiatif lokal untuk memperkuat dan memberdayakan dan mempromosikan kemampuan perempuan serta aliansi masyarakat sipil untuk mempengaruhi pengambil kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan publik baik di tingkat desa maupun kabupaten guna membangun kedayatahanan di NTT. Kelompok yang mereka namakan Perempuan Peduli Anggaran (Pelindung) dengan kegiatan utama mereka Sekolah Anggaran Perempuan ini merupakan upaya untuk menciptakan peluang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan akses yang lebih baik dan lebih mudah pada ruang-ruang publik.

Mendigitalkan Aspirasi MasyarakatMekanisme komunikasi yang disebut

“ASMARA Digital” ini dimaksud sebagai sarana bagi masyarakat, khususnya perempuan, di desa untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan secara langsung kepada para pengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena seringkali terjadi perempuan dan lainnya dari rumah tangga termarjinal tidak dapat menghadiri p e r t e m u a n M u s r e n b a n g k a r e n a ketidakcocokan waktu dan kekurangan informasi. Akibatnya, partisipasi menjadi terbatas dan aspirasi perempuan kurang terakomodasi da lam perencanaan pembangunan serta akses perempuan dan rumah tangga marjinal atas anggaran desa menjadi terbatas. Menyadari hal itu dirasa perlu untuk menemukan solusi kreatif sehingga hambatan dalam perencanaan pembangunan ini dapat diatasi. Gagasan kreatif tersebut berupa pemanfaatan teknologi telepon genggam untuk memfasilitasi komunikasi dalam proses pengumpulan aspirasi warga.

Asmara Digital yang merupakan inisiatif kolaboratif antara Oxfam dan Nokia ini bertujuan untuk mengembangkan model implementasi teknologi komunikasi khususnya telepon genggam dalam membantu kelompok perempuan dan rumah tangga marjinal menyampaikan aspirasi, rencana, serta

m e n g i k u t s e r t a k a n ny a d a l a m p ro s e s p e re n c a n a a n pembangunan di tingkat lokal. Kegiatan ini dimulai pada 2012 dan akan berlangsung hingga 2014 yang dilaksanakan oleh CIS Timor selaku mitra Oxfam. Inisiatif ini diwujudnyatakan melalui pemberian hibah 400 unit telepon genggam kepada 10 kelompok perempuan yang berada di 10 desa di kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Belu dan

16 desa lainnya di pulau Timor Barat. Pada saat peluncuran ASMARA Digital

telah disimulasikan pula sistem komunikasi melalui SMS. Dalam kurun waktu 1 jam sekitar 100 SMS membanjiri pusat komunikasi CIS Timor yang menjadi pusat komunikasi. Beberapa diantara SMS tersebut berbunyi, ”Angka kematian ibu dan anak di desa kami tinggi, PEMDA harus fokus pada bidang kesehatan ibu dan anak. Kami perlu dukungan Jamkesda, Jamkesmas dan ambulance desa”. SMS ini berasal dari Desa Oebelo. Bunyi SMS lain yang bersal dari desa Oefafi, “Kami perlu air bersih untuk ibu-ibu rumah tangga. Perlu sarana jalan dan jembatan di Dusun 1“. SMS dari Kelurahan Merdeka bicara tentang gagal panen, “Gagal panen karena cuaca buruk menimpa 20 RT di desa kami dan kami perlu dukungan PEMDA“.

Tanggapan langsung diberikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kupang, Bapak

Hendrik Paut. Beliau mengatakan bahwa Pemkab melalui program bidang kesehatan dan dalam mendukung revolusi kesehatan ibu dan anak (KIA) tahun 2014 akan fokus pada p e n i n g k a t a n p e l a y a n a n l a n g s u n g d i Pu s k e s m a s , Pustu/Posyandu khususnya desa siaga. Juga akan segera dikordinasikan dan ditindaklanjuti kepada aparat yang bersangkutan agar gagal panen di kelurahan Merdeka bisa segera teratasi.

Perangkat ASMARA DigitalDi masa depan, ASMARA Digital diharapkan menjadi

mekanisme untuk mendigitalkan proses konsultasi selama Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG). Pada cara konvensional, perempuan dan laki-laki diminta untuk hadir secara fisik dalam pertemuan. Hal ini sangat tidak praktis dan memakan waktu. Melalui mekanisme Musrenbang Digital nantinya, perempuan dan rumah tangga marjinal hanya perlu mengirim aspirasi mereka melalui telepon genggam. Pesan atau aspirasi itu kemudian akan langsung diserahkan ke Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan salinan pesan tersebut akan dikirim ke CIS Timor. Melalui cara ini, aspirasi akan menjangkau langsung pengambil keputusan. Selain itu, salinan pesan yang disampaikan ke CIS Timor akan digunakan untuk memantau tidak lanjut terhadap aspirasi mereka.

ASMARA Digital terdiri atas tiga komponen utama. Pertama; telepon genggam sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi perempuan dan rumah tangga marjinal sehingga dapat diterima oleh perencana pembangunan di Kabupaten. Kedua; jaringan penghubung, yaitu perangkat penerima aspirasi yang dikelola oleh CIS TIMOR. CIS TIMOR mengelola perangkat ini sehingga dapat mengkompilasi masukan aspirasi dari perempuan dan rumah tangga marjinal kepada BAPPEDA. Perangkat terakhir adalah jaringan penerima. Jaringan Penerima adalah telepon genggam yang berfungsi sebagai pengumpul aspirasi yang disampaikan oleh kelompok perempuan dan rumah tangga marjinal. Jaringan penerima ini berada di BAPPEDA.

Inovasi untuk PerubahanProgram ASMARA Digital ini merupakan model yang

sementara dikembangkan di Kabupaten Kupang terutama pada desa dampingan CIS Timor yang memiliki kelompok perempuan peduli anggaran (Pelindung). Inovasi ini dikembangkan untuk membantu menyuarakan aspirasi kaum perempuan dan rumah tangga rentan dengan meningkatkan kemampuan mereka

dalam perencanaan dan penganggaran. Kelemahan dan keunggulan sistem ini akan dievaluasi dan selanjutnya diterapkan di kabupaten lainnya.

Bapak Hendrik Paut selaku Sekretaris Daerah Kupang menyatakan dukungannya dan berjanji akan membentuk unit khusus di BAPPEDA NTT untuk mencatat sebaik-baiknya usulan perempuan dan masyarakat desa agar bisa ditanggapi dan disandingkan dengan data dan informasi dari MUSRENBANG dan Jaring Asmara DPRD sehingga makin akurat dan efektif. Beliau menambahkan pula bahwa program ASMARA Digital ini membantu pemerintah dalam menghimpun aspirasi, informasi dan keluhan dari kaum perempuan terkait proses dan hasil pembangunan di Kabupaten Kupang.

Oxfam sendiri yang merupakan sebuah konfederasi internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di 92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan dan membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan akan terus mendukung ide-ide dan upaya-upaya yang mendorong perubahan lebih baik terutama bagi kaum perempuan sehingga dapat berperan aktif disetiap rencana dan proses pembangunan.

ASMARA DIGITAL Teknologi

untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan

OLEH NI NYOMAN ANNA MARTHANTI

“Baru-baru ini ada masalah dengan

tanaman beta, belalang ada makan jagung-

jagung di kebun. Beta kasi kabar ke CIS Timor

lewat SMS, dorang balas dengan kasi beta

solusi”. Gernelia Ndoki, desa Raknamo,

Kab. Kupang, NTT

INFORMASI LEBIH LANJUT

9 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 10 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

Penulis adalah Project Officer LISTEN dan EI CAN Oxfam UKInformasi lebih lanjut mengenai ASMARA Digital dapat diperoleh dengan menghubungi Anna melalui email [email protected]

bu Gernelia Ndoki atau kerap disapa Mama La adalah anggota dari salah satu kelompok perempuan yang menjadi bagian dari program Dering Perubahan. CIS Timor dengan I

dukungan Oxfam dan Nokia saat ini bekerja di 10 desa di 4 kabupaten di wilayah pulau Timor Barat. Program Dering Perubahan ini merupakan elemen baru dalam proyek Local Initiative to Strengthen and Empower Women (LISTEN) yang dikembangkan di NTT oleh Oxfam. LISTEN adalah sebuah inisiatif lokal untuk memperkuat dan memberdayakan dan mempromosikan kemampuan perempuan serta aliansi masyarakat sipil untuk mempengaruhi pengambil kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan publik baik di tingkat desa maupun kabupaten guna membangun kedayatahanan di NTT. Kelompok yang mereka namakan Perempuan Peduli Anggaran (Pelindung) dengan kegiatan utama mereka Sekolah Anggaran Perempuan ini merupakan upaya untuk menciptakan peluang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan akses yang lebih baik dan lebih mudah pada ruang-ruang publik.

Mendigitalkan Aspirasi MasyarakatMekanisme komunikasi yang disebut

“ASMARA Digital” ini dimaksud sebagai sarana bagi masyarakat, khususnya perempuan, di desa untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan secara langsung kepada para pengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena seringkali terjadi perempuan dan lainnya dari rumah tangga termarjinal tidak dapat menghadiri p e r t e m u a n M u s r e n b a n g k a r e n a ketidakcocokan waktu dan kekurangan informasi. Akibatnya, partisipasi menjadi terbatas dan aspirasi perempuan kurang terakomodasi da lam perencanaan pembangunan serta akses perempuan dan rumah tangga marjinal atas anggaran desa menjadi terbatas. Menyadari hal itu dirasa perlu untuk menemukan solusi kreatif sehingga hambatan dalam perencanaan pembangunan ini dapat diatasi. Gagasan kreatif tersebut berupa pemanfaatan teknologi telepon genggam untuk memfasilitasi komunikasi dalam proses pengumpulan aspirasi warga.

Asmara Digital yang merupakan inisiatif kolaboratif antara Oxfam dan Nokia ini bertujuan untuk mengembangkan model implementasi teknologi komunikasi khususnya telepon genggam dalam membantu kelompok perempuan dan rumah tangga marjinal menyampaikan aspirasi, rencana, serta

m e n g i k u t s e r t a k a n ny a d a l a m p ro s e s p e re n c a n a a n pembangunan di tingkat lokal. Kegiatan ini dimulai pada 2012 dan akan berlangsung hingga 2014 yang dilaksanakan oleh CIS Timor selaku mitra Oxfam. Inisiatif ini diwujudnyatakan melalui pemberian hibah 400 unit telepon genggam kepada 10 kelompok perempuan yang berada di 10 desa di kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Belu dan

16 desa lainnya di pulau Timor Barat. Pada saat peluncuran ASMARA Digital

telah disimulasikan pula sistem komunikasi melalui SMS. Dalam kurun waktu 1 jam sekitar 100 SMS membanjiri pusat komunikasi CIS Timor yang menjadi pusat komunikasi. Beberapa diantara SMS tersebut berbunyi, ”Angka kematian ibu dan anak di desa kami tinggi, PEMDA harus fokus pada bidang kesehatan ibu dan anak. Kami perlu dukungan Jamkesda, Jamkesmas dan ambulance desa”. SMS ini berasal dari Desa Oebelo. Bunyi SMS lain yang bersal dari desa Oefafi, “Kami perlu air bersih untuk ibu-ibu rumah tangga. Perlu sarana jalan dan jembatan di Dusun 1“. SMS dari Kelurahan Merdeka bicara tentang gagal panen, “Gagal panen karena cuaca buruk menimpa 20 RT di desa kami dan kami perlu dukungan PEMDA“.

Tanggapan langsung diberikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kupang, Bapak

Hendrik Paut. Beliau mengatakan bahwa Pemkab melalui program bidang kesehatan dan dalam mendukung revolusi kesehatan ibu dan anak (KIA) tahun 2014 akan fokus pada p e n i n g k a t a n p e l a y a n a n l a n g s u n g d i Pu s k e s m a s , Pustu/Posyandu khususnya desa siaga. Juga akan segera dikordinasikan dan ditindaklanjuti kepada aparat yang bersangkutan agar gagal panen di kelurahan Merdeka bisa segera teratasi.

Perangkat ASMARA DigitalDi masa depan, ASMARA Digital diharapkan menjadi

mekanisme untuk mendigitalkan proses konsultasi selama Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG). Pada cara konvensional, perempuan dan laki-laki diminta untuk hadir secara fisik dalam pertemuan. Hal ini sangat tidak praktis dan memakan waktu. Melalui mekanisme Musrenbang Digital nantinya, perempuan dan rumah tangga marjinal hanya perlu mengirim aspirasi mereka melalui telepon genggam. Pesan atau aspirasi itu kemudian akan langsung diserahkan ke Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan salinan pesan tersebut akan dikirim ke CIS Timor. Melalui cara ini, aspirasi akan menjangkau langsung pengambil keputusan. Selain itu, salinan pesan yang disampaikan ke CIS Timor akan digunakan untuk memantau tidak lanjut terhadap aspirasi mereka.

ASMARA Digital terdiri atas tiga komponen utama. Pertama; telepon genggam sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi perempuan dan rumah tangga marjinal sehingga dapat diterima oleh perencana pembangunan di Kabupaten. Kedua; jaringan penghubung, yaitu perangkat penerima aspirasi yang dikelola oleh CIS TIMOR. CIS TIMOR mengelola perangkat ini sehingga dapat mengkompilasi masukan aspirasi dari perempuan dan rumah tangga marjinal kepada BAPPEDA. Perangkat terakhir adalah jaringan penerima. Jaringan Penerima adalah telepon genggam yang berfungsi sebagai pengumpul aspirasi yang disampaikan oleh kelompok perempuan dan rumah tangga marjinal. Jaringan penerima ini berada di BAPPEDA.

Inovasi untuk PerubahanProgram ASMARA Digital ini merupakan model yang

sementara dikembangkan di Kabupaten Kupang terutama pada desa dampingan CIS Timor yang memiliki kelompok perempuan peduli anggaran (Pelindung). Inovasi ini dikembangkan untuk membantu menyuarakan aspirasi kaum perempuan dan rumah tangga rentan dengan meningkatkan kemampuan mereka

dalam perencanaan dan penganggaran. Kelemahan dan keunggulan sistem ini akan dievaluasi dan selanjutnya diterapkan di kabupaten lainnya.

Bapak Hendrik Paut selaku Sekretaris Daerah Kupang menyatakan dukungannya dan berjanji akan membentuk unit khusus di BAPPEDA NTT untuk mencatat sebaik-baiknya usulan perempuan dan masyarakat desa agar bisa ditanggapi dan disandingkan dengan data dan informasi dari MUSRENBANG dan Jaring Asmara DPRD sehingga makin akurat dan efektif. Beliau menambahkan pula bahwa program ASMARA Digital ini membantu pemerintah dalam menghimpun aspirasi, informasi dan keluhan dari kaum perempuan terkait proses dan hasil pembangunan di Kabupaten Kupang.

Oxfam sendiri yang merupakan sebuah konfederasi internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di 92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan dan membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan akan terus mendukung ide-ide dan upaya-upaya yang mendorong perubahan lebih baik terutama bagi kaum perempuan sehingga dapat berperan aktif disetiap rencana dan proses pembangunan.

ASMARA DIGITAL Teknologi

untuk Menyuarakan Aspirasi Perempuan

OLEH NI NYOMAN ANNA MARTHANTI

“Baru-baru ini ada masalah dengan

tanaman beta, belalang ada makan jagung-

jagung di kebun. Beta kasi kabar ke CIS Timor

lewat SMS, dorang balas dengan kasi beta

solusi”. Gernelia Ndoki, desa Raknamo,

Kab. Kupang, NTT

INFORMASI LEBIH LANJUT

11 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 12 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

Momanyi ditemani oleh Pak Enos dan Pak Masara berkunjung ke Rumah Turbin, yang menyuplai kebutuhan workshop dan menghasilkan listrik bagi 40 kepala keluarga di Desa Ratte.

Belajar mengelas cakram runner pada batang poros runner. Momanyi mengatakan selama ini dia biasanya membeli, tanpa pernah membayangkan bahwa cakram bisa dibentuk dengan alat potong manual seperti terlihat di gambar.

Dari Kamerun ke Sulawesi Barat

Untuk mengelas bagian sisi dalam runner, seperti terlihat pada gambar, membutuhkan teknik khusus. Pak Nisa, salah seorang pekerja yang a h l i d a l a m t e k n i k pengelasan, dengan g e m b i r a m e m b a g i pengetahuannya pada Momanyi.

S e p e d a m o t o r , kendaraan yang selalu kami gunakan untuk pergi ke warnet di Sumarorong. Momanyi s e l a l u s e m a n g a t membagi pengalaman kepada rekan-rekannya di Kamerun walaupun harus menempuh jalan yang menantang, licin dan berlumpur.

Mencari Titik TerangDari Kamerun ke Sulawesi Barat

Pak Nisa sedang menjelaskan cara pembuatan salah satu alat kerja menggunakan mesin bubut dan cara menggunakan alat ukur stigma.

Mr. Momanyi dan Pak Linggi berpose di depan salah satu mesin bubut model baru di bengkel turbin Pak Linggi. Beliau menyarankan agar ACREST membeli mesin jenis tersebut untuk memudahkan proses produksi turbin.

TEKS DAN FOTO OLEH ARIEF PRIBADI

SUARA FORUM KTI SULBAR

raktik Cerdas pemanfaatan turbin mikrohidro yang dikembangkan oleh Pak Linggi telah memikat Jared Oreri Momanyi yang biasa dipanggil Momanyi, seorang pria Afrika berkebangsaan Kenya. Momanyi adalah seorang teknisi yang bekerja pada sebuah lembaga non pemerintah di Afrika bernama ACREST (African Centre for Renewable Energy & Sustainable Technology). Tentu bukan Psebuah kebetulan bila ACREST juga berfokus pada pembangunan energi alternatif dan terbarukan.

Dari Kamerun ke Batang Uru, Momanyi penasaran mempelajari teknologi turbin karya pak Linggi. Ia ingin mereplikasi Praktik Cerdas ini di tanah kelahirannya. Kebetulan Kamerun juga memiliki banyak sungai dan air terjun mirip dengan alam pedesaan Batang Uru.

Momanyi pertama kali mengetahui tentang Praktik Cerdas pemanfaatan turbin mikrohidro di Batang Uru ini dari Dr. Vincent, Pimpinan ACREST. Pada Maret 2013, Dr. Vincent mengikuti konferensi internasional di Jepang dimana salah satu pesertanya mempresentasikan Praktik Cerdas pemanfaatan turbin mikrohidro di Batang Uru yang informasinya diperoleh dari Yayasan BaKTI. Berangkat dari pertemuan tersebut sang pimpinan mengutus Momanyi untuk belajar ke desa Batang Uru, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat dan meminta Yayasan BaKTI untuk memfasiltiasi kunjungan belajar tersebut. Berikut kami sajikan cuplikan kenangan Momanyi saat belajar bersama pak Linggi dan warga Desa Batang Uru.

11 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 12 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

Momanyi ditemani oleh Pak Enos dan Pak Masara berkunjung ke Rumah Turbin, yang menyuplai kebutuhan workshop dan menghasilkan listrik bagi 40 kepala keluarga di Desa Ratte.

Belajar mengelas cakram runner pada batang poros runner. Momanyi mengatakan selama ini dia biasanya membeli, tanpa pernah membayangkan bahwa cakram bisa dibentuk dengan alat potong manual seperti terlihat di gambar.

Dari Kamerun ke Sulawesi Barat

Untuk mengelas bagian sisi dalam runner, seperti terlihat pada gambar, membutuhkan teknik khusus. Pak Nisa, salah seorang pekerja yang a h l i d a l a m t e k n i k pengelasan, dengan g e m b i r a m e m b a g i pengetahuannya pada Momanyi.

S e p e d a m o t o r , kendaraan yang selalu kami gunakan untuk pergi ke warnet di Sumarorong. Momanyi s e l a l u s e m a n g a t membagi pengalaman kepada rekan-rekannya di Kamerun walaupun harus menempuh jalan yang menantang, licin dan berlumpur.

Mencari Titik TerangDari Kamerun ke Sulawesi Barat

Pak Nisa sedang menjelaskan cara pembuatan salah satu alat kerja menggunakan mesin bubut dan cara menggunakan alat ukur stigma.

Mr. Momanyi dan Pak Linggi berpose di depan salah satu mesin bubut model baru di bengkel turbin Pak Linggi. Beliau menyarankan agar ACREST membeli mesin jenis tersebut untuk memudahkan proses produksi turbin.

TEKS DAN FOTO OLEH ARIEF PRIBADI

SUARA FORUM KTI SULBAR

raktik Cerdas pemanfaatan turbin mikrohidro yang dikembangkan oleh Pak Linggi telah memikat Jared Oreri Momanyi yang biasa dipanggil Momanyi, seorang pria Afrika berkebangsaan Kenya. Momanyi adalah seorang teknisi yang bekerja pada sebuah lembaga non pemerintah di Afrika bernama ACREST (African Centre for Renewable Energy & Sustainable Technology). Tentu bukan Psebuah kebetulan bila ACREST juga berfokus pada pembangunan energi alternatif dan terbarukan.

Dari Kamerun ke Batang Uru, Momanyi penasaran mempelajari teknologi turbin karya pak Linggi. Ia ingin mereplikasi Praktik Cerdas ini di tanah kelahirannya. Kebetulan Kamerun juga memiliki banyak sungai dan air terjun mirip dengan alam pedesaan Batang Uru.

Momanyi pertama kali mengetahui tentang Praktik Cerdas pemanfaatan turbin mikrohidro di Batang Uru ini dari Dr. Vincent, Pimpinan ACREST. Pada Maret 2013, Dr. Vincent mengikuti konferensi internasional di Jepang dimana salah satu pesertanya mempresentasikan Praktik Cerdas pemanfaatan turbin mikrohidro di Batang Uru yang informasinya diperoleh dari Yayasan BaKTI. Berangkat dari pertemuan tersebut sang pimpinan mengutus Momanyi untuk belajar ke desa Batang Uru, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat dan meminta Yayasan BaKTI untuk memfasiltiasi kunjungan belajar tersebut. Berikut kami sajikan cuplikan kenangan Momanyi saat belajar bersama pak Linggi dan warga Desa Batang Uru.

13 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 14 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

delapan warga sudah mendaftarkan diri dan menyerahkan biaya sebesar 50 ribu rupiah sebagai bukti keseriusan mereka mengikuti kegiatan ini. Dengan demikian, pertambahan jumlah rumah yang memiliki jamban akan semakin pesat pada masa mendekat.

Dampak keberhasilan Posyandu itu pun meluas ke aktivitas lainnya. Pembudidayaan tanaman obat keluarga, pengolahan obat-obatan tradisional, pengolahan MP-ASI, pengembangan kelompok ekonomi perempuan, dan sebagainya, terus dipacu oleh kader-kader Posyandu Lalemba. Patut dibanggakan bahwa kader-kader Posyandu Lalemba sudah berhasil memproduksi dan mengemas secara sederhana salep gatal dan minuman peringan/penghilang batuk dari tumbuhan jahe. Keberhasilan ini pun memperoleh apresiasi dari Ketua PKK yang juga adalah istri Bupati Muna, sebagaimana yang ditunjukkan oleh permintaan khusus beliau kepada Wanadia, salah satu kader di Desa Lalemba, untuk memfasilitasi pelatihan pengolahan obat-obatan tradisional bagi kader-kader Posyandu di desa lainnya.

Keberhasilan dalam promosi PHBS dan kegiatan-kegiatan Posyandu rupanya menginsipirasi kader-kader di Desa Lalemba untuk mengerjakan hal-hal lain yang lebih besar, yang selama ini belum mereka bayangkan untuk mereka tangani. Bersama-sama dengan kader Posyandu di desa-desa di Kecamatan Lawa, mereka mendirikan Pusat Informasi, Pembelajaran dan Mediasi Warga (PIPM), yang berperan sebagai wadah perjuangan bersama seluruh warga di kecamatan itu. Sulit membayangkan sebelumnya bahwa perempuan menjadi motor penggerak utama lembaga kemasyarakatan di desa lantaran kebanyakan desa masih didominasi oleh laki-laki. Sebaliknya, sangat gampang memperkirakan bahwa hiruk-pikuk warga yang semakin kritis dan dinamis akan semakin mewarnai Desa Lalemba.

Tanda-tanda itu sudah tampak jelas pada 29 Februari 2012. Pada tanggal itu, Wanadia, sebagai wakil dari seluruh warga di Kecamatan Lawa, menandatangani dokumen piagam warga bersama-sama dengan Kepala Puskesmas Lawa. Dokumen itu berisi butir-butir kesepakatan tentang hal-hal yang mesti dijalankan oleh Puskesmas Lawa agar pelayanan publik di sektor kesehatan bisa memenuhi kebutuhan warga kecamatan. Hal-hal yang diatur, misalnya, mencakup jam pelayanan Puskesmas, keharusan bagi bidan desa untuk bermukim di desa agar bisa melayani warga kapan saja dibutuhkan, pelayanan yang maksimal kepada pasien, dan sebagainya.

Di tingkat kabupaten, kader-kader Posyandu Lalemba juga telah memelopori pembentukan Aliansi Kader Posyandu Kabupaten Muna bersama-sama dengan kader-kader di desa dan kecamatan lain, yang saat ini tengah menggagas “revitalisasi Posyandu” dengan dukungan dari ACCESS dan Lambu Ina. Para kader mendirikan aliansi ini untuk tiga tujuan, yaitu: mengembangkan kapasitas kader Posyandu secara berkelanjutan, meningkatkan saling-bagi pembelajaran dan pengalaman di kalangan kader Posyandu dan dengan pihak-pihak lain, dan turut memperjuangkan kepentingan desa kepada para pembuat kebijakan di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Langkah pertama sudah mereka jalani dengan berhasil, yakni merumuskan visi dan rencana kerja tahunan aliansi. Kini para pengurus sedang bersiap-siap mempromosikan organisasi mereka kepada instansi pemerintahan di Kabupaten Muna.

Faktor-faktor KeberhasilanApakah yang membuat arisan jamban dan kegiatan-

kegiatan Posyandu di Lalemba, berhasil dan berlangsung dengan penuh gairah? Dari pengamatan dan percakapan langsung dengan para kader dapat disimpulkan bahwa keberhasilan itu disebabkan beberapa faktor berikut.

Pemulihan rasa berdaya dan percaya diri di kalangan warga: arisan ini telah membuat warga desa yakin bahwa mereka sesungguhnya mampu menyelenggarakan kegiatan dengan mengandalkan modal atau kekuatan sendiri.

itinjau dari perkembangan sarana fisik milik desa, Lalemba - sama seperti kebanyakan desa lainnya di DMuna - sepertinya tidak mengalami banyak perubahan

dibandingkan dengan masa tiga atau lima tahun yang silam. Namun, gerak aktivitas masyarakatnya menceritakan hal yang lain: Lalemba saat ini sedang mengalami gairah yang luar biasa.

Gairah perkembangan itu dibangkitkan oleh kader-kader Posyandu. Setiap bulan, pada “hari Posyandu,” gedung Posyandu selalu diramaikan oleh kedatangan para ibu, baik yang sedang hamil maupun yang menggendong anak. Ibu-ibu yang tengah hamil datang untuk memeriksakan kehamilan mereka, sementara yang lainnya bermaksud untuk memantau perkembangan kesehatan bayi atau balita yang mereka sayangi. Senyuman para kader Posyandu Lalemba yang bersemangat menyambut ibu-ibu tersebut. Semangat itulah yang tampak membedakan kader-kader Posyandu pada saat sekarang dengan masa sekitar tahun 2000, ketika Posyandu tidak lagi memperoleh perhatian besar baik dari pemerintah pusat maupun daerah.

Dampak Keberhasilan “Arisan Jamban”Keberhasilan kader-kader Posyandu dan warga Lalemba

menyelenggarakan arisan jamban telah memberikan dampak (pengaruh) yang sangat positif kepada dinamika pembangunan di desa itu. Kegiatan-kegiatan Posyandu semakin banyak diikuti oleh warga desa. “Arisan jamban,” umpamanya, atas permintaan warga akan dilanjutkan ke putaran berikutnya. Sebanyak

udging from the development of the village owned physical infrastructure, Lalemba is the same as most other villages in JMuna- it seems like not much has changed in the last 3 or 5

years. However, the activities of the community tell a different story- Lalemba is currently experiencing a tremendous amount of excitement.

This excitement has been motivated by the posyandu cadre. Every month on “Posyandu day”, it's always busy at the posyandu building with the arrival of expectant mothers and mothers carrying babies. Expectant mothers come for pregnancy check-ups and mothers come to monitor the health developments of their beloved babies or toddlers. The smile of the posyandu cadre enthusiastically welcomes these women. It is this noticeable enthusiasm that now distinguishes these posyandu cadres compared to back in the period around 2000 when the posyandu didn't get much notice from the central or local governments.

Impacts from the Success of the Arisan for Latrines The success of the posyandu cadre and Lalemba community in

establishing the arisan for latrines has had a very positive impact on the dynamics of development in the village. Increasing numbers of the community are attending posyandu activities. For instance, there will be another round of the arisan for latrines due to demand from the community. Eight citizens have already signed up and submitted the 50 thousand rupiah fee as proof of their commitment to be part of this activity. Thus, the number of houses with latrines will rapidly increase in the near future.

The impact of the posyandu's success has also extended to other activities. The cultivation of medicinal plants and processing them into traditional medicines, developing complementary feeding and the development of women's' economic groups have all been driven by the Lalemba posyandu cadre. The posyandu cadre have successfully produced and packaged a skin ointment for itching and a drink made from ginger to relief coughing. These successes gained the appreciation of the Muna PKK Chairperson (the Bupati's wife) as shown by her special request for Wanadia, one of the Lalemba village cadre, to facilitate a training for posyandu cadre from other villages on processing traditional medicines.

The success in the promotion of PHBS and other posyandu activities inspired the Lalemba village cadre to continue to work on something even bigger, which they never imagined that they were capable of. Together with other posyandu cadre from other villages in Lawa sub-district, they established the PIPM (Centre for Information, Learning and Citizen Mediation), which serves as a place where all citizens in the sub-district can strive together. It was hard to previously imagine that women would become the main driving force of a village institute because most villages are still “dominated” by men. Instead, it is very easy to predict that the community's increasingly critical awareness and lively dynamic will further colour Lalemba village.

The signs were already clearly evident on the 29 February 2012. On that day, Wanadia, as a representative of the entire community in Lawa sub-district, signed the citizen's charter document together with the Head of the Lawa Puskesmas (Community Health Centre). The document contained points of agreement on things that need to be implemented by the Lawa Puskesmas so that public service delivery in health meets the needs of the communities in the sub-district. The contents included matters on puskesmas service hours and the necessity of midwives to reside in the village so that they can assist citizens whenever required, optimal service delivery for patients and so on.

At the district level, the Lalemba posyandu cadre also initiated the establishment of the Muna District Posyandu Cadre Alliance together with cadre from other villages and sub-districts. They are currently in the process of initiating a posyandu revitalisation with the support of ACCESS and Lambu Ina. The cadre established the alliance with three goals, namely, to sustainably develop the capacity of posyandu cadre; enhance mutual sharing of lessons and experience among posyandu cadre and other stakeholders and to campaign the interests of the village to decision makers at the district, province and national levels. They have already successfully taken the first step, that is, to formulate the alliance's vision and annual work plan. The management are currently preparing to promote their organisation to governmental agencies in Muna district.

Success FactorsWhat has made the Lalemba posyandu “arisan for latrines” and

other activities run so well and so successfully? Through observations and conversations with the cadre, it can be concluded that the successes are due to the following several factors

Restoring a sense of power and self-confidence among citizens: this arisan has made citizens confident that they are truly able to organise activities by relying on their own capital and strengths. The view that development activities must be led by district governments and are very costly is slowly being eroded. Citizens believe that they have the strength to encourage change. Seriously applying principles of transparency and accountability: the self-confidence of citizens continued to increase as costs for constructing latrines were calculated at a joint meeting. It was here that the citizens, posyandu cadre, village government and builders together tested the information that they had on prices of building materials. Thus, any suspicions that the construction of latrines would only benefit the local government and the posyandu cadre could be totally disregarded.

Mewujudkan Hidup yang Bersih dan Sehat:

Memodifikasi Arisan Mebel Menjadi “Arisan Jamban” Creating Clean and Healthy Living:Modifying a Furniture Arisan to Become an “Arisan for Latrines”

BAGIAN 2

OLEH JOHNLY E. P. POERBA

A C C E S S

13 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 14 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

delapan warga sudah mendaftarkan diri dan menyerahkan biaya sebesar 50 ribu rupiah sebagai bukti keseriusan mereka mengikuti kegiatan ini. Dengan demikian, pertambahan jumlah rumah yang memiliki jamban akan semakin pesat pada masa mendekat.

Dampak keberhasilan Posyandu itu pun meluas ke aktivitas lainnya. Pembudidayaan tanaman obat keluarga, pengolahan obat-obatan tradisional, pengolahan MP-ASI, pengembangan kelompok ekonomi perempuan, dan sebagainya, terus dipacu oleh kader-kader Posyandu Lalemba. Patut dibanggakan bahwa kader-kader Posyandu Lalemba sudah berhasil memproduksi dan mengemas secara sederhana salep gatal dan minuman peringan/penghilang batuk dari tumbuhan jahe. Keberhasilan ini pun memperoleh apresiasi dari Ketua PKK yang juga adalah istri Bupati Muna, sebagaimana yang ditunjukkan oleh permintaan khusus beliau kepada Wanadia, salah satu kader di Desa Lalemba, untuk memfasilitasi pelatihan pengolahan obat-obatan tradisional bagi kader-kader Posyandu di desa lainnya.

Keberhasilan dalam promosi PHBS dan kegiatan-kegiatan Posyandu rupanya menginsipirasi kader-kader di Desa Lalemba untuk mengerjakan hal-hal lain yang lebih besar, yang selama ini belum mereka bayangkan untuk mereka tangani. Bersama-sama dengan kader Posyandu di desa-desa di Kecamatan Lawa, mereka mendirikan Pusat Informasi, Pembelajaran dan Mediasi Warga (PIPM), yang berperan sebagai wadah perjuangan bersama seluruh warga di kecamatan itu. Sulit membayangkan sebelumnya bahwa perempuan menjadi motor penggerak utama lembaga kemasyarakatan di desa lantaran kebanyakan desa masih didominasi oleh laki-laki. Sebaliknya, sangat gampang memperkirakan bahwa hiruk-pikuk warga yang semakin kritis dan dinamis akan semakin mewarnai Desa Lalemba.

Tanda-tanda itu sudah tampak jelas pada 29 Februari 2012. Pada tanggal itu, Wanadia, sebagai wakil dari seluruh warga di Kecamatan Lawa, menandatangani dokumen piagam warga bersama-sama dengan Kepala Puskesmas Lawa. Dokumen itu berisi butir-butir kesepakatan tentang hal-hal yang mesti dijalankan oleh Puskesmas Lawa agar pelayanan publik di sektor kesehatan bisa memenuhi kebutuhan warga kecamatan. Hal-hal yang diatur, misalnya, mencakup jam pelayanan Puskesmas, keharusan bagi bidan desa untuk bermukim di desa agar bisa melayani warga kapan saja dibutuhkan, pelayanan yang maksimal kepada pasien, dan sebagainya.

Di tingkat kabupaten, kader-kader Posyandu Lalemba juga telah memelopori pembentukan Aliansi Kader Posyandu Kabupaten Muna bersama-sama dengan kader-kader di desa dan kecamatan lain, yang saat ini tengah menggagas “revitalisasi Posyandu” dengan dukungan dari ACCESS dan Lambu Ina. Para kader mendirikan aliansi ini untuk tiga tujuan, yaitu: mengembangkan kapasitas kader Posyandu secara berkelanjutan, meningkatkan saling-bagi pembelajaran dan pengalaman di kalangan kader Posyandu dan dengan pihak-pihak lain, dan turut memperjuangkan kepentingan desa kepada para pembuat kebijakan di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Langkah pertama sudah mereka jalani dengan berhasil, yakni merumuskan visi dan rencana kerja tahunan aliansi. Kini para pengurus sedang bersiap-siap mempromosikan organisasi mereka kepada instansi pemerintahan di Kabupaten Muna.

Faktor-faktor KeberhasilanApakah yang membuat arisan jamban dan kegiatan-

kegiatan Posyandu di Lalemba, berhasil dan berlangsung dengan penuh gairah? Dari pengamatan dan percakapan langsung dengan para kader dapat disimpulkan bahwa keberhasilan itu disebabkan beberapa faktor berikut.

Pemulihan rasa berdaya dan percaya diri di kalangan warga: arisan ini telah membuat warga desa yakin bahwa mereka sesungguhnya mampu menyelenggarakan kegiatan dengan mengandalkan modal atau kekuatan sendiri.

itinjau dari perkembangan sarana fisik milik desa, Lalemba - sama seperti kebanyakan desa lainnya di DMuna - sepertinya tidak mengalami banyak perubahan

dibandingkan dengan masa tiga atau lima tahun yang silam. Namun, gerak aktivitas masyarakatnya menceritakan hal yang lain: Lalemba saat ini sedang mengalami gairah yang luar biasa.

Gairah perkembangan itu dibangkitkan oleh kader-kader Posyandu. Setiap bulan, pada “hari Posyandu,” gedung Posyandu selalu diramaikan oleh kedatangan para ibu, baik yang sedang hamil maupun yang menggendong anak. Ibu-ibu yang tengah hamil datang untuk memeriksakan kehamilan mereka, sementara yang lainnya bermaksud untuk memantau perkembangan kesehatan bayi atau balita yang mereka sayangi. Senyuman para kader Posyandu Lalemba yang bersemangat menyambut ibu-ibu tersebut. Semangat itulah yang tampak membedakan kader-kader Posyandu pada saat sekarang dengan masa sekitar tahun 2000, ketika Posyandu tidak lagi memperoleh perhatian besar baik dari pemerintah pusat maupun daerah.

Dampak Keberhasilan “Arisan Jamban”Keberhasilan kader-kader Posyandu dan warga Lalemba

menyelenggarakan arisan jamban telah memberikan dampak (pengaruh) yang sangat positif kepada dinamika pembangunan di desa itu. Kegiatan-kegiatan Posyandu semakin banyak diikuti oleh warga desa. “Arisan jamban,” umpamanya, atas permintaan warga akan dilanjutkan ke putaran berikutnya. Sebanyak

udging from the development of the village owned physical infrastructure, Lalemba is the same as most other villages in JMuna- it seems like not much has changed in the last 3 or 5

years. However, the activities of the community tell a different story- Lalemba is currently experiencing a tremendous amount of excitement.

This excitement has been motivated by the posyandu cadre. Every month on “Posyandu day”, it's always busy at the posyandu building with the arrival of expectant mothers and mothers carrying babies. Expectant mothers come for pregnancy check-ups and mothers come to monitor the health developments of their beloved babies or toddlers. The smile of the posyandu cadre enthusiastically welcomes these women. It is this noticeable enthusiasm that now distinguishes these posyandu cadres compared to back in the period around 2000 when the posyandu didn't get much notice from the central or local governments.

Impacts from the Success of the Arisan for Latrines The success of the posyandu cadre and Lalemba community in

establishing the arisan for latrines has had a very positive impact on the dynamics of development in the village. Increasing numbers of the community are attending posyandu activities. For instance, there will be another round of the arisan for latrines due to demand from the community. Eight citizens have already signed up and submitted the 50 thousand rupiah fee as proof of their commitment to be part of this activity. Thus, the number of houses with latrines will rapidly increase in the near future.

The impact of the posyandu's success has also extended to other activities. The cultivation of medicinal plants and processing them into traditional medicines, developing complementary feeding and the development of women's' economic groups have all been driven by the Lalemba posyandu cadre. The posyandu cadre have successfully produced and packaged a skin ointment for itching and a drink made from ginger to relief coughing. These successes gained the appreciation of the Muna PKK Chairperson (the Bupati's wife) as shown by her special request for Wanadia, one of the Lalemba village cadre, to facilitate a training for posyandu cadre from other villages on processing traditional medicines.

The success in the promotion of PHBS and other posyandu activities inspired the Lalemba village cadre to continue to work on something even bigger, which they never imagined that they were capable of. Together with other posyandu cadre from other villages in Lawa sub-district, they established the PIPM (Centre for Information, Learning and Citizen Mediation), which serves as a place where all citizens in the sub-district can strive together. It was hard to previously imagine that women would become the main driving force of a village institute because most villages are still “dominated” by men. Instead, it is very easy to predict that the community's increasingly critical awareness and lively dynamic will further colour Lalemba village.

The signs were already clearly evident on the 29 February 2012. On that day, Wanadia, as a representative of the entire community in Lawa sub-district, signed the citizen's charter document together with the Head of the Lawa Puskesmas (Community Health Centre). The document contained points of agreement on things that need to be implemented by the Lawa Puskesmas so that public service delivery in health meets the needs of the communities in the sub-district. The contents included matters on puskesmas service hours and the necessity of midwives to reside in the village so that they can assist citizens whenever required, optimal service delivery for patients and so on.

At the district level, the Lalemba posyandu cadre also initiated the establishment of the Muna District Posyandu Cadre Alliance together with cadre from other villages and sub-districts. They are currently in the process of initiating a posyandu revitalisation with the support of ACCESS and Lambu Ina. The cadre established the alliance with three goals, namely, to sustainably develop the capacity of posyandu cadre; enhance mutual sharing of lessons and experience among posyandu cadre and other stakeholders and to campaign the interests of the village to decision makers at the district, province and national levels. They have already successfully taken the first step, that is, to formulate the alliance's vision and annual work plan. The management are currently preparing to promote their organisation to governmental agencies in Muna district.

Success FactorsWhat has made the Lalemba posyandu “arisan for latrines” and

other activities run so well and so successfully? Through observations and conversations with the cadre, it can be concluded that the successes are due to the following several factors

Restoring a sense of power and self-confidence among citizens: this arisan has made citizens confident that they are truly able to organise activities by relying on their own capital and strengths. The view that development activities must be led by district governments and are very costly is slowly being eroded. Citizens believe that they have the strength to encourage change. Seriously applying principles of transparency and accountability: the self-confidence of citizens continued to increase as costs for constructing latrines were calculated at a joint meeting. It was here that the citizens, posyandu cadre, village government and builders together tested the information that they had on prices of building materials. Thus, any suspicions that the construction of latrines would only benefit the local government and the posyandu cadre could be totally disregarded.

Mewujudkan Hidup yang Bersih dan Sehat:

Memodifikasi Arisan Mebel Menjadi “Arisan Jamban” Creating Clean and Healthy Living:Modifying a Furniture Arisan to Become an “Arisan for Latrines”

BAGIAN 2

OLEH JOHNLY E. P. POERBA

A C C E S S

15 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 16 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Koordinator ACCESS di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk mengetahui informasi mengenai program ACCESS Tahap II, Anda dapat menghubungi Widya P Setyanto (RYAN) |Media & Communication Officer ACCESSJl. Bet Ngandang I, No.1 xx, Sanur Bali | Indonesia Tel | Fax (62) 361 287509 | MP E: [email protected] W: www.access-indo.or.id

(+62) 361 288428 (+62) 811 380 8925

Pandangan yang menyatak an bahwa k egiatan pembangunan haruslah dimotori pemerintah kabupaten dan membutuhkan biaya yang besar secara perlahan telah terkikis. Warga yakin bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mendorong sebuah perubahan.Penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas secara serius: kepercayaan diri warga terus meningkat lantaran penghitungan biaya pembangunan jamban dilakukan dalam sebuah pertemuan bersama. Di sini, warga, kader Posyandu, pemerintah desa dan tukang dapat menguji informasi yang mereka miliki tentang harga bahan-bahan bangunan secara bersama-sama. Dengan demikian, kecurigaan bahwa pembangunan jamban hanya akan menguntungkan pemerintah desa dan kader Posyandu bisa ditepis sama sekali.Metode penyadaran masyarakat yang variatif dan menggugah: kader-kader Posyandu di Lalemba tidak cepat menyerah ketika penjelasan mereka mengenai penyebab wabah diare dan arisan jamban tidak langsung berterima di kalangan warga desa. Mereka justru merasa perlu untuk mencari cara penjelasan lain yang lebih menarik dan menggugah. Oleh sebab itu, diskusi-diskusi tentang PHBS kemudian dilanjutkan dengan pempublikasian lembar fakta dan pemutaran film. Kegiatan-kegiatan ini terbukti semakin menambah pemahaman warga tentang pentingnya arisan jamban.Dukungan pemerintah desa dan organisasi/kelembagaan di desa: kader-kader desa sejak awal beranggapan bahwa dukungan pemerintah desa sangat dibutuhkan dalam perealisasian gagasan dan prakarsa mereka. Dalam kampanye penyadaran PHBS dan juga kegiatan-kegiatan Posyandu lainnya, para kader selalu melibatkan pemerintah desa. Keterbukaan dan pelibatan seperti ini membuat pemerintah desa juga merasa bahwa keberhasilan “arisan jamban” adalah keberhasilannya juga. Dengan cara berpikir seperti itu, ia sendiri kemudian menawarkan sebuah pertemuan bersama dengan pengurus Koperasi PGRI Lawa untuk mempercepat pembangunan jamban di desanya.Pengembangan kapasitas yang mampu memunculkan motivasi para kader untuk menggerakkan masyarakat: kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas yang disajikan oleh CD Bethesda tidak hanya berisikan materi-materi tentang pengelolaan Posyandu atau keterampilan teknis tentang penanaman obat tradisional, PHBS, pembuatan makanan pendamping ASI, dan sebagainya, melainkan juga mengenai motivasi bekerja di masyarakat. Pemberian motivasi ini telah mampu mengubah pandangan para kader Posyandu agar mereka bekerja tidak hanya lantaran mengejar tunjangan atau insentif yang akan diberikan oleh Dinas Kesehatan Muna.

PembelajaranPe n g a l a m a n m e m p e r j u a n g k a n a r i s a n j a m b a n

memberikan pembelajaran kepada pelbagai pihak bahwa warga, kader Posyandu dan fasilitator desa akan bergerak sendiri secara kreatif, dan dipenuhi oleh inspirasi, bila mereka merasa berdaya dan dipercaya. Oleh karena itu, ukuran ketepatan sebuah kegiatan pemberdayaan adalah bila kegiatan itu mampu membangkitkan keberdayaan dan kepercayaan diri masyarakat.

Pembelajaran lain yang diperoleh adalah warga, kader Posyandu dan fasilitator desa sangat membutuhkan sebuah keberhasilan - kecil atau besar - sebelum mereka mengembangk an k egiatan pembangunan la innya. Keberhasilan itu akan menjadi daya pendobrak terhadap kebekuan atau situasi pasif yang mereka jalani selama ini.

Variative and evocative methods to develop community awareness: the Lalemba posyandu cadre did not give up quickly when their explanations for the outbreak of diarrhoea and the idea for the “arisan for latrines” were not immediately accepted by the community. They actually saw the need to find other methods for explaining that were more interesting and evocative. Because of this, discussions on PHBS were then followed up with the publication of factsheets and film screenings. These activities were proven to further increase citizens understanding on the importance of the “arisan for latrines.”Support from the village government and organisations / institutions in the village: Since the beginning, the village cadre saw that village government support was really necessary in the realisation of their ideas and initiatives. The cadre always involved the village government in the PHBS awareness campaign (as well as other posyandu activities). Openness and engagement such as this has meant the village government has felt that the success of the “arisan for latrines” is also their success. The cadre then proposed a joint meeting with the Lawa PGRI Cooperative to accelerate the construction of the latrines in their village. Capacity building that is able to stimulate the motivation of the cadre to mobilise the community: capacity building activities presented by CD Bethesda not only contained materials on posyandu management and technical skills on developing foods for complementary feeding but they also provided motivation to work in the community. This motivation has been able to change the way of thinking of the cadre so that they work not only to pursue allowances and incentives provided by the Muna Public Health Office.

LessonsExperiences campaigning for the “arisan for latrines” have

provided lessons to various stakeholders that citizens, posyandu cadre and village facilitators will mobilise themselves creatively with full inspiration when they feel empowered and trusted. Therefore, an accurate measure of an empowerment activity is if that activity is able to generate community empowerment and self-confidence.

In line with the above point, citizens, posyandu cadre and village facilitators really need to experience success- small or large – before they develop other development activities. This success will become the motivating force in regard to the static or passive situation they have been in until now.

asih banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa istilah gender semata-mata merujuk pada Mperempuan. Masih banyak pula yang salah paham atau

rancu dalam memahami istilah gender dan jenis kelamin (seks). Kesalahpahaman tersebut bahkan masih terjadi pada pihak-pihak yang berurusan dengan program-program kesetaraan gender di Indonesia. Saya tidak ingin mengatakan bahwa ini suatu kesalahan, tetapi ini suatu pekerjaan kita semua yang memiliki keahlian khusus di bidang studi gender (gender expert). Istilah gender memang perlu dipahami secara tuntas, sebelum kita menggunakannya, mengucapkannya, dan sebelum kita bekerja untuk hal tersebut.

Ada banyak pengertian terkait dengan istilah gender. Gender memang bukan berakar dari bahasa Indonesia, dan istilah gender bukanlah sekedar satu kata dengan satu pengertian. Gender adalah sebuah konsep yang menceritakan banyak hal mengenai kehidupan dua jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Istilah gender berangkat dari kesadaran kita bahwa manusia tidaklah satu, manusia bermacam-macam, dalam hal ini adalah jenis kelaminnya.

Gender, merujuk pada suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan secara berbeda, yang padahal dalam prinsip kemanusiaan, mereka adalah dua jenis manusia yang memiliki hak-hak kemanusiaan yang setara. Gender merujuk pada suatu pandangan kebudayaan sosial masyarakat, yang membuat kehidupan perempuan dan laki-laki dibedakan, membuat pengalaman kehidupan dibedakan. Gender adalah istilah yang ingin menerangkan bahwa, ada faktor-faktor di luar eksistensi manusia yang mempengaruhi kehidupan laki-laki dan perempuan. Gender bukan soal jenis kelamin, sementara jenis kelamin adalah semata-mata bicara soal biologi. Perempuan punya rahim, payudara, bisa melahirkan, menyusui, mengandung, sedangkan laki-laki tidak. Laki-laki memiliki sperma untuk membuahi sel telur, laki-laki punya hormon khas, yang berbeda dengan hormon perempuan untuk melakukan fungsi biologisnya. Namun fungsi-fungsi biologi laki-laki dan perempuan ini kemudian dicampur-aduk dalam kehidupan

sosial politik mereka. Padahal determinasi biologi laki-laki dan perempuanini semata-mata perangkat reproduksi tubuh mereka, yang terjadi pula pada berbagaimacam spesies mahluk lainnya, yang seharusnya tidak ada intervensi penilaian atau pandangan sosial apapun diluar fungsinya. Jenis kelamin bukanlah gender, tetapi eksistensi biologi mahluk manusia.

Gender adalah di luar faktor-faktor biologi manusia, dan istilah gender sebetulnya ingin menjelaskan bahwa ada persoalan dalam dua jenis kelamin ini dalam kehidupan sosial politik mereka. Ada persoalan dalam relasi laki-laki dan perempuan dalam menghadapi keadaan sosial politik mereka. Persoalan itu bukan dari diri mereka yang lahir dalam keadaan (berjeniskelamin) laki-laki atau perempuan, tetapi karena acara pandang sosial politik masyarakat terhadap mereka. Gender adalah istilah yang dapat kita umpamakan sebagai kunci yang berhasil membuka kotak misteri kehidupan manusia, dan ketika kotak misteri itu dibuka, nampak isinya berbagai macam masalah, yang ternyata masalah itu dapat mengakibatkan seseorang atas dasar jenis kelaminnya, mengalami diskriminasi atau ketidakadilan yang mengerikan.

Mengurai masalah dari kotak misteri tersebut tidak mudah, karena kita perlu menyadari terlebih dahulu fakta-fakta bahwa misalnya seseorang mengalami pelecehan ataupun kekerasan seksual akibat jenis kelamin mereka. Perempuan, dan anak-anak perempuan adalahjumlahterbesar yang menjadi korban kekerasan seksual karena kekerasan tersebut terjadi semata-mata karena mereka perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga, sebagian besar perempuan, semata-mata karena mereka perempuan, istri, ibu, yang dalam kebudayaan kita terutama dalam perkawinan, adalahjeniskelamin yang harus tunduk dan patuh pada laki-laki atau suami, karena hanya jenis kelaminlaki-laki yang diakui menguasai rumahtangga. Karena hubungan kuasa dan yang dikuasai inilah sangat rentan terjadi kekerasan.

Di dalam rumah, suami akan sangat rentan melakukan kekerasan terhadap istri, sementara dalam kehidupan publik atau di luar rumah, sang suami di tuntut mencari nafkah, menghidupi seluruh kebutuhan keluarga secara ekonomi, harta

Mengurai Kehidupan Mulai Dari Istilah

OLEH MARIANA AMIRUDDIN

GENDER

15 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 16 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Koordinator ACCESS di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk mengetahui informasi mengenai program ACCESS Tahap II, Anda dapat menghubungi Widya P Setyanto (RYAN) |Media & Communication Officer ACCESSJl. Bet Ngandang I, No.1 xx, Sanur Bali | Indonesia Tel | Fax (62) 361 287509 | MP E: [email protected] W: www.access-indo.or.id

(+62) 361 288428 (+62) 811 380 8925

Pandangan yang menyatak an bahwa k egiatan pembangunan haruslah dimotori pemerintah kabupaten dan membutuhkan biaya yang besar secara perlahan telah terkikis. Warga yakin bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mendorong sebuah perubahan.Penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas secara serius: kepercayaan diri warga terus meningkat lantaran penghitungan biaya pembangunan jamban dilakukan dalam sebuah pertemuan bersama. Di sini, warga, kader Posyandu, pemerintah desa dan tukang dapat menguji informasi yang mereka miliki tentang harga bahan-bahan bangunan secara bersama-sama. Dengan demikian, kecurigaan bahwa pembangunan jamban hanya akan menguntungkan pemerintah desa dan kader Posyandu bisa ditepis sama sekali.Metode penyadaran masyarakat yang variatif dan menggugah: kader-kader Posyandu di Lalemba tidak cepat menyerah ketika penjelasan mereka mengenai penyebab wabah diare dan arisan jamban tidak langsung berterima di kalangan warga desa. Mereka justru merasa perlu untuk mencari cara penjelasan lain yang lebih menarik dan menggugah. Oleh sebab itu, diskusi-diskusi tentang PHBS kemudian dilanjutkan dengan pempublikasian lembar fakta dan pemutaran film. Kegiatan-kegiatan ini terbukti semakin menambah pemahaman warga tentang pentingnya arisan jamban.Dukungan pemerintah desa dan organisasi/kelembagaan di desa: kader-kader desa sejak awal beranggapan bahwa dukungan pemerintah desa sangat dibutuhkan dalam perealisasian gagasan dan prakarsa mereka. Dalam kampanye penyadaran PHBS dan juga kegiatan-kegiatan Posyandu lainnya, para kader selalu melibatkan pemerintah desa. Keterbukaan dan pelibatan seperti ini membuat pemerintah desa juga merasa bahwa keberhasilan “arisan jamban” adalah keberhasilannya juga. Dengan cara berpikir seperti itu, ia sendiri kemudian menawarkan sebuah pertemuan bersama dengan pengurus Koperasi PGRI Lawa untuk mempercepat pembangunan jamban di desanya.Pengembangan kapasitas yang mampu memunculkan motivasi para kader untuk menggerakkan masyarakat: kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas yang disajikan oleh CD Bethesda tidak hanya berisikan materi-materi tentang pengelolaan Posyandu atau keterampilan teknis tentang penanaman obat tradisional, PHBS, pembuatan makanan pendamping ASI, dan sebagainya, melainkan juga mengenai motivasi bekerja di masyarakat. Pemberian motivasi ini telah mampu mengubah pandangan para kader Posyandu agar mereka bekerja tidak hanya lantaran mengejar tunjangan atau insentif yang akan diberikan oleh Dinas Kesehatan Muna.

PembelajaranPe n g a l a m a n m e m p e r j u a n g k a n a r i s a n j a m b a n

memberikan pembelajaran kepada pelbagai pihak bahwa warga, kader Posyandu dan fasilitator desa akan bergerak sendiri secara kreatif, dan dipenuhi oleh inspirasi, bila mereka merasa berdaya dan dipercaya. Oleh karena itu, ukuran ketepatan sebuah kegiatan pemberdayaan adalah bila kegiatan itu mampu membangkitkan keberdayaan dan kepercayaan diri masyarakat.

Pembelajaran lain yang diperoleh adalah warga, kader Posyandu dan fasilitator desa sangat membutuhkan sebuah keberhasilan - kecil atau besar - sebelum mereka mengembangk an k egiatan pembangunan la innya. Keberhasilan itu akan menjadi daya pendobrak terhadap kebekuan atau situasi pasif yang mereka jalani selama ini.

Variative and evocative methods to develop community awareness: the Lalemba posyandu cadre did not give up quickly when their explanations for the outbreak of diarrhoea and the idea for the “arisan for latrines” were not immediately accepted by the community. They actually saw the need to find other methods for explaining that were more interesting and evocative. Because of this, discussions on PHBS were then followed up with the publication of factsheets and film screenings. These activities were proven to further increase citizens understanding on the importance of the “arisan for latrines.”Support from the village government and organisations / institutions in the village: Since the beginning, the village cadre saw that village government support was really necessary in the realisation of their ideas and initiatives. The cadre always involved the village government in the PHBS awareness campaign (as well as other posyandu activities). Openness and engagement such as this has meant the village government has felt that the success of the “arisan for latrines” is also their success. The cadre then proposed a joint meeting with the Lawa PGRI Cooperative to accelerate the construction of the latrines in their village. Capacity building that is able to stimulate the motivation of the cadre to mobilise the community: capacity building activities presented by CD Bethesda not only contained materials on posyandu management and technical skills on developing foods for complementary feeding but they also provided motivation to work in the community. This motivation has been able to change the way of thinking of the cadre so that they work not only to pursue allowances and incentives provided by the Muna Public Health Office.

LessonsExperiences campaigning for the “arisan for latrines” have

provided lessons to various stakeholders that citizens, posyandu cadre and village facilitators will mobilise themselves creatively with full inspiration when they feel empowered and trusted. Therefore, an accurate measure of an empowerment activity is if that activity is able to generate community empowerment and self-confidence.

In line with the above point, citizens, posyandu cadre and village facilitators really need to experience success- small or large – before they develop other development activities. This success will become the motivating force in regard to the static or passive situation they have been in until now.

asih banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa istilah gender semata-mata merujuk pada Mperempuan. Masih banyak pula yang salah paham atau

rancu dalam memahami istilah gender dan jenis kelamin (seks). Kesalahpahaman tersebut bahkan masih terjadi pada pihak-pihak yang berurusan dengan program-program kesetaraan gender di Indonesia. Saya tidak ingin mengatakan bahwa ini suatu kesalahan, tetapi ini suatu pekerjaan kita semua yang memiliki keahlian khusus di bidang studi gender (gender expert). Istilah gender memang perlu dipahami secara tuntas, sebelum kita menggunakannya, mengucapkannya, dan sebelum kita bekerja untuk hal tersebut.

Ada banyak pengertian terkait dengan istilah gender. Gender memang bukan berakar dari bahasa Indonesia, dan istilah gender bukanlah sekedar satu kata dengan satu pengertian. Gender adalah sebuah konsep yang menceritakan banyak hal mengenai kehidupan dua jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Istilah gender berangkat dari kesadaran kita bahwa manusia tidaklah satu, manusia bermacam-macam, dalam hal ini adalah jenis kelaminnya.

Gender, merujuk pada suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan secara berbeda, yang padahal dalam prinsip kemanusiaan, mereka adalah dua jenis manusia yang memiliki hak-hak kemanusiaan yang setara. Gender merujuk pada suatu pandangan kebudayaan sosial masyarakat, yang membuat kehidupan perempuan dan laki-laki dibedakan, membuat pengalaman kehidupan dibedakan. Gender adalah istilah yang ingin menerangkan bahwa, ada faktor-faktor di luar eksistensi manusia yang mempengaruhi kehidupan laki-laki dan perempuan. Gender bukan soal jenis kelamin, sementara jenis kelamin adalah semata-mata bicara soal biologi. Perempuan punya rahim, payudara, bisa melahirkan, menyusui, mengandung, sedangkan laki-laki tidak. Laki-laki memiliki sperma untuk membuahi sel telur, laki-laki punya hormon khas, yang berbeda dengan hormon perempuan untuk melakukan fungsi biologisnya. Namun fungsi-fungsi biologi laki-laki dan perempuan ini kemudian dicampur-aduk dalam kehidupan

sosial politik mereka. Padahal determinasi biologi laki-laki dan perempuanini semata-mata perangkat reproduksi tubuh mereka, yang terjadi pula pada berbagaimacam spesies mahluk lainnya, yang seharusnya tidak ada intervensi penilaian atau pandangan sosial apapun diluar fungsinya. Jenis kelamin bukanlah gender, tetapi eksistensi biologi mahluk manusia.

Gender adalah di luar faktor-faktor biologi manusia, dan istilah gender sebetulnya ingin menjelaskan bahwa ada persoalan dalam dua jenis kelamin ini dalam kehidupan sosial politik mereka. Ada persoalan dalam relasi laki-laki dan perempuan dalam menghadapi keadaan sosial politik mereka. Persoalan itu bukan dari diri mereka yang lahir dalam keadaan (berjeniskelamin) laki-laki atau perempuan, tetapi karena acara pandang sosial politik masyarakat terhadap mereka. Gender adalah istilah yang dapat kita umpamakan sebagai kunci yang berhasil membuka kotak misteri kehidupan manusia, dan ketika kotak misteri itu dibuka, nampak isinya berbagai macam masalah, yang ternyata masalah itu dapat mengakibatkan seseorang atas dasar jenis kelaminnya, mengalami diskriminasi atau ketidakadilan yang mengerikan.

Mengurai masalah dari kotak misteri tersebut tidak mudah, karena kita perlu menyadari terlebih dahulu fakta-fakta bahwa misalnya seseorang mengalami pelecehan ataupun kekerasan seksual akibat jenis kelamin mereka. Perempuan, dan anak-anak perempuan adalahjumlahterbesar yang menjadi korban kekerasan seksual karena kekerasan tersebut terjadi semata-mata karena mereka perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga, sebagian besar perempuan, semata-mata karena mereka perempuan, istri, ibu, yang dalam kebudayaan kita terutama dalam perkawinan, adalahjeniskelamin yang harus tunduk dan patuh pada laki-laki atau suami, karena hanya jenis kelaminlaki-laki yang diakui menguasai rumahtangga. Karena hubungan kuasa dan yang dikuasai inilah sangat rentan terjadi kekerasan.

Di dalam rumah, suami akan sangat rentan melakukan kekerasan terhadap istri, sementara dalam kehidupan publik atau di luar rumah, sang suami di tuntut mencari nafkah, menghidupi seluruh kebutuhan keluarga secara ekonomi, harta

Mengurai Kehidupan Mulai Dari Istilah

OLEH MARIANA AMIRUDDIN

GENDER

benda, jaminan sosial dan kesehatan, yang padahal dalam dunia kerja mereka mengalami ketidakadilan yang sama, saat ada hubungan yang berkuasa dan yang dikuasai. Bagi laki-laki yang hanya memiliki jabatan rendah, dan ekonomi yang pas-pasan, mereka tidak menemukan kebahagiaan sekalipun ia memiliki seorang istri yang mendukungnya secara penuh. Tuntutan sosial politik yang berlebihan pada laki-laki untuk sukses dan mapan, adalah tuntutan yang membuat mereka harus istimewa, harusmenjadi super. Bagi yang tidak berhasil menjadi superman, banyak mengalami frustasi, mengalami ketidakpercayaan diri, rusakmentalnya, dan rumahtangga menjadi sasaran, dan tindakan kekerasan rentan terjadi pada dirinya.

Istilah gender ingin menjelaskan bahwa persoalan laki-laki dan perempuan berawal dari rumah. Dari tempat tidur, dapur, dan urusan rumah tangga. Kotak misteri yang selama berabad-abad tak terjangkau inilah ternyata terletak di dalam gudang alam bawah sadar rumah tangga sekelompok manusia bernama keluarga, yang tertutup rapat dan tidak bisa diketahui orang lain tentang hal-hal yang terjadi di dalamnya.

Tanpa disadari persoalan rumah tangga ternyata terepresentasi dalam persoalan politik ekonomi dan hukum kita, yang mewakili hampir sepenuhnya kebudayaan kita yang belum tentu adil terhadap laki-laki dan perempuan. Perempuan tidak diharapkan untuk menjadi pintar, bekerja, berkarir dan sukses di bidang-bidang tertentu, mereka hanya diharapkan mengelola rumah tangga, mengasuh anak. Sementara laki-laki ditempatkan berseberangan dengan perempuan, mereka harus sukses dalam kerja, harus pintar, harus punya karir yang tinggi, harus kaya raya. Tidak ada yang lebih tidak berharga dari seorang laki-laki yang miskin tidak mampu menafkahi keluarganya, daripada perempuan yang miskin tetapi bisa dinafkahi oleh suaminya. Tidak ada yang lebih terhina daripada seorang suami dinafkahi oleh istrinya sehingga ada istilah “numpang di ketiak istri”. Laki-laki akan mengalami frustasi dan kerendahan diri yang luar biasa. Atau dalam tradisi dan agama tertentu, seorang istri diperbolehkan dipukul oleh suaminya, apabila dia tidak ijin keluar rumah. Pemukulan pada istri adalah suatu tindakan yang dianggap amat sangat wajar dalam hal ini. Bukankah ini suatu keganjilan ketika kita bicara soal kemanusiaan?

Istilah gender ingin menjelaskan bahwa kebudayaan telah membuat hubungan dua jenis kelamin manusia, laki-laki dan perempuan, mengalami kesenjangandenganjurang yang begitudalam. Mereka “tidak nyambung” dalam berkomunikasi, mereka terbangun oleh mental dan cara berpikir yang berseberangan. Mereka berdiri di atas kebudayaan mereka masing-masing. Budaya perempuan sangat berbeda dengan budaya laki-laki. Nilai-nilai mereka terpecah menjadi dua. Mereka disebut maskulin dan feminin. Mereka tidak boleh bertukar peran, yang padahal hakekat manusia begitu indahnya, sama-sama memiliki pikiran, hati dan jiwa, yang seharusnya teraktualisasi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka dipenjara oleh peran-peran atas alasan jenis kelamin mereka, dan ini lah fungsi dari konsep gender, dan dalam perkembangannya gender menjadi sebuah studi yang dapat dipelajari melalui berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, antropologi, sosiologi, politik, hukum, seni dan kebudayaan, juga sains dan teknologi. Istilah gender adalahsebuahpisau yang membentangkan kenyataan pahit konstruksi sosial dan budaya yang diyakini dan dipercaya sebagai kebenaran atau takdir manusia ternyata hanya membuat dua jenis kelamin manusia ini terus menerus dirundung masalah, tanpa tahu bagaimana menyelesaikannya.

Tulisan ini juga bisa dibaca pada Jurnal Perempuan

JELAJAH HUTAN KEMASYARAKATAN DI BANGKENG BUKI'

kebutuhan pangan mie. Terdapat pula kunyit, nenas hutan, dan daun penangkal luka. Petani biasa pula memperoleh madu hutan. Tapi yang paling utama di kawasan hutan ini masyarakat memperoleh manfaat dari berkebun cokelat, cengkeh, dan kemiri. “dengan adanya HKm berarti kami diberi kesempatan untuk tetap melanjutkan usaha kebun cokelat kami, yang sebelumnya selalu dilarang-larang oleh petugas,” ujar Burhanuddin.

Pengelolaan Bumdes di BantaengLain padang lain belalang, berbeda dengan Bulukumba, izin

pengelolaan hutan oleh masyarakat di Bantaeng mengikuti skema Hutan Desa (HD). Pada 2010 telah ditetapkan kawasan Hutan Desa Bantaeng seluas 704 hektar, sebanyak 339 Ha di Desa Labbo dan 335 Ha di Desa Campaga.

Di Kabupaten Bantaeng, Pemerintah setempat memiliki andil besar dengan menginisiasi pembentukan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). Setiap BUMDES diberi dana bergulir sebesar Rp. 100 juta beserta sebuah mobil operasional. Dana inilah yang digunakan oleh BUMDES Labbo, desa yang kami kunjungi saat itu untuk pengelolaan dana air bersih dan biaya pelatihan-pelatihan, salah satunya yaitu pelatihan budidaya lebah madu. Hasil Hutan Desa yang berasal dari pengelolaan air dan budidaya lebah madu itu 30 persennya diserahkan ke BUMDES untuk didistribusikan kembali ke masyarakat. Saat ini

masyarakat telah mengusahakan berbagai komoditas di Labbo, seperti rotan, bunga kembang doa, markisa, kopi, madu, dan air.

“Sebelum ada BUMDES, pengelolaan air di Labbo semrawut dan pembagian air tidak merata. Setelah BUMDES dengan model pengaliran air melalui perpipaan, pembagian air sudah merata. Warga tidak dipaksa membayar di kantor desa, tapi biasanya pengurus BUMDES datang ke rumah mereka untuk menagih iuran air. Biaya beban air yaitu Rp. 500,” ujar Ramli, Direktur BUMDES Labbo.

Terkait pelatihan lebah madu, konon dulu warga harus membakar kayu untuk memperoleh madu di

hutan. setelah pelatihan, warga sudah paham cara memperoleh madu tanpa membakar kayu. selain itu masyarakat diajak untuk menanam bunga sebagai bahan makanan kerumunan lebah.

Menurut Adam, Direktur Balang, organisasi swadaya masyarakat yang mendampingi warga. “Skema hutan desa ini berperan untuk menjaga hutan dari perambahan para pengusaha besar (tambang, sawit), sekarang posisi masyarakat sama dengan pengusaha,” ucap Adam, tegas. Hutan desa memberi legitimasi bahwa masyarakat sebenarnya sangat menghormati alam, sebab mereka tahu kalau hutan digerus, sumberdaya air untuk persawahan mereka akan berkurang. “Pada peta RKHD (Rencana Kerja Hutan Desa) ditemukan sebaran Anoa di sekitar wilayah konservasi, sehingga masyarakat menjaga area tersebut untuk menjaga keberadaan anoa,” tambah Adam.

Menurut Prof Supratman, akademisi dari Universitas Hasanuddin, pelestarian Hutan Desa dengan pembinaan masyarakat dapat menjaga sumber mata air di wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) Lantebung. Bumdes sangat strategis untuk pengelolaan dan pelestarian lingkungan disebabkan karena Bumdes melibatkan peran pemerintah untuk mengintervensi pengelolaan hutan, dimana kepala desa dapat membuat peraturan tentang pengelolaan Hutan Desa.

JELAJAH HUTAN KEMASYARAKATAN DI BANGKENG BUKI'

aat menyebut Bulukumba alam imajinasi kita selalu diantar ke situs pembuatan Perahu Pinisi di Tanah Beru dan Sbermain pasir putih di Pantai Bira. Itulah kesan pertama

yang muncul. Tapi Kota Panrita Lopi ini bukan sekadar gelombang dan cerita tentang pelaut yang pantang seret ke pantai, di daerah ini juga terdapat masyarakat desa yang berjuang menyuburkan kembali lahan kritis di bukit-bukit dan membangkitkan kesadaran lingkungan pada warga desa hutan. Prototipe kesadaran ini sebenarnya sudah terbangun pada komunitas masyarakat Kajang Bulukumba, hutan adat milik mereka cukup terpelihara dan warga punya aturan khusus dalam memanfaatkan hutan. Nah, kali ini kita akan menyoroti bagaimana aturan pemerintah cukup membantu masyarakat dalam mendefenisikan kembali pola hubungan mereka dengan alam.

Awal Mei silam, Sulawesi Community Foundation (SCF) bersama Ir. Erna Rosdiana, Msi, Kepala Bidang Pemberitaan dan Publikasi Kementerian Kehutanan, beserta jurnalis dari media nasional, yaitu Sinar Harapan, Radio Republik Indonesia (RRI), Republika, Investor Deli, Suara Pembaharuan, Jurnal Nasional, dan Global TV, untuk mengamati Hutan Kemasyarakatan (HKm) di pegunungan Anrang, Bangkeng Buki' Desa Bontonyeleng, yang dikelola oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukit Indah.

Rombongan berjalan kaki sekitar empat kilometer mengikuti jalan setapak. Para wartawan melakukan pemotretan di sepanjang jalan, sambil mewawancarai pengurus KTH dan penyuluh kehutanan. Sementara Ir. A Misbawati A Wawo, MM selaku Kepala Dinas Kehutanan asyik berbincang dengan Ir. Erna Rosdiana, Msi di sepanjang jalan. Dalam perjalanan itu badan basah kuyup akibat keringat, kami pun sempat menyeberangi sungai dengan kedalaman di atas mata kaki.

Luas lahan milik KTH Bukit Indah yaitu 127 hektar dan terletak di Bangkeng Buki' atau Kaki Bukit sebelah timur Gunung Lompo Battang. Lahan di Bangkeng Buki' sudah dimanfaatkan oleh warga dengan menanam cokelat dan jagung sejak 1990-an. Sehingga tegakan pohon kayu kala itu kian berkurang. “Pada waktu itu sawah di bawah bukit hanya bisa panen sekali dalam setahun, akibat kurangnya air pada musim kemarau,” ujar Burhanuddin, Ketua KTH Bukit Indah.

Lalu ada fasilitasi penanaman 25.000 bibit pohon Jati Putih (Gmelina sp.) dari Dinas Kehutanan pada 1998. Masyarakat pun beramai-ramai menanam pohon pada lokasi yang sudah terbuka. Tahun berjalan, pohon itu menghasilkan buah dan berjatuhan dari dahannya, buah itu pun dijadikan bibit oleh petani untuk ditanami kembali. Selain itu petani juga menanam cengkeh dan kemiri di antara pepohonan jati. Kini umur pohon tersebut mencapai 14 tahun sejak ditanam dan sudah layak panen. Namun, mereka belum memperoleh izin panen. Padahal jika lambat ditebang, kulit pohon bisa kropos.

Penanaman dan bertambahnya tegakan di Bangkeng Buki' ini ternyata memberi manfaat positif. Pada musim kemarau, air pada Sungai Bijawang dan Sungai Tuli tetap tersedia, sehingga warga sudah dapat panen dua kali dalam setahun. Apalagi pada 2007 muncul aturan pemberian izin pemanfaatan hutan oleh masyarakat/HKm, peluang itu segera dilirik oleh Pemda Bulukumba. di bangkeng Buki' dibentuklah kelompok HKm

Bukit Indah pada Desember 2007 dan mulai aktif pada Januari 2008.

Hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan skema yang ditelorkan pada 2007 melalui Permenhut No. P.37/Menhut-II/2007 jo P.18/Menhut-II/2009 jo P.13/Menhut-II/2010 jo P.52/Menhut-II/2011. Skema ini lahir untuk memberi kesempatan pada masyarakat yang berada di dalam dan sekitar untuk untuk memanfaatkan hutan dalam hal sektor jasa. “Masyarakat juga boleh menebang kayu yang ia tanam sendiri. Kayu yang tumbuh alami tidak boleh ditebang,” ujar Rustanto Suprapto, Direktur Eksekutif SCF. Masa izin HKm ini berlaku selama 35 tahun. Sehingga warga bisa melakukan penanaman dan pemanenan kayu berulang kali di lokasi HKm.

Realisasi HKm ini mendapat dukungan penuh dari Pemda Bulukumba. Sejak 2008 Pemda telah memberikan ijin pengelolaan pada delapan KTH. Pilot project pertama dengan dibentuknya tiga KTH, yaitu KTH Mattaro Deceng yang terletak di Desa Anrang, KTH Mabbulo Sibatang di Desa Bonto, dan KTH Bukit Harapn.

Cukup berat untuk menyakinkan masyarakat yang telah berkebun di kawasan hutan untuk mencabut SPPT (Surat pajak) sebagai persyaratan realisasi HKm. Kami lalu menggencarkan pendekatan ke petani dengan sesekali memberikan contoh buruk jika petani tak segera melestarikan lingkungannya. “Tahun 2006 terjadi longsor di Bangkeng Buki', saya perlihatkan ke masyarakat, jika tak menanam pohon, longsor dapat terulang lagi,” kata Burhanuddin. Selain itu pengurus KTH berkoordinasi dengan Dinas Perpajakan untuk memutus SPPT para petani.

Di hutan kami pun mendapat berbagai potensi yang bisa dikembangkan, di hutan ini tersebar tanaman iles-iles atau porang, yaitu sejenis tanaman umbi-umbian yang ternyata di Jawa sudah dibudidayakan, karena banyak diekspor untuk

17 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 18 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

Upaya petani menanam pohon di Bangkeng Buki', menjamin ketersediaan air, mencegah longsor

memetik bahagia dari hasil panen kemudian hari.

Tulisan ini juga bisa dibaca pada link berikuthttp://blog.scf.or.id/jelajah-hutan-kemasyarakatan-di-bangkeng-buki.html

INFORMASI LEBIH LANJUTINFORMASI LEBIH LANJUT

benda, jaminan sosial dan kesehatan, yang padahal dalam dunia kerja mereka mengalami ketidakadilan yang sama, saat ada hubungan yang berkuasa dan yang dikuasai. Bagi laki-laki yang hanya memiliki jabatan rendah, dan ekonomi yang pas-pasan, mereka tidak menemukan kebahagiaan sekalipun ia memiliki seorang istri yang mendukungnya secara penuh. Tuntutan sosial politik yang berlebihan pada laki-laki untuk sukses dan mapan, adalah tuntutan yang membuat mereka harus istimewa, harusmenjadi super. Bagi yang tidak berhasil menjadi superman, banyak mengalami frustasi, mengalami ketidakpercayaan diri, rusakmentalnya, dan rumahtangga menjadi sasaran, dan tindakan kekerasan rentan terjadi pada dirinya.

Istilah gender ingin menjelaskan bahwa persoalan laki-laki dan perempuan berawal dari rumah. Dari tempat tidur, dapur, dan urusan rumah tangga. Kotak misteri yang selama berabad-abad tak terjangkau inilah ternyata terletak di dalam gudang alam bawah sadar rumah tangga sekelompok manusia bernama keluarga, yang tertutup rapat dan tidak bisa diketahui orang lain tentang hal-hal yang terjadi di dalamnya.

Tanpa disadari persoalan rumah tangga ternyata terepresentasi dalam persoalan politik ekonomi dan hukum kita, yang mewakili hampir sepenuhnya kebudayaan kita yang belum tentu adil terhadap laki-laki dan perempuan. Perempuan tidak diharapkan untuk menjadi pintar, bekerja, berkarir dan sukses di bidang-bidang tertentu, mereka hanya diharapkan mengelola rumah tangga, mengasuh anak. Sementara laki-laki ditempatkan berseberangan dengan perempuan, mereka harus sukses dalam kerja, harus pintar, harus punya karir yang tinggi, harus kaya raya. Tidak ada yang lebih tidak berharga dari seorang laki-laki yang miskin tidak mampu menafkahi keluarganya, daripada perempuan yang miskin tetapi bisa dinafkahi oleh suaminya. Tidak ada yang lebih terhina daripada seorang suami dinafkahi oleh istrinya sehingga ada istilah “numpang di ketiak istri”. Laki-laki akan mengalami frustasi dan kerendahan diri yang luar biasa. Atau dalam tradisi dan agama tertentu, seorang istri diperbolehkan dipukul oleh suaminya, apabila dia tidak ijin keluar rumah. Pemukulan pada istri adalah suatu tindakan yang dianggap amat sangat wajar dalam hal ini. Bukankah ini suatu keganjilan ketika kita bicara soal kemanusiaan?

Istilah gender ingin menjelaskan bahwa kebudayaan telah membuat hubungan dua jenis kelamin manusia, laki-laki dan perempuan, mengalami kesenjangandenganjurang yang begitudalam. Mereka “tidak nyambung” dalam berkomunikasi, mereka terbangun oleh mental dan cara berpikir yang berseberangan. Mereka berdiri di atas kebudayaan mereka masing-masing. Budaya perempuan sangat berbeda dengan budaya laki-laki. Nilai-nilai mereka terpecah menjadi dua. Mereka disebut maskulin dan feminin. Mereka tidak boleh bertukar peran, yang padahal hakekat manusia begitu indahnya, sama-sama memiliki pikiran, hati dan jiwa, yang seharusnya teraktualisasi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka dipenjara oleh peran-peran atas alasan jenis kelamin mereka, dan ini lah fungsi dari konsep gender, dan dalam perkembangannya gender menjadi sebuah studi yang dapat dipelajari melalui berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, antropologi, sosiologi, politik, hukum, seni dan kebudayaan, juga sains dan teknologi. Istilah gender adalahsebuahpisau yang membentangkan kenyataan pahit konstruksi sosial dan budaya yang diyakini dan dipercaya sebagai kebenaran atau takdir manusia ternyata hanya membuat dua jenis kelamin manusia ini terus menerus dirundung masalah, tanpa tahu bagaimana menyelesaikannya.

Tulisan ini juga bisa dibaca pada Jurnal Perempuan

JELAJAH HUTAN KEMASYARAKATAN DI BANGKENG BUKI'

kebutuhan pangan mie. Terdapat pula kunyit, nenas hutan, dan daun penangkal luka. Petani biasa pula memperoleh madu hutan. Tapi yang paling utama di kawasan hutan ini masyarakat memperoleh manfaat dari berkebun cokelat, cengkeh, dan kemiri. “dengan adanya HKm berarti kami diberi kesempatan untuk tetap melanjutkan usaha kebun cokelat kami, yang sebelumnya selalu dilarang-larang oleh petugas,” ujar Burhanuddin.

Pengelolaan Bumdes di BantaengLain padang lain belalang, berbeda dengan Bulukumba, izin

pengelolaan hutan oleh masyarakat di Bantaeng mengikuti skema Hutan Desa (HD). Pada 2010 telah ditetapkan kawasan Hutan Desa Bantaeng seluas 704 hektar, sebanyak 339 Ha di Desa Labbo dan 335 Ha di Desa Campaga.

Di Kabupaten Bantaeng, Pemerintah setempat memiliki andil besar dengan menginisiasi pembentukan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). Setiap BUMDES diberi dana bergulir sebesar Rp. 100 juta beserta sebuah mobil operasional. Dana inilah yang digunakan oleh BUMDES Labbo, desa yang kami kunjungi saat itu untuk pengelolaan dana air bersih dan biaya pelatihan-pelatihan, salah satunya yaitu pelatihan budidaya lebah madu. Hasil Hutan Desa yang berasal dari pengelolaan air dan budidaya lebah madu itu 30 persennya diserahkan ke BUMDES untuk didistribusikan kembali ke masyarakat. Saat ini

masyarakat telah mengusahakan berbagai komoditas di Labbo, seperti rotan, bunga kembang doa, markisa, kopi, madu, dan air.

“Sebelum ada BUMDES, pengelolaan air di Labbo semrawut dan pembagian air tidak merata. Setelah BUMDES dengan model pengaliran air melalui perpipaan, pembagian air sudah merata. Warga tidak dipaksa membayar di kantor desa, tapi biasanya pengurus BUMDES datang ke rumah mereka untuk menagih iuran air. Biaya beban air yaitu Rp. 500,” ujar Ramli, Direktur BUMDES Labbo.

Terkait pelatihan lebah madu, konon dulu warga harus membakar kayu untuk memperoleh madu di

hutan. setelah pelatihan, warga sudah paham cara memperoleh madu tanpa membakar kayu. selain itu masyarakat diajak untuk menanam bunga sebagai bahan makanan kerumunan lebah.

Menurut Adam, Direktur Balang, organisasi swadaya masyarakat yang mendampingi warga. “Skema hutan desa ini berperan untuk menjaga hutan dari perambahan para pengusaha besar (tambang, sawit), sekarang posisi masyarakat sama dengan pengusaha,” ucap Adam, tegas. Hutan desa memberi legitimasi bahwa masyarakat sebenarnya sangat menghormati alam, sebab mereka tahu kalau hutan digerus, sumberdaya air untuk persawahan mereka akan berkurang. “Pada peta RKHD (Rencana Kerja Hutan Desa) ditemukan sebaran Anoa di sekitar wilayah konservasi, sehingga masyarakat menjaga area tersebut untuk menjaga keberadaan anoa,” tambah Adam.

Menurut Prof Supratman, akademisi dari Universitas Hasanuddin, pelestarian Hutan Desa dengan pembinaan masyarakat dapat menjaga sumber mata air di wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) Lantebung. Bumdes sangat strategis untuk pengelolaan dan pelestarian lingkungan disebabkan karena Bumdes melibatkan peran pemerintah untuk mengintervensi pengelolaan hutan, dimana kepala desa dapat membuat peraturan tentang pengelolaan Hutan Desa.

JELAJAH HUTAN KEMASYARAKATAN DI BANGKENG BUKI'

aat menyebut Bulukumba alam imajinasi kita selalu diantar ke situs pembuatan Perahu Pinisi di Tanah Beru dan Sbermain pasir putih di Pantai Bira. Itulah kesan pertama

yang muncul. Tapi Kota Panrita Lopi ini bukan sekadar gelombang dan cerita tentang pelaut yang pantang seret ke pantai, di daerah ini juga terdapat masyarakat desa yang berjuang menyuburkan kembali lahan kritis di bukit-bukit dan membangkitkan kesadaran lingkungan pada warga desa hutan. Prototipe kesadaran ini sebenarnya sudah terbangun pada komunitas masyarakat Kajang Bulukumba, hutan adat milik mereka cukup terpelihara dan warga punya aturan khusus dalam memanfaatkan hutan. Nah, kali ini kita akan menyoroti bagaimana aturan pemerintah cukup membantu masyarakat dalam mendefenisikan kembali pola hubungan mereka dengan alam.

Awal Mei silam, Sulawesi Community Foundation (SCF) bersama Ir. Erna Rosdiana, Msi, Kepala Bidang Pemberitaan dan Publikasi Kementerian Kehutanan, beserta jurnalis dari media nasional, yaitu Sinar Harapan, Radio Republik Indonesia (RRI), Republika, Investor Deli, Suara Pembaharuan, Jurnal Nasional, dan Global TV, untuk mengamati Hutan Kemasyarakatan (HKm) di pegunungan Anrang, Bangkeng Buki' Desa Bontonyeleng, yang dikelola oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukit Indah.

Rombongan berjalan kaki sekitar empat kilometer mengikuti jalan setapak. Para wartawan melakukan pemotretan di sepanjang jalan, sambil mewawancarai pengurus KTH dan penyuluh kehutanan. Sementara Ir. A Misbawati A Wawo, MM selaku Kepala Dinas Kehutanan asyik berbincang dengan Ir. Erna Rosdiana, Msi di sepanjang jalan. Dalam perjalanan itu badan basah kuyup akibat keringat, kami pun sempat menyeberangi sungai dengan kedalaman di atas mata kaki.

Luas lahan milik KTH Bukit Indah yaitu 127 hektar dan terletak di Bangkeng Buki' atau Kaki Bukit sebelah timur Gunung Lompo Battang. Lahan di Bangkeng Buki' sudah dimanfaatkan oleh warga dengan menanam cokelat dan jagung sejak 1990-an. Sehingga tegakan pohon kayu kala itu kian berkurang. “Pada waktu itu sawah di bawah bukit hanya bisa panen sekali dalam setahun, akibat kurangnya air pada musim kemarau,” ujar Burhanuddin, Ketua KTH Bukit Indah.

Lalu ada fasilitasi penanaman 25.000 bibit pohon Jati Putih (Gmelina sp.) dari Dinas Kehutanan pada 1998. Masyarakat pun beramai-ramai menanam pohon pada lokasi yang sudah terbuka. Tahun berjalan, pohon itu menghasilkan buah dan berjatuhan dari dahannya, buah itu pun dijadikan bibit oleh petani untuk ditanami kembali. Selain itu petani juga menanam cengkeh dan kemiri di antara pepohonan jati. Kini umur pohon tersebut mencapai 14 tahun sejak ditanam dan sudah layak panen. Namun, mereka belum memperoleh izin panen. Padahal jika lambat ditebang, kulit pohon bisa kropos.

Penanaman dan bertambahnya tegakan di Bangkeng Buki' ini ternyata memberi manfaat positif. Pada musim kemarau, air pada Sungai Bijawang dan Sungai Tuli tetap tersedia, sehingga warga sudah dapat panen dua kali dalam setahun. Apalagi pada 2007 muncul aturan pemberian izin pemanfaatan hutan oleh masyarakat/HKm, peluang itu segera dilirik oleh Pemda Bulukumba. di bangkeng Buki' dibentuklah kelompok HKm

Bukit Indah pada Desember 2007 dan mulai aktif pada Januari 2008.

Hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan skema yang ditelorkan pada 2007 melalui Permenhut No. P.37/Menhut-II/2007 jo P.18/Menhut-II/2009 jo P.13/Menhut-II/2010 jo P.52/Menhut-II/2011. Skema ini lahir untuk memberi kesempatan pada masyarakat yang berada di dalam dan sekitar untuk untuk memanfaatkan hutan dalam hal sektor jasa. “Masyarakat juga boleh menebang kayu yang ia tanam sendiri. Kayu yang tumbuh alami tidak boleh ditebang,” ujar Rustanto Suprapto, Direktur Eksekutif SCF. Masa izin HKm ini berlaku selama 35 tahun. Sehingga warga bisa melakukan penanaman dan pemanenan kayu berulang kali di lokasi HKm.

Realisasi HKm ini mendapat dukungan penuh dari Pemda Bulukumba. Sejak 2008 Pemda telah memberikan ijin pengelolaan pada delapan KTH. Pilot project pertama dengan dibentuknya tiga KTH, yaitu KTH Mattaro Deceng yang terletak di Desa Anrang, KTH Mabbulo Sibatang di Desa Bonto, dan KTH Bukit Harapn.

Cukup berat untuk menyakinkan masyarakat yang telah berkebun di kawasan hutan untuk mencabut SPPT (Surat pajak) sebagai persyaratan realisasi HKm. Kami lalu menggencarkan pendekatan ke petani dengan sesekali memberikan contoh buruk jika petani tak segera melestarikan lingkungannya. “Tahun 2006 terjadi longsor di Bangkeng Buki', saya perlihatkan ke masyarakat, jika tak menanam pohon, longsor dapat terulang lagi,” kata Burhanuddin. Selain itu pengurus KTH berkoordinasi dengan Dinas Perpajakan untuk memutus SPPT para petani.

Di hutan kami pun mendapat berbagai potensi yang bisa dikembangkan, di hutan ini tersebar tanaman iles-iles atau porang, yaitu sejenis tanaman umbi-umbian yang ternyata di Jawa sudah dibudidayakan, karena banyak diekspor untuk

17 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 18 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

Upaya petani menanam pohon di Bangkeng Buki', menjamin ketersediaan air, mencegah longsor

memetik bahagia dari hasil panen kemudian hari.

Tulisan ini juga bisa dibaca pada link berikuthttp://blog.scf.or.id/jelajah-hutan-kemasyarakatan-di-bangkeng-buki.html

INFORMASI LEBIH LANJUTINFORMASI LEBIH LANJUT

19 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 20 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

allacea adalah h a m p a r a n k e p u l a u a n W

d e n g a n k e k a y a a n keanekaragaman hayati yang luar biasa; dibuktikan dengan adanya satwa yang unik, mulai dari kadal purba raksasa komodo (Varanus k o m o d o e n s i s ) s a m p a i babirusa (Babyrousa sp.), d a r i b u r u n g m a l e o senkawor (Macrocephalon maleo) sampai bidadari halmahera (Semioptera wallacii). Kawasan yang meliputi Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku ini, ini adalah tempat di mana Alfred Russel Wallace mendapatkan inspirasi dan mencetuskan konsep teori evolusi melalui seleksi alam.

Wallacea merupakan rumah bagi lebih dari 10.000 jenis tumbuhan, di mana 15% diantaranya merupakan jenis yang unik. Dalam aspek avifauna saja, sebanyak 715 jenis atau 45% dari 1.598 jenis burung di Indonesia hidup tersebar pada pulau-pulau di kawasan ini, dan 203 jenis diantaranya adalah jenis endemik yang tidak bisa ditemukan di tempat lain di dunia. Sayangnya, dari 117 jenis burung terancam punah yang ada di Indonesia, 56 jenis diantaranya berada di Wallacea.

Indonesia memiliki 23 Daerah Burung Endemik (DBE) atau Endemic Bird Area (EBA) – terbanyak di dunia – dan 10 DBE diantaranya berada di Wallacea (Gambar 2), yang berarti bahwa kawasan ini menyumbang tingkat endemisitas burung tertinggi dan memegang peranan penting bagi upaya konservasi di dunia. Selain itu Wallacea memiliki 111 Daerah Penting bagi Burung (DPB) yang juga dikenal dengan Important Bird Area (IBA), hampir setengah dari total 227 DPB yang telah diidentifikasi di kawasan Sunda dan Wallacea.

Burung Indonesia bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar acara peluncuran Penyusunan Profil Ekosistem Wallacea. Acara yang diadakan di Gedung Pusat Kehutanan, Manggala Wanabakti, 3 Juli ini diisi dengan diskusi panel.

Diskusi tersebut menghadirkan Project Team Leader the Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) Wallacea, Pete Wood; pakar pemberdayaan masyarakat sekaligus Direktur Eksekutif Santiri Foundation, Tjatur Kukuh; ahli konservasi yang juga mantan Direktur Jenderal PHKA, Ir. Wahjudi Wardojo; serta pakar lingkungan dan mantan Menteri Lingkungan Hidup,

Dr. Alexander Sonny Keraf.Membuka acara ini,

Direktur Burung Indonesia, A g u s B u d i U t o m o m e n y a m p a i k a n sambutannya tentang p e n t i n g n y a k a w a s a n wallacea. Kawasan Wallacea yang meliputi kepulauan nusantara di sebelah timur Bali hingga sebelah barat Papua (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara) ser ta T i m o r - L e s t e , k a y a keragaman hayati. Namun, keragaman hayati tersebut terancam pengrusakan, pemanfaatan berlebihan, dan invasi jenis-jenis asing.

Wallacea juga terkenal dengan jenis-jenis endemis alias khas yang tidak dijumpai di tempat lain.

Sekitar satu dari setiap lima jenis burung, mamalia, tumbuhan, reptil, dan amfibi serta ikan air tawar di Wallacea hanya dapat ditemukan di kawasan ini. Tercatat sekitar 2.071 jenis hidupan liar di Wallacea yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Sebagian besar spesies tersebut bahkan tidak ditemukan di seluruh kawasan Wallacea, melainkan hanya hidup di satu atau beberapa pulau saja.

Sebut saja burung bidadari halmahera yang hanya bisa dilihat di Halmahera, komodo yang hanya ada di Taman Nasional Komodo dan ujung barat Flores (Nusa Tenggara Timur), serta anoa yang hanya terdapat di Sulawesi dan Buton.

Namun, sebagian di antara keragaman hayati Wallacea itu telah masuk dalam daftar jenis terancam punah World Conservation Union (IUCN). “Menurut data IUCN, terdapat 535 jenis hidupan liar di Wallacea yang kini terancam punah secara global,” tutur Agus. Dari jumlah tersebut, jenis-jenis koral menempati urutan teratas (172 jenis terancam punah) diikuti dengan taksa tumbuhan (67 jenis) dan mamalia (66 jenis). Selain itu, CEPF memperkirakan hanya 15 persen habitat asli di Wallacea yang kini tersisa.

Dengan begitu banyak spesies dan kawasan istimewa serta komunitas di Wallacea, penentuan prioritas mutlak diperlukan. Caranya dengan mengidentifikasi spesies dan habitat yang paling rentan terhadap ancaman, sekaligus paling membutuhkan perhatian dan upaya konservasi. “Inti Profil Ekosistem adalah untuk mengidentifikasi tempat-tempat penting ini,” tutur Pete Wood.

Proses penetapan prioritas ini tidak berangkat dari nol. Burung Indonesia telah mengidentifikasi 111 Daerah Penting

bagi Burung di Wallacea. Daerah tersebut tentu tidak hanya penting bagi burung, tetapi juga hidupan liar lain. Langkah awal penyusunan Profil Ekosistem Wallacea adalah untuk mengidentifikasi spesies terancam punah lain yang dapat kita lindungi di area yang sama.

Menurut Dr. Siti Nurmaliati Prijono, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, hasil kerja Profil Ekosistem CEPF akan selalu menjadi “work in progress” yang harus terus diperbarui dan ditinjau ulang secara berkala. Sebab, masih ada celah besar terkait pengetahuan kita tentang spesies-spesies yang ada di Wallacea. Jenis-jenis burung, serangga, dan jenis hidupan liar lain juga masih terus ditemukan.

Sementara itu, pembicara kunci dalam acara ini, Dr. Alexander Sonny Keraf mengemukakan pentingnya melestarikan keragaman hayati. “Keragaman hayati tidak saja penting untuk kesejahteraan manusia, tetapi juga untuk kehidupan itu sendiri dan kelestarian dari kehidupan,” tutur Sonny.

Menurut mantan Menteri Lingkungan Hidup itu, keragaman hayati tidak hanya penting bagi kesejahteraan manusia dalam bidang ekonomi saja. Secara eksistensial manusia memerlukan keragaman hayati. Sebab, keberadaan beragam organisme menunjang adanya siklus air, udara, dan materi, yang merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Tak heran jika banyak suku-suku yang terancam eksistensinya ketika keragaman hayati musnah.

WALLACEA

OLEH TRI SUSANTI

PELUNCURAN PENYUSUNAN PROFIL E K O S I S T E M

Anda dapat menghubungi Tri Susanti (Media and Communication Specialist) melalui email [email protected] aspirasi Anda melalui e-mail: [email protected] Laman Facebook : Profil Ekosistem Wallacea dan wesbite www.wallacea.org

INFORMASI LEBIH LANJUT

WEBSITE OF THE MONTH

Penyediaan sarana sanitasi, masih menghadapi tantangan, dikarenakan :

Teknologi untuk lokasi khusus seperti daerah sempit perkotaan, daerah pasang surut dan sebagainya masih belum banyak tersediaPersepsimasyarakatbahwateknologi yang aman itu mahal dan rumitInvestasi yang tinggiPengoperasian dan perawatan tidak mudah

Lomba Teknologi Tepat Guna Untuk Sanitasi Berbasis Masyarakat di Perkotaan

www.sanitasitotal.com

Untuk memastikan keberlajutan perubahan perilaku dari aspek Peningkatan Penyediaan Sanitasi (Supply), HIGH FIVE, HAKLI, WVI, IUWASH, bersama pokja AMPL Nasional dan Sekretariat STBM, serta dukungan BAPPENAS, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan mitra private sektor PUNDI AMAL SCTV, menyelenggarakan Lomba Teknologi Tepat Guna STBM untuk wilayah perkotaan.

19 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 20 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

allacea adalah h a m p a r a n k e p u l a u a n W

d e n g a n k e k a y a a n keanekaragaman hayati yang luar biasa; dibuktikan dengan adanya satwa yang unik, mulai dari kadal purba raksasa komodo (Varanus k o m o d o e n s i s ) s a m p a i babirusa (Babyrousa sp.), d a r i b u r u n g m a l e o senkawor (Macrocephalon maleo) sampai bidadari halmahera (Semioptera wallacii). Kawasan yang meliputi Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku ini, ini adalah tempat di mana Alfred Russel Wallace mendapatkan inspirasi dan mencetuskan konsep teori evolusi melalui seleksi alam.

Wallacea merupakan rumah bagi lebih dari 10.000 jenis tumbuhan, di mana 15% diantaranya merupakan jenis yang unik. Dalam aspek avifauna saja, sebanyak 715 jenis atau 45% dari 1.598 jenis burung di Indonesia hidup tersebar pada pulau-pulau di kawasan ini, dan 203 jenis diantaranya adalah jenis endemik yang tidak bisa ditemukan di tempat lain di dunia. Sayangnya, dari 117 jenis burung terancam punah yang ada di Indonesia, 56 jenis diantaranya berada di Wallacea.

Indonesia memiliki 23 Daerah Burung Endemik (DBE) atau Endemic Bird Area (EBA) – terbanyak di dunia – dan 10 DBE diantaranya berada di Wallacea (Gambar 2), yang berarti bahwa kawasan ini menyumbang tingkat endemisitas burung tertinggi dan memegang peranan penting bagi upaya konservasi di dunia. Selain itu Wallacea memiliki 111 Daerah Penting bagi Burung (DPB) yang juga dikenal dengan Important Bird Area (IBA), hampir setengah dari total 227 DPB yang telah diidentifikasi di kawasan Sunda dan Wallacea.

Burung Indonesia bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar acara peluncuran Penyusunan Profil Ekosistem Wallacea. Acara yang diadakan di Gedung Pusat Kehutanan, Manggala Wanabakti, 3 Juli ini diisi dengan diskusi panel.

Diskusi tersebut menghadirkan Project Team Leader the Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) Wallacea, Pete Wood; pakar pemberdayaan masyarakat sekaligus Direktur Eksekutif Santiri Foundation, Tjatur Kukuh; ahli konservasi yang juga mantan Direktur Jenderal PHKA, Ir. Wahjudi Wardojo; serta pakar lingkungan dan mantan Menteri Lingkungan Hidup,

Dr. Alexander Sonny Keraf.Membuka acara ini,

Direktur Burung Indonesia, A g u s B u d i U t o m o m e n y a m p a i k a n sambutannya tentang p e n t i n g n y a k a w a s a n wallacea. Kawasan Wallacea yang meliputi kepulauan nusantara di sebelah timur Bali hingga sebelah barat Papua (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara) ser ta T i m o r - L e s t e , k a y a keragaman hayati. Namun, keragaman hayati tersebut terancam pengrusakan, pemanfaatan berlebihan, dan invasi jenis-jenis asing.

Wallacea juga terkenal dengan jenis-jenis endemis alias khas yang tidak dijumpai di tempat lain.

Sekitar satu dari setiap lima jenis burung, mamalia, tumbuhan, reptil, dan amfibi serta ikan air tawar di Wallacea hanya dapat ditemukan di kawasan ini. Tercatat sekitar 2.071 jenis hidupan liar di Wallacea yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Sebagian besar spesies tersebut bahkan tidak ditemukan di seluruh kawasan Wallacea, melainkan hanya hidup di satu atau beberapa pulau saja.

Sebut saja burung bidadari halmahera yang hanya bisa dilihat di Halmahera, komodo yang hanya ada di Taman Nasional Komodo dan ujung barat Flores (Nusa Tenggara Timur), serta anoa yang hanya terdapat di Sulawesi dan Buton.

Namun, sebagian di antara keragaman hayati Wallacea itu telah masuk dalam daftar jenis terancam punah World Conservation Union (IUCN). “Menurut data IUCN, terdapat 535 jenis hidupan liar di Wallacea yang kini terancam punah secara global,” tutur Agus. Dari jumlah tersebut, jenis-jenis koral menempati urutan teratas (172 jenis terancam punah) diikuti dengan taksa tumbuhan (67 jenis) dan mamalia (66 jenis). Selain itu, CEPF memperkirakan hanya 15 persen habitat asli di Wallacea yang kini tersisa.

Dengan begitu banyak spesies dan kawasan istimewa serta komunitas di Wallacea, penentuan prioritas mutlak diperlukan. Caranya dengan mengidentifikasi spesies dan habitat yang paling rentan terhadap ancaman, sekaligus paling membutuhkan perhatian dan upaya konservasi. “Inti Profil Ekosistem adalah untuk mengidentifikasi tempat-tempat penting ini,” tutur Pete Wood.

Proses penetapan prioritas ini tidak berangkat dari nol. Burung Indonesia telah mengidentifikasi 111 Daerah Penting

bagi Burung di Wallacea. Daerah tersebut tentu tidak hanya penting bagi burung, tetapi juga hidupan liar lain. Langkah awal penyusunan Profil Ekosistem Wallacea adalah untuk mengidentifikasi spesies terancam punah lain yang dapat kita lindungi di area yang sama.

Menurut Dr. Siti Nurmaliati Prijono, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, hasil kerja Profil Ekosistem CEPF akan selalu menjadi “work in progress” yang harus terus diperbarui dan ditinjau ulang secara berkala. Sebab, masih ada celah besar terkait pengetahuan kita tentang spesies-spesies yang ada di Wallacea. Jenis-jenis burung, serangga, dan jenis hidupan liar lain juga masih terus ditemukan.

Sementara itu, pembicara kunci dalam acara ini, Dr. Alexander Sonny Keraf mengemukakan pentingnya melestarikan keragaman hayati. “Keragaman hayati tidak saja penting untuk kesejahteraan manusia, tetapi juga untuk kehidupan itu sendiri dan kelestarian dari kehidupan,” tutur Sonny.

Menurut mantan Menteri Lingkungan Hidup itu, keragaman hayati tidak hanya penting bagi kesejahteraan manusia dalam bidang ekonomi saja. Secara eksistensial manusia memerlukan keragaman hayati. Sebab, keberadaan beragam organisme menunjang adanya siklus air, udara, dan materi, yang merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Tak heran jika banyak suku-suku yang terancam eksistensinya ketika keragaman hayati musnah.

WALLACEA

OLEH TRI SUSANTI

PELUNCURAN PENYUSUNAN PROFIL E K O S I S T E M

Anda dapat menghubungi Tri Susanti (Media and Communication Specialist) melalui email [email protected] aspirasi Anda melalui e-mail: [email protected] Laman Facebook : Profil Ekosistem Wallacea dan wesbite www.wallacea.org

INFORMASI LEBIH LANJUT

WEBSITE OF THE MONTH

Penyediaan sarana sanitasi, masih menghadapi tantangan, dikarenakan :

Teknologi untuk lokasi khusus seperti daerah sempit perkotaan, daerah pasang surut dan sebagainya masih belum banyak tersediaPersepsimasyarakatbahwateknologi yang aman itu mahal dan rumitInvestasi yang tinggiPengoperasian dan perawatan tidak mudah

Lomba Teknologi Tepat Guna Untuk Sanitasi Berbasis Masyarakat di Perkotaan

www.sanitasitotal.com

Untuk memastikan keberlajutan perubahan perilaku dari aspek Peningkatan Penyediaan Sanitasi (Supply), HIGH FIVE, HAKLI, WVI, IUWASH, bersama pokja AMPL Nasional dan Sekretariat STBM, serta dukungan BAPPENAS, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan mitra private sektor PUNDI AMAL SCTV, menyelenggarakan Lomba Teknologi Tepat Guna STBM untuk wilayah perkotaan.

21 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 22 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

klim usaha yang sehat, kondusif, dan tidak terdistorsi mempunyai peranan penting dalam menunjang Iperkembangan perekonomian. Iklim usaha demikian akan

mampu mendorong tumbuhnya berbagai jenis usaha. Pada gilirannya, hal ini akan mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar sehingga dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin dan/atau pengangguran. Kebijakan/regulasi yang dibuat pemerintah, baik Pusat maupun daerah, menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan arah dan kondisi iklim usaha tersebut.

Pada era otonomi daerah dan desentralisasi ini, banyak pemerintah daerah (Pemda) yang masih berpendapat bahwa PAD (pendapatan asli daerah) merupakan simbol kemandirian keuangan daerah. Banyak Pemda yang kemudian berupaya meningkatkan PAD dengan meningkatkan intensitas dan ekstensitas pungutan daerah kepada kalangan dunia usaha. Sayangnya, upaya demikian sering tidak dibarengi dengan pertimbangan jangka panjang mengenai dampak yang ditimbulkannya terhadap kelangsungan dan/atau kondisi iklim usaha di daerah bersangkutan.

Secara umum studi ini bertujuan untuk (i) memetakan kondisi makro sosial-ekonomi Kota Kupang, (ii) mengkaji ulang secara tekstual berbagai dokumen produk hukum Kota Kupang yang berkaitan dengan dunia usaha dan potensi dampaknya, (iii) memaparkan praktik pelaksanaan beberapa regulasi daerah di bidang usaha industri jasa, perdagangan hasil bumi dan sembako, dan industri pengolahan. Secara tekstual, acuan analisis terhadap produk hukum tersebut menggunakan pendekatan aspek hukum atau yuridis (seperti acuan dan kelengkapan yuridis), substansi (misalnya, hubungan antara tujuan dan isi peraturan daerah), dan prinsip (seperti berdampak negatif terhadap perekonomian, bertentangan dengan kepentingan umum, atau bias gender). Meskipun demikian, studi ini lebih menekankan analisisnya pada aspek prinsip.

Regulasi dan Iklim UsahaKota Kupang merupakan ibu kota tiga pemerintahan,

yakni Pemerintah Kota Kupang, Pemerintah Provinsi NTT, dan Pemerintah Kabupaten Kupang. Kota Kupang telah berkembang menjadi pusat lalu lintas barang, layanan jasa, serta pusat pengembangan wilayah NTT. Selama periode 2002–2006,

sektor jasa, terutama jasa pemerintahan, perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, secara rata-rata memberikan kontribusi sebesar 74% terhadap produk domestik regional bruto (PDRB). Ke depan, sesuai dengan potensi strategis yang dimilikinya, dinamika perekonomian Kota Kupang akan tetap bertumpu pada sektor jasa. Oleh karena itu, secara umum potensi dan peluang investasi di Kota Kupang yang terbesar adalah pada sektor jasa.

Menurut hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) 2007 mengenai tata kelola ekonomi daerah (TKED), Pemerintah Kota Kupang belum secara optimal mengupayakan perbaikan iklim usaha untuk menarik investor. Dengan menggunakan indeks (i) akses terhadap lahan usaha dan kepastian usaha; (ii) perizinan usaha; (iii) interaksi pemda dengan pelaku usaha; (iv) program pengembangan usaha; (v) kapasitas dan integritas bupati/walikota; (vi) biaya transaksi daerah; (vii) pengelolalan infrastruktur daerah; (viii) keamanan dan resolusi konflik; dan (ix) peraturan daerah (perda), survei ini menempatkan Kota Kupang pada urutan ke 161 dari 243 kabupaten/kota, dan peringkat 12 dari 16 kabupaten/kota di NTT. Indeks TKED Kota Kupang cukup rendah, terutama disebabkan adanya kelemahan-kelemahan dalam aspek keamanan, perizinan, perda, dan biaya transaksi (KPPOD, 2008).

Menurut kalangan pemerhati kebijakan Pemerintah Kota Kupang, dunia usaha di Kota Kupang sebenarnya tidak mempunyai masalah dengan urusan perizinan, khususnya perizinan yang terkait dengan usaha kecil. Masalah yang selama ini terjadi bukan menyangkut perizinannya sendiri, melainkan lebih disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara pemerintah kota dengan para pelaku usaha. Sementara itu, kalangan dunia usaha berpendapat bahwa Pemerintah Kota Kupang belum sepenuh hati melayani kepentingan para pengusaha. Bagi sebagian pengusaha yang menjadi persoalan adalah prosedur dan kepastian waktu penyelesaian suatu perizinan, bukan pada biaya yang dibebankannya. Selain masalah tersebut, sebagian kalangan dunia usaha lainnya, terutama yang berskala kecil, juga mempersoalkan biaya pengurusan izin yang dalam praktiknya sering lebih besar daripada tarif resmi.

Kajian Produk HukumKhusus mengenai persoalan perda dan perizinan, kajian

ini menunjukkan bahwa jumlah perizinan usaha di Kota Kupang cukup banyak. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Kota Kupang, jumlahnya mencapai 118 buah (BKPMD, 2008). Kompilasi data dari Bagian Hukum Kota Kupang dan situs web resmi Kota Kupang menunjukkan bahwa jumlah peraturan daerah yang terkait dengan dunia usaha mencapai 65 buah. Produk-produk hukum ini mengatur mengenai retribusi sebanyak 53 buah (82%), pajak 10 buah (15%) dan sumbangan pihak ketiga (SPK) sebanyak 2 buah (3%). Untuk retribusi, terbagi ke dalam retribusi perizinan sebanyak 20 buah (38%), retribusi jasa umum 23 buah (43%), dan retribusi jasa usaha 10 buah (19%). Sejalan dengan kedudukan Kota Kupang sebagai pusat layanan jasa di NTT, maka sebagian besar sektor ekonomi yang terdampak oleh produk hukum tersebut adalah sektor jasa, yakni mencapai 21 buah atau 32%. Produk hukum lainnya dalam jumlah yang cukup besar berdampak terhadap sektor pertanian (10 buah atau 15%), sektor pengangkutan dan komunikasi (10 buah atau 15%) dan perdagangan, hotel, dan restoran (9 buah atau 4%).

Hasil kajian tekstual menunjukkan bahwa sebagian besar dari jenis produk hukum yang berlaku di Kota Kupang berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Karenanya perlu mendapat perhatian khusus pemerintah kota (pemkot) terutama dampaknya terhadap pelaku usaha kecil dan menengah di Kota Kupang. Umumnya produk hukum tersebut merupakan perizinan usaha yang merupakan hambatan masuknya pelaku usaha baru (barriers to entry). Umumnya

TIM PENELITI M. SULTON MAWARDI, DESWANTO MARBUN, PALMIRA P. BACHTIAR

EDITOR LIZA HADIZ

ketidakjelasan itu mencakup lama pengurusan dan biaya pengurusan izin serta pelaku usaha mana saja yang wajib mengurus perizinan tersebut. Hal ini sebenarnya adalah standar pelayanan publik yang harus jelas bagi pelaku usaha. Jumlah dan jenis dokumen yang dibutuhkan juga masih bisa diminimalkan, terutama jika seluruh proses perizinan berada dalam satu kelembagaan. Selain itu, ada pula produk hukum yang melanggar prinsip Indonesia sebagai satu kesatuan perdagangan bebas (barriers to trade). Produk hukum seperti ini adalah perizinan dalam distribusi barang yang terjadi pada komoditas pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Hadirnya produk hukum ini justru memicu terjadinya pungutan liar di lapangan.

Selanjutnya kajian kontekstual didasarkan pada persepsi pelaku usaha yang dikumpulkan dalam kunjungan lapangan. Para pelaku usaha banyak mengeluh mengenai perizinan usaha yang dianggap prosedurnya tidak standar, persyaratannya rumit, waktunya lama dan biayanya mahal, juga karena ada denda bagi keterlambatan pendaftaran ulang setiap tahun. Hal ini memperkuat indikasi adanya ekonomi biaya tinggi. Lampiran 7 sampai 18 menyajikan pemetaan produk-produk hukum di Kota Kupang berikut rekomendasi yang memuat rincian hal-hal yang perlu ditindaklanjuti.

KAJIAN PEREKONOMIAN DAN

REGULASI USAHAKAJIAN

Artikel ini merupakan Ringkasan Eksektif dari Laporan Penelitian yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian SMERU tahun 2010

Iklim Usaha di Kota Kupang :

PEREKONOMIAN DAN REGULASI USAHA

INFORMASI LEBIH LANJUT

Sebagian kalangan dunia usaha lainnya, terutama yang berskala kecil, juga mempersoalkan biaya pengurusan izin yang dalam praktiknya sering lebih besar daripada tarif resmi.

21 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 22 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

klim usaha yang sehat, kondusif, dan tidak terdistorsi mempunyai peranan penting dalam menunjang Iperkembangan perekonomian. Iklim usaha demikian akan

mampu mendorong tumbuhnya berbagai jenis usaha. Pada gilirannya, hal ini akan mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar sehingga dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin dan/atau pengangguran. Kebijakan/regulasi yang dibuat pemerintah, baik Pusat maupun daerah, menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan arah dan kondisi iklim usaha tersebut.

Pada era otonomi daerah dan desentralisasi ini, banyak pemerintah daerah (Pemda) yang masih berpendapat bahwa PAD (pendapatan asli daerah) merupakan simbol kemandirian keuangan daerah. Banyak Pemda yang kemudian berupaya meningkatkan PAD dengan meningkatkan intensitas dan ekstensitas pungutan daerah kepada kalangan dunia usaha. Sayangnya, upaya demikian sering tidak dibarengi dengan pertimbangan jangka panjang mengenai dampak yang ditimbulkannya terhadap kelangsungan dan/atau kondisi iklim usaha di daerah bersangkutan.

Secara umum studi ini bertujuan untuk (i) memetakan kondisi makro sosial-ekonomi Kota Kupang, (ii) mengkaji ulang secara tekstual berbagai dokumen produk hukum Kota Kupang yang berkaitan dengan dunia usaha dan potensi dampaknya, (iii) memaparkan praktik pelaksanaan beberapa regulasi daerah di bidang usaha industri jasa, perdagangan hasil bumi dan sembako, dan industri pengolahan. Secara tekstual, acuan analisis terhadap produk hukum tersebut menggunakan pendekatan aspek hukum atau yuridis (seperti acuan dan kelengkapan yuridis), substansi (misalnya, hubungan antara tujuan dan isi peraturan daerah), dan prinsip (seperti berdampak negatif terhadap perekonomian, bertentangan dengan kepentingan umum, atau bias gender). Meskipun demikian, studi ini lebih menekankan analisisnya pada aspek prinsip.

Regulasi dan Iklim UsahaKota Kupang merupakan ibu kota tiga pemerintahan,

yakni Pemerintah Kota Kupang, Pemerintah Provinsi NTT, dan Pemerintah Kabupaten Kupang. Kota Kupang telah berkembang menjadi pusat lalu lintas barang, layanan jasa, serta pusat pengembangan wilayah NTT. Selama periode 2002–2006,

sektor jasa, terutama jasa pemerintahan, perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, secara rata-rata memberikan kontribusi sebesar 74% terhadap produk domestik regional bruto (PDRB). Ke depan, sesuai dengan potensi strategis yang dimilikinya, dinamika perekonomian Kota Kupang akan tetap bertumpu pada sektor jasa. Oleh karena itu, secara umum potensi dan peluang investasi di Kota Kupang yang terbesar adalah pada sektor jasa.

Menurut hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) 2007 mengenai tata kelola ekonomi daerah (TKED), Pemerintah Kota Kupang belum secara optimal mengupayakan perbaikan iklim usaha untuk menarik investor. Dengan menggunakan indeks (i) akses terhadap lahan usaha dan kepastian usaha; (ii) perizinan usaha; (iii) interaksi pemda dengan pelaku usaha; (iv) program pengembangan usaha; (v) kapasitas dan integritas bupati/walikota; (vi) biaya transaksi daerah; (vii) pengelolalan infrastruktur daerah; (viii) keamanan dan resolusi konflik; dan (ix) peraturan daerah (perda), survei ini menempatkan Kota Kupang pada urutan ke 161 dari 243 kabupaten/kota, dan peringkat 12 dari 16 kabupaten/kota di NTT. Indeks TKED Kota Kupang cukup rendah, terutama disebabkan adanya kelemahan-kelemahan dalam aspek keamanan, perizinan, perda, dan biaya transaksi (KPPOD, 2008).

Menurut kalangan pemerhati kebijakan Pemerintah Kota Kupang, dunia usaha di Kota Kupang sebenarnya tidak mempunyai masalah dengan urusan perizinan, khususnya perizinan yang terkait dengan usaha kecil. Masalah yang selama ini terjadi bukan menyangkut perizinannya sendiri, melainkan lebih disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara pemerintah kota dengan para pelaku usaha. Sementara itu, kalangan dunia usaha berpendapat bahwa Pemerintah Kota Kupang belum sepenuh hati melayani kepentingan para pengusaha. Bagi sebagian pengusaha yang menjadi persoalan adalah prosedur dan kepastian waktu penyelesaian suatu perizinan, bukan pada biaya yang dibebankannya. Selain masalah tersebut, sebagian kalangan dunia usaha lainnya, terutama yang berskala kecil, juga mempersoalkan biaya pengurusan izin yang dalam praktiknya sering lebih besar daripada tarif resmi.

Kajian Produk HukumKhusus mengenai persoalan perda dan perizinan, kajian

ini menunjukkan bahwa jumlah perizinan usaha di Kota Kupang cukup banyak. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Kota Kupang, jumlahnya mencapai 118 buah (BKPMD, 2008). Kompilasi data dari Bagian Hukum Kota Kupang dan situs web resmi Kota Kupang menunjukkan bahwa jumlah peraturan daerah yang terkait dengan dunia usaha mencapai 65 buah. Produk-produk hukum ini mengatur mengenai retribusi sebanyak 53 buah (82%), pajak 10 buah (15%) dan sumbangan pihak ketiga (SPK) sebanyak 2 buah (3%). Untuk retribusi, terbagi ke dalam retribusi perizinan sebanyak 20 buah (38%), retribusi jasa umum 23 buah (43%), dan retribusi jasa usaha 10 buah (19%). Sejalan dengan kedudukan Kota Kupang sebagai pusat layanan jasa di NTT, maka sebagian besar sektor ekonomi yang terdampak oleh produk hukum tersebut adalah sektor jasa, yakni mencapai 21 buah atau 32%. Produk hukum lainnya dalam jumlah yang cukup besar berdampak terhadap sektor pertanian (10 buah atau 15%), sektor pengangkutan dan komunikasi (10 buah atau 15%) dan perdagangan, hotel, dan restoran (9 buah atau 4%).

Hasil kajian tekstual menunjukkan bahwa sebagian besar dari jenis produk hukum yang berlaku di Kota Kupang berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Karenanya perlu mendapat perhatian khusus pemerintah kota (pemkot) terutama dampaknya terhadap pelaku usaha kecil dan menengah di Kota Kupang. Umumnya produk hukum tersebut merupakan perizinan usaha yang merupakan hambatan masuknya pelaku usaha baru (barriers to entry). Umumnya

TIM PENELITI M. SULTON MAWARDI, DESWANTO MARBUN, PALMIRA P. BACHTIAR

EDITOR LIZA HADIZ

ketidakjelasan itu mencakup lama pengurusan dan biaya pengurusan izin serta pelaku usaha mana saja yang wajib mengurus perizinan tersebut. Hal ini sebenarnya adalah standar pelayanan publik yang harus jelas bagi pelaku usaha. Jumlah dan jenis dokumen yang dibutuhkan juga masih bisa diminimalkan, terutama jika seluruh proses perizinan berada dalam satu kelembagaan. Selain itu, ada pula produk hukum yang melanggar prinsip Indonesia sebagai satu kesatuan perdagangan bebas (barriers to trade). Produk hukum seperti ini adalah perizinan dalam distribusi barang yang terjadi pada komoditas pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Hadirnya produk hukum ini justru memicu terjadinya pungutan liar di lapangan.

Selanjutnya kajian kontekstual didasarkan pada persepsi pelaku usaha yang dikumpulkan dalam kunjungan lapangan. Para pelaku usaha banyak mengeluh mengenai perizinan usaha yang dianggap prosedurnya tidak standar, persyaratannya rumit, waktunya lama dan biayanya mahal, juga karena ada denda bagi keterlambatan pendaftaran ulang setiap tahun. Hal ini memperkuat indikasi adanya ekonomi biaya tinggi. Lampiran 7 sampai 18 menyajikan pemetaan produk-produk hukum di Kota Kupang berikut rekomendasi yang memuat rincian hal-hal yang perlu ditindaklanjuti.

KAJIAN PEREKONOMIAN DAN

REGULASI USAHAKAJIAN

Artikel ini merupakan Ringkasan Eksektif dari Laporan Penelitian yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian SMERU tahun 2010

Iklim Usaha di Kota Kupang :

PEREKONOMIAN DAN REGULASI USAHA

INFORMASI LEBIH LANJUT

Sebagian kalangan dunia usaha lainnya, terutama yang berskala kecil, juga mempersoalkan biaya pengurusan izin yang dalam praktiknya sering lebih besar daripada tarif resmi.

enek Maurencina Ullo adalah salah seorang tokoh perempuan Arfak penting pada dataran tinggi NK a b u p a t e n Pe g u n u n g a n A r f a ( d u l u D i s t r i k

Minyambouw, Kabupaten Manokwari). Usia Nenek Maurencina saat ini sekitar 80 tahun. Tidak ada yang tau pasti, tahun berapa Nenek Maurencina lahir.

Tidak seperti para lansia yang cenderung bersikap pasif, kehidupan Nenek Maurencina teroglong unik. Di kampungnya, Nenek Mauren, demikian beliau biasa akrab disapa, memiliki peran penting dalam hal pengambilan keputusan, memberi mandat, menjadi informan, penghubung hingga tokoh pembaharu kampung.

Dalam kesehariannya, Nenek Mauren kerap menangani beragam perkara adat. Di pegunungan Arfak, aktivitas sosial kemasyarakat memang tergolong tinggi dan sangat ketat. Apalagi pertiakaian sering terjadi antar warga, mulai dari masalah keluarga, problema muda-mudi, dan sebagainya. Ranah adat masih memiliki peran yudikatif yang tinggi.

Dalam menyelesaikan berbagai perkara adat, Nenek Mauren kerap mengundang para pihak untuk duduk bersama di balai kampung atau di dalam gedung gereja. Undangan pertemuan biasanya diumumkan oleh para pamong kampung. Dalam bekerja, Nenek Mauren dibantu oleh cucu perempuannya bernama Martapina Tibiyai. Martapina berumur delapan tahun dan memegang peran yang cukup penting, yaitu memobilisasi informasi dan pengumuman kepada para tetua adat lain dan masyarakat.

Nenek Mauren biasanya memimpin secara langsung proses peradilan sosial yang dihadiri para pihak. Bila pengambilan keputusan mengalami kebuntuan, para kepala kampung, tokoh gereja, atau tokoh masyarakat meminta pendapat Nenek

Mauren. Saat-saat seperti itu, Nenek Mauren akan mengambil keputusan langsung dan hal yang menjadi keputusan sang Nenek Mauren akan menjadi pedoman yang mutlak didengarkan dan dilaksanakanoleh masyarakat dan segenap aparat kampung.

Peran lain Nenek Mauren adalah dalam penyusunan program kerja kampung. Nenek Mauren yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal ini, berperan aktif dalam memberi pendapat terkait rencana-rencana kampung. Ini mengindikasikan bahwa Nenek Mauren sangat kritis dalam memiliki visi dan misi dalam program pembangunan kampung. Hal-hal yang dipikirkan dan diutarakan oleh Nenek Mauren, biasanya sangat masuk akal dan realistis, sehingga mudah diterima dan disepakati bersama.

Dalam berbagai aktivitas kampung seperti kerja bakti dan aktivitas adat lainnya, Nenek Mauren senantiasa mengayomi, memberi rasa nyaman bagi seluruh warga kampung, memberi rasa hormat, dan merangkul seluruh warga. Di kampung yang sulit dijangkau karena medan yang berat ini lah Nenek Mauren menjadi pemimpin yang dicintai semua pihak.

INFORMASI LEBIH LANJUT

Penulis adalah Anggota Forum JiKTI dan Dosen Fakultas Peternakan Universitas Negeri Papua, Manokwari, Papua Barat dan Tim kajian Kebutuhan Masyarakat, Kerjasama UNDP-UNIPA, Manokwari. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi D. A. Iyai melalui email [email protected]

S O S O K

Nenek “Adat” dari Demaisi, Minyambouw Manokwari

OLEH A. KILMASOKSSU, L. E. LINDONGI, F. F. KAFIAR, A. YAP, Y. ROMBE, DAN D. A. IYAI

demi Nyawa PasienMemacu Motor

24 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

UPDATE PRAKTIK CERDAS

demi Nyawa Pasien

23 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

OLEH SUMARNI ARIANTO

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Praktik Cerdas yang dipromosikan BaKTI, Anda dapat menghubungi [email protected]

ala itu, sarana transportasi ke daerah terpencil masih sangat minim. Bidan Yanti kemudian melihat seekor kuda Kyang sedang ditambatkan di sebatang pohon. Tanpa

pikir panjang - apalagi Bidan Yanti tak punya pengalaman berkuda sebelumnya - Bidan Yanti kemudian memacu kuda menuju rumah ibu yang hendak melahirkan itu. Ia harus segera tiba dan menyelamatkan nyawa ibu beserta bayinya.

Cerita mendebarkan tersebut terjadi sebelum Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS) hadir dengan bantuan sepeda motor pada tahun 2009. Banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dijangkau dengan lebih cepat, apalagi YKS juga mendampingi petugas kesehatan dalam perawatan kendaraan bermotor agar kendaraannya selalu dalam kondisi prima.

YKS mengembangkan Pogram Manajemen Sarana Transportasi (MST) Kerusakan Minimum di Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2002. Ini merupakan program pertama yang diimplementasikan di Asia dan berjalan sukses sampai sekarang. Program MST pertama dimulai di Lesotho, Afrika bagian Selatan, tahun 1991. Pada tahun 2009, kegiatan ini terpilih menjadi salah satu praktik cerdas pada Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia IV.

Saat ini, YKS melayani 4 kecamatan yaitu kecamatan Adonara tengah, Kecamatan Solor Barat, Kecamatan Tanjung Bunga dan juga Kecamatan Bolema. Jumlah sepeda motor yang dimiliki saat ini adalah 10 unit. Beberapa waktu lalu YKS mendapat 3 unit bantuan motor dari Astra Internasional. Namun karena kondisinya sudah tidak bagus lagi, 3 unit motor lama sudah dilelang sehingga jumlah totalnya saat ini masih 10 unit.

Sejak mendapatkan bantuan kendaraan operasional, cakupan wilayah kerja tenaga kesehatan semakin luas yang berdampak pada akses cepat kepada pasien dan juga berkurangnya angka kematian ibu. Di tahun 2012 masih ada 1 angka kematian ibu tetapi sampai pertengahan tahun 2013 ini

belum ada kasus serupa. Sedangkan untuk kasus kematian bayi masih ada 4 kasus dan namun sampai pertengahan 2013 belum ada kasus yang ditemukan.

Perubahan paling besar di tingkat pelayanan publik sejak adanya program YKS ini adalah pada perubahan perilaku, hal ini disebabkan karena program ini tidak saja bersifat kuratif namun juga preventif melalui diseminasi informasi. Hal ini mendatangkan perubahan perilaku masyarakat dari pola yang sebelumnya kurang sehat menjadi hidup sehat sehingga yang kemudian berujung pada menurunnya angka kesakitan dan juga kasus-kasus kesehatan lainnya.

Sebagai suatu kegiatan yang memenuhi kriteria sebuah praktik yang cerdas dan memberikan dampak nyata pada masyarakat, kegiatan YKS memperoleh banyak penghargaan diantaranya adalah penghargaan dari PT Astra Internasional untuk Satu Indonesia Award, Penghargaan MDGs Award 2011 serta menjadi salah satu nominator Liputan Anak SCTV award.

Saat ini, para staf YKS terus giat melaksanaan kegiatannya. Penggalangan dukungan terus dilakukan. YKS juga mendapat dukungan dari Komunitas Motor Tiger serta Komunitas Bidan Internasional. Komunitas ini bahkan sedang menggalang bantuan agar kedepannya YKS bisa mengganti semua sepeda motor yang ada agar lebih banyak lagi petugas kesehatan yang terlibat dan cakupan programnnya bisa lebih luas lagi berupa penambahan jumlah kecamatan.

Bidan Yanti kembali terkenang pengalaman mendebarkannya saat menerima sebuah panggilan darurat dari sebuah desa terpencil. Ia harus segera kesana untuk menolong ibu yang akan segera melahirkan.

Memacu Motor

INFORMASI LEBIH LANJUT

enek Maurencina Ullo adalah salah seorang tokoh perempuan Arfak penting pada dataran tinggi NK a b u p a t e n Pe g u n u n g a n A r f a ( d u l u D i s t r i k

Minyambouw, Kabupaten Manokwari). Usia Nenek Maurencina saat ini sekitar 80 tahun. Tidak ada yang tau pasti, tahun berapa Nenek Maurencina lahir.

Tidak seperti para lansia yang cenderung bersikap pasif, kehidupan Nenek Maurencina teroglong unik. Di kampungnya, Nenek Mauren, demikian beliau biasa akrab disapa, memiliki peran penting dalam hal pengambilan keputusan, memberi mandat, menjadi informan, penghubung hingga tokoh pembaharu kampung.

Dalam kesehariannya, Nenek Mauren kerap menangani beragam perkara adat. Di pegunungan Arfak, aktivitas sosial kemasyarakat memang tergolong tinggi dan sangat ketat. Apalagi pertiakaian sering terjadi antar warga, mulai dari masalah keluarga, problema muda-mudi, dan sebagainya. Ranah adat masih memiliki peran yudikatif yang tinggi.

Dalam menyelesaikan berbagai perkara adat, Nenek Mauren kerap mengundang para pihak untuk duduk bersama di balai kampung atau di dalam gedung gereja. Undangan pertemuan biasanya diumumkan oleh para pamong kampung. Dalam bekerja, Nenek Mauren dibantu oleh cucu perempuannya bernama Martapina Tibiyai. Martapina berumur delapan tahun dan memegang peran yang cukup penting, yaitu memobilisasi informasi dan pengumuman kepada para tetua adat lain dan masyarakat.

Nenek Mauren biasanya memimpin secara langsung proses peradilan sosial yang dihadiri para pihak. Bila pengambilan keputusan mengalami kebuntuan, para kepala kampung, tokoh gereja, atau tokoh masyarakat meminta pendapat Nenek

Mauren. Saat-saat seperti itu, Nenek Mauren akan mengambil keputusan langsung dan hal yang menjadi keputusan sang Nenek Mauren akan menjadi pedoman yang mutlak didengarkan dan dilaksanakanoleh masyarakat dan segenap aparat kampung.

Peran lain Nenek Mauren adalah dalam penyusunan program kerja kampung. Nenek Mauren yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal ini, berperan aktif dalam memberi pendapat terkait rencana-rencana kampung. Ini mengindikasikan bahwa Nenek Mauren sangat kritis dalam memiliki visi dan misi dalam program pembangunan kampung. Hal-hal yang dipikirkan dan diutarakan oleh Nenek Mauren, biasanya sangat masuk akal dan realistis, sehingga mudah diterima dan disepakati bersama.

Dalam berbagai aktivitas kampung seperti kerja bakti dan aktivitas adat lainnya, Nenek Mauren senantiasa mengayomi, memberi rasa nyaman bagi seluruh warga kampung, memberi rasa hormat, dan merangkul seluruh warga. Di kampung yang sulit dijangkau karena medan yang berat ini lah Nenek Mauren menjadi pemimpin yang dicintai semua pihak.

INFORMASI LEBIH LANJUT

Penulis adalah Anggota Forum JiKTI dan Dosen Fakultas Peternakan Universitas Negeri Papua, Manokwari, Papua Barat dan Tim kajian Kebutuhan Masyarakat, Kerjasama UNDP-UNIPA, Manokwari. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi D. A. Iyai melalui email [email protected]

S O S O K

Nenek “Adat” dari Demaisi, Minyambouw Manokwari

OLEH A. KILMASOKSSU, L. E. LINDONGI, F. F. KAFIAR, A. YAP, Y. ROMBE, DAN D. A. IYAI

demi Nyawa PasienMemacu Motor

24 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

UPDATE PRAKTIK CERDAS

demi Nyawa Pasien

23 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

OLEH SUMARNI ARIANTO

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Praktik Cerdas yang dipromosikan BaKTI, Anda dapat menghubungi [email protected]

ala itu, sarana transportasi ke daerah terpencil masih sangat minim. Bidan Yanti kemudian melihat seekor kuda Kyang sedang ditambatkan di sebatang pohon. Tanpa

pikir panjang - apalagi Bidan Yanti tak punya pengalaman berkuda sebelumnya - Bidan Yanti kemudian memacu kuda menuju rumah ibu yang hendak melahirkan itu. Ia harus segera tiba dan menyelamatkan nyawa ibu beserta bayinya.

Cerita mendebarkan tersebut terjadi sebelum Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS) hadir dengan bantuan sepeda motor pada tahun 2009. Banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dijangkau dengan lebih cepat, apalagi YKS juga mendampingi petugas kesehatan dalam perawatan kendaraan bermotor agar kendaraannya selalu dalam kondisi prima.

YKS mengembangkan Pogram Manajemen Sarana Transportasi (MST) Kerusakan Minimum di Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2002. Ini merupakan program pertama yang diimplementasikan di Asia dan berjalan sukses sampai sekarang. Program MST pertama dimulai di Lesotho, Afrika bagian Selatan, tahun 1991. Pada tahun 2009, kegiatan ini terpilih menjadi salah satu praktik cerdas pada Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia IV.

Saat ini, YKS melayani 4 kecamatan yaitu kecamatan Adonara tengah, Kecamatan Solor Barat, Kecamatan Tanjung Bunga dan juga Kecamatan Bolema. Jumlah sepeda motor yang dimiliki saat ini adalah 10 unit. Beberapa waktu lalu YKS mendapat 3 unit bantuan motor dari Astra Internasional. Namun karena kondisinya sudah tidak bagus lagi, 3 unit motor lama sudah dilelang sehingga jumlah totalnya saat ini masih 10 unit.

Sejak mendapatkan bantuan kendaraan operasional, cakupan wilayah kerja tenaga kesehatan semakin luas yang berdampak pada akses cepat kepada pasien dan juga berkurangnya angka kematian ibu. Di tahun 2012 masih ada 1 angka kematian ibu tetapi sampai pertengahan tahun 2013 ini

belum ada kasus serupa. Sedangkan untuk kasus kematian bayi masih ada 4 kasus dan namun sampai pertengahan 2013 belum ada kasus yang ditemukan.

Perubahan paling besar di tingkat pelayanan publik sejak adanya program YKS ini adalah pada perubahan perilaku, hal ini disebabkan karena program ini tidak saja bersifat kuratif namun juga preventif melalui diseminasi informasi. Hal ini mendatangkan perubahan perilaku masyarakat dari pola yang sebelumnya kurang sehat menjadi hidup sehat sehingga yang kemudian berujung pada menurunnya angka kesakitan dan juga kasus-kasus kesehatan lainnya.

Sebagai suatu kegiatan yang memenuhi kriteria sebuah praktik yang cerdas dan memberikan dampak nyata pada masyarakat, kegiatan YKS memperoleh banyak penghargaan diantaranya adalah penghargaan dari PT Astra Internasional untuk Satu Indonesia Award, Penghargaan MDGs Award 2011 serta menjadi salah satu nominator Liputan Anak SCTV award.

Saat ini, para staf YKS terus giat melaksanaan kegiatannya. Penggalangan dukungan terus dilakukan. YKS juga mendapat dukungan dari Komunitas Motor Tiger serta Komunitas Bidan Internasional. Komunitas ini bahkan sedang menggalang bantuan agar kedepannya YKS bisa mengganti semua sepeda motor yang ada agar lebih banyak lagi petugas kesehatan yang terlibat dan cakupan programnnya bisa lebih luas lagi berupa penambahan jumlah kecamatan.

Bidan Yanti kembali terkenang pengalaman mendebarkannya saat menerima sebuah panggilan darurat dari sebuah desa terpencil. Ia harus segera kesana untuk menolong ibu yang akan segera melahirkan.

Memacu Motor

INFORMASI LEBIH LANJUT

25 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 26 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

etika sumberdaya alam diperhadapkan dengan kepentingan ekonomi, hampir selalu yang pertamalah yang dikorbankan. Hal ini juga hampir terjadi di K

Kampung Tulang, Desa Barugaiya, Kecamatan Bontonai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Kampung Tulang adalah kampung yang terletak di dekat estuaria. Kampung ini merupakan salahsatu kampung yang sering didarati penyu untuk bertelur. Karena telur penyu dipercaya memiliki khasiat tersendiri, telur penyu ini dicari oleh banyak orang untuk dikonsumsi. Dan karena permintaan yang tinggi, telur penyu kemudian diburu oleh masyarakat di kampung itu, termasuk masyarakat kampung sekitar.

Di saat yang sama, keberadaan penyu dianggap sebagai hama yang merusak j a r i n g n e l a y a n d i m a n a k e t i k a terperangkap, penyu akan meronta berupaya membebaskan diri sehingga merusak jaring. Karena itu, penyu juga sering diburu untuk dibunuh.

Di sisi kampung yang lain, eksploitasi terhadap pasir telah berlangsung cukup lama. Di samping diambil oleh masyarakat k e t i k a a k a n m e m b a n g u n r u m a h , belakangan pengusaha juga masuk dimana terkadang sudah menggunakan alat berat. Belum lagi pemanfaatan kayu bakau yang diambil untuk digunakan atau dijual sebagai bahan bakar.

Melihat kondisi ini, beberapa anggota masyarakat mulai gelisah. Apabila semua aktifitas itu berlanjut, cepat atau lambat, abrasi dan intrusi ini akan berakibat pada sumur masyarakat yang akan berubah menjadi air payau, dan wilayah pantai yang bisa menjadi buffer terhadap hantaman ombak, terutama pada musim barat, akan mengganggu keberadaan kampung ke depan.

Kegelisahan ini kemudian ditindak lanjuti oleh sekelompok masyarakat dengan mengundang hampir semua masyarakat untuk melakukan rembug warga. Dalam prosesnya ini, seorang

anak muda yang sangat peduli dengan masalah ini, Datu, secara aklamasi terpilih menjadi kepala Dusun, sehingga membuka peluang untuk mendiskusikannya melalui kapasitas kelembagaan barunya itu.

M e r e k a k e m u d i a n m e m b u k a komunikasi dengan pihak yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, terutama perlindungan terhadap penyu. Dan kebetulan, sebuah club selam Sileya Scuba Divers (SSD) yang sejak 2008 dikenal banyak bekerja untuk pelestarian lingkungan, memiliki pengalaman dalam penangkaran penyu, antara lain di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.

Melalui pendampingan klub selam ini, mereka kemudian membuat penangkaran s e d e r h a n a , d e n g a n m e m b u a t penampungan dengan menutup lokasi dimana penyu biasanya bertelur agar telur-telur tidak diganggu oleh biawak, ular atau anjing.

Pada awalnya mereka menggunakan jaring bekas yang terbawa oleh ombak dan dipasang mengitari lokasi dimana penyu sering bertelur dengan membuat celah di arah pantai agar penyu bisa masuk ke dalam.

Tapi kegiatan ini tentu saja tidak boleh menghilangkan pendapatan tambahan masyarakat selama ini melalui penjualan telur penyu ke pasar di kota Benteng. Apalagi lingkungan dan sumberdaya alam pada ak hirnya, harus memberik an k o n t r i b u s i t e r h a d a p p e n i n g k a t a n kesejahteraaan masyarakat.

Akhirnya disepakati bahwa teman-teman SSD mencari Bapak Angkat terhadap penyu ini. Dalam artian, ada yang membeli telur dari masyarakat sehingga pendapatan mereka tidak berkurang atau hilang, dan

bahkan bertambah. Untuk itu, harga untuk sebutir telur yang biasanya dijual 800 rupiah per biji, oleh bapak angkatnya dibeli dengan harga minimal seribu rupiah penekanan pada minimal, adalah membuka peluang kepada Bapak Angkat untuk melakukan donasi, sehingga masyarakat merasakan manfaat

OLEH RAKHMAT ZAENAL

Dusun Tulang-Desa Barugaiya, Kecamatan Bontomanai, KM.13 Jl. Poros Benteng Pamatata - Kepulauan Selayar - Sulawesi Selatan

Penyu Kampung pun Aman

Bertelur Bila

Call for Expression of Interest

Many of the major problems currently facing Indonesia are social and economic in nature. For examples, the challenges of economic security, climate change, social conflicts to epidemics represent how powerful and yet mysterious social forces shape our lives. To better understand these challenges, novel approaches have been developed; to name a few: the widespread use of laboratory and field experiments have shed light on fundamental problems of human behavior, and the proliferation of digital media and communication technology have pushed social sciences toward more data-intensive science where computational techniques plays important role.

The Indonesian Frontiers of Social Science Symposium is an initiative of the Indonesian Academy of Sciences, organized by a committee of young scholars. This symposium will be held annually and this year will be the first; bringing together some of the very best young scientists to discuss exciting advances and opportunities in their fields in a format that encourages informal collectives as well as one-on-one discussions among participants. Participants are urged to focus their discussions on current cutting-edges research in their disciplines to colleagues outside their fields. This first symposium is planned to attract 40 Indonesian social scientists. Attendees for the Indonesian Frontiers of Social Science Symposium will be selected from the pool of young social researchers (PhD under 45 years of age) who have made significant contribution to social science. This symposium is expected to become a fundamental instrument in bringing together the best young social scientists “the next generation leaders”, especially for Indonesia, and therefore to contribute to the world.

The participants and invited speakers will be selected by the Organizing Committee to present and to report their current research to academically trained and scientifically diverse audiences. The participants are expected to highlight their major research challenges, methodologies, and limitations to progress at the frontiers of their respective fields. The attendees also need to be actively participate in general discussion, during which they learn from and form collaborative relationship with other young scientists.

Background

OF SOCIAL SCIENCEINDONESIAN FRONTIERS

This call for expression of interest is a preliminary announcement in the preparation for Indonesian Frontiers of Social Sciences symposium, organized by the Indonesian Academy of Sciences (AIPI), to be held in October 17-19, 2013 in Lombok, Nusa Tenggara Barat.

The Indonesian Academy of Sciences (AIPI) has formed an Indonesian Organizing Committee of young scientists, chaired by Prof. Dr. Jamaludin Jompa with Dr. Roby Muhamad, Dr. Harry Susianto, Dr. Sudirman Nasir, and Dr. Sahiron Syamsuddin as members, to prepare the Indonesian Frontiers of Social Science Symposium.

This symposium will be held in Lombok in October 17-19, 2013 and there will be six general topics, but not limited to:

Health, environment, and society (e.g., mother & child health; community nutrition; social epidemiology; health policy; social ecology)

Economics (e.g., development; corruption; poverty; organizational behavior; social welfare; public policy)

Political science (e.g., governance; political system; democracy; voting behavior)

Sociology (e.g., social conflicts; social intervention; stratification; urban studies)

History, culture and language (e.g., identity; historiography; cultural diversity)

Behavioral sciences (e.g., decision science; neuroscience; computational social science)

The Indonesian Organizing Committee invites expression of interest from young social scientists of Indonesia to participate in the Indonesian Frontiers of Social Science Symposium.

Application could be written in English or bahasa Indonesia and sent to: [email protected] by no later than September 20, 2013. Please direct all inquiries via e-mail to Uswatul Chabibah at [email protected] or phone to (62)21-31923560

Applicants should:

Have a doctoral degree and actively conduct/participate in research as shown by their peer-reviewed publications.No more than 45 years old at the time of application.Submit a brief CV (no more than 2 pages) highlighting their publication lists.Submit one exemplary peer-reviewed article within the last five years that represents your research.Fill the form, include a brief statement (no more than 500 words) on what you would like to present at the meeting if you are selected.

Submission

Selected participants will be sponsored (travel, accommodation, and daily allowance) to attend the symposium. You will have the opportunity to meet and discuss your work with 40 of the best Indonesian young social scientists. These are organized to create opportunities for and promote the development of future collaborations.

Why You Should Apply

25 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 26 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

etika sumberdaya alam diperhadapkan dengan kepentingan ekonomi, hampir selalu yang pertamalah yang dikorbankan. Hal ini juga hampir terjadi di K

Kampung Tulang, Desa Barugaiya, Kecamatan Bontonai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Kampung Tulang adalah kampung yang terletak di dekat estuaria. Kampung ini merupakan salahsatu kampung yang sering didarati penyu untuk bertelur. Karena telur penyu dipercaya memiliki khasiat tersendiri, telur penyu ini dicari oleh banyak orang untuk dikonsumsi. Dan karena permintaan yang tinggi, telur penyu kemudian diburu oleh masyarakat di kampung itu, termasuk masyarakat kampung sekitar.

Di saat yang sama, keberadaan penyu dianggap sebagai hama yang merusak j a r i n g n e l a y a n d i m a n a k e t i k a terperangkap, penyu akan meronta berupaya membebaskan diri sehingga merusak jaring. Karena itu, penyu juga sering diburu untuk dibunuh.

Di sisi kampung yang lain, eksploitasi terhadap pasir telah berlangsung cukup lama. Di samping diambil oleh masyarakat k e t i k a a k a n m e m b a n g u n r u m a h , belakangan pengusaha juga masuk dimana terkadang sudah menggunakan alat berat. Belum lagi pemanfaatan kayu bakau yang diambil untuk digunakan atau dijual sebagai bahan bakar.

Melihat kondisi ini, beberapa anggota masyarakat mulai gelisah. Apabila semua aktifitas itu berlanjut, cepat atau lambat, abrasi dan intrusi ini akan berakibat pada sumur masyarakat yang akan berubah menjadi air payau, dan wilayah pantai yang bisa menjadi buffer terhadap hantaman ombak, terutama pada musim barat, akan mengganggu keberadaan kampung ke depan.

Kegelisahan ini kemudian ditindak lanjuti oleh sekelompok masyarakat dengan mengundang hampir semua masyarakat untuk melakukan rembug warga. Dalam prosesnya ini, seorang

anak muda yang sangat peduli dengan masalah ini, Datu, secara aklamasi terpilih menjadi kepala Dusun, sehingga membuka peluang untuk mendiskusikannya melalui kapasitas kelembagaan barunya itu.

M e r e k a k e m u d i a n m e m b u k a komunikasi dengan pihak yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, terutama perlindungan terhadap penyu. Dan kebetulan, sebuah club selam Sileya Scuba Divers (SSD) yang sejak 2008 dikenal banyak bekerja untuk pelestarian lingkungan, memiliki pengalaman dalam penangkaran penyu, antara lain di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.

Melalui pendampingan klub selam ini, mereka kemudian membuat penangkaran s e d e r h a n a , d e n g a n m e m b u a t penampungan dengan menutup lokasi dimana penyu biasanya bertelur agar telur-telur tidak diganggu oleh biawak, ular atau anjing.

Pada awalnya mereka menggunakan jaring bekas yang terbawa oleh ombak dan dipasang mengitari lokasi dimana penyu sering bertelur dengan membuat celah di arah pantai agar penyu bisa masuk ke dalam.

Tapi kegiatan ini tentu saja tidak boleh menghilangkan pendapatan tambahan masyarakat selama ini melalui penjualan telur penyu ke pasar di kota Benteng. Apalagi lingkungan dan sumberdaya alam pada ak hirnya, harus memberik an k o n t r i b u s i t e r h a d a p p e n i n g k a t a n kesejahteraaan masyarakat.

Akhirnya disepakati bahwa teman-teman SSD mencari Bapak Angkat terhadap penyu ini. Dalam artian, ada yang membeli telur dari masyarakat sehingga pendapatan mereka tidak berkurang atau hilang, dan

bahkan bertambah. Untuk itu, harga untuk sebutir telur yang biasanya dijual 800 rupiah per biji, oleh bapak angkatnya dibeli dengan harga minimal seribu rupiah penekanan pada minimal, adalah membuka peluang kepada Bapak Angkat untuk melakukan donasi, sehingga masyarakat merasakan manfaat

OLEH RAKHMAT ZAENAL

Dusun Tulang-Desa Barugaiya, Kecamatan Bontomanai, KM.13 Jl. Poros Benteng Pamatata - Kepulauan Selayar - Sulawesi Selatan

Penyu Kampung pun Aman

Bertelur Bila

Call for Expression of Interest

Many of the major problems currently facing Indonesia are social and economic in nature. For examples, the challenges of economic security, climate change, social conflicts to epidemics represent how powerful and yet mysterious social forces shape our lives. To better understand these challenges, novel approaches have been developed; to name a few: the widespread use of laboratory and field experiments have shed light on fundamental problems of human behavior, and the proliferation of digital media and communication technology have pushed social sciences toward more data-intensive science where computational techniques plays important role.

The Indonesian Frontiers of Social Science Symposium is an initiative of the Indonesian Academy of Sciences, organized by a committee of young scholars. This symposium will be held annually and this year will be the first; bringing together some of the very best young scientists to discuss exciting advances and opportunities in their fields in a format that encourages informal collectives as well as one-on-one discussions among participants. Participants are urged to focus their discussions on current cutting-edges research in their disciplines to colleagues outside their fields. This first symposium is planned to attract 40 Indonesian social scientists. Attendees for the Indonesian Frontiers of Social Science Symposium will be selected from the pool of young social researchers (PhD under 45 years of age) who have made significant contribution to social science. This symposium is expected to become a fundamental instrument in bringing together the best young social scientists “the next generation leaders”, especially for Indonesia, and therefore to contribute to the world.

The participants and invited speakers will be selected by the Organizing Committee to present and to report their current research to academically trained and scientifically diverse audiences. The participants are expected to highlight their major research challenges, methodologies, and limitations to progress at the frontiers of their respective fields. The attendees also need to be actively participate in general discussion, during which they learn from and form collaborative relationship with other young scientists.

Background

OF SOCIAL SCIENCEINDONESIAN FRONTIERS

This call for expression of interest is a preliminary announcement in the preparation for Indonesian Frontiers of Social Sciences symposium, organized by the Indonesian Academy of Sciences (AIPI), to be held in October 17-19, 2013 in Lombok, Nusa Tenggara Barat.

The Indonesian Academy of Sciences (AIPI) has formed an Indonesian Organizing Committee of young scientists, chaired by Prof. Dr. Jamaludin Jompa with Dr. Roby Muhamad, Dr. Harry Susianto, Dr. Sudirman Nasir, and Dr. Sahiron Syamsuddin as members, to prepare the Indonesian Frontiers of Social Science Symposium.

This symposium will be held in Lombok in October 17-19, 2013 and there will be six general topics, but not limited to:

Health, environment, and society (e.g., mother & child health; community nutrition; social epidemiology; health policy; social ecology)

Economics (e.g., development; corruption; poverty; organizational behavior; social welfare; public policy)

Political science (e.g., governance; political system; democracy; voting behavior)

Sociology (e.g., social conflicts; social intervention; stratification; urban studies)

History, culture and language (e.g., identity; historiography; cultural diversity)

Behavioral sciences (e.g., decision science; neuroscience; computational social science)

The Indonesian Organizing Committee invites expression of interest from young social scientists of Indonesia to participate in the Indonesian Frontiers of Social Science Symposium.

Application could be written in English or bahasa Indonesia and sent to: [email protected] by no later than September 20, 2013. Please direct all inquiries via e-mail to Uswatul Chabibah at [email protected] or phone to (62)21-31923560

Applicants should:

Have a doctoral degree and actively conduct/participate in research as shown by their peer-reviewed publications.No more than 45 years old at the time of application.Submit a brief CV (no more than 2 pages) highlighting their publication lists.Submit one exemplary peer-reviewed article within the last five years that represents your research.Fill the form, include a brief statement (no more than 500 words) on what you would like to present at the meeting if you are selected.

Submission

Selected participants will be sponsored (travel, accommodation, and daily allowance) to attend the symposium. You will have the opportunity to meet and discuss your work with 40 of the best Indonesian young social scientists. These are organized to create opportunities for and promote the development of future collaborations.

Why You Should Apply

masyarakat selama ini melalui penjualan telur penyu ke pasar di kota Benteng. Apalagi lingkungan dan sumberdaya alam pada akhirnya, harus memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraaan masyarakat.

Akhirnya disepakati bahwa teman-teman SSD mencari Bapak Angkat terhadap penyu ini. Dalam artian, ada yang membeli telur dari masyarakat sehingga pendapatan mereka tidak berkurang atau hilang, dan bahkan bertambah. Untuk itu, harga untuk sebutir telur yang biasanya dijual 800 rupiah per biji, oleh bapak angkatnya dibeli dengan harga minimal seribu rupiah penekanan pada minimal, adalah membuka peluang kepada Bapak Angkat untuk melakukan donasi, sehingga masyarakat merasakan manfaat ketika lokasi ini bisa dijaga, dimana selama penyu tetap datang bertelur, berarti pendapatan masyarakat akan tetap ada.

Dengan asumsi bahwa semalam lima ekor penyu bertelur dengan masing-masing mengeluarkan 80 telur saja, berarti semalam bisa menghasilkan 400 telur. Dengan harga 800 per telur, berarti untuk satu malam, pemasukan bagi pemburu telur adalah 320 ribu rupiah. Kalau mereka bertiga, berarti setiap orang bisa mendapatkan 100 ribu rupiah per orang. Jumlah ini termasuk besar untuk masyarakat kampung.

Dan melalui pengamatan masyarakat sendiri bahwa musim bertelur antara bulan Februari sampai Agustus dengan selang pendarataan satu atau dua malam, bisa dibayangkan berapa banyak telur yang menggoda pemburu telur untuk dijual. Dan hal itu harus dicarikan jalan keluar.

Melalui pendekatan Bapak Angkat ini, telur yang akan dibeli dengan harga minimal 1000 rupiah per butir itu, 800 rupiah akan diberikan ke yang mendapatkan telur, dan sisanya digunakan untuk pengelolaan dan pengawasan penangkaran penyu ini.

Telur ini kemudian ditanam kembali oleh Sang Bapak Angkat bersama-sama dengan masyarakat ke dalam lubang yang dalamnya sekitar 40 cm, dan kalau tidak ada halangan, telur-telur ini akan mengeluarkan tukik setelah 50 hingga 60 hari. Persentase penetasan biasanya akan di atas 80 persen bila curah hujan tidak tinggi.

Tukik ini kemudian disimpan dalam ember minimal selama dua hari sampai mata bisa melihat dan telinganya bisa mendengar, sehingga ketika dilepas ke laut tidak akan mengalamai kesulitan dalam berenang. Tapi sesuai pengamatan mereka, hal itu ternyata juga tidak aman. Tukik lebih sering dipermainkan ombak dan terkadang dihempas kembali ke pantai. Untuk itu, untuk lebih menyiapkan agar tukik

ini sudah laik berenang dan aman dari gangguan predator seperti ikan dan burung, masyarakat kemudian membuat keramba sederhana.

Tukik ini disimpan di keramba selama 1 sampai 3 bulan sampai cangkangnya menjadi keras sehingga tidak mudah dimangsa predator, baik ikan di laut maupun burung di udara, sehingga ketika dilepas ke laut, akan betul-betul siap mencari makan sendiri dan melakukan perjalanan.

Ketika akan dilepaskan ke laut, Bapak Angkat akan dihubungi dan apabila berkenan, akan diundang kembali untuk melepaskan sendiri anak asuhnya ke laut. Dan agar ikatan itu tidak putus begitu saja, Bapak Angkat akan selalu diundang bila ada acara di Kampung Penyu ini.

Saat ini telah tersedia 1 areal penetasan dengan ukuran 7 x 7 meter dan satu keramba berukuran 2 x 2 meter. Tukik di kolam daruratDengan ukuran luas seperti ini, tempat penetasan sudah bisa menetaskan 1.000 – 1.500 telur dengan asumsi rata-rata telur yang disimpan 80 – 150 per lubang.

Untuk keramba, fasilitas ini belum memadai karena dengan ukuran seperti itu, hanya ideal untuk sekitar 400 tukik, sehingga akan sangat merepotkan ketika banyak telur yang menetas secara bersamaan. Seperti yang terjadi bulan Juni 2013, ketika 617 telur menetas secara bersamaan. Untuk itu, segera dibuat kolam darurat di darat yang berupa tenda yang diletakkan di atas tanah yang telah digali. Agak merepotkan memang, sebab selain harus di atap, suhu dalam kolam juga harus selalu dipantau dan airnya harus diganti secara periodik oleh masyarakat. Merekapun harus bergantian memberi makan tukuk-tukik ini dengan mencincang ikan-ikan segar sebelum diberikan sedikit demi sedikit agar tidak mengendap dan mengotori keramba atau kolam di darat.

Sesuai data dari World Wildlife Fund (WWF), Dusun Tulang adalah salah satu dari 2 tempat pendaratan penyu di Kepulauan Selayar, dimana yang satunya adalah di Taman Nasional Taka Bonerate. Penyu yang dominan mendarat di dusun ini adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) juga sesekali didapati mendarat untuk bertelur.

Masyarakat bersama SSD melakukan penanaman pohon dan pembuatan tempat penangkaran

Wakil Bupati Selayar, H. Saiful Arif, SH, salah seorang Bapak Asuh

Sesuai dengan Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, semua jenis penyu ini termasuk yang dilindungi, dimana menangkap, meluk ai , memil ik i , menyimpan, memindahk an dan memperdagangkan satwa ini dilarang, baik dalam keadaan hidup atau mati. Dan bagi yang melanggar dapat diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar-besarnya 100 juta rupiah.

Walau dengan segala keterbatasan, mengetahui bahwa penyu adalah barang mahal, mereka kini bangga bahwa mereka bisa berperan dalam pelestarian penyu ini. Apalagi ketika Ketua Kampung Penyu yang sudah belajar surfing di dunia maya, menemukan bahwa Kampung Penyu mereka sudah mulai terkenal.

Kepala Dusun Tulang yang juga Ketua Kampung Penyu bercita-cita bahwa keberadaan penyu, mangrove dan pantai yang terjaga di wilayahnya bisa menjadi tempat wisata alam dan tempat belajar bagi anak sekolah dan mahasiswa, sehingga ketika masyarakat sudah merasakan manfaatnya, masyarakat sendiri yang akan menjaga lingkungannya.

Untuk lebih memaksimalkan kerja-kerja melalui perluasan jaringan, terutama dalam mencari dukungan terhadap yang mereka telah lakukan, pada Peringatan Hari Segitiga Terumbu Karang Tahun 2013 pada tanggal 23 Juni lalu, telah dikukuhkan kelompok pengelola yang telah dipilih melalui rembug warga.

Melalui penjaringan dukungan dari berbagai pihak, baik masyarakat, swasta dan pengusaha diharapkan keberadaan kampung penyu tidak mengalami perubahan, terutama perubahan fisik. Masyarakat diharapkan tidak lagi mengambil bahan bangunan dan bahan bakar dari area ini, pengusaha tidak lagi menambang pasir, dan pemerintah tidam membuat kebijakan yang akan merubah struktur alam seperti pembangunan tanggul, jalan, ataupun infrastruktur lainnya di dalam kawasan. Ke depan, bahkan diharapkan adanya kebijakan penetapan kawasan ini sebagai kawasan penangkaran penyu.

Untuk tahap awal, mereka tidak muluk-muluk. Untuk saat ini, mereka mengusung tagline kampanye; Kalau tidak mampu membantu – apalagi memperbaiki, paling tidak jangan merusak. Sebab sesuai dengan pengamatan mereka, satu tahun terakhir, telah terjadi perubahan yang drastis. Sepanjang musim bertelur tahun 2012 misalnya, frekuensi pendaratan penyu untuk bertelur – antara 4-5 ekor untuk sekali pendaratan, sebanyak 87 kali. Sedangkan tahun 2013, sampai bulan Juni, jumlah pendaratan baru mencapai 30 kali.

Perubahan pada struktur lingkungan pada satu tahun terakhir juga sudah terjadi. Setahun lalu, ketika dari ujung kampung melihat ke arah pantai, bibir pantai tidak kelihatan oleh gundukan pasir. Saat ini, bila melihat ke arah pantai, bibir pantai sudah terlihat dengan jelas. Inilah yang membuat mereka termotivasi untuk mengambil tindakan cepat dalam menyelamatkan areal pendaratan penyu ini.

Mereka percaya, bahwa keberadaan penyu bisa menjadi indikator sehatnya lingkungan mereka. Selama struktur alam tidak berubah, penyu akan tetap datang bertelur. Mereka yakin; Penyu bertelur, kampung aman.

Saat ini, kaum perempuan juga ikut mendukung dan terlibat langsung dalam pengelolaan dan pengawasan, sesekali menyiapkan penganan untuk yang melakukan jaga dan patroli, termasuk sesekali ikut menunggu penyu untuk bertelur di malam hari. Masyarakat kini secara bergiliran berjaga di pinggir pantai yang terkadang tidur di atas pasir – karena belum adanya tempat pemantauan, agar pada jam-jam pendaratan penyu tidak terganggu oleh nelayan dan sampan atau perahu yang lalu lalang, termasuk mengurangi atau bahkan tidak menyalakan lampu sorot ketika mendekat ke pantai itu.

Anak-anak sekolah yang ada di dusun itupun mulai belajar tentang penyu. Beberapa pengunjung asingpun telah berkunjung ke tempat itu. Anak-anak yang pada awalnya hanya berdiri menonton, kini mulai tertarik untuk menyapa. Beberapa murid – bahkan Ketua Kampung Penyu, kini berniat untuk belajar bahasa Inggris, minimal bisa berbicara little-litle lah, katanya.

Anda dapat menghubungi penulis melalui email [email protected]

Bagi yang ingin menjadi Bapak asuh penyu, silahkan menghubungi Bapak Datu, Ketua Kerukunan Pemuda Pelindung Penyu (Kampung Penyu), HP: 087 840 787 349 / 082 191 117 998

27 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 28 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

INFORMASI LEBIH LANJUT

masyarakat selama ini melalui penjualan telur penyu ke pasar di kota Benteng. Apalagi lingkungan dan sumberdaya alam pada akhirnya, harus memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraaan masyarakat.

Akhirnya disepakati bahwa teman-teman SSD mencari Bapak Angkat terhadap penyu ini. Dalam artian, ada yang membeli telur dari masyarakat sehingga pendapatan mereka tidak berkurang atau hilang, dan bahkan bertambah. Untuk itu, harga untuk sebutir telur yang biasanya dijual 800 rupiah per biji, oleh bapak angkatnya dibeli dengan harga minimal seribu rupiah penekanan pada minimal, adalah membuka peluang kepada Bapak Angkat untuk melakukan donasi, sehingga masyarakat merasakan manfaat ketika lokasi ini bisa dijaga, dimana selama penyu tetap datang bertelur, berarti pendapatan masyarakat akan tetap ada.

Dengan asumsi bahwa semalam lima ekor penyu bertelur dengan masing-masing mengeluarkan 80 telur saja, berarti semalam bisa menghasilkan 400 telur. Dengan harga 800 per telur, berarti untuk satu malam, pemasukan bagi pemburu telur adalah 320 ribu rupiah. Kalau mereka bertiga, berarti setiap orang bisa mendapatkan 100 ribu rupiah per orang. Jumlah ini termasuk besar untuk masyarakat kampung.

Dan melalui pengamatan masyarakat sendiri bahwa musim bertelur antara bulan Februari sampai Agustus dengan selang pendarataan satu atau dua malam, bisa dibayangkan berapa banyak telur yang menggoda pemburu telur untuk dijual. Dan hal itu harus dicarikan jalan keluar.

Melalui pendekatan Bapak Angkat ini, telur yang akan dibeli dengan harga minimal 1000 rupiah per butir itu, 800 rupiah akan diberikan ke yang mendapatkan telur, dan sisanya digunakan untuk pengelolaan dan pengawasan penangkaran penyu ini.

Telur ini kemudian ditanam kembali oleh Sang Bapak Angkat bersama-sama dengan masyarakat ke dalam lubang yang dalamnya sekitar 40 cm, dan kalau tidak ada halangan, telur-telur ini akan mengeluarkan tukik setelah 50 hingga 60 hari. Persentase penetasan biasanya akan di atas 80 persen bila curah hujan tidak tinggi.

Tukik ini kemudian disimpan dalam ember minimal selama dua hari sampai mata bisa melihat dan telinganya bisa mendengar, sehingga ketika dilepas ke laut tidak akan mengalamai kesulitan dalam berenang. Tapi sesuai pengamatan mereka, hal itu ternyata juga tidak aman. Tukik lebih sering dipermainkan ombak dan terkadang dihempas kembali ke pantai. Untuk itu, untuk lebih menyiapkan agar tukik

ini sudah laik berenang dan aman dari gangguan predator seperti ikan dan burung, masyarakat kemudian membuat keramba sederhana.

Tukik ini disimpan di keramba selama 1 sampai 3 bulan sampai cangkangnya menjadi keras sehingga tidak mudah dimangsa predator, baik ikan di laut maupun burung di udara, sehingga ketika dilepas ke laut, akan betul-betul siap mencari makan sendiri dan melakukan perjalanan.

Ketika akan dilepaskan ke laut, Bapak Angkat akan dihubungi dan apabila berkenan, akan diundang kembali untuk melepaskan sendiri anak asuhnya ke laut. Dan agar ikatan itu tidak putus begitu saja, Bapak Angkat akan selalu diundang bila ada acara di Kampung Penyu ini.

Saat ini telah tersedia 1 areal penetasan dengan ukuran 7 x 7 meter dan satu keramba berukuran 2 x 2 meter. Tukik di kolam daruratDengan ukuran luas seperti ini, tempat penetasan sudah bisa menetaskan 1.000 – 1.500 telur dengan asumsi rata-rata telur yang disimpan 80 – 150 per lubang.

Untuk keramba, fasilitas ini belum memadai karena dengan ukuran seperti itu, hanya ideal untuk sekitar 400 tukik, sehingga akan sangat merepotkan ketika banyak telur yang menetas secara bersamaan. Seperti yang terjadi bulan Juni 2013, ketika 617 telur menetas secara bersamaan. Untuk itu, segera dibuat kolam darurat di darat yang berupa tenda yang diletakkan di atas tanah yang telah digali. Agak merepotkan memang, sebab selain harus di atap, suhu dalam kolam juga harus selalu dipantau dan airnya harus diganti secara periodik oleh masyarakat. Merekapun harus bergantian memberi makan tukuk-tukik ini dengan mencincang ikan-ikan segar sebelum diberikan sedikit demi sedikit agar tidak mengendap dan mengotori keramba atau kolam di darat.

Sesuai data dari World Wildlife Fund (WWF), Dusun Tulang adalah salah satu dari 2 tempat pendaratan penyu di Kepulauan Selayar, dimana yang satunya adalah di Taman Nasional Taka Bonerate. Penyu yang dominan mendarat di dusun ini adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) juga sesekali didapati mendarat untuk bertelur.

Masyarakat bersama SSD melakukan penanaman pohon dan pembuatan tempat penangkaran

Wakil Bupati Selayar, H. Saiful Arif, SH, salah seorang Bapak Asuh

Sesuai dengan Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, semua jenis penyu ini termasuk yang dilindungi, dimana menangkap, meluk ai , memil ik i , menyimpan, memindahk an dan memperdagangkan satwa ini dilarang, baik dalam keadaan hidup atau mati. Dan bagi yang melanggar dapat diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar-besarnya 100 juta rupiah.

Walau dengan segala keterbatasan, mengetahui bahwa penyu adalah barang mahal, mereka kini bangga bahwa mereka bisa berperan dalam pelestarian penyu ini. Apalagi ketika Ketua Kampung Penyu yang sudah belajar surfing di dunia maya, menemukan bahwa Kampung Penyu mereka sudah mulai terkenal.

Kepala Dusun Tulang yang juga Ketua Kampung Penyu bercita-cita bahwa keberadaan penyu, mangrove dan pantai yang terjaga di wilayahnya bisa menjadi tempat wisata alam dan tempat belajar bagi anak sekolah dan mahasiswa, sehingga ketika masyarakat sudah merasakan manfaatnya, masyarakat sendiri yang akan menjaga lingkungannya.

Untuk lebih memaksimalkan kerja-kerja melalui perluasan jaringan, terutama dalam mencari dukungan terhadap yang mereka telah lakukan, pada Peringatan Hari Segitiga Terumbu Karang Tahun 2013 pada tanggal 23 Juni lalu, telah dikukuhkan kelompok pengelola yang telah dipilih melalui rembug warga.

Melalui penjaringan dukungan dari berbagai pihak, baik masyarakat, swasta dan pengusaha diharapkan keberadaan kampung penyu tidak mengalami perubahan, terutama perubahan fisik. Masyarakat diharapkan tidak lagi mengambil bahan bangunan dan bahan bakar dari area ini, pengusaha tidak lagi menambang pasir, dan pemerintah tidam membuat kebijakan yang akan merubah struktur alam seperti pembangunan tanggul, jalan, ataupun infrastruktur lainnya di dalam kawasan. Ke depan, bahkan diharapkan adanya kebijakan penetapan kawasan ini sebagai kawasan penangkaran penyu.

Untuk tahap awal, mereka tidak muluk-muluk. Untuk saat ini, mereka mengusung tagline kampanye; Kalau tidak mampu membantu – apalagi memperbaiki, paling tidak jangan merusak. Sebab sesuai dengan pengamatan mereka, satu tahun terakhir, telah terjadi perubahan yang drastis. Sepanjang musim bertelur tahun 2012 misalnya, frekuensi pendaratan penyu untuk bertelur – antara 4-5 ekor untuk sekali pendaratan, sebanyak 87 kali. Sedangkan tahun 2013, sampai bulan Juni, jumlah pendaratan baru mencapai 30 kali.

Perubahan pada struktur lingkungan pada satu tahun terakhir juga sudah terjadi. Setahun lalu, ketika dari ujung kampung melihat ke arah pantai, bibir pantai tidak kelihatan oleh gundukan pasir. Saat ini, bila melihat ke arah pantai, bibir pantai sudah terlihat dengan jelas. Inilah yang membuat mereka termotivasi untuk mengambil tindakan cepat dalam menyelamatkan areal pendaratan penyu ini.

Mereka percaya, bahwa keberadaan penyu bisa menjadi indikator sehatnya lingkungan mereka. Selama struktur alam tidak berubah, penyu akan tetap datang bertelur. Mereka yakin; Penyu bertelur, kampung aman.

Saat ini, kaum perempuan juga ikut mendukung dan terlibat langsung dalam pengelolaan dan pengawasan, sesekali menyiapkan penganan untuk yang melakukan jaga dan patroli, termasuk sesekali ikut menunggu penyu untuk bertelur di malam hari. Masyarakat kini secara bergiliran berjaga di pinggir pantai yang terkadang tidur di atas pasir – karena belum adanya tempat pemantauan, agar pada jam-jam pendaratan penyu tidak terganggu oleh nelayan dan sampan atau perahu yang lalu lalang, termasuk mengurangi atau bahkan tidak menyalakan lampu sorot ketika mendekat ke pantai itu.

Anak-anak sekolah yang ada di dusun itupun mulai belajar tentang penyu. Beberapa pengunjung asingpun telah berkunjung ke tempat itu. Anak-anak yang pada awalnya hanya berdiri menonton, kini mulai tertarik untuk menyapa. Beberapa murid – bahkan Ketua Kampung Penyu, kini berniat untuk belajar bahasa Inggris, minimal bisa berbicara little-litle lah, katanya.

Anda dapat menghubungi penulis melalui email [email protected]

Bagi yang ingin menjadi Bapak asuh penyu, silahkan menghubungi Bapak Datu, Ketua Kerukunan Pemuda Pelindung Penyu (Kampung Penyu), HP: 087 840 787 349 / 082 191 117 998

27 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 28 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

INFORMASI LEBIH LANJUT

29 30 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

19 Juli 2013Kunjungan Peserta Training Kepemimpinan Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Selama tahun 2013, tahapan implementasi PERA telah selesai hingga pelaksanaan technical workshop dan sampai dengan pertengahan April 2013 tim peneliti provinsi telah selesai melakukan first draft review workshop. Untuk mengetahui perkembangan implementasi aktivitas PERA dan merumuskan tindak lanjut aktivitas PERA di masing-masing provinsi, AIPD mengadakan progress review meeting dengan BaKTI, QAT-PERA dan Local Expert, Tim Peneliti beserta dengan staf administrasi dan finansialnya, yang bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar.

5 Juli 2013

Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Makassarpreneur kembali

menggelar diskusi bulanan Entrepreneur Club yang kali ini mengangkat

tema “Mengenal Perbankan Syariah”, bertempat di Ruang pertemuan BaKTI

Makassar. Hadir sebagai narasumber Andi Luthfi, S.E., MM, Pengawas

Kepatuhan Bank Syariah Mandiri wilayah V Makassar. Dalam presentasinya

narasumber mengungkapkan bahwa Bank Syariah adalah bank yang

menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Syariah - prinsip

hukum Islam dalam kegiatan perbankan. Bank Syariah tidak melaksanakan

transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan bunga dalam segala

bentuknya, melainkan dengan sistem bagi hasil dengan nasabah. Dalam

praktiknya, Bank Syariah berazaskan kemitraan, keadilan, transparasi dan

universal. Peserta yang hadir dalam diskusi ini berasal dari kalangan

pengusaha dan sektor swasta.

29 Juli 2013

BaKTI menyediakan fasilitas Ruang Pertemuan bagi para pelaku pembangunan untuk melaksanakan seminar, lokakarya, rapat, dan diskusi. Reservasi ruangan dapat dilakukan melalui email dengan menghubungi [email protected] atau telepon +62 411 832228 / fax +62 411 852146 atau berkunjung langsung ke Kantor BaKTI, Jl. H. A. Mappanyukki No. 32 Makassar."

PROGRESS REVIEW MEETING AIPD-PERA(Public Expenditure and Revenue Analysis)

KEGIATAN di BaKTI

DISKUSI ENTREPRENEUR CLUBMengenal Perbankan Syariah

Yayasan BaKTI menerima kunjungan belajar dari peserta Training Kepemimpinan Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah, bertempat di Kantor BaKTI Makassar. Seperti diungkapkan Masmulyadi, Ketua tim fasilitator training, tujuan kunjungan ini agar peserta mendapat pengetahuan mengenai knowledge sharing yang sudah dilakukan BaKTI melalui program dan kegiatannya.

Gambaran Projectaat melakukan survey kampung-kampung Asmat pada Maret 2013 lalu, kami menemukan kampung-kampung Sdengan gambaran kemasyhuran Papua. Orang-orang hilir

mudik dengan perahu sambil membawa tangkapan ikan, sagu, dan hasil hutan lainnya. Di perkampungan, tampak beberapa orang sedang mengerjakan perahu dari sebatang pohon, sementara yang lain sibuk membuat ukiran-ukiran cantik. Pemandangan aktivitas tersebut menyakinkan kami, bahwa Asmat memang tempat asal para pengukir hebat yang karyanya telah mendunia. Namun ketakjuban kami segera berganti perasaan miris saat mendapati realitas di balik kemolekan kampung dan patung-patungnya. Kepala Kampung Mumugu di distrik Sawaerma, Vitalis Panam, yang sempat kami temui, menuturkan bahwa sebagian besar anak usia sekolah dan orang dewasa di sana buta huruf. Ia sendiri hanya mengenyam bangku Sekolah Dasar hingga kelas 5. "Anak-anak kami ada yang sekolah, Bapak, tapi tetap tidak bisa membaca. Entahlah kenapa, Bapak," tuturnya lirih.Pada kunjungan itu kami juga menemukan bahwa SD di dekat kampung mereka sudah lama tidak didatangi guru karena alasan keterpencilan. Bangunannya kini rusak terbengkalai. Sekolah terdekat lainnya berada di pusat distrik Sawaerma yang harus ditempuh selama 2,5 jam dengan perahu bermesin yang membutuhkan solar. Padahal harga solar di sana bisa mencapai Rp25.000, sementara perjalanan ke Sawaerma setidaknya membutuhkan 20 liter solar. Rutinitas sekolah pun sering kali tidak bersesuaian dengan cara hidup mereka. Anak-anak, misalnya, sering kali mengikuti orang tuanya ke hutan sampai berminggu-minggu untuk mencari penghidupan. Tak jarang juga, ketika mereka ada di kampung, justru guru yang tidak berada di lokasi sekolah. "Kalau ada sekolah yang bisa mengikuti kebiasaan kami, itu kami ingin Bapak," tutur Kepala Kampung.Papua merupakan provinsi dengan rasio penduduk buta huruf tertinggi di Indonesia, yakni 39,23% (BPS 2012). Kabupaten Asmat yang memiliki sekitar 80.000 jiwa penduduk, 57% di antaranya buta huruf. Sementara perubahan akibat dampak pembangunan tengah terjadi. Perubahan lingkungan dan keterbukaan akses, serta kontak-kontak penduduk dengan ekonomi uang dan pendatang, merupakan dampak tak terbantahkan. Literasi menjadi kebutuhan mendasar bagi anak-anak di Kabupaten Asmat untuk dapat berperan aktif menyikapi perubahan yang tengah terjadi.“Ekspedisi Literasi Papua” yang akan menyasar Kabupaten Asmat merupakan kegiatan terintegrasi antara kajian dan

fasilitasi literasi. Kajian dilakukan dengan pendekatan budaya untuk menggali akar persoalan, aspirasi, dan sudut pandang komunitas terhadap situasi dan kondisi pendidikan. Hasil kajian diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi para pihak yang terkait persoalan pendidikan di kabupaten Asmat. Selain itu, kegiatan Ekspedisi Literasi ini akan menempatkan dua orang guru berpengalaman di salah satu kampung terpilih guna merintis program literasi.Kegiatan ini merupakan mimpi lama kami, tim SOKOLA yang selama 10 tahun terakhir telah mengembangkan program literasi dan pendampingan, khususnya bagi komunitas adat Indonesia. Kondisi pendidikan saat ini serta kekhususan budaya di Papua menjadi pertimbangan kami bahwa diperlukan pendekatan khusus pula dalam penyelenggaraan program pendidikan di Papua.

1,9 juta dari 8,5 juta penduduk buta huruf Indonesia ada di Papua. SOKOLA menyusuri Asmat, memberi literasi di lokasi yang dipilih.

EKSPEDISI LITERASI PAPUA

Tentang SOKOLASOKOLA didirikan pada tahun 2003 oleh Butet Manurung dan empat rekannya sesama pendidik yang telah lama berkegiatan di komunitas Orang Rimba di Jambi. SOKOLA berupaya memberikan kesempatan belajar bagi komunitas adat dan kelompok marjinal lain di wilayah terpencil di Indonesia yang tidak terjangkau oleh sekolah formal. SOKOLA memiliki metode praktis baca-tulis-hitung yang dikembangkan oleh Butet salama tinggal bersama Orang Rimba, sebagai pengetahuan dasar bagi komunitas dalam menghadapi perubahan. Dengan visi "Sekolah untuk Kehidupan", program-program yang dikembangkan SOKOLA bertujuan untuk mempersiapkan suatu komunitas dalam menghadapi tantangan dari dunia modern yang terus mendesak. Hingga tahun 2013, SOKOLA telah menyelenggarakan 14 program penddikan di berbagai komunitas di Indonesia antara lain di Jambi, Makassar, Flores, Halmahera, Bulukumba, Aceh, dan Pariaman, dengan lebih dari 10.000 penerima manfaat baik anak-anak maupun orang dewasa.SOKOLA saat ini sedang difilm-kan oleh Mira Lesmana dan Riri Riza, dalam film layar lebar berjudul SOKOLA RIMBA.

Butet Manurung (Ketua), Dodi Rokhdian (Antropolog), Aulia

Erlangga (Fotografer), Agung Nugraha (Guru), Habibi (Guru).

Anggota Tim

2-3 Sept4 Sept

4-28 Sept

28 Sept

28 Sept-23 Nov(6 minggu)Minggu kedua Oktober

Perjalanan Jakarta-Timika-AgatsPerjalanan Agats menuju lokasi kajian di Sungai PomatsPenelusuran dan kajian pendidikan di lokasi yang ditentukanTim kajian menuju Jakarta, meninggalkan tim guru untuk merintis program literasi di desa terpilihPelaksanaan program literasi (6 minggu)

Publikasi hasil kajian melalui seminar dan pameran foto

Rencana Pelaksanaan proyekKegiatan berlangsung pada September-November 2013

Anda dapat mendukung kegiatan ini melalui Wujudkan.com dengan cara klik http://wujudkan.com/projects/detail/202/Ekspedisi-Literasi-Papua-SOKOLADana yang terkumpul akan digunakan untuk transportasi, akomodasi, dan logistik Tim Kajian dan Tim Guru, serta publikasi kegiatan.

29 30 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91 JULI - AGUSTUS 2013News Edisi 91

19 Juli 2013Kunjungan Peserta Training Kepemimpinan Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Selama tahun 2013, tahapan implementasi PERA telah selesai hingga pelaksanaan technical workshop dan sampai dengan pertengahan April 2013 tim peneliti provinsi telah selesai melakukan first draft review workshop. Untuk mengetahui perkembangan implementasi aktivitas PERA dan merumuskan tindak lanjut aktivitas PERA di masing-masing provinsi, AIPD mengadakan progress review meeting dengan BaKTI, QAT-PERA dan Local Expert, Tim Peneliti beserta dengan staf administrasi dan finansialnya, yang bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar.

5 Juli 2013

Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Makassarpreneur kembali

menggelar diskusi bulanan Entrepreneur Club yang kali ini mengangkat

tema “Mengenal Perbankan Syariah”, bertempat di Ruang pertemuan BaKTI

Makassar. Hadir sebagai narasumber Andi Luthfi, S.E., MM, Pengawas

Kepatuhan Bank Syariah Mandiri wilayah V Makassar. Dalam presentasinya

narasumber mengungkapkan bahwa Bank Syariah adalah bank yang

menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Syariah - prinsip

hukum Islam dalam kegiatan perbankan. Bank Syariah tidak melaksanakan

transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan bunga dalam segala

bentuknya, melainkan dengan sistem bagi hasil dengan nasabah. Dalam

praktiknya, Bank Syariah berazaskan kemitraan, keadilan, transparasi dan

universal. Peserta yang hadir dalam diskusi ini berasal dari kalangan

pengusaha dan sektor swasta.

29 Juli 2013

BaKTI menyediakan fasilitas Ruang Pertemuan bagi para pelaku pembangunan untuk melaksanakan seminar, lokakarya, rapat, dan diskusi. Reservasi ruangan dapat dilakukan melalui email dengan menghubungi [email protected] atau telepon +62 411 832228 / fax +62 411 852146 atau berkunjung langsung ke Kantor BaKTI, Jl. H. A. Mappanyukki No. 32 Makassar."

PROGRESS REVIEW MEETING AIPD-PERA(Public Expenditure and Revenue Analysis)

KEGIATAN di BaKTI

DISKUSI ENTREPRENEUR CLUBMengenal Perbankan Syariah

Yayasan BaKTI menerima kunjungan belajar dari peserta Training Kepemimpinan Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah, bertempat di Kantor BaKTI Makassar. Seperti diungkapkan Masmulyadi, Ketua tim fasilitator training, tujuan kunjungan ini agar peserta mendapat pengetahuan mengenai knowledge sharing yang sudah dilakukan BaKTI melalui program dan kegiatannya.

Gambaran Projectaat melakukan survey kampung-kampung Asmat pada Maret 2013 lalu, kami menemukan kampung-kampung Sdengan gambaran kemasyhuran Papua. Orang-orang hilir

mudik dengan perahu sambil membawa tangkapan ikan, sagu, dan hasil hutan lainnya. Di perkampungan, tampak beberapa orang sedang mengerjakan perahu dari sebatang pohon, sementara yang lain sibuk membuat ukiran-ukiran cantik. Pemandangan aktivitas tersebut menyakinkan kami, bahwa Asmat memang tempat asal para pengukir hebat yang karyanya telah mendunia. Namun ketakjuban kami segera berganti perasaan miris saat mendapati realitas di balik kemolekan kampung dan patung-patungnya. Kepala Kampung Mumugu di distrik Sawaerma, Vitalis Panam, yang sempat kami temui, menuturkan bahwa sebagian besar anak usia sekolah dan orang dewasa di sana buta huruf. Ia sendiri hanya mengenyam bangku Sekolah Dasar hingga kelas 5. "Anak-anak kami ada yang sekolah, Bapak, tapi tetap tidak bisa membaca. Entahlah kenapa, Bapak," tuturnya lirih.Pada kunjungan itu kami juga menemukan bahwa SD di dekat kampung mereka sudah lama tidak didatangi guru karena alasan keterpencilan. Bangunannya kini rusak terbengkalai. Sekolah terdekat lainnya berada di pusat distrik Sawaerma yang harus ditempuh selama 2,5 jam dengan perahu bermesin yang membutuhkan solar. Padahal harga solar di sana bisa mencapai Rp25.000, sementara perjalanan ke Sawaerma setidaknya membutuhkan 20 liter solar. Rutinitas sekolah pun sering kali tidak bersesuaian dengan cara hidup mereka. Anak-anak, misalnya, sering kali mengikuti orang tuanya ke hutan sampai berminggu-minggu untuk mencari penghidupan. Tak jarang juga, ketika mereka ada di kampung, justru guru yang tidak berada di lokasi sekolah. "Kalau ada sekolah yang bisa mengikuti kebiasaan kami, itu kami ingin Bapak," tutur Kepala Kampung.Papua merupakan provinsi dengan rasio penduduk buta huruf tertinggi di Indonesia, yakni 39,23% (BPS 2012). Kabupaten Asmat yang memiliki sekitar 80.000 jiwa penduduk, 57% di antaranya buta huruf. Sementara perubahan akibat dampak pembangunan tengah terjadi. Perubahan lingkungan dan keterbukaan akses, serta kontak-kontak penduduk dengan ekonomi uang dan pendatang, merupakan dampak tak terbantahkan. Literasi menjadi kebutuhan mendasar bagi anak-anak di Kabupaten Asmat untuk dapat berperan aktif menyikapi perubahan yang tengah terjadi.“Ekspedisi Literasi Papua” yang akan menyasar Kabupaten Asmat merupakan kegiatan terintegrasi antara kajian dan

fasilitasi literasi. Kajian dilakukan dengan pendekatan budaya untuk menggali akar persoalan, aspirasi, dan sudut pandang komunitas terhadap situasi dan kondisi pendidikan. Hasil kajian diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi para pihak yang terkait persoalan pendidikan di kabupaten Asmat. Selain itu, kegiatan Ekspedisi Literasi ini akan menempatkan dua orang guru berpengalaman di salah satu kampung terpilih guna merintis program literasi.Kegiatan ini merupakan mimpi lama kami, tim SOKOLA yang selama 10 tahun terakhir telah mengembangkan program literasi dan pendampingan, khususnya bagi komunitas adat Indonesia. Kondisi pendidikan saat ini serta kekhususan budaya di Papua menjadi pertimbangan kami bahwa diperlukan pendekatan khusus pula dalam penyelenggaraan program pendidikan di Papua.

1,9 juta dari 8,5 juta penduduk buta huruf Indonesia ada di Papua. SOKOLA menyusuri Asmat, memberi literasi di lokasi yang dipilih.

EKSPEDISI LITERASI PAPUA

Tentang SOKOLASOKOLA didirikan pada tahun 2003 oleh Butet Manurung dan empat rekannya sesama pendidik yang telah lama berkegiatan di komunitas Orang Rimba di Jambi. SOKOLA berupaya memberikan kesempatan belajar bagi komunitas adat dan kelompok marjinal lain di wilayah terpencil di Indonesia yang tidak terjangkau oleh sekolah formal. SOKOLA memiliki metode praktis baca-tulis-hitung yang dikembangkan oleh Butet salama tinggal bersama Orang Rimba, sebagai pengetahuan dasar bagi komunitas dalam menghadapi perubahan. Dengan visi "Sekolah untuk Kehidupan", program-program yang dikembangkan SOKOLA bertujuan untuk mempersiapkan suatu komunitas dalam menghadapi tantangan dari dunia modern yang terus mendesak. Hingga tahun 2013, SOKOLA telah menyelenggarakan 14 program penddikan di berbagai komunitas di Indonesia antara lain di Jambi, Makassar, Flores, Halmahera, Bulukumba, Aceh, dan Pariaman, dengan lebih dari 10.000 penerima manfaat baik anak-anak maupun orang dewasa.SOKOLA saat ini sedang difilm-kan oleh Mira Lesmana dan Riri Riza, dalam film layar lebar berjudul SOKOLA RIMBA.

Butet Manurung (Ketua), Dodi Rokhdian (Antropolog), Aulia

Erlangga (Fotografer), Agung Nugraha (Guru), Habibi (Guru).

Anggota Tim

2-3 Sept4 Sept

4-28 Sept

28 Sept

28 Sept-23 Nov(6 minggu)Minggu kedua Oktober

Perjalanan Jakarta-Timika-AgatsPerjalanan Agats menuju lokasi kajian di Sungai PomatsPenelusuran dan kajian pendidikan di lokasi yang ditentukanTim kajian menuju Jakarta, meninggalkan tim guru untuk merintis program literasi di desa terpilihPelaksanaan program literasi (6 minggu)

Publikasi hasil kajian melalui seminar dan pameran foto

Rencana Pelaksanaan proyekKegiatan berlangsung pada September-November 2013

Anda dapat mendukung kegiatan ini melalui Wujudkan.com dengan cara klik http://wujudkan.com/projects/detail/202/Ekspedisi-Literasi-Papua-SOKOLADana yang terkumpul akan digunakan untuk transportasi, akomodasi, dan logistik Tim Kajian dan Tim Guru, serta publikasi kegiatan.

Reformasi DAU untuk Memperkuat Peran Sebagai Equalization Grant

Standar Akuntansi Keuangan; Entitas tanpa Akuntabilitas Publik

Kenali Negerimu Cintai Negerimu

Buku ini merupakan hasil kajian Tim Asistensi Kementrian Keuangan yang merekomendasikan agar alokasi Dasar dari formula perhitungan DAU, perhitungan kapasitas fiskal berdasarkan formula potensi fiskal, perhitungan kebutuhan fiskal yang mengacu pada sepuluh fungsi pengeluaran daerah, serta menawarkan alternatif formula penghitungan alokasi DAU yang dapat diterapkan di masa mendatang dihilangkan. Kajian ini juga menguji secara ilmiah tingkat pemerataan yang terjadi dengan menggunakan beberapa indikator. Rekomendasi berdasarkan kajian ilmiah TADF ini diharapkan bisa memperkaya ragam rekomendasi kebijakan yang terkait dengan penyempurnaan kebijakan transfer ke daerah.

Standar Akuntansi Keuangan; Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) ini merupakan standar akuntansi keuangan yang diperuntukkan untuk UKM. UKM Telah tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. SAK ETAP menggunakan konsep biaya historis , mengatur transaksi umu yang dilakukan UKM, bentuknya lebih sederhana dan relative tidak berubah selama beberapa tahun.

Buku ini memuat gambar-gambar indah dan memukau lengkap dengan keterangannya mengenai objek-objek wisata di Indonesia yang layak dikunjungi. Dari Sabang sampai Merauke beragam wisata siap untuk di eksplore. Mulai dari Wisata Budaya, Sejarah, Bahari, Alam Kuliner dan tak ketinggalan wisata belanja dan rekreasi.

Penerbit

Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan Garuda Indonesia

Resilience : Six Decades of Partnership

Kisah Indonesia adalah kisah tentang ketangguhan. Goncangan politik dan ekonomi telah memperkuat Indonesia hingga kini menjadi Negara dengan pendapatan menengah yang tumbuh pesat. Bank Dunia telah mendukung Indonesia selama 6 dekade dalam segala upaya pembangunan. Indonesia telah membantu transformasi struktur, budaya dan misi Bank Dunia serta mempengaruhi agenda global untuk pembangunan berkelanjutan.

Terima kasih kepada AIPD, The World Bank, Iwan Sandiago, Aditya Rahmat atas sumbangan buku-bukunya untuk perpustakaan BaKTI.

Buku-buku tersebut diatas tersedia di Perpustakaan BaKTI.Perpustakaan BaKTI berada di Kantor BaKTI Jl. H.A. Mappanyukki No. 32, Makassar Fasilitas ini terbuka untuk umum setiap hari kerja mulai dari jam 08:00 – 17:00.

Penulis/Peneliti

Prof. Dr. Bambang Juanda, Dr. Machfud Sidik dan Dr. Riatu Mariatul Qibthiyyah

ISBN

978-979-19103-2-3

Penerbit

The World Bank

978-979-9020-41-3

INFO BUKU

Deskripsi fisik

14 x 21 cm

Penerbit

Ikatan Akuntansi Indonesia ISBN

170 Hal, 22 x 17 cmDeskripsi fisik

978-979-95854-9-3ISBN