njbugyf

33
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia , di dalam hati terjadi proses- proses penting bagi kehidupan manusia, yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme, dan penetralan racun atau obat yang masuk dalam tubuh manusia . Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar normal menjadi penuh nodul yang tidak normal. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. 1

description

nvhghfgd

Transcript of njbugyf

1

16

BAB IPENDAHULUANI.1. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, di dalam hati terjadi proses- proses penting bagi kehidupan manusia, yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme, dan penetralan racun atau obat yang masuk dalam tubuh manusia.Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar normal menjadi penuh nodul yang tidak normal.Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya ditemukan saat otopsi.Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta orang. Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirosis hepatis.BAB II

PEMBAHASANII.1. DefinisiIstilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul- nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang mengelilingi parenkim hepar.Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hepar yang mengalami regenerasi.II.2. EpidemiologiInsidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja, penyebab terbanyak sirosis hati di Indonesia adalah disebabkan oleh Hepatitis B (40-50%) dan Hepatitis C (30-40%). Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.II.3. Klasifikasi dan EtiologiSecara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis.Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik), biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat.1. Berdasarkan morfologi sirosis hati dibagi atas 3 jenis, yaitu :a. MikronodularDitandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm. Dapat ditemukan pada alkoholisme,hemokromatosis,obstruksi bilier dan obstruksi vena. b. MakronodularSirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi. Besar nodulnya lebih 3 mm. Dapat ditemukan pada hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi a-1-antitripsin, sirosis bilier primer.c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). Sirosis mikronoduler sering berkembang menjadi makronoduler.2. Secara fungsional sirosis terbagi atasSirosis hati kompensata : Merupakan sirosis hati laten. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata seperti lemas , mudah lelah,nafsu makan berkurang,kembung, mual dan berat badan turun. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan skreening.Sirosis hati dekompensata : dikenal dengan Sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.Tabel 29. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :Skor/parameter123

Bilirubin(mg %)> 3,02 - < 3< 2,0

Albumin(mg %)> 3,52,8 - < 3,5< 2,8

Protrombin time (Quick %)> 7040 - < 70< 40

Asites0Min. sedang

(+) (++)Banyak (+++)

Hepatic EncephalopathyTidak adaStadium 1 & 2Stadium 3 & 4

Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV

a. Stadium 1 :tidak ada varises , tidak ada asites

b. Stadium 2 :varises , tanpa asites

c. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises

d. Stadium 4 :perdarahan atau tanpa varises

Stadium 1 dan 2 :kompensata

Stadium 3 dan 4 :dekompensata Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut.

A. AlkoholSirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di negara Barat. Sirosis yang disebabkan oleh alkohol juga disebut sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Ingesti alkohol yang kronik dapat menyebabkan terjadinya sirosis hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit ( steatosis ), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan ( steatohepatitis atau alcoholic hepatitis ), ke sirosis. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. 30% dari individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 -16 ounces minuman keras (hard liquor) atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. B. Post Hepatitis dan kriptogenikPenyebab sirosis yang dikelompokkan termasuk penderita post hepatitis (terutama hepatitis B dan C ) dan yang penyebab terjadinya sirosis yang tidak teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati. Gambaran patologi biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi , dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.C. BiliarisCedera atau adanya obstruksi berpanjangan sistim bilier intra atau ekstrahepatik dapat menyebabkan terjadinya sirosis.Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab tersering adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Sirosis biliaris di bagi menjadi dua yaitu :D. Primary Biliary Cirrhosis (PBC)Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati, bersifat intrahepatik. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.E. Secondary Biliary Cirrhosis (SBC)Pada (SBC), terdapatnya obstruksi total atau parsial yang berkepanjangan pada duktus ekstrahepatik yaitu COMMON BILE DUCT atau cabangnya.Dapat disebabkan oleh adanya batu empedu ataupun pada pasca operasi striktura kandung empedu.F. KardiakSirosis dapat terjadi akibat daripada gagal jantung kongestif kanan yang berpanjangan, Ini terjadi disebabkan adanya perubahan fibrotik dalam hati yang terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler. G. Metabolik, keturunan dan terkait obatPenyakit metabolik dan keturunan : Sindrom Fanconi Defisiensi 1-antitripsin Galaktosemia Penyakit Gaucher Penyakit simpanan Glikogen Hemokromatosis Intoleransi fruktosa herediter Tirosinemia Herediter Penyakit Wilsona. II.4. PatofiologiSirosis hati ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya membentuk nodul-nodul.Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis.TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. II.5. DiagnosisDiagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Dengan pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai hepatomegali Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gammaglutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.1. Gambaran KlinikStadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi : perasaan mudah lelah dan lemah selera makan berkurang perasaaan perut kembung Mual berat badan menurun pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi : hilangnya rambut badan gangguan tidur demam tidak begitu tinggi adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Gambar 23. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis2. Pemeriksaan Fisik

Gambar 24. Manifestasi hipertensi portal

Gambar 25. Manifestasi kegagalan fungsi hati3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain : a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis

b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.

f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat sirosis

g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :

a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi portab. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.II.6. Komplikasi1. Edema dan ascitesKetika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.4. Hepatic encephalopathyBeberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian. 5. Hepatorenal syndromePasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. 6. Hepatopulmonary syndromeJarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.7. HyperspleenismLimpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama). 8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati. II.1. PenatalaksanaanEtiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati. 1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

a. Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik

b. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat kolagenik

c. Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif

d. Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

e. Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis

f. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.

g. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensataa. Asites

Tirah baring

Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari

Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)

Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan pemberian albumin.

b. Peritonitis Bakterial SpontanDiberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu.c. Varises Esofagus

Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol)

Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

d. Ensefalopati Hepatik

Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia

Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia

Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang

e. Sindrom Hepatorenal

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.

II.2. PrognosisPrognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi. Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturut-turut 100%,80%, dan 45%. Tabel 30. Klasifikasi Modifikasi Child-PughBAB III

KESIMPULAN DAN DISKUSIIII.1. KesimpulanMengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan mengobati penyulit, maka prognosa Sirosis Hepatis bisa buruk. Umumnya menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap sirosis hepatis tersebut. Namun penemuan sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.DAFTAR PUSTAKASutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. [cited on 2011 February 23rd]. Available from : URL : http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789 /3386/1/ penydalam-srimaryani5.pdfSuyono,Sufiana,Heru,Novianto,Riza,Musrifah. Sonografi sirosis hepatis di RSUD Dr. Moewardi. Kalbe. 2006. [cited on 2011 February 23rd]. Available from : URL : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/09_150_Sonografisirosishepatis.htmlRaymon T.Chung, Daniel K.Podolsky. Cirrhosis and its complications. In : Kasper DL et.al, eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62.Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53.Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6.Faiz O, Moffat D. The liver, gall-bladder, biliary tree. In : Anatomy at a glance. USA: Blackwell Publishing Company; 2002. p. 44-5.Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5.Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. 4th Edition. USA : Saunders Elsevier; 2006. p. 287.Douglas Eder. Histology. In : Laboratory Atlas of Anatomy and Physiology. 4th Edition. USA : McGraw-Hill Science; 2001. p.35Hall & Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 902-6.Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th Edition. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2.Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 2011 February 23rd]. Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426-overview Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts General Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-10David C. Dale, Daniel D.Fedeman, AMP Medicine 2007 Edition, Washington D.C., 2007,p.IX : 1-26

1