nj

47
PENYUSUN : Evira Syahfitri 110.2008.096

description

m

Transcript of nj

PENYUSUN :

Evira Syahfitri

110.2008.096

Secara histologik dan fungsional dibagi atas:

1. Mukosa pernafasan (mukosa respiratori)

Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring.

2. Mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid

vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos.

Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Dengan susunan demikian mukosa hidungmenyerupai suatu jaringan

kavernosus yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh

saraf otonom.

Sistem transport mukosilier merupakan system pertahanan aktif rongga hidung.

Efektivitas system transport mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir.

Palut lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada pada epitel dan kelenjar sero musinosa submukosa.

Bagian bawah dari palut lender terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian permukaan banyak mengandung protein plasma seperti albumin, IgG, IgM dan faktor komplemen.

Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik (s-IgA).

Setinggi ostium secret akan lebih kental tetapi drainasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negative dan berkembangnya infeksi.

Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan menghentikan atau mengubah transport, dan sekret akan melewati mukosa yang rusak tersebut. Tetapi jika sekret lebih kental, sekret akan terhenti pada mukosa yang mengalami defek.

Transport aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan epitel skuamosa pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan.

1. Fungsi respirasi Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.

2. Fungsi penghidu Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.

3. Fungsi fonetik Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

4. Fungsi static dan mekanik Untuk meringankan beban kepala.

5. Reflex nasal.

Rinitis Alergipenyakit inflamasi disebabkan reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut ( Von Pirquet, 1986).

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E (WHO).

Interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

1. Alergen Inhalan; yang masuk bersama dengan udara pernafasan

2. Alergen Ingestan; yang masuk ke saluran cerna

3. Alergen Injektan; yang masuk melalui suntikan atau tusukan.

4. Alergen Kontaktan; yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa

Rhinitis alergi merupakan bentuk yang paling sering dari semua penyakit atopi, diperkirakan mencapai prevalensi 5-22%.

penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase : immediate phase allergic reaction/ reaksi alergi fase cepat

(RAFC) berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya.

Late phase allergic reaction/ reaksi alergi fase lambat (RAFL) berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Terpapar alergen yang sama diikat oleh IgE di sel mast

degranulasi / pecahnya sel mediator

melepaskan PGD2, LTD4, LTC4, bradikinin, sitokin, histamin

rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin

mukosa & sel goblet mengalami hipersekresi rinorea vasodilatasi sinusoid hidung tersumbat

Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf medianus

Pada saat serangan : Dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan

pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan

penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.

Di luar serangan : normal Bila serangan persisten :

Terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.

Dulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) Hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari

(pollen) dan spora jamur. Nama yang tepat adalah polinosis atau rino

konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau

terus-menerus,tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.

Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan.

Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

Berdasarkan sifat berlangsungnya1. RA intermitten

< 4 hari/minggu atau < 4 minggu

2. RA persisten

> 4 hari/minggu dan > 4 minggu

Berdasarkan tingkat berat/ringannya

penyakit1. Ringan

2. Sedang – Berat

Anamnesis : Gejala klinis

onset

riwayat terjadinya

etiologi

Pemeriksaan Fisik

rinoskopi anterior : mukosa edema/hipertrofi, basah, livid, sekret encer

Pada Anak

facial : allergic shinner

allergic salute

allergic crease

facies adenoid

cobblestone appearance

geographic tongue

Allergic Shiner

(Kiri ke Kanan) Allergic Crease dan Allergic Sallute

Facies Adenoid

Geographic Tongue

Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang

Tidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa

Contoh : Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo efedrin

menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat.

Efek utama pada mukosa hidung :1. mengurangi inflamasi dengan memblok

pelepasan mediator2. mengurangi edema intrasel,3. menyebabkan vasokonstriksi ringan dan

menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast

Direkomendasikan sebagai terapi awal disertai dengan penghindaran terhadap alergen

Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat.

Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.

Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 – 2 kali seminggu.

Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat ditoleransi.

Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu tergantung pada respon klinik.

Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty

Dilakukan, bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat

Rhinitis Non-alergik

Immotile cilia syndrome (ciliary dyskinesis) 

1. Sinusitis

2. polip hidung

3. otitis media