NISTAGMUS.docx
Transcript of NISTAGMUS.docx
NISTAGMUS
Nistagmus adalah gerakan oscilasi ritmik kedua mata di mana pada tiap fase. Amplitudonya sama atau hampir sama. Dikenal 2 tipe nistagmus yaitu “jerk nistagmus” (fase lambat diikuti fase cepat) dan “pendular nistagmus” (kecepatan gerak mata kesetiap arah sama/hampir sama) arah gerakannya dapat horizontal, vertikal atau rotasi. Pada fase cepat termasuk sistem gerakan mata lainnya. Nistagmus akan timbul bila ada ketidak seimbangan impuls keinti N III, N IV dan N VI dari mekanisme supranuklear terutama dari sistem vestibular.
Di kenal sebagai jenis-jenis nistagmus antara lain:
a) Nistagmus fisiologis “end poiny” nistagmus yang timbul pada posisi gaze (lirikan) yang ekstrim. Opto-kinetik-nistagmus dimana fase lambatnya dikontrol oleh daerah perieto-
oksipital dan fase cepatnya dikontrol oleh lobus frontal ipsi lateral. Nistagmus vestibular dimana fase lambatnya dikontrol oleh inti vestibular dan
fase cepatnya dikontrol juga oleh jaras fronto-mesensefalik dan batang otakb) Nistagmus akibat impuls visual (biasanya berupa penduler)c) Nistagmus akibat ketidak seimbangan motorik
Konginetal Spasme nutans “conforgence retraction nystagmus” akibat kontraksi semua otot ekstra-okuler
terutama muskulus rektus medial. Bila disertai abnormalitas “upgaze” abnormalitas pupil, tetraksi kelopak mata, spasme akomodasi dan tanda-tanda mesen sefalon lain. Menandakan adanya lesi di tektal/ pretektal.
“gaze paretic nystagmus” yang ditemukan pada fase penyembuhan dalam titik ini “gaze palsy” akibat lesi hemisfer atau batang otak.
“upbead nystagmus” pada posisi mata primer menandakan adanya lesi di fossa posterior sedangkan “downbeat nystagmus” sering ditemukan pada lesi medula oblongata, servikal atas medula spinalis.
d) Nystagmus disosiasi “internuclear ophthalmoplegi” (INO) menandakan adanya lesipada FLM
(fasciculus longitudinalis medialis) ipsilateral dengan mata yang menunjukan “abducting nystagmus”
“see-saw nystagmus” menandakan adanya lesi pada daerah para khiasma, dimana mata yang satu melirik keatas intorsi. Dan mata yang lain melirik kebawah ekstorsi
e) Nystagmus selebeler, “rebound nystagmus”, dimana horizontal beberapa detik arah nystagmus gaze bila dipertahankan untuk beberapa detik, arah nystagmusnya akan berubah ke sisi lawan (glaser 1989)
“Gace center”Input masuk ke PPRF (gazed center) berasal dari sistem saccadic, sistem persuit dan sistem vestibulookuler. Output keluar dari PPRF menuju subinti rektuus medial untuk gerakan mata konjugat horizontal saccadic atau persuit (Glaser 1989).Impuls dari FLM di relay pada interneuron dan motorneuron didalam inti N VI ipsilateral. Interneuron dalam neuron V1 juga mengirim serabut serabut melalui FLM kontralateral menuju subinti medial , maka itu pada lensi yang terbatas, pada inti N VI saja, dapat juga timbul “Gaze palay” kearah lesi (Glaser 1989).
Pemeriksaan pergerakan mata
Pergerakan mata yang paling signifikan di dalam pemeriksaan neurotologi adalah nistagmus, yang biasanya terjadi pada kedua belah mata. Jarang terjadi pada sebelah mata saja.Nistagmus adalah gerak involunter bola mata yang bersifat ritmik.A. Nistagmus harus dibedakan dengan opsoclonus dan oscillopsia 1). Opsoclonus
Opsoclonus: adalah osilasi mata secara horizontal dan vertikal secara tidak ritmis yang diobservasi pada adanya cedera pada serebellum atau otak, tidak mempertimbangkan nistagmus, meskipun ini merupakan tanda penting dalam diagnosa.. Opsoclonus tidak boleh dikacaukan dengan oscillopsia.
2). Oscillopsia
Oscillopsia adalah ilusi bahwa benda yang diam, tampak bergerak maju Mundur.
Sifat simptomatisnya sering dilaporkan seperti:
a). Penglihatan yang kabur b). Lingkungan yang jumping
Meskipun ada banyak penyebab oscillopsia, namun 2 saja yang harus diketahui yaitu: a). Hilangnya Vestibulo Ocular Reflex (VOR)
Hal ini menunjuk pada vestibulopathy perifer, dan kemudian menunjuk kepada adanya kerusakan pada susunan saraf pusat (SSP). Jika VOR hilang, akan berefek pada kecepatan pergerakan kepala yang rendah pada bayangan retina, dapat dikompensasikan oleh input saraf yang lain, sebagai contoh: refleks-refleks penglihatan dan leher.
b). Vestibulo Oculer Reflex yang hyperaktif
B. Macam-macam nistagmus
Nistagmus dapat dibagi jadi 2 macam yaitu:
1). Ocular atau pendular nistagmus
Mata bergerak pendular (tidak beraturan), dengan kecepatan bola mata yang sama untuk setiap arah, tidak ada fase lambat dan fase cepat.
2). Vestibular atau jerk nistagmus
Vestibular nistagmus memiliki karakter sbb.:
a). Mata bergerak lambat ke satu arah (disebut fase lambat). b). Diikuti gerakan mata yang cepat ke arah yang berlawanan (disebut fase cepat). Fase cepat ini yang menentukan arah nistagmus. Vestibular nistagmus mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi vestibular. Klasifikasi vestibular nistagmus: a). Arah dan taraf pergerakan mata
Nistagmus dinamai dengan:
1). Arah fase cepat: misalnya: nistagmus ke kanan 2). Taraf pergerakan mata Pergerakan mata mungkin: horizontal, vertikal atau kombinasi keduanya, dan mungkin berputar (rotasi) mengelilingi axis anteropostereor. Oleh sebab itu nistagmus dinamai: horizontal, horizontorotary, rotary, vertikal atau oblique. Arah fase cepat nistagmus mungkin:
1). Berubah secara sinkronis dengan arah gaze atau perubahan gerakan kepala. Untuk nistagmus ini disebut nistagmus berubah arah. Nistagmus yang berubah arah ini merupakan cirri/karakteristik nistagmus karena adanya kerusakan pada Central Nervous System (CNS) atau Susunan Saraf Pusat (SSP).
2). Berdiri sendiri dan tidak berubah dengan arah gaze atau perubahan gerakan kepala. Untuk nistagmus ini disebut nistagmus dengan arah yang tetap. Nistagmus dengan arah yang tetap, merupakan karakteristik labyrinthine nistagmus.
Nistagmus perifer murni biasanya bersifat: 1). Horizontal, meskipun kadang-kadang rotary 2). Dengan arah yang tetap Nistagmus karena kerusakan SSP murni : mungkin terjadi dalam berbagai arah: vertikal atau oblique b). Intensitas
Berdasarkan intensitasnya, ada 3 tingkat nistagmus, yaitu:
1). Tingkat pertama: paling ringan/lemah
Nistagmus terjadi hanya jika mata dilirikkan/memandang ke arah komponen cepat nistagmus. Assesment klinis intensitas tingkatan, hanya diterapkan pada nistagmus dengan arah yang tetap. Observasi tingkatan tidak mungkin diterapkan pada nistagmus yang arahnya berubah-ubah. Dengan memahami tingkatan intensitas, akan sangat membantu dalam evaluasi klinis dan management nistagmus, sebab akan didemonstrasikan efek dari posisi mata dan nistagmus visual yang menetap.
2). Tingkat ke dua
Nistagmus terjadi jika mata berada pada posisi tengah memandang lurus ke depan, atau memandang ke arah fase/komponen cepat.
3). Tingkat ke tiga: yang paling berat
Nistagmus terjadi mata berada pada segala posisi, baik sewaktu mata memandang ke arah komponen cepat, ataupun memandang lurus ke depan ataupun memandang ke arah komponen lambat.
c). Cara terjadinya
Berdasarkan cara terjadinya ada 3 macam cara terjadinya nistagmus
yaitu:
1). Nistagmus spontan
Vestibular nistagmus yang terjadi pada pasien tanpa provokasi oleh pemeriksa disebut nistagmus spontan. Vestibular nistagmus spontan adalah adalah murni perifer, dengan arah yang tetap, yaitu ke arah labirin yang lebih aktif/sehat.
2). Gaze-evoked nistagmus
Adalah bentuk dari nistagmus spontan yang terjadi jika mata dilirikkan ke arah gaze, seperti: kanan, kiri, atas atau bawah. Jika dites dengan gaze evoked nistagmus, pasien tidak dapat menjaga penyimpangan/lirikan matanya, disebut memiliki gaze paretic nistagmus.
3). Induced nistagmus (nistagmus rangsangan)
Nistagmus rangsangan dapat timbul karena perubahan posisi kepala atau karena rangsangan dari luar. Beberapa rangsangan dari luar maupun manuver perubahan poisisi kepala yang dapat menimbulkan nistagmus, dan yang sekaligus bisa digunakan untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus, seperti:
(a). Optokinetic, Nistagmus dapat terjadi jika pasien disuruh melihat seperti:
(1). Garis-garis pada tabung yang berputar, atau
(2). Pita yang ditarik memotong lapangan pandang
(3). Gerak lampu mengikuti alur garis mata harus mengikuti pergerakan garis-garis, atau pita ataupun gerak lampu menurut alur garis dan dibuat saccade yang cepat dengan arah yang berlawanan, akan menghasilkan nistagmus ke arah yang berlawanan dengan arah perputaran tabung atau arah gerak pita.
(b). Head shaking (goyangan kepala)
Untuk melakukan head shaking, kita harus yakin bahwa pasien tidak mempunyai masalah dengan lehernya. Setelah yakin bahwa pasien tidak memiliki masalah dengan lehernya, pasien:
(1). Kita kenakan kacamata Frenzel pada pasien.
(2). Kepalanya kita goyang-goyangkan horizontal sebanyak 20 kali. Bila setelah kepalanya digoyang-goyangkan timbul
nistagmus, mengindikasikan adanya disfungsi vestibular.
(c). Tes fistula
(1). Pasien disuruh duduk pada kursi periksa, dengan kepala menengadah 60 0 , sehingga kanalis semisirkular horizontal berposisi vertical.
(2). Dengan menggunakan otoscpoe pneumatic/Sigel, atau balon Politzer, liang telinga luar kita berikan tekanan positif dan negatif (tekanan dan pengisapan).
(3). Hasil tes positif, jika terjadi nistagmus dan vertigo.
(4). Jika tak terjadi pergerakan mata, maka tes diulang dan pasien kita pakaikan kacamata Frenzel.
(5). Typically, pergerakan mata akan kearah telinga yang dites, bila diberikan tekanan positif. Bila diberikan tekanan negatif, maka arah pergerakan mata adalah ke arah yang sebaliknya.
(6). Tes fistula positif menunjukkan adanya kerusakan kanalis semisirkularis, atau menunjukkan adanya hubungan mekanik antara telinga tengah dengan telinga dalam. Tes fistula dilakukan untuk memastikan ada tidaknya fistula pada labirin tulang pada pasien yang mengalami penyakit kronis di telinga tengah Dengan adanya membran tympani yang utuh, dan tes fistula positif, disebut sebagai tanda Hennebert, yang dapat menjadi petunjuk adanya malacia pada labirin tulang, yang bersifat congenital.
Tes fistula juga dapat dilakukan pada pasien yang mengalami hidrop endolymphatik guna membantu melakukan diagnosis ada tidaknya fistula perilymphe.
(d). Merubah posisi kepala.
Nistagmus posisi, dapat kita timbulkan dengan manuver Hallpike.
(1). Pasien kita dudukkan membujur di atas bangku periksa, dengan kedua kaki telunjur lurus ke depan.
(2). Padanya kita pakaikan kacamata Frenzel.
(3). Kepala pasien kita tengokkan ke kanan atau ke kiri 450
(4). Dengan cepat pasien kita rebahkan dengan kepala menggelantung ke bawah tanpa merubah arah/derajat tengokan.
(5). Kita tunggu sampai 20 detik. Selama 20 detik, akan terjadi nistagmus atau tidak. Kalau ada nistagmus kita amati selama 20 detik lagi, dan nistagmus ke arah mana. Kalau tak ada nistagmus, pasien kita dudukkan kembali secara cepat dengan posisi kepala tetap menengok 450 ke arah yang sama /tetap.
(6). Manuver salah satu sisi selesai, lalu kita teruskan dengan manuver arah/sisi yang lain.
(7). Ketika pasien sudah kita suruh duduk kembali, perlu ditanyakan ada reaksi pusing kepala atau tidak.
(e). Tes kalori
Nistagmus yang timbul akibat rangsangan kalori, dapat
digunakan untuk menilai adanya lesi vestibular perifer.
Prinsip tes kalori adalah memberikan rangsangan pada
telinga yang menimbulkan perubahan temperatur di dalam
endolymphe kanalis semisirkularis lateral yang terletak
paling dekat dengan telinga luar.
Perubahan temperatur menyebabkan perubahan aliran
endolymphe, sehingga mempengaruhi sel-sel rambut pada
krista ampularis.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode bitermal, yaitu
dengan menggunakan air yang bersuhu 70C di atas dan di
bawah suhu badan.
Rangsangan dengan air dingin, akan menyebabkan
nistagmus heterolateral, sedangkan rangsangan dengan air
hangat, menyebabkan nistagmus homolateral.
Air dingin atau air hangat dialirkan ke dalam liang telinga.
Jika terdapat perforasi membran tympani, dianjurkan
menggunakan proteksi atau dengan mengalirkan udara
dingin atau hangat sebagai pengganti air.
Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi telentang,
kepala fleksi 300, kemudian diirigasi dengan air dingin 300
C sebanyak 250 ml ke liang telinga kiri selama 40 detik.
Kemudian irigasi telinga kanan 5 menit setelah nistagmus
hilang.
Setelah istirahat 5 menit, dilakukan lagi irigasi telinga kiri
dengan 250 ml air hangat 440 C selama 40 detik, dan irigasi
telinga kanan 5 menit sesudahnya.
Penilaian tertuju pada:
(1). Arah dan lama nistagmus yang terjadi.
(2). Frekuensi dan amplitudo secara kasar.
Dengan tes kalori bitermal, dapat ditentukan adanya
nistagmus yang lebih kuat ke satu sisi dari pada sisi yang
lain (directional preponderance)3
Adapun cara menghitung directional preponderance adalah
sebagai berikut:
(1 + 4) – (2 + 3)
1 + 2 + 3 + 4
1 = kiri 300 C
2 = kanan 300 C
3 = kiri 440 C
4 = kanan 440 C
Jika didapatkan nilai positif, directional preponderance
mengarah ke sisi kanan
Jika didapatkan nilai negatif, directional preponderance
mengarah ke sisi kiri.
Perkiraan labirin mana yang lebih kuat, dihitung dengan
rumus unilateral weakness sebagai berikut:
(2 + 4) - (1 + 3)
1 + 2 + 3 + 4
Jika didapatkan nilai posisitf, akan didapatkan paresis pada
kanalis kiri
Jika didapatkan nilai negatif, akan didapatkan paresis pada
100 % =
100 % =
kanalis kanan.
Dengan nistagmogram perbedaan kecepatan fase lambat
lebih dari 20 %, dinilai sebagai patologis.
Elektronistagmografi (ENG).
1). Pengertian
Elektronistagmografi adalah teknik pemeriksaan untuk merekam
nistagmus yang terjadi pada pasien. Perekaman elektris posisi ocular
dengan elektroda kulit, akan menentukan perubahan posisi lapangan
elektrik di sekitar mata4
2). Fungsi elektronistagmografi:
Menurut Rubin, elektrpnistagmografi berfungsi:
a). Mempermudah penentuan:
(1). Keadaan vestibular, terganggu sebelah saja atau kedua belah
labirin.
(2). Lokasi gangguan: pada retrolabirin ataukah susunan saraf pusat.
b). Memungkinkan untuk menemukan nistagmus yang lemah
c). Mendapatkan catatan yang obyektif dan permanen tentang pasien,
untuk perkembangan penyakitnya.5
3). Prinsip elektronistagmografi:
Di antara kornea dan retina, terdapat perbedaan potensial aksi (voltase) yang disebut potensi kornea retina (corneo retinal potential), dan kornea sebagai kutub positif..
Potensi kornea retina akan menimbulkan lapangan elektrik yang berubah
dengan gerakan bola mata. Voltase yang ditimbulkan oleh gerakan bola
mata ini, dapat dideteksi dengan elektroda yang ditempatkan pada mata
yang berlawanan. Oleh sebab itu gerakan bola mata dapat direkam.
Bidang gerakan bola mata yang direkam, ditentukan oleh penempatan
elektroda.
a). Untuk menentukan gerakan bola mata dalam bidang horizontal,
elektroda ditempatkan dekat kantus luar, dan elektroda
bumi/grounding di dahi.
b). Untuk melihat gerakan bola mata dalam bidang vertical, elektroda
dipasang di atas alis mata dan di bawah mata, dengan elektroda bumi/
grounding di dahi.
Jika:
a). Bola mata bergerak ke kanan, akan menimbulkan defleksi pena pada
channel horizontal ke atas (gerakan positif).
b). Sebaliknya bila bola mata bergerak ke kiri, akan menimbulkan
defleksi pena pada channel horizontal ke bawah (gerakan negatif).
4). Pemasangan elektroda-elektroda:
Standard pemasangan elektroda seperti ditunjukkan pada Gambar 9.
Sepasang elektroda dipasang pada sisi-sisi kanan dan kiri mata, untuk
mendeteksi perubahan-perubahan voltage yang ditimbulkan oleh
pergerakan kedua belah bola mata horizontal secara bersamaan.
Signal-signal ini, akan didisplaykan pada channel horizontal dari
recording sistem.
Sepasang elektroda yang lain dipasang di atas alis dan di bawah mata
pasien, untuk mendeteksi perubahan-perubahan voltage yang ditimbulkan
oleh pergerakan-pergerakan mata secara vertikal.
Signalsignal ini akan didisplaykan pada channel vertical dari recording
sistem.
Sedangkan elektroda yang ke lima, yaitu grounding yang dipasang pada
dahi.
Elektroda bumi/grounding
X X Elektroda vertikal
Elektroda horizontal
5). Efek-efek dari pergerakan bola mata
a). Gerakan bola mata ke kanan, akan menyebabkan defleksi pena pada
cahnnel horizontal ke atas (gerakan positif).
Sedangkan gerakan bola mata ke kiri, akan menyebabkan defleksi
pena pada channel horizontal ke bawah (gerakan negatif).
Pena pada channel horizontal tidak akan terdefleksi bila bola mata
bergerak vertikal. Lihat Gambar 11 A
b). Gerakan bola mata ke atas, akan menyebabkan defleksi pena pada
channel vertikal ke atas. Sebaliknya bila bola mata bergerak ke
bawah, pena akan terdefleksi ke bawah juga. Pena pada channel
vertikal tidak akan terdefleksi bila mata bergerak horizontal. Lihat
Gambar 11B
c). Gerakan bola mata oblik akan menyebabkan defleksi kedua pena baik
pada channel horizontal maupun vertikal.
Sebagai contoh, gerakan bola mata ke kanan dan ke atas, memiliki
kompinen ke kanan, akan menyebabkan defleksi pena channel
horizontal ke atas, dan komponen vertikal menyebabkan defleksi
pena channel vertikal, ke atas. Lihat Gambar 11C
d). Gerakan bola mata torsional atau rotatoar di sekitar aksis visual.
Gerakan ini tidak akan menimbulkan defleksi pena-pena baik pada
channel horizontal maupun vertikal, karena tidak terjadi perubahan
orientasi pada corneoretinal potential. Dengan lain perkataan ENG
tidak dapat mendeteksi gerakan bola mata torsional. Lihat Gambar
7). Syarat-syarat pasien untuk ENG:
a). Instruksi-instruksi sebelum tes/pemeriksaan:
(1). Tidak boleh makan obat-obatan selama 2 hari
(2). Tidak boleh minum minuman beralkohol selama 2 hari
(3). Tidak boleh makan banyak-banyak
(4). Tidak boleh ber make up terlalu tebal
b). Informasi-informasi klinis yang diperlukan
Sebelum mulai memeriksa, pemeriksa perlu mendapatkan informasi-
informasi klinis sejelas mungkin dari: pasien sendiri, atau kartu
pasien, atau referensi dari dokter seperti:
(1). Apakah pasien mengalami vertigo posisi. Jika ya, posisi mana?
(2). Apakah pasien mengalami gangguan pendengaran berat.
Jika ya, pemeriksa akan mengalami kesulitan berkomunikasi
dengan pasien, khsusunya ketika pasien harus menutup mata
sewaktu tes posisi dan kalori
(3). Apakah pasien pernah mengalami operasi telinga?
Jika ya, telinga yang pernah dioperasi akan mengalami
perubahan anatomi: liang telinga atau telinga tengah, yang
akan berpengaruh pada kekuatan stimuli tes kalori.
(4). Apakah pasien mengalami gangguan penglihatan yang berat?
Jika ya, pasien akan mengalami kesulitan /tak bisa melihat
stimuli visual.
(5). Apakah pasien mempunyai problem dengan punggung atau
lehernya?
Jika ya, ini merupakan kontraindikasi untuk dilakukan manuver
Hallpike.
(6). Apakah pasien memiliki problem sirkulasi darah seperti
hipertensi?
Jika ya, ini juga merupakan kontraindikasi untuk manuver
Hallpike.
(7). Apakah pasien memiliki seizure (suatu penyakit yang tiba-tiba
menyerang: epilepsy, jantung dsb.)
Jika ya, bisa jadi selama tes pasien akan mengalami serangan
tersebut.
(8). Apakah pasien telah mematuhi instruksi-instruksi yang
disampaikan sebelumnya yaitu:
(a). Tidak makan obat-obatan selama 2 hari
(b). Tidak minum minuman beralkohol selama 2 hari
(c). Tidak terlalu banyak makan
(d). Tidak bermake up terlalu tebal.
c). Pemeriksaan-pemeriksaan awal sebelum tes ENG:
(1). Otoscopy
Otoscopy diperlukan untuk memeriksa:
(a). Apakah membran tympani pasien utuh atau ada perforasi.
Jika ada p[erforasi, ini merupakan kontraindikasi untuk tes
kalori dengan air.
Meskipun diijinkan menggunakan udara, tetapi responsnya
tidak akan valid, sebab kekuatan stimulus kalori dengan
membran tympani perforasi akan lebih kuat dibandungkan yang membran tympaninya utuh/normal.
(b). Adakah abnormalitas anatomi pada liang telinga atau
telinga tengah karena operasi atau karena sebab lain?
Jika ada, ini merupakan kontraindikasi untuk tes kalori.
(c). Adakah blokade cerumen atau benda asing pada liang
telinga yang perlu diambil/dibersihkan terlebih dahulu?
(d). Apakah liang telinga pasien terlalu sempit?
Kalau ya, akan sulit dilakukan irigasi tes kalori secara
adekuat, dan respons tes kalori nampak lemah.
(2). Pemeriksaan gerakan bola mata:
(a). Pasien diminta mengamati jari pemeriksa yang ditunjuk-
kan 2 kaki di depan hidung pasien, kemudian jari
digerakkan pelan-pelan, apakah mata pasien bergerak
secara ekstrem ke kanan atau ke kiri atau ke atas atau ke
bawah.
(b). Pemeriksa menunjukkan kedua jarinya secara terpisah pada
garis horizontal 2 kaki di depan pasien.
Pasien supaya melihat dengan cepat dari jari yang satu ke
jari yang lain.
Secara khusus pemeriksa harus menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
Apakah satu atau kedua mata pasien gagal mencapai dan bertahan pada posisi ekstrem gaze?
Jika ya, pasien mengalami disorder oculomotor, dan harus diidentifikasikan lebih dulu.
Apakah satu atau kedua mata pasien memiliki
nistagmus pada suatu posisi gaze yang ekstrem?
Jika hanya satu mata yang mengalami nistagmus,
pasien memiliki disorder oculomotor, dan harus
diidentifikasikan lebih dulu.
Jika kedua belah mata pasien mengalami nistagmus,
pasien mengalami disorder sehingga layak dilakukan
ENG tes.
Apakah satu atau kedua mata pasien bergerak secara
lamban, seperti pasien melihat ke muka ke belakang?
Jika ya, pasien mengalami disorder oculomotor dan
harus diidentifikasikan terlebih dahulu.,
Jika pemeriksa tidak yakin akan temuan-temuannya/hasil dalam pemeriksaan ini atau implikasi-implikasinya, baiklah kalu mengkonsultasikan ke dokter sepesialis THT atau koleganya yang lebih berpengalaman.
7). Syarat-syarat pasien untuk ENG:
a). Instruksi-instruksi sebelum tes/pemeriksaan:
(1). Tidak boleh makan obat-obatan selama 2 hari
(2). Tidak boleh minum minuman beralkohol selama 2 hari
(3). Tidak boleh makan banyak-banyak
(4). Tidak boleh ber make up terlalu tebal
b). Informasi-informasi klinis yang diperlukan
Sebelum mulai memeriksa, pemeriksa perlu mendapatkan informasi-
informasi klinis sejelas mungkin dari: pasien sendiri, atau kartu
pasien, atau referensi dari dokter seperti:
(1). Apakah pasien mengalami vertigo posisi. Jika ya, posisi mana?
(2). Apakah pasien mengalami gangguan pendengaran berat.
Jika ya, pemeriksa akan mengalami kesulitan berkomunikasi
dengan pasien, khsusunya ketika pasien harus menutup mata
sewaktu tes posisi dan kalori
(3). Apakah pasien pernah mengalami operasi telinga?
Jika ya, telinga yang pernah dioperasi akan mengalami
perubahan anatomi: liang telinga atau telinga tengah, yang
akan berpengaruh pada kekuatan stimuli tes kalori.
(4). Apakah pasien mengalami gangguan penglihatan yang berat?
Jika ya, pasien akan mengalami kesulitan /tak bisa melihat
stimuli visual.
(5). Apakah pasien mempunyai problem dengan punggung atau
lehernya?
Jika ya, ini merupakan kontraindikasi untuk dilakukan manuver
Hallpike.
(6). Apakah pasien memiliki problem sirkulasi darah seperti
hipertensi?
Jika ya, ini juga merupakan kontraindikasi untuk manuver
Hallpike.
(7). Apakah pasien memiliki seizure (suatu penyakit yang tiba-tiba
menyerang: epilepsy, jantung dsb.)
Jika ya, bisa jadi selama tes pasien akan mengalami serangan
tersebut.
(8). Apakah pasien telah mematuhi instruksi-instruksi yang
disampaikan sebelumnya yaitu:
(a). Tidak makan obat-obatan selama 2 hari
(b). Tidak minum minuman beralkohol selama 2 hari
(c). Tidak terlalu banyak makan
(d). Tidak bermake up terlalu tebal.
c). Pemeriksaan-pemeriksaan awal sebelum tes ENG:
(1). Otoscopy
Otoscopy diperlukan untuk memeriksa:
(a). Apakah membran tympani pasien utuh atau ada perforasi.
Jika ada p[erforasi, ini merupakan kontraindikasi untuk tes
kalori dengan air.
Meskipun diijinkan menggunakan udara, tetapi responsnya
tidak akan valid, sebab kekuatan stimulus kalori dengan
membran tympani perforasi akan lebih kuat dibandungkan yang membran tympaninya utuh/normal.
(b). Adakah abnormalitas anatomi pada liang telinga atau
telinga tengah karena operasi atau karena sebab lain?
Jika ada, ini merupakan kontraindikasi untuk tes kalori.
(c). Adakah blokade cerumen atau benda asing pada liang
telinga yang perlu diambil/dibersihkan terlebih dahulu?
(d). Apakah liang telinga pasien terlalu sempit?
Kalau ya, akan sulit dilakukan irigasi tes kalori secara
adekuat, dan respons tes kalori nampak lemah.
(2). Pemeriksaan gerakan bola mata:
(a). Pasien diminta mengamati jari pemeriksa yang ditunjuk-
kan 2 kaki di depan hidung pasien, kemudian jari
digerakkan pelan-pelan, apakah mata pasien bergerak
secara ekstrem ke kanan atau ke kiri atau ke atas atau ke
bawah.
(b). Pemeriksa menunjukkan kedua jarinya secara terpisah pada
garis horizontal 2 kaki di depan pasien.
Pasien supaya melihat dengan cepat dari jari yang satu ke
jari yang lain.
Secara khusus pemeriksa harus menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
Apakah satu atau kedua mata pasien gagal mencapai dan bertahan pada posisi ekstrem gaze?
Jika ya, pasien mengalami disorder oculomotor, dan harus diidentifikasikan lebih dulu.
Apakah satu atau kedua mata pasien memiliki
nistagmus pada suatu posisi gaze yang ekstrem?
Jika hanya satu mata yang mengalami nistagmus,
pasien memiliki disorder oculomotor, dan harus
diidentifikasikan lebih dulu.
Jika kedua belah mata pasien mengalami nistagmus,
pasien mengalami disorder sehingga layak dilakukan
ENG tes.
Apakah satu atau kedua mata pasien bergerak secara
lamban, seperti pasien melihat ke muka ke belakang?
Jika ya, pasien mengalami disorder oculomotor dan
harus diidentifikasikan terlebih dahulu.,
Jika pemeriksa tidak yakin akan temuan-temuannya/hasil dalam pemeriksaan ini atau implikasi-implikasinya, baiklah kalu mengkonsultasikan ke dokter sepesialis THT atau koleganya yang lebih berpengalaman.
8). Macam-macam tes ENG.
a). Tes sakadik
Pasien diminta melihat 2 pasang titik.
Satu pasang titik tersebut dipisahkan oleh jarak tertentu (biasanya
sudut visual 200 ) dengan jarak garis khayal horizontal.
Satu pasang titik yang lain, dipisahkan oleh jarak yang sama dengan
garis khayal vertical.
Gerakan bola mata pasien direkam ketika ia melihat garis horizontal
maupun vertical tersebut.
Pada orang normal, akan terlihat gerakan bola mata yang cepat dan
berhenti pada target yang ditentukan.
Pada keadaan abnormal, akan terlihat kelebihan (overshoot) atau
perlambatan dari target yang ditentukan tersebut.6
b). Gaze tes (tes lirikan)
Pasien diminta memandang titik fiksasi lurus ke depan, kemudian 300
ke kanan, dan 300 ke kiri, 300 ke atas dan 300 ke bawah.
Gerakan bola mata direkam dalam waktu 15 – 30 detik, dalam keadaan
mata tertutup dan mata terbuka selama waktu tersebut.
Adanya nistagmus, menunjukkan keadaan yang patologik.7
c). PETT (Pendular Eye Tracking Test)
Pasien diminta melihat gerakan pendular dalam bidang horizontal kira-
kira 400 selama 2,5 detik.
Dalam keadaan normal, mata dapat mengikuti gerakan pendular dengan baik, sehingga grafik berbentuk sinusoid. Grafik ini disebut PETT ty- pe I.
Pada PETT type II grafik berbentuk sinusoid tetapi di antaranya terdapat gerakan-gerakan di luar nistagmus.
Pada PETT type III, terdapat gerakan-gerakan sakadik grafik sinusoid.
PETT type IV, grafik tidak teratur dengan gambaran ataksik.
PETT type I dan II biasanya pada keadaan normal atau kelainan perifer.
PETT type III dan IV biasanya terdapat pada kelainan sentral.
Karena tes ini untuk menilai kemampuan koordinasi otot-otot mata, maka visus harus baik dan tidak ada kelumpuhan otot-otot mata.
d). Tes optokinetik
Pasien diminta melihat dan mengikuti seseri gerakan target visual pada
/bidang horizontal, semula arah ke kanan dan kemudian arah ke kiri.
Target kecepatan kira-kira 40 derajat per detik. Stimulus ini akan
memprovolasi nistagmus optokinetik dengan fase lambat ke arah
target gerakan visual.
Tracing harus diperiksa untuk mengetahui nistagmus optokinetik yang
lemah pada satu atau kedua arah target gerakan.
e). Tes posisi
Tes pisisi dirancang untuk menentukan posisi mana yang
menimbulkan nistagmus pada pasien.
Langkah-langkah tes posisi adalah sebagai berikut:
(1). Duduk
Pasien berposisi duduk dengan kepalka tegak pandangan lurus ke
depan. Gerakan mata akan direkam sekurang-kurangnya selama
30 detik dengan mata terbuka dan 30 detik dengan mata tertutup.
(2). Manuver Hallpike ke sebelah kanan.
(3). Manuver Hallpike ke sebelah kiri
(4). Telentang
Pasien berbaring posisi telentang dan pandangan lurus ke depan.
Gerakan mata akan direkam selama paling sedikit 30 detik
dengan mata terbuka, dan 30 detik dengan mata tertutup.
(5). Telinga kanan di bawah
Pasien berbaring telentang, tetapi dengan posisi kepala miring ke
kanan dengan telinga kanan di bawah, pandangan lurus. Gerakan
mata akan direkam selama paling sedikit 30 detik dengan mata
terbuka, dan 30 detik dengan mata tertutup.
(6). Telinga kiri di bawah
miring/menengok ke kiri dengan telinga kiri di bawah,
pandangan lurus.
Gerakan mata akan direkam selama paling sedikit 30 detik
dengan mata terbuka, dan 30 detik dengan mata tertutup.
f). Tes kalori
Tes kalori khususnya untuk memeriksa kanalis semisirkularis
horizontal dan jaras aferennya.
Pemeriksa menempatkan pasien pada posisi tes kalori, yaitu telentang
dengan kepala ditinggikan condong 300 sehingga kanalis semisirkularis
horizontal berposisi vertical
B. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi
Normalnya orang dapat berdiri atau duduk nyaman dengan postur yang bagus dan
stabil.
a. Tes keseimbangan
Macam-macam tes keseimbangan
1). Tes Romberg
a). Pasien diminta berdiri tanpa alas kaki dengan kaki rapat sejajar kanan
kiri.
b). Tangannya supaya dilipat di muka dada.
c). Amati setelah 30 detik, apakah pasien tetap stabil atau mau jatuh.
Kalau mau jatuh ke arah mana.
d). Ulangi dengan mata tertutup/terpejam.
Orang normal, dapat lakukan ini tanpa kesulitan.
Bila setelah 30 detik pasien mau jatuh, mengindikasikan adanya
gangguan vestibular, dan catat ke arah mana dia mau jatuh.
2). Tes tandem
a). Pasien kita minta berdiri tanpa alas kaki, dengan kaki pada posisi
tandem yaitu kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit yang satu
menyentuh ujung-ujung jari kaki yang lain.
b). Tangan pasien supaya dilipat di muka dada, dan mata tetap terbuka.
Orang normal, dapat berdiri tandem selama 30 detik tanpa jatuh.
Bila pasien setelah 20 detik mau jatuh, mengindikasikan adanya
gangguan vestibular.
c). Ulangi lagi seperti no. b) dengan mata tertutup.
d). Setelah 20 detik apakah pasien mau jatuh, dan ke arah mana.
Jika setelah 20 detik pasien mau jatuh, mengindikasikan adanya
gangguan vestibular pada sisi arah pasien mau jatuh.
3). Stepping test /fukuda test (tes melangkah di tempat)
a). Pasien diminta berjalan di tempat tanpa alas kaki, dengan mata
tertutup sebanyak 50 langkah, dengan kecepatan biasa seperti berjalan
biasa, dan diberitahukan agar tetap di tempat, tidak beranjak dari
tempat semula..
b). Kedudukan akhir dianggap abnormal, bila pasien beranjak lebih dari 1
meter, atau badan pasien berputar lebih dari 30 derajat.
c). Bila kedudukan akhir posisi pasien beranjak lebih dari 1 meter, atau
berputar lebih dari 30 derajat, mengindikasikan adanya gangguan
vestibular.
4). Tes posturografi
a). Keseimbangan postural:
Adalah usaha tubuh yang melibatkan fungsi: visual, vestibular dan
proprioseptif untuk melawan gravitasi tekanan serta berat badan
sendiri, sehingga mencapai keseimbangan dalam berdiri.
b). Titik tumpu keseimbangan kita terletak pada sacral (tulang ekor)
Kalau kita berdiri tegak, selalu ada goyangan pada pinggul: maju-
mundur, ke samping kanan – kiri, dan ada nilai normalnya.
Goyangan tubuh paling bagus/ideal adalah pada usia 20 – 40 tahun.
c). Postur tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu:
(1). Kebudayaan
(2). Kebiasaan
(3). Bawaan
(4). Kesehatan
(5). Pekerjaan
d). Tes posturografi
Tes posturografi dilakukan untuk mengevaluasi fungsi sistem: visual,
vestibular dan somatosensosrik.
Kalau seseorang berdiri tegak, selalu ada goyangan yang dapat
dicatat, yang dapat menjadi petunjuk/indikasi adanya gangguan.
Hal yang diukur dalam tes posturografi adalah:
(1). Long, yaitu panjang goyangan
(2). Kecepatan goyangan