New Microsoft Office Word Document.docx

17
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FK UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN _______________________________________________ _________ Nama Mahasiswa : Muhammad Rendy Rinanda NIM : I1A009041 _______________________________________________ _________ 1. Patogenesis Herpes Genital? Jawaban : Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan. Virus akan melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan kematian sel. Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron yang terinfeksi akan

Transcript of New Microsoft Office Word Document.docx

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINSMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINFK UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN________________________________________________________Nama Mahasiswa: Muhammad Rendy RinandaNIM: I1A009041________________________________________________________1. Patogenesis Herpes Genital?Jawaban :

Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan. Virus akan melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam membran. Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan kematian sel. Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron yang terinfeksi akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeni ke lokasi kulit tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel epitel yang berdekatan dengan ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas sel. Infeksi oleh HSV-1 dan HSV-2 akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan selular akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respon imun. Respon imun dapat membatasi replikasi virus sehingga infeksi akut dapat membaik. Respon ini tidak dapat mengeliminasi infeksi laten yang menetap dalam ganglia seumur hidup pejamu. Latensi semata tidak menimbulkan penyakit, namun infeksi laten dapat mengalami reaktivasi sehingga menghasilkan virion yang bila dilepas dari ujung saraf dapat menginfeksi sel epitel di dekatnya untuk menghasilkan lesi kulit rekurens atau pelepasan virus asimtomatik. Reaktivasi HSV-1 sering terjadi dari ganglion trigeminus, sedangkan HSV-2 dari ganglion sakralis (1).Faktor pemicu terjadinya reaktivasi dapat berupa demam, kelelahan, sinar ultra violet, trauma mekanik, bahan kimia, hormon, menstruasi, hubungan seksual, stres emosional, dan keadaan imunokompromais (1).Penularan lesi orolabial terjadi melalui droplet dan kontak langsung dengan lesi atau saliva yang mengandung virus. Penularan lesi genital dimulai bila sel epitel mukosa saluran genital pejamu yang rentan terpajan virus yang terdapat dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. Walaupun herpes orolabialis paling sering disebabkan oleh HSV-1 dan herpes genitalis terutama disebabkan oleh HSV-2, kadang-kadang HSV-2 dapat mengakibatkan lesi-lesi oral, demikian pula HSV-1 dapat menyebabkan lesi genital. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas seksual secara orogenital. Semua individu seropositif HSV-2 secara intermiten akan mereaktivasi HSV di saluran genitourin selama hidupnya, baik sebagai infeksi simtomatik, infeksi simtomatik namun tidak dikenal sebagai herpes, atau sebagai infeksi subklinis (1,2).

Virus

RekurenSistem imun tidak berkualitasStress fisik/stress emosionalVirus menyebarEksositosisFaktor pemicu:Demam, kelelahan, sinar UV, trauma mekanik, bahan kimia, hormone, menstruasi, hubungan seksual, stress emosional dan keadaan imunokompremisGenom virus: DNA dormanHSV-1 pada ganglion trigeminusHSV-2 pada ganglion sakralisEpisodeprimerTranslasi menjadi virus utuhPindah ke SitoplasmaProduk RNAGenom virus: DNA bereplikasiKe Inti sel, kapsid rusakNukleokapsid, dari sitoplasmaTarget:Sel epitel (mukosa/kulit yg keratinisasi kurang baik)

Gambar 1.1 Patogenesis pada herpes genital

2. Mekanisme kerja asiklovir dalam menghambat replikasi viral?Jawaban :

Gambar 2.1 Mekanisme antivirus menghambat replikasi virusAsiklovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus hervers. Asiklovir adalah turunan guanosin. Virus herpes mengandung timidin kinase yang dapat menambah fosfat baru pada guanosin dan deoksiguanosin. Senyawa ini akan menfosforilasikan aasiklovir 30-100 kali lebih cepat daripada kinase sel inang, dengan cara yang seperti yang ditunjukkan pada bagan dibawah. Produknya setelah fosforilasi menjadi asikloguanosin trifosfat yang menghambat herpes DNA polymerase 10-30 kali lebih kuat daripada polymerase sel inang (3).Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugus glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus, timidin kinase.Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Asiklovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat (3).Asiklovir bekerja pada DNA Polimerase virus, seperti DNA polymerase virus herpes. Sebelum dapat menghambat sintesis DNA virus, asiklovir harus mengalami fosforilasi intra seluler dalam tiga tahap untuk menjadi bentuk trifosfat. Fosforilasi pertama dikatalisis oleh timidin kinase virus, proses selanjutnya berlangsung dalam sel yang terinfeksi virus (3).Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus hospes atau vericella zoster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomeganovirus (3).Kemudian enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara berkompetensi dengan 2-deoksiguanosi trifosfat sebagai substrat DNA polymerase virus dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Jika asiklovir (dan bukan 2-deoksiguanosi trifosfat) yang masuk ketahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat irreversible karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polymerase virus menjadi inaktif (3).Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase (3).Pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efektivitas pemberian topical diragukan obat tersebar keseluruh tubuh, termasuk cairan serebrospinal.asiklovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak aktif. Ekskresi kedalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular (3).3. Bahaya herpes genital pada ibu hamil?Jawaban :Sama seperti penyakit lain, herpes genital juga bisa menjangkit setiap orang tanpa terkecuali. Bahkan, ketika wanita sedang dalam keadaan hamil, herpes bisa saja menyerang. Jadi tetap jaga pola hidup sehat agar tidak mudah terserang oleh penyakit herpes genital, meskipun dalam keadaan hamil. Pengaruh herpes terhadap kehamilan bervariasi antara satu ibu dengan yang lainnya (4,5,6).Pengaruh herpes pada kehamilan yang bisa sangat membahayakan jika infeksi pertama kali terjadi semasa kehamilan. Herpes genitalis pada kehamilan harus perlu perhatian yang serius, karena dapat menimbulkan kelainan atau kematian janin terutama bila terjadi infeksi primer pada saat kehamilan. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivitis, atau hepatitis, dapat pula timbul lesi pada kulit (4,5,6). Sebaiknya dilakukan partus secara secsio cesar bila pada saat melahirkan sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketuban pecah atau paling lambat enam jam setelah ketuban pecah. Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus, sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum (4,5,6).Beberapa fakta menarik bila seorang ibu hamil terkena virus herpes genital (4,5,6):a. Bayi yang lahir normal dari seorang wanita pengidap herpes genital, maka bayi akan memiliki kemungkinan terjangkit herpes neonatal.b. Bayi tidak bisa tertular herpes, namun jika penderita herpes sedang flu sebaiknya dia tidak mencium bayi, karena herpes bisa tertular melalu flu pada saat penderita melakukan kontak dengan bayi. Selain itu, penderita herpes yang mengalami flu, harus sering-sering cuci tangan agar herpes yang dia miliki tidak menular.c. Banyak wanita hamil yang tidak mengetahui bahwa dia mengidap herpes.d. Wanita hamil yang memiliki penyakit herpes bisa menularkan herpesnya pada bagian tubuh lain seperti, kulit, mata, otak, dan juga syaraf pusat.e. Herpes yang berkembang pada tiga bulan pertama tidak akan menyebabkan janin mengalami keguguran.f. Memiliki herpes disaat hamil tidak akan membahayakan janin dalam kandungan.g. Jika herpes berkembang enam minggu sebelum penderita herpes melahirkan, maka dianjurkan bagi penderita herpes untuk melakukan operasi caesar untuk menghindari bayi terinfeksi herpes dari ibu yang melahirkannya. Herpes genital ini sangat rentan pada wanita di sebabkan karena daerah genital pada wanita memiliki lebih banyak sel mukosa yaitu sel yang mengandung cairan pada tubuh. Alasan lain adalah siklus menstruasi wanita. Hal ini menjadikan siklus perubahan hormon mempengaruhi sistem kekebalan pada tubuh wanita. Selain itu sistem kekebalan tubuh yang rendah menjadikan lebih mudah bagi virus herpes simpleks menyebabkan infeksi (4,5,6).Infeksi jarang ditularkan melalui plasenta atau membran yang intak. Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini lewat serviks atau jalan lahir. Virus kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban pecah. Infeksi pada bayi baru lahir memiliki 3 gambaran (4,5,6): a. Disseminata, dengan penyebaran pada organ visera mayor.b. Lokalisata, dengan penyebaran terlokalisir pada sistem saraf pusat, mata, kulit atau mukosac. AsimtomatikHampir separuh dari neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan resiko infeksi mereka tersebut berhubungan dengan jenis infeksi maternal primer atau rekurens. Nahmias dkk (1971) melaporkan resiko 50% infeksi neonatal pada infeksi maternal primer namun hanya 4-5% pada infeksi rekurens. Prober dkk (1987) melaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan terhadap virus rekurens pada saat persalinan yang terinfeksi. Hal ini diduga terjadi karna inocuum virus yang lebih kecil dan terdapat antibori yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan insidens dan beratnya penyakit pada neonatal (4,5,6). Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki luaran yang baik. Sebaliknya, infeksi neonatal yang disseminata walaupun ditherapi dengan vidarabine atau acyclovir memiliki angka mortalitas mencapai 60%. (4,5,6).Luaran kehamilan yang buruk seringkali terjadi pada infeksi primer pada kehamilan Resiko terjadinya komplikasi pada janin paling tinggi apabila terjadi infeksi primer dan tidak terdapat antibodi yang bereaksi silang dari herpesvirus tipe-1. Infeksi nonprimer episode pertama memiliki gejala yang lebih ringan dibandingkan infeksi primer genital tipe-2 (4,5,6). The American College of Obstetricians and Gynecologists (1988), the Infectious Disease Society for Obstetrics and Gynecology (Gibbs 1988) dan Canadian Paediatric Society (1992) telah merekomendasikan hal-hal berikut (4,5,6):a. Kultur diambil untuk menegakkan diagnosis apabila seorang wanita hamil memiliki suatu lesi yang dicurigai sebagai suatu lesi herpes. Apabila tidak terdapat lesi pada saat persalinan, maka persalinan pervaginam dapat dilakukanb. Tidak perlu dilakukan kultur tiap minggu untuk wanita dengan riwayat infeksi herpesvirus tapi saat ini tidak memiliki lesi.c. Amniosentesis untuk mengkonfirmasikan infeksi janin tidak direkomendasikan.Oleh karena itu maka seksio sesarea dilakukan apabila lesi primer atau rekurens timbul pada saat persalinan, apabila ketuban pecah atau terdapat gejala rekurensi (4,5,6).Bayi yang lahir dari ibu yang diketahui atau dicurigai mengidap herpes genital harus diisolasi dari bayi lain dan diambil kultur darahnya. Fungsi hati dan cairan spinal harus diperiksa secara serial juga pemantauan ketat secara klinis sampai usia 2 minggu. Tidak perlu memisahkan antara ibu dengan bayinya, akan tetapi tetap harus diinstruksikan untuk mencuci tangan dan mencegah setiap kontak antara lesinya, tangannya dan bayinya. Menyusui diperbolehkan, namun orangtua dengan lesi herpetik oral tidak diperbolehkan mencium bayi dan harus diajarkan menggunakan teknik mencuci tangan yang benar (4,5,6).

DAFTAR PUSTAKA

1. Adolf HM. Infeksi Herpes pada Pasien Imunokompeten. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou: Manado. 2010

2. Joshua TS, et al. Mucosal host immune response predicts the severity and duration of herpes simplex virus-2 genital tract shedding episodes. PNAS; doi/10.1073/pnas.1006614107. November 2, 2010 vol. 107 no. 44 p.1897318978

3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

4. Bale JF. Congenital Infections. Neu Clin 20(4):220, 2002.

5. Cuningham G, Gant NF, Leveno KJ. Williams Obstetrics 21st ed. McGraw-hill, 1997.

6. Vontver LA, Hickok DE, Brown Z. Recurrent genital herpes simplex virus infection in pregnancy: infant outcome and frequency of asymtomatic recurrences. Am J Obstet Gynecol 143:75, 1982.