neuropati diabet
-
Upload
akhmad-fariz-nurdiansyah -
Category
Documents
-
view
33 -
download
5
description
Transcript of neuropati diabet
-
1
Neuropati Diabetik
Annisa Zahra Mufida
Ari Sutjahjo
PENDAHULUAN
Neuropati Diabetik (ND) merupakan kelainan saraf yang disebabkan oleh Diabetes
Mellitus (DM). Neuropati diabetik ditandai dengan hilangnya fungsi saraf perifer baik secara
akaut atau progresif (Boulton et al, 2004). Manifestasi klinis ND sangat bervariasi dapat berupa
neuropati lokal atau sistemik dan bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena.
Berdasarkan penelitian deskriptif profil klinik DM di Instalasi Rrawat Jalan Poli Diabetes RSU
Dr. Soetomo sejumlah 51% (1333 dari 2609 orang) pasien DM memiliki keluhan neuropati
perifer. Pada pasien rawat inap di Instalasi Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSU Dr.
Soetomo tercatat 90,03% neuropati diabetik memberikan komplikasi kaki diabetik (Soegiarto
et al, 1998). Patofisiologi ND belum dimengerti sepenuhnya. Proses ND diawali keadaan
hiperglikemia berkepanjangan yang mengakibatkan peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis
Advance Glycosilation End Products (AGEs), pembentukan radikal bebas, dan aktivasi protein
kinase C (Boulton et al, 2004).
Pasien DM dengan nuropati diabetik memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi
berulang, ulkus yang tak kunjung sembuh, amputasi, infeksi berat, sepsis, bahkan kematian.
Kondisi inilah yang menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien DM
dengan ND. Dengan demikian, tenaga medis perlu memahami mekanisme terjadinya ND dan
faktor faktor yang berperan, sebagai landasan penting untuk pengelolaan pasien DM secara
menyeluruh.
DEFINISI
Berdasarkan konferensi neuropati perifer di San Antonio pada tahun 1988, Nuropati
diabetik adalah gangguan neuropati klinis atau subklinis yang terjadi pada pasien diabetes
melitus tanpa penyebab neuropati perifer lain. Gangguan neuropati diabetik ini termasuk
manifestasi somatik dan atau otonom dari sistem saraf perifer.
PATOGENESIS
Patogenesis neuropati diabetik belum terungkap sepenuhnya. Proses terjadinya
neuropati diabetik diawali dengan hiperglikemia berkepanjangan yang mengakibatkan
peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis advance glycosilation and products (AGEs),
pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur
Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 7 Januari 2015
-
2
tersebut menyebabkan vasokonstriksi, menurunnya mioinositol, dan gangguan aliran darah ke
saraf (Boulton et al, 2004).
Faktor vaskular dan neurokimia juga berperan pada proses terjadinya neuropati
diabetik. Keadaan hiperglikemia akan merusakn pembuluh pembuluh darah kecil dan vasa
nervosa, yang akan menurunkan aliran darah ke serabut saraf sehingga terjadi hipoksia sel
saraf. Disisi yang lain, keadaan hiperglikemia juga dapat merusak sel saraf secara langsung
(Obrosova, 2008).
Hiperglikemia kronis menyebabkan peningkatan aktivitas jalur poliol, yakni perubahan
glukosa menjadi sorbitol yang diperantarai oleh enzim aldose-reduktase, yang kemudian
diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam
sel saraf akan menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edema
saraf (Obrosova, 2008). Reaksi jalur poliol ini juga menurunakan NADPH saraf yang berfungsi
sebagai kofaktor metabolisme oksidatif. Penurunana NADPH ini menyebabkan sintesis
antioksidan glutathion dan penurunan nitric oxide synthase (NOS). Penurnan NO ini berakibat
vasokosntriksi suplai darah ke saraf (Obrosova, 2008).
Hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation
end products (AGEs). AGEs berikatan dengan reseptornya yang terletak di sel schwan, sel
inflamasi, endotel pembuluh darah, dan otot polos selanjutnya akan meinduksi produksi sitokin
proinflamatori, proliferasi otot polos, sekresi matriks ekstraseluler, meningkatkan
koagulabilitas, dan deposisi protein pada pasal membran. Kesemuannya ini akan menyebabkan
mikro dan makroangiopati. Selain itu, AGEs dapat secara langsung menginduksi sel schwan
untuk melakukan apoptosis melalui jalur MAPK-mediated mitochondrial damage dan
memproduksi Reactive Oxygen Species (ROS). AGEs ini sangat toksik dan merusak semua
protein tubuh, termasuk sel saraf (Kumar et al, 2010).
Protein Kinase C (PKC) diaktifasi oleh messenger Diacyl Glycerol, yang disintesis
intraseluler ketika kadar gula darah tinggi dalam sel. PKC akan mengkatifkan kaskade
downstream, yang menyebabkan vasokonstriksi, fibrogenic factors, dan sitokin pro inflamatori,
dan menurunkan produksi vasodilator. Secara singkat, ketika terjadi penurunan aliran darah ke
saraf, akan terjadi hipoksia jaringan (Obrosova, 2008; Kumar et al, 2010). Dibawah ini
diagram yang menjelaskan patofisiologi dari neuropati diabetik.
-
3
Gambar 1. Patofisiologi Neuropati Diabetik
KLASIFIKASI
Klasifikasi Neuropati Diabetik (ND) dibagi menjadi (Thomas, 1997):
1. Neuropati Perifer
Neuropati perifer disebut juga Neuropati
Distal Simetris atau Neuropati Sensorimotor. Pada
neuropati perifer, terjadi kerusakan pada saraf perifer
daerah lengan dan tungkai. Gangguan biasanya
dimulai dari tungkai dan perlahan ke lengan. Gejala
neuropati perifer dapat berupa rasa kebas atau nyeri
ketika terjadi perubahan suhu, rasa kesemutan, rasa
seperti ditusuk tusuk, kram, hipersensitivitas
terhadap sentuhan bahkan sentuhan yang ringan,
sampai kehilangan keseimbangan atau koordinasi.
Neuropati perifer dapat juga berupa
kelemahan otot dan hilangnya refleks, khususnya
pada daerah achiles sehingga dapat terjadi gangguan gaya berjalan. Gangguan gaya
berjalan ini menimbulkan penebalan pada telapak kaki atau luka lecet pada kaki dan
jika ditambah adanya gangguan sensoris akan menyebabkan penderita tidak merasakan
adanya luka, yang jika tidak diatasi dengan baik akan menimbulkan infeksi atau
Gambar 2. Neuropati perifer
mengenai saraf ekstrimitas atas dan
ekstrimitas bawah
Hiperglycemia
Polyol Pathway
NADPH-dependent Aldose Reductase (AR)
Depletion of
cofactor NADPH
ROS and nitrogen
species Downstream
pathway
Glutathion NOS
Oxidative Stress
Cytokines
proinflamatory
Organel disfunction, cellular growth disruption,
apoptosis, nerve conduction velocity
Diabetic
Neuropathy
-
4
gangren. Pada neuropati perifer dapat juga deformitas kaki seperti hammertoes dan
atrofi otot (Thomas, 1997).
2. Neuropati Autonom
Neuropati autonom menyerang saraf yang mengatur sistem kardiovaskular,
regulasi gula darah, sistem pencernaan, sistem saluran kemih, sistem pernafasan,
seksualitas, dan penglihatan (Thomas, 1997).
Gangguan sistem kardiovaskular menyebabkan gangguan koordinasi dari
tekanan darah dan denyut jantung. Misalnya terjadi hipotensi ortostatik dan
peningkatan denyut jantung yang tidak seiring dengan aktifitas fisik (Ziegler, 1999).
Ketika gula darah turun < 70 mg/dl, normalnya tubuh akan memberikan alarm
sign berupa gemetar, berkeringat dingin dan berdebar. Pada penderita yang mengalami
neuropati autonom, alarm sign ini tidak berfungsi dengan baik sehingga penderita bisa
jatuh langsung ke keadaan koma hipoglikemi tanpa tanda sebelumnya (Thomas, 1997).
Gangguan pencernaan yang terjadi pada neuropati autonom umumnya berupa
konstipasi. Bisa juga terjadi perlambatan pengosongan lambung (gastroparesis).
Gastroparesis yang berat akan menimbulkan mual yang berkepanjangan, muntah, rasa
penuh, sering bersendawa, perubahan pola buang air besar, dan penurunan nafsu
makan. Gastroparesis juga dapat menimbulkan fluktuasi gula darah yang lebar akibat
sistem pencernaan makanan yang abnormal. Gangguan pencernaan pada neuropati
autonom dapat juga menyebabkan kerusakan persarafan pada esofagus yang akan
menyebabkan gejala kesulitan menelan (Johnson and Vinik, 1998).
Neuropati autonom pada sistem kemih menyebabkan gangguan pengosongan
buli buli dan inkontinensia urin. Gangguan pengosongan buli ini akan memudahkan
translokasi bakteri sehingga sering terjadi infeksi saluran kemih. Neuropati autonom
juga bisa menyebabkan disfungsi ereksi pada pria dan kesulitan lubrikasi atau gangguan
orgasme pada wanita (Thomas, 1997).
Neuropati autonom pada kelenjar keringat menyebabkan hiperhidrosis pada
daerah kepala leher dan batang tubuh, tetapi daerah tungkai menjadi anhidrosis
sehingga dapat menyebabkan gangguan regulasi suhu tubuh (Thomas, 1997).
3. Neuropati Proksimal
Neuropati proksimal disebut juga Neuropati Pleksus Lumbosakral atau
Neuropati Femoral. Gejala awalnya berupa nyeri pada paha, pinggul, pantat, atau kaki
yang biasanya hanya terjadi pada satu sisi tubuh. Neuropati proksimal menyebabkan
kelemahan tungkai dan kesulitan untuk bangun dari posisi duduk atau tidur (Thomas,
1997).
-
5
4. Neuropati Fokal
Neuropati fokal terjadi secara tiba tiba dan mengenai serabut saraf spesifik.
Gejala neuropati fokal dapat berupa gangguan akomodasi mata, penglihatan ganda,
paralisis nervus fasialis unilateral (Bells Palsy), nyeri hebat pada punggung bagian
bawah, nyeri pada paha bagian depan, nyeri dada, nyeri epigastrium, nyeri perut. Nyeri
dada dapat salah terdiagnosis seperti serangan jantung, dan nyeri perut dapat seperti
apendisitis. Neuropati fokal biasanya membaik dengan sendirinya dalam beberpa
minggu atau beberapa bulan, dan tidak menyebabkan kerusakan jangka panjang
(Thomas, 1997).
Neuropati fokal juga dapat berupa Entrapment Syndromes. Entrampment
syndromes merupakan gejala terjepitnya saraf tertentu biasanya berupa Carpal Tunnel
Syndrome (CTS). Pada CTS terjadi iritasi nervus medianus yang mengakibatkan nyeri
hebat hingga sulit bergerak pada lengan bagian bawah (Thomas, 1997).
GEJALA
Neuropati diabetik (ND) pada DM tipe 1 dapat terjadi beberapa tahun jika terjadi
keadaan hiperglikemia kronis, lain hal nya pada DM tipe 2 dimana proses neuropati telah
berjalan sejak lama sehingga sering telah terjadi suatu neuropati diabetik pada seseorang yang
baru saja didiagnosis DM tipe 2. Gejala neuropati diabetik sangat bervariasi, bisa tanpa gejala,
gangguan saraf sensoris perifer, gangguan saraf motorik perifer, dan bisa juga suatu gangguan
saraf otonom perifer (Boulton et al, 2005).
Gejala gangguan saraf sensorik perifer dapat berupa perasaan seperti menggunakan
sarung tangan dan sarung kaki yang dikenal sebagai stocking and gloves distribution pada
ektrimitas distal, parastesi, anastesi, rasa panas, rasa seperti terbakar, rasa seperti ditusuk
tusuk, nyeri berlebihan, dan kehilangan keseimbangan (Boulton et al, 2005).
Gejala gangguan saraf motorik perifer berupa kelainan saraf motorik distal, fokal, dan
dapat mengenai lebih dari satu motorneuron. Pasien biasanya mengeluhkan sulit membuka
toples berulir, kesulitan membuka anak kunci, sering terpeleset, sering terantuk, dan pada
kerusakan saraf yang lebih berat pasien sulit untuk naik atau turun tangga, sulit berdiri dari
posisi duduk atau tidur, dan kesulitan mengangkat lengan melewati bahu nya sendiri (Boulton
et al, 2005).
Gejala gangguan saraf otonom yang terjadi pada neuropati diabetik meliputi sistem
kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, dan kelenjar keringat. Pasien
dengan neuropati autonom general bisa mengeluhkan ataxia, instabilitas gaya berjalan, hampir
pingsan atau pingsan. Gangguan sistem gastrointestinal pada neuropati diabetik dapat berupa
disfagia, nyeri perut yang tidak khas, mual, muntah, malabsobsi, inkontinensia feses, diare atau
konstipasi. Sedangkan gangguan pada sistem kardiovaskular pada neuropati diabetik dapat
-
6
berupa sinus takikardi persisten, hipotensi ortostatik, atau sinus aritmia. Selain itu gejala
genitourinari dapat berupa pancaran kencing yang lemah, rasa tidak puas saat kencing, maupun
inkontinensia urine. Selain itu dapat juga terjadi gangguan pada sistem sudomotor dimana
pasien biasanya tidak tahan panas, hiperhidrosis pada kepala, leher, dada, dan punggung, tetapi
terjadi anhidrosis pada ekstrimitas bawah (Kumar et al, 2010).
DIAGNOSIS
Diagnosis Neuropati Diabetik (ND) meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik diawali dengan tekanan darah, nadi, pernafasan,
suhu, kekuatan otot, refleks, sensasi raba, sensasi getar, posisi tubuh, dan sensasi suhu (Perkins
et al, 2001).
Pemeriksaan kaki meliputi keadaan kulit, otot, tulang, perabaan arteri, dan pemeriksaan
sensoris. Pemeriksaan saraf meliputi refleks motorik, fungsi sebabut saraf besar dengan tes
kuantitatif sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotensimeter) dan rasa tekan (estesiometer
dengan filamen mono Semmes-Weinstein), fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu,
dan untuk mengetahui lebih awal adanya gangguan hantaran saraf dapat dikerjakan dengan
elektromiografi (Perkins et al, 2001).
Pemeriksaan neuropati otonom terdiri dari pemeriksaan untuk saraf parasimpatis dan
simpatis. Untuk pemeriksaan parasimpatis dapat menggunakan test denyut jantung terhadap
maeuver valsava, variasi denyut jantung selama nafas dalam. Sedangakan untuk pemeriksaan
simpatis dapat dilakukan dengan mengukuran respon tekanan darah saat posisi berdiri dan
duduk (Perkins et al, 2001).
DIAGNOSIS BANDING
Alcohol (ethanol) related neuropathy
Amyloid polineuropathy
Chronic Inflamatory Demyelinating poliradiculoneuropathy
Nutritional neuropathy
Sarcoidopsis and neuropathy
Spinal cord tumors
Thyroid disease
Toxic neuropathy
Uremic neuropathy
Vasculitis neuropathy
Vitamin B-12 deficiency
-
7
TATA LAKSANA
Tata laksana Neuropati Diabetik (ND) melibatkan banyak aspek, dan meliputi 3 hal
penting. Pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, kedua mengendalikan gula darah secara
optimal, dan yang ketiga perawatan kaki sebaik baiknya. Pemeriksaan neurologis harus
dilakukan pada semua pasien DM, bahkan sebaiknya pada awal seorang pasien didiagnosis
DM. Selain itu cari berbagai kelainan metabolik lain (Pranoto, 2007).
Kontrol gula darah secara optimal dapat dilakukan dengan pemeriksaan gula darah dan
HbA1c secara berkala. Kontrol gula darah mencakup gaya hidup sehat, olah raga, makan
makanan bergizi, serta penggunaan obat atau insulin (Pranoto, 2007).
Perawatan kaki secara umum meliputi menjaga kebersihan kulit, menghindari trauma
dengan menggunakan alas kaki yang tertutup dan nyaman, alas kaki yang tidak sempit, cara
memotong kuku yang benar, dan perawatan luka jika telah terjadi luka (Pranoto, 2007).
Pengobatan untuk mencegah progresifitas dari neuropati diabetik belum memberikan
bukti yang kuat. Berbagai penelitian sedang dilakukan untuk menemukan obat yang dapat
memperlambat progresifitas neuropati diabetik ini, diantaranya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Obat yang berperan untuk memperlambat progresifitas Neuropati Diabetik (Subekti, 2010)
1. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa
2. Penghambat Angiotensin Converting Enzime
3. Neurotropin Nerve Growth Factor dan Brain-derived neurotrophic factor
4. Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan
peroksil serta membentuk kembali glutation
5. penghambat protein kinase C
6. Gangliosides, yang merupakan komponen utama membran sel
7. Gamma Linoleic Acid, yang merupakan prekursor membran fosfolipid
8. Aminoguanidin, yang berfungsi menghambar AGEs
9. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non neurologik
akibat penyakit autoimun
Terapi simptomatik dapat diberikan jika didapatkan gangguan saraf. Meskipun belum
ada bukti bahwa terapi simptomatik memiliki efek terhadap proses perjalanan neuropati yang
telah berlangsung progresif. Pengelolaan awal pada neuropati simtomatik seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2. Pengelolaan awal pada neuropati simptomatik
1. Mencari penyebab non-diabetik:
Keganasan
Gangguan metabolik
Toksik (misal: alkohol)
Infeksi
Iatrogenik
2. Edukasi hal hal praktis seperti cara perawatan kaki, penggunaan pakaian yang nyaman, posisi tidur
yang baik
3. Kontrol gula darah optimal
4. Terapi medik
-
8
Pengelolaan Farmakoterapi
Golongan Tricyclic. Mekanisme penggunaan obat golongan tricyclic dalam
menghilangkan nyeri melaui proses inhibisi re-uptake dari norepinefrin dan/atau serotonin
pada daerah sinaps dari central descending pain control system, dan efek antagonis dari
reseptor N-methyl-D-aspartate, yang bertugas sebagai perantara hiperalgesia dan allodynia
(Max et al, 1992). Penggunaan obat golongan tricyclic ini sangat terbatas karena risiko sering
terjadi efek samping. Golongan amitriptiline dan imipramine adalah jenis obat yang sering
digunakan. Disamping itu ada juga golongan desipramine yang memberikan hasil baik dengan
lebih sedikit efek samping (Max et al, 1992).
Golongan inhibitor selektif serotonin-re-uptake. Golongan obat ini bekerja dengan
menghambat pre-sinaps re-uptake dari serotonin. Secara umum penggunaannya lebih mudah
ditoleransi pasien tetapi kurang efektif jika dibandingkan dengan golongan tricyclic, dan bukan
merupakan pengobatan monoterapi untuk nyeri neuropatik. Contoh obat jenis ini adalah
paroxetine, fluoxetine, dan citalopram (Mendell dan Sahenk, 2003).
Golongan antikonvulsant. Golongan ini digunakan secara luas untuk pengobatan
nyeri neuropatik. Gabapentin merupakan obat antikonvulsant yang menjadi obat pilihan utama
untuk terapi nyeri neuropatik. Golongan obat ini cukup dapat ditoleransi pasien, dan efek
samping yang sering dilaporkan adalah dizziness dan somnolen (Jensen, 2002).
Pregabalin. Pregabalin adalah obat golongan analog GABA yang stukturnya mirip
dengan gabapentin. Obat ini memiliki efek antiepilepsi, analgetik, dan anxiolitik, dengan
potensi anti nyeri yang lebih kuat pada gabapentin (Gareba, 2005).
Tramadol. Tramadol adalah analgesik non-narkotik yang bekerja sentral di sistem
saraf. Disamping itu, untuk pasien yang gagal dengan pengobatan anti nyeri golongan non-
opioid, bisa dipertimbangkan penggunaan obat golongan opioid (Harati et al, 1998).
Rekomendasi klinik penangan Neuropati Diabetik yang dikeluarkan oleh Tjokropawiro
pada tahun 2007 berdasarkan pengalaman klini, disebut formula DHL-CANI (DHL-CANI:
Diabetes, Hypertension or blood pressure, Lipid, Cigarette, Antioxidant, Neurobion and
Insulin):
1. Penanganan Diabetes
HbA1c < 7%
Gula darah puasa antara 90 130 mg/dl
Gula darah 2jam PP < 180 mg/dl
2. Penanganan Hipertensi
Tekanan darah sistolik < 130 mmHg
Tekanan darah diastolik < 80 mmHg
3. Penanganan Dislipidemi
Kolesterol total < 200 mg/dl
-
9
LDL < 110 mg/dl
HDL > 40 mg/dl
Trigliserid < 150 mg/dl
4. Stop Merokok
5. Antioksidan
6. Vitamin Neurotropik (Vitamin B1, B6, B12)
7. Insulin
Meningkatkan growth factors dan nerve conduction velocity
RINGKASAN
Nuropati diabetik adalah gangguan neuropati klinis atau subklinis yang terjadi pada
pasien diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer lain. Neuropati diabetik dapat
bermanifestasi tanpa gejala, gangguan sensoris ringan seperti rasa kebas, kesemutan, nyeri,
gangguan motorik berupa kelemahan saraf fokal pada serabut saraf tertentu, serta gangguan
sistem autonom baik sistem saraf simpatis maupun sistem saraf parasimpatis. Pendekatan
diagnosis harus ditegakkan oleh dokter pada semua pasien diabetes melitus baik yang baru
terdiagnosis maupun yang telah lama terdidiagnosis. Karena pada pasien diabetes melitus tipe
2 dimana keadaan hiperglikemi sudah berlangsung lama biasanya telah terjadi kerusakan saraf.
Selain menggali riwayat pasien, juga perlu dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh. Dimulai
dari pemeriksaan vital sign, pemeriksaan dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan
pemeriksaan neurologis sederhana misalnya tes sensoris, tes refleks tendon, sampai
mengevaluasi gaya berjalan. Rekomendasi klinik penangan Neuropati Diabetik meliputi
penanganan diabetes dengan meregulasi gula darah secara optimal dengan target HbA1c < 7%,
gula darah puasa antara 90 130 mg/dl, gula darah 2jam PP < 180 mg/dl; penanganan
hipertensi dengan target < 130/80 mmHg, penanganan dislipidemi kolesterol total < 200mg/dl,
LDL < 110 mg/dl, HDL > 40mg/dl, Trigliserid < 150mg/dl; stop merokok, antioksidan,
neurobion, dan insulin.
DAFTAR PUSTAKA
Boulton AJ, Vinik A, Arezzo J, Feldman EL, Freeman R, Malik RA, Maser RE, Sosenko JM,
Ziegler, 2005. Diabetic Neuropathies: A Statement by the American Diabetes
Association. Diabetes Care. 28(4):956-62.
Cameron NE, Eaton SE, Cotter MA, Tesfaye S, 2001. Vascular Factors and Metabolic
Interactions in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Diabetologia. 44:1973-1988.
Dyck Peter, Feldman Eva, Vinik Aaron, 2009. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of
Diabetes. National Institute of Health, U.S Department of Health and Human Service
Publication no.09-3185.
-
10
Gareba G, 2005. Pregabalin: A New Agent for the Treatment of Neuropathic Pain. Drugs of
Today 41(8):509-516.
Harati Y, Gooch C, Swenson M, 1998. Double-blind Randomized Trial of Tramadol for the
Treatment of the Pain of Diabetic Neuropathy. Neurology.50:1841-6.
Jensen TS, 2002. Anticonvulsants in Neuropathic Pain: Rationale and Clinical Evidence. Eur J
Pain 6(Suppl A):61-8.
Johnson DA, Vinik A, 1998. Gastrointestinal Disturbances. In: Therapy for Diabetes Mellitus.
American Diabetes Association.
Katoulis EC, Ebdon-Parry M, Lanshammar H, 1997. Gait Abnormalities in Diabetic
Neuropathy. Diabetes Care 20:1904-7.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., dan Aster, 2010. Neural System. Robins and Cotran
Pathologic basis od Disease (8th ed). Philadelphia: Saunders/Elsevier.
Max MB, Lynch SA, Munir J, 1992. Effect of Desipramine, Amitriptyline, and Fluoxetine on
Pain Relief in Diabetic Neuropathy. N Engl J Med 326: 1250-6.
Mendel JR and Sahenk Z, 2003. Painful Sensory Neuropathy. N Engl J Med 348:1243-55.
Obivo S, Prasad YD, Jackson NJ, Jude EB, Boulton AJ, 2002. The Relationship Between
Blood Glucose Excursions and Painful Diabetic Peripheral Neuropathy: A Pilot Study.
Diabet Med 19:870-3.
Obrosova, I.G., 2008. Hyperglycemia-Initiated Mechanism in Diabetic Neuropathy. In Veves,
A., and Malik, R.A., (Eds). Diabetic Neuropathy: Clinical Management. (2nd ed).
Totowa: Humana Press. PP 69-90.
Report and Recommendation of the San Antonio Conference on Diabetic Neuropathy, 1988.
Diabetes 37:1000-4.
Perkins BA, Olaleye D, Zinman B, Bril V, 2001. Simple Screening Test for Periferal
Neuropathy in the Diabetes Clinic. Diabetes Care 24(2):250-6.
Pranoto Agung, 2007. Recent Advances in Diabetic Pain Neuropathy: from Basic to Possible
Clinical Application. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXII Ilmu
Penyakit Dalam, Surabaya Juli 2007, pp 114-128.
Soegiarto G, Sutjahjo A, Tandra H, Pranoto A, Murtiwi S, 1998. Gambaran Faktor Prognostik
Timbulnya Kaki Diabetes oada Oenderita Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin.
Kumpulan Makalah KONAS IV PERSADI, KONKER PERKENI, 1998, pp 209-215.
Subekti I, 2010. Neuropati Diabetik. In Buku Ajar Penyakit Dalam ed 5. Editor Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Interna Publishing. Pp 1947-
1951.
Thomas, 1997. Classification, Differential Diagnosis, and Staging of Diabetic Peripheral
Neuropathy . Diabetes. 46 Suppl 2:S54-7.
Tjokroparawiro A, 2007. Neu Sight into the Management of Diabetic Neuropathy, (Formula
DHL-CANI as the practical guideline). Simposium Diabetic Complications, Surabaya 26
Mei 2007.
Ziegler D, 1999. Cardiovascular Autonomic Neuropathy: Clinical Manifestations and
Measurement. Diabetes Reviews 7:342-57.
-----------oo0oo----------