neuropati diabet

10
1 Neuropati Diabetik Annisa Zahra Mufida Ari Sutjahjo PENDAHULUAN Neuropati Diabetik (ND) merupakan kelainan saraf yang disebabkan oleh Diabetes Mellitus (DM). Neuropati diabetik ditandai dengan hilangnya fungsi saraf perifer baik secara akaut atau progresif (Boulton et al, 2004). Manifestasi klinis ND sangat bervariasi dapat berupa neuropati lokal atau sistemik dan bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena. Berdasarkan penelitian deskriptif profil klinik DM di Instalasi Rrawat Jalan Poli Diabetes RSU Dr. Soetomo sejumlah 51% (1333 dari 2609 orang) pasien DM memiliki keluhan neuropati perifer. Pada pasien rawat inap di Instalasi Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSU Dr. Soetomo tercatat 90,03% neuropati diabetik memberikan komplikasi kaki diabetik (Soegiarto et al, 1998). Patofisiologi ND belum dimengerti sepenuhnya. Proses ND diawali keadaan hiperglikemia berkepanjangan yang mengakibatkan peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis Advance Glycosilation End Products (AGEs), pembentukan radikal bebas, dan aktivasi protein kinase C (Boulton et al, 2004). Pasien DM dengan nuropati diabetik memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi berulang, ulkus yang tak kunjung sembuh, amputasi, infeksi berat, sepsis, bahkan kematian. Kondisi inilah yang menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien DM dengan ND. Dengan demikian, tenaga medis perlu memahami mekanisme terjadinya ND dan faktor faktor yang berperan, sebagai landasan penting untuk pengelolaan pasien DM secara menyeluruh. DEFINISI Berdasarkan konferensi neuropati perifer di San Antonio pada tahun 1988, Nuropati diabetik adalah gangguan neuropati klinis atau subklinis yang terjadi pada pasien diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer lain. Gangguan neuropati diabetik ini termasuk manifestasi somatik dan atau otonom dari sistem saraf perifer. PATOGENESIS Patogenesis neuropati diabetik belum terungkap sepenuhnya. Proses terjadinya neuropati diabetik diawali dengan hiperglikemia berkepanjangan yang mengakibatkan peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis advance glycosilation and products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 7 Januari 2015

description

neuropati diabet

Transcript of neuropati diabet

  • 1

    Neuropati Diabetik

    Annisa Zahra Mufida

    Ari Sutjahjo

    PENDAHULUAN

    Neuropati Diabetik (ND) merupakan kelainan saraf yang disebabkan oleh Diabetes

    Mellitus (DM). Neuropati diabetik ditandai dengan hilangnya fungsi saraf perifer baik secara

    akaut atau progresif (Boulton et al, 2004). Manifestasi klinis ND sangat bervariasi dapat berupa

    neuropati lokal atau sistemik dan bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena.

    Berdasarkan penelitian deskriptif profil klinik DM di Instalasi Rrawat Jalan Poli Diabetes RSU

    Dr. Soetomo sejumlah 51% (1333 dari 2609 orang) pasien DM memiliki keluhan neuropati

    perifer. Pada pasien rawat inap di Instalasi Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSU Dr.

    Soetomo tercatat 90,03% neuropati diabetik memberikan komplikasi kaki diabetik (Soegiarto

    et al, 1998). Patofisiologi ND belum dimengerti sepenuhnya. Proses ND diawali keadaan

    hiperglikemia berkepanjangan yang mengakibatkan peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis

    Advance Glycosilation End Products (AGEs), pembentukan radikal bebas, dan aktivasi protein

    kinase C (Boulton et al, 2004).

    Pasien DM dengan nuropati diabetik memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi

    berulang, ulkus yang tak kunjung sembuh, amputasi, infeksi berat, sepsis, bahkan kematian.

    Kondisi inilah yang menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien DM

    dengan ND. Dengan demikian, tenaga medis perlu memahami mekanisme terjadinya ND dan

    faktor faktor yang berperan, sebagai landasan penting untuk pengelolaan pasien DM secara

    menyeluruh.

    DEFINISI

    Berdasarkan konferensi neuropati perifer di San Antonio pada tahun 1988, Nuropati

    diabetik adalah gangguan neuropati klinis atau subklinis yang terjadi pada pasien diabetes

    melitus tanpa penyebab neuropati perifer lain. Gangguan neuropati diabetik ini termasuk

    manifestasi somatik dan atau otonom dari sistem saraf perifer.

    PATOGENESIS

    Patogenesis neuropati diabetik belum terungkap sepenuhnya. Proses terjadinya

    neuropati diabetik diawali dengan hiperglikemia berkepanjangan yang mengakibatkan

    peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis advance glycosilation and products (AGEs),

    pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur

    Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSUD Dr. Soetomo

    Surabaya, 7 Januari 2015

  • 2

    tersebut menyebabkan vasokonstriksi, menurunnya mioinositol, dan gangguan aliran darah ke

    saraf (Boulton et al, 2004).

    Faktor vaskular dan neurokimia juga berperan pada proses terjadinya neuropati

    diabetik. Keadaan hiperglikemia akan merusakn pembuluh pembuluh darah kecil dan vasa

    nervosa, yang akan menurunkan aliran darah ke serabut saraf sehingga terjadi hipoksia sel

    saraf. Disisi yang lain, keadaan hiperglikemia juga dapat merusak sel saraf secara langsung

    (Obrosova, 2008).

    Hiperglikemia kronis menyebabkan peningkatan aktivitas jalur poliol, yakni perubahan

    glukosa menjadi sorbitol yang diperantarai oleh enzim aldose-reduktase, yang kemudian

    diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam

    sel saraf akan menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edema

    saraf (Obrosova, 2008). Reaksi jalur poliol ini juga menurunakan NADPH saraf yang berfungsi

    sebagai kofaktor metabolisme oksidatif. Penurunana NADPH ini menyebabkan sintesis

    antioksidan glutathion dan penurunan nitric oxide synthase (NOS). Penurnan NO ini berakibat

    vasokosntriksi suplai darah ke saraf (Obrosova, 2008).

    Hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation

    end products (AGEs). AGEs berikatan dengan reseptornya yang terletak di sel schwan, sel

    inflamasi, endotel pembuluh darah, dan otot polos selanjutnya akan meinduksi produksi sitokin

    proinflamatori, proliferasi otot polos, sekresi matriks ekstraseluler, meningkatkan

    koagulabilitas, dan deposisi protein pada pasal membran. Kesemuannya ini akan menyebabkan

    mikro dan makroangiopati. Selain itu, AGEs dapat secara langsung menginduksi sel schwan

    untuk melakukan apoptosis melalui jalur MAPK-mediated mitochondrial damage dan

    memproduksi Reactive Oxygen Species (ROS). AGEs ini sangat toksik dan merusak semua

    protein tubuh, termasuk sel saraf (Kumar et al, 2010).

    Protein Kinase C (PKC) diaktifasi oleh messenger Diacyl Glycerol, yang disintesis

    intraseluler ketika kadar gula darah tinggi dalam sel. PKC akan mengkatifkan kaskade

    downstream, yang menyebabkan vasokonstriksi, fibrogenic factors, dan sitokin pro inflamatori,

    dan menurunkan produksi vasodilator. Secara singkat, ketika terjadi penurunan aliran darah ke

    saraf, akan terjadi hipoksia jaringan (Obrosova, 2008; Kumar et al, 2010). Dibawah ini

    diagram yang menjelaskan patofisiologi dari neuropati diabetik.

  • 3

    Gambar 1. Patofisiologi Neuropati Diabetik

    KLASIFIKASI

    Klasifikasi Neuropati Diabetik (ND) dibagi menjadi (Thomas, 1997):

    1. Neuropati Perifer

    Neuropati perifer disebut juga Neuropati

    Distal Simetris atau Neuropati Sensorimotor. Pada

    neuropati perifer, terjadi kerusakan pada saraf perifer

    daerah lengan dan tungkai. Gangguan biasanya

    dimulai dari tungkai dan perlahan ke lengan. Gejala

    neuropati perifer dapat berupa rasa kebas atau nyeri

    ketika terjadi perubahan suhu, rasa kesemutan, rasa

    seperti ditusuk tusuk, kram, hipersensitivitas

    terhadap sentuhan bahkan sentuhan yang ringan,

    sampai kehilangan keseimbangan atau koordinasi.

    Neuropati perifer dapat juga berupa

    kelemahan otot dan hilangnya refleks, khususnya

    pada daerah achiles sehingga dapat terjadi gangguan gaya berjalan. Gangguan gaya

    berjalan ini menimbulkan penebalan pada telapak kaki atau luka lecet pada kaki dan

    jika ditambah adanya gangguan sensoris akan menyebabkan penderita tidak merasakan

    adanya luka, yang jika tidak diatasi dengan baik akan menimbulkan infeksi atau

    Gambar 2. Neuropati perifer

    mengenai saraf ekstrimitas atas dan

    ekstrimitas bawah

    Hiperglycemia

    Polyol Pathway

    NADPH-dependent Aldose Reductase (AR)

    Depletion of

    cofactor NADPH

    ROS and nitrogen

    species Downstream

    pathway

    Glutathion NOS

    Oxidative Stress

    Cytokines

    proinflamatory

    Organel disfunction, cellular growth disruption,

    apoptosis, nerve conduction velocity

    Diabetic

    Neuropathy

  • 4

    gangren. Pada neuropati perifer dapat juga deformitas kaki seperti hammertoes dan

    atrofi otot (Thomas, 1997).

    2. Neuropati Autonom

    Neuropati autonom menyerang saraf yang mengatur sistem kardiovaskular,

    regulasi gula darah, sistem pencernaan, sistem saluran kemih, sistem pernafasan,

    seksualitas, dan penglihatan (Thomas, 1997).

    Gangguan sistem kardiovaskular menyebabkan gangguan koordinasi dari

    tekanan darah dan denyut jantung. Misalnya terjadi hipotensi ortostatik dan

    peningkatan denyut jantung yang tidak seiring dengan aktifitas fisik (Ziegler, 1999).

    Ketika gula darah turun < 70 mg/dl, normalnya tubuh akan memberikan alarm

    sign berupa gemetar, berkeringat dingin dan berdebar. Pada penderita yang mengalami

    neuropati autonom, alarm sign ini tidak berfungsi dengan baik sehingga penderita bisa

    jatuh langsung ke keadaan koma hipoglikemi tanpa tanda sebelumnya (Thomas, 1997).

    Gangguan pencernaan yang terjadi pada neuropati autonom umumnya berupa

    konstipasi. Bisa juga terjadi perlambatan pengosongan lambung (gastroparesis).

    Gastroparesis yang berat akan menimbulkan mual yang berkepanjangan, muntah, rasa

    penuh, sering bersendawa, perubahan pola buang air besar, dan penurunan nafsu

    makan. Gastroparesis juga dapat menimbulkan fluktuasi gula darah yang lebar akibat

    sistem pencernaan makanan yang abnormal. Gangguan pencernaan pada neuropati

    autonom dapat juga menyebabkan kerusakan persarafan pada esofagus yang akan

    menyebabkan gejala kesulitan menelan (Johnson and Vinik, 1998).

    Neuropati autonom pada sistem kemih menyebabkan gangguan pengosongan

    buli buli dan inkontinensia urin. Gangguan pengosongan buli ini akan memudahkan

    translokasi bakteri sehingga sering terjadi infeksi saluran kemih. Neuropati autonom

    juga bisa menyebabkan disfungsi ereksi pada pria dan kesulitan lubrikasi atau gangguan

    orgasme pada wanita (Thomas, 1997).

    Neuropati autonom pada kelenjar keringat menyebabkan hiperhidrosis pada

    daerah kepala leher dan batang tubuh, tetapi daerah tungkai menjadi anhidrosis

    sehingga dapat menyebabkan gangguan regulasi suhu tubuh (Thomas, 1997).

    3. Neuropati Proksimal

    Neuropati proksimal disebut juga Neuropati Pleksus Lumbosakral atau

    Neuropati Femoral. Gejala awalnya berupa nyeri pada paha, pinggul, pantat, atau kaki

    yang biasanya hanya terjadi pada satu sisi tubuh. Neuropati proksimal menyebabkan

    kelemahan tungkai dan kesulitan untuk bangun dari posisi duduk atau tidur (Thomas,

    1997).

  • 5

    4. Neuropati Fokal

    Neuropati fokal terjadi secara tiba tiba dan mengenai serabut saraf spesifik.

    Gejala neuropati fokal dapat berupa gangguan akomodasi mata, penglihatan ganda,

    paralisis nervus fasialis unilateral (Bells Palsy), nyeri hebat pada punggung bagian

    bawah, nyeri pada paha bagian depan, nyeri dada, nyeri epigastrium, nyeri perut. Nyeri

    dada dapat salah terdiagnosis seperti serangan jantung, dan nyeri perut dapat seperti

    apendisitis. Neuropati fokal biasanya membaik dengan sendirinya dalam beberpa

    minggu atau beberapa bulan, dan tidak menyebabkan kerusakan jangka panjang

    (Thomas, 1997).

    Neuropati fokal juga dapat berupa Entrapment Syndromes. Entrampment

    syndromes merupakan gejala terjepitnya saraf tertentu biasanya berupa Carpal Tunnel

    Syndrome (CTS). Pada CTS terjadi iritasi nervus medianus yang mengakibatkan nyeri

    hebat hingga sulit bergerak pada lengan bagian bawah (Thomas, 1997).

    GEJALA

    Neuropati diabetik (ND) pada DM tipe 1 dapat terjadi beberapa tahun jika terjadi

    keadaan hiperglikemia kronis, lain hal nya pada DM tipe 2 dimana proses neuropati telah

    berjalan sejak lama sehingga sering telah terjadi suatu neuropati diabetik pada seseorang yang

    baru saja didiagnosis DM tipe 2. Gejala neuropati diabetik sangat bervariasi, bisa tanpa gejala,

    gangguan saraf sensoris perifer, gangguan saraf motorik perifer, dan bisa juga suatu gangguan

    saraf otonom perifer (Boulton et al, 2005).

    Gejala gangguan saraf sensorik perifer dapat berupa perasaan seperti menggunakan

    sarung tangan dan sarung kaki yang dikenal sebagai stocking and gloves distribution pada

    ektrimitas distal, parastesi, anastesi, rasa panas, rasa seperti terbakar, rasa seperti ditusuk

    tusuk, nyeri berlebihan, dan kehilangan keseimbangan (Boulton et al, 2005).

    Gejala gangguan saraf motorik perifer berupa kelainan saraf motorik distal, fokal, dan

    dapat mengenai lebih dari satu motorneuron. Pasien biasanya mengeluhkan sulit membuka

    toples berulir, kesulitan membuka anak kunci, sering terpeleset, sering terantuk, dan pada

    kerusakan saraf yang lebih berat pasien sulit untuk naik atau turun tangga, sulit berdiri dari

    posisi duduk atau tidur, dan kesulitan mengangkat lengan melewati bahu nya sendiri (Boulton

    et al, 2005).

    Gejala gangguan saraf otonom yang terjadi pada neuropati diabetik meliputi sistem

    kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, dan kelenjar keringat. Pasien

    dengan neuropati autonom general bisa mengeluhkan ataxia, instabilitas gaya berjalan, hampir

    pingsan atau pingsan. Gangguan sistem gastrointestinal pada neuropati diabetik dapat berupa

    disfagia, nyeri perut yang tidak khas, mual, muntah, malabsobsi, inkontinensia feses, diare atau

    konstipasi. Sedangkan gangguan pada sistem kardiovaskular pada neuropati diabetik dapat

  • 6

    berupa sinus takikardi persisten, hipotensi ortostatik, atau sinus aritmia. Selain itu gejala

    genitourinari dapat berupa pancaran kencing yang lemah, rasa tidak puas saat kencing, maupun

    inkontinensia urine. Selain itu dapat juga terjadi gangguan pada sistem sudomotor dimana

    pasien biasanya tidak tahan panas, hiperhidrosis pada kepala, leher, dada, dan punggung, tetapi

    terjadi anhidrosis pada ekstrimitas bawah (Kumar et al, 2010).

    DIAGNOSIS

    Diagnosis Neuropati Diabetik (ND) meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

    pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik diawali dengan tekanan darah, nadi, pernafasan,

    suhu, kekuatan otot, refleks, sensasi raba, sensasi getar, posisi tubuh, dan sensasi suhu (Perkins

    et al, 2001).

    Pemeriksaan kaki meliputi keadaan kulit, otot, tulang, perabaan arteri, dan pemeriksaan

    sensoris. Pemeriksaan saraf meliputi refleks motorik, fungsi sebabut saraf besar dengan tes

    kuantitatif sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotensimeter) dan rasa tekan (estesiometer

    dengan filamen mono Semmes-Weinstein), fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu,

    dan untuk mengetahui lebih awal adanya gangguan hantaran saraf dapat dikerjakan dengan

    elektromiografi (Perkins et al, 2001).

    Pemeriksaan neuropati otonom terdiri dari pemeriksaan untuk saraf parasimpatis dan

    simpatis. Untuk pemeriksaan parasimpatis dapat menggunakan test denyut jantung terhadap

    maeuver valsava, variasi denyut jantung selama nafas dalam. Sedangakan untuk pemeriksaan

    simpatis dapat dilakukan dengan mengukuran respon tekanan darah saat posisi berdiri dan

    duduk (Perkins et al, 2001).

    DIAGNOSIS BANDING

    Alcohol (ethanol) related neuropathy

    Amyloid polineuropathy

    Chronic Inflamatory Demyelinating poliradiculoneuropathy

    Nutritional neuropathy

    Sarcoidopsis and neuropathy

    Spinal cord tumors

    Thyroid disease

    Toxic neuropathy

    Uremic neuropathy

    Vasculitis neuropathy

    Vitamin B-12 deficiency

  • 7

    TATA LAKSANA

    Tata laksana Neuropati Diabetik (ND) melibatkan banyak aspek, dan meliputi 3 hal

    penting. Pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, kedua mengendalikan gula darah secara

    optimal, dan yang ketiga perawatan kaki sebaik baiknya. Pemeriksaan neurologis harus

    dilakukan pada semua pasien DM, bahkan sebaiknya pada awal seorang pasien didiagnosis

    DM. Selain itu cari berbagai kelainan metabolik lain (Pranoto, 2007).

    Kontrol gula darah secara optimal dapat dilakukan dengan pemeriksaan gula darah dan

    HbA1c secara berkala. Kontrol gula darah mencakup gaya hidup sehat, olah raga, makan

    makanan bergizi, serta penggunaan obat atau insulin (Pranoto, 2007).

    Perawatan kaki secara umum meliputi menjaga kebersihan kulit, menghindari trauma

    dengan menggunakan alas kaki yang tertutup dan nyaman, alas kaki yang tidak sempit, cara

    memotong kuku yang benar, dan perawatan luka jika telah terjadi luka (Pranoto, 2007).

    Pengobatan untuk mencegah progresifitas dari neuropati diabetik belum memberikan

    bukti yang kuat. Berbagai penelitian sedang dilakukan untuk menemukan obat yang dapat

    memperlambat progresifitas neuropati diabetik ini, diantaranya dapat dilihat pada tabel

    dibawah ini.

    Tabel 1. Obat yang berperan untuk memperlambat progresifitas Neuropati Diabetik (Subekti, 2010)

    1. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa

    2. Penghambat Angiotensin Converting Enzime

    3. Neurotropin Nerve Growth Factor dan Brain-derived neurotrophic factor

    4. Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan

    peroksil serta membentuk kembali glutation

    5. penghambat protein kinase C

    6. Gangliosides, yang merupakan komponen utama membran sel

    7. Gamma Linoleic Acid, yang merupakan prekursor membran fosfolipid

    8. Aminoguanidin, yang berfungsi menghambar AGEs

    9. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non neurologik

    akibat penyakit autoimun

    Terapi simptomatik dapat diberikan jika didapatkan gangguan saraf. Meskipun belum

    ada bukti bahwa terapi simptomatik memiliki efek terhadap proses perjalanan neuropati yang

    telah berlangsung progresif. Pengelolaan awal pada neuropati simtomatik seperti pada tabel di

    bawah ini.

    Tabel 2. Pengelolaan awal pada neuropati simptomatik

    1. Mencari penyebab non-diabetik:

    Keganasan

    Gangguan metabolik

    Toksik (misal: alkohol)

    Infeksi

    Iatrogenik

    2. Edukasi hal hal praktis seperti cara perawatan kaki, penggunaan pakaian yang nyaman, posisi tidur

    yang baik

    3. Kontrol gula darah optimal

    4. Terapi medik

  • 8

    Pengelolaan Farmakoterapi

    Golongan Tricyclic. Mekanisme penggunaan obat golongan tricyclic dalam

    menghilangkan nyeri melaui proses inhibisi re-uptake dari norepinefrin dan/atau serotonin

    pada daerah sinaps dari central descending pain control system, dan efek antagonis dari

    reseptor N-methyl-D-aspartate, yang bertugas sebagai perantara hiperalgesia dan allodynia

    (Max et al, 1992). Penggunaan obat golongan tricyclic ini sangat terbatas karena risiko sering

    terjadi efek samping. Golongan amitriptiline dan imipramine adalah jenis obat yang sering

    digunakan. Disamping itu ada juga golongan desipramine yang memberikan hasil baik dengan

    lebih sedikit efek samping (Max et al, 1992).

    Golongan inhibitor selektif serotonin-re-uptake. Golongan obat ini bekerja dengan

    menghambat pre-sinaps re-uptake dari serotonin. Secara umum penggunaannya lebih mudah

    ditoleransi pasien tetapi kurang efektif jika dibandingkan dengan golongan tricyclic, dan bukan

    merupakan pengobatan monoterapi untuk nyeri neuropatik. Contoh obat jenis ini adalah

    paroxetine, fluoxetine, dan citalopram (Mendell dan Sahenk, 2003).

    Golongan antikonvulsant. Golongan ini digunakan secara luas untuk pengobatan

    nyeri neuropatik. Gabapentin merupakan obat antikonvulsant yang menjadi obat pilihan utama

    untuk terapi nyeri neuropatik. Golongan obat ini cukup dapat ditoleransi pasien, dan efek

    samping yang sering dilaporkan adalah dizziness dan somnolen (Jensen, 2002).

    Pregabalin. Pregabalin adalah obat golongan analog GABA yang stukturnya mirip

    dengan gabapentin. Obat ini memiliki efek antiepilepsi, analgetik, dan anxiolitik, dengan

    potensi anti nyeri yang lebih kuat pada gabapentin (Gareba, 2005).

    Tramadol. Tramadol adalah analgesik non-narkotik yang bekerja sentral di sistem

    saraf. Disamping itu, untuk pasien yang gagal dengan pengobatan anti nyeri golongan non-

    opioid, bisa dipertimbangkan penggunaan obat golongan opioid (Harati et al, 1998).

    Rekomendasi klinik penangan Neuropati Diabetik yang dikeluarkan oleh Tjokropawiro

    pada tahun 2007 berdasarkan pengalaman klini, disebut formula DHL-CANI (DHL-CANI:

    Diabetes, Hypertension or blood pressure, Lipid, Cigarette, Antioxidant, Neurobion and

    Insulin):

    1. Penanganan Diabetes

    HbA1c < 7%

    Gula darah puasa antara 90 130 mg/dl

    Gula darah 2jam PP < 180 mg/dl

    2. Penanganan Hipertensi

    Tekanan darah sistolik < 130 mmHg

    Tekanan darah diastolik < 80 mmHg

    3. Penanganan Dislipidemi

    Kolesterol total < 200 mg/dl

  • 9

    LDL < 110 mg/dl

    HDL > 40 mg/dl

    Trigliserid < 150 mg/dl

    4. Stop Merokok

    5. Antioksidan

    6. Vitamin Neurotropik (Vitamin B1, B6, B12)

    7. Insulin

    Meningkatkan growth factors dan nerve conduction velocity

    RINGKASAN

    Nuropati diabetik adalah gangguan neuropati klinis atau subklinis yang terjadi pada

    pasien diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer lain. Neuropati diabetik dapat

    bermanifestasi tanpa gejala, gangguan sensoris ringan seperti rasa kebas, kesemutan, nyeri,

    gangguan motorik berupa kelemahan saraf fokal pada serabut saraf tertentu, serta gangguan

    sistem autonom baik sistem saraf simpatis maupun sistem saraf parasimpatis. Pendekatan

    diagnosis harus ditegakkan oleh dokter pada semua pasien diabetes melitus baik yang baru

    terdiagnosis maupun yang telah lama terdidiagnosis. Karena pada pasien diabetes melitus tipe

    2 dimana keadaan hiperglikemi sudah berlangsung lama biasanya telah terjadi kerusakan saraf.

    Selain menggali riwayat pasien, juga perlu dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh. Dimulai

    dari pemeriksaan vital sign, pemeriksaan dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan

    pemeriksaan neurologis sederhana misalnya tes sensoris, tes refleks tendon, sampai

    mengevaluasi gaya berjalan. Rekomendasi klinik penangan Neuropati Diabetik meliputi

    penanganan diabetes dengan meregulasi gula darah secara optimal dengan target HbA1c < 7%,

    gula darah puasa antara 90 130 mg/dl, gula darah 2jam PP < 180 mg/dl; penanganan

    hipertensi dengan target < 130/80 mmHg, penanganan dislipidemi kolesterol total < 200mg/dl,

    LDL < 110 mg/dl, HDL > 40mg/dl, Trigliserid < 150mg/dl; stop merokok, antioksidan,

    neurobion, dan insulin.

    DAFTAR PUSTAKA

    Boulton AJ, Vinik A, Arezzo J, Feldman EL, Freeman R, Malik RA, Maser RE, Sosenko JM,

    Ziegler, 2005. Diabetic Neuropathies: A Statement by the American Diabetes

    Association. Diabetes Care. 28(4):956-62.

    Cameron NE, Eaton SE, Cotter MA, Tesfaye S, 2001. Vascular Factors and Metabolic

    Interactions in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Diabetologia. 44:1973-1988.

    Dyck Peter, Feldman Eva, Vinik Aaron, 2009. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of

    Diabetes. National Institute of Health, U.S Department of Health and Human Service

    Publication no.09-3185.

  • 10

    Gareba G, 2005. Pregabalin: A New Agent for the Treatment of Neuropathic Pain. Drugs of

    Today 41(8):509-516.

    Harati Y, Gooch C, Swenson M, 1998. Double-blind Randomized Trial of Tramadol for the

    Treatment of the Pain of Diabetic Neuropathy. Neurology.50:1841-6.

    Jensen TS, 2002. Anticonvulsants in Neuropathic Pain: Rationale and Clinical Evidence. Eur J

    Pain 6(Suppl A):61-8.

    Johnson DA, Vinik A, 1998. Gastrointestinal Disturbances. In: Therapy for Diabetes Mellitus.

    American Diabetes Association.

    Katoulis EC, Ebdon-Parry M, Lanshammar H, 1997. Gait Abnormalities in Diabetic

    Neuropathy. Diabetes Care 20:1904-7.

    Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., dan Aster, 2010. Neural System. Robins and Cotran

    Pathologic basis od Disease (8th ed). Philadelphia: Saunders/Elsevier.

    Max MB, Lynch SA, Munir J, 1992. Effect of Desipramine, Amitriptyline, and Fluoxetine on

    Pain Relief in Diabetic Neuropathy. N Engl J Med 326: 1250-6.

    Mendel JR and Sahenk Z, 2003. Painful Sensory Neuropathy. N Engl J Med 348:1243-55.

    Obivo S, Prasad YD, Jackson NJ, Jude EB, Boulton AJ, 2002. The Relationship Between

    Blood Glucose Excursions and Painful Diabetic Peripheral Neuropathy: A Pilot Study.

    Diabet Med 19:870-3.

    Obrosova, I.G., 2008. Hyperglycemia-Initiated Mechanism in Diabetic Neuropathy. In Veves,

    A., and Malik, R.A., (Eds). Diabetic Neuropathy: Clinical Management. (2nd ed).

    Totowa: Humana Press. PP 69-90.

    Report and Recommendation of the San Antonio Conference on Diabetic Neuropathy, 1988.

    Diabetes 37:1000-4.

    Perkins BA, Olaleye D, Zinman B, Bril V, 2001. Simple Screening Test for Periferal

    Neuropathy in the Diabetes Clinic. Diabetes Care 24(2):250-6.

    Pranoto Agung, 2007. Recent Advances in Diabetic Pain Neuropathy: from Basic to Possible

    Clinical Application. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXII Ilmu

    Penyakit Dalam, Surabaya Juli 2007, pp 114-128.

    Soegiarto G, Sutjahjo A, Tandra H, Pranoto A, Murtiwi S, 1998. Gambaran Faktor Prognostik

    Timbulnya Kaki Diabetes oada Oenderita Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin.

    Kumpulan Makalah KONAS IV PERSADI, KONKER PERKENI, 1998, pp 209-215.

    Subekti I, 2010. Neuropati Diabetik. In Buku Ajar Penyakit Dalam ed 5. Editor Sudoyo A,

    Setiyohadi B, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Interna Publishing. Pp 1947-

    1951.

    Thomas, 1997. Classification, Differential Diagnosis, and Staging of Diabetic Peripheral

    Neuropathy . Diabetes. 46 Suppl 2:S54-7.

    Tjokroparawiro A, 2007. Neu Sight into the Management of Diabetic Neuropathy, (Formula

    DHL-CANI as the practical guideline). Simposium Diabetic Complications, Surabaya 26

    Mei 2007.

    Ziegler D, 1999. Cardiovascular Autonomic Neuropathy: Clinical Manifestations and

    Measurement. Diabetes Reviews 7:342-57.

    -----------oo0oo----------