Neuralgia Trigeminal

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah pada satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai satu menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum listrik. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. 1

Transcript of Neuralgia Trigeminal

Page 1: Neuralgia Trigeminal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah pada satu sisi

yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu

atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di

otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya

fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf

trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.

Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai

satu menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk.

Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum

listrik.

Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita

per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan

dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade

enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun.

Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang

berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.

Trigeminal neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat

mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk

mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal

nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak

mengetahui dan menyalahartikan Trigeminal neuralgia sebagai nyeri yang ditimbulkan

karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.

1

Page 2: Neuralgia Trigeminal

1.2 Tujuan

Karya tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian

NEUROLOGI FK USU dan agar pembaca dapat lebih memahami Trigeminal neuralgia

serta penatalaksanaannya.

2

Page 3: Neuralgia Trigeminal

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Anatomi

Nervus trigeminus merupakan nervus kranialis yang terbesar dan melayani arkus

branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen

somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif),

dengan nuclei sebagai berikut:

a. Nucleus motorius nervi trigemini

Dari nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah

ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus cerebellaris medius (fibrae

pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami

motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.

b. Nucleus montius, nervi trigemini dan nucleus spinalis nervi trigemini

Kedua nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan

daerah calvaria bagian ventral sampai vertex. Di antara kedua nucleus di atas

terdapat perbedaan fungsional yang penting: di dalam nucleus pontius berakhir

serat-serat aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa

raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan

menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls

eksteroseptif nyeri dan suhu.

2. 2 Fisiologi

Fungsi nervus trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba

pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks

kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat

diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat,

sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. 3

Page 4: Neuralgia Trigeminal

Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah. Pada kerusakan unilateral

neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mengelami gangguan fungsi, oleh karena

nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri.

Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis

penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi

maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke

gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi

diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior

ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris

inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.

2. 3 Definisi

Secara harfiah, Trigeminal neuralgia berarti nyeri pada nervus trigeminus, yang

menghantarkan rasa nyeri menuju ke wajah. Trigeminal neuralgia adalah suatu keadaan

yang memengaruhi Nervus V. Dicirikan dengan suatu nyeri yang muncul mendadak, berat,

seperti sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada satu sisi rahang

atau pipi. Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula

terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat

penderita berbaring.

2. 4 Gambaran Klinis

Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai

satu menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk.

Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum

listrik. Penderita Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti

ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang

timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang

setiap hari atau sepanjang minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu.

Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar

4

Page 5: Neuralgia Trigeminal

dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dalam waktu

bersamaan.

2. 5 Klasifikasi

Trigeminal neuralgia dapat dibedakan menjadi:

1. Trigeminal neuralgia tipikal,

2. Trigeminal neuralgia atipikal,

3. Trigeminal neuralgia karena Sklerosis Multipel,

4. Trigeminal neuralgia sekunder,

5. Trigeminal neuralgia paska trauma, dan

6. Failed Trigeminal neuralgia.

Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta

kelainan lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.

2. 6 Etiologi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari Trigeminal neuralgia belum begitu pasti,

walau sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang

mekanisme harus konsisten dengan:

1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.

2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar

(bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk

nyeri.

3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian dan/atau

akar-akar saraf sering menghilangkan nyeri.

5

Page 6: Neuralgia Trigeminal

4. Terjadinya Trigeminal neuralgia pada pasien yang mempunyai kelainan

demielinasi sentral (terjadi pada 1% pasien dengan Sklerosis Multipel).

Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding

saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering

dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).

Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu

cetusan 'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input

melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima, atau pada tingkat

sinaps sentralnya. Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada

kelainan ini. Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk Trigeminal neuralgia

ditemukan adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone' saraf kelima pada batang otak oleh

pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena sekunder terhadap

elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan mungkin sebagai penyebab pada

kebanyakan pasien.

Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler serupa

tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf kelima terjadi pada

beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor jinak sudut serebelopontin

(meningioma, sista epidermoid, neuroma akustik, AVM) dan kompresi oleh tulang (misal

sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti kebanyakan pasien dengan Trigeminal

neuralgia, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda defisit saraf kranial.

Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima (misalnya

karena tindakan dental) atau Sklerosis Multipel, dan beberapa tanpa patologi yang jelas.

2. 7 Patofisiologi

Trigeminal neuralgia dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem

persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi

etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami

pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini

dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor

benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau 6

Page 7: Neuralgia Trigeminal

neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena Sklerosis Multipel. Ada sebagian kasus

yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai

penyebab perifer maupun sentral.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun

penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/inti saraf

ini yang menimbulkan produksi ektopik potensial aksi pada saraf trigeminal. Keadaan ini,

yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur

sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan

nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri

trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus

mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.

Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral

membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana Multipel

Sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques

pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.

Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa

lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat terjadinya nyeri. Tentang

mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan karena

setelah sembuh dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri

hingga kurun waktu yang berbeda. Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan

tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat

dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.

Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm

dalam kelompok "Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity". Menurut dia, semua saraf

yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan: mereka semuanya terletak

pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh banyak arteri dan vena.

7

Page 8: Neuralgia Trigeminal

Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang sebenarnya

merupakan proses penuaan yang wajar:

1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.

2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan bergeser

atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan akibat makin

besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan memperbesar kemungkinan

terjadinya penekanan pada saraf yang terkait.

Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari

sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri

maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala

klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan

mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya.

Menurut Calvin, sekitar 90% dari Trigeminal neuralgia penyebabnya adalah adanya arteri

"salah tempat" yang melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut.

Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa

mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa

faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang

menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter

50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun

vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara benar, keluhan akan hilang.

2. 8 Diagnosis

Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes neurologis

(misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri

dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada

distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa

kasus mulai pada divisi 1.

Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang

dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian

8

Page 9: Neuralgia Trigeminal

rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang

(trigger area atau trigger zone).

Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik

dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit

atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan

panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya

serangan neuralgia. Pemeriksaan neurologik pada Trigeminal neuralgia hampir selalu

normal. Tidak terdapat gangguan sensorik pada Trigeminal neuralgia murni.

Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada Trigeminal neuralgia yang menyertai

Multiple sklerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga menderita Trigeminal

neuralgia yang dalam hal ini bisa bilateral.

Suatu varian Trigeminal neuralgia yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan

kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu

dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgia biasa, yang dinamakan

tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah

sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.

Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:

Anamnesis:

Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang terkena.

Menentukan waktu dimulainya Trigeminal neuralgia dan mekanisme

pemicunya.

Menentukan interval bebas nyeri.

Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan.

Menanyakan riwayat penyakit herpes.

Pemeriksaan Fisik:

Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk

refleks kornea).

Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka

mulut, deviasi dagu).

Menilai EOM.

9

Page 10: Neuralgia Trigeminal

Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan

untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.

2. 9 Penatalaksanaan

Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:

1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.

2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.

3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.

Terapi Medis (obat)

Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini

mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka

yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan

secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi

Trigeminal neuralgia dan neuralgia saraf lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan

hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri.

1. Carbamazepine

Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine.

Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian,

kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg.

Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu

atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat

dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari.

Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama

pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan pemantauan

dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6

10

Page 11: Neuralgia Trigeminal

bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan laboratorium biasanya meliputi

pemeriksaan jumlah leukosit, faal hepar, dan reaksi alergi kulit.

Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata

kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk

menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap

bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari. Obat ketiga boleh ditambahkan bila

kombinasi dua obat ini masih belum sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia

phenytoin, sodium valproate, gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal

sebagai obat anti epileptik.

2. Gabapentin

Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba

sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di

Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Kemampuannya untuk mengurangi nyeri

neuropatik yang membandel dilaporkan secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh

Mellick, Rosner, dan Stacey.

Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan phenitoin

gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak

terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk, gatal, dan bingung,

obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga

tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini

adalah 2400 mg/hari. Waldeman menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi.

Rowbotham dkk. menemukan bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg

sehari berhasil mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum

memperbaiki quality of life dari para pasien mereka.

Untuk neuralgia yang menyertai pasien dengan Multipel Sklerosis ternyata

gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7

pasiennya.

Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar. Yang

pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan

11

Page 12: Neuralgia Trigeminal

menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan

kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka penetrasinya ke otak baik.

Terapi Non-medis (Bedah)

Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari dua obat

belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter menyebutkan bahwa

pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari

terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif. Terdapat beraneka ragam cara

pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat menimbulkan kecacatan (biasanya

pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang lebih sophisticated,

yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai efek samping.

J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya "Are All of the Treatment Options

Being Considered” bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam menghilangkan nyeri

dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada pasien usia lanjut. Untuk pasien-

pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk dekompresi mikrovaskular perlu

dipertimbangkan segera sesudah diagnosis ditegakkan.

Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi bagian

sensorik dari saraf trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode yang lebih baik.

Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal nerve block dengan

menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang dipakai adalah bupivacaine tanpa

pengawet yang diberi bersama dengan methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari

sampai obat oral yang dimulai pada saat sama, mulai efektif. Radiofrequency rhizotomy

(Meglio and Cioni, 1989).

Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini

mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang kurang enak

adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-

kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa menyesal karena rasa

kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman daripada nyeri yang masih ada masa

bebasnya.

12

Page 13: Neuralgia Trigeminal

Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol

Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997). Konon,

hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka. Hipotesis yang

dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut saraf

yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan compound action potential pada

serabut trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri. Cara ini cepat dan pasien bisa cepat

dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap bisa terjadi gangguan sensorik yang

mungkin mengganggu atau kumat lagi sakitnya.

Microvascular Decompression

Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan vaskular

merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgia adalah suatu compressive cranial

mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini mengganggap bahwa penyembuhan

yang terjadi adalah yang paling sempurna dan permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa

bagaimanapun juga ini suatu kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah

sakit, dilanjutkan dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan

lain adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan

kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus fasialis, dan tuli.

Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat kecil.

Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah dapat

dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya melaporkan dalam

suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan mikrovaskular dekompression

pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien

tersebut mendapatkan pengurangan nyeri secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah

operasi, insidens kekambuhan 1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum

dikarenakan adanya pembuluh darah baru yang muncul pada nervus trigeminus.

13

Page 14: Neuralgia Trigeminal

Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife

Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife merupakan alat

yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar

Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun tanpa membuka kranium. Gamma

Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950.

Cara ini hanya memerlukan anestesi lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90%

dari pasien dapat mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.

Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf trigeminal setelah radiasi

yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli bedah saraf dari

Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma Knife hasilnya sangat

memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal.

Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan suatu

balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon diisi sekitar 1 ml

sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon cara ini membawa hasil

pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai berapa banyak yang mengalami

residif.

Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan

Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan

adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat

memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada

depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih

otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.

14

Page 15: Neuralgia Trigeminal

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang

berulang, disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau

lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya

fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf

trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya

yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang

mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat

keluarnya saraf ini dari batang otak.

Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi

nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai

pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya.

Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat

hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf

trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu

daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di

sekitar cuping hidung atau sudut mulut.

Obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan

memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila ada efek

samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.

Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol,

Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin, Phenytek), atau Oxcarbazepine

(Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin

(Neurontin). Pasien Trigeminal neuralgia yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa

memilih tindakan operasi.

15

Page 16: Neuralgia Trigeminal

DAFTAR PUSTAKA

1. Love S, Coakham HB. Trigeminal neuralgia Pathology and phatogenesis. Brain

2001;124:2347-2360

2. Joffroy A, Levivier M, Massager N. Trigeminal neuralgia Pathology and treatment. Acta

neurol 2001;101:20-25

3. Nurmikko TJ, Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis and

current treatment. British Journal of Anaesthesia 2001;87(1):32-117

4. Kamel HAM, Toland J. Trigeminal Nerve Anatomy: Illustrated Using Examples of

Abnormalities. AJR 2001 Jan;176:247-251

5. Siddiqui MN, Siddiqui S, Ranasinghe JS, Furgang FA. Pain Management: Trigeminal

neuralgia. Clinical Review Article. Hospital Physician 2003 Jan;64-70

6. Bennetto L, Patel NK, Fuller G. Trigeminal neuralgia and its management. BMJ 2007

Jan 27;334:201-205

7. Kraftt RM. Trigeminal Neuralgia. American Family Physician 2008 May 1;77:1291-

1296

8. Scrivani SJ. Trigeminal Neuralgia. Paint Management 2004;1(3):1-6

9. Dedhia JD, Tordoff S, Sivakumar G. Trigeminal Neuralgia (TGN ) - Pathophysiology

and Management. Journal Anaesthesia Clinical Pharmacology 2009;25(1):3-8

16