Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

40
- 1 - I. Latar Belakang dan Fenomena yang Berkembang 1. Latar Belakang Kemandirian birokrasi sebagai elemen yang penting dalam menjaga kestabilan atmosfir Kepolitikan Daerah masa kini menjadi tuntutan yang mutlak dalam rangka menciptakan Birokrasi yang netral dan penyelenggaraan Administrasi publik atau Administrasi Negara [1] di daerah. Sejarah perpolitikan Bangsa Indonesia menunjukkan, bahwa cobaan terhadap netralitas birokrasi yaitu diawali setelah Wakil Presiden Muhammad Hatta mengeluarkan Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945[2]. Dengan maklumat ini rakyat kemudian secara serentak beramai-ramai mendirikan partai politik. Saat itulah Birokrasi Pemerintahan baik tingkat nasional maupun di tingkat daerah sarat dengan intervensi berbagai kepentingan utamanya dari partai-partai politik. Dinamika demokrasi liberal yang parlementer ini berlansung sampai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno [3] yang intinya memerintahkan kepada segenap komponen Bangsa untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945. Dekrit ini membawa Bangsa Indonesia dalam era demokrasi terpimpin, dimana peran Presiden sebagai Penguasa Tunggal menutup peran partai politik yang sebelumnya sangat mendominasi sistem pemerintahan di pusat dan di daerah. ____________ Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Transcript of Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

Page 1: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 1 -

I. Latar Belakang dan Fenomena yang Berkembang

1. Latar Belakang

Kemandirian birokrasi sebagai elemen yang penting dalam menjaga kestabilan

atmosfir Kepolitikan Daerah masa kini menjadi tuntutan yang mutlak dalam rangka

menciptakan Birokrasi yang netral dan penyelenggaraan Administrasi publik atau

Administrasi Negara [1] di daerah.

Sejarah perpolitikan Bangsa Indonesia menunjukkan, bahwa cobaan terhadap

netralitas birokrasi yaitu diawali setelah Wakil Presiden Muhammad Hatta mengeluarkan

Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945[2]. Dengan maklumat ini rakyat kemudian

secara serentak beramai-ramai mendirikan partai politik. Saat itulah Birokrasi

Pemerintahan baik tingkat nasional maupun di tingkat daerah sarat dengan intervensi

berbagai kepentingan utamanya dari partai-partai politik. Dinamika demokrasi liberal

yang parlementer ini berlansung sampai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli

1959 oleh Presiden Soekarno [3] yang intinya memerintahkan kepada segenap komponen

Bangsa untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945. Dekrit ini membawa Bangsa

Indonesia dalam era demokrasi terpimpin, dimana peran Presiden sebagai Penguasa

Tunggal menutup peran partai politik yang sebelumnya sangat mendominasi sistem

pemerintahan di pusat dan di daerah.

____________

[1]. Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 50. Dalam menjelaskan tentang Ilmu Administrasi Publik dan perannya. Kita mengenal selama ini istilah ”Publik Administration” selalu di alih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ”Administrasi Negara”. Saya ingin mempopulerkan dengan sebutan Administrasi Publik sebagaimana istila aslinya [2]. Thoha, Miftah.Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 116. Maklumat ini dikeluarkan dimana sebelumnya atas desakan dari pelbagai pihak terutama dari Syahrir yang sangat vokal, lagi pula disadari bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) belum mencerminkan aspirasi riil dari suara rakyat, maka dikeluarkan maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta.Maklumat ini merupakan dasar terbentuknya partai partai politik di Indonesia.[3]. Thoha, Miftah.Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 130. Isi pokok Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah : (1) Menetapkan pembubaran konstituante;(2) menetapkan berlakunya UUD 1945 bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang sementara 1950;(3) membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan –utusan Golongan dan Daerah;(4) membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 2: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 2 -

Terpasung-nya peran partai politik bukan berarti membebaskan birokrasi dan

sistem pemerintahan daerah yang steril dari intervensi dan kepentingan kelompok.

Presiden Soekarno kemudian memberikan kesempatan untuk masuknya militer dan para

teknokrat kedalam Kabinet-nya. Setelah Orde Lama tumbang dan diganti dengan Orde

Baru yang dinakhodai oleh Presden Soeharto, Peran partai Politik semakin dikebiri dan

hanya mengijinkan 2 Partai Politik untuk beroperasi yaitu Partai Persatuan Pembangunan

(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Netralitas birokrasi menjadi issue menarik,

dengan adanya pelarangan terhadap Pegawai Negeri untuk memasuki Partai Politik tetapi

diizinkan untuk masuk ke Golongan Karya yang bukan partai politik. Akan tetapi

kebijakan ini justru menjadi siasat politik bagi pemerintah untuk mengerahkan aparat

pemerintah daerahnya untuk masuk ke dalam Golongan Karya. Partisipasi dan

kemenangan Golongan Karya dalam setiap pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun,

tetap menganggap dirinya bukan Partai Politik tapi kelompok kekaryaan. Performance

Birokrasi pemerintahan tidak lagi berada dalam posisi netral, yang berperan sebagai

jembatan atau penghubung antara kepentingan publik dan negara tapi justru berkembang

menjadi pilar-pilar kekuasaan, yang dalam Orde Baru dikenal dengan ”Jalur ABG”

(Abri-Birokrasi-Golkar). ( M. Rais. Rahmat, Makalah Prospek Birokrasi di era

reformasi.Unisma Bekasi. 2010 ).

Kabinet yang dikenal dengan pemerintahan Golkar, selalu menempatkan menteri-

menterinya berasal dari para teknokrat dan bukan politisi. Bahkan partai-partai dianggap

sebagai faktor instabilitas dalam pembangunan, keadaan ini membuat ke-2 partai politik

yang ada tidak pernah bisa menyentuh pemerintahan baik ditingkat pusat maupun di

tingkat daerah. Kondisi ini berlangsung sampai dengan berakhirnya orde baru yang

berganti dengan rezim reformasi oleh ”people power” pada mei 1998.

Diterbitkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintahan Pusat dan Daerah memberikan angin segar bagi perubahan dalam segala

lini kehidupan utamanya dalam birokrasi kepolitikan daerah. Undang-undang ini

kemudian memberikan peran yang besar kepada DPRD yang merupakan representasi dari

perwakilan rakyat yang terakomodir dalam Partai Politik. Untuk menjalankan

perpolitikan di Daerah, DPRD menjadi unsur pemerintahan yang sangat kuat karena

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 3: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 3 -

memiliki kewenangan untuk memilih dan memberhentikan Kepala Daerah. Kewenangan

lebih yang dimiliki oleh DPRD ini membuka peluang bagi masuknya berbagai

kepentingan partai politik dalam Birokrasi di daerah, sehingga Birokrat di daerah berada

dalam persimpangan antara Birokrat sebagai penyelenggara Adminstrasi Negara di

daerah dengan Birokrat sebagai Penyelenggara Administrasi Pemerintahan Daerah yang

tidak bisa lepas dari kepentingan Kepala Daerah.

Banyaknya efek dan ekses instabilitas daerah yang ditimbulkan sebagai akibat

semakin terbukanya pintu- pintu politik ke dalam birokrasi pemerintahan daerah serta

ketidaksiapan masyarakat dan birokrat di daerah untuk menyerap issue issue demokrasi

dan perubahan dalam meng-implementasikan kehidupan politik di daerah. Contoh kasus

adalah seperti ”Korban” pemecatan DPRD terhadap Bupati Kampar Jefri Noer di Riau

dan Wakilnya A. Zakir yang diberhentikan oleh DPRD Kabupaten Kampar dalam sidang

Paripurna tanggal 12 Oktober 2002.[4] (LIPI. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. 2003).

Beberapa kasus juga terjadi di daerah lain seperti penolakan LPJ (Laporan Pertanggung

Jawaban) Walikota di Surabaya dan pemecatan Kepala Daerah Provinsi Kalimantan

Selatan, Sjahriel Darham pada bulan Agustus 2002. Kasus-kasus ini kemudian menjadi

masukan bagi DPR RI untuk menetapkan Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah oleh Presiden Megawati. Yang dalam

implementasinya kemudian menghasilkan produk ”PILKADA” dalam sistem pemilihan

Kepala Daerah secara langsung oleh Rakyat.

Sehubungan dengan pilkada ini, tidak dapat dipungkiri akan selalu ada sorotan ataupun gunjingan akan keberadaan birokrasi yang dipresentasikan oleh para Pegawai Negeri Sipil. Sorotan utama adalah tentang netralitas dan atau keberpihakan para birokrat kepada calon peserta pilkada tertentu. (MUSLION. Pilkada dan Sakit Jiwa ”Birokrasi”. 2006)

_______

[4] Tim LIPI. Desentralisasi dan Otonomi Daerah;Naskah Akademik dan RUU Usulan LIPI. 200.dikutip dari Harian Berita Sore On line, 11 Pebruari 2003. .Pemecatan Bupati dan Wakil Bupati Kampar oleh DPRD, padahal mereka berdua baru 11 bulan menjabat. Namun masalah ini tampaknya menjadi berlarut. Hingga pebruari 2003 Tim Independen bentukan Pemda Provinsi Riau masih mengusahakan ” islah” (perdamaian) antara Jefri/Zakir dengan DPRD Kampar. Menurut perkembangan terakhir DPRD Kampar menolak isi Islah dan tetap memberhentikan Jefri dan wakilnya. Disamping itu Jefri juga dimintai keterangan oleh Polisi atas dugaan kasus ijasah palsu yang dimiliki oleh Bupati tersebut.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 4: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 4 -

2. Fenomena yang Berkembang

Menguatnya kebutuhan masyarakat akan Birokrasi yang Netral dalam

Perpolitikan daerah seiring dengan terbukanya kembali peran Partai Politik dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini telah coba diantisipasi dengan keluarnya

peraturan Pemerintah (PP) No. 5 dan 12 Tahun 1999 yang menegaskan tentang

netralitas birokrasi dengan mengatur PNS untuk tidak masuk dan menjadi anggota partai

dan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.

Seperti dijelaskan sebelumnya, buah dari reformasi tahun 1998 yang paling terasa

bagi pemerintahan dan masyarakat di daerah adalah adanya semangat otonomi daerah

dan disentralisasi politik, yang memberikan ruang seluas-luasnya kepada para politisi

lokal untuk berkiprah lewat PILKADA serta kewenangan yang besar untuk mengurus

dan mengelola daerahnya sendiri. Peran Birokrasi yang netral seperti yang diamanatkan

oleh undang-undang dan diatur secara nasional dalam Peraturan Pemerintah seyogyanya

juga terimplementasi baik di tingkat daerah. Namun penerapan Undang-undang No. 22

tahun 1999 kemudian disempurnahkan dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tetap

memberikan celah bagi masuknya intervensi partai politik. Dimana seorang Sekretaris

Daerah diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi

persyaratan, sementara Kepala Daerah adalah jabatan politis yang diusung oleh berbagai

kepentingan baik oleh kepentingan kelompok tertentu yang lewat jalur independen

maupun yang diusung lewat partai atau koalisi partai politik. Dengan pertimbangan

seperti ini maka Jabatan Sekretaris Daerah menjadi jabatan karir yang bernuansa politis.

Adanya PP yang mengatur tentang Netralitas Birokrasi, belum cukup ampuh

untuk mencegah PNS (Pegawai Negeri Sipil) untuk berafiliasi dengan partai politik juga

belum bisa menahan diri dari sahwat politik untuk menjadi anggota partai politik tanpa

melepaskan status diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Dalam perkembangan politik nasional terkini 28/2/2010. Beberapa Partai besar

telah melaksanakan Kongres termasuk Partai Golkar dengan Ketua Umum-nya yang baru

Abu Rizal Bakri, pada acara Rakernas Golkar di jakarta pada pidato politiknya

memberikan seruan kepada seluruh kader dan jajaran Pengurus Partai untuk berusaha dan

bekerja keras merebut lebih dari 50 persen posisi pimpinan pemerintahan daerah dalam

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 5: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 5 -

pemilihan Umum kepala daerah atau Pilkada yang akan berlangsung di sebagian besar

daerah di Indonesia.[5]. Strategi memenangkan PILKADA juga menjadi komitmen PDI

Perjuangan ” Untuk memenangkan sebanyak-banyaknya PILKADA seperti yang di

ekspos oleh Sekjen PDIP Pramono Anung bulan Nopember lalu. [6].

PILKADA ini akan menjadi semakin menarik, karena untuk tahun 2010 akan ada

246 Pilkada di seluruh Indonesia yang meliputi 7 PILGUB, 204 PILBUB dan 35

PILWAKO.[7]. Banyaknya Pilkada di tahun 2010 ini, akan menjadi tantangan bagi

realitas tidaknya ”Netralitas Birokrasi” dalam Kepolitikan Daerah.

__________

[5].Harian Kompas, Minggu 28 Februari 2010 Hlm. 2. Pidato Politik yang disampaikan oleh Abu Rizal Bakri pada Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Golkar Jumat 26 Februari 2010 malam di Ancol Jakarta. ” Target saya menjelang pemilu 2014, lebih dari 50 persen pimpinan pemerintahan di daerah adalah kader-kader Golkar. Inilah yang saya maksud dengan kuningisasi Indonesia”.

[6]. http://nasional.infogue.com/."Pemenangan pilkada adalah tugas yang wajib diemban seluruh kader partai," ujar Pramono Anung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Menurut Pram, sapaan akrab Pramono Anung, PDIP berkomitmen memenangi sebanyak-banyaknya pilkada. Rekomendasi pemenangan itu juga masuk dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP yang berlangsung Jumat lalu (20/11). "Pemenangan pilkada adalah tugas yang wajib diemban seluruh kader partai," ujar Pramono Anung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Salah satu upaya saat ini adalah mengawasi proses pencalonan kepala daerah. Pram menyatakan, setiap pencalonan kepala daerah oleh setiap DPD (tingkat provinsi) maupun DPC (tingkat kabupaten/kota) harus melalui pertimbangan kuat. DPP PDIP akan mengevaluasi pencalonan yang diajukan DPD maupun DPC.

[7]. http://www.borneotribune.com/pdf/headline/mendagri-koordinasikan-pelaksanaan-pilkada-2010.pdf. Kamis 15 Oktober 2009. Acara Koordinasi Mendagri dengan 625 peserta menjelaskan, pelaksanaan rapat koordinasi ini sangat penting dalam rangka persiapan dan mensukseskan pelaksanaan Pilkada 2010 sebagaimana yang diamanahkan dalam pasal 21 dan 22 huruf (c) UU No. 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa daerah berhak memilih pimpinan daerah dan berkewajiban untuk mengembangkan kehidupan demokrasi. UU No. 12 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda secara tegas pasal 56 mengamanatkan, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pesta demokrasi 2010 akan ada 246 Pilkada di seluruh Indonesia yang meliputi 7 Pilgub, 204 Pilbub dan 35 Pilwako, ungkap Mardiyanto. Sejak Pilkadasung sejak juni 2005 hingga 2008 pemerintah sudah melaksanakan 467 Pilkada di seluruh Indonesia yang terdiri dari 33 Pilgub, 352 Pilbub dan 82 Pilwako, umumnya semua berjalan lancar.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 6: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 6 -

II. Landasan Teoritik

II. 1 Sejarah Birokrasi

Secara terminologi Birokrasi berasal dari kata ”Bureau” yang berarti kursi dan

”Cracy” yang dari bahasa Yunai berarti kekuasaan. Pemikiran tentang birokrasi

ini dimulai dari Bavarian Jerman pada tahun 1668 dan banyak digunakan pada

abad ke-18 di Eropa Barat. Jadi birokrasi mengandung makna ”Kekuasaan yang

disebabkan oleh jabatan atau kursi yang diduduki. Tugas utama dari Birokrasi

adalah memberikan Pelayanan publik yang efesien dan efektif [8]. Dalam

Birokrasi beberapa hal pokok yang menjadi dasar dari sebuah birokrasi yaitu:

Hirarki (pejabat memiliki kompetensi), Kontinuitas (kesinambungan bertingkat),

Impersonalitas ( tidak membeda-bedakan ) dan keahlian ( Profesional ).

(Samugyo.2009).

II. 2 Birokrasi Weberian

Max Weber seorang sosiolog Jerman yang kenamaan awal abad ke-19 menulis

karya yang sangat berpengaruhbagi negara-negara yang berbahasa Inggris dan di

negara-negara di daratan Eropa. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe

ideal birokrasi. Konsep tipe ideal ini kurang dikenal tentang kritiknya terhadap

seberapa jauh peran birokrasi terhadap kehidupan politik, atau bagaimana peran

politik terhadap birokrasi. Birokrasi Weberian hanya menekankan bagaimana

seharusnya mesin birokrasi itu secara profesionaldan rasional dijalankan.

Memahami upaya Max Weber dalam menciptakan model tipe ideal birokrasi

perlu kiranya kita menghargai logika pendekatan yang dipergunakan dan

pemikiran baru yang dikemukakannya mencerminkan keadaan semasa ia hidup

(Dowding, 1995).

______[8]. Dr. Samugyo Ibne Redjo, Drs, MA. ” Kuliah Perdana Birokrasi Pemerintahan tgl 17 Oktober 2009. Contoh dari proses Birokrasi adalah, Bagaimana seorang Petani yang mau bertemu dengan Bupatinya untuk suatu urusan. Petani tersebut harus melewati beberapa proses dan tahapan. Setiap proses akan ditangani oleh seorang staf.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 7: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 7 -

Tipe ideal merupakan konstruksi abstrak yang membantu kita memahami

kehidupan sosial . Weber berpendapat adalah tidak memungkinkan bagi kita

memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan. Adapun yang

mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal

yang amat penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam

kondisi organisasi tertentu, dan apa yang membedakan kondisi tersebut dengan

kondisi organisasi lainnya . Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan

kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting dan

krusial yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya

Dengan cara semacam ini kita menciptakan tipe ideal tersebut. Thoha.2003. [9]

II. 3 Birokrasi Hegelian dan Marxis

Karl Marx mengelaborasi birokrasi dengan cara menganalisa dan mengkritisi

Philosofi Hegel tentang negara. Hegel berpendapat ”bahwa administrasi negara

(birokrasi) sebagai suatu jembatan yang menghubungkan antara negara

(pemerintah) dengan masyarakatnya”. Adapun masyarakat itu terdiri dari

kelompok-kelompok profesional, usahawan, dan lain kelompok yang mewakili

bermacam-macam kepentingan partikular (khusus). Diantara keduanya itu

birokrasi pemerintah merupakan medium yang bisa dipergunakan untuk

menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum).

Marxis bisa menerima konsep pemikiran Hegel tentang ketiga aktor tersebut,

yakni birokrasi, kepentingan partikular, dan kepentingan general (pemerintah).

Akan tetapi menurut Karl Marx birokrasi itu bukannya mewakili asli dirinya

sendiri. Marx berpendapat negara itu bukan mewakili kepentingan umum. Tidak

ada kepentingan umum (general) itu, yang ada ialah kepentingan partikular yang

mendominasi kepentingan partikular lainnya.

___________

[9] Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 16. Birokrasi Weberian dijelaskan secara gamblang dan diuraikan secara detail.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 8: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 8 -

Kepentingan partikular yang memenangkan perjuangan klas sehingga menjadi

klas yang dominan itulah yang berkuasa. Birokrasi menurut Karl Marx

merupakan suatu kelompok partikular yang sangat spesifik. Birokrasi bukanlah

klas masyarakt, walaupun eksistensinya berkaitan dengan pembagian masyarakat

ke dalam klas-klas tertentu.

Lebih tepatnya menurut Karl Marx birokrasi adalah negara atau pemerintah itu

sendiri. Birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang

dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial

lainnya.

Dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi

tersebut. Berdasarkan konsep pemikiran seperti itu, maka birokrasi itu sendiri

pada tingkatan tertentu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kelas yang

dominan dan pada pemerintah. Eksistensi birokrasi sangat tergantung pada klas

dominan dan pada pemerintah.

Konsep pemikiran Karl Marx dan Hegel dalam konteks pengembangan kekuatan

politik dalam birokrasi pemerintah seperti yang banyak dianut oleh pemerintahan

yang demokratis, dapat dijadikan suatu perbandingan.

Kekuatan politik yang datang dan pergi sebagai kelompok yang menguasai

pemerintahan dan birokrasi sebagai pelaksana kebijakan pemerintah merupakan

dua hal yang tidak bisa dipisahkan akan tetapi dapat dibedakan.

Konsep Marx menunjukkan bahwa keberadaan birokrasi pemerintah memihak

pada kekuatan politik yang memerintah.

Sedangkan Hegel sebaliknya berada di tengah-tengah sebagai mediator yang

menghubungkan kedua kepentingan general (pemerintah) dan partikular

(kekuatan politik dalam masyarakat). Dengan kata lain birokrasi Hegelian

menekankan posisi birokrasi netral terhadap kekuatan-kekuatan masyarakat

lainnya.[10] (Thoha. 2003. hal 22)

___________[10]. Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2003, hal. 16. Birokrasi Weberian dijelaskan secara gamblang dan diuraikan secara detail.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 9: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 9 -

II. 4. Sistem Pemilu [11]

Dalam mengurai Netralitas Birokrasi untuk kondisi realitas Kepolitikan Daerah,

juga perlu dicermati sistem pemilu yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan utamanya

dalam perpolitikan di daerah. Menurut Lijphart, diartikan sebagai satu kumpulan metode

atau cara warga masyarakat memilih para wakil mereka [12].

Dalam sistem pemilu ini sejumlah suara ditransfer menjadi kursi dalam parlemen (DPR

atau DPRD). Sehingga dengan demikian terpilih sejumlah wakil dari partai politik yang

duduk dalam parlemen. Dalam membahas tentang sistem pemilu, sangat perlu

diperhatikan apa yang dinamakan electoral formula atau formula pemilihan umum yang

berarti sistem apa yang hendak digunakan. [13] Terhadap hal ini terdapat beberapa system

pemilu yaitu:

1. Sistem representasi-proporsional (proportional representation); dan

2. Sistem pluralitas-mayoritas (plurality-majority) atau disebut sistem distrik. [14]

Sebenarnya, terdapat banyak jenis system pemilu yang saat ini dipergunakan di

seluruh dunia disertai varian-variannya. Jenis dan varian system pemilu tersebut tetap

bertumpu kepada dua kelompok system pemilu utama tersebut. Sehingga sebagai dasar,

system representasi-proporsional (proporsional representation) yang juga memiliki

turunan system-proporsional, dan system pluralitas-mayoritas (plurality-majority) tetap

menjadi acuan utama dalam menciptakan varian system.

__________

[11]. Tim Politik Dalam Negeri PPPDI Sekretariat Jenderal DPR RI. ” Pemilu Legislatif 2009 dan Kesiapan Infrastruktur Politik Demokrasi di Daerah, Studi Pelaksanaan Pemilu 2009 di Provinsi Sumatera Utara. 2009. Kepustakaan yang digunakan oleh penyusun (Indra Pahlevi, Prayudi, Sitti Nur Solechah, Ahmad Budiman dan Handrini Ardiyanti untuk menjelaskan Pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Kesiapan Infrastruktur Politik Demokrasi di Daerah. [12]. Arend Lijphart, Electoral Systems, dalam Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hal. [13]. Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelaja, Yogyakarta, 2000, hal.255Tim [14]. Ibid

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 10: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 10 -

III. Kajian / Pembahasan

1. Tuntutan akan Netralitas Birokrasi

Dari tinjauan teoritik Birokrasi Hegelian dapat disimpulkan bahwa ada tiga

kelompok utama dalam suatu negara, yakni kelompok kepentingan yang diwakili oleh

para elit ekonomi dan profesi, kelompok kepentingan umum yang diwakili oleh

masyarakat dan kelompok birokrasi. Kelompok birokrasi harus dapat berposisi di tengah-

tengah yang bertugas sebagai jembatan atau perantara antara kepentingan umum (publik)

dan kepentingan khusus (pemerintah).

Bergulirnya reformasi tahun 1998, telah memberikan kondisi kepolitikan yang

lebih baik di daerah dibanding dengan pemerintahan sebelumnya. Adanya otonomi

daerah dan desentralisasi politik telah meningkatkan partisipasi politik publik. Ini adalah

hal yang positif bagi pembangunan demokrasi di daerah. Tapi juga dapat menimbulkan

kekhawatiran akan dampak negatifnya. Lebih dari itu, gerakan netralitas birokrasi juga

memunculkan pluralisma Birokrasi (beurakratic plouralism), dimana format kebijakan

lebih merupakan hasil dari kompetisi aktor-aktor ketimbang monopoli negara. Salah satu

indikasi penting yaitu, peluang untuk mempengaruhi kebijakan publik lebih

dimungkinkan dan juga relatif meningkatnya tanggungjawab birokrasi terhadap masalah-

masalah sosial dan tekanan sosial. Miftah Thoha mengatakan ”netralitas birokrasi sebagai

posisi birokrasi pemerintah yang seyogyanya tidak memihak, sengaja dibuat untuk

memihak kepada kepentingan politik atau partai politik”. Riant Nugroho menyebutkan,

pembangunan di Indonesia dilakukan dalam paradigma politik yang dicerminkan ganti

penguasa ganti peraturan. Karena dalam konsep ini, peraturan ditempatkan sebagai bukti

kekuasaan, dan kekuasaan is the core of the politics. Dalam pengertian tersebut, maka

pembangunan dilakukan dengan paradigma politik bukan manejemen. Manejemen dalam

bentuk sebuah paradigma melihat segala sesuatunya sebagai sebuah upaya untuk

mengoptimalkan semua asset yang ada, termasuk aset yang diberikan oleh manajemen.

Hal ini sejalan dengan slogan when politic end, administration begin. Artinya, ketika

seorang politisi menduduki jabatan publik, maka ia menanggalkan status politisnya untuk

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 11: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 11 -

menjadi seorang negawaran. Negarawan yang berdiri di atas semua kepentingan dan

golongan. .[15]. (Drs. Denden Kurnia Drajat, Msi. 2009)

Tuntutan akan hadirnya Birokrasi yang netral akan menjadi issue yang paling

menarik utamanya dalam menghadapi pemilihan umum, khususnya Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tahun 2010 ini menurut Mendagri Mardianto ada

246 Pilkada. Maraknya Pilkada di berbagai tempat semakin menuntut adanya aturan yang

mengatur dan mengawasi praktek-praktek Birokrasi yang netral pada pelaksanaan

Pilkada. Masalah politisasi birokrasi tetap menjadi issue krusial dan ini coba ditengahi

pemerintah dengan membuat beberapa peraturan yang diharapkan akan menciptakan

atmosfir yang lebih baik pada perpolitikan di daerah. Beberapa Peraturan yang dibuat

oleh pemerintah dalam rangka menghadirkan netralitas birokrasi antara lain adalah:

1. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang

menjadi Anggota Partai Politik.

2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi

Anggota Partai Politik.

3. Undang-undang No. 12 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD

4. Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian. 

Dalam peraturan tersebut seperti pada Peraturan Pemerintah (PP) No 5 dan 12/1999.

Dalam PP itu sangat jelas mengatur, bahwa PNS tidak boleh masuk dan menjadi

anggota partai politik. Juga dalam UU No 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum.

Mengatur lebih detail tehnis penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilihan umm. Lewat

UU No 43/1999 kalangan akademisi mencoba untuk mengusulkan adanya pengaturan

dan pemisahan antara jabatan politik dan jabatan karir.

__________

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 12: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 12 -

[15]. Drs Denden Kurniah Drajat, Msi; Maulana Muhlis, S.sos.Netralitas Birokrasi pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 (usulan penelitian). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung 2009.

Beberapa ketentuan lain yang mengarahkan dan mewajibkan PNS untuk bersifat netral

dalam setiap perhelatan politik adalah :

1. Menghindari penggunaan fasilitas negara untuk golongan tertentu (Pasal 3 PP No

5/1999).

2. Tidak adanya diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat (Pasal 4 PP No 5/1999 dan Pasal 3 ayat 2 UU no 43/1999).

3. Pegawai negeri sipil (PNS) berhak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan

umum (Pasal 6 PP No 5/1999).

4. Pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah menjadi anggota ataupun pengurus partai

politik, maka keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik dihapus

secara otomatis (Pasal 7 PP No 12/1999).

5. Pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik

diberhentikan dari jabatan negeri (Pasal 8 PP No 12/ 1999 dan Pasal 3 ayat (3)

UU no 43/1999).

Bila undang-undang yang ada belum cukup untuk menjaga agar Birokrasi atau Pegawai

Negeri netral dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, muka perlu upaya pro-aktif yang

terus menerus dari Birokrat itu sendiri dan Organisasi-organisasi Kemasyarakatan untuk

terus mendorong kepada para stake holder termasuk DPR untuk melakukan perbaikan

agar Birokrasi bisa berperan netral dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan

masyarakat.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 13: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 13 -

2. Realitas Kepolitikan Daerah

Untuk menghadapi Pelaksanaan Pilkada 2010, kementerian Dalam Negeri

kemudian membuat rapat koordinasi dan pertemuan antara Mardianto dengan 625 peserta

dimana dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwaSejak Pilkadasung sejak Juni 2005

hingga 2008 pemerintah sudah melaksanakan 467 Pilkada di seluruh Indonesia yang

terdiri dari 33 Pilgub, 352 Pilbub dan 82 Pilwako, umumnya semua berjalan lancar.

Namun dari pelaksanaan Pilkada itu tetap ada kekkurangannya yang bisa menimbulkan

protes. Mardiyanto menyebutkan ada 5 faktor pemicu masalah Pilkada yaitu penetapan

data pemula yang tidak akurat, persyaratan calon yang tidak lengkap (termasuk ijazah

palsu). Permasalahan internal parpol dalam hal pengusutan pasangan calon, adanya

dugaan money politic dan adanya pelanggaran kampanye. Selama pelaksanaan Pilkada

itu juga terdapat 139 kasus yang digugat di pengadilan yang terdiri dari 12 Kasus Pilgub,

140 Pilbub dan 31 Pilwako. Sengketa biasa terjadi berupa hasil perhitungan suara

diselesaikan pada tingkat KPU, sengketa hukum Pilbub/ Pilwako. Selesai melalui

Pengadilan Tinggi, dan sengketa Pilgub melalui MA. Untuk Pilkada 2010, penyelesaian

kasus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). [16]

Semarak 246 Pilkada tahun 2010 di seluruh Indonesia yang gaung-nya semakin

hari semakin nyaring termasuk Sulawesi selatan yang kami ambil sebagai contoh kasus

dimana tahun ini menggelar 11 Pilkada pada 23 Juni 2010. Mulai menggeliat kesana

kemari baik oleh Calon incumbent maupun calon dari Birokrat, Akademisi atau

Pengusaha. Yang menarik dari hajatan ini adalah keterlibatan Birokrat dan Incumbent

sebagai bakal calon Bupati atau Wakil Bupati di hampir semua Kabupaten di Sulawesi

Selatan di dominasi oleh Incumbent dan Birokrat. Kabupaten Gowa, Bulukumba,

Selayar, Soppeng, Luwu Utara, Luwu Timur dan Maros diramaikan oleh Incumbent.

Kabupaten Barru oleh Birokrat Provinsi, Tanah Toraja oleh Kapolres dan Tanah Toraja

Utara oleh Pejabat Daerah Kabupaten Asmat Papua.

____________

[16] Agustinus. 2009. Laporan Koordinasi Pilkada 2010. di Kementerian Dalam Negeri yang dihadiri oleh Mardianto dan 625 Peserta pada 13 – 14 Oktober 2009.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 14: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 14 -

Lebih jelasnya dapat dilihat pada proyeksi tabel calon dan latarbelakang calon

seperti dibawah ini

Tabel Proyeksi Calon Bupati Pada Pilkada 2010 Sul-sel [17]

No Kabupaten Calon Ket1 Gowa H Ichsan Yasin Limpo Incumbent, Bupati2 Bulukumba Andi Sukri Sappewali Incumbent, Bupati3 Selayar Syahrir Wahab Incumbent, Bupati4 Soppeng Andi Sutomo Incumbent, Bupati5 Barru H. Sofyan Lakki Irjen Depdiknas6 Maros Andi Paharuddin Incumbent, Wkl Bupati7 Toraja Victor Datuan Batara Kapolres Tanah Toraja8 Toraja Utara Frederik Batti Sorring Wkl. Bupati Asmat9 Pangkep Hj. Nurul Jaman Instri Incumbent10 Luwu Utara Lutfi A Mufti Incumbent, Bupati11 Luwu Timur Andi Hatta Marakarma Incumbent, Bupati

Fakta dari tabel diatas menunjukkan adanya dominasi calon yang berlatar

belakang Incumbent Kepala daerah yang sedang berkuasa dan para birokrat daerah yang

sudah memiliki pengaruh kuat dalam mesin birokrasi pemerintahan. Adanya hubungan

hirarki dari seorang Kepala Daerah dengan aparat daerah akan sangat berpengaruh

terhadap sikap Birokrat daerah dalam menjalankan netralitas-nya khususnya dalam

menyikapi pelaksanaan Pilkada di 11 daerah tersebut.

Dan sehubungan dengan pilkada ini, tidak bisa dipungkiri akan adanya

pergunjingan dan sorotan ditengah masyarakat yang akan mempertanyakan netralitas

birokrasi di daerah utamanya keberpihakan Pegawai Negeri atau aparat terhadap salah

satu calon peserta Pilkada.

____________

[17] M. Rais Rahmat. 2010. Tabel yang digunakan dihimpun data dari http://godedeahead.wordpress.com/2009/09/30/bursa-calon-bupati-di-sulsel-2010-2015/ , Bursa Calon Bupati Sulsel 2010 – 2015 http://panwaslu-sulsel.com/seputar-pilkada/245-2010-pilkada-di-11-kabupaten, http://www.scriptintermedia.com/view.php?id=4843&jenis=Pilkada , http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/02/24/brk,20100224-228257,id.html, http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/24/victor-datuan-batara-yg-saya-kenalcalon-bupati-tana-toraja/

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 15: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 15 -

Selain dari faktor Incumbent, strategi pemenangan yang dibuat oleh partai- partai

besar di Sulawesi selatan juga akan ikut mempengaruhi dan menggoda birokrat untuk

tidak netral terhadap semua calon yang ikut berkompetisi. Seperti yang dilakukan oleh

Koordinator Wilayah Pemenangan pilkada se Sulawesi Partai Golongan Karya, Nurdin

Halid. "Terbuka kader dan non kader yang mau diajak bekerjasama. Siapapun yang nanti

diusung, tugas partai untuk bekerja maksimal untuk memenangkan," [18]. Tentu ini

menjadi strategi bagi Golkar Sulsel untuk memenuhi ambisi Dewan Pimpinan Pusat

Partai Golkar untuk memenangkan lebih dari 50 persen Pilkada di seluruh Indonesia

seperti yang disampaikan Ketua Umum Partai Golkar pada Rakernas Golkar 28 Februari

2010 di Jakarta. Pertarungan partai-partai politik untuk memenangkan Pilkada di 11

Kabupaten di Sulsel ini akan mengundang dan menuntut peran yang lebih besar dari para

Birokrat untuk mejalankan Netralitas-nya karena kalau Birokrat sampai mempraktekkan

apa yang dilakukan pada zaman orde lama ataupun Orde Baru tentu akan menjadi

langkah mudur dan melenceng dari semangat reformasi yang diperjuangkan oleh gerakan

pembaharu tahun 1998. Tekad yang dicanangkan oleh partai Golkar tidak kalah dengan

target yang menjadi komitmen bagi pertai-partai besar yang ada di Sulawesi Selatan,

seperti apa yang dipaparkan oleh Anis K Al-Asyari.2010 [19].

Kalau Golkar sungguh-sungguh ngotot untuk memenangi pilkada di 11kabupaten di Sulsel, meski berbagai dilema menghantui, maka dipastikan Pilkada 2010 ini akan sangat kompetitif dan panas. Ada tiga alasan itu terjadi, pertama, para figur yang diusung Golkar akan bertarung habis-habisan untuk agenda mutlak pemenangan total.

____________________

[18]. http://lebihcepat.com/politik/37-politik/12640-golkar-sulsel-umumkan-calon-bupati-februari-2010.html . Hal ini di tegaskan oleh Koordinator pemenangan Pilkada di Sulsel Nurdin Halid, pada Selasa 26 Januari 2010 juga ditegaskan oleh Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel Moh. Roem di Makassar, ” pasangan calon tersebut diputuskan oleh DPP Partai Golkar dengan melibatkan Ketua DPD I dan Korwil se Sulawesi. "Kita mengejar target pendaftaran pasangan calon di KPU. Namun Mekanisme penentuan calon sepenuhnya ditangan pengurus pusat," ujarnya. Dia mengatakan, penentuan kandidat Golkar ditentukan dari hasil survei dan berlaku sangat objektif bagi semua kader partai. Menurutnya, jika hasil survei menunjukkan peluang menang sangat kecil, maka tidak akan diakomodir partai. Seluruhnya ditanggung dengan pendanaan dari DPP.

[19] Anis K Al-Asyari.2010 . Tahun Macan dan Euforia Pilkada 2010:Anis K Al-Asyari (Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Direktur Program LP2R Bulukumba). http://metronews.fajar.co.id/read/82850/19/golkar-tahun-macan-dan-euforia-pilkada-2010

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 16: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 16 -

Kedua, perlawanan akan lebih solid, terutama dari partai-partai besar yang selama ini menjadi saingan berat di daerah seperti Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, Hanura dan lainnya.Ketiga, partai-partai kecil yang bergabung mengusung figur alternatif akan berjuang sangat berat karena diapit dua perseteruan besar di atas. Apalagi calon independen yang basisnya tidak berangkat dari institusional partai, sepertinya menghadapi kendala lebih besar untuk menjadi kuda hitam. Buktinya, hingga menjelang verifikasi dan pendaftaran bakal calon (balon) di KPU, calon independen tidak terlalu ramai dibicarakan, bahkan ada beberapa daerah yang kemungkinan tanpa calon independen. Ada pula kemungkinan, beberapa daerah yang head-to-head antara Golkar dan gabungan partai besar.

Realitas politik ini menunjukkan perlunya kesiapan yang lebih bagi para birokrat

di daerah untuk mencegah terjadinya perselisihan hasil Pilkada akibat prilaku birokrat

yang tidak netral.

3. Hambatan dan Profesionalisme Birokrasi

Reformasi birokrasi yang telah di klaim berhasil oleh di banyak pemerintah

daerah tingkat II ternyata baru sebatas program dan belum sepenuhnya berhasil. Karena

keberhasilan itu baru sebatas reformasi program, belum menyentuh pada reformasi

manajerial yang meliputi teknis dan prosedural.

Guru Besar FISIP UI, Eko Prasodjo, mengatakan reformasi program lebih mudah

dilakukan karena mengutamakan pada pelayanan masyarakat. Reformasi program bisa

dilakukan melalui keputusan bupati, tak perlu peraturan daerah. Dan program yang

berhasil akan meningkatan kepercayaan masyarakat dan hasilnya bagi kepala daerah

adalah memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara reformasi manajerial

lebih sulit dilakukan karena adanya resistensi dari kalangan birokrat. Reformasi

manajerial antara lain dalam soal kepegawaian seperti perekrutan PNS, struktur gaji PNS

yang layak, sistem kontrol, dan sanksi; serta dalam soal keuangan dan anggaran. Semua

harus melalui perda.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 17: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 17 -

''Kalau reformasi birokrasi dibuat lewat perda, maka bisa direvisi oleh pemerintah pusat

karena kita masih menganut birokrasi terpusat (unified bureaucracy system),''. Juga Eko

mengingatkan, reformasi program memang baik, namun akan terhenti ketika kepala

daerah yang menggagasnya turun jabatan. Sebab reformasi program tak

terinstitusionalisasi lewat perda. Hambatan besar lainnya dalam reformasi birokrasi di

daerah, kata Eko, datang dari kekuatan politik. Desentralisasi politik dan pelaksaan

pilkada langsung, kata dia, ternyata membuat birokrasi makin terkooptasi kekuatan

politik. Para kepala dinas, kata dia, takut pada kepala daerah dan terpaksa mendukung

dalam kampanye pilkada [20].

D. Sudiman (2009) dalam penelitiannya yang dilakukan pada pilkada gubernur Sulawesi

Selatan dan Banten menyebutkan ada dua faktor yang menyebabkan sulitnya birokrasi

untuk netral yaitu faktor internal birokrasi dan faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi netralitas birokrasi yaitu sentimen primordialisme

dan logika kekuasaan. Faktor primordialisme lebih kepada kedekatan etnisitas, kesukuan

dan agama. Sedangkan faktor logika kekuasaan dikarenakan adanya ketidakpastian

sistem dalam penjenjangan karir seorang PNS. Ada sebuah spekulasi politik dan

kekuasaan yang diharapkan dari PNS yang memberikan dukungan politik kepada

kontestan pilkada, yaitu akan meningkatkan karir di birokrasi ketika calon yang didukung

menang.

Secara eksternal adalah adanya ambiguitas regulasi yang membuat birokrasi menjadi

tidak netral dan independen atau apa yang disebut dengan shadow state yaitu kekuatan

diluar birokrasi yang mampu  mengendalikan birokrasi. Kekuatan dominan muncul dari

kelompok jawara dan pemilik modal yang memiliki akses politik dengan pusat

kekuasaan. D. Sudiman juga menjelaskan bahwa liberalisasi dan reformasi

politik,ternyata tidak diikuti oleh reformasi perubahan ditingkat regulasi.

__________

[20]. Diskusi seminar tentang ” Reformasi Birokrasi yang Terhambat” yang diliput oleh Harian Republika pad http.//www. republika.co.id/koran dan di arsipkan oleh http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BVIHUgMCAFRS

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 18: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 18 -

Pada satu sisi PNS diharapkan bersikap professional, akan tetapi dalam penjenjangan

karirnya, karir PNS sangat ditentukan oleh pejabat Pembina PNS, dalam hal ini

Gubernur, Bupati atau Walikota. Sementara mereka kepala daerah adalah pejabat politik

yang dipilih melalui mekanisme politik. Oleh sebab itulah kepala daerah terpilih dari

partai politik, memiliki kekuasaan yang sangat kuat (powerfull authority) untuk menarik

PNS dalam politik praktis. Anehnya birokrat yang menjalankan prinsip netral (netralitas)

malah menjadi korban dan dimutasi ke tempat-tempat yang tidak mereka kuasai

bidangnya, tidak sesuai dengan latar belakang keilmuan atau dibiarkan kariernya jalan

ditempat oleh kepala daerah terpilih melalui pilkada. Mereka yang aktif berpolitik dan

menjadi tim sukses tentunya secara terselubung (dalam hal ini para pegawai negeri sipil)

justru menuai banyak keuntungan pasca jagoan mereka terpilih sebagai kepala daerah.

Akibat pengimplementasian konsep otonomi daerah yang salah kaprah, yang hampir

semua daerah secara sadar atau tidak sadar menempatkan penunggang birokrasinyapun

dengan yang berbau putra daerah, Akhirnya aroma primordialisme yakni kedekatan

etnisitas, kesukuan, latar belakang pendidikan, agama, dsb, dan logika kekuasaan akan

mempengaruhi netralitas birokrasi. Hal ini menyebabkan hampir semua mesin birokrasi

selalu dimanfaatkan oleh kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaannya.

Maka tidaklah berlebihan jika “Sakit jiwa” birokrasi (bureaumania) tersebut, semakin

kambuh dan bersemi dalam setiap musim hajatan pilkada tiba, objektifitas sebagai abdi

negara dan abdi masyarakat berubah menjadi subjektifitas abdi perorangan (calon

pilkada) dan abdi kekuasaan. [21]

Dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah langsung KPUD merupakan

aktual sentral Langsung KPUD merupakan aktor sentral.

____________

[21]. http://empimuslion.wordpress.com/2010/02/06/pilkada-dan-%E2%80%9C sakit-jiwa-birokrasi/. Pilkada dan ”Sakit Jiwa Birokrasi”. 06-02-10 oleh Empi MUSLION JB'lOç (Direktur Lembaga Kajian Menara Demokrasi dan Otokritik Otonomi Daerah)

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 19: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 19 -

Pengaturan UU 32 tahun 2004 menempatkan lembaga ini tidak lagi berada

dibawah hirarki langsung KPU Nasional, Tetapi UU juga membatasi perannya sebatas

pelaksanaan tehnis seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada.

Ada dua pokok persoalan utama yang terkait dengan KPUD yaitu sekuritas

KPUD sebagai penyelenggaraan Pilkada dan sekuritas Pilkada dari ketidaknetralan

KPUD. Keduanya memiliki peluang yang sama besar dalam menodai proses pendalaman

demokrasi.[22]

Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik

diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang profesional dan akuntabel. Birokrasi

dalam melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi

pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa.

Kepuasan total dari masyarakat pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila

birokrasi pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian

pelayanan. Perubahan paradigma pelayanan publik tersebut diarahkan pada perwujudan

kualitas pelayanan prima kepada publik, melalui instrumen pelayanan yang memiliki

orientasi pelayanan lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah [23]. Kecenderungan

birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi khususnya pada perhelatan Pilkada,

tampaknya belum dapat sepenuhnya dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia.

Olehnya itu perlu adanya penguatan pada pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang dikawal

dengan sistem pengawasan dan perbaikan.

_____________

[22]. Cornelis Lay. Pilkada Langsung dan Pendalaman Demokrasi. Jurusan Ilmu Pemerintahan, Dalam rangka mendorong dan memfasilitasi mahasiswa dengan keahlian untuk melakukan penelitian. Fisipol UGM. Yogya. Hal 9.

[23]. Agus Dwiyanto. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada Universty Press. 2002. ISBN 979-420-612-1. halaman 224....Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 20: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 20 -

Untuk merespon kesan buruk terhadap birokrasi yang tidak profesional, ada

beberapa hal yang harus diperbaiki menyangkut sikap dan prilaku dari Biorokrasi.

Menurut Agus Suryono.2002 [24]. Beberapa yang perlu diperbaiki antara lain :

1. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada

hal pengayoman dan pelayanan masyarakat dan menghindarkan kesan pendekatan

kekuasaan dan wewenang.

2. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi

modern, ramping, efektid dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-

tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi

tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat.

3. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan system dan prosedur

kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni; pelayanan

cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi,

biaya dan ketepatan waktu.

4. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada

sebagai agen pembaharupembangunan.

5. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang

kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih

desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.

____________

[24]. Agus Suryono.”Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional Untuk Mengatasi Kemunduran Birokrasi dalam Pelayanan Publik. FIA Unibraw.2002. 2002

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 21: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 21 -

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 22: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 22 -

IV. Kesimpulan

1. Perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia khususnya Tata Kelolola pemerintahan

daerah, diharapkan akan memberikan pelajaran yang berharga betapa sulitnya bagi

Birokrasi untuk bisa steril dari pengaruh partai politik ataupun kepentingan penguasa.

2. Adanya Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang netralitas

Pegawai Negeri Sipil seperti Undang-undang No. 12 Tahun 2003, Undang-undang

No. 43 tahun 1999 dan PP No. 5 Tahun 1999, PP No. 12 Tahun 1999. belum mampu

membendung keinginan Pegawai Negeri untuk berafiliasi dengan Partai Politik

tertentu demi menjaga posisinya di Birokrat.

3. Pelaksanaan Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung oleh rakyat yang

telah dilaksanakan sejak 2005, dan untuk tahun 2010 akan dilaksanakan 246 Pilkada.

Maka kebutuhan akan Birokrasi yang netral menjadi suatu keharusan.

4. Realitas kepolitikan di daerah dengan masih banyaknya kasus-kasus Pilkada sejak

tahun 2005 hendaknya menjadi bahan masukan bagi Birokrasi untuk membenahi diri

utamanya dalam menyongsong Pilkada 2010.

5. Realitas Kepolitikan di Provinsi Sulawesi Selatan yang akan melaksanakan 11

Pilkada tahun 2010. Adalah Hampir semua calonnya terdiri dari Incumbent dan

Birokrat, maka sangat terbuka peluang untuk terjadinya praktek –praktek Birokrasi

yang akan memihak kepada calon tertentu.

6. Untuk memperbaiki adanya hambatan-hambatan untuk menjadi birokrasi yang netral

maka mutlak untuk melakukan perbaikan dan perubahan terhadap sikap dan prilaku

Birokrat sehingga tumbuh menjadi Birokrasi yang Profesional dalam menjalankan

tugas dan fungsinya sebagai Pelayan Masyarakat.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 23: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 23 -

Daftar Pustaka

Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelaja, Yogyakarta, 2000, hal.255

Anis K Al-Asyari.2010 . Tahun Macan dan Euforia Pilkada 2010:Anis K Al-Asyari (Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Direktur Program LP2R Bulukumba). http://metronews

Arend Lijphart, Electoral Systems, dalam Affan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.

Cornelis Lay. Pilkada Langsung dan Pendalaman Demokrasi. Jurusan Ilmu Pemerintahan, Dalam rangka mendorong dan memfasilitasi mahasiswa dengan keahlian untuk melakukan penelitian. Fisipol UGM. Yogya. Hal 9

Cho,hyung cho;Abdullah,syaifuddin;Abad,folrezio;Beefeltz,Hans-jurgen;Blaukat,Udo.Dinamika Politik Otonomi Daerah.Pustaka Kendi.2001.

Dowding, Keith (1995) The Civil Service, Routledge Publisher, New York, NY.

Dowding, Keith (1991) Rational Choice and Political Power, Edward Elgar, Aldershot, UK.

Drajat, Kurnia. Netralitas Birokrasi pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 (usulan penelitian). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung 2009.

Dwiyanto,Agus. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada Universty Press. 2002. ISBN 979-420-612-1.

Dwiyanto , Agus. 1995. “Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya,

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 24: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 24 -

Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei.

Dwiyanto, Agus. 2000 (a). “Membangun system pelayanan public yang memihak pada rakyat”. Seminar Nasional Profesionalisasi Birokrasi dan Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik, Jurusan Ilmu Adminstrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 29 April.

Ida Laode. Otonomi Daerah, Demokrasi Lokal dan Clean Government. ISBN 979-9511-6-3. 2000.

Muslion, Empi. Pilkada dan ”Sakit Jiwa Birokrasi”. 06-02-10 http://empimuslion.wordpress.com/2010/02/06/pilkada-dan-%E2%80%9C sakit-jiwa-birokrasi/. oleh (Direktur Lembaga Kajian Menara Demokrasi dan Otokritik Otonomi Daerah)

Purwanto, Erwan Agus; Kumorotomo, Whyudi. Birokrasi Publik, dalam Sistem Politik Semi-Parlementer. Pernerbit Gava Media. ISBN: 979-3469-53-6. 2005

Ratnawati, Tri. ”Pemekaran Daerah Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi.Pustaka Pelajar. 2009.ISBN-978-602-8300-90.2

Ratnawati, Tri. ”Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di masa Perubahan, otonomi daerah 2000 – 2005. Pustaka Pelajar (P2P-LIPI).

Redjo, Samugyo. ”Kuliah Perdana Mata Kuliah Birokrasi Pemerintahan” pada Universitas Islam 45. Magister Ilmu Pemerintahan Unisma Bekasi Tahun Perkuliah-an 2009-2010 tgl 17 Oktober 2009.

Riwukaho,josef. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. ISBN 979-421-184-2. 2002

Thoha, Miftah (2003). Birokrasi Politik di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. 2003. ISBN 979-421-930-4.

Thoha, Miftah (1999). ”Demokrasi dalam Birokrasi Pemerintah Peran Kontrol Rakyat dan Netralitas Birokrasi”, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM.

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010

Page 25: Netralitas Birokrasi Antara Tuntutan Dan Realitas

- 25 -

Thoha, Miftah (1999). ”Membangun Kembali Birokrasi Pemerintah”, dalam Harian Republika 8 Nopember.

Weber, Max (1946), ”Bureaucracy”, From Max Weber, Hans Gerth and C. Wright Mills, (eds.), Oxford University Press, New York, NY.

Tim LIPI. Desentralisasi dan Otonomi Daerah;Naskah Akademik dan RUU Usulan LIPI. 200.dikutip dari Harian Berita Sore On line, 11 Pebruari 2003. .

Tim Politik Dalam Negeri PPPDI Sekretariat Jenderal DPR RI. ” Pemilu Legislatif 2009 dan Kesiapan Infrastruktur Politik Demokrasi di Daerah, Studi Pelaksanaan Pemilu 2009 di Provinsi Sumatera Utara. 2009.

Harian Kompas, Minggu 28 Februari 2010 Hlm. 2. Pidato Politik yang disampaikan oleh Abu Rizal Bakri pada Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Golkar Jumat 26 Februari 2010 malam di Ancol Jakarta. ” Target saya menjelang pemilu 2014

Harian Repunlika. http.//www. republika.co.id/koran Diskusi seminar tentang ” Reformasi Birokrasi yang Terhambat” yang diliput oleh Harian Republika dan di arsipkan oleh http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BVIHUgMCAFRS

http://nasional.infogue.com/."Pemenangan pilkada adalah tugas yang wajib diemban seluruh kader partai," ujar Pramono Anung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

http://www.borneotribune.com/pdf/headline/mendagri-koordinasikan-pelaksanaan-pilkada-2010.pdf. Kamis 15 Oktober 2009.

M. Rais Rahmat. 2010. Tabel yang digunakan dihimpun data dari http://godedeahead.wordpress.com/2009/09/30/bursa-calon-bupati-di-sulsel-2010-2015/ , Bursa Calon Bupati Sulsel 2010 – 2015 http://panwaslu-sulsel.com/seputar-pilkada/245-2010-pilkada-di-11-kabupaten, http://www.scriptintermedia.com/view.php?id=4843&jenis=Pilkada , http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/02/24/brk,20100224-228257,id.html, http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/24/victor-datuan-batara-yg-saya-kenalcalon-bupati-tana-toraja/ http://lebihcepat.com/politik/37-politik/12640-golkar-sulsel-umumkan-calon-bupati-februari-2010.html .

Magister IP Unisma_m rais rahmat razak Makalah UAS BP-4, 2010