Nekara Dan Moko

10
1. Nekara dan Moko Nekara dan Moko merupakan hasil budaya yang biasa digunakan sebagai alat upacara, bentuknya menyerupai genderang dengan penyempitan dibagian pinggangnya. Pada umumnya nekara berbentuk besar dan moko yang berbentuk mirip nekara memiliki ukuran yang lebih kecil. Nekara memiliki bentuk yang bermacam-macam, ada yang polos tetapi ada juga yang memiliki banyak hiasan. Di indonesia ditemukan sejenis nekara berukuran besar, yaitu di Panjeng, sebuah desa di Gianyar, Bali. Nekara Penjeng ini di perkirakan merupakan nekara asli buatan indonesia. Keistimewaan nekara Penjeng adalah pada ke empat pegangannya terdapat hiasan gambar kepala manusia, kemungkinan terkait dengan konsep masyarakat bali tentang keberadaan dewa penjaga arah (Nawasanga), atau juga berfungsi sebagai perwujudan dari dewa pelindung. Hiasan nekara penuh dengan simbol yang terkait dengan kegiatan pertanian seperti telihat dari gambar matahari dan katak sebagai simbol air. Nekara lain banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Pulau Rote, Pulau Selayar, dan Kepulauan Kei. Temuan nekara dan moko merupakan bukti kuat telah adanya sistem kepercayaan yang di anut masyarakat saat itu, sebab nekara dibuat untuk memenuhi

description

Nekara Dan Moko

Transcript of Nekara Dan Moko

1. Nekara dan Moko

Nekara dan Moko merupakan hasil budaya yang biasa digunakan sebagai alat upacara, bentuknya menyerupai genderang dengan penyempitan dibagian pinggangnya. Pada umumnya nekara berbentuk besar dan moko yang berbentuk mirip nekara memiliki ukuran yang lebih kecil. Nekara memiliki bentuk yang bermacam-macam, ada yang polos tetapi ada juga yang memiliki banyak hiasan.Di indonesia ditemukan sejenis nekara berukuran besar, yaitu di Panjeng, sebuah desa di Gianyar, Bali. Nekara Penjeng ini di perkirakan merupakan nekara asli buatan indonesia. Keistimewaan nekara Penjeng adalah pada ke empat pegangannya terdapat hiasan gambar kepala manusia, kemungkinan terkait dengan konsep masyarakat bali tentang keberadaan dewa penjaga arah (Nawasanga), atau juga berfungsi sebagai perwujudan dari dewa pelindung. Hiasan nekara penuh dengan simbol yang terkait dengan kegiatan pertanian seperti telihat dari gambar matahari dan katak sebagai simbol air.Nekara lain banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Pulau Rote, Pulau Selayar, dan Kepulauan Kei.Temuan nekara dan moko merupakan bukti kuat telah adanya sistem kepercayaan yang di anut masyarakat saat itu, sebab nekara dibuat untuk memenuhi kebutuhan alat dalam upacara ritual seperti pengiring upacara kematian, upacara memanggil hujan, dan sebagai genderang perang.Sementara itu, moko yang bentuknya lebih kecil banyak ditemukan di Pulau Alor dan Manggarai (pulau Flores). Moko digunakan sebagai benda pusaka dari seorang kepala suku, dan biasanya di wariskan kepada anak laki-lakinya.2. Bejana PerungguBejana perunggu di Indonesia ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan Madura, bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Kedua bejana yang ditemukan mempunyai hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin yang mirip huruf J.

3. Kapak Corong

Karena mirip sepatu, kapak corong juga di sebut kapak sepatu. Hasil budaya logam dari jenis ini biasanya digunakan sebagai alat upacara atau tanda kebesaran dari kepala suku dan para pemimpin masyarakat pada masa itu. Kapak corong banyak ditemukan di Sulawesi Selatan (pulau Selayar), Sulawesi Tengah, Sumatra Selatan, Jawa, dan Papua (Danau Sentani).

4. Candrasa

Seperti halnya kapak corong, hasil budaya zaman logam yang disebut candrasa ini juga digunakan sebagai alat upacara. Sejenis kapak dengan ragam rias yang sangat halus buatannya ini menunjukan tingginya kemampuan membuat benda-benda dengan bahan dasar perunggu dengan detail yang lebih halus.

Moko pada tradisi alor

Pulau Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai Negeri Nusa Kenari karena di pulau ini banyak ditumbuhi pohon kenari sehingga buah kenari dijadikan sebagai komoditas unggulan pulau ini. Selain dikenal sebagai Negeri Nusa Kenari, pulau Alor juga dikenal sebagai Negeri Seribu Moko karena dalam Tradisi masayarakat Alor, Moko memiliki peranan yang penting. Bagi masyarakat Alor, kepemilikan terhadap jumlah dan jenis moko tertentu dapat menunjukkan status sosial seseorang.Moko atau disebut nekara perunggu merupakan benda budaya zaman pra-sejarah. Menurut para ahli Arkeologi dan sejarah, teknologi pembuatan Moko Alor berasal dari teknologi perunggu di Dongson, Vietnam bagian Utara.Kemudian teknologi ini menyebar ke berbagai daerah di Asia Tenggara, termasuk ke pulau Alor. Secara fisik, moko berbentuk seperti drum dengan diameter 40 sentimeter hingga 60 sentimeter dan tinggi 80 sentimeter hingga 100 sentimeter dan memiliki bentuk yang beragam.Pada umumnya Moko berbentuk lonjong seperti gendang kecil, namun ada pula yang berbentuk gendang besar. Pola hiasannyapun bermacam-macam tergantung jaman pembuatannya dan sangat mirip dengan benda-benda perunggu di Jawa pada jaman Majapahit.Dalam penggunaannya, Moko memiliki berbagai fungsi. Namun dahulu, Moko berfungsi sebagai alat musik tradisional yang digunakan pada waktu upacara adat dan acara kesenian lainnya. Biasanya alat musik gong dan Moko dimainkan untuk mengiringi tari-tarian tradisional. Selain sebagai alat musik tradisional, Moko juga berfungsi sebagai alat tukar ekonomi masyarakat Alor.Moko dapat ditukar dengan barang tertentu secara barter. Hal inilah yang kemudian menyebabkan inflasi pada zaman pemerintahan kolonial Belanda sehingga Belanda membuat sistem baru dengan membatasi peredaran Moko di pulau Alor.Seiring perjalanan waktu, Moko mengalami perubahan fungsi. Saat ini, Moko berfungsi sebagai peralatan belis atau mas kawin serta sebagai simbol status sosial. Dalam adat- istiadat pernikahan masyarakat Alor, Moko digunakan sebagai alat pembayaran belis atau mas kawin seorang laki-laki kepada calon isterinya.Jika pihak keluarga pria tidak memiliki Moko, maka mereka harus meminjam moko kepada Tetua Adat. Peminjaman ini tidaklah gratis, karena pihak keluarga pria harus menggantinya dengan sejumlah uang yang cukup besar.Memang harga satu buah Moko sangatlah bervariasi, bergantung dengan ukuran besar kecilnya Moko, tahun pembuatannya serta pola hiasnya. Namun bagi masyarakat Alor, moko tak bisa diukur dengan uang berapapun jumlahnya karena Moko mempunyai kedudukan dan nilai tersendiri dalam pergaulan sosial masyarakat Alor.Memiliki beberapa jenis Moko tertentu menunjukan status sosial seseorang dalam masyarakat Alor, misalnya Moko Malei Tana atau Moko Itkira. Kepemilikan kedua Moko ini menunjukan status sosial yang cukup tinggi dan terpandang. Bahkan yang memiliki kedua Moko ini memiliki pengaruh dalam setiap kepemimpinan tradisional masyarakat Alor.Bagi anda yang berkunjung ke Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, janganlah lupa untuk melihat benda peninggalan pra-sejarah ini. Anda dapat melihat beragam jenis Moko di Museum Seribu Moko atau di perkampungan adat tradisional di Takpala atau Monbang. Untuk mengunjungi kedua lokasi ini, anda bisa mengunakan transportasi laut maupun udara. Jika anda memilih menggunakan transportasi Laut, anda bisa menggunakan kapal Sirimau dari Jakarta.Sedangkan jika menggunakan transportasi udara, anda harus transit di Bandara El Tari, Kupang, kemudian melanjutkan penerbangan ke Bandara Mali Alor. Sesampainya di pulau Alor anda bisa menggunakan transportasi darat menuju Museum Alor maupun perkampungan adat tradisional di Takpala atau MonbangKapak Perunggu: Sebuah Peninggalan Kebudayaan Masyarakat Perundagian

Pada masa perundagian kemahiran manusia dalam membuat alat-alat makin berkembang, sebagai akibat dari adanya penggolongan dalam masyarakat berdasarkan keahliannya masing-masing. Adanya masyarakat yang bertugas secara khusus untuk membuat alat-alat. Teknologi pembuat benda-benda semakin meningkat, terutama setelah ditemuakan suatu campuran antara timah dan tembaga menghasilkan logam perunggu. Di Asia Tenggara logam mulai dikenal sejak kira-kira 3000-2000 SM.

Berdasarkan hasil penemuan arkeologi, Indonesia hanya mengenal alat-alat yang terbuat dari perunggu dan besi. Sedangkan untuk perhiasan sudah mengenal bahan dari emas, selain berbahan dasar perunggu. Benda-benda perunggu yang ditemukan di Indonesia memiliki kesamaan denga yang ada di Dongson (Vietnam), baik bentuk maupun pola hiasnya. Hal ini menimbulkan dugaan tentang adanya hubungan budaya yang berkembang di Dongson dengan di Indonesia.

CarapembuatanSuatu kemahiran baru pada masa perundagian adalah kemampuan menuang logam. Teknik melebur logam merupakan teknik yang tinggi, karena pengetahuan semacam itu belum dikenal dalam masa sebelumnya. Logam harus dipanaskan hingga mencapai titik lebur, kemudian baru dicetak menjadi bermacam-macam jenis perkakas atau benda lain yang diperlukan. Teknik pembuatan benda perunggu ada dua macam yaitu dengan cetak setangkup (bivalve) dan cetak lilin (a cire perdue).

Cetakan setangkup, yaitu cara menuangkan dengan kita membuat, cetakan dari batu misalnya, yang terdiri dari dua bagian yang dapat di tangkupkan (dikatupkan) seperti kulit tiram. Teknik ini dilakukan untuk benda-benda yang tidak memiliki bagian-bagian yang menonjol. Tuangan untuk semacam ini dapat dipergunakan untuk beberapa kali.

Teknik a cire perdue dipergunakan untuk benda-benda yang berbentuk dengan ada bagian yang menonjol, misalnya arca, kapak perunggu. Caranya yaitu sebagai berikut:a. Mula-mula dibuat model benda dari lilin yang diinginkanb. Seluruh model dari lilin itu kemudian dilapisi dengan tanah liat yang tahan apic. Lapisan tanah liat di bagian atas dibuat semacam corong dan dibagian bawah diberi lubangd. Seluruh model yang berlapis tanah liat itu dibakar sampai lilin meleleh dan mengalir melalui saluran yang telah dibuate. Dari corong tadi dituangkan cairan perungguf. Setelah cairan perunggu membeku dan dingin, maka lapisan tanah liat itu padat dan pecah, sehingga kita memperoleh benda cetakan dari perunggu.

Kapak perunggu memiliki macam-macam bentuk dan ukuran. Dilihat dari penggunaannya, maka kapak perunggu dapat berfungsi dua macam yaitu:1. Sebagai alat upacara atau benda pusaka2. Sebagai perkakas atau alat untuk bekerja

Secara tipologi, kapak perunggu dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu kapak corong dan kapak upaca. Umumnya kapak perunggu yang terdapat di Indonesia mempunyai semacam corong untuk memasukan kayu tangkai. Oleh karena bentunya menyerupai kaki yang bersepatu, maka dinamakan kapak sepatu.Namun lebih tepatnya disebut kapak corong.

Berdasarkan hasil temuan, kapak perunggu ternyata ada yang memiliki hiasan dan ada yang tidak memiliki hiasan. Adapun daerah penemuan dari kapak perunggu adalah Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, Pulau Roti, dan Papua dekat danau Sentani.