Negara Hukum

8
NEGARA HUKUM Oleh : Elsabakh Pada dasarnya negara hukum adalah negara yang melaksanakan kekuasaannya (pemerintahan dan alat perlengkapan negara lain) berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Teori tentang berdirinya negar berdasar atas hukum, sudah dikenal sejak abad V SM ( Yunani Kuno ). Gagasan mengenai negara hukum pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi manusia. Secara teori maupun praktek, gagasan tentang negara hukum mengalami kemajuan pesat sejak abad XV sampai abad XVIII. Dalam selang waktu ini, peristiwa Renaissance dan Reformasi di Eropa sangat berpengaruh terutama di bidang kehiduan politik dan hukum. Pelopornya antara lain Hugo de Groot, Thomas Hoobes, Benecdetus de Spinoza, John Locke, Montesquieu, J.J. Rousseau, dan Emanuel Kant. Namun dari sekian pelopor tersebut, Emanuel Kant dianggap sebagai pelopor yang paling berjasa dalam meletakkan gagasan tentang “negara hukum murni”. Teori Emanuel Kant tentang negara hukum formal menjadikan negara bersifat pasif. Artinya, tugas negara hanya mempertahankan ketertiban dan keamanan negara saja, atau negara hanya sebagai “penjaga malam”, sedangkan dalam urusan sosial maupun ekonomi negara tidak boleh mencampurinya. Pendapat ini pula yang kemudian melahirkan semboyan “Laissez Faire, Laissez Passer”, yaitu adanya persaingan bebas dalam bidang ekonomi sehingga muncul istilah kapitalisme, dan liberalisme dalam bidang politik. Dalam praktenya pada abad XIX, teori Kant banyak diterapkan di belahan Eropa, Amerika, dan Australia. Namun, perlu diketahui bahwa ajaran Kant yang dipraktekkan tersebut bayak melahirkan eksploitasi manusia maupun alam, Di dalam perkembangannya, konsep negara hukum ini dikaitkan dengan penyelenggaraan kepentingan umum yang ditentukan sebagai persetujuan antara pemerintah dan rakyat melampaui wakilnya. Persetujuan ini disebut Undang-Undang, oleh karena itu konsep negara hukum semacam ini disebut pula negara Undang-Undang atau wettenstaat, di mana pemerintahannya berdasarkan atas Undang- Undang. Konsep Negara Hukum semacam ini dianggap sebagai perkembangan yang lebih baik dari pada Negara Hukum Liberal dan disebut Negara Hukum Formal.

description

negara hukum

Transcript of Negara Hukum

Bangsa Indonesia menyatakan bahwa negaranya adalah negara hukum

NEGARA HUKUMOleh : ElsabakhPada dasarnya negara hukum adalah negara yang melaksanakan kekuasaannya (pemerintahan dan alat perlengkapan negara lain) berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Teori tentang berdirinya negar berdasar atas hukum, sudah dikenal sejak abad V SM ( Yunani Kuno ). Gagasan mengenai negara hukum pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi manusia. Secara teori maupun praktek, gagasan tentang negara hukum mengalami kemajuan pesat sejak abad XV sampai abad XVIII. Dalam selang waktu ini, peristiwa Renaissance dan Reformasi di Eropa sangat berpengaruh terutama di bidang kehiduan politik dan hukum. Pelopornya antara lain Hugo de Groot, Thomas Hoobes, Benecdetus de Spinoza, John Locke, Montesquieu, J.J. Rousseau, dan Emanuel Kant.Namun dari sekian pelopor tersebut, Emanuel Kant dianggap sebagai pelopor yang paling berjasa dalam meletakkan gagasan tentang negara hukum murni. Teori Emanuel Kant tentang negara hukum formal menjadikan negara bersifat pasif. Artinya, tugas negara hanya mempertahankan ketertiban dan keamanan negara saja, atau negara hanya sebagai penjaga malam, sedangkan dalam urusan sosial maupun ekonomi negara tidak boleh mencampurinya. Pendapat ini pula yang kemudian melahirkan semboyan Laissez Faire, Laissez Passer, yaitu adanya persaingan bebas dalam bidang ekonomi sehingga muncul istilah kapitalisme, dan liberalisme dalam bidang politik. Dalam praktenya pada abad XIX, teori Kant banyak diterapkan di belahan Eropa, Amerika, dan Australia. Namun, perlu diketahui bahwa ajaran Kant yang dipraktekkan tersebut bayak melahirkan eksploitasi manusia maupun alam,Di dalam perkembangannya, konsep negara hukum ini dikaitkan dengan penyelenggaraan kepentingan umum yang ditentukan sebagai persetujuan antara pemerintah dan rakyat melampaui wakilnya. Persetujuan ini disebut Undang-Undang, oleh karena itu konsep negara hukum semacam ini disebut pula negara Undang-Undang atau wettenstaat, di mana pemerintahannya berdasarkan atas Undang-Undang. Konsep Negara Hukum semacam ini dianggap sebagai perkembangan yang lebih baik dari pada Negara Hukum Liberal dan disebut Negara Hukum Formal.Di akhir abad XIX, muncul pelopor negara hukum modern, yaitu Prof. Kranenburg yang dikenal dengan istilah welfare state ( negara kesejahteraan ). Teori ini dikenal dengan negara hukum material, karena pandangannya yang menyatakan bahwa negara selain bertugas membina ketertiban hukum, ia juga ikut bertanggungjawab dalam membina dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sebagai catatan, teori negara hukum material inilah yang kemudian banyak dipraktekkan di negara-negara berkembang.Perkembangan selanjutnya ialah penambahan asas manfaat sehingga konsepsinya berubah dengan sebutan Negara Kemakmuran.Negara Hukum Materil maupun Negara Kemakmuran tidak tepat karena kesemuanya itu dilandasi filsafah liberal yang individualistik dan bukan integralistik seperti cara pandang ideologis kita.

Pengertian negara hukum berlawanan dengan pengertian negara kekuasaan. Dasar pemikiran negara hukum beranjak dari kebebasan rakyat bukan kebebasan negara. Ada 2 tipe negara hukum :1.Tipe Anglo Saxon (sentralnya adalah Inggris dan Amerika)

(bertumpu pada the rule of law, yang terbagi menjadi 3 (A.V. Dicey) :

a. Supremacy of the law

b. Equality before the law

c. Constitution based of human right

The rule of law kemudian direvisi kembali sehingga tidak lagi hanya menyangkut hak-hak politik, tetapi juga hak-hak sosial dan ekonomi.

2.Tipe Eropa Kontinental (sentralnya adalah negara Jerman, Prancis, Belgia, & Belanda)

Pada tipe ini yang berdaulat adalah hukum sehingga hukum memandang negara sebagai subjek hukum yang dapat dituntut apabila melanggar hukum. Menurut Prof. R. Djokosutono S.H., negara hukum di Indonesia berdasarkan kedaulatan hukum, sebab dalam prakteknya, kekuasaan yang dijalankan oleh negara berdasarkan hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan kekuatan belaka (machtsstaat). Hal ini terlihat dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan UUD 1945.Bentuk Negara Hukum IndonesiaDengan membandingkan konsep-konsep tersebut dengan petunjuk UUD 1945, maka konsep Negara Hukum Indonesia adalah sebagai berikut.Secara materiil arti Negara Hukum Indonesia, dapat kita jelaskan berdasarkan arti Negara dan arti Hukum menurut bangsa Indonesia.

Negara adalah keadaan berkelompoknya bangsa Indonesia, yang atas berkat Allah Yang Maha Kuasa, didorongkan oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas. Hukum adalah alat ketertiban dan kesejahteraan sosial.

Sehingga Negara Hukum Indonesia dalam arti materiil ialah suatu organisasi bangsa Indonesia yang atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur bangsa untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas berdasarkan suatu ketertiban menuju suatu kesejahteraan sosial.

Dengan mengadakan pembandingan dengan unsur-unsur negara hukum liberal dan konsep rule of law, maka Negara Hukum Indonesia secara formal unsur-unsurnya ialah:

a. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum;

b. Kekuasaan tertinggi dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat di mana badan legislatif (kemungkinan yang dimaksud adalah badan eksekutif, penyalin Rujito) adalah Mandataris MPR bersama-sama dengan bagian dari MPR yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Pmerintahan berdasarkan sistem konstitusi;

d. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dalam arti bebas dari pengaruhkekuasan pemerintah;

e. Ada kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi para warga negara dan kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa kecuali;

f. Hukum berfungsi pengayoman dalam arti menegakkan kehidupan yang demokratis, kehidupan yang berkeadilan sosial.Simposium tentang Indonesia Negara Hukum yang diselenggarakan PERSAHI dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada tanggal 8 Mei 1966 antara lain menyimpulkan sifat negara hukum. Menurut simposium ini, alat perlengkapan negara hukum hanya dapat bertindak menurut dan terikat kepada aturan yang telah ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan ajaran itu (prinsip teh rule of law).

Prinsip-prinsip negara hukum adalah sebagai berikut :

a. Pengakuan & perlindungan HAM yang mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan kebudayaan. Hal ini berdasarkan ketentuan hukum.

b. Peradilan yang bebas, tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan apapun.

c. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Dengan ini suatu tindakan harus sesuai dengan yang dirumuskan dalam peraturan hukum.

Ketiga hal ini, menurut Prof. Dr. Ismail Suny SH, Mcl., merupakan ciri negara hukum Indonesia. Menurut Friedrich Julius Stahl, Indonesia berdiri sebagai sebuah negara hukum yang memiliki emapat unsur yaitu : hak-hak dasar manusia, pembagaian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, dan peradilan tata usaha negara. Konsep negara hukum Indonesia terlihat ideal dan the rule of law pun sebenarnya tercakup di dalamnya. Tetapi pada praktiknya the rule of law belum terwujud secara nyata. Baru setelah gerakan reformasi tercetus, Indonesia kembali mencari bentuk akan identitas negara hukumnya dan the rule of law.

PERWUJUDAN NEGARA HUKUM DI INDONESIA

DAN

BELUM TERWUJUDNYA GAMBARAN IDEAL NEGARA HUKUM DI INDONESIAIndonesia sebagai negara yang menganut Eropa Kontinental, mengedepankan hukum positif sebagai patokan utama dalam menjalankan tugas-tugas negara dan juga dalam sistem peradilannya. Apabila konsep negara hukum Indonesia dengan civil law system- nya diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip idealnya maka rule of law sudah pasti akan dapat terwujud.

Bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang berdiri sebagai negara hukum atau rechtsstaat sudah merupakan finalisasi dari perjalanan sejarah tata hukum Indonesia. Juga civil law system yang dianutnya merupakan sistem yang telah menjadi dasar tata hukum di sini. Rule of law yang menjadi konsep hukum dan keadilan dari negara common law, merupakan suatu tatanan baru yang ada di hadapan Indonesia saat ini. Indonesia tidak mungkin mengubah sistem hukumnya menjadi common law system.

Apakah mungkin sebuah negara hukum Indonesia dengan Eropa Kontinental mewujudkan rule of law dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya? Jawabannya adalah mungkin. Karena pada hakikatnya konsep negara hukum Indonesia yang ideal juga mencakup rasa keadilan dari masyarakat dan melindungi hak-hak asasi setiap warga negara Indonesia. Namun, sampai saat ini rule of law mungkin belum terwujud, dan itu bukan karena sistem hukum yang salah, tetapi karena unsur manusia yang menjadi pelaksana-pelaksana kenegaraan yang telah salah menjalankan negara ini.

Menurut pendapat beberapa pemuka politik Indonesia yang kemudian ditarik kesimpulan, untuk dapat mewujudkan rule of law di Indonesia, Indonesia harus melakukan minimal tiga hal, yaitu :

1. Hukum di Indonesia harus memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat.

Maksudnya, sejak dari proses legislasi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) para wakil rakyat harus bisa mengejawantahkan aspirasi keadilan rakyat dalam rancangan undang-undang yang sedang dikerjakannya. Hukum yang diciptakan harus responsif terhadap tuntutan akan rasa keadilan rakyat dan hukum yang diciptakan harus bersih, murni dari intervensi politik, ekonomi, dan kepentingan sekelompok orang.

2. Indonesia harus menjalankan suatu sistem peradilan yang jujur, adil, & bersih KKN.Sistem peradilan Indonesia saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pemahaman dan kemampuan atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik penyidik, penuntut umum, hakim, penasihat hukum, bahkan masyarakat pencari keadilan. Proses peradilan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya, padahal Indonesia memiliki asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya murah, namun akhirnya semua itu hanya menjadi slogan semata.

Disinyalir, sistem peradilan di Indonesia telah terkontaminasi oleh mafia peradilan. Jika ini semua belum dapat diberantas mustahil rule of law dapat terwujud. Sebagai contoh : Kasus Akbar Tanjung yang akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung, kasus HAM Timor-Timur, dan tidak adanya tindak lanjut pengadilan untuk mantan presiden Soeharto merupakan contoh yang sangat melukai rasa keadilan masyarakat.3. Akses publik ke peradilan harus ditingkatkanHukum positif Indonesia telah merumuskan sejumlah hak masyarakat pencari keadilan yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak yang diberikan kepada pencari keadilan dalam sistem peradilan Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain, dan umumnya mengikuti norma dan prinsip dalam instrumen internasional. Akan tetapi dalam banyak peristiwa justru kewenangan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum tersebut telah disalahgunakan sehingga merugikan hak para pencari keadilan.

Sejumlah kenyataan lain yang sering dijumpai adalah awal pemeriksaan yang tidak pasti, intimidasi, meremehkan keterangan yang diberikan, dan lain sebagainya. Tidak jarang pula pemeriksaan terhadap tersangka memiliki kendala yang dialami oleh penyidik. Salah satunya yang sering muncul adalah tersangka dengan sengaja mempersulit jalannya pemeriksaan. Ini mengakibatkan polisi sebagai penyidik menggunakan berbagai upaya baik yang lazim maupun tidak agar penyelesaian dapat berjalan cepat.

Oleh karena itu untuk mewujudkan rule of law, akses publik ke peradilan jelas harus ditingkatkan.Indonesia sebagai negara hukum, secara teori pasti dapat mewujudkan rule of law dalam negaranya. Semua itu tergantung dari niat dan keikhlasan semua pihak yang terlibat dalam proses hukum untuk berkorban dan berjuang menyingkirkan segala kebobrokan masa lalu dan menatap pada masa depan negara hukum Indonesia yang baru, yang memiliki the rule of law dalam negaranya.

PERWUJUDAN KONSEP NEGARA HUKUM PADA PEMERINTAH INDONESIA

Setelah kemerdekaan yaitu pada masa revolusi dan masa demokrasi terpimpin di era Presiden Soekarno, justru hukum di negara hukum ditempatkan bukan sebagai prioritas utama. Di era ini justru Politik yang dijadikan sebagai Panglima dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka timbullah berbagai gejolak yang penyelesaiannya berujung pada kebijakan politik.

Bergantinya rejim pemerintahan di Indonesia, dari Soekarno ke Soeharto, telah merubah juga orientasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Prioritas utama di era Presiden Soeharto ini adalah pembangunan ekonomi, yang mengejar pertumbuhan. Di era ini ekonomi dijadikan sebagai Panglima, dengan dibantu oleh stabilitas politik, hukum kekuasaan, dan kekuataan militer.Setiap gerak kehidupan dan pola pikir masyarakat di era rejim Soeharto, selalu berorientasi pada kepentingan penguasa. Orientasi inilah yang akhirnya selalu berujung pada ketidakberpihakannya rejim kepada kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat tidak mendapatkan perlindungan dari kepastian hukum, tapi justru terombang-ambingkan oleh hukum kekuasaan.

Kemudian pada era Presiden pengganti Soeharto, yaitu Habibie yang periode waktunya sangat pendek, penegakkan hukum selalu dikaitkan dengan kepentingan politik dan ekonomi. Di era ini Presiden Habibie mencoba mengkombinasikan prioritas utamanya pada politik dan ekonomi. Misalnya kebijakan untuk pemilu multipartai yang demokratis dilaksanakan sejajar, pembebasan rakyat Timor Timur untuk melakukan tindakan separatise dari Indonesia, dan upaya eksplorasi uang negara yang kemudian dikenal sebagai kasus Bank Bali.

Pada era pasca reformasi yang diharapkan menjadi era demokrasi ini, pemerintahan telah dipimpin oleh Presiden yang terpilih secara demokratis besar harapannya untuk menegakkan supremasi hukum. Presiden Abdurrahman Wahid sebagai pemegang amanat rakyat menanggung beban berat, untuk upaya penegakkan supremasi hukum sekaligus mempertahankan integrasi nasional.

Penegakkan hukum saat ini akan sangat terkait dengan upaya mewujudkan persatuan nasional yang utuh dan berkeadilan, sebagai langkah nyata mempertahankan integrasi nasional Indonesia. Maka seperti yang pernah di sampaikan Gus Dur, bahwa prioritas utama pemerintahannya adalah penegakkan supremasi hukum, dengan langkah-langkah utamanya, membenahi hubungan sipil dan militer, serta konsentrasi pemulihan integrasi nasional.

Pembenahan hukum nasional ini merupakan langkah nyata penghapusan diskirminasi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Penghapusan diskriminasi dalam segala bentuk dan terhadap siapapun juga adalah bentuk nyata pelanggaran Hak Asasi Manusia. Berbagai bentuk diskriminasi ini dapat dilihat dalam wujud diskriminasi rasial, diskriminasi terhadap perempuan, diskriminasi agama, diskriminasi kelas sosial-ekonomi.

Penghapusan segala bentuk diskriminasi ini merupakan langkah konkrit penegakkan supremasi hukum. Dengan terhapusnya diskriminasi tersebut akan berdampak bagi proses mempertahankan integrasi nasional. Salah satu faktor perekat bagi integrasi nasional adalah kesetaraan antar warga negara, di mata hukum dan pemerintahan.

Untuk itu diskriminasi rasial, diskriminasi terhadap perempuan, diskriminasi agama, dan diskriminasi kelas sosial-ekonomi, merupakan musuh bersama bagi warga bangsa Indonesia. Mencermati langkah-langkah pemerintahan Gus Dur di atas tentunya membutuhkan dukungan nyata tidak hanya dari pejabat negara di MPR, DPR, maupun lembaga tinggi lainnya. Tidak juga hanya dari Menteri-Menterinya saja, tapi lebih dari itu membutuhkan partisipasi aktif dari warga negara, yaitu dukungan dan sikap kritis elemen-elemen rakyat.

Sikap kritis tersebut dengan memberikan sumbangsih pemikiran dan koreksi kebijakan, serta dukungan dalam bentuk moral force dan ikut ambil bagian proses sosialisasi kebijakan. Maka dalam rangka momentum Mei 2000, yang untuk memperingati 2 tahun peristiwa Mei 1998, elemen-elemen rakyat akan memiliki kekuatan tekan dan kekuatan politik ketika bersama-sama untuk aksi dan refleksi. Elemen-elemen rakyat inilah yang kemudian dengan penuh kesadaran tinggi bersama-sama berbicara, bertukar-pikir, merumuskan ide, menuliskan langkah dan mencari solusi, serta bekerja saling mengisi.Data diambil dari kumpulan mass media dan beberapa documenter dengan penambahan pribadi saya yang bersifat subjektif.

Wujud dari kebersamaan setiap bagian rakyat ini dalam bentuk rangkaian kegiatan yang wujudnya aksi dan refleksi. Diselenggarakan di berbagai lokasi, kampus, tempat publik, gedung rakyat, dan jalanan. Aksi dan refleksi ini merupakan langkah yang terintegralistik dalam pola gerakan rakyat, menegakkan supremasi hukum dalam rangka perwujudan integrasi nasional. Semoga kemerdekaan, keadilan, perdamaian dan demokrasi bagi rakyat dapat nyata oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Hidup rakyat.