nefropatxfhi

download nefropatxfhi

of 19

description

xfjndgjk

Transcript of nefropatxfhi

Nama: Adri Permana UtamaNIM: 03011007

NEFROPATI DIABETIKA. DEFINISINefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal, mempunyai hubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat atau intoleransi glukosa. Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau > 200 g/menit) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.(1)Ada 5 fase nefropati diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin excretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II eksresi albumin relatif normal (300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.(2)

B. EPIDEMIOLOGI Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus. Pada sebagian penderita komplikasi ini berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau transplantasi ginjal.di dalam laporan perhimpunan nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, disebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki urutan nomer tiga (16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefrotis kronik (18,51 %) sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah di Indonesia.tingginya prevalensi nefropati diabetik sebagai penyebab gagal ginjal terminal juga menjadi masalah dinegara lain. Dewasa ini, 35 % penderita gagal ginjal terminal yang menjalani cuci darah di amerika disebabkan oleh nefropati diabetik. Laporan di eropa menyebutkan prevalensi sebesar 15%.prevalensi di Singapura pada tahun 1992 adalah 25%. Perbedaan prevalensi dari berbagai ini selain disebabkan adanya perbedaan kriteria dignosis, mungkin juga disebabkan oleh perbedaan ras, genetik, geografi, atau faktor-faktor lain yang belum diketahui.mengingat mahalnya pengobatan cuci darah dan cangkok ginjal, berbagai upaya dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis nefropati diabetik sedini mungkin, sehingga progrefitasnya menjadi gagal ginjal terminal dapat dicegah atau sedikitnya diperlambat.(3)

C. ETIOLOGISecara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik sebagai berikut (4) : a. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl (7,7-8,8 mmol/l)); A1C >7-8%.b. Faktor-faktor genetis.c. Kelainan hemodinamik ( peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus).d. Hipertensi sistemik.e. Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik).f. Keradangan.g. Perubahan permeabilitas pembuluh darah.h. Asupan protein berlebih.i. Gangguan metabolik.j. Pelepasan growth factor.k. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein.l. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membran basalis glomerulus).m. Gangguan pompa ion.n. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia).o. Aktivasi protein kinase.D. FAKTOR RESIKOTidak semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetika. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain (5) :1. Hipertensi dan prediposisi genetika2. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetikaa. Antigen HLA (Human Leukocyt Antigen)Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe antigen HLA dengan kejadian nefropati diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9b. Glukose Transporter (GLUT)Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk mendapat nefropati diabetik.3. Hiperglikemia4. Konsumsi protein hewani

E. PATOFISIOLOGINefropati diabetik pada individu dengan DM tipe 1 awalnya dicirikan oleh penebalan membran basal tubular dan glomerular, dengan ekspansi mesangial progresif menyebabkan penurunan progresif dari permukaan filtrasi glomerular. Bersamaan dengan itu, perubahan morfologi interstisial juga terjadi, beserta hialinisasi dari arteriol aferen dan eferen glomerulus. Ekspansi mesangial dapat difus (glomerulosklerosis diabetik) atau dengan bidang ekspansi mesangial yang sudah ditandai, membentuk zona berbentuk bundar dan fibriler, dengan inti di palisade (glomerulosklerosis nodular, nodus Kimmelstiel-Wilson). Ekspansi mesangial adalah lesi kritis yang mengarah ke pengembangan menjadi hilangnya fungsi ginjal, kerusakan pada tubular glomerular junction, ke tubulus dan interstisiel menentukan progresi ESRD.(6)Kerusakan podosit juga muncul untuk terlibat dalam proses glomerulosklerosis. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Pima Indian, sangat rentan terhadap terjadinya nefropati diabetik, sejumlah kecil podosit per glomerulus adalah prediktor paling besar dari peningkatan UAE (Urinary Albumin Excretion) dan klinis untuk klinis nefropati diabetik. Ketika temuan ini hadir, individu denga normoalbuminuric memiliki risiko lebih tinggi berkembang menjadi penyakit ginjal dibanding mereka yang tidak memiliki lesi podosit. Selain itu, nephrine, protein yang disintesis oleh podosit dan dianggap penting untuk stabilitas barrier glomerular, ekspresinya berkurang pada nefropati diabetik. Penggunaan ACE inhibitor menghasilkan ekspresi nephrine pada tingkat yang sama dengan individu dengan DM tanpa nefropati diabetik.(6)Dalam subkelompok pasien dengan DM, hilangnya fungsi ginjal mendahului perkembangan mikroalbuminuria. Kelompok ini menyajikan lesi glomerular lebih dulu daripada terjadinya mikroalbuminuria.(6)Lesi ginjal pada individu dengan DM tipe 2 lebih kompleks dibandingkan pada individu dengan DM tipe 1. Prevalensi lesi ginjal yang non-khas untuk DM pada individu dengan DM tipe 2 tinggi, mencapai 10 - 30% dari subyek dengan proteinuria. Minoritas, aspek histopatologi mirip dengan lesi khas subyek dengan DM tipe 1. Sisanya menyajikan nefropati diabetik ringan atau tidak ada, dengan atau tanpa perubahan tubulointerstitial, perubahan arteriolar atau glomerulosklerosis difus. Tubulopati ini kemungkinan berhubungan dengan hiperglikemia persisten dan perubahan yang berkaitan dengan usia, aterosklerosis dan hipertensi arteri (8). Meskipun terdapat heterogenitas dari lesi dan dampak dari penyakit seperti hipertensi arteri pada individu dengan DM tipe 2, dalam kelompok besar individu dengan DM tipe 2, keparahan dari lesi berkorelasi dengan perkembangan nefropati diabetik dan kecepatan turunnya GFR.(6)

Mekanisme patofisiologi1. Faktor HemodinamikDalam tahap awal, nefropati diabetik dicirikan oleh hiperfiltrasi glomerular karena pengurangan tahanan arteriol eferen dan aferen glomerulus, dan peningkatan konsekuen perfusi ginjal. Meskipun mekanisme yang mengarah pada hiperfiltrasi glomerular tidak jelas, obesitas dan pelepasan sejumlah faktor pro inflamasi dan faktor pertumbuhan yang terjadi pada DM tampaknya memiliki peran. Dalam studi ini, jumlah endotelin 1 (ET-1), suatu vasokonstriktor yang penting, berkorelasi dengan UAE, jumlahnya dalam plasma semakin tinggi secara progresif menurut tingkat nefropati diabetik yang lebih tinggi. Ini defek awal autoregulasi perfusi ginjal yang memudahkan albumin bocor dari kapiler ke glomerulus ginjal, dan menyebabkan peningkatan kompensasi dari matriks mesangial, penebalan membran basal glomerulus dan kerusakan podosit. Albuminuria juga mengaktifkan serangkaian jalur inflamasi melalui sel tubular dan mendukung proses ini. Selain itu, stres mekanis yang dihasilkan dari hiperperfusi ginjal menyebabkan pelepasan sitokin (TNF- ), faktor pertumbuhan (VEGF, TGF- 1), kolesterol dan trigliserida lokal yang menginduksi akumulasi protein dari matriks ekstraseluler, yang mengarah ke ekspansi mesangial dan glomerulosklerosis. Penurunan TGF- 1 dengan menghalangi sistem renin-angiotensin-aldosteron menghambat perkembangan nefropati diabetik dan mempertahankan morfologi glomerular.(6)

2. Hiperglikemia Dan Produk Lanjutan Dari Glikosilasi Non-EnzimatikHiperglikemia persisten merupakan faktor risiko yang kuat untuk nefropati diabetik dan menyebabkan proliferasi sel mesangial dan matriksnya, serta penebalan membran basal. Hiperglikemia meningkatkan ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) di podosit, menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. Hiperglikemia juga meningkatkan produk generasi lanjut glikosilasi non-enzimatik dari protein melalui aktivasi jalur reduktase aldol dan protein kinase C (PKC). Produk akhir glikosilasi non-enzimatik terikat pada kolagen dan protein yang membentuk membran basal glomerulus dan membuat barrier glomerular lebih permeabel terhadap bagian dari protein, sehingga UAE meningkat.(6)

3. SitokinSerangkaian marker peradangan yang beredar seperti C reactive protein, interleukin 1, 6 dan 18, dan faktor nekrosis tumor meningkat pada nefropati diabetik, dan jumlahnya berkorelasi dengan albuminuria dan pengembangan menjadi ESRD. Selain itu, hiperglikemia, TGF- 1 dan angiotensin II merangsang sekresi VEGF, menyebabkan produksi oksida nitrat endotel, vasodilatasi dan hiperfiltrasi glomerular. Hiperglikemia, mungkin dimediasi oleh stres oksidatif, juga mendorong angiotensin II untuk mensintesis TGF- , kolagen tipe IV dan fibronektin, yang kemudian memberikan kontribusi untuk glomeruloskelerosis progresif.(6)Faktor inflamasi juga terlibat dalam pengembangan lesi tubulointerstitial, dan muncul untuk membentuk akumulasi makrofag di celah tubular pada hewan model yang dirancang untuk belajar nefropati diabetik. Makrofag juga memproduksi radikal bebas, sitokin inflamasi dan protease yang menginduksi kerusakan tubular. Lebih jauh lagi, glomerulus dan sel-sel ginjal juga memproduksi serangkaian faktor inflamasi ketika mereka dihadapkan pada hiperfiltrasi glomerulus dan meningkatnya UEA, mengintensifkan proses ini.(6)

Teori patogenesis nefropati diabetik menurut Viberti (7):1.HiperglikemiaDiabetes Control and Complication Trial (DCCT) dalam penelitiannya mengatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1 dapat menurunkan resiko perkembangan nefropati diabetik. Perbaikan kontrol glukosa pada penderita DM tipe 2 dapat mencegah kejadian mikroalbuminuria. Keadaan mikroalbuminuria akan memperberat kejadian nefropati diabetik. Dengan bukti-bukti ini menunjukkan bahwa hubungan antara hiperglikemia dengan nefropati tidak ada yang meragukan, ini tampak pada kenyataan bahwa nefropati dan komplikasi mikroangiopati dapat kembali normal bila kadar glukosa darah terkontrol. 2.Glikosilasi Non EnzimatikHiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik asam amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang akan menghasilkan produk AGEs (Advanced Glycosylation End Products). Penimbunan AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginjal dalam jangka panjang akan merusak membrane basalis dan mesangium yang akhirnya akan merusak seluruh glomerulus.

3.PolyolpathwayDalam polyolpathway, glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan peran utama dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meningkat maka sorbitol akan meningkat dalam sel ginjal dan akan mengakibatkan berkurangnya kadar mioinositol, yang akan mengganggu osmoregulasi sel sehingga hingga sel itu rusak.

4.GlukotoksisitasKonsistensi dengan penemuan klinik bahwa hiperglikemia berperan dalam perkembangan nefropati diabetik, studi tentang sel ginjal dan glomerulus yang diisolasi menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan menambah penimbunan matriks ekstraseluler. Menurut Lorensi, glukosa mempunyai efek toksis terhadap sel, begitu pula terhadap sel ginjal, sehingga dapat terjadi nefropati diabetik.

5.HipertensiHipertensi mempunyai peranan penting dalam patogenesis nefropati diabetik disamping hiperglikemi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes dengan hipertensi lebih banyak mengalami nefropati dibandingkan penderita diabetes tanpa hipertensi. Hemodinamik dan hipertrofi mendukung adanya hipertensi sebagai penyebab terjadinya hipertensi glomeruler dan hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dari neuron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. Jika dilakukan penurunan tekanan darah, maka penyakit ini akan reversibel.

6.ProteinuriaProteinuria merupakan prediktor independent dan kuat dari penurunan fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif lainnya. Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan tubulo-interstisiel dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat maka akan terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte chemotractant protein-I (MCP-1). Faktor-faktor ini akan merubah ekspresi dari pro-inflamatory dan fibritic cytokines dan infiltrasi sel mononuclear, menyebabkan kerusakan dari tubulo-interstisiel dan akhirnya terjadi renal scarring dan insufisiensi.Pada diabetes, perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.(8)

F. GAMBARAN KLINIKProgresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5 tahap (9):1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertrophy Stage)Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerulus mencapai 20-50% diatas nilai normal menurut usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x. Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.2. Stadium II (Silent Stage)Ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal ( 0,5gr/24j). Hipertensi Penurunan laju filtrasi glomerulus.5. Stadium V (End Stage Renal Failure) Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadiumV. Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi nefropati diabetika antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis ditegakkan dan keadaan ini seringkali reversibel dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang burukTahapKondisi GinjalAERLFGTDPrognosis

1HipertrofiHiperfungsiNNReversibel

2

Kelainan struktur

N

/ N

Mungkin reversibel

3

Mikroalbuminuria persisten

20-200 mg/menit / N

Mungkin reversibel

4

MakroalbuminuriaProteinuria

>200 mg/menit

Rendah

Hipertensi

Mungkin bisa stabilisasi

5Uremia

Tinggi /Rendah 2,5mg/dl.(10)Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:1. AnamnesisDari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotensi.(10)2. Pemeriksaan Fisika. Pemeriksaan MataPada nefropati diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan funduskopi, berupa :1) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.2) Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena.3) Eksudat berupa :a) Hard exudates, berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.b) Cotton wool patches, berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskemia retina.4) Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler.5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.6) NeovaskularisasiBila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada : Cor : cardiomegali Pulmo : oedem pulmo

3. Pemeriksaan LaboratoriumProteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria satu kali pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl.(10)

H. PENATALAKSANAANTujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal. a. EvaluasiPenurunan fungsi ginjal harus sudah diperiksa pada awal ditegakkannya diagnosis diabetes melitus dan pada saat pengobatan rutin. Pemantauan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin.

Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien DiabetesTesEvaluasi awalFollow Up

Penentuan mikroalbuminurinSesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3 bulan diagnosis ditegakkan)Diabetes tipe 1 : tiap tahun setelah 5 tahun.Diabetes tipe 2 : tiap tahun setelah diagnosis ditegakkan.

Klierens KreatininSaat awal diagnosis ditegakkanTiap 1-2 tahun sampai laju filtrasi glomerulus