Nawhuqurani

69
1 | Nahwu Qurani MUKADIMAH Bismillah, walhadmdulillah... wasshalatu wassalamu ‘alaa rasulillah . . . Pada mulanya, naskah ini adalah Theori untuk Data Alfadzul Alqur’an, sebuah data yang sangat lengkap dan teliti menggunakan program Excel 2007 yang ditangani dua orang Ahli, yaitu Akhina Al karim Ust. Aa Fuad Mukhlish, seorang Mahasiswa Mesir yang sangat teliti dan jeli dalam memahami Nahwu dan Sharaf dan Almukarram Ir. Akmaldin Noor, Mantan Anggota DPR RI Komisi VIII Priode 2004-2009, seorang Insinyur Teknik yang sangat perhatian dengan dunia pendidikan Qur’an di Indonesia dan sangat memahami dengan teknik komputer, khususnya dalam pengolahan data dengan menggunakan program Excel hingga kurikulum Nahwu Sharaf disusun dengan sangat sederhana dan lengkap ini. Dengan melakukan berbagai ujicoba, akhirnya kurikulum ditetapkan dalam penyusunan theori untuk data tersebut dengan harapan agar Nahwu Sharaf dapat dipahami tidak hanya oleh kalangan pesantren saja. Akhirnya, dikarenakan Ust. Aa Fuad Mukhlish berhalangan menyelesaikan data milik Ir. Akmaldin Noor tersebut, pada Akhir Tahun 2010 saya berkesempatan menyelesaikannya bersama Akhina Ust. Zaini Mastur, Ust. PPPHM Lirboyo Kediri di bulan Ramadhan 1431 H. Kemudian, dikarenakan Ust. Zaini Mastur masih bertugas mengajar di Kediri, data tersebut dibebankan kepada saya hingga Theori tersusun dengan merujuk kepada Theori yang ditelah disusun oleh para Ulama Salaf seperti Mughni Labib, Alfiyyah Ibnu Malik, Hasyihah Al Khudhari, Jamiuddurus, Al Amtsilah Attashrifiyyah, Syarh Ibmu Aqil dan lain-lain. Disebabkan data yang sangat banyak, akhirnya Theori ini disendirikan dalam pembukuannya, dengan segala keterbatasan kemampuan dalam penulisannya serta belum adanya tashih diharapkan ada dari yang membaca susunan ini untuk bisa memaklumi serta membenahinya. Cilacap, 22-09-2011 Penyusun

Transcript of Nawhuqurani

Page 1: Nawhuqurani

1 | N a h w u Q u r a n i

MUKADIMAH

Bismillah, walhadmdulillah... wasshalatu wassalamu ‘alaa rasulillah . . . Pada

mulanya, naskah ini adalah Theori untuk Data Alfadzul Alqur’an, sebuah data yang sangat

lengkap dan teliti menggunakan program Excel 2007 yang ditangani dua orang Ahli, yaitu

Akhina Al karim Ust. Aa Fuad Mukhlish, seorang Mahasiswa Mesir yang sangat teliti dan jeli

dalam memahami Nahwu dan Sharaf dan Almukarram Ir. Akmaldin Noor, Mantan Anggota

DPR RI Komisi VIII Priode 2004-2009, seorang Insinyur Teknik yang sangat perhatian dengan

dunia pendidikan Qur’an di Indonesia dan sangat memahami dengan teknik komputer,

khususnya dalam pengolahan data dengan menggunakan program Excel hingga kurikulum

Nahwu Sharaf disusun dengan sangat sederhana dan lengkap ini. Dengan melakukan

berbagai ujicoba, akhirnya kurikulum ditetapkan dalam penyusunan theori untuk data

tersebut dengan harapan agar Nahwu Sharaf dapat dipahami tidak hanya oleh kalangan

pesantren saja. Akhirnya, dikarenakan Ust. Aa Fuad Mukhlish berhalangan menyelesaikan

data milik Ir. Akmaldin Noor tersebut, pada Akhir Tahun 2010 saya berkesempatan

menyelesaikannya bersama Akhina Ust. Zaini Mastur, Ust. PPPHM Lirboyo Kediri di bulan

Ramadhan 1431 H. Kemudian, dikarenakan Ust. Zaini Mastur masih bertugas mengajar di

Kediri, data tersebut dibebankan kepada saya hingga Theori tersusun dengan merujuk

kepada Theori yang ditelah disusun oleh para Ulama Salaf seperti Mughni Labib, Alfiyyah

Ibnu Malik, Hasyihah Al Khudhari, Jamiuddurus, Al Amtsilah Attashrifiyyah, Syarh Ibmu Aqil

dan lain-lain. Disebabkan data yang sangat banyak, akhirnya Theori ini disendirikan dalam

pembukuannya, dengan segala keterbatasan kemampuan dalam penulisannya serta belum

adanya tashih diharapkan ada dari yang membaca susunan ini untuk bisa memaklumi serta

membenahinya.

Cilacap, 22-09-2011

Penyusun

Page 2: Nawhuqurani

2 | N a h w u Q u r a n i

AN-NAHWU

PEMBAHASAN UMUM

A. PENGERTIAN: 1. DEFINISI:

1

“kaidah untuk mengetahui keberadaan (makna sempurna) tiap kata dalam kalimat hingga kesempurnaan makna dalam beberapa susunan kalimat dapat

dimengerti, serta untuk mengetahui perubahan akhir kata serta tatacara dalam perubahannya”.

2. FAIDAH: Dalam nahwu, hanya dibahas tentang i’rab (perubahan di akhir kata) yang

bentuk perubahannya hanya ada empat macam, yakni rafa’, nashab, jar dan jazm. Namun pada hakikatnya, perubahan tersebut ditentukan oleh keberadaan suatu kata dalam susunan kalimat hingga status i’rab dalam susunan kalimat bisa diketahui untuk mengetahui makna secara sempurna. Demikian sebab bila tidak mengerti status I’rab sebuah kata dalam kalimat, susunan kalimat tidak bisa dipahami makna dan tujuannya, sebaliknya tidak mengerti dengan susunan kalimat, perubahan tiap akhir kata tidak bisa dipahami, bahkan bila salah menilai dan mengerti perubahan harakat akhir sebuah kata dalam kalimat maknanya bisa berubah jauh dari yang benar. Asyaikh Muhamad ibn Ahmad ibn ‘Abdul Baar Al-Ahdal mengatakan:

2

“Faidah dari Ilmu Nahwu adalah mengetahui agar terhindar dari kesalahan dalam memahami kalam (susunan kalimat Arab) dan puncaknya adalah agar bisa memahami makna-makna Kalamullah dan Rasul-Nya yang ini dapat mengantarkan seseorang untuk menggapai kebahagiaan dunia akhirat. Oleh sebab itu, wajib mempelajarinya (terutama bagi yang mempelajari Qur’an dan Hadits) agar bisa memahami keduanya, dan sebaiknya mendahulukan ilmu nahwu dari ilmu-ilmu yang lain. Demikiansebab kalam (susunan kalimat) tidak bisa dipaham dengan benar tanpa ilmu nahwu bahkan terkadang sama sekali tidak bisa dipahami”.

3. JUMLAH: jumlah adalah susunan kalimat dari berbagai kata. Dalam hal ini jumlah

terbagi dalam dua bagian:

1 . Fuad Ni’mah, Mulakhish Qawaid Allughah Al ‘Arabiyyah. Juz I, hal 17. 2 . Asyaikh Muhamad ibn Ahmad ibn ‘Abdul Baar Al-Ahdal, Al-Kawakib Al-Durriyyah, hal. 5.

Page 3: Nawhuqurani

3 | N a h w u Q u r a n i

1. Jumlah Mufidah/kalimat sempurna3

Definisi: “tiap kalimat yang tersusun dari

dua kata atau lebih dan memiliki makna sempurna”. Bentuk:

1. Ismiyyah: “jumlah yang diawali dengan kata nominal . 2. Fi’liyyah: “tiap jumlah yang diawali dengan kata kerja”.

Dua bentuk/kalimat semprna tersebut terbagi dalam tiga kelompok:

1. Khabariyyah4 : ”jumlah yang memuat (makna)

yang mungkin benar dan mungkin tidak . 2. Isnsyaiyyah5: ”jumlah yang tidak memuat

(makna) yang mungkin benar dan mungkin tidak . 3. Thalabiyyah6: ”kalimat yang menunjukkan

makna tuntutan terhadap hal yang tidak ditemukan pada waktu (pengucapan kalimat) itu .

2. Syibhul Jumlah tiap kalimat yang terbentuk dari kata dzaraf yang disambung

dengan kata setelahnya atau dari kata yang dijarkan oleh huruf (jar).

4. I’RAB:

Definisi: 7 “perubahan (dari satu

harakat ke harakat lain, atau huruf jadi huruf lain dan atau keberadaan satu huruf dan terbuangnya) yang perubahan itu terdapat di akhir kata, disebabkan (pengaruh) amil/posisi kata dalam kalimat, baik berubah secara lafdziyyah/tampak maupun hanya diperkirakan (karena akhir kata berbentuk huruf “alif, wawu atau ya”. Yang “wawu/ya” berkarkat dhammah atau kasrah).

Bentuk: 1. Rafa’: perubahan akhir kata dengan tanda harakat ”dhammah”

atau ”wawu” beserta ”nun” yang difathah atau ”alif” atau

”nun” .

2. Nashab: perubahan akhir kata dengan tanda harakat “fathah” atau

“alif” atau ”ya” beserta ”nun” yang dikasrah atau membuang ”nun”

3 . Fuad Ni’mah, Mulakhish Qawaid Allughah Al ‘Arabiyyah. Juz I, hal 19. 4 . Asyyaikh Addamanhuri, Hilyatu Allubb Almashun, hal.115. 5 . Asyyaikh Addamanhuri, Hilyatu Allubb Almashun, hal.115. 6 . Asyyaikh Addamanhuri, Hilyatu Allubb Almashun, hal.116. 7 . Asyaik Ashanhaji, Matan Alajrumiyyah, bab I’rab.

Page 4: Nawhuqurani

4 | N a h w u Q u r a n i

3. Jar/khafadh: perubahan akhir kata nominal dengan tanda harakat

“kasrah” atau “ya” dan “nun” yang dikasrah atau harakat

”fathah” .

4. Jazm: perubahan akhir kata kerja dengan tanda harakat “sukun” atau

membuang “nun” atau membuang huruf ilat ”wawu, alif, ya” .

B. TANDA I’RAB DAN PELETAKANNYA 1. Secara kesuluruhan, tanda i’rab terbagi dalam dua kelompok:

Harakat: 1. Dhammah (tanda utama untuk rafa’) 2. Fathah (tanda utama untuk nashab) 3. Kasrah (tanda utama untuk jar/khafadh) 4. Sukun (tanda utama untuk jazm)

Huruf: baik keberadaan atau terbuangnya huruf: 1. Wawu 2. Alif 3. Ya, dan 4. Nun

2. Masing-masing dari tanda i’rab tersebut bertempat pada tiap kata yang akhir katanya dapat berubah (bukan kata mabni)8, baik berupa isim ataupun fi’il. Sementara huruf baik mandiri, tidak madniri, athil maupun ma’ani, semuanya mabni (tidak bisa dii’rabi). Letak tanda i’rab seperti jumlah i’rabnya terbagi dalam empat bagian: a. Rafa’:

1. Dhammah : tanda ini terletak pada kata: Isim mufrad Jamak taksir Jamak muannats salim Fiil mudhari’ yang akhir katanya tidak terdapat tambahan “nun”/af’al

khamsah (mudhari’ untuk objek tunggal, selain orang kedua tunggal perempuan).

2. Wawu+nun: tanda ini terletak pada kata: Jamak mudzakar salim Isim lima.

3. Alif+nun: tanda ini terletak pada kata: Isim Tastniyyah.

4. Nun: tanda ini terletak pada kata:

8 . Bila berbentuk kata mabni, akhir kata tidak berubah, tetapi status i’rabnya saja yang dikatakan berubah.

Page 5: Nawhuqurani

5 | N a h w u Q u r a n i

Fiil mudhari’ yang akhir katanya terdapat tambahan “nun” (mudhari’ untuk objek dua, dan jamak selain jamak untuk perempuan karena mabni sukun).

b. Nashab: 1. Fathah: tanda ini terletak pada kata:

Isim mufrad Jamak taksir Fiil mudhari’ yang akhir katanya tidak terdapat tambahan (mudhari’

untuk objek tunggal, selain orang kedua tunggal perempuan). 2. Alif: tanda ini terletak pada kata:

Isim lima 3. Kasrah: tanda ini terletak pada kata:

Jamak muannats salim 4. Ya: tanda ini terletak pada kata:

Isim tatsniyyah. Jamak mudzakar salim.

5. Membuang “nun”: tanda ini terletak pada kata: Fiil mudhari’ yang akhir katanya terdapat tambahan “nun”/af’al

khamsah (mudhari’ untuk objek dua, dan jamak selain jamak untuk perempuan karena mabni sukun).

c. Jar/khafadh: 1. Kasrah: tanda ini terletak pada kata:

Isim mufrad munsharif Jamak taksir munsharif Jamak muannats salim

2. Ya: tanda ini terletak pada kata: Isim tastniyyah Isim lima Jamak mudzakar salim

3. Fathah: tanda ini terletak pada kata: Isim ghairu munsharif, baik berupa mufrad ataupun jamak9.

d. Jazm: 1. Sukun: tanda ini terletak pada kata:

Fiil mudhari’ yang akhir katanya tidak terdapat tambahan (mudhari’ untuk objek tunggal, selain orang kedua tunggal perempuan) dan tidak bebentuk huruf ilat (“wawu”, “alif” atau “ya”).

2. Membuang nun: tanda ini terletak pada kata: Fiil mudhari’ yang akhir katanya terdapat tambahan “nun”/af’al

khamasah (mudhari’ untuk objek dua, dan jamak selain jamak untuk perempuan karena mabni sukun).

3. Membuang huruf ‘ilat: tanda ini terletak pada kata: 9 . Ketika tastniyyah ditandai dengan “ya” seperti yang munsharif. Ketentuan isim ghairu munsharif ditandai dengan

fathah pada saat jar ini bila isim ghairu munsharif tersebut tidak dimasuki huruf “al” atau disambungkan dengan kata

setelahnya. Bila isim ghairu munsharif dimasuki “al” atau dissambbungkan kata sesudahnya maka i’rab jarnya sama

dengan isim munsharif.

Page 6: Nawhuqurani

6 | N a h w u Q u r a n i

Fiil mudhari’ yang akhir katanya bebentuk huruf ilat (“wawu”, “alif” atau “ya”).

C. MU’RAB: yakni kata baik berupa kata kerja maupun kata nominal, yang huruf di

akhir kata tersebut berubah dengan tanda perubahan (I’rab) yang jumlahnya ada empat seperti tersebut di atas yang perubahan tersebut dipengaruhi oleh ‘amil (huruf atau posisi kata tersebut dalam kalimat). Kata Mu’rab ini adalah sebagai berikut: Bila berbentuk kata nominal: Tiap kata yang huruf akhirnya tidak berupa alif,

wawu atau ya. Kecuali wawu/ya pada saat I’rabnya menggunakan fathah sebagai tanda, dan selain kata ganti (dhamir) atau kata penghubung (mawsul) yang tidak bermakna tastniyyah.

Bila berbentuk kata kerja: seluruh fi’il mudhari’ yang berdhamir tunggal dan akhir katanya tidak berupa huruf ‘ilat.

D. MABNI: tiap kata baik berupa kata kerja maupun kata nominal atau yang lain, harakat pada huruf di akhir kata tidak berubah walau dimasuki ‘amil apapun atau dalam posisi manapun dalam kalimat. Kata mabni ini adalah: Bila berbentuk kata nominal: tiap kata yang huruf akhirnya berupa huruf alif,

wawu atau ya yang masing-masing dari wawu atau ya tersebut tidak berupa harakat fathah.

Kata kerja 1. Seluruh fiil madhi, dengan hukum sebagai berikut:

Mabni fathah, bila berdhamir tunggal, untuk orang ketiga (ghaib) laki-laki dan berdhamir tatsniyyah.

Mabni dhammah, bila berdhamir orang ketiga (ghaib) untuk jamak laki-laki. Mabni sukun, bila berdhamir untuk orang ketiga (ghaib) jamak perempuan,

dan seluruh fiil madhi yang berdhamir untuk orang pertama dan orang kedua. 2. Seluruh fiil amar, dengan hukum jazm. Ketentuannya sebagai berikut:

Mabni sukun, bila berbentuk mufrad untuk laki-laki dan huruf akhirnya tidak berupa huruf ‘ilat.

Mabni dengan membuang huruf ‘ilat, bila berbentuk mufrad untuk laki-laki dan huruf akhirnya berupa huruf ‘ilat.

Mabni dengan membuang nun, bila berbentuk mufrad untuk perempuan, jamak dan tatsniyyah baik untuk perempuan maupun laki-laki.

Semua kata huruf

E. CONTOH I’RAB

1

2

Page 7: Nawhuqurani

7 | N a h w u Q u r a n i

No Allafdz Al I’rab Tanda I’rab Sebab

1 Jar Kasrah Isim mufrad dimasuki "bi"

2 Jar Kasrah Isim Mufrad disambungkan dengan kata sebelumnya

3 Jar Kasrah Isim mufrad menjadi sifat bagi kata yang dijarkan (kata Allahi)

4 Jar Kasrah Isim mufrad menjadi sifat bagi kata yang dijarkan (kata Allahi)

5 Rafa' Dhammah Isim mufrad, menjadi permulaan kalimat (mubtada)

6 Jar Kasrah Isim mufrad dimasuki "li"

7 Jar Kasrah Isim mufrad menjadi sifat bagi kata yang dijarkan (lillaahi)

8 Jar Ya Isim yang sama dengan Jamak laki-laki, disambungkan dengan kata sebelumnya

9 Jar Kasrah Isim mufrad dan menjadi sifat bagi kata sebelumnya

10 Jar Kasrah Isim mufrad dan menjadi sifat bagi kata sebelumnya

11

Jar Kasrah

3 kata, masing-masing kata pertama menjadi sifat bagi kata sebelumnya dan setelahnya disambungkan dengannya

12 Nashab Fathah

tersimpan

menjadi objek bagi kata kerja setelahnya, dan berbentuk kata Jamid Mabni (Dhamir Munfashil)

13 Rafa' Dhammah Tidak terdapat huruf yang menashabkan atau menjazmkan

14 Nashab Fathah tersimpan

menjadi objek bagi kata kerja setelahnya, dan berbentuk kata Jamid Mabni (Dhamir Munfashil)

15 Rafa' Dhammah Tidak terdapat huruf yang menashabkan atau menjazmkan

16 Jazm Membuang "ya" Berupa Fiil Amr (kata perintah) dan akhir kata berupa huruf 'ilat

17 Nashab Fathah

tersimpan

menjadi objek bagi kata kerja setelahnya, dan berbentuk kata Jamid Mabni (Dhamir Munfashil)

18 Nashab Fathah Isim mufrad dan menjadi objek

Page 8: Nawhuqurani

8 | N a h w u Q u r a n i

19 Nashab Fathah menjadi sifat bagi kata sebelumnya yang dinashabkan (Shirath)

20 Nashab Fathah Menjadi kata badal (kata yang semakna dengan kata sebelumnya)

21 Jar Kasrah tersimpan

disambungkan dengan kata sebelumnya dan berbentuk kata jamid mabni (isim mawshul/kata penghubung)

22 Jar Kasrah tersimpan

menjadi sifat bagi kata sebelumnya yang dinashabkan dan berbentuk kata yang mabni (fiil madhi)

23 Jar Kasrah

tersimpan dimasuki huruf "ala" dan berbentuk kata jamid mabni (dhamir muttashil)

24 Jar Kasrah 2 kata, yang pertama menjadi sifat bagi kata sebelumnya yang dijarkan (dhamir) dan yang kedua disambungkan

25 Jar Kasrah

tersimpan dimasuki huruf "ala" dan berbentuk kata jamid mabni (dhamir muttashil)

26 Jar Ya di 'athafkan (disambungkan dengan huruf "wawu") dengan kata yang dijarkan (Maghdhubi)

Jazm Sukun Fiil amr berdhamir tunggal dan tidak diakhiri huruf 'ilat

Rafa' Dhammah tersimpan

kata jamid mabni (dhamir munfashil) dan menjadi permulaan kalimat (mubatada)

Rafa' Dhammah Isim muufrad sebagai khabr, sekaligus menjadi mubtada pada kalimat

Rafa' Dhammah Isim mufrad, sebagai khabr

Rafa' Dhammah Isim muufrad sebagai khabr, sekaligus menjadi mubtada pada kalimat

Rafa' Dhammah Isim mufrad, sebagai khabr

Jazm Sukun Mudhari' yang berdhamir tunggal dimasuki huruf "lam" dan akhir kata tidak berupa huruf 'ilat*

Jazm Sukun Mudhari' yang berdhamir tunggal dimasuki huruf "lam" dan akhir

kata tidak berupa huruf 'ilat

Jazm Sukun Mudhari' yang berdhamir tunggal dimasuki huruf "lam" dan akhir

kata tidak berupa huruf 'ilat

Page 9: Nawhuqurani

9 | N a h w u Q u r a n i

Jar Kasrah

tersimpan dimasuki huruf "la" dan berbentuk kata jamid mabni (dhamir muttashil)

Nashab Fathah Isim mufrad, sebagai khabr dari kata yang berasal dari akar "ka wa na"

Rafa' Dhammah Isim Mufrad, sebagai subjek dari kata kerja sebelumnya (wa lam yakun)

* jumlah kalimat ini juga berstatus I'rab Rafa' sebagi sifat dari kata sebelumnya.

Page 10: Nawhuqurani

10 | N a h w u Q u r a n i

PEMBAHASAN I FUNGSI KATA

A. HURUF

1. SATU HURUF a. Amil: yakni mempengaruhi I’rab pada akhir kata yang dimasukinya sesuai

dengan sifat huruf ini yang telah dibahas dalam Buku II. A Bila dijadikan sebagai alat untuk Munada (menposisikan orang ketiga

menjadi orang kedua dengan cara dipanggil). Fa

- Athaf: Fa yang digunakan sebagai huruf penghubung antara satu kata/kalimat dengan kata/kalimat sebelumnya agar status irab dan hukum hadats (pekerjaan)nya sama.

- Jawab: fa yang digunakan sebagai huruf penghubung dengan kalimat sebelumnya sekaligus menunjukkan bahwa kalimat yang dimasukinya merupakan jawab dari kalimat sebelumnya yang megandung makna syarat.

Ka - Jar: huruf yang menjadikan kata yang dimasukinya dikasrah (berstatus

I’rab “jar” tanda utamanya kasrah).

Li - Jar.

1. Bermakna Istihqaq: kata yang dimasuki “li” merupakan hak milik bagi muta’allaq (kata yang dihubungkan) dengan “li”.

2. Istikhshash: kata yang dimasuki “li” merupakan hal yang mendapatkan kekhushusan pada makna kata muta’allaq (kata yang dihubungkan) dengannya.

3. Muradifah ‘ala: huruf “li” menyerupai huruf “alaa” dalam arti Isti’la “diatas”.

4.Muradifah ‘an: huruf “li” menyerupai huruf ‘an” dalam arti mujawazah “dari”.

5. Muradifah bi: huruf “li” menyerupai huruf “bi” dalam beberapa arti yang dimiliknya.

6.Muradifah fii: huruf “li” menerupai huruf “fi” dalam arti dzarfiyyah (di dalam/pada”.

7. Muradifah ila: huruf “li” menyerupai huruf “ila” dalam arti intiha (sampai, kepada atau sampai).

8. Milki: kata yang dimasuki “li” merupakan hal atau orang yang memiliki muta’allaq (kata yang berhubungan) dengannya.

9.Syibih milki: kata yang dimasuki “li’ merupakan hal atau orang yang memiliki muta’allaq tetapi dengan kepemilikan tidak sempurna.

10. Tabligh: kata yang dimasuki “li” merupakan letak tujuan makna yang terkandung dalam muta’allaq.

Page 11: Nawhuqurani

11 | N a h w u Q u r a n i

11. Ta’lil: kata yang dimasuki “li” merupakan sebab atau alasan terwujudnya hadats (pekerjaan atau hal) yang terdapat dalam muta’allaq.

12. Zaidah: huruf “li” sebagai tambahan dan pelengkap dan biasanya bermakna tawkid (menguatkan makna yang terkandung dalam kalimat yang bersangkutan).

- Jazim: “li” yang masuk pada fiil mudhari’ dan menjadikan fiil mudhari dibuang harakat terakhirnya (disukun), dibuang nun atau huruf terakhirnya (bila akhir katanya terdapat tambahan alif-nun, wawu-nun atau huruf wawu, alif dan atau ya).

- Nashib: “li” yang masuk pada fiil mudhari’ dan menjadikan fiil mudhari’ difathah huruf terkhirnya dibuang nun atau huruf terakhirnya (bila akhir katanya terdapat tambahan alif-nun, wawu-nun atau huruf wawu, alif dan atau ya).

- Ta’lil: “li” yang menunjukkan makna sebab atau alasan terwujudnya sebuah pekerjaan.

Sa - Tansif: huruf yang masuk pada fiil mudhari’ dan berarti bahwa makna

pekerjaan yang terdapat pada fiil mudhari tersebut terjadinya masih lama”.

Ta - Qasam: kata yang dimasuki “ta” adalah kata yang dijadikan sebagai

landasan qasam (sumpah). Dan qasam dengan “ta” hanya terdapat dalam satu kata, yakni “Allah”.

Ya - Munada: alat yang digunakan untuk memanggil/menyapa dan kata

yang dimasukinya dinamakan munada (yang dipanggil/sapa).

Bi Semuanya huruf jar. - Alat: kata yang dimasuki “bi” merupakan alat yang digunakan untuk

mewujudkan pekerjaan yang terdapat pada makna kata sebelumnya. - Ilshaq: kata yang dimasuki “bi” secara maknawi atau lahir bertemu

dengan makna kata kerja yang berhubungan dengannya (muta’allaq). - ‘iwadh: kata yang dimasuki “bi” berupa pengganti dari makna kata yang

berhubungan dengannya (muta’allaq). - Khusus: Bi pada kalimat “Basmalah”. - Muradifah An: “bi” yang maknanya menyerupai huruf “an” dalam arti

mujawazah (dari). - Muradifah fi: “bi” yang maknanya menyerupai huruf “fi” dalam arti

dzarfiyyah (di, pada, dan semisalnya). - Muradifah ila: “bi” yang maknanya menyerupai huruf “ilaa” dalam arti

ghayah (sampai, kepada dan semisalnya). - Muradifah min: “bi” yang maknanya menyerupai huruf “min” dalam arti

ibtida (dari). - Mushahabah: makna kata yang dimasuki “bi” bersamaan dengan makna

pekerjaan yang terdapat dalam muta’allaq.

Page 12: Nawhuqurani

12 | N a h w u Q u r a n i

- Qasam: kata yang dimasuki “bi” adalah kata yang dijadikan sebagai landasan qasam (sumpah).

- Sababiyyah: kata yang dimasuki “bi” merupakan sebab terwujudnya makna pekerjaan dalam muta’allaq.

- Ta’diyyah: “bi” yang membantu kata kerja pasif agar menjadi aktif, dan “bi” diletakkan pada objeknya.

- Zaidah: “bi” yang berfungsi sebagai huruf jar dan tidak memiliki arti khusus.

La - Jar (bila masuk pada dhamir muttashil). Memiliki makna:

1. Istikhshash: makna dhamir yang dimasuki “la” merupakan hal/orang yang memiliki kekhususan terhadap makna kata yang berhubungan dengannya (muta’allaq).

2. Muradifah bi: “la” yang menyerupai makna huruf “bi” dalam makna ta’diyyahnya.

3. Muradifah ila: “ala yang menyerupai huruf “ila” dalam makna ghayah (sampai/kepada).

4.Milki: makna dhamir yang dimasuki “la” adalah pemilik makna kata muta’allaq (kata yang berhubungan dengannya).

5. Syibhul milki: makan dhamir yang dimasukinya adalah pemilik makan kata yang berhubungan dengannya (muta’allaq) tetapi dengan kepemilikan tidak sempurna.

- Ibtida: “la” yang masuk pada khabar “inna” atau “anna” atau objek pada susunan kalimat nominal10.

- Jawab: kata yang dimasuki “la” adalah jawab dari kalimat syarat sebelumnya.

- Jawab qasam: kata yang dimasuki “la” merupakan jawab qasam (perka yang disumpahkan) dari kalimat qasam yang bersangkutan.

- Mawthiah:

11 “tiap “la” yang masuk pada perangkat syarat untuk menunjukkan bahwa jawab setelahnya adalah jawab untuk qasam terbuang yang dikira-kirakan berada sebelumnya dan bukan jawab untuk syarat (yang dimasuki “la” tersebut”.

Wa - Athaf: “wawu” yang digunakan sebagai huruf penghubung antara satu

kata/kalimat dengan kata/kalimat sebelumnya agar status irab dan hukum hadats (pekerjaan)nya sama.

- Haliyah: kata yang dimasuki “wa” menunjukkan kondisi atau keadaan terjadinya hadats (pekerjaan) yang terdapat pada kalimat sebelumnya.

- Isti’naf: kata yang dimasuki “wa” adalah permulaan kalimat.

10 . Jamaludin bin Hisyam Alanshari, Mughni Labib, bab I, hal, 224. 11 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz III, hal, 763.

Page 13: Nawhuqurani

13 | N a h w u Q u r a n i

- Ma’iyyah: makna kata yang dimasuki “wa” merupakan subjek atau objek yang bersama dalam terwujudnya hadats (pekerjaan) yang terdapat pada kata sebelumnya12.

- Qasam: kata yang dimasuki “wa” adalah kata yang dijadikan sebagai landasan qasam (sumpah).

b. Athil: yakni tidak mempengaruhi I’rab pada akhir kata yang dimasukinya sesuai dengan sifat huruf ini yang telah dibahas dalam Bab Kata Sandang.

A “ ” - Istifham: huruf yang digunakan untuk bertanya dan biasanya masuk

pada kata nominal dan huruf mandiri. - Taswiyyah: huruf yang bermakna “sama-saja”, artinya sama antara dua

makna kalimat setelahnya. Yaitu “hamzah” ( ) yang terletak setelah

kata “sawa’un” . Seperti dalam firmanNya:

“Sama saja bagi mereka Apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman”.13

Ha - Tanbih (huruf yang bermakna mengingatkan, tetapi biasanya tidak

diartikan. Hakikatnya untuk menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya mengandung arti yang perlu diingat oleh mukhathab/orang yang diajak bicara). Huruf ini masuk pada isim

isyarah seperti atau

c. Khusus menjadi akhiran H “ ”

- Saktah: yaitu bila terletak pada akhir kata yang dijadikan tempat waqaf (pemberhentian bacaan).

N “ ” - Nun tawkid khafifah: yakni “nun” yang disukun dan masuk pada kata

kerja Mudhari’ dan berfungsi menguatkan makna kata kerjanya.Dan “nun” ini terkadang diganti dengan “alif”.

“Ketahuilah, sungguh jika Dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya”.14 Kata yang bergaris bawah adalah kata

kerja yang dimasuki Nun Tawkid Khafifah “ ” dan danti dengan alif. Bila

tidak diganti berbentuk

12 . sebenarnya dalam ALquran untuk wawu ma’iyyah lebih tepat dikatan sebagai wawu athaf. 13 . QS: Yasin: 10. 14 . QS: Al’alaq: 15.

Page 14: Nawhuqurani

14 | N a h w u Q u r a n i

NI “ ”

- Nun wiqayah: Nun yang terletak sebelum dhamir muttashil untuk orang pertama tunggal.

W “ ” - Wawu Fashilah: wawu yang memisahkan antara dua dhamir/dhamir

dan nun wiqayah.

2. DUA HURUF ATAU LEBIH: a. Amil:

Jar15: huruf yang menjadikan status I’rab (harakat terakhir) kata yang dimasukinya menjadi majrur/dijarkan dan ditandai dengan tanda I’rab jar. Masing-masing dari huruf jar memiliki makna dan arti beraneka macam sesuai dengan tuntutan kalimat dimana huruf ini berada: 1. Min

Badal: kata yang dimasukinya berarti tergantikan oleh makna kata sebelumnya.

Bayan: kata yang dimasukinya sebagai penjelas dari kata sebelumnya. Ghayah: kata yang dimasukinya merupakan pangkal dari makna

kalimat yang berhubungan dengannya. Ibtida: kata yang dimasukinya merupakan permulaan pada makna

kalimat yang berhubungan. Muradifah ‘Alaa: bermakna “isti’la/diatas” seperti pada huruf “alaa”. Muradifah ‘An: bermakna “mujawazah/dari” seperti pada huruf “an”. Muradifah Bi: bermakna “dengan” seperti pada huruf “bi”. Muradifah Fi: bermakna “dzarfiyyah/di dalam/di/pada” seperti pada

huruf “fii”. Sababiyyah: bermakna sebab, kata yang dimasuki “min” merupakan

sebab terjadinya hadats “pekerjaan” dalam makna kalimat yang berhubungan dengannya.

Tab’idh: bermakna “sebagian”. Ta’diyyah: berfungsi untuk menjadikan kata yang bersifat intransitife

menjadi transitif. Ta’lil: kata yang dimasuk “min” merupakan alasan terjadinya hadats

“pekerjaan” pada makna kalimat yang berhubungan dengannya. Tawkid: kata yang dimasuki “min” merupakan penguat pada makna

kalimat/kata yang berhubungan. Zaidah: huruf tambahan dan berfungsi untuk membatasi keumuman

makna suatu kata atau untuk hal lain.

2. Ilaa

Bayan: yang dimasukinya sebagai penjelas dari kata sebelumnya.

15 . Huruf jar yang lain dibahas dalam kata huruf yang berbentuk satu huruf.

Page 15: Nawhuqurani

15 | N a h w u Q u r a n i

Ghayah makaniyyah: kata yang dimasukinya merupakan pangkal dari makna kalimat yang berhubungan, dan berbentuk tempat.

Ghayah zamaniyyah: kata yang dimasukinya merpakan pangkal dari makna kalimat yang berhubungan, dan berbentuk masa.

Ghayah maknawiyyah: kata yang dimasukinya merpakan pangkal dari makna kalimat yang berhubungan, namun hal itu secara maknawi.

Ma’iyyah: “ilaa” yang bermakna “bersama”. Muradifah Fii: menyerupai huruf “fii” dalam arti dzarfiyyah/di

dalam/di/pada. Muradifah Li: menyerupai huruf “li” dalam makna “lil milki/untuk”. Zaidah: huruf tambahan dengan fungsi tertentu.

3. An

Badal: kata yang dimasukinya berarti tergantikan oleh makna kata sebelumnya.

Mujawazah: “an” yang berarti “dari”. Muradifah ‘Alaa: menyerupai huruf “alaa” yang berarti “isti’la/diatas”

seperti pada huruf “alaa”. Muradifah Ba’da: menyerupai kata “ba’da/setelah”. Muradifah Bi: bermakna “dengan” seperti pada huruf “bi”. Muradifah Janib: menyerupai kata “janib/di samping/di dekat”. Muradifah Min: menyerupai huruf “min” dalam makna

“tab’idh/sebagian dari”. Ta’lil: kata yang dimasuk “min” merupakan alasan terjadinya hadats

“pekerjaan” pada makna kalimat yang berhubungan dengannya.

4. Fii

Dzarfiyyah:kata yang dimasuki “fii” merpakan tempat bagi makna yang dihubungkan dengannya.

Muqayasah: kata yang dimasukinya adalah perbandingan dalam makna kata yang berhubungan dengannya.

Mushahabah: fii yang bermakna “bersama”. Yakni makna kata yang dimasukinya merupakan makna yang terjadi/bentuk/sifatnya bersamaan dengan makna kata yang berhubungan dengannya.

Tawkid: yakni kata yang dimasukinya merupakan penguat makan kata yang berhubungan dengannya.

Ta’lil: yaitu makna kata yang dimasukinya menunjukkan alasan/sebab terjdinya makna kata yang berhubungan dengannya.

Muradifah ‘ala: yaitu memiliki arti sama dengan huruf “’Ala”. Muradifah bi: yakni memilliki arti sama dengan huruf “Bi”. Muradifah ilaa: yaitu memiliki arti sama dengan huruf “Ilaa”. Muradifah min: yaitu memiliki arti sama dengan huruf “Min”. Muradifah ‘an: yaitu memiliki arti sama dengan huruf “’an”.

Page 16: Nawhuqurani

16 | N a h w u Q u r a n i

5. ‘Alaa

Isim fiil amar: “alaa” yang berarti perintah. Isti’laa: bermakna “di atas”. Muradifah ‘An: menyerupai huruf “an’ dalam arti “mujawazah/dari. Muradifah Bi: bermakna “dengan” seperti pada huruf “bi”. Muradifah Fi: menyerupai huruf “fii” dalam arti dzarfiyyah/di

dalam/di/pada. Muradifah Min: menyerupai huruf “min” dalam makna

“tab’idh/sebagian dari”. Mushahabah: bermakna “bersama” Ta’lil: kata yang dimasuk “min” merupakan alasan terjadinya hadats

“pekerjaan” pada makna kalimat yang berhubungan dengannya.

6. Rubba16: bermakna “seringkali/terkadang”.

7. Hatta (hingga/sampai): masuk pada kata nominal.

Nasikh17: huruf yang masuk pada susunan Mubtada dan Khabar (jumlah nominal), serta menasikh (mengubah) harakat terakhir pada kata setelahnya. Dalam hal ini hanya dibahas Nasikh yang menjadikan mubtada dinashabkan dan khabarnya dirafa’kan. Sementara amil nasikh yang lain dibahas dalam Fungsi Khusus bagi kata kerja agar lebih mudah dipahami. 1. Inna: (sesungguhnya). Berfungsi tawkid (menguatkan makna kalimat

nominal). 2. Anna: (sesungguhnya). Berfungsi tawkid (menguatkan makna kalimat

nominal).

3. Lakinna: (tetapi) Berfungsi istidrak (membatasi makan kalimat

sebelumnya).

4. La’alla: (mudah-mudahan). Tarajjiy (mengharap sesuatu yang mudah

terjadi).

5. Laita: (mudah-mudahan). Tamanniy (mengaharap sesuatu yang sulit

terjadi).

6. Laata: (mudah-mudahan). Tarajjiy (mengharap sesuatu yang mudah

terjadi). Nashib18: huruf yang masuk pada fiil mudhari’ dan menjadikan fiil mudhari’ difathah huruf terkhirnya, dibuang nun atau huruf terakhirnya (bila akhir katanya terdapat tambahan alif-nun, wawu-nun atau huruf wawu, alif dan atau ya). 1. An: (agar, supaya, untuk)

16 . Menurut ulama Bashrah, (Mughni Labib, hal, 136). 17 . Nasikh yang lain dibahas dalam nahwu. 18 . Amil nashib yang lain dibahas dalam awalan.

Page 17: Nawhuqurani

17 | N a h w u Q u r a n i

2. Lan (tidak akan)

3. Kay: (supaya, agar, untuk)

4. Hatta: (sehingga)

Jazim19: huruf yang masuk pada fiil mudhari’ dan menjadikan fiil mudhari’ disukun huruf terkhirnya, dibuang nun atau huruf terakhirnya (bila akhir katanya terdapat tambahan alif-nun, wawu-nun atau huruf wawu, alif dan atau ya). 1. Alam: (apakah belum/tidak)

2. Lam: (belum/tidak)

3. Lamma: (belum/tidak)

4. Laa (yang memiliki makna nahiyah/perintah larangan/janganlah):

5. Mahma: (bagaimanpun)

Athaf20: huruf penghubung antara satu kata/kalimat dengan kata/kalimat sebelumnya agar status irab dan hukum hadats (pekerjaan)nya sama.

1. Am: (atau)

2. Aw: (atau)

3. Bal: (bahkan)

4. Imma: (adakalanya)

5. Tsumma: (lalu, kemudian)

6. Lakin: (tetapi)

Ististna: 21

“mengeluarkan (mengecualikan) makna kata yang terletak setelah “illa” atau salah satu dari alat istisna dari hukum makna kalimat sebelumnya. 1. ILLA22 (kecuali)

b. Athil : Al - Adatutta’rif: “al” yang digunakan sebagai alat untuk memakrifatkan isim

nakirah. Mengkhususkan makna kata yang bersifat umum. Fungsi dan maknanya adalah:

1. Ahdi Alchudhur23: “kata yang dimasuki “al”

merupakan hal/orang yang hadir (pada saat kata tersebut terucap)”.

19 . Amil jazim yang lain dibahas dalam huruf mandiri Nafiyyah dan awalan. 20 . Huruf athaf yang lain di bahas dalam awalan. 21 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz III, hal, 636. 22 .Alat ististna selain “illa” dibahas selanjutnya. 23 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz I, hal, 129.

Page 18: Nawhuqurani

18 | N a h w u Q u r a n i

2. Ahdi Adzihni24: “kata yang dimasuki “al”

merupakan hal/orang yang maklum dalam hati (pada saat kata tersebut terucap)”.

3. Ahdi Adzikri25: “kata yang dimasuki “al” telah

disebutkan sebelumnya”.4. Ghalabah: makna kata yang dimasuki “al” sudah terbiasa menggunakan

kata tersebut. “al” ini bisa juga dikatakan sebagai “al” zaidah dan pada dasarnya “al” ini untuk memarifatkan kata sudah maklum.26

5. Istighraqul Afrad27: “kata

yang dimasuki “al” memuat makna semua hal yang terdapat di dalamnya”.

6. Mahiyatul Jinsi28: “al yang memperjelas

hakikat dan wujud dan tabiat jenis pada makna kata yang dimasukinya”.

- Lazimah: “al” yang menjadi kelaziman (kebiasaan) suatu kata dalam kebersamaannya dengan “al”.

- Mawshul: “al” yang masuk pada shifat musyabihat (isim fa’il atau isim mawshul/kata benda objek atau subjek dengan mengikuti wazan tertentu29).

- Zaidah: “al” yang masuk pada kata makrifat (kata yang maknanya tertentu/khusus).

Istiftahiyyah: huruf yang menjadi permulaan kalimat. 1. Ala (ingatlah):

2. Amma (adapun):

Tahqiq-Taqrib: huruf yang menyatakan bahwa makna kata setelahnya benar-benar ada, terjadi atau waktunya sudah dekat30. 1. Qad: (sungguh, benar-benar).

Taswif: huruf yang masuk pada fiil mudhari’ dan berarti bahwa makna pekerjaan yang terdapat pada fiil mudhari tersebut terjadinya masih lama, lebih lama dari pada tanfis31”. 1. Sawfa: (akan)

Nafiyah: huruf yang menunjukkan bahwa kata setelahnya dinafikan dari makna kata/kalimat sebelumnya.

24 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz I, hal, 129. 25 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz I, hal, 128. 26 . Jamaludin bin Hisyam Alanshari, Mughni Labib, bab I, hal, 57. 27 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz I, hal, 129. 28 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz I, hal, 129. 29 . Mengenai wazan akan dibahas dalam tashrif. 30 . Tahqiq dan Taqrib ini khusus bagi “qad” yang setelahnya berupa fiil madhi. Bila berbentuk mudhari’ makna

“qad” bermakna Tasykik, Taqlil atau Taktsir. Taqlil: makna kata dalam kata setelah “qad” sedikit wujudnya.

Taktsir: makna kata setelah “qad” sering atau banyak terjadi dan wujudnya. 31 . Khusus masuk pada kata kerja mudhari’.

Page 19: Nawhuqurani

19 | N a h w u Q u r a n i

1. Hal-illa: (tidaklah-kecuali)

2. In: (bila, jika)dan berfungsi sebagai jazim.

3. In-laa: (tidaklah-kecuali) dan berfungsi sebagai jazim.

4. Laa: (tidaklah)

5. Lamma: (melainkan, pastilah) sebagian berfungsi sebagai jazim.

6. Maa: (tidaklah) sebagian berfungsi sebagai jazim.

Istifham:32 “isim yang maknanya tidak jelas dan

digunakan untuk mencari tahu terhadap suatu hal”.

1. Hal: Apakah.

2. Mata: kapan.

Syarthiyyah: “law” yang masuk pada kata yang membutuhkan jawab. 1. Law

a. Istiqshaiyyah: “law” yang menggunakan makna huruf “in” yang bermakna (walaupun).

b. Mashdariyyah33: “law” yang menggunakan makna “an” tetapi tidak menashabkan34.

c. Tamanniy: “law” yang memiliki makna “harapan yang sulit terwujud” pada makna kata yang berhubungan dengannya.

2. Law-la35: a. Irdhiy: “law-laa” yang berarti perintah dengan halus dengan makna kata

yang berhubungan dengannya. b. Nafiyyah: c. Tahdid: “law-laa” yang berarti perintah dengan keras dengan makna

kata yang berhubungan dengannya. d. Tandim: “law-laa” yang berarti menunjukkan penyesalan dan masuk

pada fiil madhi. e. Tawbikh: “law-laa” yang berarti celaan dan masuk pada fiil madhi.

Jawab:yaitu huruf yang masuk pada kata yang menjadi jawaban dari kata yang berbentuk pertanyaan. 1. Bala: (ia/benar)

2. Idzan: (bila demikian)

3. Iy: (ia/benar)

4. Na’am: (ia/benar)

32 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz I, hal, 120. 33 . Dikatakan oleh Alfarra, Abul ‘Ali, Abul Baqa, Attibriizi dan Ibnu Malik (Mughni Labib, 259). 34 . Jamaluddin bin Hisyam Alanshari, Mughni Labib, Bab awal, hal, 258. 35 . Jamaluddin bin Hisyam Alanshari, Mughni Labib, Bab awal, hal, 265-267.

Page 20: Nawhuqurani

20 | N a h w u Q u r a n i

Hasyr: yaitu memberikan arti bahwa kata yang dimasukinya maknanya

hanya makna yang ada dikhabarnya seperti “bahwa

sesungguhnya Tuhan itu hanyalah satu”. 1. Anna-maa: (hanya)

2. Inna-maa: (hanya)

c. Khusus menjadi akhiran: Tawkid: menguatkan makna kata kerja yang dimasukinya. Dan huruf ini

adalah “NNA/nun tawkid tsaqilah”. Dan nun tawkid khafifah masuk pada

akhiran satu huruf. B. NOMINAL

1. AMIL: Yaitu kata nominal yang menyerupai kata kerja seperti yang telah dibahas dalam Bab Kata Pokok.

2. MA’MUL: yakni kata nominal yang sama sekali tidak memiliki kesamaan sifat dengan kata kerja seperti isim jinis dan isim alam.

3. KHUSUS MENJADI AKHIRAN: yakni kata nominal yang berbentuk huruf dan berfungsi sebagai kata ganti dari subjek yang bersandar pada kata kerja. Huruf tersebut akan dibahas dalam Bab Tashrif.

C. KATAKERJA I. FUNGSI UMUM

1. AMIL DALAM ISIM DZAHIR: dibahas dalam pembahasan berikutnya. 2. AMIL DALAM ISIM DHAMIR: dibahas dalam pembahasan berikutnya.

II. FUNGSI KHUSUS 1. NAWASIKH: Fiil yang memiliki sifat “naqish/kurang” karena tidak cukup dengan

mengamalkan fail (objek) tetapi kesempurnaan maknanya tidak terwujud kecuai bila masuk pada jumlah ismiyyah (Mubtada dan Khabar dengan menjadikan mubtada sebagai subjek/rafa’ dan khabarnya sebagai objek/nashab).

Definisi:

“fiil yang masuk pada susunan jumlah Mubtada Khabar, kemudian merafa’kan kata pertama (mubtada) disamakan dengan fail/objek dan kata yang kedua dinashabkan dengan disamakan dengan maf’ul bih/objeknya”.

Bentuk:

kata “kaana” dan beberapa kata yang sama (naqishnya):

1. kata “kaana” dan beberapa kata yang sama (naqishnya):

2. (masuk waktu sore)

3. (masuk waktu pagi) 4. (masuk waktu dhuha) 5. (teduh/waktu sore)

Page 21: Nawhuqurani

21 | N a h w u Q u r a n i

6. (masuk waktu malam) 7. (jadi/berubah) 8. (tidak/bukan) 9. (selalu) 10. (selalu) 11. (selalu) 12. (selalu) 13. (selama)

Definisi: “kata yang menunjukkan dekat pada

terwujudnya makna khabar. Bentuk

1. :hampir

2. :hampir

3. :hampir

Syarat pada khabarnya. 1. Harus berbentuk fiil mudhari 2. Terletak di akhir atau di tengah

Definisi: “kata yang menunjukkan harapan

pada terwujudnya makna khabar. Bentuk

1. : mudah-mudahan

2. : mudah-mudahan

3. : mudah-mudahan

Syarat pada khabarnya. 3. Harus berbentuk fiil mudhari 4. Terletak di akhir atau di tengah

5. Khusus untuk dan harus bersama huruf “an”.

Definisi: “kata yang menunjukkan (makna)

“segera” dalam pekerjaan”. Bentuk banyak, diantaranya:

1. :segera menutupi

Page 22: Nawhuqurani

22 | N a h w u Q u r a n i

2. :segera mengambil

3. :segera memulai

4. :segera membuat

Syarat pada khabarnya. 1. Harus berbentuk fiil mudhari 2. Terletak di akhir atau di tengah

2. TA’AJJUB

Definisi: “menganggap besar, aneh, agung terhadap

pekerjaan subjek yang jelas kebesaran, keanehan atau keagungannya”. Contohnya:

(sungguh tampan wajah Zaid). Wazan: “ta’ajjub” hanya memiliki dua wazan:

1. :kata setelahnya (muta’jjab minhu/kata yang diherankan)

dinashabkan menjadi objek.

2. :kata setelahnya (muta’jjab minhu/kata yang

diherankan) dijarkan dengan huruf jar “bi”. Syarat:

1. Terbentuk dari kata kerja tga huruf. 2. Mutsbat (tidak berentuk kata yang maknanya dinafikan). 3. Terbentuk dari kata yang bisa berubah (mutasharrif). 4. Maknanya tam/sempurna (bukan fiil naqish). 5. Kata yang maknanya bisa dilebihkan (tidak seperti kata “mati”). 6. Tidak terbentuk dari kata kerja yang memiliki kata sifat musyabbihat

dengan mengikuti wazan seperti kata (merah).

3. AF’AL MADH & AF’AL DZAM: Definisi:

“kata yang menunjukkan makna pujian atau celaan. Jumlah kalimatnya berbentuk jumlah “Insya’iyyah/hanya untuk mengutarakan suatu pujian atau celaan”, bukan jumlah “thalabiyyah/kalimat yang menunjukkan makna tuntutan/perintah” dan bukan jumlah “khabariyyah/berita” serta harus ada kata dimaksudkan dalam pujiaan atau celaan tersebut (makhsush bil madhi aw adzam)”. Bentuk:

1. : “sebaik-baik”. Kata tersebut terdiri dari dua kata yang

digabung jadi satu. Yakni dari kata dan (isim isyarah).

2. : “sebaik-baik”. Dua kata yang berfungsi sama.

3. : “seburuk-buruk”.

4. : “seburuk-buruk”.

Page 23: Nawhuqurani

23 | N a h w u Q u r a n i

5. Mulhaq ni’ma dan bi’sa: kata yang disamakan dengan dan Yaitu

tiap kata kerja tiga huruf yang mengikuti wazan dengan didhammah

“ain fiilnya” dengan ketentuan kata kerja tersebut bisa difungsikan sebagai

fiil ta’ajjub seperti kalimat (sebaik-baik pemuda adalah

Zuhair).

4. ISTISTNA: kata kerja yang digunakan untuk mengecualikan kata makna kata setelahnya, yaitu kata:

dan sebenarnya mengenai kata ini terdapat tiga pendapat: 1. Fiil muta’addi dan menashabkan kata setelahnya (mustatsna) seperti

kata (aku mengecualikannya) atau dalam hadits “

” (Usamah adalah manusia yang paling aku cintai kecuali

Fathimah). 2. Huruf yang sama dengan huruf “illa” yang khusus untuk istitsna. 3. Isim yang menyerupai kata (penyucian diri) seperti dalam firman-

Nya:

“mereka (para wanita yang melihat Yusuf) berkata: Mahasuci Allah, tidaklah orang ini manusia melainkan dia malaikat yang mulia”.36

terdapat dua pendapat: 1. Bukan fiil, tetapi huruf khusus untuk ististna. 2. Fiil muta’addi dan menashabkan kata setelahnya (mustatsna).

terdapat dua pendapat:

1. Bukan fiil, tetapi huruf khusus untuk ististna. 2. Fiil muta’addi dan menashabkan kata setelahnya (mustatsna).

36 . QS. Yusuf: 31.

Page 24: Nawhuqurani

24 | N a h w u Q u r a n i

PEMBAHASAN II KATA YANG DIRAFA’KAN37

Marfu’at adalah ketentuan kata kapan dirafa’kan dan ditidandai sesuai dengan

bentuk isimnya dan empat tanda bagi rafa’ di atas. Marfu’at ini khusus untuk kata nominal, karena kata kerja yang dirafa’kan hanya mudhari’. Jumlah status kata dalam kalimat untuk dirafa’kan sebagai berikut: A. FA’IL

Definisi:“kata (nominal) yang disandari (oleh kata kerja), terletak setelah kata kerja atau kata yang menyerupai kata kerja, sempurna dan bersifat transitif”. Fail adalah subjek, semua bentuk i’rabnya adalah rafa’”.

Hukum: yang dimaksud hukum di sini adalah ketentuan-ketentuan dalam bentuk dab ragam yang dalam kata yang berstatus fail. 1. Harus dirafa’kan. Dan terkadang fail dijarkan dengan diawali huruf jar. Contoh:

(memuliakan kedua orang tua bagi seseorang adalah

fardhu). Kalimat yang bergaris bawah adalah subjek (Fail) dan dijarkan dengan idhafah (disambungkan dengan kata sebelumnya yang berbentuk mashdar).

(sebab laki-laki mencium istrinya ia

berkewajiban wudhu. Hadits). Kata yag bergaris bawah adalah subjek yang dijarkan.

(dan cukup Allah sebagai saksi). Kata “Billahi” adalah subjek dan

dijarkan dengan huruf “bi”. (jauh (kebenaran) sesuatu yang kalian dijanjikannya).

Huruf “maa” dijarkan oleh “li” dan statusnya adalah fail. 2. Harus terletak setelah kata kerjanya, bila terdapat sebelumnya maka subjek

(fail yang sebenarnya) adalah dhamir yang tersimpan (mustatar) yang menggantikannya (kata yang mendahului kata kerja tersebut. Contoh:

“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah”.38

Kata “ ” merupakan fail dari kata kerja yang tesimpan dan diwakili oleh kata

sesudahnya, yaitu “ ”.

3. Kata kerjannya harus mudzakar (kata kerja yang memuat dhamir mudzakar dan tunggal). Contoh: Bila fail berbentuk mudzakar, tunggal, dua atau jamak mudzakar salim. Bila fail berbentuk muannats, tetapi antara fail dan kata kerjanya dipisahkan

oleh huruf “illa”.

37 . Musthafa Alghalayaini, Jamiu Addurus Al ‘Arabiyyah, Juz II, hal, 428-519. 38 . QS: Attaubah: 6.

Page 25: Nawhuqurani

25 | N a h w u Q u r a n i

4. Kata kerjanya harus muannats (kata kerja yang memuat dhamir muannts dan tunggal): Fail berbentuk muannats hakiki, dzahir (tidak berbentuk dhamir) dan tidak

terpisah dengan kata kerjanya. Fail berbentuk dhamir yang menggantikan kata muannats, baik hakiki

maupun majazi atau menggantikan kata utuk mudzakar tidak berakal. Bentuk:

1. Sharih: kata tersebut tampak, baik berbentuk kata dzahir maupun dhamir. Dzahir: seperti dalam firmanNya:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah".39

Dhamir: seperti: a. Huruf “ta” dalam kata: (aku telah berdiri).

b. Huruf “alif” dalam kata: (mereka (dua laki-laki) telah berdiri).

c. Huruf “wawu” dalam kata: (mereka (laki-laki banyak) telah

berdiri).

d. Huruf “nun” dalam kata: (mereka (wanita banyak) telah

menolong).

e. Huruf “ya” dalam kata: (kamu (perempuan) akan menolong).

2. Muawwal:kata kerja yang objeknya berada dalam kata kerja setelahnya,

dengan mengambil mashdarnya. B. NAIB FAIL

Definisi: “kata (nominal) yang disandari (oleh kata

kerja), terletak setelah kata kerja atau kata yang menyerupai kata kerja intransitif”. Naib fail adalah objek yang menggantikan posisi subjek, semua bentuk i’rabnya adalah rafa’”.

Hukum dan bentuk: hukum dan jumlah naib fail sebagaimana hukum dan jumlah fail.

C. MUBTADA&KHABAR: mubtada dan khabar adalah dua kata nominal yang dari

keduanya terbentuk kalimat sempurna. 1. MUBTADA:

Definisi: “kata yang disandari (oleh kata lain/khabar)

dan tidak didahului amil/kata yang mempengaruhi i’rabnya”. Yang merafa’kan mubatada adalah ketiadaan amil itu sendiri (Amil maknawi ibtida).

Hukum dan syarath: 1. Harus dirafa’kan walaupun secara lahir dijarkan seperti dalam kalimat:

39 . QS: Almunafiqun:1.

Page 26: Nawhuqurani

26 | N a h w u Q u r a n i

“apakan ada Pencipta selain Allah yang dapat

memberikan rizki kepada kalian".40

2. Harus berbentuk isim makrifat. Dan bisa berbentuk isim nakirah dengan ketentuan berfaidah. Berfaidah dalam bab ini adalah: a. Diiadhafhakan/disambung dengan kata setelahnya walaupun secara

maknawi (mudhaf ilalihnya terbuang). Demikian seperti dalam firman-Nya:

“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya”.41 Kata yang bergaris bawah adalah mubtada yang berbentuk isim nakirah yang secara lahir tidak dimudhafkan. Hal ini diperbolehkan sebab secara maknawi kata tersebut mudhaf pada kata setelahnya yang terbuang. Bila ditampakkan akan berbentuk:

b. Disifati secara lafdziyyah. Contohnya:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.42

c. Khabarnya berbentuk kata yang dijarkan atau berbentuk dzaraf dan mendahului mubtada. Contohnya:

40 . QS: Fathir:3. 41 . QS: Alisra’: 84. 42 . QS: Albaqarah:221.

Page 27: Nawhuqurani

27 | N a h w u Q u r a n i

“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui”.43

“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu)”.44

d. Berbentuk kata pasif, introgatif atau terletak setelah huruf “lawla”. e. Berupa kata yang serupa dengan kata kerjanya seperti mashdar dalam

kalimat:

“perintah terhadap kebaikan adalah

(sama halnya dengan) shadaqah, dan melarang kemungkaran (juga) shadaqah”.

f. Berbentuk kata yang maknanya mubham (samar) seperti isim syarat, istifham, “maa ta’ajjub” atau “kam khabariyyah”.

g. Bermakna doa/harapan baik ataupun sebaliknya: contohnya:

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”.45 h. Berupa kata yang menjadi sifat bagi kata yang terbuang.

Contohnya: “seorang laki-laki yang alim lebih baik dari

pada yang tidak alim”. Kata yang bergaris bawah adalah mubtada yang menjadi sifat bagi kata (mawshuf) yang terbuang. Bila ditampakkan

berbentuk kalimat:

i. Bila berupa kata permulaan jumlah haliyah (kalimat yang menunjukkan suatu kondisi). Seperti dalam syiir:

۞

“kita berjalan sedangkan bintang telah memberikan sinarnya maka tatkala telah tampak, pujian terhadapmu sinarnya meredupkan tiap (bintang) yang bersinar”.

j. Kata yang digunakan untuk menunjukkan makna macam-macam dalam penggunaan makna kalimatnya.

۞

“aku datang segera dengan berjalan kaki, satu baju kukenakan dan baju lain aku tarik-tarik”.

k. Diathafkan/disambungkan pada isim makrifat atau isim nakirah yang disifati dan juga sebaliknya. Contohnya:

43 . QS: Yusuf: 76. 44 . QS: Arra’d: 38. 45 . QS: Almuthaffifin:1.

Page 28: Nawhuqurani

28 | N a h w u Q u r a n i

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”.46

l. Sebagai jawab.3. Harus didahulukan dari khabarnya:

a. Bila berbentuk isim syarat, istifham atau “maa ta’ajjub”. b. Bila dimasuki “la” yang bermakna “ibtida”. c. Mubtada dan khabarnya sama makrifat atau nakirahnya dengan tanpa

penjelas ketertentuannya. d. Makna mubtada (mahshur) teringkas dalam khabar: contohnya:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul”.47

4. Harus dibuang:

Bila ditunjukkan oleh jawab kalimat qasam/sumpah. Seperti:

“sebagai tanggunganku adajanji, bahwa aku akan melakukan

demikian”. Kata yang bergaris bawah adalah khabar dan mubtadanya terbuang karena telah ditunjukkan oleh jawab qasam. Bila ditampakkan

berbentuk kalimat:

Khabarnya berbentuk mashdar yang menggantikan fiilnya.Seperti:

“kesabaranku adalah kesabaran yang baik”. Bila tampak:

Bila khabarnya berupa “makhsush” bagi Af’al Madh dan Af’al Dzam. Seperti:

“sebaik-baik orang yang bersyukur adalah fakir yang

sabar”. Bila tampak berbentuk:

Bila berupa na’at (kata yang menyifati) kemudian dipotong untuk memuji, mencela atau kasihan terhadap khabar.Seperti:

“berbuat baiklah kepada seseorang yang dia itu

miskin”. 5. Boleh dibuang:

Bila ada tanda yang menunjukkan keberadaanya seperti dalam kalimat:

46 . QS: Albaqarah: 263. 47 . QS: Ali Imran:144.

Page 29: Nawhuqurani

29 | N a h w u Q u r a n i

“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu Menganiaya hamba-hambaNya”48. Mubtada terletak pada huruf “fa” pada kata yang bergaris bawah. Bila tampak berbentuk:

“(ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu

mengingatinya”49.Mubtada terletak sebelum kata “ ”. Bila tampak

berbentuk:

Bentuk: 1. Sharih: mubtada tampak dengan jelas, 2. Muawwal: mubtada yang berbentuk kata kerja dengan memperkirakan

mashdarnya kemudian dijadikannya sebagai mubtada. Contohnya:

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.50Kata yang bergaris bawah adalah kata kerja (mudhari’ yang dinasabkan dengan “an”). Kata itu diambil mashdarnya, kemudian objek dalam kata kerja tersebut ditampakkan dengan bentuk dhamir muttashil yang mudhaf dan dijadikannya sebagai mubtada yang ditakwilkan dari kata kerja. Bila ditampakkan, berbentuk kalimat:

2. KHABAR: Definisi: “kata yang disandarkan kepada mubtada”.

Bentuk: 1. Mufrad/normal: tiap khabar yang menggunakan kata tunggal, walaupun

maknanya, tastniyyah atau jamak. Jamid : khabar yang tidak memuat makna sifat. Musytaq : kabar yang memuat makna sifat.

2. Jumlah: khabar yang berbentuk jumlah, baik fi’liyyah maupun ismiyyah. Kalimat bisa dikatakan sebagai khabar jumlah bila memuat “rabith” atau

48 . QS: Fusshilat:46. 49 . QS: Annur: 1. 50 . QS: Albaqarah:184.

Page 30: Nawhuqurani

30 | N a h w u Q u r a n i

kata yang menyambungakan khabar dengan mubtada. Kata penghubung ini bisa berbentuk:

Dhamir, seperti: “kalimat adalah khabar, dan terdapat dhamir

“hu” yang berhubungan dengan mubtada karena “hu” kata ganti dari

“ ”.

Isim isyarah: seperti dalam firmanNya:

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”.51

Dengan mengulangi mubtada: seperti dalam firmanNya:

“Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu?”52 Khabar adalah mubtada itu sendiri: seperti dalam firmanNya:

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.53 Hukum dan syarat:

1. Harus dirafa’kan (sesuai tandanya). 2. Harus (muthabaqah/serasi) dengan mubtada dalam mudzakar, muannats,

mufrad, tastniyyah, jamak, jamak maupun nakirah dan makrifatnya. 3. Harus dibuang. Bila:

Berhubungan dengan dzaraf atau kata yang dijarkan dengan huruf. Terletak setelah huruf nafi “lawla” atau “lawma” seperti:

“andai tidak ada tulisan, tentu banyak ilmu yang

telah hilang”. Bila ditampakkan berbentuk kalimat:

Mubtada berbentuk qasam/sumpah, seperti: ”demi umurku, menjadi sumpahku, aku akan berbuat

demikian”. Bila tampak berbentuk:

Mubtada berbentuk mashdar atau isim tafdhil yang dsambungkan ke mashdar yang setelahnya berupa “hal” yang tidak bisa diposisikan sebagai khabar seperti:

51 . QS: Al’araf: 26. 52 . QS: Alhaaqah: 1-2. 53 . QS: Alikhlash. 1.

Page 31: Nawhuqurani

31 | N a h w u Q u r a n i

“lebih utama shalatmu adalah saat bebas dari

kesibukanmu”. Bila tampak berbentuk:

Bila terletak setelah “wawu” yang jelas bermakna “ma’a/bersama” seperti:

“tiap orang dan amalnya selalu bersamaan”. Bila

tampak berbentuk

4. Harus didahulukan dari mubtadanya. Bila: Mubtada berbentuk isim nakirah ghaira maqshudah (tidak ditujukan

pada hal tertentu) seperti dalam firmanNya: Khabar berbentuk isim istifham atau kata yang dimudhafkan. Mubtada bertemu dengan dhamir yang menggantikan kata yang

terdapat dalam khabar seperti dalam ayat:

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”54

Makna khabar mahshur dalam mubtada seperti: “tidak ada

Pencipta kecuali Allah”. 5. Khabar bisa lebih dari satu dengan satu mubtada.

Dhamir fashl dalam mubtada dan khabar: Pengertian: Dhamir fashl adalah dhamir yang masuk antara mubtada dan

khabar, atau kalimat yang asalnya berbentuk mubtada dan kkabar. Fungsi: mentaukidi sifat mubtada yang tergantung pada khabarnya.

D. ISIM/FAIL DARI AF’AL NAQISH Pengertian: tiap subjek dari jumlah ismiyyah (Mubtada Khabar dengan merafa’kan

mubtada dan menashabkan khabarnya) yang dimasuki oleh fiil-fiil yang bersifat naqish “kaana” dan kawan-kawannya dengan semua tashrifnya”55.

Bentuk: 1. Kaana dan kawan-kawannya:

Bentuk “tam”: tam adalah lawan kata dari “naqish”. Kana cukup dengan subjeknya. Contoh:

1

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia”.56

2

“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh”.57

54 . QS: Muhammad: 24. 55 . Bagi yang mutasharrif. 56 . QS: Yasin:82. 57 . QS: Arrum:17.

Page 32: Nawhuqurani

32 | N a h w u Q u r a n i

3

“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki”.58

4

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.59

Pembuangan: 1. Huruf “nun” kaana boleh dibuang bila memenui syarat:

1. Dijazmkan dengan sukun. 2. Setelahnya tidak berupa huruf yang disukun atau dhamir muttashil.

Contohnya:

“Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!".60

2. Kaana dan isimnya: bila terletak setelah huruf “law”. 2. Huruf yang menyerupai kata “laisa”:

1. “Maa”. Dengan syarat: a. Khabar atau ma’mul (kata yang dipengaruhinya) tidak

mendahuluinya dalam kalimat. b. Setelahnya tidak berupa huruf “in” tambahan.

2. “Laa”. Dengan syarat seperti huruf “maa”. 3. “Laata”61. Dengan syarat:

a. Isimnya berupa isim zaman. b. Salah satu dari isim atau khabrnya harus terbuang. Contoh:

58 . QS: Hud: 107. 59 . QS: Albaqarah: 260. 60 . QS: Maryam: 20. 61 . Menurut Alfarra, huruf “Laata” termasuk huruf jar yang khusus untuk isim zaman. Dan dalam ayat ini, kata ِحْين

yang terletak setelahnya djarkan. (Mughni Labib, hal. 249).

Page 33: Nawhuqurani

33 | N a h w u Q u r a n i

“Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri”.62

E. KHABAR HURUF YANG MENYERUPAI FI’IL.

I. INNA

1. Musyadadah (huruf “nun” ditasydid). a. Makna: tawkid/sungguh b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA”UL KHABAR (menashabkan

mubtada dan merafa’kan kbahar). c. Bentuk:

2. Mukhaffafah (huruf “nun” disukun). a. Makna: tawkid/sungguh. b. Fungsi: Muhmal (tidak berungsi seperti yang ditsaydid) dalam jumlah

fi’liyyah ismiyyah (ghaliban/hampir seluruh contoh “inna” mukhaffafah dalam jumlah ismiyyah tidak memiliki fungsi seperti yang ditsaydid).

c. Bentuk: 1. Dalam jumlah fi’liyyah: Contoh:

“Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah”.63

2. Dalam jumlah ismiyyah: Contoh:

“Dan (sungguh) setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami”.64

“Dan Sesungguhnya kepada masing-masing (mereka yang berselisih itu) pasti Tuhanmu akan menyempurnakan dengan cukup, (balasan) pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan”.65

II. ANNA

1. Musyadadah (huruf “nun” ditasydid). a. Makna: tawkid/sungguh. b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA”UL KHABAR (menashabkan

mubtada dan merafa’kan kbahar).

62 . QS: Shaad: 3. 63 . QS: Albaqarah:143. 64 . QS: Yasin:32. 65 . QS: Hud: 111 (dalam Qiraat imam yang membaca “in” dan “lamma” dengan takhfif (Jamiuddrusus, juz II, hal,

507).

Page 34: Nawhuqurani

34 | N a h w u Q u r a n i

c. Bentuk: banyak. 2. Mukhaffafah (huruf “nun” disukun).

a. Makna: tawkid b. Fungsi: Muhmal (tidak berungsi seperti yang ditsaydid). Contoh:

“Do'a mereka di dalamnya (surga) ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka Ialah: "Salam", dan penutup doa mereka Ialah: sungguh," Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin".66

c. Bentuk: 1. Masuk dalam jumlah ismiyyah seperti contoh diatas. 2. Masuk dalam jumlah fi’liyyah yang bersifat jamid. 3. Masuk dalam jumlah fi’liyyah yang bersifat mutasharrif. Dalam bentuk

ini, antara “anna” yang mukhaffah dengan fiilnya harus dipisah dengan:

Qad : seperti dalam firmanNya:

“Mereka berkata: "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati Kami dan supaya Kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada Kami, dan Kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu".67

Huruf Tanfis : seperti dalam firmanNya:

“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit”.68

Huruf Nafiy : 1. Lan: seperti dalam firmanNya:

“apakah manusia mengira bahwa tidak akan kami kumpulkan (untuk dibangkitkan) tulang-tulangnya?”.69

2. Lam: seperti dalam firmanNya:

“Apakah Dia menyangka bahwa tiada seorangpun yang melihatnya?”70

66 . QS: Yunus: 10. 67 . QS: Almaidah: 113. 68. QS: Almuzammil:20. 69 . QS: Alqiyamah:3.

Page 35: Nawhuqurani

35 | N a h w u Q u r a n i

3. Laa: seperti dalam firmanNya:

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?”71

Huruf syarat : seperti dalam firmanNya:

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam”.72

”Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)”.73

Rubba) : seperti dalam syiir:

“telah aku yakini bahwa banyak orang yang “amin/yang dapat dipercaya” dianggap tidak dapat dpercaya tidak bisa dipercaya dianggap sebaga “amin”, dan orang yang tidak “amin” dianggap bisa dipercaya”.

III. KAANNA

1. Musyadadah (huruf “nun” ditasydid). a. Makna: tawkid/sungguh. b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA”UL KHABAR (menashabkan

mubtada dan merafa’kan kbahar). c. Bentuk: banyak.

2. Mukhaffafah (huruf “nun” disukun). 70 . QS: Albalad: 7. 71 . QS: Thaha: 89. 72 . QS: Annisa 140. 73 . QS: Aljin: 16.

Page 36: Nawhuqurani

36 | N a h w u Q u r a n i

a. Makna: tawkid b. Fungsi: Muhmal (tidak berungsi seperti yang ditsaydid).

IV. KETENTUAN ANNA ATAU INNA. Pada dasarnya “inna” ataupun “anna” bermakna dan berfungsi sama.

Dalam hal ini, ada ketentuan kapan huruf ini dibaca “inna” atau “anna”. a. Harus dikasrah hamzahnya (inna), yakni bila kata setelahnya tidak dapat

ditakwil dengan mashdar, yaitu: 1. Terletak di permukaan kalimat baik secara hakikat maupun secara hukum

(i’rabnya) saja: Hakikat:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”.74

Hukman:

“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.75

2. Terletak setelah kata :

“duduklah dimana terdapat ilmu”.

3. Terletak setelah kata : “aku datang kepadamu pada

saat matahari terbit”. 4. Terletak di permulaan kalimat pada shilah76 isim mawshul.

“Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa, Maka ia Berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri".77

5. Terletak sebagai jawab qasam:

“Demi Al Quran yang penuh hikmah,Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul”.78

74 . QS: Alqadar: 1. 75 . QS: Yunus: 62. 76 . Kalimat yang disambungkan dengan kalimat sebelumnya dengan menggunakan isim mawshul 77 . QS: Alqashah: 76. 78 . QS: Yasin: 2-3.

Page 37: Nawhuqurani

37 | N a h w u Q u r a n i

6. Terletak setelah kata yang terbentuk dari masdhar “qawl” yang tidak memuat makan “dzan/af’al qulub”:

“Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi”.79

7. Terletak sebagai “hal”:

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, Padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya”.80

8. Terletak sebagai sifat: “telah datang laki-laki yang ia orang

mulia”. 9. Terletak sebagai permulaann kalimat yang mengawali beberapa kalimat:

“seseorang mengira aku berbuat buruk

padanya, dan ia sesungguhnya berdusta”. 10. Pada khabarnya terdapat “la” ibtida:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta”.81

11. Sebagai khabar dari mubtada yang berupa isim ‘ain (kata yang bermakna dzat):

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”.82

b. Harus difathah hamzahnya (anna): kata setelahnya bisa ditakwilkan dengan mashdar. Yakni:

79 . QS: Maryam: 30. 80 . QS: Alanfal: 5. 81 . QS: Almunafiqun: 1. 82 . QS: Alhajj: 17.

Page 38: Nawhuqurani

38 | N a h w u Q u r a n i

1. Berada dalam posisi fail:

“Dan Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”.83

2. Terletak setelah huruf “law”:

“Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan Sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui”.84

3. Berada dalam posisi naib fail:

“Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan”.85

4. Berada dalam posisi mubtada:

“Dan di antara tanda-tandaNya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering dan gersang, Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.86

5. Berada dalam posisi kata yang i’rabnya mengikuti kata yang dirafa’kan:

“telah sampai kepadaku tentang kesugguhanmu,

yakni bahwa kamu berbudi baik”. 6. Sebagai khabar dari isim makna, seperti dalam contoh

“cukup bagimu kemulianmu (itu)”.

7. Berada dalam posisi mafu’ul bih:

83 . QS: Al’ankabuut: 51. 84 . QS: Albaqarah: 103 85 . QS: Aljin: 1. 86 . QS: Fusshilat: 39.

Page 39: Nawhuqurani

39 | N a h w u Q u r a n i

“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), Padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui”.87

8. Berada dalam posisi khabar dari “kaana” atau yang menyerupainya:

“setahuku, bahwa kamu selalu mengikuti kebenaran”.

9. Pada posisi kata yang i’rabnya mengikuti kata yang dinashabkan:

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya aku telah melebihkan kamu atas segala umat .88

10. Terletak setelah huruf jar:

“Yang demikian itu, karena Sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan Sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.89

11. Pada posisi kata yang i’rabnya mengikuti kata yang dijarkan: “aku digembirakan dengan adab Khalil dan ia

adalah orang yang pandai”. c. Boleh keduannya:

1. Terletak setelah huruf “idza” yang bermakana “fujaiyyah”:

“aku keluar dan seketika itu Said berdiri”.

2. Terletak setelah huruf “fa” yang berfungsi sebagai jawab:

“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa

87 . QS: Ala’am: 81. 88 . QS: Albaqarah: 47. 89 . QS: Alhajj: 6.

Page 40: Nawhuqurani

40 | N a h w u Q u r a n i

yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.90

3. Pada posisi ta’lil (kata yang menyebutkan alasan terjadinya hadats/pekerjaan yang terdapat pada makna kata kerjanya):

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.91

4. Terletak setelah kata

“Tidak diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”.92

V. LAKINNA

1. Musyadadah (huruf “nun” ditasydid). a. Makna: tawkid dan terkadang istidarak (hukum makna kata setelahnya

berbeda dengan kata sebelumnya). b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA”UL KHABAR (menashabkan

mubtada dan merafa’kan kbahar). c. Bentuk: banyak.

2. Mukhaffafah (huruf “nun” disukun). a. Makna: huruf ibtida. b. Fungsi: Muhmal (tidak berungsi seperti yang ditsaydid) dalam jumlah

fi’liyyah ismiyyah (ghaliban/hampir seluruh contoh “inna” mukhaffafah dalam jumlah ismiyyah tidak memiliki fungsi seperti yang ditsaydid).

c. Bentuk: banyak.

VI. LA’ALLA

a. Makna: tarajji/mudah-mudahan (mengharapkan sesuatu yang mudah terjadi). b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA”UL KHABAR (menashabkan

mubtada dan merafa’kan kbahar). c. Bentuk: banyak.

VII. LAITA

a. Makna: tamanniy/mudah-mudahan (mengharapkan sesuatu yang sulit terwujud).

90 . QS: Alan’am: 54. 91 . QS: Attaubah: 103. 92 . QS: Annahl: 23.

Page 41: Nawhuqurani

41 | N a h w u Q u r a n i

b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA”UL KHABAR (menashabkan mubtada dan merafa’kan kbahar).

c. Bentuk: banyak.

VIII. LAA

a. Makna: Nafyil jinsi/tidak (menafkan setiap jenis makna yang terkandung dalam kata yang dimasukinya).

b. Fungsi: TANSHIBUL MUBTADA WA TARFA’UL KHABAR (menashabkan mubtada dan merafa’kan kbahar). Dengan syarat: 1. Dikehendaki untuk menafkikan semua jenis makna yang terkandung dalam

kata yang dimasukinya, bukan untuk tanshish (hanya menafikan salah satunya saja) atau penafian yang tidak jelas.

2. Isim dan khabarnya berupa kata nakirah 3. Antara “laa” dan isimnya tidak terpisah 4. Tidak dimasuki huruf jar.

c. Bentuk isimnya: 1. Mufrad:

Pengertian: kata tunggal (tidak diidhafahkan/disambung dengan kata) lain atau berbentuk kata yang menyerupai mudhaf, walau bentuk maknanya tatsniyyah ataupun jamak.

Hukum: hukum bagi isim “laa” bila berbentuk mufrad adalah mabni dengan tanpa tanwn dengan i’rab nashab (sesuai dengan bentuk kata dalam tanda i’rabnya). Seperti dalam firmanNya:

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.93

2. Mudhaf: Pengertian: isim “laa” disambung dengan kata setelahnya. Hukum: dii’rabkan dengan i’rab nashab.

3. Syibh Mudhaf: Pengertian: kata yang menyerupai mudhaf. Yakni kata yang

mempengaruhi i’rab setelahnya, seperti menjadikannya sebagai subjek. Hukum: dii’rabkan dengan i‘rab nashab.

d. Bentuk khabarnnya: 1. Wajib disebutkan (tidak boleh dibuang) bila tidak diketahui, seperti dalam

hadits: “tidak ada seorangpun yang lebih pencemburu selain

Allah”. 2. Boleh dibuang bila maklmum: contohnya:

Mereka berkata: "tidak ada kemudharatan (bagi kami); Sesungguhnya Kami

akan kembali kepada Tuhan Kami .94. Yakni:

93 . QS: Albaqarah:2. 94 . QS: Asyyu’araa: 50.

Page 42: Nawhuqurani

42 | N a h w u Q u r a n i

“Dan (alangkah hebatnya) Jikalau kamu melihat ketika mereka (orang-orang kafir) terperanjat ketakutan (pada hari kiamat); Maka mereka tidak dapat melepaskan diri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat (untuk

dibawa ke neraka)”.95. Yakni:

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka

menyombongkan diri”.96. Yakni:

e. Bila “laa” berulang-ulang: bila “laa” dalam satu kalimat lebih dari satu, maka keduanya memiliki kebebasan dalam fungsinya: 1. Keduanya difungsikan seperti “inna” kemudian kedua isimnya dimabnikan

(nashab). Contohnya: tidak ada kemampuan dan

kekuatan kecuali karena Allah”.Keduanya difungsikan seperti “laisa” atau dimuhmalkan maka kedua kata yang terletak setelahnya (yang seharusnya jadi isim dan khabarnya

“laa”) dirafa’kan sebagai mubtada dan khahbar. Contohnya:

2. Kata setelah “laa’ pertama dimabnikan fathah dan yang kedua dirafa’kan. Contohnya:

3. Kata setelah “laa” pertama dirafa’kan dan yang kedua dimabnikan fathah. Contohnya:

“tidak ada kemampuan dan kekuatan kecuali karena

Allah”.4. Kata setelah “laa’ pertama dimabnikan fathah dan yang kedua dinashabkan

dengan diathafkan atas mahal (posisi) isim “laa” pertama. Contohnya:

IX. HUKUM ‘ATHAF PADA MA’MUL DARI HURUF-HURUF YANG MENYERUPAI FIIL: Bila isim huruf yang menyerupai fiil diathafi (diikuti i’rabnya) oleh kata lain

maka ia kata tersebut harus dinashabkan atau dirafa’kan sebagai mubtada dengan khabar yang terbuang. Contoh:

95 . QS: Assaba’: 51 96 . QS: Ashaafat: 35.

Page 43: Nawhuqurani

43 | N a h w u Q u r a n i

“Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, Maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.97

Yakni:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.98

Yakni:

X. BERSAMA HURUF “MAA KAAFAH”. Definisi: huruf yang menghalangi huruf yang menyerupai fiil dari fungsinya. Bentuk

1. Masuk pada “inna” dan menjadi huruf hashr. Seperti dalam firmanNya:

“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha suci Allah dari

97 . QS: Attaubah: 3. 98 . QS: Almaidah: 69.

Page 44: Nawhuqurani

44 | N a h w u Q u r a n i

mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara”.99

2. Masuk pada “anna” dan menjadi huruf hashr. Seperti dalam firmanNya:

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".100

3. Bermakna tawkid dan tidak berfungsi seperti sebelumnya. Seperti dalam firmanNya:

“Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu)”.101

XI. BERSAMA HURUF “LA” IBTIDA. Khusus “anna” dan “inna” baik isim ataupun mubtadanya bisa dimasuki “la”

taukid/ibtida. Contoh:

“sesungguhnya Tuhanku Mahamendengar terhadap

doa”.102

99 . QS: Annisa: 171. 100 . QS: Alkahf: 110. 101 . QS: Alanfal: 6. 102 . QS: Ibrahim: 39.

Page 45: Nawhuqurani

45 | N a h w u Q u r a n i

PEMBAHASAN III KATA YANG DINASHABKAN MANSHUBAT103

Manshubat adalah ketentuan kata kapan dinashabkan dan ditidandai sesuai

dengan bentuk isimnya dan lima tanda bagi nashab di atas. Manshubat ini khusus untuk kata nominal, karena kata kerja yang dinashabkan hanya mudhari’ yakni pada saat didahului amil nashib dan ditandai dengan tanda yang telah dijelaskan dalam bab Tanda Irab. Jumlah status kata dalam kalimat untuk dinashabkan sebagai berikut: A. MAF’UL BIH

Pengertian: maf’ul bih adalah objek dari kata kerja sebelumnya. Yakn isim/kata nominal yang menunjukkan hal yang terkena pekerjaan subjek, baik dalam itsbat ataupun manfi (positif negatifnya).

Hukum: wajib dinashabkan. Bentuk: bentuknya sama dengan fail. Yakni ada yang sharih dan ada yang

muawwal. Ketentuan

Harus didahulukan: a. Berbentuk isim yang harus didahulukan seperti syarat atau isim istifham:

Contohnya:

“Barangsiapa yang disesatkan Allah, Maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk”.104

b. Jadi jawab kata “amma” dan tidak ada kata lain selain maf’ul:

“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang”.105

Pembuangan a. Boleh membuangnya bila terdapat tanda: Contonhnya:

“Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci

kepadamu”.106 Bila dilahirkan berbentuk

b. Boleh membuang fiilnya:

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan)

kebaikan".107 Bila ditampakkan terlihat

103 . Musthafa Alghayalaini, Jamiu Addurus, juz III, hal. 531-665. 104 . QS: Arra’d: 33. 105 . QS: Addhuha: 9. 106 . QS: Addhuha: 3. 107 . QS: Annahl: 30.

Page 46: Nawhuqurani

46 | N a h w u Q u r a n i

B. TAHDZIR: isim yang dinashabkan dengan fiil yang terbuang dengan tujuan untuk mengingatkan atau menakuti. Contohnya dalam firmanNya:

“Lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: (Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya".108

C. IGHRA: isim yang dinashabkan dengan fiil yang terbuang dengan tujuan untuk memberikan dorongan (terhadap kebaikan) yang terkandung dalam makna isim

tersebut. Seperti dalam kalimat: “lakukanlah kebenaran dan budi yang

mulia”. D. IKHTISHASH: isim yang dinashabkan dengan fiil yang wajib terbuang dan berbentuk

kata

E. ISTYTIGHAL isim yang mendahului kata kerja yang memuat dhamir yang bila kata

kerja tersebut tidak disambung dengan dhamir niscaya menjadi amil isim tersebut (mempengaruhi i’rabnya). Contohnya dalam firmanNya:

“Maka mereka berkata: "Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita?" Sesungguhnya kalau kita begitu benar-benar berada dalam Keadaan sesat dan gila".109

F. TANAZU’: keberadaan dua atau lebih amil (kata kerja atau yang menyerupainya) dengan satu ma’mul (kata yang berhak untuk dipengaruhi i’rabnya). Contohnya:

“Berilah aku potongan-potongan besi". hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)". hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu".110

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, Maka Dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)".111

108 . QS: Asyams: 13. 109 . QS: Alqamar: 24. 110 . QS: Alkahfi: 96. 111 . QS: Alhaaqah: 19.

Page 47: Nawhuqurani

47 | N a h w u Q u r a n i

G. MAF’UL MUTHLAQ: Mashdar yang bentuk katanya satu dengan kata kerjanya, dan berfungsi untuk mentaukidi/menguatkan makna, menjelaskan bilangan atau macam makna dalam kata kerja tersebut. Contohnya adalah:

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”.112

H. MAF’UL LAH/MAF’UL LI AJLIH Pengerian: mashdar yang maknanya merupakan pekerjaan hati, disebutkan

untuk menjelaskan sebab/alasan sebuah pekerjaan dalam kata kerja yang subjek dan masa dalam makna kata kerja dengan subjek dan masa pekerjaan dalam mashdar tersebut adalah satu.

Bentuk: 1. Sharih. Contoh:

“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir”.113

2. Muawwal. Contoh:

“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir”.

I. MAF’UL FIH/DZARAF: isim yang dinashabkan dan (maknanya) memuat makna

huruf “fii” yang keberadaan isim tersebut untuk menjelaskan masa atau tempat terwujudnya suatu pekerjaan.

J. MAF’UL MA’AH: isim yang bukan termasuk pokok dalam kalimat, dan terletak setelah huruf “wawu’ yang bermakna “ma’a/bersama” untuk menunjukkan terhadap hal yang suatu pekerjaan terwujud bersamaan dengan hal tersebut. Contohnya:

112 . QS: Annisa: 164. 113 . QS: Albaqarah: 19.

Page 48: Nawhuqurani

48 | N a h w u Q u r a n i

“Dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu Dia berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, Maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku”.114

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”.115

K. HAL: Pengertian: hal adalah sifat (berbentuk isim nakirah yang dinashabkan) berfungsi

untuk menjelaskan keberadaan (makna) isim makrifat (shahibul hal) yang memiliki sifat tersebut. Contoh:

“Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main”.116

Pembuangan: dalam kalimat yang terdapat “hal”, ada kata yang dinamakan “shahibul hal” yaitu kata makrifat yang disifati oleh “hal”, dan ada amil, yaitu kata kerja yang berhubungan dengan shahibul hal. Dari tiga kata ini terkadang terbuang hingga tidak tampak secara lahir tetepi dalam makna jelas keberadaannya: 1. Pembuangan hal. Contohnya:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha

114 . QS: Yunus: 71. 115 . QS: Alhasyar: 9. 116 . QS: Alanbiya: 16.

Page 49: Nawhuqurani

49 | N a h w u Q u r a n i

Mengetahui".117 Antara kata dan terdapat kata yang terbuang

dan bila tampak berbentuk kata (seraya berdoa).

2. Pembungan shahibul hal. Contohnya:

“Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): "Inikah orangnya yang di utus Allah sebagai Rasul?”.118 Kata yang bergaris bawah adalah hal, sementara dalam kata terdapat objek yang terbuang dan itu adalah

shahibul hal. Bila temapak berbentuk:

3. Pembuangan ‘amil. Contohnya:

“Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang

belum kamu ketahui”.119 Kata adalah “hal”, shahibul halnya ada dhamir

“tum” dalam kata sebelumnya. Sebelum huruf “fa” dalam kata “hal” terdapat

kata kerja yang terbuang sebagai amilnya. Bila tampak berbentuk kata “maka shalatlah kalian”.

Pembagian: 1. Hal Muassisah: hal yang berfungsi untuk menjelaskan selain ia sebagai “hal”.

Contohnya:

“Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".120

2. Hal Muakkiadah: hal yang berfungsi untuk memperkuat makna amil ataupun makna shahibul hal seperti dalam firmanNya:

“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air”.121

117 . QS: Albaqarah: 127. 118 . QS: Alfurqan: 41. 119 . QS: Albaqarah: 239. 120 . QS: Alkahfi: 69. 121 . QS: Albaqarah: 60.

Page 50: Nawhuqurani

50 | N a h w u Q u r a n i

“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”.122

Hal lebih dari satu: maksudnya adalah bahwa dalam satu kalimat dan satu shahibul hal, kata yang menjadi “hal” terkadang lebih dari satu seperti dalam firmanNya:

“Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. berkata Musa: "Hai kaumku, Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka Apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?".123

Shahibul hal lebih dari satu dalam kalimat dengan satu “hal” seperti dalam firmaNya:

“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang”.124

L. TAMYIZ Pengertian: tamyiz adalah isim nakirah yang menerangkan makna dzat atau

nisbat yang masih samar. Syarat: kata yang menjadi tamyiz harus berupa isim nakirah, baik secara lafdziyyah

maupun maknawiyyah: Contoh lafdziyyah:

“Ia berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku”.125

Contoh maknawiyyah:

122 . QS: Yunus: 99. 123 . QS: Thaahaa: 86. 124 . QS: Ibrahim: 33. 125 . QS: Maryam: 4.

Page 51: Nawhuqurani

51 | N a h w u Q u r a n i

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan Sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh”.126 Kata yang bergaris bawah adalah makrifat karena mudhaf/disambungkan ke isim dhamir, namun nakirah secara maknawi.

Pembagian: 1. Nisbat

Pengertian: tamyiz yang menerangkan makna jumlah yang samar nisbatnya. Bentuk

a. Muhawwal Pengertian: artinya dipindahkan, yakni tamyiz yang pada awalnya

digunakan untuk selain tamyiz kemudian difungsikan sebagai tamyiz. Misalnya: 1. Fail: seperti dalam firmanNya:

“Ia berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku”.127 Susunan kalimat yang bergaris bawah pada mulanya berbentuk

2. Maf’ul seperti dalam firmanNya:

“Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, Maka bertemu- lah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan”.128 Kalimat yang bergaris bawah pada mulanya berbentuk

126 . QS: Albaqarah: 130. 127 . QS: Maryam: 4. 128 . QS: Alqamar: 12.

Page 52: Nawhuqurani

52 | N a h w u Q u r a n i

3. Mubtada seperti dalam firmanNya:

“Dan Dia mempunyai kekayaan besar, Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat".129 Jumlah yang bergaris bawah pada awalnya berbentuk:

Hukum: tamyiz muhawwal harus dinashabkan. b. Ghairu muhawwal

Pengertian: tamyiz yang pada mulanya memang digunakan dan difungsikan untuk tamyiz.

Hukum: boleh dinashabkan dan boleh dijarkan dengan “min”. 2. Dzat

Pengertian: isim yang menerangakan isim lain yang (maknanya) samar. Bentuk: kata yang ditamyizi dengan tamyiz dzat ini adalah kata yang

mubham (samar) maknanya. Isim mubham yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah: 1. Isim adad. 2. Kata yang bermakna ukuran, baik berupa timbangan atau yang lain.

Hukum: hukum tamyiz dzat adalah sama dengan tamyiz ghairu muhawwal, yakni boleh nashab dn boleh dijarkan dengan huruf “min”.

3. Huruf-huruf tamyiz: yang dimaksud di sini adalah huruf yang selalu membutuhkan tamyiz dan bila huruf ini terdapat dalam kalimat, maka ia selalu diiringi dengan tamyiz:

1. Istifhamiyyah:

Pengertian: digunakan untuk bertanya tentang bilangan yang

belum jelas. Seperti dalam kalimat: “berapa banyak

laki-laki yang musafir?”. Tamyiznya: harus berupa kata mufrad dan dinashabkan

2. Khabariyyah: Pengertian: “kam” yang bermakna “katsir/banyak” dan digunakan

untuk memberitakan bilangan banyak tetapi samar keberadaannya. Seperti dalam kalimat: “banyak orang alim yang telah aku lihat”.

Tamyiznya: mufrad dan dijarkan dengan idhafah (disambungkan dengan kata setelahnya).

129 . QS: Alkahfi: 34.

Page 53: Nawhuqurani

53 | N a h w u Q u r a n i

Pengertian: sama dengan “kam alkhabariyyah”. Tamyiznya: dijarkan dengan huruf “min”.

Seperti dalam firmanNya:

“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar”.130

M. ISTISTNA Pengertian umum

1. Definisi: Istitsna adalah mengeluarkan (mengecualikan) kata yang terletak setelah huruf “illa” atau yang sama fungsinya (Mustastna) dari hukum makna kalimat sebelumnya (mustastna minhu).

2. Kalimat yang diististnakan: Kalimat yang diististnakan adalah kata makrifat atau nakirah yang berfaidah, seperti dalam firmanNya:

“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim”.131

3. Alat ististna

a. b. c. d. e. f.

4. Mustastna minhu kalimat yang terletak sebelum adat/alat ististna, dan

bentuknya adalah: a. Tam Muwjab: kalimat yang terletak sebelum alat ististna (mustastna minhu)

disebutkan secara sempurna (tidak ada yang tersimpan) dan berbentuk kalimat positif/mutsbat.

130 . QS: Ali Imaran: 146. 131 . QS: Al’ankabut: 14.

Page 54: Nawhuqurani

54 | N a h w u Q u r a n i

b. Tam Manfiy: kalimat yang terletak sebelum alat ististna (mustastna minhu) disebutkan secara sempurna (tidak ada yang tersimpan) dan berbentuk kalimat negatif/manfiy.

c. Naqish: kalimat yang terletak sebelum alat ististna (mustastna minhu) tidak disebutkan secara sempurna (ada yang tersimpan/dhamir) dan berbentuk kalimat negatif.

5. Mustastna: kalimat yang terletak setelah alat ististna, mustastna adalah pokok bahasan dalam iststna, dan mustastna merupakan kalimat yang hukum maknanya dikecualikan dari mustastna minhu. Mustastna ada dua macam: a. Muttashil: yakni jenis makna yang terkandung dengan jenis makna pada

mustastna minhu. Seperti “suatu kaum telah datang kecuali

Zaid”. Zaid jenisnya sama dengan kaum. Berbeda dengan munqathi’: b. Munqathi’: jenis maknanya berbeda dengan jenis makna pada mustastna

minhu seperti kalimat: “aku mengambil kitab-kitab kecuali

pen”. Dan dalam firmanNya:

“Dan karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa”.132Ilmu dan dzan tidak satu jenis, ilmu merupakan keyakinan dan dzan hayalah prasangka.

Hukum 1. Harus dinashabkan:

a. Mustastna munqathi’ dengan “illa” baik tam muwjab ataupun tidak. b. Mustastna dengan “illa” dari mustastna minhu tam muwjab.

2. Jawazul wajhain: maksudnya adalah bahwa mustastna boleh dinashabkan dan boleh jadi badal (kata penjelas yang i’rabnya mengikuti kata yang diperjelas). Dengan ketentuan:

Mustastna dengan “illa” dari mustastna minhu tam manfiy. Contoh nashab:

132 . QS. Annisa: 157.

Page 55: Nawhuqurani

55 | N a h w u Q u r a n i

“Para utusan (malaikat) berkata: "Hai Luth, Sesungguhnya Kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu Pergilah dengan membawa keluarga dan Pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu”.133Kata yang bergaris bawah dalam qiraah lain dirafa’kan dengan menjadikannya badal.

Contoh badal:

“Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”134. Kata yang bergaris bawah dalam qiraat lain dinashabkan.

Dengan “khaala, ‘adaa’ haasyaa”, yakni: Nashab, dengan menganggap (mengikuti pendapat) bahwa alat

ististna adalah fiil madhi dan mustastna sebagai objeknya. Seperti dalam kalimat:

“aku melihat suatu kaum selain Zaid”. Jar, dengan menganggap bahwa alat ististna adalah huruf jar. Seperti dalam kalimat:

“aku melihat suatu kaum selain Zaid”. 3. Sesuai dengan amil: apabila mustastna dengan “illa” dan mustastna minhu

tidak disebutkan dalam kaimat (kalam naqish) dan kalimatnya negatif seperti dalam firmanNya:

“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka

133 . QS: Hud: 81. 134 . QS: Annisa: 66.

Page 56: Nawhuqurani

56 | N a h w u Q u r a n i

mengetahui”.135 Kata yang bergaris bawah adalah mustastna dan i’rabnya melihat amilnya, disini menjadi khabar karena mustastna minhu adalah mubtada yang membutuhkan khabar.

4. Harus dijarkan: apabila menggunakan alat ististna “ghairu”. Seperti dalam firmanNya:

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.136

Faidah 1. Alat ististna “ghairu” adalah kata mu’rab dan i’rabnya sama dengan mustastna

yang menggunakan alat ististna “illa” dengan segala ketentuan hukumnya”. 2. Alat istisna “illa” terkadang menggunakan makna “ghairu” seperti dalam

frmanNya:

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”.137

N. KHABAR DARI FIIL NAQISH: Yakni tiap jumlah ismiyyah (mubtada khabar)

yang dimasuki Fiil Naqish, maka khabarnya dinashabkan seperti dalam contoh pada bab Marfu’at.

O. MUNADA Pengertian: bila akan memanggil seseorang dibutuhkan alat yang berbentuk

huruf, duruf ini dinamakan huruf munada, dan kata/orang yang dipanggil dinakaman “munada”. Kata yang menjadi munda terletak setelah huruf tersebut. Selain itu, munada adalah memposisikan orang ketiga sebagai orang kedua dengan memanngilnya menggunakan huruf. Yaitu:

Huruf munada Untuk memanggil yang jauh:

Untuk memanggil yang dekat:

135 . QS: Al’ankabut: 64. 136 . QS: Alfatihah: 6 - 7. 137 . QS: Alanbiya: 22.

Page 57: Nawhuqurani

57 | N a h w u Q u r a n i

Untuk memanggil yang jauh & dekat:

Untuk memanggil kata yang ada huruf “al”.

Pembagian 1. Mufrad makrifah: kata tunggal walaupun bermakna tastniyyak atau jamak

(tidak diidhafahkan/disambung dengan kata setelahnya) dan makrifah. 2. Nakirah Maqshudah: berbentuk isim nakirah tetapi maknanya tertentu pada

suatu hal/orang. 3. Nakirah ghairu maqshudah: berbentuk nakirah dan bersifat umum (tidak

tertentu seperti nakirah maqshudah). 4. Mudhaf (disambung dengan kata setelahnya) 5. Syibh mudhaf: menyerpai mudhaf (berbentuk kata yang dijarkan dengan huruf

atau dzaraf). Hukum:

1. Wajib dinashabkan secara lafdziyyah (ditandai dengan alamat nashab). Hukum ini berlaku untuk: Munada nakirah Maqshudah. Munada mudhaf Munada syibh mudhaf

2. Wajib dinashabkan secara maknawiyyah (ditandai dengan dimabnikan atas tanda alamat rafa’. Hukum ini berlaku untuk munada yang berbentuk nakirah maqshudah.

Pembuangan: terkadang munada hurufnya terbuang, tetapi makna dan hukumnya berlaku. Demikian seperti dalam firmanNya:

“(Hai) Yusuf: "Berpalinglah dari ini, dan (kamu Hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu Sesungguhnya Termasuk orang-orang yang berbuat salah."138

Ya mutakallim: huruf “ya” yang berbentuk dhamir mutakallim (menunjukkan orang pertama/yang berbicara) bila dsambungkan pada kata yang menjadi munada memiliki hukum tersendiri. Rinciannya sebagai berikut: a. Bila mudhaf pada isim sifat yang huruf akhirnya shahih (tidak berbentuk huruf

“wawu, alif atau “ya”) atau mudhaf pada kata yang akhirnya mu’tal (berbentuk huruf “wawu”, alif, atau “ya”) dan bukan sifat serta tidak mudhaf

pada kata atau , maka “ya” mutakallim tersebut tidak boleh dibuang”. b. Bila mudhaf pada selain isim sifat yang shahih huruf akhirnya, “ya” mutakallim

tersebut boleh dibuang dan cukup ditandai dengan harakat “kasrah” pada huruf sebelumnya seperti dalam firmanNya:

138 . QS: Yusuf: 29.

Page 58: Nawhuqurani

58 | N a h w u Q u r a n i

"Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati”.139

c. Dan bila “ya” mutakallim mudhaf pada kata yang mudhaf ke kata yang menjadi munada maka “ya” mutakallim tidak dibuang, tetapi dalam pemakaiannya “ya” dibuang dan cukup ditandai dengan harakat “kasrah pada huruf sebelumnya atau diganti dengan “alif” kemudian “alif” tersebut dibuang dan ditandai dengan harakat “fathah” pada huruf sebelumnya. Demikian seperti dalam firmanNya:

“Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku ".140

d. Dan bila mudhaf pada kata atau maka hukumnya sama dengan “ya”

yang mudhaf pada kata yang shahih huruf akhirnya dan tidak berbentuk isim sifat.

139 . QS: Azzukhruf: 68. 140 . QS: Thaaha: 94.

Page 59: Nawhuqurani

59 | N a h w u Q u r a n i

PEMBAHASAN IV KATA YANG DIJARKAN (MAJRURAT)141

A. PENGERTIAN:

Majrurat adalah ketentuan kata kapan dijarkan dan ditidandai sesuai dengan bentuk isimnya sesuai dengan tanda jar diatas. Majrurat ini khusus untuk kata nominal, karena kata kerja tidak ada yang dijarkan.

B. PEMBAGIAN: isim yang dijarkan terbagi menjadi tiga bagian, yakni:

1. Dijarkan dengan huruf jar (dengan berbagai bentuknya, baik yang mandiri maupun yang tidak mandiri).

2. Dijarkan dengan idhafah (sebab disambungkan pada kata sebelumnya). Dalam hal ini kata pertama dinanamakan Mudhaf dan yang kedua dinamakan Mudhaf ilaih. Kemudian idhafah ini ada dua macam: Bentuk: Idhafah ini terbagi dalam dua bentuk:

Maknawiyyah: yaitu tiap idhafah yang mudhaf ilaihnya berfaidah untuk memakrifatkan/membatasi keumuman makna mudhafnya.

Lafdziyyah : idhafah yang bertujuan untuk memudahkan pengucapan pada dua kata yang disambung dengan tampa adanya faidah seperti dalam idhafah maknawiyyah.

Pembagian: a. Lamiyyah: dua kata nominal yang digabung dan menyimpan makna huruf jar

“lam”. Dan memiliki arti lil milki dan ikhtishash. b. Bayaniyyah: Idhafah yang mengandung makna huruf jar “min”. Yaitu tiap

idhafah yang kata kedua merupakan jenis dari kata pertama. c. Dzarfiyyah: Idhafah yang mengandung makna huruf jar “fi”. Yaitu tiap

idhafah yang kata kedua merupakan dzaraf (tempat bagi kata pertama) seperti dalam firmanNya:

“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?”.142 Penjara adalah tempat bagi kedua penghuninya yakni kata

tempatnya adalah .

d. Tasybih: idhafah yang mengandung makna huruf “ka” yang bermakna tasybih. Seperti kalimat:

“air mata seperti mutiara telah mengalir dari pipi-

pipi yang seperti mawar”. 3. Dijarkan sebab mengikuti kata sebelumnya (tabi’ dibahas dalam pembahasan

berkutnya).

141 . Musthafa Alghayalaini, Jamiu Addurus, Juz III, hal. 672. 142 . QS: Yusuf: 39.

Page 60: Nawhuqurani

60 | N a h w u Q u r a n i

C. HUKUM: tiap terdapat idhafah di situ terdapat dua proses hingga ada beberapa huruf yang terbuang. Proses tersebut sesuai dengan bentuk isim yang diidhafahkan. Rinciannya sebagai berikut: a. Bila mudhaf berbentuk isim mufrad maka tanda isimnya (selain huruf jar, yakni

tanwin atau huruf “al”143) terbuang. Contoh:

Isim mufrad bertanwin: “kunci rahmat”. Bila diidhafahkan berbentuk

Isim mufrad dengan “al”: “Tuhan semesta alam”. Bila diidhafahkan

berbentuk:

b. Bila mudhaf berbentuk isim tastniyyah, atau jamak mudzakar salim maka huruf “nun” pada akhir kata terbuang.

Isim tastniyyah: “dua kitab milik Zaid”. Bila diidhafahkan

berbentuk:

Jamak mudzakar salim: “orang-orang yang berserah diri pada Allah”. Bila

diidhafahkan berbentuk:

143 . Kecuali bila berbentuk idhafah lafdziyyah, maka “al” bisa tidak terbuang.

Page 61: Nawhuqurani

61 | N a h w u Q u r a n i

PEMBAHASAN V TAWABI’144

Tawabi’ adalah kata keterangan dan kata yang tidak tersentuh oleh perubahan di akhir kata (i’rab) secara langsung melainkan sebab mengikuti kata sebelumnya, sesuai dengan bentuk i’rab empat dan dengan keberadaan kata itu sendiri. Dalam istilah lain “na’at” dikatakan sebagai kata sifat.

A. NA’AT:

Definsi: kata yang terletak setelah kata lain dengan tujuan untuk memperjelas sebagian dari keadaan (makna) kata sebelumnya atau kata yang berhubungannya.

Pembagian: a. Mufrad: berbentuk kata tunggal, walaupun maknanya tastniyyah atau jamak,

bukan jumlah ataupun menyerupai jumlah. b. Jumlah: berbentuk jumlah, dengan syarat:

Berupa jumlah khabariyyah, bukan thalabiyyah. Harus memuat dhamir yang

menggantikan makna dalam mawshuf (kata yang disifati), baik berupa dhamir yang tampak maupun mustatar seperti dalam firmanNya:

“Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun, dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong”.145 Kata yang bergaris bawah adalah na’at jumlah yang memuat

dhamir tetapi tidak terlihat, dan bila ditampakkan berbentuk:

.c. Syibh jumlah: berupa dzaraf atau kata yang dijarkan dengan huruf jar.

Bentuk: Naat dari pembagian diatas digolongkan dalam dua bentuk: 1. Hakiki:

Pengertian: naat yang berfungsi untuk menjelaskan salah satu sifat dari beberapa sifat yang terkdandung dalam mawshufnya.

Syarat: naat hakiki harus muthabiq (serasi) dengan mawshufnya dalam beberapa hal, yakni: a. I’rab b. Tunggal, tastniyyah dan jamaknya. c. Bentuk makna nakirah dan makrifatnya. d. Jenis makna, laki-laki atau perempuan (mudzakar dan muannats).

2. Sababi:

144 . Musthafa Alghayalaini, Jamiu Addurus, Juz III, hal. 720 - 746. 145 . QS: Albaqarah : 48.

Page 62: Nawhuqurani

62 | N a h w u Q u r a n i

Pengertian: naat yang menjelaskan salah satu sifat dari kata yang berhubungan atau memuat dhamir pada mawshuf.

Pembagian: a. Memuat dhamir pada man’ut/mawshuf/kata yang disifati. Naat sababi

yang ini harus sama/serasi (muthabiq) dengan man’utnya dalam dua hal: 1. Tunggal, tastniyyah dan jamaknya 2. Mudzakar dan muannatsnya.

b. Tidak memuat dhamir. Dan naat sababi yang demikian juga harus muthabiq dengan mawshufnya dalam dua hal, tetapi berbeda dengan naat sababi yang memuat dhamir. Yakni: 1. I’rab 2. Nakirah dan makrifatnya.

3. Maqthu’: Maqthu’ artinya terputus, dan yang dimaksud di sini ialah terputusnya hukum na’at pada suatu kata yang seolah adalah naat, tapi sebenarnya kata tersebut adalah khabar dari mubtada yang terbuang atau maf’ul bih dari kata kerja yang terbuang pula. Demikian karena ada suatu tujuan yang tidak tampak dalam kalimat dan biasanya tujuannya berbentuk “madh/memuji, dzam/mencela” atau “tarahhum/berbelas kasihan”. seperti dalam firmanNya:

“Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar”.146 Kata yang bergaris bawah adalah

objek/maf’ul bih dari kata kerja yang terbuang, bila tampak berbentuk:

“yakni, Aku mencela pembawa kayu bakar”.

Faidah Berupa kata makrifat: bila naat berupa kata makrifat berfungsi untuk

memperjelas keberadaan man’utnya. Berupa kata nakirah: bila yang digunakan sebagai naat adalah kata nakirah

maka ia berfungsi untuk mempersempit keumuman makna pada man’utnya. B. TAWKID:

Definisi: ketetapan (hukum makna kalimat) terhadap suatu hal. Kata yang ditetapkan hukumnya dinamakan (muakkad/kata yang ditawkidi/ditetapkan) dan kata yang menetapkan dinamakan (muakkdi/kata yang menetapkan). Muakkid I’rabnya mengikuti muakkad.

Pembagian: a. Lafdzi

Pengertian: mengulang kembali kata yang ditaukidi (muakkad) dengan kata yang sama atau sama maknanya, baik berupa isim dzahir, dhamir, fiil,huruf atau jumlah. Dintara contohnya adalah firman Allah SWT:

146 . QS: Allahab/Almasad: 3 – 4.

Page 63: Nawhuqurani

63 | N a h w u Q u r a n i

“Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim”.147 Kata yang

bergaris bawah mentaukidi kata yang merupakan dhamir mustatar

wujub (dhamir yang wajib tersimpan) yang terdapat dalam kata perintah

“ ” .

Faidah: menetapkan hukum (makna kalimat) bagi pendengar (dalam contoh diatas adalah Adam) dan memantapkannya dalam hati serta menghlangkan keraguannya.

b. Maknawi

Pengertian: tawkid yang menggunakan kata “

” . Khusus untuk dan harus diidhafahkan kepada dhamir yang

sesuai dengan muakkad. Faidah:

1. & & :menghilangkan kemungkinan adanya majaz

(penggunaan kata tidak sesuai dengan makna asalnya), atau adanya lupa dalam pengucapannya.

2. & :menunjukkan makna ihathah atau syumul (yakni

bahwa makna kalimat tercakup secara keseluruhan dalam hubungannya dengan muakkad).

3. & :menetapkan hukum (makna kalimat) untuk dua orang yang

ditaukidi bersama. C. BADAL

Definisi: kata yang mengikuti kata sebelumnya dengan tampa perantara (semisal huruf) dan merupakan kata yang dimaksudkan dalam hukum kalimat. Kata yang menggantikan dinamakan “badal” dan yang digantikan dinamakan “mubdal minhu”.

Pembagian: a. Muthabiq/badal kull min kull: kata yang mewakili (makna) kata yang sama

maknanya sepeti dalam firmanNya:

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.148

147 . QS: Albaqarah: 35. 148 . QS: Alfatihah: 6 –7.

Page 64: Nawhuqurani

64 | N a h w u Q u r a n i

b. Badal ba’dh min kull: kata yang mewakili sebagian dari (makna) pada mubdal minhunya.

c. Badal mubaayin: kata yang menjelaskan mubdal minhunya. Dan yang dimaksud “menjelaskan” di sini adalah:

Ghlatah: kata yang mewakili mubdal minhu disebabkan mubdal minhu dikatakan dengan tidak sengaja.

Nisyan: kata yang mewakili mubdal minhu disebabkan mubdal minhu dikatakan tetapi disebabkan lupa.

Idhrab: kata yang mewakili mubdal minhu disebabkan orang yang berbicara mengalihkan tujuan pada (kalimat yang telah diucapkan) kata tersebut.

Bentuk: dari semua jenis dan bagian-bagian badal ini, badal memiliki beberapa bentuk: Badal dari mubdal minhu isim dzahir. Badal dari mubdal minhu isim dhamir ghaib (orang ketiga) menggunakan isim

dzahir. Contoh:

“Hati mereka dalam keadaan lalai. dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu padahal kamu

menyaksikannya?”.149 mewakili dhamir (wawu/damir yang menunjukkan

orang ketiga, laki-laki dan jamak) dalam kata yang bergaris. Badal fi’il dari mubdal minhu fi’il. Contoh:

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina”.150

Badal jumlah dari mubdal minhu jumlah. Contoh:

149 . QS: Alanbiyaa: 3. 150 . QS: Alfurqan: 68 – 69.

Page 65: Nawhuqurani

65 | N a h w u Q u r a n i

“Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak”.151

D. ATHAF

Pengertian: ‘Athaf merupakan kata atau kalimat yang hukum maknanya atau i’rab serta bentuknya mengikuti kata atau kalimat lain. Kata atau kalimat yang mengikuti dinakaman ma’thuf dan yang diikuti dinamakan ma’thuf ‘alaih.

Pembagian: a. Bayan

Definisi: kata jamid yang i’rabnya mengikuti kata lain sebagai mana na’at dalam hal memperjelas tujuan (dalam kalimat).

Hukum dan syarat. ‘Athaf bayan ini memiliki syarat dan tanda dalam ma’thufnya hingga dapat dibedakan badal atau na’at: 1. Harus lebih jelas dan lebih mudah dikenali maknanya dari pada

ma’thuf ‘alaihnya. 2. Harus muthabaqah (sesuai) dengan ma’thuf alaihnya dalam i’rab,

mufrad, tastniyyah, jamak, mudzakar, muannats, makrifat dan nakirahnya.

b. Nasaq (‘athaf dengan huruf): Definisi: mengikutkan ma’thuf pada ma’tuf ‘alaih dalam i’rab dengan

tujuan tertentu dan menggunakan huruf sebagai alatnya. Huruf a’thaf: huruf yang digunakan untuk ‘athaf di sini ada Sembilan (9).

Yaitu, “wawu, fa, tsumma, hatta, aw, am, bal, la, lakin” (

).

Makna dan fungsi huruf ‘athaf. 1. Wawu: mengumpulkan secara mutlak dalam i’rab dan hukum pada

ma’thuf dan ma’thuf alaih. 2. Fa: tartib dan ta’qib, yakni terjadinya hukum dalam kalimat secara

beriringan dalam ma’thuf dan mathuf alaih. 3. Tsumma: tartib tarakhi, yakni terjadinya hukum kalimat dalam ma’thuf

setelah ma’thuf ‘alaihnya. 4. Hatta: ghayah, yakni hukum/makna kalimat tujuannya terletak pada

ma’thuf. Tetapi ‘athaf dengan menggunakan “hatta” tidak banyak maka dalam hal ini “hatta” yang berfungsi sebagai huruf ‘athaf memiliki tanda. Tanda tersebut terletak pada ma’thuf, yaitu berbentuk isim dzahir yang mufrad (bukan jumlah), merupakan bagian dari ma’thuf ‘alaih serta maknanya bersifat lebih mulia atau lebih rendah.

5. Aw: makna dan fungsi huruf ini dalam ‘athaf berbeda-beda dengan melihat kalimat/jumlah yang ada: Bila kalimatnya berbentuk thalabiyyah (perintah) “aw” memiliki

makna: a. Takhyir: perintah untuk memilih diantara ma’thuf atau ma’thuf

‘alaih. 151 . QS: Assyu’araa: 132 – 133.

Page 66: Nawhuqurani

66 | N a h w u Q u r a n i

b. Ibahah: perintah pada dua atau lebih hal yang satu diantaranya bila telah dilakukan maka telah mewakili dalam perintah tersebut.

c. Idhrab: ma’thuf merupakan perintah yang harus dilaksanakan, dan ada tujuan lain dalam pengucapan kata ma’thuf ‘alaihnya.

Bila kalimatnya berbentuk khabariyyah (berita) “aw” bermakna: a. Assyak: menimbulkan keraguan dalam ma’thuf dan ma’thuf

‘alaih. Contoh:

“Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”.152

b. Ibham: menimbulkan makna samar pada ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih. Contoh:

“Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”.153

c. Taqsim:untuk membagi-bagi (hukum makna kalimat) dalam ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih. Contoh:

“Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: "Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila."154

6. Am: dalam ‘athaf “am” miliki dua makna yang masing-masing melihat kalimat dimana “am” itu berada: Muttashilah: yaitu “am” yang ma’thuf tidak bisa berdiri sendiri

(maknanya) dengan tampa mathuf ‘alaih demikian ma’thuf ‘alaih juga tidak dapat berdiri sendiri (dalam kesempurnaan kalimat) dengan tampa adanya ma’thuf. Selain itu “am” muttashilah terletak setelah hamzah “A” istifham atau bermakna taswiyyah (sama-saja). Contoh:

152 . QS: Alkahfi: 19. 153 . QS: Assaba: 24. 154 . QS: Adzariyat: 52.

Page 67: Nawhuqurani

67 | N a h w u Q u r a n i

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman”.155

Munqathi’ah: huruf yang digunakan untuk memotong kalam/kalimat pertama kemudian kalimat kedua (yang terletak setelah “am”) adalah jumlah isti’nafiyyah/permulaan kalimat. Contoh:

“Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki?”.156

7. Lakin: Istidarak, yakni menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dalam hukum makna kalimat adalah ma’thuf, bukan ma’thuf ‘alaih. Dan “lakin” berfungsi sebagai huruf ‘athaf harus berada dalam kalimat negatif atau nahiy (perintah larangan) serta ma’thufnya mufrad, dan bila ma’thufnya berbentuk jumlah maka “lakin” adalah huruf isti’naf.

8. Bal: bermakna idhrab bila terletak pada kalimat positif baik berupak

kalimat berita ataupun khabr. Dan makna idhrab ini ada dua macam: a. Ibthal: makna hukum pada ma’thuf ‘alaih dibatalkan secara

mutlak. Seperti dalam firmanNya:

“Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha suci Allah. sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan”.157

b. Intiqal: makna hukum pada ma’thuf ‘aliah dipindah ke ma’thuf. Seperti dalam firmanNya:

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia

155 . QS: Albaqarah: 6. 156 . QS: Athuur: 38 – 39. 157 . QS: Alanbiya: 26.

Page 68: Nawhuqurani

68 | N a h w u Q u r a n i

sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi”.158

bermakna istidrah seperti “lakin” bila terletak pada kalimat negatif atau nahiy (perintah larangan).

Syarat “bal” menjadi huruf ‘athaf; setelahnya berbentuk kata mufrad (bukan jumlah). Bila berbentuk jumlah maka “bal” adalah huruf isti’nafiyyah.

9. Laa: huruf nafi, berfungsi untuk menetapkan hukum pada kata yang terletak setelahnya dan menghilangkannya pada kata tersebut bila “la” terdapat pada kata negatif yang tidak disebabkan oleh “la” tersebut. Selain itu, ma’thuf dengan huruf “la” harus berbentuk mufrad.

Bentuk ‘athaf ‘Athaf isim dzahir pada isim dzahir ‘Athaf isim dhamir pada isim dzahir ‘Athaf isim dhamir pada isim dhamir:

a. Munfashil bariz b. Muttashil mustatar atau muttashil marfu’. Disyaratkan:

1. Ma’thufnya ditaukidi dengan dhamir munfashil, atau 2. dipisah antara ma’thuf dan mathuf ‘alaih. Contoh:

1

“Mereka berkata: "Hai Musa, Kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya Kami hanya duduk menanti disini saja".159

2

“(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke

tempat-tempat mereka dari semua pintu”.160 Kata athaf pada

dhamir “wawu” pada kata dan dipisah dengan dhamir “haa”.

‘Athaf fi’il pada isim fi’il: seperti dalam firman Allah SWT:

“Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala keppadamu dan Dia tidak akan memint harta-hartamu”.161

158 . QS: Ala’laa: 14 – 16. 159 . QS: Almaidah: 24. 160 . QS: Arra’d: 23. 161 . QS: Muhammad: 36.

Page 69: Nawhuqurani

69 | N a h w u Q u r a n i

TENTANG PENYUSUN Penyusun: Nama : Wahib Maksum Alamat : Rt 04/04 Prumpung Serang Cipari Cilacap Phone : 087719882929/081903416464 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan:

Madrasah Diniyyah Mafatihul Huda Serang Cipari Cilacap (1986-1997)

MI Mafatihul Huda Prumpung Serang Cipari Cilacap (1989-1994)

PP Al Barokah Kawunganten Cilacap (1994-2002)

PP Manarul Huda Kesugihan Cilacap (1999)

PP Lirboyo Kediri Jawa Timur (2003-2005)

PP Alhidayah Karangsuci Purwokerto (2005-2007)

PP Hidayatul Mubtadiien Kotagede Yogyakarrta (2010)

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2008-2010)