Nathasia_406138125_KasusGeriatri

99
Laporan Kasus Geriatri Nathasia - 406138125 I. IDENTITAS Nama : Antonius Sumartono (B8) Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Februari 1941 Umur : 74 tahun Status Pernikahan : Menikah Jenis Kelamin : Laki-laki Bahasa : Indonesia Agama : Katholik Suku/Bangsa : Betawi Pendidikan Terakhir : Akademi Publisistik Kepaniteraan Ilmu Geriatri – Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1 Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur Periode 2 Februari 2015 – 7 Maret 2015

description

sss

Transcript of Nathasia_406138125_KasusGeriatri

Laporan Kasus Geriatri

Laporan Kasus GeriatriNathasia - 406138125

I. IDENTITAS

Nama:Antonius Sumartono (B8)Tempat/Tanggal Lahir:Jakarta, 11 Februari 1941Umur:74 tahunStatus Pernikahan:MenikahJenis Kelamin:Laki-lakiBahasa:IndonesiaAgama:KatholikSuku/Bangsa:BetawiPendidikan Terakhir:Akademi PublisistikPekerjaan Terakhir:Wartawan kantor berita ANTARATanggal Masuk:2008-2009, 15 Desember 2011II. RIWAYAT MEDISDidapatkan lewat autoanamnesa dan alloanamnesa pada 13 Februari 2015 16 Februari 2015.

A. Keluhan UtamaBatuk berdahak lebih kurang 3 hari.

B. Keluhan TambahanPenglihatan kabur saat membaca dari jarak dekat.Sering berkemih dan merasa tidak tuntas

C. Riwayat Penyakit SekarangOpa mengatakan sedang batuk berdahak yang sudah dirasakan 3 hari ini. Dahak berwarna putih, kental, tidak ada darah. Keluhan batuk ini sering dirasakan ketika perubahan musim dari musim panas ke musim hujan. Opa mengatakan tidak merasakan sesak napas dan nyeri dada ketika batuk. Opa tidak mengkonsumsi obat batuk apapun dan lebih memilih untuk mengkonsumsi bawang merah sebanyak 3 siung/hari, yang langsung dikunyah mentah-mentah. Pada tahun 2002, opa pernah mengalami pusing secara tiba-tiba, penglihatannya kabur dan tidak dapat berjalan. Kemudian opa dilarikan ke RS Carolus dan dokter mendiagnosa ada masalah pada jantungnya. Dilihat dari hasil pemeriksaan lab dokter mengatakan darah opa kental, adanya pengendapan dan kemudian diberikan obat Captopril 25 mg tab 1 x 1 dan Aspilets(Asam asetilsalisilat) tab 80 mg 1 x 1. Kedua obat ini dikonsumsi opa selama beberapa tahun. Captopril rutin sekitar 3 tahun, sedangkan aspilets tidak rutin diminum hanya apabila ada keluhan.Opa merasakan bahwa jika dirinya tidak bisa fokus dalam melihat sesuatu dan mulai merasa kehilangan keseimbangan, biasanya menunjukkan bahwa tekanan darah opa sedang tinggi. Pada tahun 2012 opa sudah berada di STW Cibubur dan di cek rutin dengan koas. Namun tekanan darah opa selalu menunjukkan 160/90 mmHg atau 170/90 mmHg atau 180/100 mmHg. Selain itu opa juga merasakan kedua kakinya bengkak apabila duduk atau jalan terlalu lama. Pada saat itu opa rutin mengkonsumsi obat captopril. Setelah mendengarkan saran dari seorang koas, opa memutuskan untuk memeriksakan diri ke RS Pasar Rebo untuk mengkonsultasikan dengan dokter penyakit dalam. Dokter mengatakan bahwa opa menderita hipertensi dan harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Setelah cek lab dan ronsen menunjukkan adanya pembesaran jantung kiri, kolesterol serta gula darah yang meningkat. Opa diberikan terapi amlodipine 5 mg, bisoprolol 2,5 mg, simvastatin 10 mg, Karena opa merasa pusing dan setelah diperiksa tekanan darah opa rendah, maka dosis obat dikurangi menjadi amlodipine 5 mg 1 x tablet dan bisoprolol 2,5 mg, sedangkan simvastatin sudah dihentikan sejak tahun 2012 oleh opa sesuai anjuran dokter, karena kadar kolesterolnya sudah membaik. Opa juga mengatakan sering bolak balik kamar kecil untuk berkemih. Kadang-kadang berkemih tidak lancar, sedikit jumlahnya, dan tidak sampai tuntas. Pancarannya juga melemah. Tidak ada darah ataupun nyeri saat berkemih. Keluhannya ini dirasa sejak usia 60 tahun, namun opa tidak pernah berobat atau berkonsultasi ke dokter mengenai keluhannya ini.Opa sudah menggunakan kacamata untuk membaca sejak tahun 1991. Opa mengatakan jika membaca jarak dekat dengan tulisan kecil, misalnya membaca koran, terlihat buram. Jika tidak menggunakan kacamata, tulisan yang dibaca oleh opa lebih jelas jika opa memakai kaca pembesar atau menjauhkan jarak bacanya. Apabila tulisannya besar, opa bisa membaca walaupun dari jarak dekat. Tidak ada keluhan mata merah, nyeri, berair, maupun pusing. Jika sudah memakai kacamata opa dapat membaca hingga berjam-jam lamanya. Opa memakai kacamata dengan lensa bifokus (+3) kiri dan kanan. Opa masih dapat beraktivitas dengan penglihatannya yang sekarang dan tidak menggunakan obat untuk keluhannya ini.

D. Riwayat Penyakit Dahulu Opa mengatakan pernah sesak ketika SMA, berkeringat dan merasa sulit untuk bernafas. Berobat ke dokter dan dikatakan opa mengalami hipotensi. Opa mengatakan pernah merasakan gatal-gatal pada punggung bagian bawah, berwarna merah dan berbatas tegas. Keluhan ini dirasakan hampir setiap tahun akibat perubahan cuaca/iklim. Sudah berobat ke dokter kulit dan diberikan bedak topikal kemudian membaik. Opa mengatakan pernah menjalani operasi pengangkatan clavus pada pedis sinistra tahun 2008 di RS Pasar Rebo Riwayat dislipidemia berdasarkan hasil cek lab tahun 2012. Opa mengatakan sering diare di pagi hari setelah minum kopi, kadang minum obat diaform 3x3 tablet, dan dirasakan membaik. Keluhan ini dirasakan dari masih muda dulu. Sekarang sudah tidak timbul lagi.

E. Riwayat Penyakit KeluargaHipertensi:disangkalDM:disangkalJantung:ibu (+)Ginjal:disangkalAsam urat:disangkalDislipidemia:disangkalAsma:disangkalAlergi:disangkal

F. Riwayat KebiasaanOpa sejak SMA sudah merokok. Opa juga kadang-kadang mengkonsumsi bir apabila ia bertemu dengan teman-temannya atau bila opa merasa kurang enak badan. Ketika istri opa meninggal, opa sempat merasa frustasi dan karena merasa tidak ada yang memantau kesehatannya lagi, opa akhirnya sempat mengkonsumsi rokok sebanyak 18 batang/hari dan minum kopi 4x/hari, masing-masing 2 bungkus. Sampai saat ini masih merokok dan minum kopi setiap hari. Namun jumlahnya sudah banyak berkurang jika dibandingkan dengan yang lalu. Saat ini opa merokok maksimal 5 batang sehari dan minum kopi satu cangkir sehari.

G. Riwayat Makan dan MinumOpa makan 3x sehari (pagi, siang, dan sore) dengan menu yang disediakan di STW. Kadang ditambah snack yang diberikan dari STW. Namun apabila opa tidak cocok dengan makanan yang disediakan STW, opa memilih untuk memasak mie instan, jajan nasi goreng, ketupat sayur, dll. Tidak ada pantangan makan dan minum apapun. Opa minum sehari lebih dari 4 gelas (500cc) air.

H. Riwayat BAKBAK kuning jernih, tidak ada darah maupun nyeri saat berkemih. Terkadang BAK sering, namun pancaran lemah dan hanya sedikit, sering merasa tidak tuntas.

I. Riwayat BABBAB lancar, setiap hari sekali dan kadang-kadang dengan konsistensi sedikit lembek. Tidak ada nyeri, tidak ada darah, tidak ada lendir.

J. Riwayat Kehidupan Pribadi1. Riwayat Prenatal, Perinatal, Masa Kanak-Kanak, dan RemajaOpa merupakan anak yang diinginkan kedua orang tuanya dan lahir sehat di Jakarta pada 11 Februari 1941. Tumbuh dan berkembang sesuai dengan anak seusianya. Opa bersekolah di SD Jatinegara, melanjutkan ke SMP Cornelius, dan melanjutkan sekolah SMA di Canisius namun hanya sampai kelas 2 SMA kemudian pindah ke Sekolah Negeri 80. Opa memiliki banyak teman dan senang membolos sewaktu sekolah karena malas belajar.

2. Riwayat KeluargaAyah dan Ibu berasal dari suku Jawa. Merupakan anak kedua dari 6 bersaudara (4 laki-laki dan 2 perempuan). Hubungan kedua orang tua opa, kemudian hubungan opa dengan orang tua dan semua saudara kandungnya juga baik.Adik laki-laki pertama opa sudah meninggal saat berusia 4 tahun karena menderita malaria.

Laki-lakiLaki-laki meninggalOpaPerempuanPerempuan meninggal

3. Riwayat PendidikanOpa melanjutkan pendidikan formalnya ke Akademi Publisistik di Menteng pada tahun 1964 hingga tingkat 2, kemudian melanjutkan lagi pendidikannya pada tahun 1966 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia sampai tingkat 2 dan memutuskan untuk bekerja.

4. Riwayat Masa Dewasaa. Riwayat PekerjaanSetelah lulus SMA opa bekerja di bidang perkapalan selama 1 tahun. Setelah melanjutkan pendidikan di bidang publisistik dan hukum, opa bekerja sebagai wartawan Warta Harian pada tahun 1968 hingga tahun 1971. Ketika kantor berita tersebut ditutup, opa bekerja di The New Standard hingga tahun 1976. Tidak lama kemudian kantor ini tutup, lalu opa bekerja di Kantor Berita ANTARA hingga tahun 1996.b. Riwayat PerkawinanMenikah dengan Sonya Tan Giok Bwee pada tahun 1971 dan dikaruniai 3 orang anak perempuan. Istri opa meninggal tahun 1995 karena serangan jantung.c. Riwayat Kehidupan SosialSejak masih muda, opa merupakan pribadi yang aktif dan senang bergaul. Opa tidak suka berdiam diri sendirian. Opa cenderung tidak bisa diam dan selalu bepergian untuk bertemu dengan orang lain atau sekedar berbincang atau bercanda tawa dengan teman-temannya.d. Riwayat AgamaOpa dilahirkan dan besar dalam keluarga berlatar belakang Katholik. Opa rajin beribadah ke gereja setiap Minggu. Jika bergereja opa sering mengikuti sakramen perjamuan untuk menerima hosti dari Pastor.e. Situasi Kehidupan SekarangOpa sempat masuk ke STW pada tahun 2008, namun mengundurkan diri tahun 2009 dengan alasan dibutuhan untuk membantu anak-anaknya, dan masuk kembali tahun 2011. Saat ini opa sudah tinggal di kamar Bungur 8 di STW Karya Bhakti, Cibubur selama kurang lebih 4 tahun Opa rajin mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh STW. Kira-kira 3 bulan ini opa sering berkebun dan bercocok tanam di taman kecil yang ada di Bungur. Hubungan opa dengan perawat baik dan dekat dengan penghuni lainnya. Personal hygiene juga baik dan mampu melakukan segala sesuatu dengan mandiri.f. Persepsi Tentang Diri Sendiri dan KehidupannyaOpa merasa cukup puas dan bahagia dengan kehidupan dan pencapaian yang dilakukannya. Opa mengatakan saat hidupnya tenang dan dirinya melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh usia lanjut.

III. PEMERIKSAAN FISIKDilakukan pada 13-16 Februari 2015 (09.00)I. Keadaan UmumCompos mentisII. Tanda Vital Tekanan darah:150/80 mmHg Nadi:80x, regular, isi cukup. Pernapasan:18x/menit, reguler, abdomino-thoracalKesan:Hipertensi Grade IIII. Status Gizi Berat badan:60 kg Tinggi badan:164 cm IMT:60 kg= 22.3 ( BB normoweight )(1,64)2BMI berdasarkan kriteria WHO Asia Pasifik: Underweight: < 18,5 Normoweight: 18,5 22,9 BB lebih: 23,00 Dengan resiko: 23,00 - 24,9 Obesitas grade I : 25 29,9 Obesitas grade II: 30Kesan:BB normoweightIV. Status Internis Kepala:bentuk dan ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut hitam keputihan sedikit tipis tetapi tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan. Mata:

ODOS

PalpebraEdema (-)Xantelasma (-)Edema (-)Xantelasma (-)

KonjungtivaAnemis (-)Hiperemis (-)Anemis (-)Hiperemis (-)

SkleraIkterik (-)Ikterik (-)

KorneaJernihArcus senilis (+)Refleks kornea (+)JernihArcus senilis (+)Refleks kornea (+)

PupilBulat, isokor, 3 mmRCL (+), RCTL (+)Bulat, isokor, 3 mmRCL (+), RCTL (+)

LensaLensa jernihPP = 25 cm (+3D)Lensa jernihPP = 25 cm (+3D)

VisusVOD = 6/12VOS 6/12

Lapang pandangNormalNormal

RetinaTidak dilakukan pemeriksaanTidak dilakukan pemeriksaan

Telinga:

ADAS

BentukNormotiaNormotia

Daun telingaFistel preaurikuler (-)Fistel retroaurikuler (-)Abses mastoiditis (-)Nyeri tekan tragus (-)Nyeri tarik aurikuler (-)Fistel preaurikuler (-)Fistel retroaurikuler (-)Abses mastoiditis (-)Nyeri tekan tragus (-)Nyeri tarik aurikuler (-)

Liang telingaLapangSerumen (+)Hiperemis (-)Sekret (-)Corpus alienum (-)LapangSerumen (+)Hiperemis (-)Sekret (-)Corpus alienum (-)

Membran timpaniTidak dilakukan pemeriksaanTidak dilakukan pemeriksaan

Tes berbisik6 m (normal)6 m (normal)

Hidung:bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada deviasi, mukosa tidak hiperemis, sekret -/- Mulut & Gigi:bentuk simetris, perioral sianosis (-), lidah kotor (-), letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, detritus (-), membran (-), gigi lengkap. Leher:trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar. ThoraxPulmo Inspeksi:simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi:stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama kuat. Perkusi:sonor pada kedua lapang paru. Aukultasi:vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.Jantung Inspeksi:pulsasi iktus kordis tidak tampak. Palpasi:pulsasi iktus kordis tidak teraba. Perkusi:batas atas di ICS II linea sternal sinistra.batas kanan di ICS IV linea parasternal dextra.batas kiri di ICS VI linea midclavicula sinistra, 2 cm ke arah lateral Aukultasi:bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi:rata, caput medusa (-), spider nevi (-). Aukultasi:bising usus (+) normal. Perkusi:timpani, nyeri ketok ginjal -/-. Palpasi:nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar. Ekstremitas:SuperiorInferior

Edema-/--/-

Clubbing finger-/--/-

Akral dingin-/--/-

Akral sianosis-/--/-

CRT< 2 detik< 2 detik

Kulit:kulit normal, sedikit keriput, warna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-). KGB:retroaurikuler, submandibula, cervical, dan supraclavicula tidak membesarKesan : Mata : arcus senilis +/+, VOD =6/12, VOS = 6/12 Jantung : batas kiri di ICS VI linea midclavicula sinistra, 2 cm ke arah lateral

V. Status Neurologis Kesadaran:compos mentis Fungsi luhur:baik Rangsang meningeal:(-) Brudzinky I: (-) Brudzinky II: (-) Brudzinky III: (-) Brudzinky IV: (-) Tes Laseque: -/- Tes Kernig:-/- Peningkatan TIK:(-) Nn. cranialis N. olfaktorius:dalam batas normal N. optikus:dalam batas normal N. occulomotorius:dalam batas normal V. trochlearis:dalam batas normal N. trigeminus:dalam batas normal N. abducens:dalam batas normal N. fasialis:dalam batas normal N. vestibuler troklearis:dalam batas normal N. glosofaringeus:dalam batas normal N. vagus:dalam batas normal N. asesorius:dalam batas normal N. hipoglosus:dalam batas normal Motorik Postur baik, tidak ada gerakan involunterKananKiri

Kekuatan5555555555555555

TonusNormotoniNormotoni

TrofiEutrofiEutrofi

Refleks fisiologis:SuperiorInferior

Refleks bisep+/++/+

Refleks trisep+/++/+

Refleks patella+/++/+

Refleks achilles+/++/+

Refleks patologis:-/- Sensorik Tajam:+/+ Tulang belakang Inspeksi:normal Tes Patrick:-/- Tes Kontra-Patrick:-/- Sistem otonom:baik Fungsi serebelum & koordinasi:baik Tanda regresi & demensia:(-)Kesan:normal

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL & KOGNITIF Hasil pemeriksaan Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ), Mini Mental State Examination (MMSE), Clock Drawing Test, Geriatric Depression Scale (GDS), Deteksi Terhadap Depresi, Indeks ADL Barthel, dan Instrumental Activities Of Daily Living (IADL) terlampir.

A. Deskripsi Umum1. PenampilanPria, berpenampilan sesuai dengan usianya, tampak sehat. Tinggi sekitar 164 cm, kulit cokelat. Sering memakai kaos dan celana jeans panjang serta sendal jepit. Rambut pendek putih beruban dan memakai kacamata.2. PembicaraanOpa mengunakan bahasa Indonesia. Dapat berbicara spontan, lancar, dan jelas. Kecepatan bicara normal, intonasi baik, artikulasi jelas, volume suara cukup. Opa dapat menjawab sesuai pertanyaan.3. Perilaku & Aktivitas PsikomotorBerjalan dengan normal. Selama wawancara sopan, kontak mata baik. Tidak ditemukan perlambatan psikomotor, gerakan tak bertujuan, dan tanda kecemasan.4. Sikap Terhadap PemeriksaOpa kooperatif, tidak menunjukkan sikap curiga, defensif, maupun bermusuhan.

B. Emosi1. Mood: eutimik2. Afek: luas3. Keserasian: sesuai

C. Gangguan Persepsi & Kognisi1. Halusinasi visual:tidak ada2. Halusinasi auditorik:tidak ada3. Ilusi:tidak ada4. Depersonalisasi:tidak ada5. Derealisasi:tidak ada6. Apraksia:tidak ada7. Agnosia:tidak ada

D. Pikiran1. Arus Pikirana. Produktivitas:baik, bicara spontan.b. Kontinuitas:baik.c. Hendaya bahasa:tidak ditemukan.2. Bentuk pikirana. Asosiasi longgar:tidak adab. Ambivalensi:tidak adac. Flight of ideas:tidak adad. Inkoherensi:tidak adae. Verbigerasi:tidak adaf. Perseverasi:tidak ada3. Isi Pikirana. Preokupasi:tidak adab. Fobia:tidak adac. Obsesi:tidak adad. Kompulsi:tidak adae. Ideas of reference:tidak adaf. Waham:tidak adaE. Pengendalian ImpulsDuduk tenang, berperilaku sopan. Selama wawancara tidak pernah memaksa maupun terlihat agresif.

F. Fungsi Intelektual1. Taraf pendidikanSesuai dengan latar belakang pendidikan.2. Orientasi Waktu:Baik. Opa mengetahui jam, hari, tanggal, tahun dengan tepat. Opa juga mengetahui lama rawat di STW. Tempat: Baik. Opa mengetahui dirinya berada di STW, Cibubur. Orang:Baik. Opa mengenali dirinya, dokter, perawat, dan penghuni lain.3. AtensiPemusatan, pengalihan, dan mempertahankan perhatian baik.4. Daya Ingat Daya Ingat Jangka PanjangBaik. Opa dapat mengingat tempat dan tanggal lahirnya. Daya Ingat Jangka SedangBaik. Opa dapat mengingat kapan masuk STW. Daya Ingat Jangka PendekBaik. Opa dapat mengingat 3 benda yang disebutkan pemeriksa di sela-sela wawancara. Daya Ingat SegeraBaik. Opa dapat mengulang 3 benda secara berurutan dari awal ke akhir dan sebaliknya seperti yang disebutkan oleh pemeriksa.5. Kemampuan Membaca dan MenulisBaik. Opa dapat membaca tulisan dan menulis sesuai perintah yang diberikan dengan baik.6. Kemampuan VisuospasialBaik. Opa dapat menggambar jam lengkap dengan angka dan jarumnya, Gambar jam menunjukkan pukul 12.50.7. Pikiran AbstrakOpa dapat mengartikan peribahasa tong kosong nyaring bunyinya dengan benar.8. Intelegensi & Kemampuan InformasiBaik. Opa mengetahui nama calon-calon presiden pada Pemilu tahun ini (2014).

G. Daya Nilai1. Daya nilai sosial:baik2. Discriminative insight:baik3. Discriminative judgement:baik

H. TilikanDerajat 6. Tilikan emosional sejati.Menyadari bahwa dirinya sakit, membutuhkan pengobatan, dan menerapkannya.

I. ReabilitasOpa secara umum dapat dipercaya.Kesan:penampilan sesuai usia, pembicaraan baik tidak ada gerakan psikomotor tidak bertujuan, mood eutimik dan afek luas, tidak ada gangguan persepsi serta kognisi, kontinuitas, bentuk, dan isi pikiran baik, tidak ada gangguan fungsi intelektual, tilikan 6.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Hasil pemeriksaan International Prostate Scoring System (IPSS) terlampirB. Pemeriksaan Laboratorium (01/03/2012)JENIS PEMERIKSAANHASILSATUANNORMAL DEWASA

HEMATOLOGI

Hemoglobin13.9g/dl13.2-17.3

Hematokrit42%40-52

Eritrosit4,5jt/l4.4-5.9

Lekosit8.800l3800-10600

Trombosit261000l150000-440000

MCV95,5Fl80-100

MCH34,3Pg26-34

MCHC36g/dl32-36

KIMIA DARAH

FUNGSI HATI

SGPT10U/l0-50

SGOT17U/l0-50

DIABETES

Glukosa darah puasa118mg/dl70-125

Glukosa darah 2 jam PP201mg/dl80 cm) Riwayat keluarga penyakit KV dini (laki-laki usia 50%Hampir selalu

Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil?012345

Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah buang air kecil?012345

Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu buang air kecil?012345

Berapa kali anda tidak dapat menahan keinginan buang air kecil?012345

Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu buang kecil?012345

Berapa kali terjadi anda mengalami kesulitan memulai buang air kecil (harus mengejan)?012345

Berapa kali anda bangun untuk buang air kacil di waktu malam?012345

Skor IPSS =

Andaikata hal yang anda alami sekarang akan tetap berlangsung seumur hidup, bagaimana perasaan anda?Senang sekaliSenangPuasPuas & tidakTidak puasTidak bahagiaBuruk sekali

1234567

Skor Kualitas Hidup (QoL) =

0-7: gejala ringan; 8-19: gejala sedang; 20-35: gejala beratTabel 3. IPSSV. DIAGNOSIS1. Anamnesis & Pemeriksaan FisikDalam mendiganosis BPH perlu dilakukan anamnesia dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis, keluhan utama serta munculnya gejala iritatif dan obstruktif penting ditanyakan dengan jelas. Selain itu, riwayat pembedahan, penyakit saraf, penyakit metabolic seperti diabetes melits, riwayat infeksi saluran kemih, penyakit batu, hematuria, dan pemakaian obat-obatan parasimpatolitik perlu ditanyakan.Pemeriksaan fisik pada kecurigaan BPH meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda vital, serta kelainan neurologis. Status urologi yang perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal atau nyeri ketok pada sudut kostofrenikus menunjukkan adanya obstruksi, vesika urinaria yang teraba penuh, dan kelainan genitalia eksterna (stenosis atau striktur). Pemeriksaan fisik yang paling penting adlah pemeriksaan colok dubur untuk menilai sfingter ani, pembesaran atau penonjolan prostat, konsistensi prostat, nodul, apakah batas atas prostat dapat dicapai dengan jari, dan ada tidaknya nyeri tekan. Konsistensi prostat pada BPH adalah kenyal, sedangkan bila keras harus dicurigai adanya keganasan prostat.2. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah yang mencakup darah tepi, ureum dan kreatinin serum, elektrolit, PSA, urinalisis sedimen urin, serta biakan kuman urin, dan tes sensibilitas antibiotic jika ditemukan kuman. Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan adalah uroflowmetry, utnuk mengukur pancaran urin maksimal, pancaran rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Dengan flow meter dapat juga ditentukan volume urin yang keluar, sedangkan sisa urin setelah berkemih dapat ditentukan dengan pemasangan kateter atau dengan menggunakan transabdominal ultrasound (TAUS). TAUS dapat juga digunakan untuk memperkirakan ukuran prostat dan dilakukakn pada saat buli-buli setelah kencing. Sisa kencing normal adalah kurang dari 15cc.Transrectal ultrasonography (TRUS) dapat digunakan untuk mengukur volume prostat. Selain TRUS juga dapat mendeteksi kemungkinan keganasan dengan memperlihatkan adanya daerah hiperekoik dan dapat langsung dilakukan biopsy prostat dengan jarum yang dituntun jika dicurigai adanya keganasan. Bendungan vesika seminalis dan pelebaran vena periprostat yang sering ditemukan pada penderita prostatitis juga daoat dilihat dengan TRUS.Pemeriksaan urodinamik paling baik untuk menilai derajat obstruksi prostat. Dengan pemeriksaan ini, penyebab pancaran urin yang lemah dapat dibedakan, baik akibat obstruski leher buli-buli dan uretra atau akibat kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan urodinamik diindikasikan untuk: pasien berusia 80 tahun dengan volume residual urin >300ml, Qmax >10ml/detik, pasca pembedahan radikal daerah pelvis, gagal terapi insvasif, dan curiga adanya bulibuli neurogenik. Sedangkan pemeriksaan IVP untuk menilai saluran kemih atas, insufisiensi renal, riwayat batu saluran kemih, dan riwayat pembedahan urogenitalia.Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, namun kelompok usia BPH beresiko terjangkit karsinoma prostat, sehinggapemeriksaan PSA dapat membantu mendeteksi. Cut-off level PSA yang umumnya digunakan adalah 4ng/ml, jika lebih sebaiknya dilakukan biopsy prostat.Pada keadaan tertentu, pasien dengan BPH harus dirujuk ke ahli urologi karena terjadi komplikasi ataupun terdapat penyakit lain yang memilki kemiripan dengan BPH membutuhkan tatalaksana yang lebih spesifik.

VI. PENATALAKSANAANObservasiMedikamentosaTerapi intervensi

PembedahanMinimal invasive

Watchful waiting -blocker Inhibitor reduktase-5 Kombinasi -blocker + inhibitor reduktase-5 -blocker + antimuscarinic Fitoterapi Protektomi terbuka Endoneurologi: TURP TUIP TULIP Elektropovarisasi TUMT HIFU Stent uretra TUNA

Table 4. Pilihan Terapi pada BPH

1. Observasi - Watchful waitingMerupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan.

2. Medikamentosaa. Antagonis reseptor adrenergic-Efektivitas antagonis resptor adrenergic- dalam mengurangi gejala dan memperbaiki urinary flow rate elah dibuktikan melalui uji klinis. Obat ini bekerja menghambat reseptor , yang banyak terdapat pada otot polos prostat dan PD otot polos kandung kemih. Dengan demikian, terjadi relaksasi otot polos daraha prostat dan leher kandung kemih sehingga resistensi tonus leher buli-buli dan uretra menurun. Menurut beberapa studi obat ini bekerja cepat dalam memperbaiki pancaran kencing.Antagonis reseptor adrenergic- terbukti memperbaiki dan menurunkan gejala BPH yang mengganggu, meningkatkan skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum terapi. Perbaikan gejala iritatif maupun obstruktif sudah dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat. Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama dan belum ada bukti terjadinya intoleransi dan takifilaksis hingga pemberian 6-12 bulan,Efek samping gangguan kardiovaskuler yang dpaat timbul berupa penurunan tekanan darah (hipotensi ortostatik) yang dapat menimbulkan keluhan pusing, lelah, sumbatan hidung, serta rasa lemah terutama pada golongan non-selektif. Preparat super spesifik, seperti tamsulosin yang hanya bekerja pada reseptor adrenergic-1a, kini banyak digunakan karena tidak membutuhkan titrasi, aman, dan efektif hingga pemberian 6 tahun, serta efek samping sistemik yang muncul lebih jarang dibandingkan -blocker non-spesifik. Namun, tamsulosin memiliki efek samping ejakulasi retrograde yang dilaporkan terjadi pada 4,5-10% pasien.b. Inhibitor Reduktase-5Obat ini menghambat kerja enzim 5 reduktase di dalm sel-sel prostat sehingga testoteron tidak dibuah menjadi DHT. Akibatnya, konsentrasi DHT di prostat menurun dan tidak terjadi sintesis protein serta terjadi atrofi epitel sehingga volume prostat berkurang. Obat-obatan golongan 5-ARI, seperti finasteridedan dutasteride, dapat menurunkan volume prostat, meningkatkan skor gejala, meningkatkan pancaran urin, menurunkan resiko terjadinya retensi urin akut, menahan laju pembesaran prostat, mencegah kemungkinan terkena karsinoma prostat, dan menurunkan kebutuhan pembedahan yang berhubungan dengan BPH. Efek maksimum perbaikan gejala dapat terlihat setelah mengkonsumsi finastreide dengan dosis 1x5mg selama 6 bulan terus-menerus. Finasteride terutama dipilih bila volume prostat cukup besar (>40cm). onset kerjanya lebih lambat bila dibandingkan dengan golongan antagonis reseptor adrenergic-. Finasteride menurunkan kadar PSA sampai 50% dari kadar yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. Efek samping yang dapat timbul adalah penurunan libido, disfungsi ereksi, menurunnya ejakulasi, ginekomastia, dan timbul bercak kemerahan di kulit.c. Kombinasi Antagonis Adrenergik- dan Inhibitor Reduktase 5-Sebuah studi yang dilakukan McConnel, dkk memperlihatkan efektivitas terapi kombinasi antagonis adrenergik- dan inhibitor reduktase 5-. Kombinasi ini secara signifikan dapat mengurangi resiko progresivitas BPH secara klinis dibandingkan hanya dengan satu jenis obat sehingga kombinasi ini diangga- paling aman dan paling efektif bagi pasien dengan LUTS dan BPH. CombA Study Goup pada tahun 2009 mempublikasikan hasil penelitiannya di mana kombinasi tamsulosin dan dutasteride lebih efektif bila dibandingkan dengan monoterapi, namun perlu dipikirkan pertimbangan biaya dan efek sampign yang dapat timbul.d. FitoterapiFitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Serenoa repens, Pygeum africanum, Echinacea purpurea, Hypoxis rooperi.

3. Intervensi Bedaha. Open simple prostatectomyJika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka diperlukan. Prostat lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi terbuka. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik.b. Transurethral resection of the prostate (TURP)Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari. Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan, striktur uretra atau kontraktur leher buli, perforasi kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kasus yang berat, sindrom TUR yang berakibat hipervolemi, hiponatremi karena absorpsi cairan irigasi yang hipotonik (H2O). Manifestasi klinik sindrom TUR adalah mual, muntah, konfusi, hipertensi, bradikardi dan gangguan visual. Risiko sindrom TUR meningkat pada waktu reseksi yang melebihi 90 menit. Penatalaksanaanya termasuk pemberian diuresis dan pada kasus yag berat, diberikan saline hipertonik. c. Transurethral incision of the prostate(TUIP)Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang kecil sering terjadi hipertrofi komisura posterior (kenaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan morbiditas lebih sedikit dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.d. Transurethral laser incision of the prostate (TULIP)Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: kehilangan darah minimal, jarang terjadi sindroma TUR, dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan, dan dapat dilakukan out patient procedure. Sedangkan kerugian operasi dengan laser antara lain: sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi, pemasangan kateter postoperasi lebih lama, lebih iritatif, dan biaya besar. e. Transurethral electrovaporization of the prostateTransurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TURP.4. Minimal invasifa. Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral sampai 44,5C 47C dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. b. High-intensity focused ultrasound (HIFU)Metode ini dilakukan dengan meletakkan probe ultrasonografi didalam rektum yang akan menampilkan gambaran prostat dan menghantarkan energi panas dari high-intensity focused ultrasound, yang akan memanaskan jaringan prostat dan menjadi nekrosis koagulasi. c. Intraurethral stentsIntraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.d. Transurethal needle ablation of the prostateTransurethal needle ablation of the prostate (TUNA) menggunakan kateter yang didesain khusus melalui uretra. Jarum interstitial dengan frekuensi radio kemudian keluar dari ujung kateter, melubangi mkosa uretra pars prostatika. Penggunaan frekuensi radio tersebut untuk memanaskan jaringan sehingga megakibatkan nekrosis koagulatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.4. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994.5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997.6. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993.7. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK UNDIP.8. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP. 9. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab. Urologi RSUD Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.10. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.11. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.12. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Baileys Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada University Press, 1992.13. Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita Selekta Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000

KANKER PROSTATI. KANKER PROSTAT

Kanker prostat adalah keganasan pada prostat yang diderita pria berusia lanjut dengan kejadian puncak pada usai 65-75 tahun. Penyebab kanker prostat tidak diketahui secara tepat, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron. Pada bagian lain, Rindiastuti (2007) menyimpulkan bahwa usia lanjut mengalami penurunan beberapa unsur esensial tubuh seperti kalsium dan vitamin D. Penurunan kandungan kalsium tubuh mengakibatkan berbagai penyakit, diantaranya adalah osteoporosis,sehinggatimbulparadigmabahwapadausialanjutuntuk mengkonsumsi kalsium dalam jumlah banyak. Tetapi pola makan dengan kalsium tinggi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker prostat pada usia lanjutLebih dari 95% kanker prostat bersifatadenokarsinoma. Selebihnya didominasi transisional sel karsinoma. (Presti,J.C,2008) Penelitian menunjukkan bahwa 60-70% kasus kanker prostat terjadi pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai nodulnodul keras irregular. Fenomena ini nyata pada saat pemeriksaan rectum dengan jari (Digital Rectal Examination). Nodul-nodul ini memperkecil kemungkinan terjadinya obstruksi saluran kemih atau uretra yang berjalan tepat di tengah prostat. Sebanyak 1020% kanker prostat terjadi pada zona transisional, dan510% terjadi pada zona sentral.

II. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO1. UsiaResiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit putih, dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Sedangkan pada pria kulit hitam pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi sebelumnya menderita kanker prostat. Data yang diperoleh melalui autopsi diberbagai negara menunjukkan sekitar 1530% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 6070% pria memiliki gambaran histology kanker prostat. (K.OH,Williametal, 2000).2. Ras dan tempat tinggalPenderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika Amerika. Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker prostat dibandingkan dengan pria kulit putih (Moul,J.W.,etal, 2005).3. Riwayat keluargaCarter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria yang memiliki ayah atau saudara lelaki yang menderita kanker prostat, bila dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang terkena kanker prostat (Haas,G.PdanWaelA.S.,1997).4. FaktorhormonalTestosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - reduktase. Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron. (Haas,G. PdanWaelA.S., 1997).5. Pola makanPola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker prostat belum dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada rasa atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status ekonomi dan lain sebagainya.

III. GEJALA KLINIS KANKER PROSTATSecara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala khas. Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala yang ada umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak, yaitu buang air kecil tersendat atau tidak lancar. Keluhan dapat juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu muncul bila sudah ada penyebaran ketulang belakang.Tahap awal (earlystage) yang mengalami kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik. Pada tahap berikutnya (locally advanced) didapati obstruksi sebagai gejala yang paling sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga hematuria yakni urin yang mengandung darah, infeksi saluran kemih, serta rasa nyeri saat berkemih. Pada tahap lanjut (advanced) penderita yang telah mengalami metastase di tulang sering mengeluh sakit tulang dan sangat jarang mengalami kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai karena kompresi korda spinalis.

IV. PEMERIKSAAN KANKER PROSTATDiagnosa kanker prostatdapat dilakukan atas kecurigaan pada saat pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau peningkatan Prostate Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan biposi, dibantu oleh trans rectal ultrasoundscanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur yang terbukti suatu kanker prostat. Nilai prediksi colok dubur untuk mendeteksi kanker prostat 21,53%. Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker prostat tapi spesifisitasnya tinggi, namun bila didapatkan tanda ganas pada colok dubur maka hampir semua kasus memangterbukti kanker prostat karena nilai prediktifnya 80% (UmardanAgoes,2002).a. DigitalRectalExaminationPemeriksaan rutin prostat yang di perlukan adalah pemeriksaan rektum dengan jari atau digital rectal examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan kedalam rektum untuk meraba prostat. Penemuan prostat abnormal pada DRE berupa nodul atau indurasi hanya 15 25 % kasus yang mengarah ke kanker prostat (Moul,J.W.,etal,2005).b. PemeriksaankadarProstatSpesifikAntigenProstat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh epitel prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam jumlah yang banyak. Prostat Spesifik Antigen memiliki nilai normal 4 ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat baik digunakan bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy. Peningkatan kadar PSA bisa terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasya (BPH), infeksi saluran kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan dalam interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA, densitas PSA dan nilai ratarata PSA, yang nilainya bergantung kepada umur penderitaTabel 1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umurUmur(tahun)Rerata Nilai Normal PSA (ng/mL)40490.02.550590.03.560690.04570790.06.5Sumber: Choen,J.J dan Douglas M.D (2008).

Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya menderita kanker prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hanya 2% lakilaki yang menderita BPH yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari 103 pasien dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Dimana 305nya dapat ditemukan pada pasien dengan stadium kanker T1-2, NX, M0. Dengan demikian jelaslah bahwa ada hubungan antara peningkatan PSA dengan stadium kanker prostat (K.OH,William,etal,.2000).c. BiopsiprostatBiopsi prostat merupakan goldstandart untuk menegakkan diagnosa kanker prostat. (Jefferson, K danNatasha J., 2009). Pemeriksaan biopsi prostat menggunakan panduan transurectal ultrasound scanning (TRUSS) sebagai sebuah biopsi standar. Namun seringnya penemuan mikroskopis kanker prostat ini terjadi secara insidentil dari hasil TURP atau pemotongan prostat pada penyakit BPH.Pemeriksaan biopsi prostat dilakukan apabila ditemukan peningkatan kadar PSA serum pasien atau ada kelainan pada saat pemeriksaan DRE atau kombinasi keduanya yaitu ditemukannya peningkatan kadar PSA serum dan kelainan pada DRE. Pada pemeriksaan mikroskopis ini sebagian besar karsinoma prostat adalah jenis adenokarsinoma dengan derajat diferensiasi berbedabeda. 70% adenokarsinoma prostat terletak dizona perifer, 20% dizona transisional dan 10% dizona sentral (Moul,JuddW,etal,2005). Namun penelitian lain menyatakan bahwa 70% kanker prostat berkembang dari zona perifer, 25% zona sentral dan zona transisional dan beberapa daerah periuretral duct adalah tempattempat yang khusus untuk beningn prostate hyperplasia (BPH) (Seitz, M., et al, 2009). Pada hasil biopsi prostat, sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma dengan derajat yang berbeda beda. Kelenjar pada kanker prostat invasif sering mengandung fokus atipiasel atau Neoplasia Interaepitel Prostat (PIN) yang diduga merupakan prekusor kanker prostat.d. PencitraanDalam melakukan pencitraan, ada beberapa jenis pencitraan yang biasa di pakai dalam mendiagnosis kanker prostat diantaranya yaitu:1. Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS)Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS) adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan lokasi kanker prostat yang lebih akurat dibandingkan denganDRE,jugamerupakan panduan klinisi untuk melakukan biopsi prostat sehingga TRUSS juga sering dikatakan sebagai a biopsyguidence. Selain untuk panduan biopsi, TRUSS juga digunakan untuk mengukur besarnya volume prostat yang diduga terkena kanker. Transrectal Ultrasound juga digunakan dalam tindakan cryosurgery dan brachytherapy. Untuk temuan DRE yang normal namun ada peningkatan kadar PSA (biasanya lebih dari 4) dapat juga digunakan TRUSS untuk melihat apakah ada kemungkinan terjadi keganasan pada prostat (Evidence Based Guideline Transrectal Ultrasound BlueCross BlueShield of North Carolina,1994)2. Endorectal Magnetic Resonance Imaging(MRI)3. Axial Imaging (CT MRI)Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah pasien penderita kanker prostat menderita metastase ke tulang pelvis atau kelenjar limfe sehingga klinisi bisa menentukan terapi yang tepat bagi pasien. Namun perlu diingat juga bahwa pencitraan ini cukup memakan biaya dan sensitivitasnya juga terbatas hanya sekitar 3040%.Laporan Kasus GeriatriNathasia - 406138125

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara34Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, CibuburPeriode 2 Februari 2015 7 Maret 2015IV. GRADING DAN STAGING KANKER PROSTATKanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar limfe pelvis kemudian metastase berlanjut ke tulangtulang pelvis vertebra lumbalis femur vertebratorakal kosta. Lesi yang sering terjadi pada metastase di tulang adalah lesi osteolitik (destruktif), lebih sering osteoblastik (membentuk tulang). Adanya metastasis osteoblastik merupakan isyarat yang kuat bahwa kanker prostat berada pada tahap lanjut.Untuk menentukan grading, yang paling umum digunakan di Amerika adalah sistem Gleason (Presti,J.C.,2008).Skor untuk sistem ini adalah 15 berdasarkan pola secara pemeriksaan spesimen prostat dilaboratorium Patologi Anatomi (Tabel2). Ada2skor yang harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu:1) Skorprimeradalahpenilaianyangdiberikanberdasarkan gambaran mikroskopik yang paling dominan pada spesimen yang diperiksa2) Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang paling dominan setelah yang pertama.Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan skor sekunder dimana masingmasing rentang nilai untuk skor primer dan sekunder adalah 1-5 dan totalnya 210. Bila total skor Gleason 24, maka spesimen dikelompokkan ke dalam kategori well differentiated, sedangkan bila skor Gleason 5 6 dikategorikan sebagai moderate differentiated dan skor Gleason810 dikelompokkan sebagai poordifferentiated. Tidak jarang skor Gleason bernilai 7 sesekali di masukkan ke dalam kategori moderate differentiated, namun bisa dimasukkan ke dalam kategori poor differentiated. Kerancuan ini diatasi dengan cara sebagai berikut:1. Bila skor primer Gleason adalah 3 dan skor sekunder 4, maka dimasukkan ke dalam kategori moderate differentiated.2. Bila skor primer Gleason 4 dan skor sekunder 3 maka dimasukkan ke dalam kategori poor differentiated, karena memiliki prognosis yang lebih buruk daripada yang memiliki skor primer Gleason3 (Presti,J.C.,2008).

Tabel 2. Skor Grading menurut GleasonSkor GleasonGambaran mikroskopi12Kelenjar kecil dan uniform, menyatu dekat dengan sedikit stroma3Cribiform pattern4Incomplete gland formation5Tidak ada kelenjar terbentuk atau penampakan lumenSedangkan Staging TNM digunakan untuk melihat hasil dari DRE dan TRUS bukan dari hasil biopsy.

Tabel 3. Luas Tumor Primer (T)Klasifikasi TNMTemuan anatomiT1Lesi tidak terabaT1a 5% jaringan yang direseksi untuk BPH memiliki kanker dengan DRE normalT1b>5% jaringan yang direseksi untuk BPH memiliki kanker dengan DRE normalT1cKanker ditemukan pada biopsi jarumT2Kanker teraba atau terlihat terbatas diprostatT2aKeterlibatan 50% dari satu lobusT2bKeterlibatan >50% dari satu lobus tapi unilateralT2cKeterlibatan ke dua lobusT3Perluasan ekstra prostat lokalT3aUnilateralT3bBilateralT3cInvasi ke vesika seminalisT4Invasi ke organ dan/atau struktur penunjang di jaringan sekitarT4aInvasi ke leher kandung kemih, rectum atau sfingtereksternalT4bInvasi ke otot elevator anus atau dasar panggul

Tabel 4. Status kelenjar getah bening regional (N)Klasifikasi TNMTemuan anatomiN0Tidak ada metastase ke kelenjar regionalN1Satu kelenjar regional garis tengah 2cmN2Satu kelenjar regional dengan garis tengah 25 cm atau banyak kelenjar dengan garis tengah 5 cm

Tabel 5. Metastasis jauh (M)Klasifikasi TNMTemuananatomikM0Tidak ada metastasis jauhM1Terdapat metastasis jauhM1aMetastasis ke kelenjar getah bening jauhM1bMetastasis ke tulangM1cMetastasis jauh lainnyaSumber: BukuAjar Patologi Robin Edisi 7 Volume 2 (2007)

VI. PENANGANAN KANKER PROSTATSebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat,perlu diperhatikan faktor faktor yang berhubungan dengan prognosis kanker prostat yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu faktorfaktor prognostik klinis dan patologis kanker prostat. Faktor prognostik klinis adalah faktorfaktor yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat. Faktor klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai. Sedangkan faktor patologis adalah faktor faktor yang memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan evaluasi kesuluruhan prostat. (Buhmeida,A.,etal, 2006).Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya apakah kanker prostat tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan atau sudah mengalami metastase. Selain itu juga perlu diperhatikan faktorfaktor prognostik diatas yang sangat penting untuk melakukan terapi kanker prostat.Untuk penyakit yang masih terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan watchfull waiting atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull waiting merupakan pilihan yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari 10 tahun atau memiliki skor Gleason 3+3 dengan volume tumor yang kecil yang memiliki kemungkinan metastase dalam kurun waktu 10 tahun apabila tidak diobati (Choen,J.J.danDouglas M.D.,2008). Sumber lain menuliskan bah watchfull waiting dilakukan bila pasien memiliki skor Gleason 26 dengan tidak adanya nilai 4 dan 5 pada nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah untuk berkembang (Presti,J.C, 2008)Sekarang ini, pria yang memiliki resiko sangat rendah (very low risk) t erhadap kanker prostat dan memilih untuk tidak melakukan pengobatan, tetapi tetap dilakukan monitoring. Menurut Dr. Jonathan Epstein, seorang ahli patologi dari Rumah Sakit JohnsHopkins (Epstein,J.,2011) mengemukakan beberapa kriteria yang termasuk kedalam golongan resiko rendah terhadap kanker prostat (very low risk):1) Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE (staging T1c)2) Densitas PSA (jumlah serum PSA dibagi dengan volume prostat) < 0,153) Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak ditemukannya pola yang bernilai 4 atau 54) Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50% dari bagian yang dibiopsi. Radikal prostatektomi adalah prosedur bedah standar yang mengangkat prostat dan vesika seminalis. Prognosis pasien yang melakukan radikal prostatektomi tergantung dengan gambaran patologis spesimen prostat.

VII. BIOPSI PROSTATDi seluruh dunia, biopsi jarum prostat dengan panduan ultrasound sudah banyak dipakai oleh urologis dan sitopatologis. Setiap pasien biasa diambil sebanyak 12-18 biopsi jaringan. Biopsi jarum halus lebih murah, lebih dan lebih ekonomis dibandingkan dengan metode yang lain. Biopsi jarum halus lebih sensitive, spesifik, dan dipercaya sebagai modalitas utama.Sebelum biopsy pasien biasa dianastesi lokal. Kemudian dengan panduan biopsy digunakan ultrasound. Biopsy diambil dari daerah posterior dan lateral zona perifer. Pada volume prostat 30-40ml diperlukan paling sedikit 8 sediaan (bisa sampai 12 sediaan). Pada prostat >50ml dapat diambil sampai 18 sediaan. Biopsy tambahan dapat diambil jika ditemukan kelainan pada DRE atau TRUS. Biopsy pada zona transisi memiliki nilai diagnostic yang lebih rendah.

Gambar 1. Lokasi biopsy prostat pada biopsy 12 sediaan.

Table 6. Komplikasi Biopsi.

VIII. PET-SCANPenggunaan PET Scan tidak digunakan untuk diagnosis awal PET. Biasa digunakan untuk menentukan kanker prostat dengan hasil biopsy negative. Staging kelenjar limfe pelvis kanker prostat preoperative sulit dilakukan. Pasien dengan kelainan histopatologi dapat dilakukan pemeriksan C-choline PET dengan spesifisitas 96% dan sensitivitas 93%.Sel-sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi dari sel-sel lain. Salah satu karakteristik adalah bahwa sel-sel kanker memerlukan tingkat yang lebih tinggi glukosa untuk energi. Ini adalah langkah-langkah proses biologis PET. Positron emisi tomografi (PET) membangun sistem pencitraan medis gambar 3D dengan mendeteksi gamma sinar radioaktif yang dikeluarkan saat glukosa (bahan radioaktif) tertentu disuntikkan ke pasien. Setelah dicerna, gula tersebut diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas yang lebih tinggi / metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada bagian tubuh.PET-scan dimulai dengan memberikan suntikan FDG (suatu radionuklida glukosa-based) dari jarum suntik ke pasien. Sebagai FDG perjalanan melalui tubuh pasien itu memancarkan radiasi gamma yang terdeteksi oleh kamera gamma, dari mana aktivitas kimia dalam sel dan organ dapat dilihat. Setiap aktivitas kimia abnormal mungkin merupakan tanda bahwa tumor yang hadir.Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan dari bahan radioaktif bertabrakan dengan elektron dalam jaringan. Tubrukan yang dihasilkan menghasilkan sepasang foton sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah yang berlawanan dan terdeteksi oleh detektor sinar gamma diatur di sekitar pasien.

Gambar 2.PET with 18F-DCFBC untuk imaging metastase kanker prostat.DAFTAR PUSTAKA

1. Maksem, J. A., Berner, A., & Bedrossian, C. (2007). Fine needle aspiration biopsy of the prostate gland.Diagnostic cytopathology,35(12), 778-785.2. Turner, B., Ph Aslet, L. Drudge-Coates, H. Forristal, L. Gruschy, S. Hieronymi, K. Mowle, M. Pietrasik, and A. Vis. "Transrectal Ultrasound Guided Biopsy of the Prostate." (2005).3. Krause, B. J., Souvatzoglou, M., & Treiber, U. (2013, May). Imaging of prostate cancer with PET/CT and radioactively labeled choline derivates. InUrologic Oncology: Seminars and Original Investigations(Vol. 31, No. 4, pp. 427-435). Elsevier.4. Griggs RC, Jozefowicz RF, Aminoff MJ. Approach to the patient with neurologic disease. In: Goldman L, Ausiello D, eds.Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011:chap 403.5. Segerman D, Miles KA. Radionuclide imaging: general principles. In: Adam A, Dixon AK, eds.Grainger & Allison's Diagnostic Radiology: A Textbook of Medical Imaging. 5th ed. New York, NY: Churchill Livingstone; 2008:chap 7.

PRESBIOPIGangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat : Kelemahan otot akomodasi Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensaAkibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terassa pedas.Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya : + 1.0 D untuk usia 40 tahun + 1.5 D untuk usia 45 tahun + 2.0 D untuk usia 50 tahun + 2.5 D untuk usia 55 tahun + 3.0 D untuk usia 60 tahunKarena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.

DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas, Sidarta ., 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 74-75

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara70Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, CibuburPeriode 2 Februari 2015 7 Maret 2015