Nasrul - Bab II

download Nasrul - Bab II

If you can't read please download the document

description

Pengendalian Vektor DBD

Transcript of Nasrul - Bab II

25

12

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

EvaluasiDefinisi Evaluasi Evaluasi merupakan salah satu fungsi dalam siklus manajemen. Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian integral dari fungsi manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena adanya dorongan atau kegiatan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Supriyanto dan Damayanti, 2007).

Evaluasi adalah suatu aplikasi penilaian yang sistematis terhadap konsep, desain, dan implementasi, manfaat aktivitas dan program dari suatu instansi pemerintah. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk menilai dan meningkatkan cara-cara dan kemampuan berinteraksi instansi pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerjanya (Rossi et al., 2004).Evaluasi adalah suatu proses untuk meningkatkan nilai atau jumlah keberhasilan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Proses tersebut mencakup kegiatan-kegiatan memformulasikan tujuan, identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan mengukur keberhasilan, menentukan dan menjelaskan derajat keberhasilan dan rekomendasi untuk kelanjutan aktivitas program. Evaluasi akan menghasilkan umpan balik (feedback) dalam kerangka efektivitas pelaksanaan program kegiatan organisasi. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum (Rudiansyah, 2012). Evaluasi dapat difokuskan pada penilaian atau penaksiran tingkat kegawatan suatu persoalan, apakah diperlukan suatu intervensi atau kelanjutannya dan untuk keperluan desain program guna perbaikan. Evaluasi membantu dalam menetapkan derajat efektivitas dan efesiensi program, berhubunngan dengan tersedianya anggaran seperti yang diharapkan ;oleh yang berkepentingan, sponsor dan penyandang dana. Beberapa evaluasi bersifat sepotong-sepotong, terpadu (integral) dan menyeluruh (komprehensif) berkaitan dengan evaluasi sumber daya program (input), pelaksanaan program (proses manajerial), hasil (output), dampak jangka pendek (out come) dan dampak jangka panjang (impact), serta manfaat (benefit). Evaluasi program adalah suatu kegiatan pengumpulan data, analisis dan interprestasi data yang sistematis dengan maksud untuk menetapkan nilai dari suatu kebijakan atau program yang dapat digunakan untuk membuat kebijakan atau program baru (Wijono, 2007).Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis, pemberian nilai, atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan, serta pemberian solusi atas permasalahan yang ditemukan. Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Namun demikian, evaluasi kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi pada organisasi instansi saja. Data dari luar instansi akan menjadi sangat penting untuk digunakan dalam melakukan analisis dan evaluasi. Evaluasi mungkin saja dilakukan dengan tidak terlalu mementingkan keakuratan data yang ada, namun dengan lebih bijaksana dalam memperoleh data, sehingga data yang hanya berkriteria cukup dapat saja digunakan dalam pelaksanaan evaluasi. Penggunaan data dan informasi guna melakukan evaluasi lebih diprioritaskan pada kecepatan untuk memperoleh data dan kegunaannya. Dengan demikian, hasil evaluasi akan lebih cepat diperoleh dan tindakan yang diperlukan untuk perbaikan dapat segera dilakukan (Kemenpan, 2005).Evaluasi terhadap pelayanan kesehatan harus dikaitkan dengan hal-hal seperti indikator kinerja, kompetensi staf, produktivitas dan indikator pelayanan. Indikator kinerja yaitu pengukuran kinerja berdasarkan standar yang dihubungkan dengan tingkat kompentensi atau produktivitas staf. Kompentensi adalah kemampuan staf secara individu untuk melakukan indentifikasi terhadap kinerjanya. Produktivitas merupakan kompentensi yang dijabarkan kedalam tindakan yang tepat untuk menghasilkan outcomes sesuai dengan standar. Sedang indikator adalah suatu peristiwa yang ditampilkan dan dibandingkan dengan sejumlah peristiwa sejenis yang bersifat universal (Muninjaya, 2011).

Tujuan EvaluasiTujuan evaluasi dari suatu program bervariasi, tergantung pada pihak yang memerlukan informasi hasil tersebut. Pada dasarnya evaluasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Supriyanto dan Damayanti, 2007):

Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan perencanaan program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan pengalaman mengenai hambatan atau pelaksanaan program yang lalu selanjutnya dapat dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program yang akan datang.Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen (resources) saat ini serta dimasa-masa yang akan datang. Tanpa adanya evaluasi akan terjadi pemborosan penggunaan sumber dana dan daya yang sebenarnya dapat diadakan penghematan serta penggunaan untuk program lain.Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program. Sehubungan dengan hal ini perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain; mengecek relevansi dari program dalam hal perubahan kecil yang terus menerus, mengukur kemajuan terhadap target yang direncanakan, menentukan sebab dan faktor di dalam maupun di luar yang mempengaruhi pelaksanaan program.

Sebagai bagian dari fungsi manajemen, fungsi evaluasi tidaklah berdiri sendiri. Fungsi-fungsi seperti fungsi pemantauan dan pelaporan sangat erat hubungannya dengan fungsi evaluasi. Di samping untuk melengkapi berbagai fungsi di dalam fungsi-fungsi manajemen, evaluasi sangat bermanfaat agar organisasi tidak mengulangi kesalahan yang sama setiap kali. Organisasi yang gagal mengidentifikasi kesalahan yang sama yang dilakukan secara terus menerus, tidak akan tumbuh dan berkembang sebagai organisasi yang unggul. Jadi secara umum, diperlukan untuk melakukan evaluasi karena sebagai berikut (Kemenpan, 2005):Karena evaluasi merupakan fungsi manajemen.Karena evaluasi merupakan mekanisme umpan balik bagi perbaikan.Karena evaluasi akan dapat menghindarkan organisasi dari mengulangi kesalahan yang sama.Karena evaluasi akan dapat menemukan dan mengenali berbagai masalah yang ada di dalam organisasi dan mencoba mencari solusinya.

Kriteria EvaluasiKriteria evaluasi adalah (Kusumastuti, 2013):

Relevansi

Untuk menilai rasionalisasi relevansi suatu program, terkait masalah, kebijaksanaan, tujuan guna jawaban masalah, kegiatan, unit kerja.Untuk mengadakan atau menghentikan program:

Adanya dasar yang kuat untuk mengadakan program, yakni adanya akibat negative bila program tidak tidak ada dan atau adanya relevansi sosial (misalnya : tujuan program sesuai tujuan kesehatan nasional, ada kontribusi program untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, metode sederhana, menjawab kebutuhan masyarakat.Adanya dasar yang kuat untuk menghentikan program, yakni bila masalahnya sudah hilang dan atau usaha yang dilakukan tidak memberikan hasil.

Tingkat kecukupan (Adequacy), yakni tingkat kecukupan hasil dan atau tingkat kecukupan kegiatan program.

Tingkat kecukupan hasil /pencapaian (adequacy of performance), dengan perhitungan: jumlah hasil atau pencapaian dibagi coverage dikalikan konstanta.Tingkat kecukupan sejumlah kegiatan (adequacy of effort), dengan perhitungan: jumlah kegiatan yang dilaksanakan dibagi jumlah kegiatan yang dibutuhkan dikalikan konstanta.

Tingkat kemajuan (Progress): penilaian dengan cara membandingkan rencana dengan kenyataan program secara berkala pada saat program sedang berjalan. Penilaian ini dilakukan dengan cara: monitoring tingkat kemajuan program serta identifikasi dan koreksi hambatan pelaksanaan, dengan menggunakan:

Garis kecenderungan sederhana (Y = a X bx) Estimasi ratioRatarata ukur (geometric mean)Regresi (Least Square Regresion)Diagram batang

Efektivitas: penilaian tingkat keberhasilan, tingkat pencapaian target dan perbandingan efektifitas beberapa program (E = hasil efektif dibagi hasil total dikalikan konstanta).Efisiensi: untuk membandingkan efisiensi beberapa program, melalui:

Unit cost / coverage cost / biaya satuan: total biaya dibagi jumlah hasil dikalikan konstanta atau biaya program tertentu dibagi hasil program tertentu dikalikan konstanta, bahwa semakin kecil nilainya berarti semakin efisien.

Cost Benefit Analysis (CBA) merupakan alat analisis yang membantu Pengambil Keputusan membandingkan biaya (moneter): benefit dikurangi cost atau benefit dibagi cost, bahwa semakin tinggi nilainya berarti semakin efisien.

Cost Efectivity Analysis (CEA) merupakan alat analisis yang membantu Pengambil Keputusan membandingkan antara biaya (moneter) dan efektivitas (non moneter): efektifitas dibagi cost, bahwa semakin tinggi nilainya berarti semakin efektif.

Pihak Yang Berkepentingan Dalam EvaluasiBanyak pihak yang berkepentingan dengan evaluasi program, tentu yang berkaitan dengan keberhasilan program itu sendiri yang pada pokoknya yaitu (Wijono, 2007):

Stakeholder atau penyandang dana program

Penyandang dana dapat pemerintah, yayasan, tentu ingin mengetahui apakah anggaran yang telah dikeluarkan tepat sasaran seperti yang dimaksudkan atau direncanakan dalam kebijakan. Ada dua maksud disini, apakah program dengan anggarannya bermanfaat bagi sasaran populasi dan juga bermanfaat (secara politis) bagi dirinya atau malah sebaliknya, menimbulkan kontroversi, karena program tersebut tidak populer dimasyarakat.Pelaksana program

Penanggungjawab dan pelaksana program (dibirokrasi pemerintahan secara srtuktural adalah pejabat yang bertanggungjawab terhadap program yang bersangkutan, khususnya pemimpin proyek dan staf pelaksananya) berkepentingan untuk melakukan self evaluation, untuk mengetahui atau menjamin bahwa program atau proyek akan berhasil dilakukan sesuai rencana atau target sasaran. Dan sebagai bahan pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja kepada atasannya atau penyandang dana.Target populasi atau sasaran kegiatan program

Pada dasarnya program pembangunan dimaksudkan untuk dapat memberikan manfaat pada sasaran populasi. Masyarakat seharusnya diperlakukan tidak hanya sebagai obyek program, namun juga sebagai subyek sehingga berhak memperoleh informasi tentang hasil program pembangunan berdasarkan evaluasi yang dilakukan.Pihak lain yang berkepentingan seperti Badan Pemeriksa, Pengawas Keuangan dan Pembangunan, DPR/DPRD, LSM.

Macam-Macam EvaluasiSecara umum, evaluasi dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu (Marlinae, 2011):

Evaluasi pada tahap perencanaanKata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan hakekat dari permasalahannya sendiri.Evaluasi pada tahap pelaksanaanPada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan melakukan analisis untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini dengan monitoring/pengendalian. Monitoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Monitoring melihat apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana program masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut sudah berubah, apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut, baik membantu atau menghambat.Evaluasi pada tahap hasil

Disini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisis bukan lagi kemajuan pelaksanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan yang ingin dicapai.Secara umum evaluasi suatu program dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Supriyanto dan Damayanti, 2007).Evaluasi formatif

Merupakan evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki program. Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan sehari-hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu relatif pendek. Manfaat evaluasi formatif terutama untuk memberikan umpan balik kepada manager program tentang kemajuan hasil yang dicapai beserta hambatan-hambatan yang dihadapi. Evaluasi formatif sering disebut sebagai evaluasi proses atau monitoring.Evaluasi sumatif

Merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan dari suatu program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai keberhasilan program. Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban atas pertanyaan; apakah tujuan program dapat tercapai atau tidak dan alasan-alasan mengapa demikian. Karena itu keluaran (output) program berupa efek hasil keluaran (outcome) dan dampak (impact) sangat diperlukan.

Evaluasi Menurut Jangka Waktu EvaluasiEvaluasi Jangka PendekEvaluasi harian atau mingguanEvaluasi bulananEvaluasi tiga bulananEvaluasi enam bulan (semester)Evaluasi tahunanEvaluasi Jangka MenengahEvaluasi tiga tahunanEvaluasi lima tahunanEvaluasi Jangka PanjangEvaluasi sepuluh tahunanEvaluasi dua puluh tahunan (Wijoyo, 2007).

Evaluasi Organisasi dan ManjemenDalam organisasi atau manajemen, evaluasi merupakan salah satu fungsi yang dilaksanakan oleh manajer bersama dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya (Wijono, 2007).

Evaluasi menurut hirarki organisasi, yaitu evaluasi pada:

Level puncak (top manager)Level menengah (middle manager)Level bawah (supervisor manager)Level lini depan

Menurut level organisasi pemerintah, yaitu :Level pemerintahLevel pemerintah provinsiLevel pemerintah kabupaten/kotaLevel pemerintah kecamatanLevel pemerintah desa

Evaluasi menurut tingkat perencanaan

Evaluasi kebijakan (policy evaluation) pada tingkat pembuatan kebijakan, stakeholder.Evaluasi program (planning program evaluation) pada tingkat pembuatan program, penanggungjawab program.Evaluasi pelaksanaan kegiatan (operational evaluation) pada tingkat pelaksanaan program

Evaluasi dengan pendekatan lingkungan

Evaluasi dilingkup dalam / internal organisasi sendiri (evaluasi tertutup) dan evaluasi eksternal yang berhubungan dengan organisasi (evaluasi terbuka).Evaluasi strategis

Evaluasi terhadap hal-hal yang bersifat strategis, menyangkut kebijakan dan program strategis dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi.Evaluasi terhadap fungsi manajemen

Evaluasi terhadap fungsi manajemen adalah bahwa tanggungjawab evaluasi ada pada manajer program sebagaimana tanggungjawabnya terhadap fungsi-fungsi manajemen yang lain seperti perencanaan, pengorganisasian, penganggaran, pengendalian, penataan staf.Evaluasi menurut sistem manajemen

Evaluasi dapat berupa:Evaluasi input (struktur) atau sumberdayaEvaluasi proses manajemen (perencanaan, pelaksanaan, penilaian) Evaluasi outputEvaluasi out comeEvaluasi impact

Evaluasi Berdasarkan OrientasiBerdasarkan orientasinya, evaluasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (Kemenpan, 2005):

Evaluasi yang proaktif (Proactive evaluation).

Evaluasi proaktif ini dapat dilakukan sebelum suatu kebijakan/program ditetapkan. Pendekatan-pendekatan kunci:Perkiraan kebutuhan

Review riset

Review : praktik-praktik terbaik (best practices)

Dalam pencarian bukti-bukti dapat digunakan teknik-teknik: DELPHI, Customer Satisfaction Survey, Nominal Group Forum, Konsep Mapping, Focus Group.Evaluasi yang klarifikatif (Clarificative evaluation).

Evaluasi klarifikatif ini berfokus pada klarifikasi struktur internal dan fungsi dari suatu program dan kebijakan. Pendekatan-pendekatan kunci:Evaluability assessment

Logic development

Acreditation

Pendekatan ini cocok untuk program yang mulai dilaksanakan.Evaluasi interaktif (Interactive evaluation).

Evaluasi interaktif ini dapat digunakan untuk memperoleh informasi atas implementasi program. Pendekatan penting yang bisa dipakai:Evaluasi responsifRiset tindakanEvaluasi pengembanganEvaluasi pemberdayaanEvaluasi monitoring (Monitoring evaluation)

Evaluasi monitoring ini sangat tepat digunakan ketika program sudah dalam pelaksanaan. Evaluasi ini sudah melibatkan pengembangan sistem untuk pemantauan kemajuan program. Indikator kinerja kuantitatif sudah harus digunakan sebagai alat untuk mengorganisasikan data dalam evaluasi monitoring. Pendekatan-pendekatan utama yang dapat dipakai:Component analysis.Pengukuran kinerja (Performance assessment).

System analysis.Evaluasi dampak (Impact evaluation)

Evaluasi ini digunakan untuk menilai hasil dan dampak program yang sudah mapan. Evaluasi ini dapat digunakan untuk membuat keputusan tentang penghargaan, atau kemanfaatan program. Evaluasi ini disebut juga evaluasi sumatif (summative evaluation). Pendekatan yang dapat dipakai:Evaluasi yang berdasarkan sasaran

Studi proses-outcomeEvaluasi berdasarkan kebutuhan (Needs-based evaluation)

Goal-free evaluation (termasuk mengevaluasi dampak yang bersifat positif dan negatif (unintended impact) dan tidak hanya outcome semata.

Performance audit.

Kedudukan EvaluatorAgar hasil evaluasi obyektif dan tidak memihak, maka kedudukan dan peran evaluator yaitu (Wijono, 2007):

Evaluator adalah sesorang ahli manajemen yang bersifat spesialis atau sub spesialis, bukan konsultan program yang harus mengusai secara dalam program yang bersangkutan.Evaluator adalah orang dalam organisasi sendiri atau diluar organisasi. Masing-masing memberikan harapann kepada yang berkepentingan, namum pada dasarnya, yang diharapkan adalah objektivitas penilaian.Seorang evaluator sekaligus sebagai konsultan. Bisa saja terjadi dan kadang-kadang berlebihan sering dilakukan oleh tenaga pengawas fungsional yang merasa serba bisa sebagai penasehat segala macam program pembangunan yang sesungguhnya sedikit yang dikuasai.Seorang evaluator hendaknya berasal dari seorang ahli dibidang program yang bersangkutan yang dididik sebagai ahli evaluasi.Evaluasi yang dilakukan terhadap lembaga memunculkan beberapa hal tambahan yang perlu diperhatikan terhadap proyek atau program. Beberapa hal tersebut, antara lain (Hovland, 2007):

Bagaimana menilai struktur tata kelola dan akuntabilitas organisasi.Kepemimpinannya (termasuk struktur manajemen keseluruhan, kapasitas manajemen dan kualitas manajemennya).Administrasinya (termasuk sistem administrasi, kapasitas, sistem informasi dan teknologi, penggunaan sumberdaya fisik dan ruang).Sumberdaya manusianya (termasuk prosedur rekrutmen, penilaian terhadap staf, pengembangan staf).Sistem keuangannya. Lingkungan kelembagaannya (antara lain ekonomi politik, sejarah, budaya hubungan-hubungan yang terbentuk selama suatu lembaga berjalan).

Untuk keberhasilan evaluasi, perlu didefinisikan keempat hal berikut ini (Kemenpan, 2005):

Desain

Perlu didefinisikan dengan jelas mengenai tujuan evaluasi, pertanyaan apa yang harus dijawab, informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara pengumpulannya, dan bagaimana menggunakan informasi tersebut.Pengumpulan data

Informasi yang benar dan akurat yang mendukung pencapaian hasil evaluasi harus dikumpulkan. Untuk itu, perlu diketahui apakah informasi tersebut memang tersedia dan bagaimana cara memperolehnya, siapa yang bertanggungjawab untuk melakukan wawancara dengan para karyawan kunci, mereview kebijakan dan prosedur dan memastikan bahwa data akan tersedia untuk diakses.Analisis data

Informasi yang telah didapat dan dikumpulkan tidak memiliki arti apa-apa sepanjang belum dianalisis dan diinterpretasikan sehingga dapat menjadi bahan pendukung dalam membuat simpulan hasil evaluasi. Dengan analisis, evaluator akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait.Presentasi

Setelah mengidentifikasikan temuan dan rekomendasi, evaluator perlu mendiskusikannya dengan pihak lain untuk mendapatkan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan hasil-hasil analisis.

SupervisiSupervisi atau pembimbingan adalah salah satu upaya pengarahan dengan pemberian petunjuk dan saran setelah menemukan alasan dan keluhan pelaksana dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Supervisi juga merupakan salah satu fungsi manajemen untuk mencapai hasil guna dan pelaksanaan suatu manajemen, yang mempunyai beberapa tujuan pokok yaitu (Supriyanto dan Damayanti, 2007):

Peningkatan dan pemantapan pengelolaan sumberdaya.Peningkatan dan pemantapan pengelolaan program.Peningkatan dan pemantapan pengelolaan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan puskesmas.Supervisi merupakan proses yang memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai. Kemampuan penyelia (supervisor) untuk secara efektif mempekerjakan personel agar mencapai tujuan departemen adalah penting bagi kesuksesan penyelia (Ilyas, 2012).

PerencanaanPerencanaan adalah proses untuk mengantisipasi peristiwa di masa datang dan menentukan strategi (cara, tindakan adaptif) untuk mencapai tujuan organisasi di masa mendatang. Perencanaan juga merupakan proses memobilisasi informasi dan sumber daya dari sifat naluriah, spontan, peramalan subyektif menjadi disengaja, sistematik dan obyektif. Dimana prinsip suatu perencanaan adalah (Supriyanto dan Damayanti, 2007):

Integral dengan proses menyeluruh yang melibatkan analisis kebijakan, persiapan perencanaan, pengelolaan pelaksanaan, evaluasi dan keputusan kebijakan.Keseimbangan tanggung jawab fungsi perencana, pelaksana dan konsumen.Keberhasilan perencanaan tergantung dari perilaku individu, motivasi dan kecakapan.Perencanaan efektif merupakan penerapan metode dan teknik dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dan merupakan proses belajar.Perencanaan merupakan proses yang berkesinambungan, artinya setiap saat akan ada evaluasi, direvisi, diubah dengan menyesuaikan tuntutan perubahan lingkungan.Perencanaan merupakan proses untuk memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dicapai selama periode waktu mendatang dan apa yang akan dilakukan agar mencapai tujuan tersebut. Perencanaan harus mendahului semua aktivitas manajemen agar organisasi sukses dalam mencapai tujuannya (Sunyoto, 2012).

Perencanaan itu akan menentukan bagaimana evaluasi dirancang, dipersiapkan dan dilaksanakan sampai mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum terdapat beberapa langkah penting dalam perencanaan evaluasi yaitu (Kemenpan, 2005):Mengidentifikasi pengguna hasil evaluasi.Pemilihan pertanyaan evaluasi yang penting.Mengidentifikasikan informasi yang ingin dihasilkan.Perencanaan komunikasi dengan pihak terkait.

PelaksanaanPelaksanaan atau penggerakan merupakan suatu bentuk keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif, efesien dan ekonomis. Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilakukan setelah tahapan perencanaan selesai dikerjakan (Supriyanto dan Damayanti, 2007).

Penyakit Yang Ditularkan Melalui Vektor Aedes AegyptiDemam Berdarah Dengue (DBD)Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1 sampai 4. DBD disertai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam tinggi yang timbul mendadak dan terus menerus selama 2 sampai dengan 7 hari, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan sebagai akibat kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (WHO, 1997).

Etiologi

Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok Arbovirus B dan ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes. Nyamuk Aedes di Indonesia dikenal dua jenis yaitu : Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.Virus Dengue

Virus Dengue termasuk dalam genus Flavivirus (famili Flaviviridae) dimana sekitar 70 jenis virus termasuk di dalamnya. Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Struktur antigen keempat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan imunitas silang. Demam berdarah dengue di Indonesia, terutama disebabkan oleh DEN-3, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi oleh virus DEN-2.

Vektor

Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui nyamuk dengan cara menghisap darah manusia, terutama nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk betina menghisap darah manusia lebih banyak pada siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00 (Soegijanto, 2012), dengan peningkatan aktivitas menghisap darah manusia sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Aedes Aegypti dari subgenus Stegomyia, Ae. Aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Semua spesies mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas kecuali Ae. aegypti. Nyamuk Aedes selain Ae. aegypti merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti.Hubungan antara nyamuk Aedes Aegypti dengan virus dengue

Nyamuk Aedes Aegypti dapat mengandung virus dengue bila menghisap darah seorang penderita DBD. Virus ini kemudian masuk ke dalam intestinum nyamuk dan masuk kedalam hemocoelum, bereplikasi dan akhirnya masuk ke kelenjar air liur, dari sini sudah siap untuk ditularkan lagi. Fase ini disebut masa inkubasi, yang memerlukan waktu 7-14 hari. Virus dengue dapat dibiakkan pada sel mamalia, dapat juga dibiakkan pada sel Arthropoda dan sel nyamuk Aedes aegypti.Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena peningkatan jumlah penderita, menyebar luasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yaitu Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Tahun 1975 sampai 1995, Demam Dengue (DD) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) terdeteksi keberadaannya di 102 negara dari lima wilayah WHO yaitu : 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Mediterania Timur dan 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus. Indonesia, Myanmar, Thailand termasuk daerah kategori A yaitu: kejadian luar biasa (wabah siklis) terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Wabah menyebar sampai daerah pedesaan. Pengaruh musim terhadap DBD di Indonesia tidak begitu jelas, tetapi secara garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita DBD meningkat antara bulan September sampai Februari dan mencapai puncak pada bulan Januari.Penyebaran vektor Aedes aegypti ditentukan oleh beberapa faktor, beberapa di antaranya dari hasil studi yang penting yaitu (Berntsen et al., 2009):Peningkatan kepadatan penduduk dengan urbanisasi yang tidak terkendali, tidak mempunyai sistem manajemen yang cukup untuk pengelolaan air, selokan dan limbah, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya vektor Aedes Aegypti.Peningkatan perjalanan dan transportasi antara masyarakat, negara dan benua menyebabkan pertukaran cepat strain virus dengue.Kurang baiknya pengawasan dan pengendalian sistem epidemiologi.Peningkatan penggunaan produk non daur ulang membuat jumlah tempat perkembangbiakan vektor Aedes Aegypti meningkat.

Patogenesis dan Patofisiologi

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara nyamuk menghisap darah manusia. Organ sasaran dari virus itu adalah organ hepar, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel-sel monosit perifer (Soegijanto, 2012).Virus dengue mampu bertahan hidup dan mengadakan multiplikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya. Virus dilepaskan dari dalam sel setelah komponen struktural dirakit. Proses perkembangan virus dengue terjadi di sitoplasma sel.Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagian besar ahli masih menganut The Secondary Heterologous Infection Hypothesis atau The Sequential Infection Hypothesis yaitu bahwa demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali mendapat infeksi ulangan dengan tipe virus dengue yang berlainan.Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan The Secondary Heterologous Infection Hypothesis yaitu akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, akan terbentuk kompleks virus antibodi yang selanjutnya:Mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut.Menimbulkan agregasi trombosit sehingga mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi dan mengalami metamorfosis dan dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadinya trombositopenia hebat dan perdarahan.Terjadi aktivasi faktor Hageman (faktor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi sistem koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Disamping itu aktivasi faktor XII akan menggiatkan sistem kinin yang berperan dalam meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya faktor koagulasi dan kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan.

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue atau Sindrom Syok Dengue (SSD). Pasien pada umumnya mengalami fase demam selama 2 7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2 3 hari. Pasien tidak demam pada fase ini, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Soegijanto, 2012).

Morfologi, Bioekologi dan Pencegahan Vektor Aedes AegyptiVektor Aedes aegypti adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa menularkan virus dengue yaitu: Aedes Aegypti, Aedes Albopictus dan Aedes Scutellaris. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Berikut ini uraian tentang morfologi, siklus hidup dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan cara melakukan survei jentik (Kemenkes, 2011b).

Morfologi

Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut:Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai 6 bulan di tempat kering.

Gambar 2.1Telur Aedes AegyptiSumber: Kemenkes RI, 2011

Jentik (Larva)

Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:Instar I:berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mmInstar II : 2,5-3,8 mmInstar III: lebih besar sedikit dari larva instar IIInstar IV :berukuran paling besar 5 mm

Gambar 2.2Larva Aedes AegyptiSumber: Kemenkes RI, 2011Pupa

Pupa berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

Gambar 2.3Pupa Aedes AegyptiSumber: Kemenkes RI, 2011Nyamuk Dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Perbedaan morfologi antara nyamuk Aedes Aegypti yang betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes Aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/tidak lebat.

Gambar 2.4Nyamuk Dewasa Aedes AegyptiSumber: Kemenkes RI, 2011Bioekologi

Siklus Hidup

Nyamuk Aedes Aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-14 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Gambar 2.5Siklus Hidup Nyamuk Aedes AegyptiSumber: Kemenkes RI, 2011Habitat Perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak control pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bamboo dan tempurung coklat/karet, dan lain-lain.

Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes Aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.Aktivitas nyamuk Aedes aegypti menghisap darah manusia, biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara jam 09.00 - 10.00 dan 16.00 - 17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan 6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.Variasi Musiman

Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Dengue.Pencegahan Pemularan

Pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan Aedes aegypti serta mengurangi kontak antara vektor dengan manusia adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan tempat perindukan nyamuk, pengelolaan sampah padat, serta memperbaiki desain rumah.Ada beberapa program dalam memberantas dan mencegah penyakit DBD dengan memberantas nyamuk penularnya, yaitu:Penyelidikan epidemiologi (PE)

Penyelidikan epidemiologi merupakan kegiatan pencarian penderita penular DBD dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius 100 meter (20 rumah) serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan.Penanggulangan fokus

Penanggulangan fokus adalah kegiatan penyemprotan dengan insektisida dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M plus di lokasi kasus DBD dalam radius 200 meter dari tempat tinggal penderita yang telah dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE). Pengasapan atau fogging dilakukan sekitar jam 08.00-11.00 dan 15.00-17.00, tindakan ini dilakukan 10 hari, bila:Ditemukan penderita DBD lainnya atau ditemukan 3 atau lebih penderita dengan panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik, dilakukan penyemprotan insektisida di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter, dilakukan 2 siklus dengan interval 7 hari, penyuluhan serta penggerakan masyarakat untuk PSN.Tidak ditemukan penderita seperti tersebut di atas, tetapi ditemukan jentik, maka dilakukan PSN dan penyuluhan.Tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik, dilakukan penyuluhan pada masyarakat

Fogging massal sebelum penularan

Fogging massal sebelum musim penularan (biasanya sebelum musim hujan) adalah kegiatan penyemprotan insektisida yang dilakukan di seluruh rumah di seluruh kelurahan endemis sebanyak 2 siklus dengan interval 7 hari. Kegiatan yang dilakukan selain penyemprotan yaitu diawali dengan penyuluhan dan gerakan PSN masyarakat. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374 tahun 2010 menyebutkan bahwa bahan insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue adalah Malathion, Metil pyrimifos, Cypermetrin dan Alfacypermetrin.Abatisasi selektif

Abatisasi dengan menaburkan bubuk abate/altosit ke tempat penampungan air. Bubuk abate Sand Grand (SG) 10 gram untuk 100 liter air dapat membunuh kepompong nyamuk. Penggunaan zat ini dapat diulangi setiap 3 bulan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374 tahun 2010 menyebutkan bahwa bahan insektisida yang digunakan untuk pengendalian larva/jentik Demam Berdarah Dengue adalah Temephos, Pyriproxylen, Bacillus thuringiensis sub sp israelensis.Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan Jentik Berkala adalah kegiatan pemeriksaan terhadap tempat penampungan air pada 100 rumah sampel di setiap kelurahan endemis yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali (Kemenkes, 2011b).Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik, menaburkan larvasidasi, menggunakan kelambu waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, memasang obat nyamuk dan lain-lain sesuai kondisi tempat.

Dampak MalathionFogging adalah kegiatan penyemprotan insektisida yang ditujukan untuk memberantas nyamuk dewasa. Salah satu bahan insektisida yang digunakan adalah Malathion. Malathion merupakan jenis pestisida organoposfat yang menyebabkan efek akut maupun efek jangka panjang terhadap kesehatan terutama pada sistem saraf. Berdasarkan penelitian EPA Malathion punya efek karsinogen yang rendah. Bersifat toksik pada ikan dan tingkat toksisitasnya tinggi pada hewan aquatik tak bertulang belakang dan hewan amfibi (Stahl, 2002).

Efek akut pada kesehatan setelah terpapar pestisida antara lain: iritasi kulit, mata, sakit kepala, pusing dan mual, kelemahan, kesulitan bernapas, kebingungan mental dan disorientasi, kejang, koma, dan kematian. Efek kesehatan kronis mungkin tidak terlihat dalam hitungan bulan atau setahun setelah terpapar. Efeknya terhadap kesehatan tersebut meliputi gugup, reproduksi, dan gangguan system kekebalan tubuh, dan kanker. Anak-anak sangat sensitive pada paparan bahan kimia karena ukuran tubuhnya yang kecil, sistem kekebalan tubuh yang belum matang dan siklus pertumbuhan yang cepat. Meskipun semua orang rentan terhadap zat ini akan tetapi kelompok yang paling rentan adalah anak-anak, wanita hamil, orang tua, pasien yang menjalani kemoterapi dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah. Semua pestisida berhubungan dengan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. setiap pestisida yang beredar di pasaran harus terdaftar Environmental Protection Agency (EPA). Pendaftaran ini tidak menjamin keamanan produk walaupun digunakan sesuai petunjuk. Bahkan EPA secara resmi menyatakan bahwa tidak ada pestisida yang dianggap aman dan lembaga hukum melarang produsen membuat klaim bahwa produk mereka aman setelah mendapat registrasi oleh EPA (Stahl, 2002).

PerilakuPerilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas pada manusia itu sendiri. Perilaku dalam kerangka analisis adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

PengetahuanPengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, pendapat tersebut muncul dari pengalaman dan penelitian.

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, dimana disini sikap subjek sudah mulai timbul.Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. Adoption. dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yaitu:

Tahu (know)Memahami (comprehension)Indikasi (application)Analisis (analysis)Sintesis (synthesis)Evaluasi (evaluation)Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2010).

Sikap (Attitude)Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan predisposisi tindakan. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.Kecenderungan untuk bertindak.Sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2010) :

Menerima (receiving)Respon (responding)Menghargai (valuing)Bertanggungjawab (responsible).

TindakanSikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar sikap terwujud menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Faktor dukungan dari pihak lain juga diperlukan disamping faktor fasilitas. Tingkat-tingkat praktek, yaitu:

Persepsi (perception)Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.Respon terpimpinDapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat 2.MekanismeApabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat 3.AdaptasiAdaptasi adalah suatu praktek yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Standart Operational Procedure (SOP) Pengendalian Nyamuk Aedes Aegypti

Persiapan (Kemenkes RI, 2010)Sumber Daya Manusia dengan persyaratan:Fungsional SanitarianEntomologDitunjang: kader yang sudah dilatih dan sopir yang memiliki SIM A.Sarana dan PrasaranaSarana dan prasarana pengamatan Peralatan :

1) Mobil Khusus Vektor9) Alat tulis2) Senter10) Glass Objek3) Pipet Panjang dengan Karet Penghisap11) Cover glassPipet Sedang

12) Mikroskop binokulerPipet Kecil

13) Mikroskop stereoCawan Petri

14) Kertas LabelBotol Kosong Kecil

15) Kaleng/gelas plastik ovitrapLoupe

16) PaddleBahan :1) Alkohol3) Formulir2) Xylol4) Surat TugasSarana dan Prasarana PemberantasanPeralatan :

1) Mobil Khusus Vektor11) Jerigen2) Thermal fogging12) Gelas Ukur3) ULV (ultra low volume)13) Corong4) Masker14) Ember5) Helmet15) Kacamata Safety6) Sepatu safety16) Pengaduk7) Senter17) Tool Kit8) Pakaian Kerja18) Timbangan Sarung Tangan

19) SendokMotor Survey Vektor

Bahan :1) Inseksida4) Bahan Bakar2) Larvisida5) Surat Tugas3) Pelarut

Langkah-Langkah PelaksanaanPemetaanPemetaan daerah perimeter dan daerah buffer yang merupakan tempat perindukan potensial nyamuk Aedes Aegypti.Membagi daerah pengawasan untuk memudahkan pengawasan/pemberantasan secara intensif.PengamatanSurvei Aedes aegypti stadium larvaPetugas yang akan melakukan pemeriksaan ke dalam bangunan milik instansi pemerintah /swasta harus izin terlebih dahulu kepada petugas di instansi tersebut.Periksa container yang ada pada semua bangunan di lingkungan pelabuhan.Apabila ada kontainer positif jentik, pilihlah seekor yang diperkirakan jentik nyamuk Aedes aegypti (bergerak lamban tetapi apabila disinari akan bergerak lincah seperti huruf S, berwarna putih keabu-abuan dengan ukuran 0,5-1 cm, bergerak menjauhi sinar/cahaya dan apabila istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air).Jentik yang diperkirakan Aedes aegypti diambil dengan pipet panjang dan dimasukan ke dalam botol kecil serta diberi label (nama bangunan dan tanggal pengambilan).Tulislah semua nama bangunan, container (baik positif maupun negatif larva) yang diperiksa ke dalam formulir.Identifikasi Larva:

Siapkan mikroskop binokulerLetakkan larva yang akan diperiksa pada cawan petriAmbil larva dengan pinset kecilLetakkan larva pada objek glassTeteskan xylol pada larvaTutup dengan cover glassPeriksa dengan lensa pembesaran 10 XUntuk identifikasi lihat kunci identifikasi nyamuk Aedes AegyptiLakukan identifikasi larva di laboratorium sesuai dengan ciri-cirinya.

Menurut Kepmenkes RI No. 431/Menkes /SK/IV/2007 ciri-ciri larva Aedes Aegypti, adalah:Kepala : perhatikan bentuk sungut (antenna) adanya 1 berkas bulu sungut halus.Thorax : dekat pangkal berkas rambut disisi dada terdapat semacam duri yang melengkung (lateral spines)Abdomen : ruas ke-VIII terdapat sebaris gigi sisir berbentuk khas.

Perhitungan indeks yaitu House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI):House Index (HI) adalah persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.

Container Index (CI) adalah persentase antara kontainer dimana ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa.

Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer yang positif per seratus rumah

Direkomendasikan untuk dilakukan pengendalian Aedes aegypti, apabila House Indeks jentik Aedes aegypti lebih dari 0 % untuk daerah perimeter, sedangkan untuk daerah buffer lebih dari 1 %. Pengamatan Aedes Aegypti stadium larva dilakukan pagi hari secara teratur setiap bulan sekali pada setiap wilayah pengamatan. (Kemenkes, 2010).Pengamatan Aedes aegypti stadium telurOvitrap dipasang di dalam rumah/gedung/bangunan/ lapangan yang teduh dengan jarak 100 150 cm.Jumlah ovitrap yang dipasang pada setiap rumah/gedung/bangunan adalah 2 buah yaitu di dalam dan di luar rumah.Pengamatan ada atau tidaknya telur dilakukan seminggu sekali.Hitung ovitrap indeks yaitu jumlah ovitrap dengan telur dibagi jumlah ovitrap yang diperiksa dikalikan 100 %.Bila infestasi Aedes Aegypti di daerah pengawasan rendah sekali atau sukar ditemukan larva ( BI < 5), maka dilaksanakan survei Aedes Aegypti stadium telur dengan melakukan pemasangan ovitrap (perangkap telur).

Pengamatan Aedes Aegypti stadium dewasa

Survei dilakukan dengan cara resting collection yaitu cara menangkap dengan aspirator setiap nyamuk yang diperkirakan Aedes Aegypti yang beristirahat di pakaian yang tergantung.Nyamuk yang tertangkap dikumpulkan ke dalam paper cup yang ditutup dengan kain kasa yang dilubangi untuk memasukkan ujung aspirator dan selanjutnya tutup kembali lubang tersebut dengan kapas.Nyamuk dalam paper cup dibunuh dengan chloroform yang telah diteteskan pada kapas penyumbat.Identifikasi nyamuk betina dengan menggunakan mikroskop.Hitung resting rate yaitu jumlah Aedes aegypti betina yang tertangkap per orang per jam.Jika resting rate = 0, penelitian diulang sampai 3 kali.Jika ditemukan nyamuk betina dewasa di area perimeter dan atau resting rate mencapai 2,5 dalam area buffer dilakukan pemberantasan.Pengamatan Aedes aegypti stadium dewasa dilakukan dari pagi sampai siang atau menjelang senja (pada saat kepadatan nyamuk meningkat secara teratur setiap bulan sekali).Pengamatan di daerah yang rawan / endemik penyakit yang dapat ditularkan Aedes aegypti dilakukan dengan frekuensi 2 kali / bulan atau sewaktu-waktu bila perlu.

PemberantasanPeran serta masyarakatPemberantasan nyamuk melalui peran serta masyarakat dengan kegiatan menguras, mengubur dan menutup (3 M) pada bejana air yang menjadi tempat perindukan potensial Aedes Aegypti.Disamping itu dilakukan upaya kebersihan dan sanitasi lingkungan di tempat hunian. Untuk perlindungan diri masyarakat pelabuhan dari gigitan nyamuk dewasa menggunakan repellent.Dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat dilakukan penyuluhan secara berkesinambungan.LarvasidasiPembubuhan larvasidasi dilakukan bersamaan dengan kegiatan survei larva.Apabila ditemukan kontainer positif larva, maka pada kontainer tersebut dibubuhkan larvasidasi sebanyak (untuk abate sand granula 1% perbandingan 1 gram per 10 liter air atau satu sendok plastik 5 ml untuk 80 liter air).Lakukan evaluasi tindakan anti larva dengan membandingkan kepadatan larva/jentik sebelum dan sesudah tindakan anti larva.Pemberantasan dengan menggunakan foggingPastikan seluruh petugas penyemprot memakai alat pelindung diri (pakaian kerja, sarung tangan, helmet, masker, sepatu, kacamata)Periksa seluruh mesin fogging untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik, sebelum pelaksanaan penyemprotan.Insektisida dilarutkan dengan solar sesuai ukuran, perbandingan malathion 96 % dengan konsentrasi larutan 1 : 20 agar konsentrasi larutan yang diinginkan 5 %, dengan tujuan larutan dapat tercampur dengan sempurna.Setelah itu, masukan larutan tersebut ke dalam tangki, sesuai kapasitas tangki. Kemudian nyalakan mesin fogging secara hati-hati.Penyemprotan dilakukan dengan kecepatan 5-6 km / jam, dilaksanakan secara mundur berlawanan arah angin. Setiap pengisian ulang larutan insektisida, mesin fogging dalam keadaan mati.Setelah selesai penyemprotan, bagian yang terkena larutan kimia segera dibersihkan.Mesin fogging setelah dipakai, agar dibersihkan.Lakukan fogging siklus II satu minggu setelah fogging siklus I, untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan dosis pada siklus II ditingkatkan setelah evaluasi fogging siklus I.Evaluasi pemberantasan dilakukan, dengan membandingkan kepadatan nyamuk sebelum dan sesudah dilakukan penyemprotan nyamuk Aedes Aegypti.Sebagai perbandingan adalah data hasil pengamatan 1-2 hari sebelum penyemprotan dan 1-2 hari sesudah penyemprotan.Berdasarkan kajian kebijakan penanggulangan penyakit menular DBD oleh Bappenas (2006) menyatakan bahwa penggunaan insektesida yang tidak tepat dosisnya atau tidak tepat jenisnya dapat menjadikan fogging tidak memberikan hasil yang memuaskan atau gagal sama sekali. Semua insektisida merupakan bahan beracun, bila tidak tepat penggunaannya dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan dapat mencemari lingkungan serta terjadinya kekebalan (resisten) pada nyamuk Aedes Aegypti. Cara yang paling efektif dan efesien untuk mengendalikan vektor Aedes Aegypti sebenarnya adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3 M plus. Menutup rapat tempat penyimpanan air bersih, menguras tempat penampungan air sesering mungkin atau minimal seminggu sekali dan mengubur barang-barang bekas yang tidak terpakai seperti kaleng bekas, botol plastik bekas, kemudian pemberian larvasidasi untuk membunuh jentik Aedes Aegypti pada bak kamar mandi atau tendon air bersih efektif untuk mencegah berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti. Gerakan PSN harus dilakukan segenap masyarakat secara terus menerus sepanjang tahun baik dimusim hujan maupun dimusim kemarau selama tempat penampungan air seperti tandon air masih ada. Sebab jika ada satu saja tidak melakukan PSN, akan menjadi sumber berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti untuk wilayah sekitarnya. Apalagi nyamuk Aedes Aegypti mampu terbang dalam radius 100 meter dari asal tempat berkembangbiaknya.Pelaksanaan fogging/ spraying dengan ULV ( Ultra Low Volume).Menggunakan insektisida technical grade (murni)Insektisida disemprotkan dalam bentuk aerosol.Sesuai merk petunjuk penggunaan mesin ULV.

Jejaring KerjaKegiatan pengawasan Aedes Aegypti dengan melibatkan jejaring kerja, yaitu: Dinas Kesehatan, instansi pemerintah yang berada di sekitar lingkungan Dinas Kesehatan (kecamatan, kelurahan, Puskesmas, RT/RW , pihak swasta sekitar dan dinas kesehatan setempat).

PelaporanMenyusun laporan sesudah melakukan kegiatan dengan mengikuti kaidah epidemiologi dalam bentuk laporan kegiatan, laporan bulanan dan laporan tahunan.

Gambar 2.6Alogaritma Survey Jentik Aedes AegyptiSumber: Kemenkes RI, 2011PuskesmasPuskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakannya dalam mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional dengan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. (Trihono, 2005).

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah suatu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memeperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. (Trihono, 2005: 6).

Fungsi Puskesmas Puskesmas mempunyai 3 fungsi dalam upaya pembangunan kesehatan, diantaranya yaitu :

Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor (termasuk masyarakat dan dunia usaha) di wilayah kerjanya, serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia uasaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertamaPuskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi :Pelayanan kesehatan perorangan. Pelayanan kesehatan masyarakat. (Trihono, 2005).

Program Pokok PuskesmasPada era desentralisasi ini, program Puskesmas dibedakan menjadi program kesehatan dasar dan program kesehatan pengembangan. Program kesehatan dasar adalah program minimal yang harus dilaksanakan oleh tiap Puskesmas, sedangkan program kesehatan pengembangan diselenggarakan sesuai dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan Puskesmas setempat. Program minimal yang harus dilaksanakan oleh tiap Puskesmas yang dikemas dalam basic six, yaitu :

Promosi Kesehatan (Promkes)Kesehatan Lingkungan (Kesling)Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana (KB)Perbaikan GiziPemberantasan Penyakit Menular (P2M), dan Pengobatan