naspub
Click here to load reader
-
Upload
rizqiie-ierestiana -
Category
Documents
-
view
735 -
download
16
Transcript of naspub
Hubungan Berbagai Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Pedikulosis kapitis di Asrama
Rizqi Restiana1 , Siti Aminah TSE2
1Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2Bagian Kulit-Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Pedikulosis kapitis atau penyakit kutu rambut adalah penyakit gatal pada kulit kepala yang disebabkan karena gigitan Pediculus humanus var capitis. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak usia sekolah terutama yang tinggal bersama dalam sebuah asrama. Gatal yang ditimbulkan oleh penyakit ini dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap penderitanya seperti kurangnya kualitas tidur, stigma sosial, rasa malu dan rendah diri. Kejadian Pedikulosis kapitis dapat dicegah dengan cara mengetahui serta mengurangi faktor resiko terjadinya penyebaran penyakit ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor resiko seperti tingkat pengetahuan, tingkat sosial ekonomi, kepadatan hunian, higiene pribadi dan karakteristik individu (umur, panjang rambut dan tipe rambut) terhadap kejadian Pedikulosis kapitis pada anak yang tinggal di asrama.
Penelitian ini menggunakan metode analitik observational dengan menggunakan rancangan cross sectional dan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner dan check list. Subyek penelitian adalah santriwati Madrasah Tsanawiyah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta berjumlah 80 anak dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan di asrama Ummu Salamah dan asrama Siti Aisyah yang terletak di komplek Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman serta uji beda Kruskal Wallis untuk variabel karakteristik individu. Hasil analisis didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara kejadian Pedikulosis kapitis dengan tingkat sosial ekonomi (p =0,019) dengan nilai r = -0,261, kepadatan hunian (p=0,007) dengan nilai r = 0,299, higiene pribadi (p=0,03) dengan nilai r = -0,329, umur (p=0,017) dengan nilai r = -0,267, panjang rambut (p=0,012) dengan nilai r = 0,281, dan tipe rambut (p=0,005) dengan nilai r = 0,310, sedangkan untuk variabel tingkat pengetahuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian Pedikulosis kapitis (p=0,969) dan nilai r = 0, 004. Selain itu Terdapat pula perbedaan yang signifikan antara kejadian Pedikulosis kapitis pada kelompok umur tertentu ( p=0,037), panjang rambut (p=0,034) serta tipe rambut tertentu (p=0,022).
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kejadian Pedikulosis kapitis dengan faktor resiko tingkat sosial ekonomi, kepadatan hunian, higiene pribadi, serta karakteristik individu, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian Pedikulosis kapitis.
Kata kunci: pediculosis capitis, faktor resiko, prevalensi, asrama
Abstract
Pediculosis capitis or head lice is a disease of the scalp itch which caused by Pediculus humanus var capitis bites. The disease was mostly found in children of school age. Itching caused by this disease can cause various effects on the sufferer, such as lack of sleep quality, social stigma, shame and inferiority. The occurence of Pediculosis capitis can be prevented by knowing and reducing risk factors to the spread of this disease. The purpose of this study is to determine whether there is a relationship between the risk factors such as level of knowledge, socio-economic level, residential density, personal hygien, individual characteristics (age, hair length and hair type) and the incidence of Pediculosis capitis in children who lived together in a boarding school .
This research method was observational analytic with cross sectional design and this research use questioner and check list as an instrument. The subjects of this research were santriwati of Islamic Junior School of Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta as many as 80 children and had the criteria of inclusion and exclusion. The research was conducted in a residential dormitory Ummu Salamah and Siti Aisyah which located in Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta complex.
The data which obtained were analyzed by Spearman correlation test and the Kruskal Wallis different test for variable of individual characteristics. Analysis that abtained found a significant correlation among the occurrence of Pediculosis capitis with socio-economic level (p = 0.019) with r =-0,261, density (p = 0.007) with r =0,299, personal hygiene (p = 0.03) wth r =-0,329, age (p = 0.017) with r=-0,267,, hair length (p = 0.012) with r =0,281, and hair type (p = 0.005) with r =0,310, whereas for the level of knowledge variable, there was no significant correlation with the incidence of Pediculosis capitis (p = 0.969) with r= 0, 004 . There was also a significant difference between the occurrence Pediculosis capitis in certain age groups (p = 0.037), hair length (p = 0.034) as well as certain hair types (p = 0.022).
This research showed a significant relationship among the occurrence of risk factors of Pediculosis capitis and socio-economic level, residential density, personal hygiene, as well as individual characteristics, and there was no significant relationship between knowledge level and the occurrence of Pediculosis capitis.
Key words: pediculosis capitis, risk factors, prevalence, dormitory
Pendahuluan
Pedikulosis adalah infeksi kulit
atau rambut pada manusia yang
disebabkan oleh Pediculus sp. Selain
menyerang manusia penyakit ini juga
menyerang binatang, oleh karena itu
dibedakan Pediculus humanus dan
Pediculus animalis. Prevalensi dan
insidensi pedikulosis kapitis di seluruh
dunia cukup tinggi, diperkirakan ada
ratusan juta orang yang terinfeksi
pedikulosis kapitis setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat sekitar 6-12 juta anak usia
3-11 tahun terinfeksi setiap tahunnya,
sedangkan menurut data di Belgia terdapat
sekitar 6.169 anak usia 2,5-12 tahun yang
terinfeksi. Badan kesehatan di Turki
melaporkan insidensi pedikulosis kapitis di
Turki mencapai 16,7 % atau sekitar 1.569
anak usia sekolah. Prevalensi dan insidensi
pedikulosis di Indonesia sendiri masih
belum diketahui penyebarannya secara
spesifik, belum ada survei mengenai
insidensi dan pola penyebarannya.
Beberapa faktor yang dapat
membantu penyebaran infestasi
pedikulosis kapitis adalah faktor sosial-
ekonomi, tingkat pengetahuan, higiene
perorangan, kepadatan tempat tinggal, dan
karakteristik individu (umur, panjang
rambut, dan tipe rambut). Gejala yang
timbul akibat infestasi pedikulosis kapitis
adalah rasa gatal akibat dari gigitan kutu.
Akibat dari infestasi Pedikulus kapitis
yang tidak diobati dapat menimbulkan
berbagai dampak pada penderitanya,
antara lain berkurangnya kualitas tidur
anak pada malam hari akibat rasa gatal,
stigma sosial, rasa malu dan rendah diri.
Faktor lingkungan juga merupakan faktor
yang mempengaruhi penyebaran
pedikulosis kapitis. Pada lingkungan yang
serba terbatas seperti di pesantren atau
asrama, penyebaran pedikulosis kapitis
dapat terjadi secara cepat dan mudah
meluas. Pedikulosis kapitis merupakan
penyakit tersering kedua setelah scabies
yang khas terjadi di pesantren, hal ini
berkaitan erat dengan lingkungan di
pesantren yang padat serta kebersihan
yang biasanya kurang terjaga.
Terkait dengan hal tersebut perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara tingkat pengetahuan,
tingkat sosial ekonomi, kepadatan hunian,
higiene pribadi dan karakteristik individu
terhadap insidensi penyakit Pedikulosis
kapitis di asrama, agar dapat membantu
mengurangi penyebaran penyakit ini di
lingkungan asrama.
Bahan dan Cara
Penelitian ini menggunakan
metode analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Subjek
penelitian adalah santriwati madrasah
Tsanawiyah Mu’allimat Muhammadiyah
Yogyakarta.
Subjek diseleksi melalui kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
sampel penelitian pondok pesantren yaitu:
Santri yang bermukim minimal 1 bulan
terdaftar sebagai santri, dan santriwati
yang bersedia sebagai subjek penelitian,
Sedangkan kriteria eksklusi sampel
penelitian santriwati pesantren: santriwati
yang bertempat tinggal diluar pondok
pesantren (santri kalong), santri yang
menolak sebagai subjek penelitian,
diagnosis lain seperti tinea kapitis. Subjek
yang diteliti berjumlah 80 anak. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah
pengetahuan, tingkat ekonomi, kepadatan
hunian, higiene diri dan karakteristik
individu. Variabel terikat pada penelitian
ini adalah kejadian Pedikulosis kapitis.
Instrumen yang digunakan adalah
kuesioner dan check list yang dibuat oleh
peneliti dan telah diuji validitas serta
reabilitasnya. Penilaian ditentukan
berdasarkan skor kuesioner yang diisi oleh
responden, serta hasil observasi oleh
observer untuk mengisi check list.
Pengolahan dan metode analisis
data yang digunakan adalah uji korelasi
Spearman pada semua variabel serta
dilakukan uji beda Kruskal Wallis untuk
mengetahui beda kejadian pada variabel
karakteristik individu yang meliputi
kelompok umur, panjang rambut serta
jenis rambut berbeda. Dengan begitu
hubungan antara faktor resiko dengan
kejadian Pedikulosis kapitis dapat
diketahui.
Hasil
Penelitian dilakukan di asrama
Ummu Salamah dan Siti Aisyah di
komplek Madrasah Muallimat
Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan
Agustus 2009- Februari 2010.
Tabel 1. Karakteristik subyek berdasarkan tingkat pengetahuan, sosial ekonomi,
kepadatan hunian, higiene pribadi, karakteristik individu, serta kejadian Pedikulosis
kapitis.
Variabel Frekuensi Persentase (%) Kejadian Pediculosis
capitis
Persentase (%)
Tingkat pengetahuan
Rendah 7 8,8% 5 71,4% Sedang 17 21,3 % 12 70,6% Tinggi 56 70,0% 40 71,4%Tingkat sosial ekonomi
Rendah 28 35,0% 24 85,7% Sedang 33 41,3% 23 69,7% Tinggi 19 23,8% 10 52,6%Kepadatan hunian
Rendah 16 20,0% 10 62,5% Sedang 55 68,8% 40 72,7% Tinggi 9 11,3% 7 77,8%Higiene perorangan
Rendah 32 40,0% 28 87,5% Sedang 45 56,3% 28 62,2% Tinggi 3 3,8% 1 33,3%Karakteristik individu
Umur
11 tahun 2 2,5% 1 50,0% 12 tahun 25 31,3% 21 84,0% 13 tahun 35 43,8% 27 77,1% 14 tahun 17 21,3% 8 47,0% 15 tahun 1 1,3% 0 0% Panjang rambut
Pendek 28 35,0% 15 53,6% Sedang 32 40,0% 25 78,1% Panjang 20 25,0% 17 85% Tipe rambut
Lurus 51 63,8% 31 60,8% Bergelombang 26 32,5% 23 88,5% Keriting 3 3,8% 3 100,0%
Tabel 1 menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan yang mencolok antara
persentase kejadian Pedikulosis kapitis
pada responden dengan tingkat
pengetahuan rendah dan responden
dengan tingkat pengetahuan yang tinggi
(71,4%). Untuk faktor resiko tingkat sosial
ekonomi, terlihat persentase terbesar
kejadian Pedikulosis kapitis terjadi pada
kelompok responden dengan tingkat sosial
ekonomi yang rendah (85,7%). Untuk
kepadatan hunian, terlihat bahwa
persentase kejadian Pedikulosis kapitis
terbesar terjadi pada kelompok dengan
kepadatan hunian yang tinggi (77,8%).
Untuk higiene perorangan, terlihat bahwa
persentase kejadian Pedikulosis kapitis
terbesar terjadi pada kelompok dengan
higiene yang rendah (87,5%) sedangkan
untuk karakteristik individu, pada
kelompok umur, persentase kejadian
Pedikulosis kapitis terbesar terjadi pada
kelompok umur 12 tahun (84,0%) ,
panjang rambut paling banyak pada
kelompok responden dengan rambut
panjang (85%), dan untuk jenis kejadian
Pedikulosis terbanyak terjadi pada rambut
dengan tipe keriting (100%).
Tabel 2.
Hasil uji hubungan antara faktor resiko dan kejadian Pedikulosis kapiti dengan
menggunakan uji kerelasi Spearman
Variabel Kejadian Pedikulosis kapitis
P-value Nilai r
Positif (+)
Negatif (-)
Tingkat pengetahuan 0.969 0.004
Tingkat sosial ekonomi
0.019 -0.261*
Kepadatan hunian 0.007 0.299**
Higiene perorangan 0.003 -0.329**
Umur 0.017 -0.267*
Panjang rambut 0.012 0.281*
Tipe rambut 0.005 0.310**
Tabel 2 menjelaskan hasil pengujian
hubungan antara faktor resiko dan kejadian
Pedikulosis kapitis, dari hasil pengujian
didapatkan hasil bahwa empat variabel
faktor resiko yang diteliti menunjukkan
adanya hubungan yang bermakana secara
signifikan dengan kejadian Pedikulosis
kapitis, dilihat dari nilai p < 0,05. variable
tersebut adalah tingkat sosial ekonomi,
kepadatan hunian, higiene pribadi, dan
karakteristik individu (umur, panjang
rambut, dan jenis rambut), sedangkan pada
variabel tingkat pengetahuan, tidak terlihat
adanya hubungan yang bermakna secara
signifikan dengan kejadian Pedikulosis
kapitis (p> 0.05). Untuk nilai r yang
didapatkan dari hasil uji korelasi untuk
keempat variabel yang mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian
Pedikulosis kapitis, menunjukkan keeratan
korelasi yang lemah terhadap kejadian
Pedikulosis kapitis ( r = 0,21-0,40).
Berikut ini adalah tabel hasil uji beda
untuk variable karakteristik individu
dengan menggunakan uji beda Kruskal
wallis.
Tabel 3.
Hasil uji beda antara karakteristk individu terhadap kejadian Pedikulosis kapitis
dengan menggunakan uji beda Kruskal Wallis
Variabel Jumlah Persentase (%)
Prevalensi Pedikulosis kapitis
Persentase (%)
Nilai p
Umur 0.03711 tahun 2 2.5 1 50.012 tahun 25 31.3 21 84.013 tahun 35 43.8 27 77.114 tahun 17 21.3 8 47.015 tahun 1 1.3 0 0.00Panjang rambut
0.034
Pendek 28 35.0 15 53.6Sedang 32 40.0 25 78.1Panjang 20 25.0 17 85.0
Tipe rambut 0.022Lurus 51 63.8 31 60.8
Bergelombang 26 32.5 23 88.5Keriting 3 3.8 100.0 100.0
Dari hasil analisis pada tabel 3
diatas diketahui bahwa nilai p
untuk karakteristik umur
responden, nilai p = 0,037 dengan
demikian secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hubungan kejadian
Pedikulosis kapitis antara
responden yang memiliki umur 11
tahun, 12 tahun, 13 tahun, 14
tahun, dan 15 tahun. Dari hasil
analisis diatas juga diketahui
bahwa nilai p untuk karakteristik
panjang rambut ,besar nilai p =
0,034 dengan demikian secara
statistik terdapat perbedaan
hubungan kejadian Pedikulosis
kapitis antara responden yang
memiliki panjang rambut pendek,
sedang dan panjang. Dari tabel 3
diatas juga diketahui bahwa nilai p
untuk karakteristik tipe rambut,
nilai p = 0,022 dengan demikian
secara statistik terdapat perbedaan
hubungan kejadian Pedikulosis
kapitis antara responden yang
memiliki tipe rambut lurus,
bergelombang dan keriting.
Diskusi
Berdasarkan hasil uji korelasi
untuk mengetahui hubungan antara
Tingkat pengetahuan dan kejadian
Pediculosis capitis menunjukkan tidak
adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan responden dengan
kejadian Pediculosis capitis. Hal ini bisa
dimengerti mengingat tingkat pengetahuan
sangat erat kaitannya dengan sikap
individu, seseorang yang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tapi tidak disertai
dengan sikap yang sesuai dengan tingkat
pengetahuannya, maka akan meningkatkan
prevalensi penyakt Pediculosis capitis,
misalnya pengetahuan tentang cara
mengurangi penularan Pediculosis capitis
ini baik, tetapi tidak disikapi dengan aksi
untuk mengurangi penularannya, maka
akan tetap meningkatkan kejadian
Pediculosis capitis.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa korelasi antara variabel
tingkat sosial ekonomi dengan kejadian
Pedikulosis kapitis menunjukkan
hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan
nilai r = -0.261. Nilai r berpola negatif,
artinya semakin rendah tingkat sosial
ekonomi maka semakin tinggi angka
kejadian penyakit Pedikulosis kapitis.
Nilai r = -0,261 menunjukkan keeratan
korelasi yang lemah. Korelasi antara
variabel kepadatan hunian dengan kejadian
Pedikulosis kapitis menunjukkan
hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan
nilai r = 0.299. Nilai r berpola positif,
artinya semakin tinggi kepadatan hunian,
maka semakin tinggi pula angka kejadian
penyakit Pedikulosis kapitis. Nilai r =
0,299 menunjukkan keeratan korelasi yang
tergolong lemah. Korelasi antara variabel
higiene perorangan dengan kejadian
Pedikulosis kapitis menunjukkan
hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan
nilai r = -0.329. Nilai r berpola negatif, hal
ini berarti hubungan tersebut bersifat
berbanding terbalik, artinya semakin
rendah higiene perorangan maka semakin
tinggi pula angka kejadian penyakit
Pedikulosis kapitis. Nilai r = -0,329
menunjukkan keeratan korelasi yang
tergolong lemah. Ada 3 jenis karakteristik
individu yang diteliti, yaitu umur, panjang
rambut serta jenis rambut pada responden.
Untuk karakteristik umur menunjukkan
hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan
nilai r = -0.267 Nilai r berpola negatif, hal
ini berarti hubungan tersebut bersifat
berbanding terbalik, artinya semakin muda
umur responden maka semakin tinggi pula
angka kejadian penyakit Pedikulosis
kapitis, sedangkan untuk karakterstik jenis
rambut menunjukkan hubungan yang
signifikan (p<0.05) dengan nilai r = 0.281
Nilai r berpola positif, hal ini berarti
hubungan tersebut bersifat berbanding
lurus, artinya semakin panjang rambut
responden maka semakin tinggi pula angka
kejadian penyakit Pedikulosis kapitis.
Untuk karakteristik tipe rambut
menunjukkan hubungan yang signifikan
(p<0.05) dengan nilai r = 0.310 Nilai r
berpola positif, hal ini berarti hubungan
tersebut bersifat berbanding lurus, artinya
tipe rambut mempunyai pengaruh terhadap
angka kejadian Pedikulosis kapitis, pada
responden yang berambut keriting
memiliki kejadian positif yang lebih
banyak. Ketiga nilai r pada variabel
karakteristik individu menunjukkan
keeratan korelasi yang lemah.
Tingkat sosial ekonomi yang
rendah akan berpengaruh terhadap
meningkatnya kejadian Pediculosis capitis.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
yang dilakukan sebelumnya oleh Willems
(2005) yang menyebutkan bahwa ada
hubungan yang signifikan secara statistik
antara tingkat sosial ekonomi dengan
kejadian Pediculosis capitis. Semakin
rendah tingkat sosial ekonomi seseorang
maka akan semakin meningkat peluang
terjadinya penyakit Pedikulosis kapitis.
Hal tersebut adanya pengaruh pendapatan
orang tua sebagai ukuran faktor sosial
ekonomi dengan kejadian Pedikulosis
kapitis. Dapat dijelaskan bahwa dengan
pendapatan orang tua yang rendah maka
akan sedikit pula uang saku yang
didapatkan oleh santriwati, hal ini akan
mempengaruhi pola hidup dari santriwati.
Misalnya, mereka akan kesulitan untuk
membeli sabun, sampo atau obat
penghilang kutu, sehingga akan
berdampak pula pada pemenuhan sanitasi
dan higiene mereka sendiri. Selain itu,
masih banyak santriwati yang beranggapan
bahwa penyakit Pediculosis capitis
bukanlah suatu penyakit yang serius,
sehingga mereka lebih cenderung
menggunakan uang mereka untuk
kebutuhan lainnya, daripada untuk
mengobati penyakit Pediculosis capitis.
Asrama yang mempunyai
kepadatan hunian yang buruk akan
meningkatkan prevalensi penyakit
Pediculosis capitis, yaitu asrama yang
mempunyai luas kamar 4 m² yang dihuni
oleh lebih dari 10 santriwati, sehingga
akan mempunyai tingkat kepadatan yang
melebihi kapasitas. Menurut keputusan
Mentri Kesehatan RI
No.829/MENKES/SK/VII/199
menyatakan bahwa salah satu syarat
ruangan atau kamar yang sehat adalah
perbandingan antara luas ruangan dengan
jumlah penghuni harus sesuai dengan
persyaratan kesehatan yaitu maksimal 4
m²/ jiwa.
Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa semakin padat hunian maka
semakin besar juga peluang terjadinya
penyakit Pediculosis capitis. Dengan
lingkungan yang padat, frekuensi kontak
langsung sangat besar, baik saat
beristirahat/tidur, memakai sisir dan jilbab
secara bergantian, maupun kegiatan
lainnya. Speare (2003) pada penelitiannya
tentang kejadian penularan Pediculosis
capitis melalui penggunaan bantal secara
bersama-sama menyatakan bahwa
perpindahan Pedikulus kapitis melalui
bantal merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap penularan
Pediculosis capitis. Kepadatan hunian di
asrama disebabkan karena banyaknya
santriwati yang menghuni kamar tidur
tersebut. Padatnya hunian bisa
menyebabkan timbulnya kebiasaan tidur
bersama dalam satu ranjang serta
penggunaan barang-barang secara
bersama-sama sehingga memungkinkan
meningkatnya penularan Pediculosis
capitis.
Ada hubungan yang signifikan
antara higiene perorangan dengan
prevalensi panyakit Pediculosis capitis,
semakin rendah tingkat higiene perorangan
maka semakin tinggi pula kejadian
Pediculosis capitis. Sesuai dengan hasil
penelitian Kamiabi (2005) terhadap faktor
resiko penyakit Pediculosis capitis pada
anak-anak sekolah di Kerman
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
berarti antara penyedian fasilitas ataupun
perlengkapan mandi secara terpisah,
dengan prevalensi Penyakit Pediculosis
capitis.
Ada tiga jenis Karakteristik
individu yang diteliti pada penelitian ini,
yaitu umur, panjang rambut serta tipe
rambut responden Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kejadian pada
kelompok umur yang lebih muda, semakin
muda umur semakin besar resiko
terjadinya penyakit Pediculosis capitis. Hal
ini sangat erat hubungannya dengan
tingkat kesadaran responden untuk
menjaga kebersihannya, semakin muda
umur semakin kurang kesadaran untuk
menjaga higiene pribadi, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya penyakit
Pedikulosis kapitis. Banyak penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui
prevalensi kejadian pada kelompok umur
yang terbanyak, menurut Kamiabi (2005)
prevalensi Pediculosis capitis terbanyak
terdapat pada anak usia 9 tahun, sedangkan
menurut Caunahan (2004) prevalensi
terbanyak terjadi pada umur < 7 tahun,
berbeda dengan Borges (2002) yang
menyatakan prevalensi kejadian
Pediculosis capitis terbanyak pada
kelompok umur 10-12 tahun. Prevalensi
terbanyak kejadian Pediculosis capitis
berdasarkan umur tergantung dari
karakteristik kelompok umur responden
yang diteliti, semakin muda umur maka
semakin tinggi prevalensi kejadiannya.
Pada uji korelasi untuk karakeristik
panjang rambut di dapatkan hasil yang
berhubungan secara signifikan antara
panjang rambut dan kejadian Pediculosis
capitis, semakin panjang rambut maka
semakin tinggi pula angka kejadian
Pediculosis capitis, berbeda dengan
penelitian Counahan (2004) yang
menyatakan bahwa panjang rambut tidak
memiliki hubungan yang signifikan
dengan prevalensi Pediculosis capitis.
Hal ini bisa dimengerti mengingat
masing-masing faktor tidak berdiri
sendiri melainkan saling berhubungan.
Sebagai contoh, seseorang memiliki
rambut yang panjang tetapi higiene
pribadinya baik maka ada kemungkinan
ia tidak mengalami penyakit Pediculosis
capitis.
Pada uji korelasi untuk
karakteristik tipe rambut didapatkan hasil
yang berhubungan secara statistik antara
tipe rambut dan kejadian Pediculosis
capitis. Kejadian terbanyak terjadi pada
responden dengan tipe rambut keriting,
disusul dengan tipe rambut
bergelombang dan lurus. Hasil penelitian
Borges (2002) menyatakan hasil yang
berbeda, prevalensi Pediculosis capitis
terbanyak terjadi pada kelompok
responden yang memiliki rambut
bergelombang, hitam , dan panjang, hal
ini mungkin terjadi karena kutu rambut
lebih senang bersembunyi ditempat yang
lembab dan serupa dengan warnanya.
Pada rambut bertipe keriting
memungkinkan kutu untuk bersembunyi
dan sulit ditemukan.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan dan
lemah antara tigkat sosial ekonomi,
kepadatan hunian, higiene pribadi,
karakteristik individu dengan kejadian
Pedikulosis kapitis. Serta tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan dengan kejadian Pedikulosis
kapitis .Dapat disimpulkan pula bahwa
ada perbedaan antara umur, panjang
rambut, dan jenis rambut terhadap
kejadian Pedikulosis kapitis.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut
terhadap pengaruh berbagai faktor resiko
terhadap kejadian Pediculosis capitis
pada kelompok komunitas yang beresiko
tinggi, dengan sampel yang lebih
beragam dan jumlah yang lebih besar.
Disamping itu diperlukan pula
penyuluhan tentang cara mencegah
penularan dan cara mengatasi penyakit
Pediculosis capitis, agar rantai
penularannya bisa dihambat dan
prevalensinya bisa berkurang.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. “Head Louse
(Pediculosis)”. Dalam www.cdc.com
Juanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, Ed 5, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
Willems, S, Lapeere, H, Haedens, N,
Pasteels, I, Naeyearts, JM, De
maeseneer, J. (2005). The importace
of socio-economi status and individual
caracteristics on the prevalence of
head lice in school children. Europian
Journal of Dermatology. 15, 387-392.
Kamiabi, F, & Nakhei, F, Hosain.
(2005). Prevalence of pediculosis
capitis and determination of risk
factors in primary school children in
Kerman. Eastern Mediteranean
Health journal. Vol 11.
Counahan, M, dkk. (2004). Head lice
prevalence in primary schools in
Victoria, Australia. Journal Paediatri
child Health.