NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI...
Click here to load reader
Transcript of NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI...
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN CRAVING
PADA PECANDU NARKOBA
Oleh:
NOVIZA
Yulianti Dwi Astuti, S.Psi.,M.Soc.Sc
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN CRAVING
PADA PECANDU NARKOBA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_____________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Yulianti Dwi Astuti, S.Psi.,M.Soc.Sc)
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN CRAVING
PADA PECANDU NARKOBA
Noviza
Yulianti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara efikasi
diri dengan craving pada pecandu narkoba. Hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan craving pada pecandu
narkoba.
Subjek dalam penelitian ini adalah para pecandu narkoba yang sedang menjalani
proses penyembuhan di Panti Pamardi Putra, berjumlah 47 subjek. Adapun skala yang
digunakan adalah skala Efikasi Diri yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek yang
dikemukakan oleh Corsini (Puspitalani, 2002), berjumlah 34 item. Sedangkan skala Craving
disusun oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Tiffany (Versland, 2006),
berjumlah 35 item.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas
program SPSS 16.0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan negatif antara
efikasi diri dengan craving pada pecandu narkoba. Korelasi product moment dari Pearson
menunjukkan korelasi sebesar r = -0,510 yang artinya ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara efikasi diri dengan craving pada pecandu narkoba. Jadi hipotesis penelitian
diterima.
Kata Kunci : Efikasi Diri, Craving
Pengantar
Suatu kenyataan yang sulit dipercaya, bahwa hampir semua
pengguna narkoba mengetahui bahaya dari narkoba, namun hanya sedikit
yang bersedia dan berhasil untuk menghentikan kebiasaannya tersebut.
Ancaman penyakit yang mengintai terkadang tidak cukup ampuh untuk
membuat pacandu menghentikan kebiasaannya. Narkoba di satu sisi
merupakan suatu yang dibenci dan dicoba untuk dihindari, namun di
sisi lain dianggap sebagai sahabat setia yang terus dicari
dan dijadikan sebagai salah satu alat pergaulan.
Akibat peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba, jutaan anak bangsa
telah mengalami ketagihan (addiction) dan ketergantungan (dependence). Ribuan
orang telah meninggal dunia secara sia-sia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh instansi terkait dan perkembangan Peredaran Gelap dan Penyalahgunaan
Narkoba (PG & PN) didapati beberapa fenomena terkait dengan penyalahgunaan
narkoba, yaitu telah terdeteksi 3,9% atau sekitar empat dari 100 orang pelajar dan
mahasiswa adalah penyalahguna narkoba, dan usia rata-rata pertama kali pemakai
narkoba adalah 15 tahun. Apabila keadaan ini tidak ditangani dengan sungguh-
sungguh, dampaknya dapat menghilangkan satu generasi anak bangsa (Lost
Generations).
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), menginformasikan
bahwa sekitar 200 juta orang di seluruh dunia telah menggunakan narkoba.
Sedangkan di Indonesia, Badan Narkotika Nasional (BNN), menginformasikan
bahwa sekitar 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia (sekitar 3,2 juta orang) adalah
penyalahguna narkoba. Hampir 70% dari semua penghuni Lembaga Pemasyarakatan
atau Rumah Tahanan Negara adalah narapidana atau tahanan dalam perkara
Peredaran Gelap dan Penyalahgunaan Narkoba. Selain itu Badan Narkotika Nasional
(BNN) juga mencatat, pada bulan Februari 2008 terdapat 10 kasus penyalahgunaan
narkoba di Yogyakarta, dengan jumlah tersangka 19 orang. Jumlah ini dinilai cukup
tinggi meningkat dari pada tahun lalu. Berdasarkan data Polres Sleman, tahun 2007
pelaku penyalahgunaan narkoba didominasi kaum laki-laki dengan jumlah 139 orang,
sedangkan perempuan hanya tiga orang. Empat puluh empat orang diantaranya adalah
mahasiswa.(http://www.bnn.go.id /).
Pecandu yang mengalami putus zat dapat menimbulkan rasa sakit yang luar
biasa (sakaw). Cara mengatasi Sakaw, pecandu akan berusaha mati-matian untuk
memperoleh narkoba. Bila tidak punya uang untuk membeli narkoba, maka dia akan
mencuri, menjual barang, berbohong, memaksa dan mengancam siapa saja termasuk
orang tuanya, membolos, dan berkelahi. Bagi wanita, ada yang sampai menjual diri
sekedar untuk memperoleh narkoba. Bahkan untuk merawat dan memulihkan
kesehatan pecandu narkoba memerlukan waktu yang lama, fasilitas yang memadai,
tenaga medis yang berkualitas dan obat yang cukup, sehingga membutuhkan biaya
yang besar.
Selain itu, penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan gangguan ketertiban
dan ketenteraman masyarakat serta bisa mencelakakan pecandu itu sendiri maupun
orang lain. Akibatnya dapat menyeret pecandu masuk penjara, dan yang lebih
membahayakan lagi dari penyalahgunaan narkoba adalah apabila terjadi over dosis
(OD) dapat menyebabkan kematian. Hal itu dapat terjadi karena tubuh pecandu
mampu beradaptasi, toleransi dan tidak bisa mengukur jumlah narkoba yang
dikonsumsi, sehingga tanpa disadari pemakaiannya melebihi dosis ambang batas
kemampuan tubuhnya. (http://www.bnn.go.id/)
Dampak lain penyalahgunaan narkoba adalah ketergantungan (dependence),
craving dan ketagihan (addiction). Bagi para pecandu narkoba, hal yang paling sulit
dilakukan adalah berhenti mengkonsumsi narkoba tesebut. Pecandu narkoba dapat
disembuhkan, namun hal itu sulit, karena harus melalui suatu proses penyembuhan
yang cukup cermat. Beberapa hasil laporan menyatakan bahwa tidak sedikit di antara
pecandu yang telah sembuh dapat kecanduan kembali. Seperti yang dialami oleh
Satya (bukan nama sebenarnya) yang mulai mengkonsumsi narkoba sejak sering ke
tempat-tempat hiburan seperti kafe atau diskotik, kemudian berhenti mengkonsumsi
narkoba setelah menjalani pengobatan di RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo) yaitu bagian detoksifikasi opioid cepat dengan anestesia (DOCA),
namun setelah pengobatan Satya kembali mengkonsumsi putaw dengan cara
disuntikkan. Tetapi ternyata putaw tersebut tidak berefek dan terasa hambar, karena
tidak percaya Satya melipatkan dosis, namun tetap saja putaw tersebut tidak terasa.
Sejak kejadian tersebut, Satya berniat untuk tidak menggunakan putaw lagi.
(http://www.infonarkoba.com/).
Para pecandu narkoba ibarat hidup dalam lingkaran setan, dalam waktu
singkat mereka akan kehilangan kendali dan terjebak dalam tuntutan yang terus
mendesak. Akibatnya, mereka yang pernah kecanduan narkoba memiliki risiko
mudah kambuh kembali. Cukup melihat sebuah jarum suntik, sendok makan atau
bubuk putih, otak mantan pecandu biasanya langsung nagih. Namun, jika pecandu
langsung mengkonsumsi lagi narkoba, biasanya akibatnya cukup fatal. Mantan
pecandu yang kembali mengkonsumsi narkoba akan memerlukan dosis yang lebih
besar dari semula. Hal serupa dengan Satya, juga dialami oleh seorang artis yang
terkenal tahun 1970-an Roy Marten yang pernah tertangkap dan masuk penjara akibat
penyalahgunaan narkoba, dan untuk kedua kalinya tertangkap membawa sabu-sabu.
Padahal Roy salah satu narasumber antinarkoba yang sedang diadakan di Surabaya.
(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0711/14/sh03.html).
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa tidak mudah bagi
pecandu untuk benar-benar sembuh dari ketergantungan narkoba, karena keinginan
untuk kembali menggunakan narkoba dapat terjadi kapan saja. Keinginan untuk
kembali menggunakan narkoba disebut dengan istilah (craving). Menurut Clark
(2007) Craving adalah sugesti yang masih ada untuk kembali menggunakan narkoba.
Istilah craving sudah populer di kalangan orang yang menyalahgunakan narkoba.
Craving terjadi pada orang yang menggunakan narkoba dan dianggap sebagai
motivasi subjektif dalam pengalaman individu berupa hasrat atau keinginan untuk
kembali menggunakan narkoba.
Kecanduan narkoba akan menyebabkan pecandu mengalami ketergantungan
terhadap narkoba, sehingga pada saat pecandu berhenti menggunakan narkoba akan
muncul keinginan untuk menggunakan narkoba lagi (craving). Saat terjadi craving,
pecandu akan mengalami kebingungan, sering kali pecandu dibutakan pada resiko
dan konsekuensi penggunaan narkoba. Dalam hal ini, keyakinan yang kuat dari dalam
diri pecandu untuk sembuh sangat diperlukan, karena keyakinan dalam diri
berpengaruh terhadap kesuksesan atau kegagalan yang akan terjadi saat pecandu
mengalami craving. Istilah keyakinan ini disebut dengan efikasi diri. Menurut
Bandura (Baron dan Byrne, 2004) efikasi diri merupakan keyakinan individu dalam
melaksanakan tugas atau melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk mencapai
suatu hasil tertentu. Bandura menambahkan, efikasi diri dapat menentukan pilihan
respon seseorang terhadap masalah, dimana jika seseorang memiliki efikasi diri tinggi
maka akan menganggap suatu masalah bukanlah sebagai hambatan melainkan sebuah
tantangan untuk meraih keberhasilan. Saat individu mengalami keberhasilan maka
efikasi diri akan meningkat, dan tingginya efikasi diri akan memotivasi individu
secara kognitif untuk bertindak lebih baik dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Apabila pecandu narkoba tidak memiliki efikasi diri yang tinggi, maka ada
kecenderungan pecandu mengalami kegagalan dan kembali berkeinginan untuk
menggunakan narkoba lagi (craving).
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, muncul pertanyan apakah ada
hubungan antara efikasi diri dengan craving pada pecandu narkoba?
Metode Penelitian
Subjek dalam penelitian ini merupakan para pecandu narkoba yang berada di
Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung. Subjek dalam penelitian ini terdiri
dari laki-laki dan perempuan yang menjalani proses penyembuhan, yang berjumlah
47 subjek.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
dua macam skala, yaitu skala craving dan skala efikasi diri. Skala craving terdiri dari
35 item yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan teori Tiffany (Versland, 2006).
Skala efikasi diri terdiri dari 34 item yang disusun oleh peneliti sendiri dengan
mengacu pada teori Corsini (Puspitalani, 2002).
Skala craving menyediakan empat alternatif jawaban yaitu sangat sesuai (SS),
sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor bergerak
dari angka 1 sampai dengan 4, pada pernyataan favorable nilai tertinggi 4 adalah
untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak
sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS). Sebaliknya pada
pertanyaan unfavorable nilai tertinggi 4 adalah untuk jawaban sangat tidak sesuai
(STS), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 2 untuk jawaban sesuai (S), dan 1 untuk
jawaban sangat sesuai (SS).
Skala efikasi diri juga menyediakan empat alternatif jawaban yaitu sangat
sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pemberian
skor bergerak dari angka 1 sampai dengan 4, pada pernyataan favorable nilai tertinggi
4 adalah untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2 untuk
jawaban tidak sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).
Sebaliknya pada pertanyaan unfavorable nilai tertinggi 4 adalah untuk jawaban
sangat tidak sesuai (STS), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 2 untuk jawaban sesuai
(S), dan 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS).
Semua data yang telah terkumpul dalam penelitian ini akan di analisis dengan
metode statistik, dan untuk menguji hubungan antara efikasi diri dengan craving pada
pecandu narkoba digunakan metode analisis korelasi Product Moment dari Pearson.
Perhitungan akan dilakukan dengan bantuan komputer, yaitu menggunakan program
SPSS 16.0 for windows.
Hasil Penelitian
Setelah terbukti bahwa sebaran data yang diperoleh adalah normal dan
hubungan antar variabel linier, maka dilakukan uji terhadap hipotesis dengan teknik
product moment. Perhitungan analisis korelasi product moment menggunakan
program SPSS 16.0 for windows, dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Analisis Korelasi Product Mmoment Efikasi Diri Dan Craving Product Moment Craving p
Efikasi Diri
-0,510
0,000
Analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi
antara variabel efikasi diri dengan variabel craving sebesar -0,510 dengan p=0,000
atau p<0,01. Hal ini berarti bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara efikasi diri dengan craving. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada
hubungan negatif antara efikasi diri dengan craving pada pecandu narkoba diterima.
Berdasarkan hasil analisis diketahui koefisien determinasi (R square) variabel
efikasi diri dengan craving dalam penelitian ini adalah sebesar 0,260. Hal ini
menunjukkan bahwa efikasi diri memberikan sumbangan efektif terhadap craving
sebesar 26%.
Pembahasan
Penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan negatif antara efikasi diri
dengan craving pada pecandu narkoba. Besarnya pengaruh efikasi diri terhadap
craving pada pecandu narkoba dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (R
square) yaitu sebesar 0,260. Hal ini menunjukkan bahwa efikasi diri memberikan
sumbangan efektif terhadap craving sebesar 26%, sedangkan sisanya sebesar 74%
merupakan pengaruh dari variabel lain, baik pengaruh positif maupun pengaruh
negatif yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri subjek yang memberikan
pengaruh terhadap craving pada pecandu narkoba.
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi product
moment, koefisien korelasi antara efikasi diri dengan craving pada pecandu narkoba
adalah -0,510 dengan p=0,000 atau p<0,01 dimana hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan craving. Dalam
hal ini semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah craving pada pecandu
narkoba. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah efikasi diri maka semakin tinggi
craving pada pecandu narkoba.
Mengacu pada teori craving yang dikemukakan oleh Clark (2007), craving
adalah sugesti yang masih ada untuk kembali menggunakan narkoba. Craving terjadi
pada orang yang menggunakan narkoba dan dianggap sebagai motivasi subjektif
dalam pengalaman individu berupa hasrat atau keinginan untuk kembali
menggunakan narkoba. Dalam hal ini efikasi diri sangat diperlukan, karena keyakinan
dalam diri berpengaruh terhadap kesuksesan atau kegagalan yang akan terjadi saat
pecandu mengalami craving.
Bandura (Baron dan Byrne, 2004) menjelaskan efikasi diri merupakan
keyakinan individu dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tindakan yang
diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Efikasi diri dipercaya berfungsi untuk
mengontrol perhatian pecandu narkoba, sehingga saat stimulus berupa craving
muncul, pecandu dapat mengatasinya dengan baik. Namun apabila efikasi diri rendah,
maka pecandu tidak dapat menghindari munculnya craving (Stephens, dkk dalam
Bandura, 1997).
Hal serupa dijelaskan oleh Singleton dan Gorelick (Anton, 1999) bahwa craving
terjadi pada saat individu hanya memiliki sedikit kepercayaan dan keyakinan dalam
diri untuk menghindari narkoba. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat
dijelaskan bahwa semakin tinggi efikasi diri, maka craving yang terjadi pada pecandu
narkoba semakin rendah.
Efikasi diri juga dapat menentukan pilihan respon seseorang terhadap masalah,
dimana jika individu memiliki efikasi diri tinggi maka akan menganggap suatu
masalah bukanlah sebagai hambatan melainkan sebuah tantangan untuk meraih
keberhasilan. Apabila pecandu narkoba tidak memiliki efikasi diri yang tinggi, maka
ada kecenderungan pecandu akan mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
sehingga craving dengan mudah terjadi dan menyebabkan pecandu mengalami
kambuh (Bandura, 1997).
Penelitian ini juga memiliki kelemahan berkaitan dengan digunakannya metode
try-out terpakai atau pengambilan data hanya dilakukan satu kali saja, karena subjek
penelitian yang hanya sedikit, yaitu 47 subjek pecandu narkoba. Kelemahan
berikutnya adalah item pada angket penelitian terlalu banyak, sehingga ada sebagian
subjek yang mengeluhkan hal tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dan craving pada
pecandu narkoba dengan koefisien korelasi r= -0,510 dengan p=0,000 atau p<0,01.
Semakin tinggi efikasi diri, maka craving pada pecandu narkoba semakin rendah,
sebaliknya semakin rendah efikasi diri, maka craving pada pecandu narkoba semakin
tinggi.
Kontribusi variabel efikasi diri terhadap craving pada pecandu narkoba sebesar
0,260 yang berarti efikasi diri memiliki sumbangan efektif sebesar 26% terhadap
craving pada pecandu narkoba.
Saran
1. Bagi subjek penelitian
Para pecandu narkoba diharapkan untuk mempertahankan dan lebih
meningkatkan efikasi diri selama proses penyembuhan, sehingga saat craving muncul
pecandu dapat mengatasinya dengan baik. Sebagaimana hasil penelitian ini bahwa
efikasi diri berkorelasi negatif terhadap craving pada pecandu narkoba, dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa efikasi diri merupakan salah satu alternatif yang
dapat menentukan muncul atau tidaknya craving pada pecandu narkoba selama
proses penyembuhan berlangsung. Selain itu pecandu juga harus mengikuti semua
tahap penyembuhan dengan baik, khususnya dalam hal peningkatan spiritual yaitu
dengan terapi dzikir.
2. Bagi pengurus panti rehabilitasi dan orang tua subjek
Para pengurus panti rehabilitasi dan orang tua subjek diharapkan untuk
memberikan pendidikan mengenai efikasi diri, menanamkan nilai-nilai agama pada
pecandu, sehingga pecandu dapat menjalani proses penyembuhan dengan baik dan
saat craving muncul, pecandu narkoba sudah memiliki efikasi diri yang kuat dalam
dirinya untuk sembuh.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
craving pada pecandu narkoba, diharapkan dapat meneliti hal tersebut lebih
mendalam lagi seperti dengan menggunakan metode kualitatif, untuk mendapatkan
data yang lebih detail. Bagi peneliti selanjutnya yang meneliti dengan metode
kuantitatif sebaiknya jumlah item yang diberikan tidak terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Anton, R.F. 1999. What is Craving?. Journal of Alcohol Research & Health. Vol. 23 No. 3
Baron, A.A., and Byrne,D. 2004. Psikologi Sosial Jilid I, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga
Bandura, A.1997. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.
Clark, D. 2007. Theories of Craving and Urges. http://www.drinkanddrugs.net/
Dwiyono, S. 2004. Jejak Kecanduan Di Dalam Otak. http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2004/msg00403.htm
Leo, S. P, dan Yulianti, D.A. 2006. Pengaruh Craving dalam Pencapaian Kondisi Clean And Sober Pecandu Napza. Jurnal Psikologika, 22, Vol.XI.
Puspitalani, N. 2002. Hubungan Antara Self-efficacy dengan Problem Focused Coping Dalam Proses Penyusunan Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi UKS. Intisari.
Tanjung, M.A. 2006. Pahami Kejahatan Narkoba. Jakarta: Lembaga Terpadu Permasyarakatan Anti Narkoba.
Versland,A.S. 2006. Efficacy of Imagery and Cognitive Task Used to Reduce Craving and Implications for The Elaborated Intrusion Theori of Craving. Dissertation.