NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

85
1 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANGPERLINDUNGAN BENDEGA KERJASAMA DINAS PETERNAKAN PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN BADUNG DENGAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2016

Transcript of NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

Page 1: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

1

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

TENTANGPERLINDUNGAN BENDEGA

KERJASAMA

DINAS PETERNAKAN PERIKANAN DAN KELAUTAN

KABUPATEN BADUNG DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2016

Page 2: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

2

MASYARAKATUNIVERSITAS UDAYANA

KATA PENGANTAR

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Udayana dan Pemerintah Kabupaten Badung

mengadakan kerjasama untuk pembuatan Naskah Akademik

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Perlindungan Bendega beserta Konsep Awal Rancangan Peraturan

Daerah. Oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada

masyarakat Universitas Udayana, yang kemudian membentuk

Tim Peneliti yang bertugas melakukan penelitian hukum dan

menuangkannya dalam bentuk Naskah Akademik.

Naskah Akademik ini sebagai karya penelitian hukum ‒ tidak

menutup, bahkan sangat mengharapkan, kritik dan saran dari

pembaca, untuk penyempurnaannya. Terutama dalam konsultasi

publik, masukan dari masyarakat sangat diperlukan dalam

penyempurnaan Naskah Akademik dan Konsep Awal Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Perlindungan

Bendega.

Terimakasih disampaikan kepada pimpinan Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas

Udayana dan Pemerintah Kota Denpasar, sehingga Tim Peneliti

mempunyai kesempatan mengembangkan bidang keilmuannya.

Terimakasih juga pada anggota Tim Peneliti atas dedikasi dan

integritasnya sehingga tugas ini dapat diselesaikan.

Denpasar, November 2016

Tim Peneliti

Page 3: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

3

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

TENTANGPERLINDUNGAN BENDEGA

KERJASAMA

DINAS PETERNAKAN PERIKANAN DAN KELAUTAN

KABUPATEN BADUNG DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2016

Page 4: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

4

TIM PENELITI

1.

2.

Prof Dr. Ketut Rai Setyabudhi, SH.MS

Ni Luh Gede Astariyani.,SH.,MH

3. AA Istri Ari Atu Dewi.,SH.,MH

4. Prof.Dr I Wayan Ardika.,MA.

Page 5: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

5

Page 6: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

6

DAFTAR ISI

Kata Pengantar >> i

Daftar Isi >> ii Daftar Tabel >> iv

BAB I. PENDAHULUAN >>> 1 A. Latar Belakang >>> 1

B. Identifikasi Masalah >>> 7 C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan

Naskah Akademik

>>> 8

D. Metode Penelitian >>> 9 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK

EMPIRIS

>>> 15

A. Kajian Teoritis >>> 15

B. Kajian Terhadap Asas yang Terkait Dengan Penyusunan Norma

>>> 21

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan

>>> 30

D. Kajian Terhadap Implikasi

Penerapan Terhadap Masyarakat Dan Dampaknya Terhadap Beban

Keuangan Daerah

>>> 31

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

>>> 32 A. Kondisi Hukum Yang Ada dan

Statusnya >>> 32

B. Keterkaitan Peraturan Daerah Baru Dengan Peraturan Perundang-

undangan Yang Lain

>>> 35

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

>>> 42

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN

RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

JEMBRANA TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN

>>> 52

A. Arah dan Jangkauan Pengaturan >>> 52

B. Ruang Lingkup Materi Muatan >>> 54 BAB VI PENUTUP >>>56

A. SIMPULAN >>>56 B. SARAN >>>60

DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN

Page 7: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

7

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten tentang

Perlindungan Bendega

2. Rancangan Penjelasan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Perlindungan Bendega.

Page 8: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

8

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Jumlah Armada Nelayan ………………………………….. 6

Tabel 2: Kedudukan Fungsi dan Sifat lembaga Adat……………. 20

Tabel 3: Perbedaan Asas dan Norma.................................... 23

Tabel 4: Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5

UU 12/2011 dan Penjelasannya)……………………….

26

Tabel 5 : Asas Pemb Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Materiil (berdasarkan Pasal 6

yat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan)

27

Tabel 6 : Urusan Pemerintahan Konkuren Yang Menjadi Kewenangan Daerah ....................................................

38

Tabel 7 : Pembagian Urusan Bidang Kelautan Dan Perikanan… 39

Tabel 8 : Keterkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lain ………………………………………………………..

40

Tabel 9 : Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011……………………………………………………….

43

Tabel 10: Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan………………………..

47

Tabel 11: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011

48

Page 9: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam upaya mewujudkan negara yang maju dan mandiri

serta masyarakat adil dan makmur, Indonesia dihadapkan pada

berbagai tantangan dan sekaligus peluang memasuki millenium

ke-3 yang dicirikan oleh proses transformasi global yang bertumpu

pada perdagangan bebas dan kemajuan IPTEK. Dalam rangka,

menjawab tantangan dan pemanfaatan peluang tersebut,

diperlukan peningkatan efisiensi ekonomi, pengembangan

teknologi, produktivitas tenaga kerja dalam peningkatan

kontribusi yang signifikan dari setiap sector pembangunan.Bidang

kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata

bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut,

bangunan kelautan, dan jasa kelautan, merupakan andalan dalam

menjawab tantangan dan peluang tersebut.

Kabupaten Badung dengan pembagian wilayah dataran

rendah, laut dan dataran tinggi. Terkait dengan perwilayahan

berdasarkan konsep Tri Hita Karana yang terdiri atas pelemahan,

pawongan dan parahyangan. Dikaitkan dengan konsep hindu

dalam kaitannya dengan wilayah laut terdiri atas :

- Unsur parahyangan Pura Segara

- Unsur Palemahan Pantai

Page 10: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

2

- Unsur Pawongan Nelayan / Bendega1

Struktur masyarakat Balidengan falsafah Tri Hita Karana, dimana

organisasi nelayan bali sebagai secara social budaya dan religius

disebut Bendege yang memiliki parahyangan (pura segara)

pawongan (krame bendega) dan palemahan (laut/tempat mencari

nafkah) maka bendega ini perlu diperjuangkan unutk

mendapatkan hak secara legal berupa peraturan Daerah seperti

organisasi social budaya lainnya yang ada di Bali yaitu organisasi

Subak dan Desa Pakraman, sehingga keberadaan 3 (tiga) lembaga

adat di Bali dapat terwujud secara utuh yaitu subak, desa adat

dan bendega sesuai pula dengan konsep falsafah hindu disebut

segara gunung.

Pemahaman akan peranan dan fungsi bendega dalam

melakukan pemberdayaan sangat penting baik berdasarkan

konsep hindu maupun dalam konteks hukum nasional.

Perlindungan Bendega yang merupakan sektor perikanan,

pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,

perhubungan laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan,

merupakan hal yang sangat perlu untuk dilakukan perlindungan

dan pemberdayaan.

Mengenai otonomi dan tugas pembantuan ditentukan dalam

Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, bahwa pemerintahan daerah provinsi,

1 Nengah Manumudhita, 2014, Makalah : Revitalisasi Krama Beendega

Sebagai Penyangga Budaya Pesisir Di Bali Yang terabaikan Dalam Lingkup Kehidupan Dengan Lembaga Adat Yang Lain ( Desa Adat san subat), Ketua DPD

HNSI Prov Bali h.3-5

Page 11: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

3

daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-

luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat (Pasal 18 ayat (5)

UUD 1945). Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa Bumi

dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai

oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5587). Undang-Undang No 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah merupakan dasar hukum

pembentukan peraturan daerah. Pasal 236 menentukan:

Pasal 236 (1) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan

TugasPembantuan, Daerah membentuk Perda. (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh

DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. (3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat

materi muatan: a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas

Pembantuan; dan

b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 12: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

4

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015

tentang Pmentukan Produk Hukum Daerah ( Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 No 2036. Dalam Pasal Produk

hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mengatur

Produk hukum daerah berbentuk peraturan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri atas :

a. perda;

b. perkada; c. PB KDH; dan

d. peraturan DPRD f. perdagangan;

g. perindustrian; dan h. transmigrasi.

Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Daerah tentang

Perlindungan Bendega didasarkan pada Pasal 12 ayat (3) Undang-

Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adapun

urusan yang dimaksud adalah :

(3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi:

a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian;

d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral.

Dalam kaitannya dengan pemahaman dasar kewenangan

pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal dengan

dasar kewenangan atribusi dan delegasi. Pemahaman dasar terkait

dengan atribusi dan delegasi kewenangan menurut Bagir Manan

dibedakan antara lain :

Page 13: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

5

1. Atribusi terdapat apabila UUD atau UU ( dalam arti

formal ) memberikan kepada suatu badan dengan kekuasaan sendiri dan tanggung jawab sendiri (mandiri)

wewenang membuat / membentuk peraturan perundang-undangan.

2. Delegasi terdapat apabila suatu badan yang mempunyai

wewenang atributif ( wewenang secara mandiri membuat peraturan perundang-undangan) menyerahkan kepada

badan lainnya wewenang untukmembentuk peraturan perundang-undangan atas tanggung jawab sendiri.2

pembentukan peraturan daerah tentang perlindungan bendega

dengan pengkajian terhadap ketentuan pada Pasal 236 ayat (3)

dan ayat (4). Pada ayat (3)

(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan:

a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan

b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pengaturan dalam ayat (3) menunjukkan bahwa dalam

pembentukan peraturan daerah didasarkan pada otonomi daerah

dan tugas pembantuan pemahaman otonomi daerah adalah

memberikan pemahaman berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-

Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan

Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman tersebut

2 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum

Tata Negara Indonesia, Alumni Bndung, h.209-210

Page 14: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

6

menunjukkan bahwa terdapat dasar kewenangan perlindungan

bendega. Pada ayat (4)

(4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan dalam ayat (4) terkait dengan materi muatan

didasarkan pada materi muatan lokal dengan tetap didasarkan

pada adanya batas pengaturan. Penyusunan rancangan peraturan

tentang perlindungan bendega pada prinsipnya didasarkam pada

adanya muatan local terkait dengan perlindungan bendega yang

dalam pemahaman bendega adalah muatan lokal yang ada di Bali.

Di Kabupaten Badung jumlah armada yang dimiliki oleh

nelayan ikan laut adalah perahu tanpa motor terdapat 1021 buah,

perahun motor temple 1473 buah dan 22 kapal motor. Produksi

ikan laut pada tahun 2014 sebesar 615987 ton atau meningkat

1.06 % dari tahun sebelumnya yang hanya 609497 ton. Data

terkait dengan banyaknya nelayan di Kabupaten Badung

Tabel 1 : Jumlah Armada Nelayan

Tahun Nelayan

Penuh

Sambilan Jumlah

Utama Tambahan

2001 605 789 545 1948

2002 589 811 196 1596

2003 589 811 274 1674

2004 659 783 321 1763

2005 1150 712 461 2323

2006 1063 796 556 2415

Page 15: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

7

2007 1295 626 466 2387

2008 560 739 311 1610

2009 864 950 505 2319

2010 434 809 526 1769

2011 475 753 541 1769

2012 362 428 220 1010

2013 338 440 232 1010

2014 404 650 308 1362

2015 394 420 586 1400

Sumber Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung

Adanya dasar pendelegasian kewenangan dalam

pembentukan Peraturan daerah tentang Perlindungan Bendega

dalam Pasal 236 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang No 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sehingga perlu

diadakan penelitian hukum dalam rangka pembentukan peraturan

daerah, yang hasilnya dituangkan dalam Naskah Akademik

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Perlindungan Bendega.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Isu hukum dari penelitian atau penyusunan Naskah

Akademik ini adalah rencana pengaturan tentang Perlindungan

Bendega yang tiidak memiliki landasan hukum dan sebagai dasar

hukum pengaturan terkait dengan Perlindungan Bendega.

Page 16: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

8

Berdasarkan isu hukum tersebut terdapat 4 (empat) pokok

masalah yang memandu penelitian hukum atau penyusunan

Naskah Akademik ini, yaitu:

1. Permasalahan apa yang dihadapi dengan adanya dalam

kaitannya dengan Perlindungan Bendega dan bagaimana

tersebut dapat diatasi?

2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar

pemecahan masalah ?

3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,

sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan

Daerah tersebut?

4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan dan arah

pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan

Peraturan Daerah tersebut?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN KEGIATAN PENYUSUNAN

NASKAH AKADEMIK

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang

dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik

dirumuskan sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai

alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Badung tentang Perlindungan Bendega.

Page 17: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

9

2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,

sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Badung tentang Perlindungan Bendega.

3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Perlindungan Bendega.

Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah

sebagai acuan penyusunan dan pembahasan Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Perlindungan

Bendega.

D. METODE PENELITIAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya

merupakan suatu kegiatan penelitian penyusunan Naskah

Akademik ­ digunakan metode yang berbasiskan metode penelitian

hukum.3

D.1 Jenis Penelitian.

Dalam penelitian hukum terdapat dua model jenis

penelitian yaitu : 4

3 Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum

Konstelasi Dan Refleksi,Yayasan Obor, h. 177-178. 4 Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia

Indonesia Jakarta, 1985, h. 9.

Page 18: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

10

a. Metode penelitian hukum normative atau penelitian

doctrinal, mempergunakan data sekunder berupa ; peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan

dan pendapat para sarjana hukum terkemuka, Analisis data sekunder dilakukan secara normative kualitatif yaitu yuridis kualitatif.

b. Metode penelitian hukum sosiologis / empiris, mempergunakan semua metode dan tehnik-tehnik yang

lasim dipergunakan di dalam metode-metode penelitian ilmu-ilmu sosial / empiris.

Bertitik tolak dari pemasalahan yang diangkat dalam kajian

ini, maka jenis penelitian dalam kajian ini mempergunakan

penelitian hukum normative. Dalam beberapa kajian jenis

penelitian seperti ini juga disebut dengan penelitian dogmatik.5

Dalam penelitian hukum normatif, untuk mengkaji persoalan

hukumnya dipergunakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari

bahan hukum primer ( primary sources or authorities ) bahan-

bahan hukum sekunder ( secondary sources or authorities ) dan

bahan hukum tersier ( tertier sources or authorities ). Bahan-bahan

hukum primer dapat berupa peraturan perundang-undangan,

bahan-bahan hukum sekunder dapat berupa makalah, buku-

buku yang ditulis oleh para ahli dan bahan hukum tersier berupa

kamus bahasa hukum dan kamus bahasa Indonesia.

D.2. MetodePendekatan.

Dalam penelitian hukum normative ada beberapa metode

pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan ( statute

5 Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke ( terjemahan B. Arief Sidharta )

Apakah Teori Hukum Itu ? , Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan

Bandung, h. 109-110.

Page 19: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

11

approach ), pendekatan konsep (conceptual approach ), pendekatan

analitis ( analytical approach ), pendekatan perbandingan (

comparative approach ), pendekatan histories ( historical approach

), pendekatan filsafat ( philosophical approach ),dan pendekatan

kasus ( case approach).6 Dalam penelitian ini digunakan beberapa

cara pendekatan untuk menganalisa permasalahan. Dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (

statute approach ), pendekatan kasus ( case approach ) dan

pendekatan konsep hukum ( conceptual approach ).

Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ),

dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang

bersangkut paut dengan pendelegasian kewenangan dalam UU

Pemda.

Pendekatan konsep hukum ( conceptual approach )

dilakukan dengan menelaah pandangan-pandangan mengenai

pendelegasian kewenangan sesuai dengan penelitian ini.7

Disamping itu digunakan pendekatan kontekstual terkait dengan

penrapan hukum dalam suatu waktu yang tertentu.

D.3. Sumber Bahan Hukum.

6 Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Jakarta

Interpratama Offset, h. 93-137. 7 Ibid, h. 19.

Page 20: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

12

Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.8 Bahan hukum primer adalah segala

dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum, dalam hal ini

adalah Undang-Undang UU NO 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan

terkait, serta peraturan perundang-undangan yang lain yang

terkait dengan pendelegasian kewenangan mengatur pada

peraturan perundang-undangan.

Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan

hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer seperti hasil penelitian atau karya tulis para ahli hukum

yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, termasuk di

dalamnya kamus dan ensiklopedia.Selain itu akan digunakan data

penunjang, yakni berupa informasi dari lembaga atau pejabat di

lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung

D.4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum.

Bahan hukum dikumpulkan melakukan studi dokumentasi,

yakni dengan melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang

relevan dengan masalah yang diteliti yang ditemukan dalam bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum

tersier.Untuk mendukung bahan hukum tersebut dilakukan

8 C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada

Akhir Abad ke 2 , Alumni, Bandung, h. 134.

Page 21: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

13

wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan yang terkait

dengan Perlindungan Bendega.

1.6.5. Teknis Analisis Bahan Hukum

Teknik analisa terhadap bahan-bahan hukum yang

dipergunakan dalam kajian ini adalah teknik deskripsi,

interpretasi, sistematisasi, argumentasi dan evaluasi. Philipus

M.Hadjon mengatakan bahwa tehnik deskripsi adalah mencakup

isi maupun struktur hukum positif.9 Pada tahap deskripsi ini

dilakukan pemaparan serta penentuan makna dari aturan-aturan

hukum yang dikaji .dengan demikian pada tahapan ini hanya

menggambarkan apa adanya tentang suatu keadaan.10 Lebih

lanjut berkaitan dengan teknik Interpretasi Alf Ross mengatakan :

The relation berween a given formulation and specific complex

of facts.The technique of argumentation demanded by this method is directed toward discovering the meaning of the

statute and arguing that the given facts sre either covered by it or not.11 ( terjemahan bebas : Hubungan antara rumusan konsep

yang diberikan dan kumpulan fakta khusus. teknik argumentasi ini dibutuhkan oleh cara ini yang diarahkan

kepada penemuan makna dari undang-undang dan fakta-fakta yang saling melengkapi satu sama lain )

9 Philipus M Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik ( Normatif )

dalam Yuridika Nomor 6 Tahun IX, Nopember-Desember h. 33. 10 Erna Widodo , 2000, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, Avy-

rouz, h. 16. 11 Alf Ross, 1969, On Law And Justice, University Of Californis Press,

Barkely & Los Angeles, h. 111.

Page 22: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

14

Dari sisi sumber dan kekuatan mengikatnya menurut I

Dewa Gede Atmadja secara yuridis interpretasi ini dapat

dibedakan menjadi :12

1. Penafsiran otentik ; yakni penafsiran yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan itu sendiri. Penafsiran

ini adalah merupakan penjelasan-penjelasan yang dilampirkan pada undang-undang yang bersangkutan (

biasanya sebagai lampiran ). Penafsiran otentik ini mengikat umum ;

2. Penafsiran Yurisprudensi ; merupakan penafsiran yang

ditetapkan oleh hakim yang hanya mengikat para pihak yang bersangkutan ;

3. Penafsiran Doktrinal ahli hukum ; merupakan penafsiran yang diketemukan dalam buku-buku dan

buah tangan para ahli sarjana hukum. Penafsiran ini tidak mempunyai kekuatan mengikat, namun karena wibawa ilmiahnya maka penafsiran yang dikemukakan,

secara materiil mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan undang-undang.

Bertitik tolak dari pandangan Philipus M. Hadjon dan I

Dewa Gede Atmadja di atas, maka untuk membahas persoalan

hukum yang akan dikaji, akan dipergunakan penafsiran otentik,

penafsiran gramatikal dan penafsiran sejarah hukum.Penafsiran

otentik dalam kajian ini dimaksudkan adalah penafsiran yang

didasarkan pada penafsiran yang diberikan oleh pembentuk

undang-undang, melalui penjelasan-penjelasannya dan peraturan

perundang-undangan yang lain.Sedangkan penafsiran Gramatikal

dalam kajian makna atau arti aturan hukum, khususnya aturan

hukum yang berkaitan dengan Perlindungan Bendega

12 I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Kostitusi Dalam Rangka

Sosialisasi Hukum, Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni Dan konsekuen” Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Hukum Tata Negara Pada

FH.UNUD, (selanjutnya disebut I Dewa Gede Atmadja II ), h. 14 .

Page 23: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

15

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

Dalam kaitannya dengan Perlindungan Bendega ada 2

konsep yang harus dipahami antara lain konsep pemberdayaan

dan konsep nelayan:

1. Konsep Pelindungan

Menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia,

"perlindungan" adalah

1. tempat berlindung" (bersinonim dengan pertahanan).

2. hal, perbuatan memperlindungi" (bersinonim dengan

konservasi, penjagaan), sedangkan "pelindungan" antara

lain :

a. proses, cara, perbuatan melindungi" (bersinonim

dengan proteksi, pengamanan),

b. arkais jamban"; kedua-duanya sama-sama kelas

nomina, yang secara sekilas bedanya sedikit. Mungkin

Ivan kalau membaca halaman ini dapat melengkapi,

namun berikut ini yang saya anggap tepat:

Page 24: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

16

Unsur dalam kata Perlindungan

1. Melindungi: menutupi supaya tidak terlihat/tampak,

menjaga, memelihara, merawat, menyelamatkan.

2. Perlindungan; proses, cara, perbuatan tempat

berlindung, hal (perbuatan) memperlindungi

(menjadikan atau menyebabkan berlindung).

3. Pelindung: orang yang melindungi , alat untuk

melindungi.

4. Terlindung: tertutup oleh sesuatu hingga tidak

kelihatan.

5. Lindungan : yang dilindungi, cak tempat berlindung,

cak perbuatan.

6. Memperlindungi: menjadikan atau menyebabkan

berlindung.

7. Melindungkan: membuat diri terlindungi

Perlindungan dalaam hukum

Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu

bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak

hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman,

baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari

ancaman, gangguan, terror dan kekerasan dari pihak manapun

yang diberikan pada tahap penyelidikan, penuntutan, dan atas

pemeriksaan di sidang pengadilan. Aturan hukum tidak hanya

untuk kepentingan jangka pendek saja,akan tetapi harus

berdasarkan kepentingan jangka panjang. Pemberdayaan

masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang

Page 25: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

17

merangkum nilai-nilai sosial. Perlindungan hukum adalah suatu

perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam

bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun

yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran

dari fungsi hukum. yaitu konsep dimana hukum dapat

memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan

dan kedamaian. Keberadaan hukum dalam masyarakat sangatlah

penting, dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan

dijiwai oleh moral konstitusionalisme, yaitu menjamin kebebasan

dan hak warga, maka mentaati hukum dan konstitusi pada

hakekatnya mentaati imperatif yang terkandung sebagai subtansi

maknawi didalamnya imferatif. Hak-hak asasi warga harus

dihormati dan ditegakkan oleh pengembang kekuasaan negara

dimanapun dan kapanpun, ataupun juga ketika warga

menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk

mengetahui jalannya proses pembuatan kebijakan publik. Negara

hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan

hukum bagi rakyat dalam hal ini adalah bendega yang dilandasi

dua prinsip negara hukum, yaitu :

1. Perlindungan hukum yang preventif Perlindungan hukum

kepada rakyat yang di berikan kesempatan untuk

mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya

Page 26: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

18

sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang

menjadi definitife.

2. Perlindungan hukum yang represif Perlindungan hukum

yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Kedua bentuk perlindungan hukum diatas bertumpu dan

bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia

serta berlandaskan pada prinsip negara hukum dalam hal ini

kepada bendega .

2.Konsep Bendega

Kehidupan masyarakat di Bali dengan falsafah Tri Hita

Karana yang terdiri atas parahyangan, palemahan dan pawongan

.Disamping falsafah Tri Hita Karana tersebut untuk mejaga

kelestarian manusia Bali agar dapat hidup damai sejahtera sesuai

dengan Sad Kerti, antara lain :

1. Atma Kerti, upaya untuk pelestarian segala usaha unutk

menyucikan Sang Hyang Atma dari belenggu Tri Guna

2. Samudra Kerti, upaya unutk menjaga kelestarian

samudra sebagai sumber alam yang memiliki fungsi yang

sangat kompleks dalam kehidupan umat manusia.

3. Wana Kerti, upaya untuk melestarikan hutan.

Page 27: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

19

4. Danu Kerti, upaya untuk menjaga kelestarian sumber-

sumber air tawar di daratan seperti mata air, danau,

sungai dan lain-lain.

5. Jagat Kerti, upaya untuk menjaga kelestarianhubungan

social yang dinamis dan produktif berdasarkan

kebenaran

6. Jana Kerti, upaya agar manusia berkualitas secara

individu.13

Organisasi nelayan bali sebagai secara social budaya dan religius

disebut Bendege yang memiliki parahyangan (pura segara)

pawongan (krame bendega) dan palemahan (laut/tempat mencari

nafkah) maka bendega ini perlu diperjuangkan untuk

mendapatkan hak secara legal berupa peraturan daerah seperti

organisasi social budaya lainnya yang ada di Bali yaitu organisasi

Subak dan Desa Pakraman, sehingga keberadaan 3 (tiga) lembaga

adat di Bali dapat terwujud secara utuh yaitu subak, desa adat

dan bendega sesuai pula dengan konsep falsafah hindu disebut

segara gunung. Konsep segara gunung belum dipahami secara

mendalam, pemahaman konsep tersebut perlu dipahami dengan

baik. Pemahaman terkait dengan nelayan hanya sebatas

mengartikan dalam arti sebagai kelompok masyarakat pencari

ikan, sesungguhnya kearifan local yang ada di pantai dan sudah

13I Nengah Manumudita dalam DPD HNSI Provinsi Bali, 2015, Laporan

Perjuanagan Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Provinsi Bali, h.8.

Page 28: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

20

ada yang menjalani kehidupan dari jaman dahulu kala yang

disebut dengan bendega. Menurut kebyakan orang bendega atau

nelayan adalah sama, padahal sesungguhnya memiliki arti yang

sangat berbeda. Perbedaan tersebut adalah :

Nelayan : kelompok masyarakat yang ada di pesisir yang

melaksanakan kegiatan ekonoi untuk menopang

kehidupannya.

Bendega : kelompok masyarakat yang ada di pesisir yang

melaksanakan kegiatan ekonomi, social, budaya

dan regilius.14

Dalam kaitannya dengan kedudukan, fungsi dan sifat lembaga

adat yang ada di Bali sebagaimana dalam tabel di bawah ini15 :

Tabel 2 : Kedudukan Fungsi dan Sifat lembaga Adat

Lembaga Adat

Kedudukan

Fungsi Sifat Sejarah terbentu

knya

Desa Adat

Di wilayah

desa adat

Membina dan mengembangkan

nilai-nilai adat Bali dalam rangka

memperkaya, melestarikan dan mengembangkan

budaya nasional dan budaya bali

Sosial religius

Penyatuan catur

warna

Subak Di

wilayah subak ( sawah

dan

Membina dan

mengembangkan kegiatan karma subak di bidang

pertanian dalam

Sosial

ekonomi religius dan sangat

tergantung

Kesamaa

n kepentingan

memanf

14 I Nengah Manumudita dalam DPD HNSI Provinsi Bali, 2015, Laporan

Perjuanagan Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Provinsi Bali,h.1-2.

15 ibid h. 5

Page 29: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

21

tegalan) rangka pemenuhan kebutuhan pangan

pada alam aatkan sumber

daya alam dalam

kebutuhan

pokok untuk

hidup

Bendega Di wilyah pantai

/segara

Membina dan mengembangkan kegiatan karma

bendega dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pangan (ikan)

Sosial ekonomi religius dan

sangat tergantung

pada alam

Kesamaan kepentin

gan memanf

aatkan sumber

daya alam dalam

emmenuhi

kebutuhan

pokok untuk hidup

Sumber : I Nengah Manumudita dalam DPD HNSI Provinsi Bali,

2015, Laporan Perjuanagan Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Provinsi Bali

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT

DENGAN PENYUSUNAN NORMA

Dalam kaitannya dengan pembentukan peraturan

perundang-undangan asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan sangat penting untuk diperhatikan agar

dapat memahami ruang lingkup dan tujuan pembentukan

.peraturan perundang-undangan

Page 30: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

22

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-

undanganyang baik. Ron Jue mengemukakan asas-asa hukum

adalah nilai yang melandasi kaedah hukum.16 Berdasarkan

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum

bukan peraturan ( een rechtsbeginselen is niet een rechtregel).

Namun tidak ada hukum bisa dipahami tanpa mengetahui asas-

asas hukum yang melandasai (het recht is niet te begrijpen zonder

die beginselen). Pemahaman tersebut menunjukkan untuk

memahami hukum tidak hanya melihat pada aturannya tetapi

juga harus memahami asas-asas yang melandasi. Asas-asas

hukum harus tampak sebagai pengarah dalam pembentukan dan

penegakan hukum. J.J.H. Bruggink memberikan batasan tentang

asas hukum yaitu sejenis meta-kaidah berkenaan dengan kaidah-

kaidah perilaku. Asas hukum berfungsi sebagai fondasi dari

sistem hukum positif dan sebagai batu uji kritis terhadap sistem

hukum positif.17

Sarjana lain yang memberikan definisi tentang asas hukum

adalah Paul Scholten, menurutnya asas adalah pikira-pikiran

dasar yang terdapat di dalam dan dibelakang sistem hukum

masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-

undangan dan putusan hakim yang berkenaan dengannya

16 B Arief Sidharta, 1996, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya bakti,

Bndung, h. 121. 17 J.J.H. Bruggink, yang disunting oleh Arief Sidarta, 1996, Refleksi

Tentang Hukum, Citra Adytia Bhakti, Bandung, h. 123-133. 17 Ibid, hal. 119-120.

Page 31: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

23

ketentuan-ketentuan dan keputusan-kepuusan individual dapat

dipandang sebagai penjabarannya.18 Perbedaan asas dengan

norma oleh J.J.H. Bruggink, sebagai berikut :19

Tabel : 3. Perbedaan Asas dan Norma.

Asas Norma

1. Bersifat umum yang

berarti bahwa asas hukum memiliki wilayah penerapan yang lebih luas

dibandingkan dengan norma.

1. Bersifat Khusus yang berarti

timbul dari aturan hukum yang

dirumuskan lebih kongkrit dan

memberikan pedoman yang lebih

jelas bagi perbuatannya.

2. Daya kerjanya tidak

langsung tetapi melalui

interpretasi hukum

2. Aturan hukum memiliki isi yang

jauh lebih kongkrit, yang

menyebabkan aturan dalam

penemuan hukum dapat

diterapkan secara langsung.

3. Tidak dapat kehilangan

keberlakuan

3. Dapat kehilangan keberlakuan

karena bersandar pada

kewibawaan pengemban hukum

4. Tidak mempunyai sifat

tidak semua atau tidak

sama sekali (alles of niet )

4. Mempunyai sifat semua atau

tidak sama sekali

A.Hamid S.Attamimi membagi asas pembentukan perundang-

undangan atas dua macam yaitu asas formal dan asas materiil :

a. Asas formal terdiri dari :

(1). asas tujuan yang jelas;

(2). asas perlunya pengaturan; (3). asas organ / lembaga yang tepat;

18 Ibid, h. 123-127.

Page 32: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

24

(4). asas materi muatan yang tepat;

(5). asas dapatnya dilaksanakan; dan (6). asas dapat dikenali.

a. Asas materiil terdiri dari :

(1) asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan fundamental negara;

(2) asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara; (3) asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara Berdasarkan

Atas Hukum; dan (4) asas sesuai denagan prinsip-prinsip pemerintahan yang

Berdasarkan Sistem Konstitusi.20

Kategori asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang patut dari A.Hamid S.Attamimi tersebut bertitik tolak pada

pendapat Van der Vlies. Kategori dari Van der Vlies sebagaimana

diterangkan oleh A.Hamid S.Attamimi meliputi asas-asas formal

dan asas-asas materiil :

1. Asas-asas formal yang meliputi : asas tujuan yang jelas,

asas organ / lembaga yang tepat, asas perlunya

pengaturan, asas dapat dilaksanakan dan asas

consensus.

2. Asas material yang meliputi : asas tentang terminologi dan sistematika yang benar, asas tentang dapat dikenali,

asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas kepastian hukum, asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.21

Pengaturan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

mengatur bahwa, dalam membentuk Peraturan Perundang-

undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas-asas

20 Attamimi, A.Hamid.S. 1990, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi Doktor UI h. 345-346. 21 Ibid , h. 330-343.

Page 33: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

25

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang

meliputi :

a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan. Pengaturan dalam Pasal 6 (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

mengatur :

(1) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengatur

bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. pengayoman; b. kemanusiaan;

c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang

baik, asas yang bersifat formal pengertiannya dapat dikemukakan

dalam tabel berikut.

Page 34: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

26

Tabel 4 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang

Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan

Penjelasannya)

Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011

Dalam membentuk Peraturan Perundang-

undangan harus dilakukan

berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan

bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (PPu) harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. kelembagaan atau

pejabat pembentuk yang

tepat

bahwa setiap jenis PPu harus dibuat

oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk PPu yang berwenang. PPu

tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh

lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. kesesuaian antara jenis, hierarki,

dan materi muatan

bahwa dalam Pembentukan PPu harus benar-benar memperhatikan materi

muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki PPu.

d. dapat

dilaksanakan

bahwa setiap Pembentukan PPu harus

memperhitungkan efektivitas PPu tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun

yuridis.

e. kedayagunaan dan

kehasilgunaan

bahwa setiap PPu dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan

bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

f. kejelasan

rumusan

bahwa setiap PPu harus memenuhi

persyaratan teknis penyusunan PPu, sistematika, pilihan kata atau istilah,

serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Page 35: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

27

g. Keterbukaan bahwa dalam Pembentukan PPu mulai dari perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.

Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan

yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

Pembentukan PPu.

Sumber: Diolah dari Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasan

Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik, yang bersifat materiil berikut pengertiannya,

sebagaimana tampak dalam tabel berikut.

Tabel 5 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Yang Baik, Yang Bersifat Materiil (berdasarkan Pasal 6 yat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan)

PASAL 6 UU 12/2011 PENJELASAN PASAL 6 UU

12/2011

Ayat (1) Materi muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. Pengayoman

bahwa setiap Materi Muatan

Peraturan Perundang-undangan (PPu) harus berfungsi

memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan

bahwa setiap Materi Muatan PPu

harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan

hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

c. Kebangsaan

bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan sifat dan

watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga

prinsip Negara Kesatuan

Page 36: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

28

Republik Indonesia.

d. Kekeluargaan

bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan

musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Kenusantaraan

bahwa setiap Materi Muatan PPu

senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah

Indonesia dan Materi Muatan PPu yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum

nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

f. Bhinneka Tunggal Ika bahwa Materi Muatan PPu harus

memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah

serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

g. Keadilan

bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap

warga negara.

h. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan

Pemerintahan

bahwa setiap Materi Muatan PPu tidak boleh memuat hal yang

bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,

antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. Ketertiban dan

Kepastian Hukum

bahwa setiap Materi Muatan PPu

harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat

melalui jaminan kepastian hukum.

j. Keseimbangan, Keserasian, dan

Keselarasan

bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan

individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

PPu tertentu dapat berisi

antara lain:

a. dalam Hukum Pidana,

Page 37: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

29

asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan

Perundang-undangan yang bersangkutan.

misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa

kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum

perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan

berkontrak, dan itikad baik.

Sumber: Diolah dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan

Asas-asas tersebut kemudian membimbing para legislator

dalam perumusan norma hukum ke dalam aturan hukum, yang

berlangsung dengan cara menjadikan dirinya sebagai titik tolak

bagi permusan norma hukum dalam aturan hukum. Berdasarkan

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan

Petambak Garam mengtur tentang asas:

a. kedaulatan; b. kemandirian;

c. kebermanfaatan; d. kebersamaan;

e. keterpaduan; f. keterbukaan; g. efisiensi-berkeadilan;

h. keberlanjutan; i. kesejahteraan;

j. kearifan lokal; dan k. kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Penyusunan Raperda Kabupaten Badung didasarkan pada asas-

asas tersebut di atas, baik asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik yang formal dan materiil, maupun

Page 38: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

30

asas yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016

tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

C.KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI

YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

MASYARAKAT

Pemerintah Kabupaten Badung sangat menyadari bahwa

otonomi daerah dilaksanakan untuk mendekatkan pelayanan

kepada masyarakat utamanya dalam penyelenggaraan

Perlindungan Bendega yang berkualitas termasuk memberi ruang

kepada masyarakat untuk mengatur dan memberikan kepastian

hukum berkaitan dengann

a. pembiayaan dan permodalan;

b. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang

perikanan;

c. penumbuhkembangan kelompok bendega;

d. pelaksanaan penangkapan ikan oleh Nelayan Kecil dan

pembudidayaan ikan oleh Pembudidaya Ikan-Kecil; dan

e. Kemitraan

Dalam kaitannya dengan Perlindungan Bendega memang

harus terus menerus melakukan upaya untuk membangun

kepercayaan masyarakat terhadap Perlindungan Bendega yang

diselenggarakannya agar seiring dengan tuntutan dan harapan

masyarakat terhadap peningkatan Perlindungan Bendega. Dalam

arti adanya upaya Perlindungan Bendega dapat dilakukan melalui

penyediaan perangkat hukum dengan asas-asas umum

Page 39: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

31

pemerintahan dan korporasi yang baik dalma upaya peningkatan

kesejahteraan bendega.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PADA ASPEK KEHIDUPAN

MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA PADA ASPEK BEBAN

KEUANGAN DAERAH.

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung

tentang Perlindungan Bendega merupakan sarana untuk menjaga

agar terlaksananya :

a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,

tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak

yang terkait dengan Perlindungan Bendega;

b. terwujudnya sistem Perlindungan Bendega yang layak

sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi

yang baik;

c. terpenuhinya penyelenggaraan Perlindungan Bendega sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; dan

d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi

masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Bendega

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Perlindungan Bendega membawa implikasi pada aspek keuangan

daerah, sehingga sangat diperlukan adanya pengaturan sebagai

dasar penyelenggaraan Perlindungan Bendega Kabupaten Badung

oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung

Page 40: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

32

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR

HUKUM DAN YANG TERKAIT

A. KONDISI HUKUM DAN SATUS HUKUM YANG ADA

Kedudukan hukum menurut filosofi, dan teori hukum yang

tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945, dalam hubungannya dengan

perlakuan adil kepada pelaku ekonomi, baik terhadap pelaku

modern maupun tradisional, melalui Perlindungan Bendega

dalam negara Indonesia yang sedang melakukan mbangunan

diharapkan terjadi pemerataan kesempatan social konomi di

samping pemerataan hak fundamental (HAM), dan tidak ada

terjadi ketimpangan dalam perkembangan sosial. Hal itu didasari

pemikiran bahwa setiap orang memiliki hak yang sama sejauh

dapat dicakup dalam sistem kesamaan kemerdekaan fundamental

sesama warga lain. Ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata

sedemikian rupa sehingga terjadi keadaan, paling menguntungkan

bagi yang tertinggal, dengan mekanisme kebijakan hukum yang

memberikan kesempatan secara fair.22 Menurut Rawls, untuk

menciptakan keadilan dalam mensejahterakan rakyat, hendaknya

pemerintah sebagai pemeran utama mengimplementasikan dua

22 John Rawls, 1955, Two Concept of Rules” Philosophical Review, h.32.

Page 41: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

33

konsep, yaitu pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama

atas kebebasan dasar bagi setiap orang walaupun dalam situasi

ketidaksamaan. Peraturan hukum diterapkan sedemikian rupa

sehingga dapat menguntungkan golongan masyarakat yang paling

lemah, di samping pengaturan yang menghargai kebebasan yang

sama bagi setiap orang atas hak fundamentalnya. Hal ini terjadi

kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi masyarakat harus

sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi

yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua,

Pemerintah mampu dapat pula ditemukan dalam an Habernas,

Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis.

Pemerintah Kabupaten Badung belum memiliki dasar

hukum dalam melakukan Perlindungan Bendega sehingga

pemerintah daerah perlu mengambil langkah pengaturan terkait

dengan Perlindungan Bendega yang memiliki hak memperoleh

perlakuan ikut mewujudkan visi pembangunan dalam

menciptakan masyarakat yang sejahtera. Penciptaan masyarakat

sejahtera merupakan prinsip negara kesejahteraan (welfare state)

yang mengandung arti bahwa negara menjamin kesejahteraan

bagi masyarakat,

Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Perlindungan Bendega adalah:

1. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945;

Page 42: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

34

2. Pasal 33 UUD NRI 1945;

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 443).

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234).

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Perlindungan dan pemberdayaan Nelayan, Pembudi

Daya Ikan dan Petambak Garam (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870).

7. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 Tentang

Perlindungan Bendega dan Pembudidaya Ikan Kecil

(Lembaran Negara RI Tahun 2015 Nomor 166,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5719 ).

Page 43: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

35

8. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun

2008 tentang Urusan Pemerintah Kabupaten Badung

(Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2008

Nomor 4 Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Badung Nomor 4).

B. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN YANG LAIN

Dalam sistem negara hukum modern, kekuasaan negara

dibagi dan dipisah-pisahkan antara cabang-cabang kekuasaan

legislative, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan untuk membuat

aturan dalam kehidupan bernegara dikonstruksikan berasal dari

rakyat yang berdaulat yang dilembagakan dalam organisasi negara

di lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat misalnya

kekuasaan membentuk undang-undang merupakan kekuasaan

negara yang dipegang oleh badan legislatif. Sedangkan cabang

kekuasaan pemerintahan negara sebagai organ pelaksana atau

eksekutif hanya menjalankan peraturan-peraturan yang

ditetapkan oleh cabang legislative. Sementara itu cabang

kekuasaan kehakiman atau yudikatif bertindak sebagai pihak

yang menegakkan peraturan-peraturan itu melalui proses

peradilan.

Norma-norma hukum yang bersifat dasar biasanya

dituangkan dalam undang-undang dasar atau hukum yang

Page 44: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

36

tertinggi di bawah undang-undang dasar ada undang-undang

sebagai bentuk peraturan yang ditetapkan oleh legislatif. Namun

karena materi yang diatur dalam undang-undang itu hanya

terbatas pada soal-soal umum, diperlukan pula bentuk-bentuk

peraturan yang lebih rendah sebagai peraturan pelaksana undang-

undang yang bersangkutan. Lagi pula sebagai produk lembaga

politik seringkali undang-undang hanya dapat menampung

materi-materi kebijakan yang bersifat umum. Forum legislatif

bukanlah forum teknis melainkan forum politik, A.V.Dicey

menyetujui adanya pendelegasian kewenangan ;

The cumbersomeness and prolixity of English statute is due in

no small measure to futile endeavoursof Parliament to work

out the details of large legislative changes… the substance no

less than the form of law would,it is probable, be a good deal

improved if the executive government of England could, ike

that of France , by means of decrees, ordinances, or

proclamations having yhe force of law, work out the detailed

application of the general principles embodied in the acts of

the legislature [(1898),1959,pp52-53].23

( terjemahan bebasnya : Kesulitan dalam penggunaan dan

bertele-telenya Undang-undang di Inggris adalah

dikarenakan tidak adanya ukuran untuk melakukan usaha

yang sia-sia dari parlemen untuk menyelesaikan pekerjaan

perubahan legislative yang besar secara

terperinci…persoalan bentuk hukum yang diinginkan,

dimana hal tersebut memungkinkan, akan merupakan

peningkatan persetujuan yang baik apabila pemerintah

eksekutif di Inggris bisa seperti di Prancis, yang diartikan

sebagai dekrit, peraturan, atau proklamasi yang memiliki

tekanan akan hukum, menyelesaikan rincian penerapan

23 Hilaire Barnett, 2003, Constitusional & Adminittratif Law, Fourth

Edition Cavendish Publishing h. 485.

Page 45: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

37

dari prinsip secara umum yang diwujudkan dalam undang-

undang dari badan pembuat undang-undang .

[(1898),1959,pp52-53].

Dalam kaitannya dengan adanya pendelegasian kewenangan

mengatur dimana sumber kewenangan pokoknya ada ditangan

legislator maka pemberian kewenangan untuk mengatur lebih

lanjut itu kepada lembaga eksekutif atau lembaga pelaksana

haruslah dinyatakan dengan tegas dalam undang-undang yang

akan dilaksanakan hal inilah biasanya dinamakan legislative

delegation of rule making power.24 Berdasarkan prinsip

pendelegasian ini norma hukum yang bersifat pelaksanaan

dianggap tidak sah apabila dibentuk tanpa di dasarkan atas

delegasi kewenangan dari peraturan perundang-undangan.

Perlindungan Bendega adalah kegiatan atau rangkaian

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara

dan penduduk.Mengingat arti pentingnya pemerintah Indonesia

menaruh perhatian yang cukup besar terhadap Perlindungan

Bendega. Hal ini terbukti dengan diperlukannya beberapa

peraturan perundangan yang mengatur tentang Perlindungan

Bendega.

24 Jimly Asshiddiqie II, Op.cit, h. 215.

Page 46: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

38

Tabel 6 : Urusan Pemerintahan Konkuren Yang Menjadi

Kewenangan Daerah

Urusan Pemerintahan Wajib

yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar

Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak

berkaitan dengan Pelayanan Dasar

Urusan Pemerintahan

Pilihan

a. pendidikan; b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan

kawasan permukiman;

e. ketenteraman, ketertiban umum, dan

pelindungan masyarakat; dan

f. sosial

a. tenaga kerja; b. pemberdayaan

perempuan dan pelindungan anak;

c. pangan;

d. pertanahan; e. lingkungan hidup;

f. administrasi kependudukan dan

pencatatan sipil; g. pemberdayaan

masyarakat dan Desa;

h. pengendalian penduduk dan

keluarga berencana; i. perhubungan;

j. komunikasi dan informatika;

k. koperasi, usaha kecil,

dan menengah; l. penanaman modal;

m. kepemudaan dan olah raga;

n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan;

q. perpustakaan; dan r. kearsipan.

a. kelautan dan perikanan;

b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan;

e. energi dan sumber daya

mineral; f. perdagangan;

g. perindustrian; dan

h. transmigrasi.

Tabel di atas menunjukkan Perlindungan Bendega

merupakan urusan pemerintahan pilihan yang menjadi

kewenangan daerah (Pasal 12 UU 23/2004). Selanjutnya, Pasal 15

ayat (1) UU 23/2014 menentukan pembagian urusan

Page 47: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

39

pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah

provinsi serta Daerah kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran

yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

UndangUndang ini.

Lampiran UU 23/2014, perihal Pembagian Urusan

Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, angka I perihal Matriks

Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah

Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, Lampiran

Y. Pembagian Urusan Bidang Kelautan Dan Perikanan,

penjabaran kewenangan tersebut seperti dalam tabel di bawah ini.

Tabel 7 : Pembagian Urusan Bidang Kelautan Dan Perikanan,

No Sub Urusan

Pemerintah Pusat

Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/Kota

2 Perikana

n

Tangkap

a. Pengelolaan

penangkapan ikan di

wilayah laut di atas12

mil. b. Estimasi

stok

ikannnasional dan

jumlah tangkapan

ikan yang diperbolehkan (JTB).

c. …

a. Pengelolaan

penangkapan ikan di wilayah

laut sampai dengan 12 mil.

b. Penerbitan izin usaha perikanan

tangkap untuk kapal

perikanan berukuran di

atas 5 GT sampai dengan 30 GT.

c. ….

a. Perlindung

an Bendega kecil dalam

Daerah kabupaten

/kota. b. Pengelolaan

dan

penyelenggaraan

Tempat Pelelangan

Ikan (TPI).

Page 48: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

40

Dalam kaitannya dengan penyusunan rancangan Peraturan

daerah tentang Perlindungan Bendega memiliki dasar hukum

dalam bentuk keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan

yang lain. Keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan

yang lain sebagainmana dimaksud dalam tabel di bawsah ini :

Tabel 8 : Keterkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lain

Materi Muatan Berdasarkan PP

No 50 Tahun 2015

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANAN YANG LAIN

UU No 23 Tahun

2014

Peraturan Daerah

Kabupaten Badung No. 4

Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah

Kabupaten Badung

ANALISIS

a. pembiayaan

dan permodalan;

b. pendidikan,

pelatihan, dan

penyuluhan di bidang

perikanan; c.penumbuhke

mbangan kelompok Nelayan Kecil

dan kelompok Pembudi

Daya-Ikan Kecil;

d.pelaksanaan penangkapan ikan oleh

Nelayan Kecil dan

pembudidayaan ikan oleh

1. Pasal 12 ayat

(3) huruf a. Kelautan dan perikanan

2. Lampiran

huruf Y

Pembagian

urusan bidang

kelautan dan

perikanan

a.Perlindungan

Bendega kecil

dalam Daerah

kabupaten/kot

a dan

Pengelolaan

b.penyelenggar

aan Tempat

Pelelangan

Pasal 5

(1). Urusan wajib sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 adalah urusan

pemerintah yang wajib

diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah yang berhubungan

dengan pelayanan

dasar (2).Urusan wajib

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi : a...;

b...; c...;

Pengkajian

kewenangan kaitan antara jenis

peraturan dan materi

muatan peraturan

perundang-undangan

menunjukkan terdapat adanya

dasar kewenangan

pembetukan Peraturan

Daerah

Page 49: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

41

Pembudidaya Ikan-Kecil;

dan e.Kemitraan.

Ikan (TPI).

cc. Perikanan dan kelautan

Sumber : UU No 23 tahun 2014, PP No 50 Tahun 2015, Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 4 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintah Kabupaten Badung

Page 50: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

42

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Validitas hukum sebagaimana dimaksudkan oleh Hans Kelsen,

adalah eksistensi spesifik dari norma-norma. Dikatakan bahwa

suatu norma adalah valid adalah sama halnya dengan mengakui

eksistensinya atau menganggap norma itu mengandung

“kekuatan mengikat” bagi mereka yang perbuatannya diatur oleh

peraturan tersebut25.

Validitas hukum adalah suatu kualitas hukum yang

menyatakan bahwa norma-norma hukum itu mengikat dan

mengharuskan orang untuk berbuat sesuai dengan yang

diharuskan oleh norma-norma hukum tersebut. Suatu norma

hanya dianggap valid apabila didasarkan kondisi bahwa norma

tersebut termasuk ke dalam suatu sistem norma.

Berkenaan dengan validitas hukum ini, Satjipto Rahardjo

dengan mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch

mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlakunya

suatu hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum

tersebut. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi

25 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan

Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung:

Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006), h. 40

Page 51: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

43

berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar

dari hukum, yakni keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum26.

Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan antara validitas

hukum dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum

didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum

mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan

sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan

didasarkan pada keberlakuan yuridis agar hukum itu

mencerminkan nilai kepastian hukum.

Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan

hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan

di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis

oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie27, Bagir

Manan28, dan Solly Lubis29. Pandangan ketiga sarjana itu dapat

disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 9: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan

menurut Para Sarjana Indonesia30

26 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya

Bakti, 2000), h. 19 27 Jimly Asshiddiqie, Perih Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press,

2006), h . 169-174, 240-244 28 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta:

Penerbit Ind-Hill.Co, 1992), h. 14-17. 29 M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung:

Penerbit CV Mandar Maju, 1989), h. 6-9. 30 Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum ….”, Op. Cit.,

h. 38.

Page 52: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

44

Landasan Jimly

Asshiddiqie

Bagir Manan M. Solly Lubis

Filosofis

Bersesuaian

dengan nilai-

nilai filosofis

yang dianut oleh

suatu Negara.

Contoh, nilai-

nilai filosofis

Negara Republik

Indonesia

terkandung

dalam Pancasila

sebagai

“staatsfunda-

mentalnorm”.

Mencerminkan

nilai yang

terdapat dalam

cita hukum

(rechtsidee), baik

sebagai sarana

yang melindungi

nilai-nilai

maupun sarana

mewujudkannya

dalam tingkah

laku

masyarakat.

Dasar filsafat

atau

pandangan,

atau ide yang

menjadi dasar

cita-cita

sewaktu

menuangkan

hasrat dan

kebijaksanaan

(pemerintahan

) ke dalam

suatu rencana

atau draft

peraturan

Negara.

Sosiologis Mencerminkan

tuntutan

kebutuhan

masyarakat

sendiri akan

norma hukum.

[Juga dikatakan,

keberlakuan

sosiologis

berkenaan

dengan (1)

kriteria

pengakuan

terhadap daya

ikat norma

hukum; (2)

kriteria

penerimaan

terhadap daya

ikat norma

hukum; dan (3)

Mencerminkan

kenyataan yang

hidup dalam

masyarakat.

Kenyataan itu

dapat berupa

kebutuhan atau

tuntutan atau

masalah-

masalah yang

dihadapi yang

memerlukan

penyelesaian.

-

Page 53: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

45

kriteria faktisitas

menyangkut

norma hukum

secara faktual

memang berlaku

efektif dalam

masyarakat].

Yuridis Norma hukum

itu sendiri

memang

ditetapkan (1)

sebagai norma

hukum

berdasarkan

norma hukum

yang lebih tinggi;

(2) menunjukkan

hubungan

keharusan

antara suatu

kondisi dengan

akibatnya; (3)

menurut

prosedur

pembentukan

hukum yang

berlaku; dan (4)

oleh lembaga

yang memang

berwenang

untuk itu.

Keharusan (1)

adanya

kewenangan dari

pembuat

peraturan

perundang-

undangan;

(2) adanya

kesesuaian

bentuk atau

jenis peraturan

perundang-

undangan

dengan materi

yang diatur;

(3) tidak

bertentangan

dengan

peraturan

perundang-

undangan yang

lebih tinggi; dan

(4) mengikuti

tata cara

tertentu dalam

pembentukanny

a.

Ketentuan

hukum yang

menjadi dasar

hukum bagi

pembuatan

suatu

peraturan,

yaitu:

(1) segi formal,

yakni

landasan

yuridis yang

memberi

kewenangan

untuk

membuat

peraturan

tertentu; dan

(2) segi

materiil, yaitu

landasan

yuridis untuk

mengatur hal-

hal tertentu.

Politis Harus tergambar

adanya cita-cita

dan norma dasar

yang terkandung

dalam UUD NRI

Garis

kebijaksanaan

politik yang

menjadi dasar

bagi

Page 54: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

46

1945 sebagai

politik hukum

yang melandasi

pembentukan

undang-undang

[juga dikatakan,

pemberlakuanny

a itu memang

didukung oleh

faktor-faktor

kekuatan politik

yang nyata dan

yang mencukupi

di parlemen].

kebijaksanaan

-

kebijaksanaan

dan

pengarahan

ketatalaksana

an

pemerintahan.

Misalnya,

garis politik

otonomi dalam

GBHN (Tap

MPR No. IV

Tahun 1973)

memberi

pengarahan

dalam

pembuatan

UU Nomor 5

Tahun 1974.

Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan

perundang-undangan tersebut menunjukan:

1. Pemahaman keabsahan peraturan perundang-undangan

pada ranah (1) normatif; dan (2) sosiologis. Pemahaman

dalam ranah sosiologis tampak pada pandangan Jimly

Asshiddiqie tentang landasan sosiologis dan politis yang

terdapat dalam tanda kurung ([…]). Dalam konteks

landasan keabsahan peraturan perundang-undangan yang

menyangkut pembentukan peraturan perundang-

undangan, lebih tepat memahami landasan keabsahan

peraturan perundang-undangan dalam ranah normatif.

2. Landasan keabsahan politis pada ranah normatif dari Jimly

Asshiddiqie, mengambarkan politik hukum, yakni adanya

cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI

Page 55: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

47

1945 (Pembukaan dan pasal-pasalnya), yang dapat

diakomodasi dalam landasan filosofis dan yuridis.

3. Landasan keabsahan politis dari M. Solly Lubis yang

menggambarkan garis politik hukum dalam Ketetapan MPR,

yang dapat diakomodasi dalam landasan yuridis

Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang

landasan keabsahan atau dasar keberlakuan peraturan

perundang-undangan, maka landasan keabsahan filosofis,

sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum sebagai berikut:

Tabel 10: Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan

peraturan perundang-undangan 31

LANDASAN URAIAN

Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang

terdapat dalam cita hukum (rechtsidee).

Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.

Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan

masyarakat yang memerlukan penyelesaian.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.

Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut

dasar kewenangan dan prosedur pembentukan,

maupun jenis dan materi muatan, serta tidak

adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang

sederajat dan dengan yang lebih tinggi. Diperlukan

sebagai sarana menjamin kepastian hukum.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut

sebagai (1) muatan menimbang yang memuat uraian singkat

mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan

31 Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum ….”, Ibid.,

hlm. 29.

Page 56: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

48

pembentukan Peraturan Perundang–undangan, ditempatkan

secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis; dan (2)

harus juga ada dalam naskah akademis rancangan peraturan

perundang-undangan.

Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah

dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan32 dan teknik

penyusunan naskah akademik33 yang diadopsi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011, ketiga aspek dari validitas tersebut dapat

disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 11 : Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan

Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011

LANDASAN URAIAN

Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan

cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta

falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari

Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu,

pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang

mesti dijamin dengan adanya peraturan

perundang-undangan.

Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam

berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris

mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan

32 Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011). 33 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

Page 57: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

49

dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan.

Yuridis Menggambarkan permasalahan hukum yang akan

diatasi, yang sesungghunya menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur.

Permasalahan hukum yang akan diatasi itu pada dasarnya berkenaan dengan kepastian hukum

yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan, oleh karena itu harus ada

konsistensi ketentuan hukum, menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, jenis dan materi muatan, dan tidak adanya kontradiksi

antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Tanggung jawab Negara diamanatkan dalam pembukaan

UUD 1945 alenia ke 4 anatara lain adalah ; 1) melindungi segenap

bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia ; dan 2)

memajukan kesejahteraan umum. Dalam penyusunan Rancangan

Peraturan daerah tentang Perlindungan Bendega adapun

penjabaran landasan keabsahan sebagaimana dalam bentuk

landasan filosofis, landasan sosiologia dan landasan yuridis

sebagai berikut :

a. Landasan Filosofis bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta untuk memenuhi hak dan

kebutuhan dasar warga negara, Pemerintah Daerah

menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan

masyarakat secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;

b. Landasan Sosiologis bahwa dalam upaya mewujudkan

kesejahteraan masyarakat dipandang

Page 58: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

50

perlu pengaturan terkait dengan

Perlindungan Bendega; c. Landasan Yuridis bahwa untuk memberikan landasan

dan kepastian hukum bagi Perlindungan Bendega, perlu diadakan pengaturan dengan

peraturan daerah;

Perlindungan yang menjadi tanggung jawab Negara itu tidak

saja terhadap setiap orang baik dari arti individual dan kelompok

berikut identitas budaya yang melekat padanya, tetapi juga

perlindungan terhadap tanah air, yang tercakup di dalamnya

sumber daya alam dan lingkungan hidup. Perlindungan tersebut

diarahkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum yang

juga merupakan tanggung jawab Negara. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, Pemerintahan Kabupaten Badung perlu

membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan

Perlindungan Bendega. Berdasarkan Pasal 2 UU No 7 Tahun 2016

tentang Perikanan mengatur Perlindungan dan Pemberdayaan

Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam berdasarkan

asas :

a. kedaulatan;

b. kemandirian; c. kebermanfaatan;

d. kebersamaan; e. keterpaduan; f. keterbukaan;

g. efisiensi-berkeadilan; h. keberlanjutan;

i. kesejahteraan; j. kearifan lokal; dan

k. kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Page 59: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

51

Penjabaran asas tersebut tidak dapat dilepaskan dari upaya

mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik

dan bersih serta dalam menjaga agar dinamika gerak maju

masyarakat, bangsa, dan negara ke depan agar senantiasa berada

pada pilar perjuangan mencapai cita-cita dan bahan pembelajaran

masyarakat.

Page 60: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

52

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

A. KETENTUAN UMUM

Istilah “materi muatan “ pertama digunakan oleh A.Hamid

S.Attamimi sebagai terjemahan atau padanan dari “het

onderwerp”.34 Pada tahun 1979 A.Hamid S.Attamimi membuat

suatu kajian mengenai materi muatan peraturan perundang-

undangan. Kata materi muatan diperkenalkan oleh A.Hamid

S.Attamimi sebagai pengganti istilah Belanda Het ondrwerp dalam

ungkapan Thorbecke “het eigenaardig onderwerp der wet” yang

diterjemahkan dengan materi muatan yang khas dari undang-

undang, Attamimi mengatakan :

“…dalam tulisan tersebut penulis memperkenalkan untuk

pertama kali istilah materi muatan.Kata materi muatan

diperkenalkan oleh penulis sebagai pengganti kata Belanda

het onderwerp dalam ungkapan ThorbPecke het eigenaardig

onderwerp der wet. Penulis menterjemahkannya dengan

materi muatan yang khas dari undang-undang, yakni materi

pengaturan yang khas yang hanya dan semata-mata dimuat

dalam undang-undang sehingga menjadi materi muatan

undang-undang”.35

Dalam konteks pengertian ( begripen ) tentang materi

muatan peraturan perundang-undangan yang hendak dibentuk,

semestinya harus diperhatikan apa sesungguhnya yang menjadi

34 A.Hamid.S.Attamimi II, Op.cit, h. 193-194. 35 Ibid.

Page 61: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

53

materi muatan yang akan dibentuk. Karena masing-masing

tingkatan ( jenjang ) peraturan perundang-undangan mempunyai

materi muatan tersendiri secara berjenjang dan berbeda-beda.36

Sri Sumantari juga berpendapat yang sama bahwa masing-masing

peraturan perundang-undangan mengatur materi muatan yang

sama, apa yang diatur oleh undang-undang jelas akan berbeda

dengan apa yang diatur oleh Peraturan Daerah. Demikian pula

yang diatur dalam UUD 1945 juga berbeda dengan yang diatur

dalam Peraturan Presiden.37

Rosjidi Ranggawidjaja menyatakan yang dimaksud dengan

isi kandungan atau substansi yang dimuat dalam undang-undang

khususnya dan peraturan perundang-undangan pada

umumnya.38 Dengan demikian istilah materi muatan tidak hanya

digunakan dalam membicarakan undang-undang melainkan

semua peraturan perundang-undangan .Pedoman 98 TP3U

menentukan, ketentuan umum berisi: a.batasan pengertian

atau definisi; b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam

batasan pengertian atau definisi; dan/atau c. hal-hal lain yang

bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal

berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas,

36 Gede Pantje Astawa & Suprin Na´a, 2008, Dinamika Hukum Dan Ilmu

Perundang-undangan di Indonesia, Penerbit Alumni Bandung, h. 90. 37 Sri Sumantri Martosoewignjo & Bintan R.Saragih,1993,

Ketatanegaaan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia ; 30 Tahun Kembali ke UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, h. 62.

38 Rosjidi Rangga Widjaja, Op.cit, h. 53.

Page 62: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

54

maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal

atau bab.

Pedoman 109 TP3U menentukan, urutan penempatan kata atau

istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai

berikut: a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum

ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus; b.

pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang

diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan

c.pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di

atasnya yang diletakkan berdekatan secara berurutan.

Beberapa hal yang relevan dicantumkan sebagai ketentuan

umum dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang

Penyelenggaraan Perlindungan Bendega diantaranya adalah:

a. pembiayaan dan permodalan;

b. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang

perikanan;

c. pelaksanaan penangkapan ikan;

d. kelembagan; dan

e. Kemitraan.

B. MATERI YANG AKAN DIATUR

Materi Pokok Yang Diatur adalah Penyelenggaraan

Perlindungan Bendega Pembagian materi pokok ke dalam

kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang

dijadikan dasar pembagian (Pedoman 111 TP3U), yakni:

1. Ketentuan Umum

Page 63: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

55

2. Ruang Lingkup

3. Perlindungan Bendega

4. Tugas dan Kewajiban Bendega

5. Kewajiban Pemerintah Daerah

6. Parhyangan Pelemahan dan Pawongan

7. Pemberdayaan Bendega

8. Pengawasan

9. Pendanaan

10. Ketentuan Penutup

Page 64: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

56

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Pertama, permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan

Perlindungan Bendega dasar kewenangan pembentukan diatur

dalam UU Pemerintahan Daerah, UU Perikanan dan UU tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan dan

Petambak Garam.

Permasalahan tersebut diatasi dengan pembuatan Peraturan

Daerah dalam rangka penyelenggaraan Perlindungan Bendega.

Penjabaran dalam materi muatan yaitu tentang :

1. Ketentuan Umum

2. Ruang Lingkup

3. Perlindungan Bendega

4. Tugas dan Kewajiban Bendega

5. Kewajiban Pemerintah Daerah

6. Parhyangan Pelemahan dan Pawongan

7. Pemberdayaan Bendega

8. Pengawasan

9. Pendanaan

10. Ketentuan Penutup

Page 65: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

57

Kedua, penyusunan Peraturan Daerah diperlukan sebagai

dasar penyelesaian masalah tersebut di atas sehingga

Perlindungan Bendega memiliki landasan dan kepastian dalam

kaiatannya dengan perlindungan dan pemberdayaan.

Ketiga, pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,

yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Perlindungan Bendega adalah:

a. Landasan Filosofis bahwa Bendega sebagai

lembaga tradisional dibidang perikanan merupakan bagian

dari budaya tradisional Bali yang berfungsi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu diakui dan dihormati keberadaannya

beserta hak-hak tradisionalnya;

c. Landasan Sosiologis bahwa di Kabupaten Badung peran dan fungsi Bendega

sangat penting dan strategis terutama dalam pemabangunan

perekonomian karma Bendega sehingga kelestarian

dan kesejahteraan dapat terwujud;

c. Landasan Yuridis bahwa untuk melestarikan Lembaga bendega

berdasarkan falsafah Tri Hita Karana dan bersumber pada

ajaran agama Hindu di Bali, maka kedudukan, fungsi dan peranan Bendega perlu

mendapat arah pengaturan yang jelas untuk kepastian

hukum;

Page 66: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

58

Keempat, arah, sasaran, dan jangkauan pengaturan, dan

ruang lingkup materi muatan Peraturan Daerah yang akan

dibentuk adalah:

1. Arah pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan

dibentuk ini adalah memberikan landasan dan kepastian

hukum bagi Perlindungan Bendega di Kabupaten Badung.

2. Sasaran yang hendak diwujudkan dari Peraturan Daerah

yang akan dibentuk ini adalah terwujudnya bentuk

Perlindungan Bendega baik dalam pengelolaan,

pembinaan dan perlingungn bendega .

3. Jangkauan pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan

dibentuk ini adalah memberikan pedoman berkaitan

dengan Perlindungan Bendega.

4. Ruang lingkup materi muatan Peraturan Daerah yang

akan dibentuk adalah:

a. pembiayaan dan permodalan;

b. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang

perikanan;

c. Kemitraan

Berdasarkan kajian yang telah di lakukan di BAB terdahulu, dapat

ditarik konklusi bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Badung

belum mempunyai Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan

Perlindungan Bendega. Berdasarkan keseluruhan tersebut di atas

Page 67: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

59

dirumuskan dasar kewenangan pembentukan peraturan daerah

yaitu :

1. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945;

2. Pasal 33 UUD NRI 1945;

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 443).

4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4739), sebagaiman telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5490);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234).

Page 68: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

60

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Perlindungan dan pemberdayaan Nelayan, Pembudi

Daya Ikan dan Petambak Garam (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870).

8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 Tentang

Perlindungan Bendega dan Pembudidaya Ikan Kecil

(Lembaran Negara RI Tahun 2015 Nomor 166,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5719 ).

9. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun

2008 tentang Urusan Pemerintah Kabupaten Badung

(Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2008

Nomor 4 Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten

Badung Nomor 4).

B. Saran

Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga

masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Perlindungan Bendega sesuai dengan asas keterbukaan dan

ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 UU P3

Page 69: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

61

2011 dan Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah 2004.

Dalam Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah 2004. Pasal

partisipasi masyarakat dalam bentuk :

a. konsultasi publik;

b. musyawarah;

c. kemitraan;

d. penyampaian aspirasi;

e. pengawasan; dan/atau

f. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Page 70: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

62

DAFTAR PUSTAKA

Alf Ross, 1969, On Law And Justice, University Of Californis Press, Barkely & Los Angeles.

Attamimi, A.Hamid.S. 1990, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi Doktor UI Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah

Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni Bandung Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia,

(Jakarta: Penerbit B Arief Sidharta, 1996, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya bakti, Bndung, Ind-Hill.Co, 1992)

C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke 2 , Alumni, Bandung

Erna Widodo , 2000, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, Avy-rouz.

Gede Pantje Astawa & Suprin Na´a, 2008, Dinamika Hukum Dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia, Penerbit Alumni

Bandung. Hilaire Barnett, 2003, Constitusional & Adminittratif Law, Fourth

Edition Cavendish Publishing Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan

Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa,

2006). Hukum, Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni Dan konsekuen”

Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang

Hukum Tata Negara Pada FH.UNUD, (selanjutnya disebut I Dewa Gede Atmadja II )

I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Kostitusi Dalam Rangka Sosialisasi Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke ( terjemahan

B. Arief Sidharta ) Apakah Teori Hukum Itu ? , Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan Bandung

J.J.H. Bruggink, yang disunting oleh Arief Sidarta, 1996, Refleksi Tentang Hukum, Citra Adytia Bhakti, Bandung,

John Rawls, 1955, Two Concept of Rules” Philosophical Review. Jimly Asshiddiqie,2006, Perihal Undang-Undang, (Jakarta:

Konstitusi Press. Nengah Manumudhita, 2014, Makalah : Revitalisasi Krama

Beendega Sebagai Penyangga Budaya Pesisir Di Bali Yang

terabaikan Dalam Lingkup Kehidupan Dengan Lembaga Adat Yang Lain ( Desa Adat san subat), Ketua DPD HNSI Prov Bali.

Philipus M Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik ( Normatif ) dalam Yuridika Nomor 6 Tahun IX, Nopember-

Desember.

Page 71: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

63

M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan,

(Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, 1989). Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Jakarta

Interpratama Offset, Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum

Konstelasi Dan Refleksi,Yayasan Obor. Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia

Indonesia Jakarta, 1985. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya

Bakti, 2000),

Sri Sumantri Martosoewignjo & Bintan R.Saragih,1993, Ketatanegaaan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia ; 30 Tahun Kembali ke UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan Jakarta.

A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

443).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5587)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan

pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak

Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5870).

Page 72: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

64

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 Tentang

Perlindungan Bendega dan Pembudidaya Ikan Kecil

(Lembaran Negara RI Tahun 2015 Nomor 166, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 5719 ).

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintah Kabupaten Badung (Lembaran

Daerah Kabupaten Badung Tahun 2008 Nomor 4 Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 4).

Page 73: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

65

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH

DRAFT

BUPATI BADUNG

PROVINSI BALI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

PERLINDUNGAN BENDEGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG,

Menimbang : a. Bahwa Bendega sebagai lembaga tradisional dibidang perikanan merupakan bagian dari budaya tradisional Bali yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, perlu diakui dan dihormati keberadaannya beserta hak-hak tradisionalnya;

b. bahwa di Kabupaten Badung peran dan fungsi Bendega sangat penting dan strategis terutama dalam

pemabangunan perekonomian karma Bendega sehingga kelestarian dan kesejahteraan dapat terwujud;

c. bahwa untuk melestarikan Lembaga bendega berdasarkan

falsafah Tri Hita Karana dan bersumber pada ajaran agama

Hindu di Bali, maka kedudukan, fungsi dan peranan Bendega perlu mendapat arah pengaturan yang jelas untuk

kepastian hukum;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu

dibentuk Peraturan Daerah tentang Bendega.

Page 74: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

66

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah

Daerah-Daerah Tingkat I Bali nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1958 Nomor 122; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1555);

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik

Page 75: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

67

Indonesia Nomor 4739), sebagaiman telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5490);

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi DayaIkan, dan Petambak Garam (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2015 Tentang

Pemberdayaan Nelayan Kecil Dan Pembudidaya-Ikan Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ....);

9. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor ….

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG dan

BUPATI BADUNG,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG BENDEGA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Kabupaten adalah Kabupaten Badung. 2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Badung. 3. Bupati dalah Bupati Badung.

Page 76: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

68

4. Pemerintah Daerah adalah bupati dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Bendega adalah organisasi dan/atau lembaga tradisional dibidang

kelautan dan perikanan pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosial, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.

6. Krama Bendega adalah orang yang melakukan Penangkapan Ikan di perairan yang merupakan hak Perikanan tradisional yang telah

dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.

7. Awig-Awig adalah norma-norma adat yang disuratkan untuk mengatur Bendega.

8. Parhyangan adalah tempat suci bagi krama Bendega dalam berhubungan

dengan Ida Sanghyang Widhi. 9. Kemitraan adalah kerja sama dalam pengelolaan perikanan dalam rangka

Pemberdayaan Bendega yang dilakukan dengan pendekatan kekuatan jejaring pelaku usaha dan sumber daya yang mempertimbangkan aspek

kesetaraan dalam berusaha secara proporsional. 10. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata

kehidupan masyarakat untuk melindungi dan memberdayakan bendega.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Bendega meliputi :

a. Pengakuan dan Perlindungan Bendega;

b. Tugas dan Kewajiban Bendega

c. Kewajiban Pemerintah Daerah;

d. Parhyangan, Pawongan dan Palemahan;

e. Pemberdayaan Bendega;

f. Pengawasan;

g. Pendanaan.

BAB III

PERLINDUNGAN BENDEGA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 3

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengakuan dan perlindungan Bendega.

(2) Pengakuan dan Perlindungan Bendega sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dengan identifikasi, verifikasi dan penetapan.

Bagian kedua

Kedudukan dan Fungsi Bendega

Page 77: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

69

Pasal 4

Kedudukan Bendega sebagai lembaga tradisional mengayomi masyarakat

pesisir dibidang perikanan dan kelautan.

Pasal 5

Fungsi Bendega meliputi :

a. membantu pemerintah dalam meningkatkan pembangunan dibidang

kelautan dan perikanan; b. melaksanakan dan melestarikan kearifan lokal dalam pembangunan

dibidang kelautan dan perikanan; c. menetapkan awig-awig yang berlandaskan Tri Hita Karana. d. menjaga, memelihara, mengembangkan, mengelola dan memanfaatkan

wilayah laut dan wilayah pesisir; e. mengembangkan kemampuan krama bendega untuk meningkatkan

produktifitas, pendapatan dan kesejahteraan karma bendega; dan f. menjaga kelestarian wilayah laut dan pesisir dalam untuk pembangunan

kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.

Bagian ketiga

Strategi

Pasal 6

Strategi perlindungan Bendega sebagaimana dimaksud dalam Pasal …ayat (1)

dilakukan melalui Perencanaan. Pasal

Strategi perlindungan Bendega sebagaimana dimaksud dalam Pasal….dilakukan melalui:

a. membuat kebijakan yang mendukung kelembagaan Bendega; b. penyediaan prasarana Usaha Perikanan;

c. kemudahan memperoleh sarana Usaha Perikanan; d. jaminan risiko Penangkapan Ikan;

e. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; f. jaminan keamanan dan keselamatan; g. fasilitasi dan bantuan hukum.

h. pendidikan dan pelatihan; i. penyuluhan dan pendampingan;

j. kemitraan usaha; k. kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan

l. penguatan Kelembagaan.

Bagian keempat

Keanggotaan

Pasal 7

Keanggotaan Bendega adalah orang-perorangan sebagai anggota krama

bendega yang tunduk pada awig-awig.

Page 78: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

70

Bagian kelima

Prajuru

Pasal 8

(1) Bendega dipimpin oleh prajuru Bendega.

(2) Prajuru Bendega dipilih dan ditetapkan oleh krama sesuai dengan awig-awig Bendega.

(3) Pembentukan struktur dan susunan prajuru setelah mendapat persetujuan krama Bendega.

Bagian Keenam

Awig-Awig

Pasal 9

(1) Setiap bendega harus mempunyai awig-awig.

(2) Awig-awig Bendega sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nilai-nilai kearifan egar.

(3) Awig-awig Bendega harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip egara dan Tri Hita Karana.

Pasal 10

(1) Awig-awig Bendega dibuat dan disahkan oleh krama Bendega melalui paruman.

(2) Awig-awig sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatatkan di Pemerintah Daerah Kabupaten.

BAB IV TUGAS DAN KEWAJIBAN BENDEGA

Pasal 11 Tugas Bendega meliputi :

(1) meningkatkan kemampuan krama Bendega dalam mengembangkan Usaha Perikanan yang berkelanjutan;

(2) memperjuangkan kepentingan krama Bendega dalam mengembangkan kemitraan usaha;

(3) menampung dan menyalurkan aspirasi krama Bendega; dan (4) membantu menyelesaikan permasalahan krama Bendega dalam bidang

Perikanan

.

Page 79: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

71

Pasal 12

(1) Pelaksanaan kewajiban Bendega harus berlandaskan Tri Hita Karana. (2) Kewajiban Bendega sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Membuat awig-awig Bendega; b. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai kearifan local yang

berlandaskan tri hita karana;

c. Melindungi dan Mengelola wilayah laut dan pesisir; d. Menyelenggarakan kegiatan yang berhubungan dengan parhyangan,

pawongan dan palemahan di wilayah laut dan pesisir; e. Mengayomi krama bendega;

f. Memelihara secara berkelanjutan wilayah pantai dan pesisir.

BAB V

KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 13

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban mengakui, melindungi dan memberdayakan bendega.

(2) Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Bendega sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. Membuat kebijakan daerah;

b. Membuat rencana strategi untuk perlindungan dan pemberdayaan krama bendega:

c. Membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana di bidang kelautan dan perikanan;

d. Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap jaminan keselamatan Krama Bendega dalam melakukan Penangkapan Ikan.

e. pembiayaan dan permodalan;

f. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang perikanan. BAB VI

PARHYANGAN, PAWONGAN DAN PALEMAHAN Pasal 14

(1) Pemerintah Daerah menjamin dalam perlindungan dan pemberdayaan dibidang parhyangan, pawongan dan palemahan di wilayah pesisir.

(2) Perlindungan dan pemberdayaan dibidang parhyangan, pawongan dan

palemahan di wilayah pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkelanjutan oleh Bendega.

Pasal 15

Perlindungan dan pemberdayaan dibidang parhyangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal… meliputi:

a. pelestarian pura segara diwilayah pesisir;

b. memelihara secara berkelanjutan pura segara;

Pasal 17

(1) Perlindungan dan pemberdayaan dibidang pawongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal… meliputi:

Page 80: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

72

a. hubungan kerja antar krama bendega;

b. hubungan kerja dengan desa pakraman; c. hubungan kerja dengan dunia usaha; dan

d. lembaga social lainnya.

(2) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat koordinatif

dan konsultatif.

Pasal 18 Perlindungan dan pemberdayaan dibidang palemahan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal… dilakukan dengan: a. Menjaga wilayah pesisir dan laut berdasarkan kerifan local;dan

b. Mengelola dan memanfaatkan wilayah pesisir dan laut.

BAB VII

PEMBERDAYAAN BENDEGA Pasal 19

(1) Pemerintah Daerah menjamin dalam penyelenggaraan pemberdayaan Bendega.

(2) Penyelenggaraan Pemberdayaan Bendega sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pendidikan dan Pelatihan;

b. Penyuluhan dan Pendampingan; c. Kemitraan Usaha;

d. Kemudahan Akses Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Informasi; dan e. Penguatan Kelembagaan Bendega.

Pasal 20

Penyelenggaraan pemberdayaan Bendega melalui penddikan dan pe;atihan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal …ayat (2) huruf a dilakukan dengan : a. pemberian pelatihan dan pemagangan di bidang Perikanan;

b. pemberian beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan untuk mendapatkan pendidikan di bidang Perikanan; atau

c. pengembangan pelatihan kewirausahaan di bidang Usaha Perikanan. Pasal 21

Penyelenggaraan pemberdayaan Bendega melalui penyuluhan dan

pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal …ayat (2) huruf b berupa : a. Pengembangkan kreativitas dan inovasi;

b. Pengembangkan kepemimpinan dan partisipatif krama Bendega dan pelaku usaha perikanan;

c. mengembangkan dan Penguatan kelembagaan/manajemen Bendega serta modal sosial;

d. Pengembang kemandirian, kecakapan pengelolaan usaha, kemampuan

teknis dan aneka usaha perikanan; dan e. menyebarkan informasi.

Page 81: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

73

Pasal 22

(1) Penyelenggaraan pemberdayaan Bendega melalui Kemitraan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal …ayat (2) huruf c dilakukan :

a. praproduksi; b. produksi; c. pascaproduksi;

d. pengolahan; e. pemasaran; dan

f. pengembangan. (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam

perjanjian tertulis.

Pasal 23

Penyelenggaraan pemberdayaan Bendega melalui Kemudahan Akses Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

…ayat (2) huruf d dilakukan dengan : a. penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. kerja sama alih teknologi; dan c. penyediaan fasilitas bagi Bendega untuk mengakses ilmu pengetahuan,

teknologi, dan informasi.

Pasal 24

Penyelenggaraan pemberdayaan Bendega melalui penguatan kelembagaan bendega sebagaimana dimaksud dalam Pasal …ayat (2) huruf e dilakukan

dengan : a. mengembangkan kemitraan dalam pengelolaan wilayah pantai dan

pesisir; dan

b. memberikan bantuan fasilitas pembiayaan dan permodalan. BAB VIII

PENGAWASAN Pasal 25

Pemerintah Daerah dengan lembaga Bendega secara bersama-sama melakukan pengawasan.

BAB IX

PENDANAAN Pasal 26

Pendanaan untuk kegiatan Perlindungan dan Pemberdayaan Bendega bersumber dari:

a. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau b. dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 82: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

74

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Badung.

Ditetapkan di Badung Pada tanggal ...........................

BUPATI BADUNG,

............................................................

Diundangkan di Badung Pada tanggal .....................

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BADUNG,

.................................................................

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN...............NOMOR...............

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM,

.................................................

NIP..................................

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG,PROVINSI BALI: (NOMOR URUT PERDA/TAHUN)

Page 83: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

75

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG

NOMOR ............ TAHUN............

TENTANG

BENDEGA

I. UMUM

Berdasarkan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, pembangunan wilayah pesisir dan sektor perikanan diarahkan untuk peningkatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan nelayan. Selama ini masyarakat nelayan telah memberikan kontribusi yang nyata

dalam pembangunan perikanan dan pembangunan ekonomi.

Di Kabupaten Badung istilah nelayan disebut dengan krama bendega, sedangkan lembaganya disebut Bendega. Bendega merupakan lembaga

tradisional yang bergerak dibidang perikanan. Bendega yang merupakan bagian dari budaya tradisional Bali berperan dan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan krama Bendega, dengan demikian Bendega perlu

diakui dan dihormati keberadaannya beserta hak-hak tradisionalnya.

Pengakuan dan perlindungan termasuk pelestarian bendega harus berdasarkan pada falsafah Tri Hita Karana dan bersumber pada ajaran agama

Hindu di Bali. Untuk kepastian hukum dan arah pengaturan yang jelas maka Bendega perlu diatur dalam bentuk peraturan daerah.

Berdasarkan Pertimbangan Tersebut, Pemerintahan Kabupaten Badung Perlu Membentuk Peraturan Daerah Tentang Bendega. Adapun materi yang diatur

dalam peraturan daerah ini meliputi : Ruang lingkup, Pengakuan dan Perlindungan Bendega, Tugas dan Kewajiban Bendega, Kewajiban Pemerintah

Daerah, Parhyangan, Pawongan dan Palemahan, Pemberdayaan Bendega, Pengawasan, Pendanaan dan Ketentuan Penutup.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Page 84: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

76

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4 Cukup jelas

Pasal 5 Cukup jelas

Pasal 6 Cukup jelas

Pasal 7 Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11 Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Page 85: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH ...

77

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAEARAH KABUPATEN BADUNG TAHUN …. NOMOR

…..