Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

90
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara besar yang giat-giatnya sedang membangun. Secara umum sebagai negara berkembang, banyak masalah-masalah yang dihadapi oleh negara kita, yakni tingkat hidup yang masih rendah, produksi bahan makanan yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya, sanitasi lingkungan rendah, ekploitasi sumberdaya alam (hutan) yang berlebihan, pertambahan penduduk yang tinggi, dan masalah lingkungan lainnya. Pembangunan yang dilakukan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya yang sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan. Dengan dilakukannnya pembangunan, sebagian masalah tersebut dapat dipecahkan atau diperingan; akan tetapi pembangunan yang dilakukan juga akan berdampak negatif pada kondisi lingkungan. Adanya dampak negatif ini, memerlukan pertimbangan secara matang dan tepat akan untung ruginaya pembangunan yang akan dilakukan. Pada satu pihak kita tidak boleh takut melakukan pembangunan, karena tanpa pembangunan bangsa kita akan mundur, terbelakang, dan ambruk; di pihak lain, harus diperhitungkan dampak negatif yang timbul dengan berusaha untuk menekan sekecil-kecilnya. Dengan kata lain pembangunan yang dilakukan haruslah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Prof Zoerain (2005) dalam bukunya yang berjudul Tantangan Lingkungan dan Lanskap Hutan Kota, menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan 1

Transcript of Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Page 1: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara besar yang giat-giatnya sedang membangun.

Secara umum sebagai negara berkembang, banyak masalah-masalah yang dihadapi

oleh negara kita, yakni tingkat hidup yang masih rendah, produksi bahan makanan

yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya, sanitasi lingkungan

rendah, ekploitasi sumberdaya alam (hutan) yang berlebihan, pertambahan penduduk

yang tinggi, dan masalah lingkungan lainnya. Pembangunan yang dilakukan

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya yang sekaligus

meningkatkan kualitas lingkungan. Dengan dilakukannnya pembangunan, sebagian

masalah tersebut dapat dipecahkan atau diperingan; akan tetapi pembangunan yang

dilakukan juga akan berdampak negatif pada kondisi lingkungan. Adanya dampak

negatif ini, memerlukan pertimbangan secara matang dan tepat akan untung ruginaya

pembangunan yang akan dilakukan. Pada satu pihak kita tidak boleh takut

melakukan pembangunan, karena tanpa pembangunan bangsa kita akan mundur,

terbelakang, dan ambruk; di pihak lain, harus diperhitungkan dampak negatif yang

timbul dengan berusaha untuk menekan sekecil-kecilnya. Dengan kata lain

pembangunan yang dilakukan haruslah pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan.

Prof Zoerain (2005) dalam bukunya yang berjudul Tantangan Lingkungan

dan Lanskap Hutan Kota, menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan adalah pembangunan dengan penghematan penggunaan

sumberdaya alam dengan pertimbangan jauh ke depan; yakni pembangunan yang

dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan generasi mendatang. Makna pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan adalah:

1. Dalam pembangunan berkelanjutan sumberdaya alam yang digunakan dijaga

keutuhan fungsi ekosistemnya;

2. Dampak pembangunan terhadap lingkungan diperhitungkan dengan

menerapkan sistem AMDAL sehingga dampak negatif dapat dikendalikan dan

dampak positif dikembangkan;

3. Mempertimbangkan kepentingan generasi masa depan;

4. Pembangunan dengan wawasan jangka penjang karena perubahan lingkungan

pada umumnya berlangsung dalam jangka panjang;

1

Page 2: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

5. Hasil pengelolaan sumberdaya alam harus memperhitungkan sumberdaya alam

yang semakin berkurang akibat proses pembangunan.

Propinsi Bengkulu, saat ini juga sedang giat-giatnya membangun dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Dengan motor penggerak di

masing-masing kabupaten, berbagai bidang pembangunan sedang digalakkan sesuai

dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki. Berbagai potensi yang dimiliki

diantaranya adalah : kandungan bahan tambang (emas, batu bara, dan bijih besi),

potensi air (PLTA, bendungan), potensi hutan (kayu), potensi lahan (perkebunan,

transmigrasi, pertanian), dan potensi sumberdaya manusia. Turunan dari potensi

lahan yang ada, berkembang pesat juga industri pengolahan hasil perkebunan,

seperti : industri pengolahan karet, kelapa sawit, dan berbagai bentuk penambangan

galian C (batu gunung, pasir, batu kali) dan sebagainya. Hanya saja perlu diingat dan

diperhatikan dengan seksama bahwa pembangunan yang dilakukan akan selalu

berhadapan dengan dampak negatif dari pembangunan.

Pembangunan yang dilakukan akan berhadapan dengan konsekwensi

terjadinya perubahan pada tatanan lingkungan alamnya. Jadi jelaslah bahwa

pembangunan secara sadar ditujukan untuk mengubah keseimbangan lingkungan;

dan tidak mungkin dilakukan pembangunan yang tidak mengganggu keseimbangan

lingkungan. Dalam batas-batas kemampuannya, lingkungan akan berusaha untuk

mencapai keseimbangan baru dalam upaya peningkatan kualitas lingkungannya. Jika

batas kemampuan lingkungannya terlampaui, maka tidak akan terbentuk

keseimbangan baru yang berarti telah terjadi permasalahan dalam bidang lingkungan.

Peristiwa yang mengindikasikan telah terlampaui daya dukung lingkungan

diantaranya adalah terjadi banjir, tanah longsor, kekeringan, pencemaran udara,

pencemaran tanah, pencemaran air, sedimentasi, dan lain sebagainya. Hal ini berarti,

telah terjadi permasalahan pada lingkungan hidupnya. Potensi permasalahan

lingkungan utama yang terjadi di Propinsi Bengkulu adalah tidak optimal fungsi

hutan karena rusaknya hutan akibat illegal logging dan perambahan masyarakat,

pencemaran air dan tanah akibat kegiatan pertanian, pertambangan, industri, dan

pengelolaan limbah sampah.

Pada saat ini kondisi lingkungan di Provinsi Bengkulu menunjukkan adanya

kerusakan akibat berbagai kegiatan usaha. Kegiatan pertambangan dan industri

perkebunan menyumbang kerusakan yang cukup besar bagi permasalahan

lingkungan di Provinsi Bengkulu. Pencemaran air sungai udara, menumpuknya

sampah yang tidak terkelola menjadi indikator telah terjadi kerusakan lingkungan

hidup. Salah satu di antara beberapa faktor kurang optimalnya upaya pengendalian

kerusakan lingkungan di wilayah Provinsi Bengkulu, selain disebabkan masih

2

Page 3: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

rendahnya kesadaran masyarakat terhadap fenomena kerusakan lingkungan, juga

lemahnya penerapan pemanfaatan ruang, karena belum mantapnya penegakkan

peraturan perundangan dalam memberikan sanksi yang memadai terhadap pelanggar

lingkungan. Di sisi lain kepekaan sebagaian masyarakat terhadap kerusakan kualitas

lingkungan, sering dijadikan sebagai isu dalam memacu pertentangan pendapat antar

berbagai pihak yang berkepentingan.

Belum maksimalnya koordinasi dan sinergitas program antar instansi di

kabupaten/kota dan atau provinsi, juga ikut menjadi penyebab terjadinya percepatan

proses pengrusakan lingkungan. Kabupaten hulu seperti : Kabupaten Lebong, Rejang

Lebong dan Kepahiang mempunyai peran yang penting untuk melindungi kabupaten

daerah hilirnya. Rusaknya ekosistem hulu tersebut merupakan satu kesatuan

permasalahan atas ancaman bencana lingkungan di Provinsi Bengkulu.

Kondisi saat ini, perangkat hukum yang ada belum dapat menyentuh esensi

kompleksitas permasalahan pengendalian dan kerusakan lingkungan. Kebijakan

Pemerintah Daerah belum menyentuh hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan

usaha yang berdampak pada kerusakan lingkungan, serta belum mengatur langsung

pada permasalahan mendasar yang dihadapi akibat kerusakan lingkungan. Saat ini

penuangan kebijakan tentang lingkungan yang ada, baru diatur dalam peraturan

tentang penataan ruang wilayah Provinsi Bengkulu dan peraturan mengenai baku

mutu air, sedangkan peraturan daerah yang mengatur tentang pengendalian dan

kerusakan lingkungan akibat berbagai aktivitas masyarakat dan badan usaha hingga

saat ini belum ada. Akibatnya, secara sistematis cukup banyak wilayah di Provinsi

Bengkulu yang menjadi rusak dan tercemar yang disebabkan alih fungsi lahan hutan

menjadi pertanian, pencemaran air sungai, kerusakan pesisir pantai, pencemaran

udara, pencemaran tanah, dan menumpuknya timbunan sampah. Oleh karena itu

perlu segera disiapkan perangkat hukum baru dalam bentuk Peraturan Daerah untuk

mengatur upaya-upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran dan kerusakan

lingkungan di Provinsi Bengkulu.

Untuk memberikan arah, kejelasan, dan kemudahan dalam penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang pengendalian pencemaran

dan kerusakan lingkungan, maka dipandang perlu terlebih dahulu dibuat naskah

akademik mengingat naskah akademik merupakan suatu gambaran secara global

tentang kondisi empiris masyarakat. Selain itu, naskah akademis paling tidak telah

memberikan format mengenai pokok-pokok pikiran yang seharusnya diatur dalam

Peraturan Daerah.

3

Page 4: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

B. Sasaran Yang Akan Diwujudkan

Salah satu tugas dan tanggungjawab negara adalah mensejahterahkan seluruh

rakyatnya. Dalam konstitusi Indonesia disebutkan bahwa salah satu tujuan negara adalah

memajukan kesejahteraan umum. Dengan menyikapi kondisi sosial sebagaimana yang telah

diuraikan dan secara yuridis formal bahwa negara memiliki kewenangan dalam hal

pemanfaatan dan pengaturan pendayagunaan seluruh sumber daya yang dimiliki demi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat termasuk dalam hal memberikan perlindungan kepada

rakyat terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Sasaran yang ingin diwujudkan dengan dibentuknya rancangan peraturan daerah

tentang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup adalah sebagai upaya

untuk mengatur dan meminimalisir pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang

disebabkan oleh aktivitas masyarakat maupun badan usaha. Pengendalian ini mutlak segera

diatur agar pencemaran dan kerusakan lingkungan yang telah terjadi saat ini dapat dicegah

agar tidak semakin parah dan mengakibatkan kualitas lingkungan hidup di Provinsi semakin

menurun. Selain itu juga diharapkan agar pemanfaatan setiap sumber daya alam dapat

dilakukan dengan terencana dan terukur dengan tetap memperhatikan upaya-upaya

pelestarian lingkungan hidup.

C. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah penyelenggaraan pengendalian pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup di Provinsi Bengkulu, apa saja permasalahan yang dihadapi

dan upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasinya, serta bagaimanakah

perkembangan konsep, teori, dan pemikiran mengenai pelaksanaan

pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup ?

2. Bagaimanakah pengaturan mengenai pengendalian pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup dan mengapa diperlukan Rancangan Peraturan Daerah

Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup?

3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis

dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah mengenai pengendalian

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup ?

4

Page 5: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

4. Bagaimanakah ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan serta

tujuan pengaturan mengenai pengendalian pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup?

D. Tujuan Dan Kegunaan

1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan

pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di Provinsi

Bengkulu, serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.

2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan

Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi

permasalahan dalam penyelenggaraan pengendalian pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup.

3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis

dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengendalian

Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup.

4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup.

E. Metode Penelitian

1. Tehnik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data dalam menyusun naskah akademik ini

dilakukan menggunakan 2 (dua) metode yakni :

a. pengumpulan data sekunder1

1 Sri mamuji,dkk. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,cetakan pertama,2005,halaman 28-31. Disebutkan bahwa Sumber Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan, mencakup: 1. Sumber Data Sekunder/Bahan Pustaka dalam bidang Non Hukum berupa buku, makalah-makalah , surat kabar, skripsi, tesis dan peaturan perundang-undangan; 2. Sumber Data Sekunder/Pustaka Hukum dilihat dari kekuatan mengikatnya yang dibedakan atas: a. Sumber Primer meliputi : Norma Dasar, Peraturan Dasar, TAP MPR, UU,PP,Kepres dll; b. Sumber Sekunder berupa RUU, Laporan Penleitian, Makalah berbagai pertemuan ilmiah, dll; c. Sumber tersier meliputi abstrak, almanak, kamus, dll. Lihat : RonnyHanitijo Soemitro, Metodologi Penelitia Hukum, Galilea Indonesia,; Cetakan Kedua 1985, Hal 24. Lihat juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji , Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, Cetakan Ketuju 2003 Hal 13.

5

Page 6: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Untuk memperoleh data tersebut, akan dilakukan Inventarisasi Peraturan

Perundang-Undangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup

khususnya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup

serta dilengkapi dengan data-data lain yang berasal dari hasil kajian atau

pendapat pakar dalam berbagai literatur yang ada baik berupa buku,

makalah seminar, surat kabar, internet dan bahan-bahan kepustakaan

lainnya.

b. pengumpulan data primer2.

Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan melakukan wawancara

baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak-pihak yang

dianggap mengetahui tentang lingkugan hidup di Provinsi Bengkulu.

Untuk itu, akan dilakukan wawancara atau pengamatan langsung pada

pihak-pihak yang terkait dengan ketenagalisrikan di wilayah Provinsi

Bengkulu.

2. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data.

Data yang telah diperoleh baik melalui pengumpulan data sekunder

maupun pengumpulan data primer selanjutnya diedit3, untuk memeriksa apakah

data tersebut layak atau valid untuk dilanjutkan kemudian serta untuk

menjamin apakah data tersebut sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan kenyataan, untuk selanjutnya dianalisis untuk memperoleh suatu

kesimpulan.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-

analitis, yaitu suatu metode penulisan yang menggunakan data atau fakta yang

ada dengan menggambarkan setiap aspeknya sebagaimana adanya.

2 Sri Mamudji,dkk.Ibid. Halaman 49-50. Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat yang dapat dilakukan melalui pengamatan dan/atau wawancara.

3 Sri Mamudji,dkk, ibid halaman 62. Lihat Juga : Ronny Hanitjo Soemitro, Studi Hukum dan Masyarakat. Alumni. Bandung , 1982, halaman 80.

6

Page 7: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

B. Asas Dan Prinsip

C. Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta Permasalahan Yang

Dihadapi Masyarakat.

D. Implikasi Penerapan Sistem Baru

7

Page 8: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT

B.1. Kondisi Umum Provinsi Bengkulu

Propinsi Bengkulu merupakan salah satu propinsi di Pulau Sumatera yang secara

geografis terletak antara 2o-5o LS dan 101o – 104o BT dan berada di bagian Barat sebelah

Selatan Pulau Sumatera. Di sebelah Utara, Propinsi Bengkulu berbatasan dengan Propinsi

Sumatera Barat, di sebelah Selatan dengan Propinsi Lampung, sebelah timur dengan

Propinsi Jambi dan Sumatera Selatan, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera

Hindia. Luas wilayah Propinsi Bengkulu adalah 1.978.870 hektar dengan bentuk wilayah

relatif memanjang sejajar garis pantai, dengan panjang garis pantai sekitar 525 km. Lebar

daratan dari garis pantai bervariasi, dari yang tersempit sekitar 32,5 km dan yang terlebar

sekitar 102 km. Fisiografi wilayahnya terdiri atas jalur dataran rendah dan jalur dataran

tinggi. Jalur dataran rendahnya tidak begitu lebar, membentang dari ujung bagian Utara ke

bagian Selatan di sebelah barat sejajar dengan garis pantai; sedangkan dataran tingginya

umumnya terletak disebelah Timur yang merupakan gugusan Pegunungan Bukit Barisan.

Topografi wilayah di Propinsi Bengkulu didominasi oleh topografi yang curam (>

25 %) sekitar 44,45 % dari total luas seluruh wilayah, daerah yang datar/landai (0-15%)

hanya sekitar 18,12 % dari total luas wilayah. Ketinggian tempatnya berkisar 0-1600 meter

dari permukaan laut. Secara geomorfologi, wilayah Propinsi Bengkulu memiliki 4 karakter

utama yakni dataran pantai, dataran aluvial, zona lipatan, dan zona vulkanik. Tipe iklim di

daerah ini didominasi oleh Tipe A sistem Schimth Ferguson dengan curah hujan tahunan

berkisar antara 3.000 – 4.000 mm, dengan 130 – 200 jumlah hari hujan. Arah dan pola

aliran sungai dapat dikelompokkan menjadi 3 pola utama, yaitu sungai-sungai yang

mengalir ke Samudera Hindia (Barat), sungai-sungai yang mengalir ke Selat Bangka

(Timur) dan sungai-sungai di Pulau Enggano yang mengalir ke Samudera Hindia. Sungai-

sungai besarnya diantaranya adalah Sungai Musi, Sungai Ketahun, Sungai Majunto, dan

Sungai Manna. Daerah aliran sungainya (DAS) ada yang mencangkup antar propinsi,

seperti DAS Majunto (Bengkulu-Jambi), DAS Musi (Bengkulu-Sumatera Selatan), DAS

Manula (Bengkulu-Lampung).

8

Page 9: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Jumlah penduduk di Provinsi Bengkulu adalah 1.715.518 jiwa, dengan komposisi

berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 877.159 jiwa dan perempuan

berjumlah 838.359 jiwa (BPS Provinsi Bengkulu, 2011). Laju pertumbuhan pada kurun

waktu 2010-2011 adalah sebesar 2,92 %. Mata pencaharian penduduknya berdasarkan

umur produktif sebagian besar adalah petani (58,06 %). Tantangan dalam bidang

kependudukan adalah masalah jumlah angkatan kerja yang semakin banyak, masalah

infrastruktur pendidikan, kesehatan, sosial, serta masalah urbanisasi dan lingkungan. Dari

sisi lingkungan, sebagai daerah agraris, peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan

meningkatnya permintaan lahan pertanian. Di lain pihak, jumlah lahan pertanian tetap.

Saat ini, cukup banyak masyarakat yang menyerobot lahan hutan menjadi lahan garapan.

Permasalahan penyerobotan lahan hutan menjadi lahan garapan hampir terjadi di semua

kabupaten di Provinsi Bengkulu.

B.2. Sumberdaya Alam di Provinsi BengkuluB.2.1. Kawasan Hutan

Hutan merupakan asosiasi kehidupan masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang,

yang menyimpan banyak sekali bahan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan umat

manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Hutan dapat menjaga kualitas

sumberdaya tanah dapat meningkatkan kesuburannya. Selain itu hutan dapat memberikan

manfaat ekonomi berupa hasil kayu dan non kayu. Disamping memberikan manfaat

sebagai penyedia barang yang diperlukan manusia, hutan juga menghasilkan jasa yang

dapat menjaga kualitas lingkungan hidup agar tidak mengalami kemunduran. Manfaat

hutan sebagai perlindungan lingkungan adalah sebagai pengatur tata air, perlindungan

kesuburan tanah, perlindungan sumber genetik, dan penyegar udara dengan cara menyerap

karbon dioksida dari berbagai sumber di alam dan mengeluarkan oksigen yang diperlukan

oleh manusia dan hewan. Dewasa ini, rusaknya hutan tropis dianggap sebagai salah satu

terjadinya pemanasan global di bumi ini.

Berdasarkan tata guna lahannya, wilayah Propinsi Bengkulu terdiri dari wilayah

kawasan hutan seluas 920.753,50 hektar (46,53 %) dan sisanya seluas 1.058.116,5 hektar

(53,47 %) berupa areal pemanfaatan lain di luar sektor kehutanan seperti pemukiman,

perkebunan, pertanian, dan sebagainya. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan di Propinsi

Bengkulu terdiri dari : hutan lindung seluas 251.269,70 hektar (27,29 %); hutan konservasi

seluas 444.397,80 hektar (48,26 %); hutan produksi seluas 218.221 hektar (23,71 %); dan

fungsi khusus hutan (Pusat Pelatihan Gajah) seluas 6.865 ha (0,75 %).

B.2. 2. Pertanian Tanaman Pangan

Komoditi utama sektor pertanian tanaman pangan di Propinsi Bengkulu adalah

padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang kedelai.

9

Page 10: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Selain tanaman pangan, di beberapa kabupaten Provinsi Bengkulu seperti Kabupaten

Kepahiyang dan Rejang Lebong, juga terkenal sebagai penghasil tanaman holtikultura

seperti sayur-sayuran, buah-buahan semusim, buah-buahan tahunan, dan biofarmaka. Jenis

sayur-sayuran yang dihasilkan diantaranya adalah kol, wortel, kentang, cabe merah, tomat,

sawi, dan sayuran lainnya; sedangkan jenis buah-buahannya adalah pepaya, pisang,

alpokat, durian, dan buah-buahan lainnya. Pada umumnya pengelolaan pertanian tanaman

pangan ini masih pada skala rumah tangga. Berdasarkan RTRW Propinsi Bengkulu tahun

2011, kawasan yang berpotensi digunakan untuk penghasil tanaman pangan luasnya sekitar

212.290 hektar atau 10, 60 % dari luasan wilayah Provinsi Bengkulu.

B.2.3. Perkebunan

Komoditas perkebunan yang dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomi di

Propinsi Bengkulu adalah Kelapa Sawit, Karet, Kopi Robusta, Kopi Arabika, Kakao,

Kelapa, Lada, Cengkeh, Aren, Kayu Manis, Pinang, Kapuk, Kemiri, dan Teh. Komoditas

pekebunan yang paling luas adalah perkebunan kopi arabika, diikuti oleh kelapa sawit dan

karet. Pengelolaan komoditas perkebunan dilakukan oleh masyarakat (perkebunan rakyat),

negara (PTPN/PBN), dan swasta (PBS). Luas perkebunan rakyat adalah sekitar 349.940

hektar, perkebunan negara seluas 11.100 hektar dan perkebunan swasta sekitar 62.546

hektar. Luas areal perkebunan aktif keseluruhan adalah sekitar 423.586 hektar (Dinas

Perkebunan Provinsi Bengkulu, 2010). Saat ini tanaman kelapa sawit menjadi primadona

bagi masyarakat di Provinsi Bengkulu. Telah banyak lahan masyarakat yang

dikembangkan untuk usaha perkebunan sawit. Sejalan dengan itu, pihak swasta pun

banyak yang membuka perkebunan kelapa sawit beserta dengan membangun industri

pengolahannya. Berdasarkan RTRW Propinsi Bengkulu tahun 2011, potensi

pengembangan perkebunan mencapai luasan 491.395, 36 hektar atau sekitar 24,21 % dari

luas wilayah total Provinsi Bengkulu.

Industri pengolahan hasil perkebunan yang ada di Propinsi Bengkulu adalah

industri pabrik CPO kelapa sawit, minyak goreng, industri pengolahan daun teh, dan

pengolahan karet. Beberapa industri hasil perkebunan dan kapasitasnya disajikan dalam

tabel berikut.

Tabel 1. Perusahaan Perkebunan di Provinsi Bengkulu

No. Nama Perusahaan Jenis olahan Kapasitas Lokasi1. PT. Agricinal Kelapa Sawit 45 Ton/Jam BU

2. PTPN VII PIR Talo Pino Kelapa Sawit 30 Ton/Jam Seluma

3. PT. Agri Andalas Kelapa Sawit 60 Ton/Jam Seluma

4. PT. Bio Nusantara Tekn. Kelapa Sawit 30 Ton/Jam Benteng

5. PT. Mitra Puding Mas Kelapa Sawit 60 Ton/Jam BU

6. PT. Daria Darma Pratama Kelapa Sawit 60 Ton/Jam Mukomuko

10

Page 11: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

7. PT. Agromuko SBE Kelapa Sawit 60 Ton/Jam Mukomuko

8. PT Bengkulu Mandiri CPO 200 ltr/jam BU

9. PT. Agromuko Karet 5.400 ton/th Mukomuko

10. PTPN VII Padang Plawi Karet 12.000

ton/th

Seluma

11. PT. BAM Karet 30.000

ton/th

BU

12. PT. Pamor Ganda Karet 5.400 ton/th BU

13. PTPN VII Ketahun Karet 3.000 ton/th BU

14. PT. Sarana Mandiri Mukti The - Kepahyang

15. PT. Bumi Mentari Karya Kelapa Sawit 45 Ton/Jam Mukomuko

16. PT. Mukomuko Indah

Lestari

Kelapa Sawit 45 Ton/Jam Mukomuko

17. PT. Sapta Sentosa Jaya

Abadi

Kelapa Sawit 30 Ton/Jam Mukomuko

18. PT. Alno Agro Utama Kelapa Sawit 45 Ton/Jam BU

19. PT. Sandabi Indah Lestari Kelapa Sawit 30 Ton/Jam BU

20. PT. Agro Sawitindo Kelapa Sawit 45 Ton/Jam Benteng

21. PT. Jembar Agro Lestari Kelapa Sawit Kaur

22. PT. Sepang Makmur

Perkasa

Kelapa Sawit Kaur

23. PT. Era Guna Mitra Kelapa Sawit Kaur

24. PT. Dinamika Selaras Jaya Kelapa Sawit Kaur

Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Bengkulu, 2006 dan 2010; BLH Kabupaten Kaur,

2011.

B.2.4. Pertambangan Dan Energi

Sektor pertambangan di Propinsi Bengkulu belum dimanfaatkan secara optimal,

padahal cukup banyak sumber-sumber bahan tambang yang potensial. Wilayah Propinsi

Bengkulu terbentang dan berada di jalur pegunungan bukit barisan. Aktifitas magmatis

yang terjadi selama puluhan juta tahun menghasilkan beberapa jenis mineral, maupun

galian golongan C, terdistribusi diberbagai tempat dengan potensi yang berbeda-beda.

Potensi alam untuk sektor pertambangan ini sebagian besar belum dapat dikembangkan,

namun pada masa yang akan datang sangat berpotensi untuk digarap dan dikembangkan

oleh Pemerintah Daerah atau para investor.

Beberapa bahan tambang yang diperkirakan terdapat di Propinsi Bengkulu

diantaranya adalah batu bara, emas, tembaga, pasir besi, andesit, obsidian, batu apung, dan

11

Page 12: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

pasir vulkanik. Untuk bahan tambang emas, batu bara, dan tembaga pada umumnya terletak

di dalam kawasan hutan lindung sehingga dalam pengelolaannya harus dipertimbangkan

secara arif dan terintegrasi.

Tabel 2. Perusahaan Pertambangan di Provinsi Bengkulu

No. Nama Perusahaan Jenis BT Luas (Ha) Lokasi Keterangan

1. PT. Berrick Service Inter Emas 230.400 Kaur, BS, Seluma

Penyelidikan

2. PT. Nusa Palapa Mineral Emas 249.989 Muko2, BU, RL Penyelidikan3. PT. Aneka Tambang Bijih besi 18.891 BU Penyelidikan4. PT. Pandu Adi Jaya Batu Bara 25.000 Kaur Ekplorasi5. PT. Konstruktor Batu Bara 217 BU Ekplorasi6. PT. Ratu Samban Mining Batu Bara 3.849 BU Ekplorasi7. PT. Indonesia Ria SAC Batu Bara 3.980 BU Ekplorasi8. PT. Bukit Sunur Batu Bara 885 BU Ekploitasi9. PT. Danau Mas Hitam Batu Bara 800,65 BU Ekploitasi10. PT. Bara Indah Lestari Batu Bara 995 Seluma Ekploitasi11. PT. Firman Ketahun Batu Bara 959,90 BU Ekploitasi12. PT. Semaku Selatan Sakti Pasir Besi 1.922 Seluma Ekploitasi13. PT. Famiaterdio Nagara Pasir Besi 3.645 Seluma Ekploitasi14. PT. Kresna Tambang

SawahEmas 398,60 Lebong Ekploitasi

Sumber : Dinas Pertamanagan Propinsi Bengkulu, Mei 2007

Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Provinsi Bengkulu, per bulan Mei tahun

2007, perusahaan pertambangan yang melakukan penyelidikan umum untuk bahan tambang

emas dan mineral biji besi berjumlah 3 perusahaan, dengan luas areal penyelidikan

499.279,85 hektar. Perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan ekplorasi untuk

bahan tambang batu bara sebanyak 5 perusahaan dengan luasan sekitar 34.474 hektar,

sedangkan perusahaan pertambangan yang telah dan sedang melakukan ekplotasi adalah

sebanyak 23 perusahaan dengan luas KP sekitar 53.782,62 hektar.

Selain pertambangan milik perusahaan, ada juga pertambangan yang dikelola sendiri

oleh masyarakat, seperti pertambangan galian C dan beberapa pertambangan emas rakyat.

Pertambangan emas rakyat banyak terdapat di Kabupaten Lebong dan Kabupaten Bengkulu

Utara. Umumnya petambangan emas rakyat ini berupa pertambangan tanpa ijin, dengan

lokasi pertambangan sebagian besar di dalam kawasan hutan.

Disamping bahan galian tersebut diatas, Propinsi Bengkulu mempunyai sumber daya

air yang saat ini sudah dimanfaatkan sebagai pembangkit Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA)

yakni PLTA Musi di Kepahiyang dan PLTA Tes di Lebong. PLTA Musi yang akan

menghasilkan daya listrik sebesar 3 x 70 MW. PLTA ini diharapkan menjadi salah satu

sumber energi listrik di Propinsi Bengkulu, sehingga permasalahan krisis listrik diberbagai

daerah di Bengkulu dapat diatasi. Sumber energi listrik lainnya adalah PLTD di masing-

12

Page 13: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

masing kabupaten. Khusus di Kota Bengkulu, di suplay dari PLTD Suka Merindu dan

PLTD Pulau Baai.

B.3. Permasalahan Pembangunan di Provinsi Bengkulu

Di negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, tingkat kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, kehidupan penduduknya serba kurang di

bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Oleh karena itu pembangunan perlu dilakukan

untuk meningkatkan tingkat kesejateraan masyarakatnya. Pembangunan yang dilakukan

akan berhadapan dengan konsekwensi terjadinya perubahan pada tatanan lingkungan

alamnya. Jadi jelaslah bahwa pembangunan secara sadar ditujukan untuk mengubah

keseimbangan lingkungan; dan tidak mungkin dilakukan pembangunan yang tidak

mengganggu keseimbangan lingkungan. Dalam batas-batas kemampuannya, lingkungan

akan berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dalam upaya peningkatan kualitas

lingkungannya. Jika batas kemampuan lingkungannya terlampaui, maka tidak akan

terbentuk keseimbangan baru yang berarti telah terjadi permasalahan dalam bidang

lingkungan. Peristiwa yang mengindikasikan telah terlampaui daya dukung lingkungan

diantaranya adalah terjadi banjir, tanah longsor, kekeringan, pencemaran udara,

pencemaran tanah, pencemaran air, sedimentasi, dan lain sebagainya. Hal ini berarti, telah

terjadi permasalahan pada lingkungan hidupnya. Potensi permasalahan lingkungan utama

yang terjadi di Propinsi Bengkulu adalah tidak optimal fungsi hutan karena rusaknya hutan,

pencemaran air dan tanah akibat kegiatan pertanian, pertambangan, industri, dan

pengelolaan limbah sampah.

Permasalahan lingkungan yang terjadi di Propinsi Bengkulu adalah :

1. Terjadinya kerusakan hutan akibat penebangan liar dan perambahan hutan oleh

masyarakat menjadi kebun.

2. Terjadinya benturan tata ruang dalam pembangunan; seperti kawasan hutan yang di

dalamnya terdapat bahan tambang (kasus : di Kabupaten Lebong, Kepahiyang,

Bengkulu Utara, Seluma, dll). Di beberapa kabupaten, ditemukan kawasan hutan yang

telah beralih fungsi mejadi perkebunan rakyat, dan bahkan perkebunan swasta besar.

3. Pengelolaan sampah yang belum optimal, dibeberapa ibu kota kabupaten belum

memiliki TPA yang permanen.

4. Pencemaran air sungai karena kegiatan pertanian (pupuk dan pestisida), pertambangan

(emas, batu bara, bijih besi), ataupun industri lain (pabrik kelapa sawit, karet, dll).

Beberapa sungai yang tersebar di Provinsi Bengkulu telah mengalami pencemaran

akibat limbah pabrik kelapa sawit, karet, dan kegiatan pertambangan batu bara. Masih

13

Page 14: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

banyak perusahaan perkebunan atau kegiatan pertambangan yang membuang

limbahnya ke sungai; baik secara langsung ataupun tidak langsung.

5. Pencemaran udara yang diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor, cerobong asap

pabrik kelapa sawit dan karet dan beberapa industri pembangkit listrik.

6. Terjadi kerusakan yang cukup tinggi pada ekosistem terumbu karang; dimana

persentase karang hidupnya termasuk katagori sangat rendah.

C. Pentingnya Peraturan Daerah Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Propinsi Bengkulu, saat ini juga sedang giat-giatnya membangun. Dengan motor

penggerak di masing-masing kabupaten, berbagai bidang pembangunan sedang digalakkan

sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki. Berbagai potensi yang dimiliki

diantaranya adalah : kandungan bahan tambang (emas, batu bara, pasir besi, dll), pabrik

semen, potensi air (PLTA, bendungan), potensi hutan (kayu), potensi lahan (perkebunan,

transmigrasi, pertanian), dan potensi sumberdaya manusia; telah siap untuk dikembangkan

dan dibangun untuk kesejahteraan masyarakatnya. Hanya saja perlu diingat dan

diperhatikan dengan seksama bahwa pembangunan yang dilakukan akan selalu berhadapan

dengan dampak negatif dari pembangunan.

Upaya yang harus dilakukan dalam pembangunan ini agar dapat meraih hasil yang

diharapkan, adalah dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki dan

melakukan efisiensi dan efektifitas. Sektor andalan yang dimiliki perlu diprioritaskan

untuk dikelola, akan tetapi tetap memperhatikan keseimbangan pembangunan dan

lingkungan. Pengelolaan sumber daya sekarang, tidak berarti melupakan kebutuhan sumber

daya tersebut untuk dimasa depan. Apabila sumber daya yang dikelola tersebut adalah

sumber daya yang dapat diperbaharui, maka setelah dimanfaatkan/dieksploitasi, segera

harus di perbaharui.

Mengacu pada pendapat Prof Zoeraini, alangkah tepatnya jika pembangunan di

Provinsi Bengkulu beazaskan pada pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan. Dengan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan akan terjadi

penghematan penggunaan sumberdaya alam dengan pertimbangan jauh ke depan. Dengan

konsep ini, keberadaan sumberdaya alam akan dijaga keutuhan ekosistemnya, dalam setiap

pembangunan dianalisis dampak negatif dan positifnya sehingga dampak negatif dapat

dikendalikan dan dampak positif dikembangkan (AMDAL dan atau UPL/UKL), dalam

pemanfaatannya akan mempertimbangkan kepentingan generasi masa depan sehingga hasil

sumberdaya alam yang akan diekplotasi tetap harus memperhitungkan sumberdaya alam

yang semakin berkurang akibat proses pembangunan.

Dalam upaya mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran lingkungan yang

diakibatkan oleh kegiatan usaha, perlu disusun seuatu peraturan daerah yang melingkupi

upaya-upaya untuk pengendalian kerusakan lingkungan.

14

Page 15: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

C.1. Landasan Filosofis

Sumber Daya Alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan

manfaat untuk kesejahteraan manusia, seperti tercantum dalam pasal 33 ayat 3 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat. Sumber daya alam merupakan sumber daya yang belum

tergantikan dalam memberikan dukungan dan kehidupan bagi seluruh mahluk hidup.

Sehingga keberadaannya harus dijadikan prioritas utama dalam pelestariannya untuk

memberikan kehidupan bagi seluruh mahluk hidup.

C.2. Landasan Sosiologis

Sumber daya alam adalah mutlak diperlukan oleh manusia dan mahluk hidup lainnya,

serta mempunyai arti dan peran penting dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Sumber

daya alam yang memiliki sifat multi sektoral ini, semakin berkembang dan maju tingkat

penghidupan masyarakat semakin banyak banyak kegiatan yang mungkin akan

menurunkan kualitas sumber daya alam tersebut. Kegiatan-kegiatan yang bias memberikan

dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup antara lain adalah kegiatan di bidang

industri, kegiatan bidang pertambangan, kegiatan bidang pertanian, kegiatan bidang

perkebunan, kegiatan bidang kehutanan, kegiatan bidang perumahan dan bidang kegiatan

usaha lainnya. Dampak negative dari kegiatan-kegiatan tersebut harus diminimalisir agar

kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan untuk kepentingan hidup dan kehidupan

manusia. Berkenaan dengan hal tersebut perlu adanya pengaturan untuk pengendalian

pencemaran dan perusakan lingkungan hidup agar sumber daya alam dan lingkungan hidup

yang ada dapat terjaga kelestariannya.

C.3. Landasan Yuridis

Diundang-undangkannya Undang-Undang No 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No 11 tahun 2009 Tentang Indonesia

Hijau telah menetapkan bahwa sejalan dengan pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Negara menjamin setiap orang untuk mendapatkan pemenuhan pokok

masyarakat sehari-hari, untuk itu sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dijaga

kelestariannya. Sumber daya alam adalah bukan merupakan warisan dari nenek moyang

tetapi merupakan sumber daya yang nantinya harus dapat dinikmati oleh generasi yang

akan datang.

Selain itu, penguasaan negara atas sumber daya alam diselenggarakan oleh

pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak ulayat sepanjang keberadaannya masih diakui,

15

Page 16: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik

Indonesia. Hal ini seiring pula dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu dibuatnya sebuah produk peraturan

perundang-undangan berupa peraturan daerah di wilayah di provinsi Bengkulu tentang

Pemulihan dan Perusakan Lingkungan Hidup.

16

Page 17: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS EMPIRIS

A. Landasan Teoritis

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Sedangkan sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya

hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. Sumber

daya alam perlu dilakukan perlindungan untuk mencegah dan atau mengurangi kerusakan

yang disebabkan karena adanya kegiatan-kegiatan yang berpotensi terhadap menurunnya

kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan hidup tersebut disebabkan oleh

berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk memberikan sumbangan

terhadap penurunan kualitas lingkungan tersebut diantaranya adalah :

A. Kegiatan Pertambangan

B. Kegiatan industri

C. Kegiatan rumah tangga

D. Kegiatan perkebunan dan pertanian

E. Kegiatan kehutanan

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah

terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,

pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

A. Kegiatan Penambangan Batubara

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu perubahan

lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan. Sementara itu,

Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai

akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik,

dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah

perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan

akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan

penambangan batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara

umum.

17

Page 18: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Gambar 1.Dampak yang timbul akibat aktifitas penambangan

-'Dampak penambangan batubara berarti perubahan lingkungan yang disebabkan

oleh kegiatan usaha eksploitasi batubara baik perubahan sosial, ekonomi, budaya,

kesehatan maupun lingkungan alam. Dampak penambangan batubara bisa positif bila

perubahan yang ditimbulkannya menguntungkan dan negatif, jika merugikan, mencemari,

dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan batubara

menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun

kriteria dampak penting, yaitu : (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2) luas

wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, (4)

banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat komulatif dampak, dan

(6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (ireversible).

Konsekuensi dari sebuah pembangunan akan dapat membawa dampak terhadap

lingkungan baik dampak positif maupun negatif. Semua manusia berkeinginan bahwa

adanya sebuah kegiatan (usaha) atau pembangunan akan dapat meningkatkan kesejateraan

masyarakat dan mengelola dampak negatif dengan sebaik-baiknya sehingga dapat

dieliminir sehingga kehadiran usaha atau pembangunan tersebut dapat berhasil guna bagi

semua mahluk hidup (manusia, flora dan fauna, air, tanah dan ekosistem lainnya).

Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam

yang tidak dapat diperbaharui dan umumnya membutuhkan investasi yang besar terutama

untuk membangun fasilitas infrastruktur. Karakteristik yang penting dalam pertambangan

batubara ini adalah bahwa pasar dan harga sumberdaya batubara ini yang sangat prospektif

18

Page 19: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

menyebabkan industri pertambangan batubara dioperasikan pada tingkat resiko yang tinggi

baik dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi maupun aspek politik.

Kegiatan penambangan khususnya batubara dikenal sebagai kegiatan yang dapat

merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan kerusakan

lingkungan. Disamping itu kualitas lingkungan di tempat penambangan meningkat dengan

tajam, bukan saja menyangkut kualitas hidup manusia yang berada di lingkungan tempat

penambangan itu, namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan

infrastrukturnya. Kegiatan penambangan dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk

banyak yang berpindah mendekati lokasi penambangan tersebut. Sering pula dikatakan

bahwa bahwa kegiatan penambangan telah menjadi lokomotif pembangunan di daerah

tersebut. Kegiatan penambangan dapat menimbulkan dampat negatif terhadap lingkungan,

terutama penambangan yang hanya mementingkan laba, yang tidak menyisihkan dana yang

cukup untuk memulihkan lingkungannya.

Hal ini dapat dipahami jika disadari bahwa investasi telah menelan banyak biaya,

yang bila semuanya dihitung dengan harga dana, yaitu bunga pinjaman, maka faktor yang

paling mudah dihapuskan adalah faktor lingkungan. Kesadaran manusia untuk

meningkatakan kualitas lingkungan dan memperhitungkannya sebagai biaya dalam

kegiatan tersebut, atau dikenal sebagai internasionalisasi biaya eksternal, menyebabkan

perhitungan cost-benefit suatu penambangan berubah. Dalam hal ini, faktor harga

komoditas mineral sangat penting, tetapi lebih penting lagi pergeseran cut off grade, yaitu

pada tingkat dimana suatu jebakan mineral dapat disebut ekonomis.

Sistem penambangan batubara yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang

beroperasi di Provinsi Bengkulu adalah system tambang terbuka (Open Cut Mining).

Penambangan batubara dengan system tambang terbuka dilakukan dengan membuat

jenjang (Bench) sehingga terbentuk lokasi penambangan yang sesuai dengan kebutuhan

penambangan. Metode penggalian dilakukan dengan cara membuat jenjang serta

membuang dan menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling per blok

penambangan serta menyesuaikan kondisi penyebaran deposit sumberdaya mineral.

Dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan penambangan berskala besar, baik

dalam ukuran teknologi maupun investasi, dapat berukuran besar pula. Namun

pengendaliannya lebih memungkinkan ketimbang pertambangan yang menggunakan

teknologi yang tidak memadai apalagi danannya terbatas.

Memang pada kenyataannya, perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh

kegiatan penambangan terbuka dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Hal ini

disebabkan kerena dengan mengambil mineral seperti Mangan tubuh tanah atau soil harus

dikupas sehingga hilanglah media untuk tumbuh tumbuhan dan pada akhirnya merusak

19

Page 20: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

keanekaragaman hayati yang ada di permukaan tanah yang memerlukan waktu ribuan

tahun untuk proses pembentukannya.

Di samping pengupasan tubuh tanah atau soil dan bopeng-bopengnya permukaan

bumi, penambangan juga menghasikan gerusan batu, mulai dari yang kasar sampai yang

halus yang merupakan sisa atau ampas buangan disebut Tailing. Dan biasanya selalu

menggunung di lokasi penambangan atau dibuang ke sungai sehingga menyebabkan banjir

dan sungai mengalami kedangkalan. Selain itu juga bisa berakibat pada pencemaran sungai

yang menyebabkan ekosistem sungai bisa terganggu. Manusia yang ditinggal disekitar

sungai juga akan terkena dampak dari pencemaran ini.

Dampak Negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan adalah masalah

lingkungan dan dapat diuraikan sebagai berikut :

Pertama, usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat mengubah

bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat mengubah

keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya;

Kedua, usaha pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan antara

lain; pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah air,

tailing serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun. Gangguan juga

berupa suara bising dari berbagai alat berat, suara ledakan eksplosif (bahan peledak)

dan gangguan lainnya;

Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan kerja dan

kondisi geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan tambang,

keruntuhan tambang dan gempa.

Dampak hidrologi akibat pertambangan ini berpengaruh pada penggunaan air

akuifer dangkal, dimana dapat menurunkan level air di sekitarnya dan juga dapat

mengubah arah aliran dalam akuifer; pencemaran akuifer akibat aktivitas

penambangan terjadi karena infiltrasi atau perkolasi air tambang, serta akibat

peningkatan infiltrasi curah hujan pada tumpukan batubara. Pada tumpukan

batubara, akibat adanya infiltrasi air hujan pada tumpunkan batubara dapat

mengakibatkan peningkatan limpasan air yang mempunyai kualitas buruk serta

membawa material yang tererosi.  Hal ini mengakibatkan terjadinya peresapan air

dengan kualitas rendah pada akuifer air tanah dangkal, atau terjadinya aliran air

dengan kualitas buruk menuju sungai, sehingga dapat mencemari air tanah dalam

jangka panjang baik pada akuifer dangkal maupun sungai. Danau yang terbentuk

akbat penambangan batubara, airnya cenderung bersifat asam.Sementara itu asam

sulfat yang terbentuk ketika mineral yang mengandung sulfida teroksidasi pada saat

terjadinya kontak udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Di samping itu

20

Page 21: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

sisa-sisa bahan kimia dari bahan peledak biasanya bersifat racun dan meningkatkan

jumlah air yang terce-

mar dalam jangka waktu panjang.

B.Kegiatan Industri

Perkembangan industri yang sangat cepat di Provinsi Bengkulu baik industri karet

(pabrik karet), industri sawit (pabrik CPO), mengahsilkan limbah dalam jumlah yang relatif

besar. Pembuangan limbah yang kurang terkontrol karena kurangnya teknologi untuk

membuat limbah menjadi barang yang terurai atau ramah lingkungan mengakibatkan

terjadinya penurunan terhadap kualitas lingkungan.

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri harus dilakukan pengolahan terlebih

dahulu untuk mengurangi dampak terhadap kualitas lingkungan. Limbah adalah buangan

yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga,

yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang

kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena

tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan

kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah

dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga

perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya

sekedar mengolahnya/ mendaur ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis limbah dan

cara penangannanya klarena dari setiap limbah yang ada mempunyai ciri berbeda terhadap

dampak yang ditimbulkanya.

Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya tidak sekedar

berdampak pada orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan turunannya mengalami hal

serupa. Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap lingkungan diantaranya:

1.Volume Limbah.

Tentunya semakin banyak limbah yang dihasilkan oleh oleh suatu industry tertentu

dampak yang akan ditimbulkan semakin besar pula terasa.

2.Kandungan Bahan Pencemar

Kandunngan yang terdapat di limbah ini mengakibatkan pencemaran lingkungan

apabila kandunganya berbahaya dapat mengakibatkan pencemaran yang fatal bahkan

dapat membunuh manusia serta mahluk hidup sekitar.

3.Frekuensi Pembuangan Limbah

Pada saat sekarang ini pembuangan limbah semakin naik frekuensinya dikarenakan

banyaknya industry yang berdiri. Dengan semakin banyak frekuensi limbah tentunya

pembuangan limbah menjadi tidak terkandali dan usaha untuk mengolahnya tidak

21

Page 22: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

dapat maksimal dikarenakan pengolahan limbah yang masih jauh dari harapan kita

semua.

C.Kegiatan Rumah Tangga

Aktivitas sehari-hari yang kita lakukan seperti mandi, mencuci dan berbagai

aktifitas lain yang kita anggap sepele namun menghasilkan sisa buangan, ternyata dapat

membahayakan bagi manusia dan lingkungan. Dari sekian banyak aktifitas manusia

ternyata yang paling berbahaya adalah limbah rumah tangga. Walaupun kita tidak hidup di

wilayah dengan jumlah limbah industri yang tidak diolah dapat membahayakan manusia

dengan limbah rumah tangga yang tidak diolah serta dihasilkan setiap hari. Dapat

dikatakan kerusakan karena limbah rumah tangga lebih besar dari pada limbah industri.

Limbah rumah tangga yang dirasa sangat berbahaya bagi lingkungan antara lain

limbah bahan kimia baik dari MCK, emisi gas CO2 maupun aktifitas lain dan sampah

plastik. Limbah plastik merupakan salah satu musuh besar yang banyak diperangi oleh

berbagai pihak yang peduli terhadap lingkungan. Berikut adalah dampak negatif dari

limbah rumah tangga yang masuk ke dalam lingkungan laut:

1. Eutrofikasi, penyebab terbesar adalah sungai yang bermuara di laut, limbah yang

terbawa salah satunya adalah  bahan kimia yang digunakan sebagai pupuk dalam

pertanian maupun limbah dari peternakan dan manusia.  Salah satu yang paling sering

ditemukan adalah detergen. Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga

terjadi ledakan jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk

fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan

mengalami kematian secara massal,  serta terjadi kompetisi dalam mengkonsumsi O2

karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan

banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian

massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.

2. Peningkatan emisi CO2 akibat dari banyaknya kendaraan, penggunaan listrik berlebihan

serta buangan industri akan memberi efek peningkatan kadar keasaman laut.

Peningkatan CO2 tentu akan berakibat buruk bagi manusia terkait dengan kesehatan

pernafasan. Salah satu fungsi laut adalah sebagai penyerap dan penetral CO2 terbesar di

bumi. Saat CO2 di atmosfir meningkat maka laut juga akan menyerap lebih banyak CO2

yang mengakibatkan meningkatnya derajat keasaman laut. Hal ini mempengaruhi

kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang. Jika

hal ini berlangsung secara terus menerus maka hewan-hewan tersebut akan punah dalam

jangka waktu dekat.

3. Plastik, yang menjadi masalah terbesar dan paling berbahaya. Banyak hewan yang hidup

pada atau di laut mengkonsumsi plastik karena kesalahan,karena tak jarang plastik yang

22

Page 23: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat

dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini,  sehingga menyumbat

saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Plastik

terakumulasi karena mereka tidak mudah terurai, mereka akan photodegrade (terurai

oleh cahaya matahari) pada paparan sinar matahari, tetapi  hanya dapat terpjadi dalam

kondisi kering. Sedangkan dalam air plastik hanya akan  terpecah menjadi potongan-

potongan yang lebih kecil, namun tetap polimer, bahkan sampai ke tingkat molekuler.

Ketika partikel-partikel plastik mengambang hingga seukuran zooplankton dan

dikonsumsi oleh hewan lain yang lebih besar, dengan cara inilah plastik masuk ke

dalam  rantai makanan. Banyak dari potongan plastik ini berakhir di perut burung-

burung laut dan hewan laut lain termasuk penyu. Bahan beracun yang digunakan dalam

pembuatan bahan plastik dapat terurai dan masuk ke lingkungan ketika terkena air.

Racun ini bersifat hidrofobik (berikatan dengan air) dan menyebar di permukaan laut.

Dengan demikian plastik jauh lebih mematikan di laut daripada di darat. Kontaminan

hidrofobik juga dapat terakumulasi pada jaringan lemak, sehingga racun plastik

diketahui mengganggu sistem endokrin ketika dikonsumsi, serta dapat menekan sistem

kekebalan tubuh atau menurunkan tingkat reproduksi.

23

Page 24: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

Merencanakan dan menyusun suatu peraturan daerah tentu tidak bisa dipisahkan

dengan eksistensi dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI Tahun 1945) yang merupakan landasan hukum tertinggi di Indonesia. Suatu

peraturan daerah tidak dapat dibentuk jika substansi hukum yang akan diatur

bertentangan dengan kaidah yang terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup dijelaskan bahwa Lingkungan Hidup

merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Berdasarkan bunyi

ketentuan tersebut, dapat diketahui secara eksplisit bahwa lingkungan hidup merupakan

suatu kesatuan unsur-unsur lingkungan hidup yang keberadaannya tidak dapat

dipisahkan dengan manusia dan kehidupannya termasuk makhluk hidup lainnya. Hal

ini berarti, segala sesuatu yang terjadi dalam kaitannya dengan lingkungan hidup secara

langsung maupun tidak langsung akan memberi dampak pada aktivitas manusia serta

makhluk hidup lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya

manusia serta makhluk hidup lainnya menjadikan lingkungan hidup sebagai lahan

untuk hidup dan beraktivitas.

UUD NRI Tahun 1945 sangat mengakomodir akan pentingnya lingkungan

hidup. Hal ini tercermin secara tegas dalam Pasal 28 A bahwa setiap orang berhak

untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan penghidupannya. Selain itu,

pentingnya arti lingkungan hidup bagi manusia ditegaskan juga dalam Pasal 28 H ayat

(1) yang menyebutkan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah yang

telah diberikan berdasarkan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 untuk membuat

produk hukum daerah, dapat mengatur sendiri terkait dengan perlindungan,

pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di daerahnya selama pengaturan tersebut

selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

24

Page 25: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG

1. Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang Peraturan tentang Dasar

Pokok-pokok Agraria;

Secara umum Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang Peraturan

tentang Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dapat dikatakan lebih berorientasi

kepada konservasi sumber daya alam (SDA) khususnya tanah. Dengan tegas

dinyatakan dalam Pasal 15 UUPA, bahwa dengan memperhatikan pihak taraf

ekonomi lemah, maka setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai

hubungan hukum dengan tanah wajib memelihara tanah itu, termasuk menambah

kesuburannya serta mencegah kerusakannya. UUPA bahkan mengancam pelanggar

ketentuan itu dengan pidana atau hukuman kurungan selama-lamanya 3 Bulan

dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000 (Pasal 52 ayat (1)).

Orientasi konservasi dari UUPA juga dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (2)

huruf a. Amanah untuk memelihara bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya tidak hanya dibebankan kepada setiap orang yang

mempunyai hubungan hukum dengannya tetapi juga merupakan tanggung jawab

dan wewenang Negara. Di samping berwenang untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang

angkasa, Negara juga mengatur dan menyelenggaraan pemeliharaannya. Hal ini

ditujukan agar bumi, air dan ruang angkasa tersebut dapat memberi manfaat kepada

bangsa Indonesia secara berkelanjutan atau sepanjang masa. Di samping

berorientasi konservasi, UUPA juga mengandung prinsip nasionalisme, bahwa

bumi, air dan ruang angkasa Indonesia harus dimanfaatkan utamanya untuk

kepentingan Warga Negara Indonesia (WNI). Hanya warga-negara Indonesia dapat

mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa (Pasal

9 ayat (1)).

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok

Pertambangan;

Sejak dari konsiderans sudah terlihat bahwa undang-undang ini beorientasi

kepada eksploitasi. Ketentuan “Menimbang” pada huruf a menyatakan, bahwa guna

mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi Nasional dalam menuju

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, materil dan nonmateril berdasarkan

Pancasila maka perlulah dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan

membina segenap kekuatan ekonomi potensiil di bidang pertambangan menjadi

kekuatan ekonomi riil. Secara yuridis, peraturan mengenai pertambangan tidak

hanya terdiri dari undang-undang nomor 11 tahun 1967, ada sumber-sumber hukum

25

Page 26: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

pertambangan lain4 yang cenderung bersifat khusus (ius special) yang substansi

pengaturannya disesuaikan dengan kebutuhan dunia pertambangan terkini. Namun

yang terpenting, kegiatan pertambangan tentu memiliki korelasi yang erat dengan

keberlangsungan lingkungan hidup terutama dalam mengendalikan pencemaran dan

kerusakan lingkungan.

3. Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya

Alam Hayati dan Ekosistemnya;

Berdasarkan konsiderans dan batang tubuhnya terlihat bahwa secara

keseluruhan undang-undang ini berorientasi kepada konservasi, bukan kepada

produksi. Konsiderans “Menimbang” huruf a menyatakan, bahwa SDA hayati

Indonesia dan ekosistemnya perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras,

serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan

umat manusia pada umumnya, baik masa kini mau pun masa depan. Sejalan dengan

itu, Konsiderans “Menimbang” huruf d juga menegaskan, bahwa untuk menjaga

agar pemanfaatan SDA hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka

diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga selalu terpelihara dan mampu

mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri. Oleh

karena itu, Pasal 2 undang-undang ini memuat “asas” konservasi SDA hayati dan

ekosistemnya yaitu pelestarian kemampuan dan pemanfaatan SDA hayati dalam

ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Hal itu dikuatkan lagi oleh Pasal 3 yang

menyatakan tujuan konservasi SDA hayati dan ekosistemnya adalah untuk

mengusahakan terwujudnya kelestarian SDA hayati serta keseimbangan

ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Peraturan ini juga menyatakan bahwa kewajiban menjaga kelangsungan

fungsi perlindungan wilayah juga merupakan kewajiban setiap pemegang hak atas

tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan

(Pasal 9 ayat (1)). Secara rinci, orientasi konservasi dari UU ini dapat dilihat dari

ruang lingkup kegiatan dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya. Pasal 5 undang-undang ini menyatakan, konservasi SDA hayati dan

ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;

b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati dan ekosistemnya.

4 H. Salim HS., SH, Hukum Pertambangan di Indonesia, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 17.

26

Page 27: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

4. Undang-Undang Nomor 41 Nomor 1999 tentang Kehutanan;

Jika dilihat secara keseluruhan mulai dari konsiderans sampai kepada batang

tubuhnya, maka tergambar bahwa undang-undang ini secara normatif berorientasi

pada eksploitasi dan konservasi. Mungkin hal ini dapat dimaklumi karena lebih dari

3 (tiga) dekade sebelumnya, hutan Indonesia sudah (hampir) hancur akibat dari

eksploitasi yang difasilitasi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Konsiderans “Menimbang” huruf a menunjukkan kecenderungan seperti itu, bahwa

hutan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara wajib disyukuri, diurus, dan

dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang mau pun generasi mendatang.

Para pembentuk undang-undang ini menyadari bahwa hutan cenderung

menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara

optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia,

adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat (huruf b).

pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Pemanfaatan hutan bertujuan

untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat

secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Pasal 23). Kemudian,

Pasal 24 memberi kelonggaran bagi usaha pemanfaatan kawasan hutan, bahwa

pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali

pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Bahkan,

kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta taman buru

pun masih bisa dimanfaatkan yang diatur sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Pasal 25). Begitu juga dengan hutan lindung juga dapat

dimanfaatkan untuk pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan

bukan kayu (Pasal 26 ayat (1)). Hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk

pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu

dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu (Pasal28 ayat

(1)).

5. Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;

Undang-Undang ini memberikan perhatian secara sungguh-sungguh

terhadap keseimbangan antara peningkatan nilai ekonomis produksi air dengan

konservasi Sumber Daya Alam (SDA). Bahkan jika dicermati sejak dari pasal-pasal

awal sampai akhir, nuansa konservasi SDA lebih mewarnai. Ungkapan ini

dikemukakan untuk tidak menyatakan bahwa UUSDA ini sebenarnya lebih berat

memberikan perhatian terhadap upaya mengkonservasi atau melestarikan SDA.

Dalam setiap tahapan pengelolaan SDA terdapat ketentuan yang menekankan pada

27

Page 28: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

upaya konservasi. Bahkan dalam ketentuan mengenai pemanfaatan SDA secara

komersialpun masih mencantumkan dengan tegas perlunya melestarikan SDA.

Keseimbangan perhatian terhadap nilai ekonomis produksi dengan

konervasi sudah ditunjukkan dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4. Dalam ketiga

Pasal tersebut dinyatakan :

a. SDA mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang harus

diujudkan secara selaras. SDA di satu pihak mempunyai fungsi ekonomi dalam

artian air dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai ekonomis tertentu atau

keuntungan tertentu baik secara langsung seperti penjualan air itu sendiri

maupun tidak langsung seperti pemanfaatan daya air untuk menghasilkan sesuatu

yang lain yang kemudian dijual. Namun di pihak lain, fungsi sosial dan

lingkungan hidup dari air tidak boleh diabaikan dan bahkan wajib diselaraskan

dengan fungsi ekonomisnya. Air dari sudah lingkungan hidup mempunyai fungsi

untuk melestarikan unsur-unsur dari SDA lainnya seperti tanah pertanian,

pepohonan, pencegahan terjadinya tanah kritis, dan hutan. Kelestarian unsur-

unsur SDA lain tersebut pada gilirannya akan dapat mencegah terjadinya daya

rusak air. Ketika daya rusak air dapat diminimalisir, maka nilai ekonomis

produksi air akan juga dapat diujudkan;

b. SDA harus dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan

hidup. Ketentuan ini mengarahkan agar pengelolaan SDA sejak dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi harus diarahkan pada

upaya keselarasan antara konservasi dan pendayagunaan SDA serta pengendalian

daya rusak air. Begitu juga pengelolaan SDA harus melibatkan lintas sektor,

lintas pemilik kepentingan, dan lintas wilayah administratif. Terakhir,

pengelolaan SDA harus dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan

ekosistemmdan daya dukung lingkungan; dan

c. Pengelolaan SDA berlandaskan pada asas kelestarian dan keseimbangan.

6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;

UU ini memberikan perhatian yang relatif seimbang terhadap peningkatan

produksi dan upaya memelihara konservasi sumberdaya ikan. Pasal 2 dan Pasal 3

memberikan gambaran yang jelas tentang perhatian yang seimbang tersebut. Kedua

Pasal tersebut secara tekstual menentukan, yaitu:

a. Di antara asas-asas yang harus digunakan dalam pengelolaan perikanan adalah

asas efisiensi dan kelestarian berkelanjutan. Efisiensi memberikan arahan agar

pengelolaan sumberdaya ikan dapat menghasilkan ikan baik perikanan laut

maupun darat (tambak) sebanyak-banyaknya dengan biaya yang relatif ditekan

28

Page 29: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

serendah mungkin. Dengan asas demikian, proses terjadinya eksploitasi

terhadap sumberdaya ikan terutama perikanan laut mendapat pembenaran dari

asas tersebut. Namun demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan juga

dituntut untuk mendasarkan juga asas lainnya yaitu kelestarian sumberdaya ikan

secara berkelanjutan. Penggunaan dua konsep yaitu kelestarian dan

berkelanjutan yang mempunyai semangat yang sama menunjukkan

kesungguhan pada upaya melestarikan sumberdaya ikan. Kelestarian

mengandung makna bahwa sumberdaya ikan di satu sisi boleh dimanfaatkan

melalui kegiatan penangkapan, namun di sisi lain hendaknya tidak melakukan

penangkapan secara eksploitatif. Sumberdaya ikan harus terbuka kemungkinan

untuk berkembang-biak dan hal ini hanya dapat diupayakan jika benih-benih

atau ikan-ikan yang kecil tidak terjaring. Berkelanjutan mempunyai arti bukan

hanya sumberdaya ikan yang terus berkembang biak dengan membiarkan anak-

anak ikan terus tumbuh dan bertelur, juga bermakna sebagai pemberian

kesempatan kepada generasi bangsa Indonesia yang akan datang untuk

menikmati sumberdaya ikan.

b. Di antara tujuan yang hendak diujudkan dari peraturan tersebut adalah

peningkatan produksi dan konservasi sumberdaya ikan.

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ;

Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk

ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan

kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya

tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, undang-undang ini mengamanatkan

perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam

dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber

daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan

terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

akibat pemanfaatan ruang.

Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam

setiap proses perencanaan tata ruang wilayah, sebagaimana dijelaskan dalam

Penjelasan Umum butir 3. Dengan kata lain, orientasi penataan ruang dalam hal ini

adalah dalam rangka mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,

produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan

Nasional dengan :

29

Page 30: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (Pasal 3).

8. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil;

Secara umum, peraturan ini beorientasi konservasi dan eksploitasi secara

relatif berimbang. Hal itu terlihat sejak dari konsiderans “Menimbang” huruf a dan

b. Ketentuan ini menyatakan bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

(WP3K) perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan

datang. Sebagai bagian dari SDA, WP3K memiliki keragaman potensi SDA yang

tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya,

lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa. Oleh karena itu perlu dikelola

secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan

partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang sejak dari konsiderans

“Menimbang” huruf a dan b. Ketentuan ini menyatakan bahwa Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil (WP3K) perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi

generasi yang akan datang.

Sebagai bagian dari SDA, WP3K juga memiliki keragaman potensi SDA

yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya,

lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa. Oleh karena itu perlu dikelola

secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan

partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum

nasional berdasarkan norma hukum nasional.

9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; dan

Kehadiran undang-undang ini cukup relevan kiranya untuk dilihat sebagai

upaya solutif atas persoalan sampah. Dalam konteks sebagai upaya solutif tersebut,

maka regulasi muncul dan diperlukan guna memberi (jaminan) kepastian hukum,

kejelasan tanggungjawab dan kewenangan Pemerintah, Pemda, serta peran

masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara

proporsional, efektif dan efisien (Konsiderans huruf d).

30

Page 31: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Namun, karena UU ini relatif masih baru, maka belum dapat dilihat sejauh

mana peraturan tersebut dapat berjalan dan berlaku secara efektif dalam

menyelesaikan persoalan lingkungan melalui pengelolaan sampah. Sekalipun

demikian, permasalahan sampah juga merupakan permasalahan lingkungan hidup

sehingga layak untuk ditelaah terkait regulasi dan penegakannya.

10. Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara.

Peraturan tersebut pada dasarnya telah memberikan perhatian yang sama

terhadap peningkatan produksi di satu pihak dan konservasi sumberdaya mineral

dan batubara (minerba) sendiri dan lingkungannya. Kewenangan negara untuk

mengelola sumberdaya mineral, di samping dijalankan oleh Pemerintah pusat, juga

dilakukan oleh Pemda baik provinsi maupun kabupaten/kota. Bahkan dalam kondisi

tertentu DPRRI dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga dilibatkan

dalam pelaksanaan kewenangan Negara. Hal Ini menunjukkan bahwa semangat

otonomi daerah sudah mendasari pembentukan peraturan mengenai pertambangan

mineral dan batubara.

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Pemrakarsa Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup sepertinya menyadari akan pentingnya lingkungan

hidup yang berkualitas bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini tercermin

pada landasan filosofis dalam butir koniderans undang-undang tersebut yang

menjelaskan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi

setiap warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang

Dasara Negara Republik Indonesia.

Sebagaimana digambarkan dalam konsiderans huruf b undang-undang

tersebut, dengan terbitnya Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup disadari merupakan salah satu indikator keberhasilan dari

bagian rencana strategi pemerintah dalam mewujudkan program pembangunan

ekonomi nasional. Tanpa adanya pengaturan yuridis mengenai lingkungan hiduo

tentu akan membawa dampak negatif yang sangat luas di masyaarakat.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup secara umum pada prinsipnya telah mengakomodir

permasalahan lingkungan hidup, pencegahan dari kerusakan dan pencemaran serta

penegakan hukumnya. Sektor-sektor tersebut meliputi limbah industri,

pertambangan, perkebunan dan lain sebagainya. Namun, kehadiran Undang-

Undang ini tidak serta merta dapat menjawab setiap permasalahan yang ada secara

31

Page 32: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

spesifik di daerah-daerah. Untuk itu diperlukan adanya peraturan tindak lanjut atau

pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan

Menteri dan Peraturan Daerah.

12. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PERKEBUNAN

Perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman

tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,

mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan

ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen. Mencermati definisi

tersebut, secara intristik dapat diketahui bahwa Perkebunan merupakan suatu

kegiatan usaha yang dilakukan secara sistematis. Dalam mengusahakan suatu

kegiatan perkebunan, selain dilakukan secara personal oleh warga masyarakat juga

dilakukan melalui badan hukum. Permasalahan yang muncul adalah apabila dalam

melakukan kegiatan usaha perkebunan tersebut adalah permasalahan limbah

pembunagan. Usaha perkebunan yang dilakukan oleh suatu badan hukum seperti

Perseroan Terbatas pada umumnya memiliki izin-izin tertentu yang meliputi aspek

perlindungan lingkungan hidup seperti Izin Analisi Mengenai Dampak Lingkungan,

Surati Izin Usaha Perkebunan dan izin lainnya. Menyimak pada izin-izin tersebut

dapat dipahami bahwa praktek kegiatan dalam usaha perkebunan dapat

mempengaruhi kualitas lingkungan sekitar.

B. KETERKAITAN DENGAN INSTRUMEN INTERNASIONAL

Permasalahan lingkungan hidup juga tidak bisa dilepaskan dengan berbagai

perjanjian internasional (convention/treaty/conference) yang dibentuk negara-negara

baik melalui kerja sama multilateral ataupun global. Perjanjian internasional yang

berkaitan dengan lingkungan hidup dibentuk dengan berdasarkan pada suatu prinsip

bahwa permasalahan lingkungan hidup beserta ekosistem di dalamnya merupakan

kebutuhan universal yang suka atau tidak suka menjadi masalah yang harus menjadi

daftar tunggu pengaturan oleh setiap negara. Ekses lingkungan hidup yang lintas

regional juga merupakan alasan betapa penting setiap wilayah perlu juga mengacu pada

berbagai perjanjian internasional yang ada sekalipun secara konkrit belum tentu suatu

negara telah meratifikasi perjanjian internasional tertentu.

Cukup banyak perjanjian internasional yang bersinggungan dengan lingkungan

hidup yang perlu untuk diketahui untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

membuat suatu regulasi terutama peraturan daerah. Diantaranya adalah Konferensi

Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hukum Laut  (United Nations Conference on the

Law of the Sea) pada tahun 1982 di Montego Bay, Jamaika. Dalam konverensi ini telah

32

Page 33: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

ditandatangani suatu perjanjian internasional yang mencakup hampir seluruh

permasalahan di bidang kelautan. Disamping itu terdapat juga konferensi internasional

tentang perubahan iklim, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Pengesahan

United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja

Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) yang diselenggarakan di Bali

pada tahun 2007. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto

Protokol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol

Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan

Iklim). Keseluruhan bentuk kerja sama internasional tersebut menunjukkan bahwa

secara luas, masyarakat universal amat menyadari pentingnya lingkungan hidup yang

bermutu baik.

C. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH

Ada banyak Peraturan Pemerintah yang merupakan tindak lanjut atau

pelaksanaan dari Undang-Undang yang berkaitan dengan lingkungan hidup

sebagaimaana yang telah disebutkan. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izini Lingkungan. Peraturan Pemerintah dimaksud

dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33, Pasal 41, dan Pasal 56 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah tersebut mendeskripsikan mengenai izin lingkungan yaitu Izin

Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha

dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau

Kegiatan. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap

lingkungan hidup oleh peraturan pemerintah ini wajib memiliki Amdal.

1. Peraturan Pemerintah 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan;

Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan pendelegasian dari Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan

pemerinta tersebut juga merupakan suatu bentuk konkrit dari parameter penilaian

kualitas atau mutu lingkungan hidup. Dengan adanya parameter tersebut,

diharapkan peraturan pemerintah tersebut dapat meminimalisir dampak lingkungan

hidup yang timbul sebagai akibat dari aktivitas, kegiatan atau setiap usaha yang

dilakukan manusia sebagaimana tersebut dalam isi konsideran.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan

Pengendalian Pencemaran Air;

33

Page 34: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Peraturan pemerintah ini merupakan pendelegasian dari Undang-Undang Nomor 07

Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Disadari bahwa air merupakan komponen

lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan perikehidupan

manusia. Secara obyektif pada dasarnya peraturan pemerintah ini merupakan aturan

pelaksanaan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan hidup. Peraturan pelaksanaan tersebut dianggap

perlu sebagai bentuk pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan

mendatang serta keseimbangan ekologis.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran

Udara;

Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta

mahluk hidup lainnya dipandang penting untuk dijaga dan dipelihara kelestarian

fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta

perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Peraturan pemerintah tersebut Udara

dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka

udara perlu dipelihara, dijaga dan dijainin mutunya melalui pengendalian

pencemaran udara

4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran

dan atau Perusakan Laut;

Menurut peraturan pemerintah ini lingkungan laut beserta sumber daya alamnya

yang berdasarkan Wawasan Nusantara merupakan salah satu bagian lingkungan

hidup yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi sebagai ruang

bagi kehidupan Bangsa. Pengelolaan lingkungan laut beserta sumber daya alamnya

bertujuan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat

dan kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya baik masa sekarang maupun masa

yang akan datang. Meningkatnya kegiatan pembangunan di darat dan di laut

maupun pemanfataan laut beserta sumber daya alamnya dapat mengakibatkan

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan laut yang akhirnya menurunkan mutu

serta fungsi laut.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan

Atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan

Dan Atau Lahan;

Hutan dan atau lahan merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai

fungsi, baik ekologi, ekonomi, sosial maupun budaya, yang diperlukan untuk

menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, karena itu perlu

dilakukan pengendalian terhadap kerusakan dan atau pencemaran lingkungan

34

Page 35: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

hidup. Kebakaran hutan dan atau lahan merupakan salah satu penyebab kerusakan

dan atau pencemaran lingkungan hidup, baik berasal dari lokasi maupun dari luar

lokasi usaha dan atau kegiatan. Kebakaran hutan dan atau lahan telah menimbulkan

kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup, baik nasional maupun lintas

batas negara, yang mengakibatkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.

Untuk itu diperlukan adanya legislasi yang tegas untuk mengakomodir

permasalahan tersebut.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun;

Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan

yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung

maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup,

dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta makhluk hidup lainnya Meningkatnya kegiatan pembangunan di

berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan, terdapat kecenderungan

semakin meningkat pula penggunaan bahan berbahaya dan beracun. Untuk

mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan

manusia, dan makhluk hidup lainnya diperlukan pengelolaan bahan berbahaya dan

beracun secara terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestraian Alam;

Peraturan pemerintah tersebut merupakan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor

5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,

dipandang perlu mengatur kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

dengan Peraturan Pemerintah.. Kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

merupakan kekayaan alam yang sangat tinggi nilainya, karena itu perlu dijaga

keutuhan dan kelestarian fungsinya untuk dapat dimanfaatkan bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan;

Peraturan Pemerintah ini untuk melaksanakan Pasal 22, Pasal 39, Pasal 66, Pasal

80, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan setelah

diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan

Kawasan Hutan. Untuk mengatasi aju pertumbuhan pembangunan nasional

berkelanjutan yang semakin tinggi diperlukan beberapa langkah strategis yang

35

Page 36: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

dapat mendorong pertumbuhan investasi, percepatan pembangunan hutan tanaman,

pengendalian degradasi hutan dan peningkatan perekonomian nasional termasuk

perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan melalui deregulasi dan

debirokratisasi yang dilandasi prinsip good governance dan pengelolaan hutan

lestari.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan

yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah

hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas daratan. Sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan, dengan terjadinya penurunan daya dukung Daerah Aliran

Sungai yang dicirikan dengan terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi

dan kekeringan, yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata

kehidupan masyarakat, maka daya dukung Daerah Aliran Sungai harus segera

ditingkatkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air, sebagian kewenangan pemerintah dalam

pengelolaan sumber daya air dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dalam

rangka mendukung terselenggaranya pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

D. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN MENTERI

Peraturan Menteri meupakan peraturan perundang-undangan yang tidak

termasuk hierarki peraturan perundang-undangan namun merupakan salah satu jenis

peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan

Menteri pada dasarnya merupakan peraturan internal kelembagaan sebagai bentuk

pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi untuk melaksanakan

kegiatan yang bersifat teknis sesuai dengan kelembagaan masing-masing.Peraturan

Menteri yang berkaitan dengan lingkungan hidup banyak sekali yang sudah diterbitkan.

Diantaranya adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006

tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan

ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup telah ditetapkan Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan/atau

36

Page 37: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Hidup.

E. PERATURAN DAERAH

Provinsi Bengkulu diketahui belum mengatur secara kompleks regulasi

mengenai lingkungan hidup. Padahal sebagai salah satu Provinsi yang telah diberikan

hak otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Provinsi Bengkulu

perlu untuk mengatur secara hukum peraturan daerah tentang Lingkungan Hidup.

Terlebih lagi, dengan tingkat kemajuan ekonomi daerah yang cukup baik dan seiring

dengan semakin banyak dan maraknya investor, industri, perkebunan, pertambangan

dan lain sebagainya di Provinsi Bengkulu, harus disadari akan memberikan dampak

yang luas terhadap lingkungan hidup di Provinsi Bengkulu. Peraturan daerah menjadi

penting untuk diatur terutama untuk menghindari terjadinya pencemaran dan

kerusakan lingkungan di Provinsi Bengkulu yang tentunya lambat laun dapat

merugikan penghidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Pengaturan tentang lingkungan hidup dalam bentuk peraturan daerah pada

dasarnya telah diterbitkan melalui Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 06

Tahun 2005 tentang Penetapan Baku Mutu Air dan Kelas Air Sungai Lintas

Kabupaten/Kota Dalam Provinsi Bengkulu. Namun, substansi yuridis dari peraturan

daerah tersebut dirasa belum cukup untuk memberikan pengaturan secara komperhensif

mengenai lingkungan hidup. Sehingga. pengaturan baru tentang lingkungan hidup di

Provinsi Bengkulu mutlak diperlukan.

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

37

Page 38: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

A. LANDASAN FILOSOFIS

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI

Tahun 1945) merupakan landasan hukum utama (fundamental) dalam

merumuskan arah dan dasar pengambilan kebijakan sosial, politik dan hukum

kenegaraan. Pengambilan kebijakan ini pada dasarnya disesuaikan dengan dasar

kebutuhan hukum dan kondisi sosial yang terjadi termasuk dengan memberi

ruang pengaturan secara khusus mengenai lingkungan hidup. Dalam Pembukaan

(Preambule) UUD NRI Tahun 1945 Alenia ke- IV disebutkan bahwa :

UUD NRI Tahun 1945:

PEMBUKAAN (Preambule)

…Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia…

Secara eksplisit, dalam pengertian yang termaktub dalam serangkaian kalimat

tersebut tercermin beberapa tujuan nasional bangsa Indonesia. Lingkungan hidup

sebagai salah satu aspek penting demi keberlangsungan dan keberlanjutan kehidupan

yang harus dilindungi, dikelola, dan dilestarikan mutlak harus diperhatikan oleh negara

dan segenap masyarakat. Tentunya tindakan untuk melindungi, mengelola dan

melestarikan lingkungan hidup tersebut tidak cukup dilakukan dengan cara-cara

tradisional semata. Perlu dilakukan upaya untuk melegalisasi berbagai aspek tentang

lingkungan hidup secaa tegas. Sehingga, dengan adanya perlindungan secara hukum

tersebut diharapkan tujuan nasional sebagaimana telah disebutkan dapat tercapai.

Selain sebagai landasan hukum utama, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 juga merupakan pengintegrasian landasan falsafah dan nilai-nilai

moral bangsa Indonesia. Berbagai aspek yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945

mengisyaratkan cara berfikir dan cerminan kehendak bangsa Indonesia yang salah

satunya adalah menghendaki terjaganya lingkungan hidup beserta ekosistem yang ada

di dalamnya. Senantiasa melindungi, merawat dan melestarikan lingkungan hidup

bukan barang baru di mata bangsa Indonesia. Menjaga lingkungan hidup merupakan

suatu penghargaan terhadap alam yang merupakan salah satu sumber penghidupan

masyarakat sejak dahulu.

Di Sumatera Barat, dikenal dengan tanah ulayat beserta hak-hak masyarakat

adat di dalamnya. Tanah Ulayat merupakan tanah adat yang harus dilindungi dan dijaga

kelestariannya untuk keberlangsungan hidup masyarakat setempat terutama di sebagian

38

Page 39: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

wilayah di Sumatera Barat. Di lokasi tanah ulayat, masyarakat terutama pendatang luar

dilarang keras untuk merusak dan mencemarkan tanah tersebut. Bagi yang melanggar,

pelaku perusakan dan pencemaran tanah ulayat tersebut akan diberikan sanksi tegas

oleh para pemangku adat. Pelrindungan terhadap lingkungan hidup beserta

ekosistemnya sebagaimana yang terjadi di Sumatera Barat juga ditemui di berbagai

pelosok daerah di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sejak dahulu masyarakat

Indonesia sangat menghargai alam dan lingkungannya.

Pentingnya melindungi, mengelola dan melestarikan lingkungan hidup diatur secara

implisit dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

UUD NRI Tahun 1945:

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28 A

“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya”.

Pasal 28 H ayat (1)

‘Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan’

Pasal-pasal tersebut memberikan suatu pengertian yang jelas dan konkrit bahwa

UUD NRI Tahun 1945 pada hakikatnya menjamin kehidupan dan penghidupan yang

baik dan sehat yang diperuntukkan bagi setiap orang tanpa terkecuali. Adanya jaminan

tersebut menunjukkan bahwa secara filosofis yuridis, lingkungan hidup beserta

ekosistemnya perlu diatur secara yuridis oleh pemerintah sebagai unsur penyelenggara

negara terutama Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

Pada hakikatnya, pembangunan merupakan campur tangan manusia terhadap

hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan hidupnya dalam upaya

memanfaatkan sumber daya alam bagi kepentingannya. Sejak saat itu dirasakan bahwa

segala upaya manusia tersebut telah menimbulkan permasalahan di berbagai bidang

ilmu yang mengkaji tentang saling keterkaitan antar unsur/komponen lingkungan. Saat

39

Page 40: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

itu juga dapat dicatat sebagai awal tahun tujuh puluhan sebagai akibat dari kesadaran

akan permasalahan lingkungan, yaitu merosotnya kualitas lingkungan yang disebabkan

oleh tidak berfungsinya unsur-unsur atau komponen-komponen lingkungan hidup,

seperti air, tanah, udara, vegetasi dan lain sebagainya (sumber daya alam hayati dan

sumber daya alam non hayati) karena ulah manusia dalam memanfaatkan unsur-unsur

tersebut berkat kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.5

Kualitas lingkungan harus diakui merupakan nilai yang demiliki oleh unsur-

unsur lingkungan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, di samping nilai

intristik yang ada dalam lingkungan itu sendiri. Penurunan (degradasi) dan peningkatan

(increase) kualitas lingkungan hidup menjadi indikator apakah sistem perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup telah berjalan dengan baik atau belum.

Di Provinsi Bengkulu, penurunan kualitas lingkungan menimbulkan

permasalahan-permasalahan di bidang lingkungan hidup. Tidak jarang permasalahan

lingkungan hidup yang terjadi menghambat dan mengganggu kehidupan masyarakat

setempat. Permasalahan tersebut terjadi dapat dengan berupa tindakan pencemaran dan

kerusakan lingkungan baik yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa transendent seperti

bencana alam ataupun akibat dari campur tangan manusia itu sendiri.

Provinsi Bengkulu sebagai salah satu wilayah yang sedang dalam fase tumbuh

kembang pembangunan menjadi suatu episentrum pertumbuhan ekonomi yang meliputi

berbagai sektor. Pembangunan menjadi pendorong bagi perkembangan sektor-sektor

strategis seperti sektoor kehutanan, sektor industri, sektor perkebunan, sektor pertanian,

sektor lingkungan rumah tangga, sektor pariwisata, dan sektor-sektor lainnya. Adapun

bebeberapa permasalahan lingkungan yang bersifat faktual yang merupakan hasil

kajian empiris yang terjadi di Propinsi Bengkulu adalah :

1. Terjadinya kerusakan hutan akibat penebangan liar dan perambahan hutan oleh

masyarakat menjadi kebun.

2. Terjadinya benturan tata ruang dalam pembangunan; seperti kawasan hutan yang di

dalamnya terdapat bahan tambang (kasus : di Kabupaten Lebong, Kepahiyang,

Bengkulu Utara, Seluma, dan lain-lain). Di beberapa kabupaten, ditemukan

kawasan hutan yang telah beralih fungsi mejadi perkebunan rakyat, dan bahkan

perkebunan swasta besar.

3. Pengelolaan sampah yang belum optimal, dibeberapa ibu kota kabupaten belum

memiliki TPA yang permanen.

4. Pencemaran air sungai karena kegiatan pertanian (pupuk dan pestisida),

pertambangan (emas, batu bara, bijih besi), ataupun industri lain (pabrik kelapa

sawit, karet, dll). Beberapa sungai yang tersebar di Provinsi Bengkulu telah

5 Prof. Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, PT Citra Aditya Bakti, 1993, hlm 2.

40

Page 41: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

mengalami pencemaran akibat limbah pabrik kelapa sawit, karet, dan kegiatan

pertambangan batu bara. Masih banyak perusahaan perkebunan atau kegiatan

pertambangan yang membuang limbahnya ke sungai; baik secara langsung ataupun

tidak langsung.

5. Pencemaran udara yang diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor, cerobong asap

pabrik kelapa sawit dan karet dan beberapa industri pembangkit listrik.

6. Terjadi kerusakan yang cukup tinggi pada ekosistem terumbu karang; dimana

persentase karang hidupnya termasuk katagori sangat rendah.

Menurunnya kualitas lingkungan harus disadari akan memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap kualitas kehidupan masyarakat di Provinsi Bengkulu.

Penurunan tersebut dapat terjadi karena faktor-faktor sebagaimana berikut6 :

1. Permasalahan kependudukan;

Permasalahan kependudukan yang diantaranya meliputi perhitungan koefisiensi

antara luas wilayah, jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, wilayah hunian

penduduk dan proses migrasi penduduk lokal dengan penduduk pendatang.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk jelas dapat mempengarui kadar kualitas

lingkungan di sekitarnya;

2. Permasalahan Pemukiman;

Permasalahan pemukiman yang meliputi keadaan ekonomi per Rumah tangga,

infrastruktur pembunagan limbah rumah tangga termasuk pembuangan sampah,

tempat pembuangan air tinja tanpa tanki septic menjadi salah satu indikator

perubahan kualitas lingkungan hidup.

3. Permasalahan Kesehatan;

Keterkaitan antara kualitas lingkungan hidup dengan kesehatan lebih disebabkan

oleh pembuangan limbah di luar ambang batas normal yang mengakibatkan

terjadinya pencemaran lingkungan hidup sehingga mengakibatkan timbulnya

berbagai penyakit kesehatan pada masyarakat.

4. Permasalahan di Bidang Pertanian;

Luas lahan sawah dan perkebunan, jumlah hewan ternak yang dipelihara di atas

lahan, jumlah perkiraan pelepasan emisi gas metan (CH4) dari lahan sawah dan

peternakan serta jumlah perkiraan pelepasan emisi gas karbondioksida (CO2) dari

penggunaan pupuk urean ikut memberikan dampak terhadap lingkungan hidup.

5. Permasalahan di Bidang Industri;

Jumlah industri atau kegiatan usaha kecil, menengah dan besar serta beban

pencemaran limbah cair yang dikeluarkan dari industri tersebut dapat

mempengaruhi kualitas lingkungan hidup.

6 Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bengkulu Tahun 2010.

41

Page 42: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

6. Permasalahan di Bidang Pertambangan;

Luas areal dan produksi serta jenis dan klasifikasi pertambangan termasuk

pertambangan rakyat ikut memberikan dampakterhadap kualitas lingkungan hidup.

7. Permasalahan di Bidang Energi;

Jumlah kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan serta bahan bakar yang

digunakan, perkiraan jumlah pelepasan emisi karbondioksida (CO2), jumlah

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar

Elpiji (SPBE) serta konsumsi masyarakat terhadap ke-2 (dua) jenis bahan bakar

tersebut ikut memicu terjadinya perubahan kualitas lingkungan hidup.

8. Permasalahan di Bidang Transportasi;

Tingkat mobilitas penduduk yang semakin tinggi seiring dengan semakin

meningkatnya tingkat kemajuan ekinomi di Provinsi Bengkulu menuntut

peningkatan pembangunan jalan, sarana terminal, pelabuhan laut, sungai, danau dan

udara serta perkiraan jumlah limbah padat dari sarana transportasi mempengaruhi

kualitas lingkungan hidup.

9. Permasalahan di Bidang Pariwisata; dan

Lokasi obyek wisata, luas kawasan wisata, perkiraan pembuangan limbah cair dan

limbah cair merupakan salah satu pemicu perubahan kualitas lingkungan hidup.

10. Permasalahan Limbah B3.

Semakin marak berdirinya perusahaan terutama penghasil limbah B3 dapat

mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan hidup sehingga dapat berdamnpak

pada degradasi kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.

C. LANDASAN YURIDIS

Permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan kompleks yang

memberikan ekses pada sendi-sendi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisaikan

sebagai Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain. Ketentuan Pasal 1 angka 1 apabila dikaitkan dengan Ekologi sebagai salah satu

bidang ilmu, memang lingkungan hidup tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah

negara maupun wilayah administrasi. Namun apabila lingkungan hidup itu dikaitkan

dengan pengelolaan sebagai suatu kegiatan (aktivitas), maka batas wilayah itu harus

42

Page 43: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

jelas, karena akan menyangkut kewenangan pengelola. Batas kewenangan pengelolaan

ini harus jelas karena berkaitan dengan tanggung jawab pengelola7.

Peraturan Daerah di Provinsi Bengkulu yang berkaitan dengan lingkungan

hidup baik yang mengatur secara umum (ius generalis) ataupun secara khusus (ius

specialis) belum begitu banyak diterbitkan dan diatur secara lengkap (kompleks).

Peraturan Perundang-undangan di level daerah yang pernah dibuat adalah Peraturan

Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 06 Tahun 2005 tentang Penetapan Baku Mutu Air

dan Kelas Air Sungai Lintas Kabupaten.Kota Dalam Provinsi Bengkulu. Dalam butir

konsiderans huruf (c) diketahui bahwa peraturan daerah tersebut dibuat untuk

melaksanakan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor

82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Kabupaten/Kota Dalam Provinsi Bengkulu. Dalam butir konsiderans itu juga

disebutkan bahwa salah satu tujuan dibuat dan disusunnya peraturan daerah yang

bersangkutan adalah untuk melestarikan fungsi air termasuk sungai yang merupakan

salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia di Provinsi

Bengkulu. Menilik dari bunyi kaidah peraturan tersebut cukup jelas bahwa dapat

dipahami bahwa peraturan daerah tersebut mengatur tentang sebahagian aspek-aspek

lingkungan, yaitu pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya alam berupa air.

Berdasarkan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) diketahui bahwa pemerintah daerah

berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan

otonomi dan tugas pembantuan. Berdasarkan hal tersebut, secara eksplisit bisa

ditegaskan bahwa pada dasarnya pemerintah daerah dapat membuat suatu peraturan

sendiri dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-

undangan.

Pada prinsipnya, peraturan perundang-undangan telah cukup banyak

mengakomodir permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Peraturan

perundang-undangan tersebut diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 05 Tahun

1960 tentang Peraturan tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang

Nomor 05 Tahun 1960 tentang Peraturan tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

dan Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya. Selain peraturan perundang-undangan sebagaimana

disebutkan, terdapat juga peraturan teknis pelaksana Undang-Undang berupa Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Menteri seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012

tentang Izin Lingkungan dan .

7 Prof. Hermien Hadiati Koeswadji, SH, Hukum Pidana Lindkungan, PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hlm 111.

43

Page 44: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Namun, mengingat telah lahirnya telah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, pemerintah daerah pada dasarnya diberikan kewenangan

secara luas untuk mengatur daerahnya sendiri. Pengaturan tersebut secara yuridis dapat

berupa produk-produk hukum seperti Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota,

Peraturan Gubernur, Walikota atau Bupati, Peraturan DPRD termasuk Peraturan Desa.

Sejumlah bentuk peraturan daerah sebagaimana yang telah disebutkan adalah salah satu

wujud konkrit dari pemerintah untuk menyelenggarakan sistem pembangunan yang

merata.

Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa materi muatan peraturan daerah

provinsi dan peraturan daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi

daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa pada prinsipnya pembuatan peraturan

daerah lebih menitik beratkan kepada hak eksklusif pemerintah daerah untuk mengatur

daerahnya sendiri dengan tetap pada platform peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi sebagimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Secara konkrit, ada beberapa alasan perlu diakomodir permasalahan mengenai

lingkungan hidup di dalam suatu peraturan daerah, yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan merupakan pengaturan yang bersifat umum yang efektivitas

penerapannya masih harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masing-

masing daerah yang tentunya memiliki diferensial permasalahan lingkungan hidup;

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan

memberikan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah daerah untuk mengatur

permasalahan lingkungan hidup secara mandiri selama substansi yang diatur tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

3. Peraturan daerah yang sudah ada di Provinsi Bengkulu yang mengatur tentang

lingkungan hidup yaitu Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2005 tentang Penetapan

Baku Mutu Air dan Kelas Air Sungai Lintas Kabupaten//Kota Dalam Propinsi

Bengkulu belum sepenuhnya mengatur secara umum permasalahan lingkungan

hidup yang ada di Provinsi Bengkulu.

44

Page 45: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

A. KETENTUAN UMUM

Ketentuan Umum dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan rangkaian

batasan pengertian atau definisi dari kata-kata yang tersebar dalam yang memerlukan

penjabaran atau penjelasan lebih lanjut. Bab dalam ketentuan umum juga untuk

memberikan penafsiran yang tegas, lugas dan memberikan kepastian hukum. Secara

spesifik, ketentuan umum dalam suatu peraturan berisikan :

1. Batasan pengertian atau definisi ;

45

Page 46: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

2. Singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi;

dan/atau

3. Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi Pasal atau beberapa Pasal

berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud dan tujuan

tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.

Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu dengan judul Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur aspek pluralisme aspek ingkungan

hidup. Dalam menjabarkan pengaturan tersebut, tidak sedikit yang harus

dirumuskan suatu ketentuan definisi atau istilah dalam suatu bab tersendiri

yaitu bab tentang ketentuan umum. Secara konkrit, kaidah-kaidah yang

terkandung dalam bab ketentuan umum adalah sebagai berikut :

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Kota adalah Kota Bengkulu.

2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bengkulu

4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Bengkulu.

5. Instansi yang bertanggungjawab adalah instansi yang bertanggungjawab di bidang

pengendalian dampak lingkungan hidup Provinsi Bengkulu.

6. Instansi yang berwenang adalah instansi yang memberikan keputusan izin usaha dan/atau kegiatan.

7. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

8. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan secara kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.

9. Keanekaragaman hayati adalah keaneragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya mencakup keaneragaman di dalam spesies, antara spesies dan

46

Page 47: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

ekosistem.

10. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

11. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

12. Pengendalian lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

13. Pencegahan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup adalah upaya untuk mempertahankan fungsi lingkungan hidup melalui cara-cara yang tidak member peluang berlangsungnya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup.

14. Penanggulangan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup adalah upaya untuk menghentikan meluas dan meningkatnya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup serta dampaknya.

15. Pemulihan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup adalah upaya untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan daya dukungnya.

16. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.

17. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan kedalamnya.

18. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energy atau komponen yang ada/atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

19. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air

laut dan air fosil.

20. Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk di dalamnya mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.

21. Pesisir adalah lingkungan perairan pantai, lingkungan pantai itu sendiri dan lingkungan daratan pantai.

22. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

47

Page 48: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

kepada aspek fungsional.

23. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.

24. Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik.

25. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan meliputi limbah cair, limbah padat, limbah gas dan limbah B3.

26. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha/kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.

27. Limbah padat adalah limbah dalam wujud padat yang dihasilkan oleh usaha/kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.

28. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan/aktivitas permukiman, rumah sakit dan sarana pelayanan medis, dan restoran.

29. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

30. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk lainnya.

31. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.

32. Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengelolaan dan penimbunan limbah B3.

33. Bahan galian golongan C adalah golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan A (strategis) atau golongan B (vital) yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik karena sifatnya maupun karena kecilnya jumlah letakan (leposit) bahan galian itu digolongkan ke dalam golongan ketiga.

34. Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang di akibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.

35. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik

48

Page 49: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

direncanakan maupun tidak.

36. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

37. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.

38. Benda cagar budaya adalah:

a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurangkurangnya 50 (limapuluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; dan

b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

39. Usaha dan/atau kegiatan adalah usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai potensi menimbulkan pencemaran Lingkungan Hidup.

40. Pemrakarsa atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan adalah orang yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

41. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

42. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UKL-UPL adalah rencana kerja atau pedoman kerja yang berisi program pengelolaan lingkungan yang dibuat secara sepihak oleh pemrakarsa yang sifatnya mengikat.

43. Kajian Dampak Lingkungan Hidup merupakan dokumen yang berisikan kajian dampak terhadap lingkungan hidup sebagai akibat adanya kegiatan usaha yang sudah beroperasional.

44. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disingkat SPPL adalah surat yang dibuat oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL dan tidak wajib melakukan UKL-UPL.

45. Komisi penilai adalah komisi di tingkat Daerah yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

46. Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

47. Pengawasan adalah tindakan yang dilakukan untuk memantau dan menilai tingkat ketaatan pelaksana usaha dan/atau kegiatan dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya yang menimbulkan dampak lingkungan baik berupa pencemaran maupun kerusakan lingkungan dan sumber daya alam terhadap peraturan yang

49

Page 50: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

berlaku.

48. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum.

49. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup.

50. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antar 2 (dua) pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

51. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat PPLHD adalah Pegawai Negeri Sipil yang berada pada Instansi yang bertanggung jawab di Daerah yang memenuhi persyaratan tertentu dan diangkat oleh Gubernur.

52. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPNS Lingkungan Hidup adalah penyidik pegawai negeri sipil yang diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM yang tugas dan fungsinya melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

53. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

54. (definisi/pengertian lain diubahsuaikan sesuai dengan kebutuhan Peraturan Daerah)

B. MATERI YANG AKAN DIATUR

Materi pokok yang akan diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah aspek-aspek yang

mencakup :

1. Sistem perlindungan lingkungan hidup dilakukan melalui pendekatan ekosistem,

yang memadukan kepentingan sosial, ekonomi, budaya, dan fungsi lingkungan

hidup sesuai dengan batas kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah.

Perlindungan lingkungan hidup dalam Rancangan Peraturan Daerah ini

diimplementasikan dalam bentuk tahapan-tahapan yang tereduksi di dalam bab-bab

pengaturan secara tersendiri. Tahapan-tahapan tersebut berupa pemberlakuan hak-

hak dan kewajiban masyarakat dan pemerintah, tindakan pemeliharaan, tindakan

pengawasan dampak lingkungan hidup, dan peran serta masyarakat ; dan

2. Sistem pengendalian lingkungan hidup meliputi perumusan kebijakan di bidang

perencanaan, pelaksanaan, tahap pemanfaatan, tahap pemantauan dan pemulihan

50

Page 51: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dan tahap penegakan hukum.

Muatan materi yang berkaitan dengan aspek-aspek lingkungan hidup perlu

diterapkan sesuai selaras dan bersandarkan asas-asas sebagaimana diatur dalam

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup, yaitu :

1. Tanggung jawab daerah 8. Ekoregion

2. Kelestarian dan keberlanjutan 9. Keanekaragaman hayati

3. Keserasian dan keseimbangan 10. Pencemar membayar

4. Keterpaduan 11. Partisipatif

5. Manfaat 12. Kearifan local

6. Kehati-hatian 13. Tata kelola pemerintahan yang baik

7. Keadilan 14. Otonomi daerah

Untuk memberikan suatu kesatuan pemahaman dalam pembuatan Naskah

Akademik terutama jika mencermati definisi dari lingkungan hidup sebagaimana telah

dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup yang memberikan interprestasi

mengenai aspek lingkungan hidup yang begitu luas terutama yang berkaitan dengan

kegiatan pencemaran dan kerusakan lingkungan, maka perlu diklasifikasikan jenis

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, yaitu :

1. Pencemaran air permukaan dan air bawah tanah;

2. Pencemaran udara;

3. Pencemaran tanah;

4. Limbah padat dan limbah domestik; dan

5. Bahan dan limbah B3.

Mencermati begitu luasnya aspek lingkungan berdasarkan definisi lingkungan

hidup itu sendiri sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengendalian Lingkungan Hidup,

perlu dilakukan pengkalisifikasian sektor lingkungan hidup yang menjadi bagian

muatan materi dalam Peraturan Daerah provinsi Bengkulu tentang Perlindngan dan

Pengendalian Lingkungan Hidup. Pengklasifikasian sektor lingkungan hidup

diperlukan untuk membatasi ruang pengaturan yang akan diatur dalam Peraturan

Daerah. Adapun sektor-sektor lingkungan hidup yang diatur dalam Peraturan Daerah

adalah sebagai berikut :

1. Sektor Limbah Industri;

2. Sektor Limbah Pertambangan;

3. Sektor Pemukiman Termasuk Pengelolaan Sampah;

51

Page 52: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

4. Sektor Transportasi;

5. Sektor Pariwisata;

6. Setor Perkebunan;

7. Sektor Kehutanan;

8. Sektor Sumber Daya Alam (SDA) hayati dan non hayati di Air, Laut dan Udara.

C. KETENTUAN SANKSI

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan hidup menjelaskan bahwa Lingkungan Hidup merupakan

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dari batasan

pengertiaan tersebut, dapat diartikan bahwa lingkungan hidup merupakan sistem yang

meliputi lingkungan alam hayati (flora dan fauna), lingkungan alam non hayati (bumi,

air, tanah dan udara), lingkungan buatan (Budaya, pabrik, jembatan, waduk) dan

lingkungan sosial (kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat) yang

mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lainnya. Unsur-unsur yang disebutkan itu satu dengan yang lain saling berkaitan

dan merupakan satu sistem, sehingga kalau salah satu unsur (komponennya) mengalami

perubahan akan berpengaruh lebih lanjut pada komponen yang lain8.

Suatu peraturan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada

dasarnya dibentuk untuk melindungi berbagai unsur-unsur lingkungan hidup agar selalu

berada dalam ambang batas normal sesuai dengan daya dukung lingkungan hidup.

Ambang batas normal yang sesuai dengan daya dukung lingkungan hidup dapat

menghindari dari degradasi negatif lingkungan hidup sendiri. Bahkan, besar

kemungkinan untuk terciptanya lingkungan hidup yang berkualitas, bersih, dan sehat .

Melindungi dan mengelola suatu lingkungan hdup dapat dilakukan dengan cara

menciptakan peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Peraturan yang

dibentuk pada dasarnya merupakan buah kesadaran dan kebijakan (policy) pemerintah

untuk melndungi dan mengendalikan lingkungan hidup. Peraturan tersebut agar dapat

lebih berjalan efektif dan efisien tentu membutuhkan penerapan sanksi di dalamnya.

Penerapan sanksi diberikan adalah untuk mencegah dan menindak pihak-pihak yang

terindikasi mencemarkan atau merusak lingkungan hiduo itu sendiri.

Peraturan Daerah sebagai suatu jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan dapat mencantumkan pemberian sanksi. Pencantuman

sanksi dalam suatu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan

8 Hukum Pidana Lingkungan, hlm 111

52

Page 53: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

ketentuan peraturan yang ada diatasnya berdasarkan hierarki peraturan

perundang-undangan. Ketentuan penerapan sanksi dalam suatu Peraturan

Daerah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

BAB III

JENIS, HIERARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 15

1. Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam :

c. Undang-Undang;

d. Peraturan Daerah Provinsi; atau

e. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa

ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling

banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

3. Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat

ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Mencermati ketentuan sebagaimana bunyi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan apabila dikaitkan

dengan legalitas suatu Peraturan Daerah mengenai perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan :

1. Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memuat sanksi pidana kurungan

atau denda namun tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi berdasarkan jenis dan hierarki

peraturan perundang-undangan;

2. Secara implisit sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 ayat (3), selain dapat memuat

ancaman pidana kurungan atau pidana denda suatu Peraturan Daerah dapat memuat

ketentuan pidana sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lain seperti sanksi administratif dan sanksi moral; dan

53

Page 54: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

3. Penerapan sanksi diluar apa yang diatur dalam Pasal 15 akan mengakibatkan

muatan materi mengenai penerapan sanksi dalam suatu peraturan daerah

bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga besar kemungkinan suatu

Peraturan Daerah akan dibatalkan.

Sebagaimana diketahui bahwa aspek pengaturan dalam rancangan peraturan

daerah disusun berdasarkan 2 (dua) teritori pengaturan yaitu tahap perlindungan

lingkungan hidup yang meliputi penerapan hak dan kewajiban masyarakat dan

pemerintah, pemeliharaan lingkungan hidup dan tindakan pengawasan aparatur

pemerintah melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait serta aspek

pengendalian lingkungan hidup yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,

tahap pemanfaatan, tahap pemantauan dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup, dan tahap penegakan hukum.

Sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, penerapan sanksi

direncanakan akan tersebar dalam berbagai tahapan upaya perlindungan dan

pengendalian lingkungan hidup. Tidak semua tahap dapat memuat sanksi. Penerapan

sanksi tersebut menyesuaikan dengan materi muatan yang diatur berdasarkan substansi

materi yang diatur dalam Peraturan Daerah. Sanksi-Sanksi yang dimuat dalam

Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan dan pengendalian

lingkungan hidup terbagi menjadi beberapa jenis sanksim yaitu :

1. Sanksi Moral ;

Sanksi moral dilekatkan dalam Bab-Bab yang mengatur masalah perlindungan

lingkungan hidup dan Bab-Bab yang mengatur tentang pengendalian lingkungan

hidup yang tercermin dalam tahapan-tahapan.

2. Sanksi Admnistrasi ;

Sanksi Administrasi dilekatkan dalam Bab-Bab yang mengatur mengenai tahapan

pengendalian lingkungan hidup yang meliputi tahap perencanaan, tahap

pengendalian, dan tahap pemanfaatan. Sanksi Administrasi yang diterapkan

meliputi tindakan paksa dari pemerintah (Bestuursdwang) pencabutan izin-izin

tertentu, pencabutan hak dan pembayaran ganti rugi (dwangsom) ; dan

3. Sanksi Pidana (tahap penegakan hukum) yang akan dicantumkan dalam Bab

tersendiri.

Sanksi pidana berupa sanksi pidana kurungan dan sanksi pidana denda akan

ditempatkan dalam suatu Bab tersendiri pada tahap penegakan hukum yang memuat

tentang

D. KETENTUAN PERALIHAN

54

Page 55: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Ketentuan Peralihan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang

Perlindungan dan Pengendalian Lingkungan Hidup ini memuat penyesuaian pengaturan

tindakan hukum atau hubungan yang sudah ada berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang lama terhadap peraturan perundang-undangan yang baru, yang

bertujuan untuk :

a. Menghindari terjadinya kekosongan hukum;

b. Menjamin kepastian hukum;

c. Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan

ketentuan Peraturan Perundang-Undangan; dan

d. Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

Selain sebagaimana yang telah disebutkan, secara konkrit Peraturan Daerah

Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan dan Pengendalian Lingkungan Hidup juga

memuat mengenai ketidak berlakuan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Peraturan

Daerah Nomor 06 Tahun 2005 tentang Penetapan Baku Mutu Air dan Kelas Air Sungai

Lintas Kabupaten//Kota Dalam Propinsi Bengkulu yang secara substansi menjadi

bagian pengaturan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan

dan Pengendalian Lingkungan Hidup.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Keseluruhan materi muatan yang ada dalam Naskah Akademik ini perlu diatur dalam

suatu Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu, karena :

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (6) memberikan kewenangan bagi

pemerintah daerah untuk menetakan peraturan daerah dan peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan;

2. Seiring dengan semakin bertambah tingginya pertumbuhan jumlah penduduk,

persebaran pemukiman, Pertambangan, Perkebunan, Transportasi, Industri,

Pariwisata dan juga dipicu dengan bermekarannya beberapa daerah menjadi

kabupaten baru di Provinsi Bengkulu secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi kualitas lingkungan hidup sehingga dapat memberi dampak yang

luas terhadap sektor kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

3. Bahwa semangat otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan

kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sehingga daerah yaitu Provinsi

55

Page 56: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

Bengkulu perlu membuat suatu Peraturan Daerah yang sesuai dengan karakteristik

permasalahan dan kebutuhan di Provinsi Bengkulu; dan

4. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan disebutkan bahwa materi muatan peraturan daerah provinsi

dan peraturan daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi

daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Upaya Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ssebagimana yang

diatur dalam naskah akademik ini pada dasarnya dilaksanakan berdasarkan asas

sebagaimana termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, namun disesuaikan

dengan kewenangan dan kebutuhan di Provinsi Bengkulu, yaitu :

1. Tanggung jawab daerah;

2. Kelestarian dan keberlanjutan;

3. Keserasian dan keseimbangan;

4. Keterpaduan;

5. Manfaat;

6. Kehati-hatian;

7. Keadilan;

8. Ekoregion;

9. Keanekaragaman hayati;

10. Pencemar membayar;

11. Partisipatif;

12. Kearifan lokal;

13. Tata kelola pemerintahan yang baik; dan

14. Otonomi daerah.

B. SARAN

1. Perlu penmilahan substansi Naskah Akademik yang berkaitan dengan Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atas Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

yang akan dibentuk agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

diatasnya sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan

berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

56

Page 57: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

2. Merekomendasikan agar penyusunan dan pembahasan Naskah Akademik beserta

Rancanngan Peraturan Daerah Provinsi ini menjadi skala prioritas dalam Program

Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi Bengkulu;

3. Untuk materi muatan yang memerlukan peraturan pelaksanaan dari Peraturan

Daerah Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup disarankan perlu segera untuk mempersiapkan membuat Peraturan Gubernur

Provinsi Bengkulu;

4. Untuk menjamin kepastian hukum di Provinsi Bengkulu, perlu disegerakan untuk

membuat Rancangan Peraturan Daerah Provinsi mengenai pencabutan Peraturan

Daerah Provinsi Nomor 06 Tahun 2005 tentang Penetapan Baku Mutu Air dan

Kelas Air Sungai Lintas Kabupaten//Kota Dalam Propinsi Bengkulu; dan

5. Dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

Bengkulu tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Naskah

Akademik ini berdasarkan Pasal … Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2005

tentang Tata Cara … dapat dijadikan acuan atau rujukan untuk pemnyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

57

Page 58: Naskah Akademik Lh Prov. Bengkulu

DAFTAR PUSTAKA

58