Nabila Putriyandri Alifa 1006680884 TugasMikrobiologi1
-
Upload
nabila-alifa -
Category
Documents
-
view
52 -
download
6
Transcript of Nabila Putriyandri Alifa 1006680884 TugasMikrobiologi1
Tugas Makalah
Mikrobiologi
Aerobic Composting and Anaerobic Digestion in Solid Waste
Oleh :
NABILA PUTRIYANDRI ALIFA
1006680884
Dosen Pembimbing:
Evi Novita Z. ST., M.Si
Ir. Irma Gusniani, MSc
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
Depok
2012
Aerobic Composting
Composting merupakan proses dekomposisi bahan organic yang membutuhkan oksigen,
yang dibantu oleh mikoorganisme pada kondisi yang terkontrol. Aerobic Composting merupakan
suatu proses biologis dalam konversi proporsi material organic pada MSW menjadi material
yang lebih stabil menyerupai humus. Proses ini aplikatif untuk jenis sampah meliputi yard waste,
sampah yang sudah dipisah, commingled MSW, dan ko-komposting dari lumpur yang berasal
dari wastewater treatment plant. Selama proses composting, mikroorgnisme menggunakan
oksigen di lingkungannya dan mengolah material organic.
Proses composting yang aktif akan menghasilkan panas dan karbon dioksida dalam
jumlah yang banyak serta uap air ke udara. Jumlah karbon dioksida dan uap air yang dilepas ke
udara bisa mencapai setengah dari massa material organic. Oleh karena itu proses ini efektif dan
efisien dalam mengurangi jumlah sampah. Pemahaman mengenai proses composting sangat
penting terutama untuk back yard and municipal system composter. Waktu, Volume, tipe,
kegunaan dan kualitas produk akhir merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
proses ini.
A. Proses yang Terjadi
Dekomposisi dan stabilisasi sampah organic merupakan fenomena yang terjadi secara
alami. Namun composting merupakan merukan suatu metode terorganisasi dalam dekomposisi
sampah organic yang mengadaptasi fenomena alamiahnya. Kompos hampir sama manfaatnya
dengan pupuk kandang yang mengandung material organic (N,P,K) dan mikronutrien lain yang
dibutuhkan tumbuhan untuk berkembang (Gotaas1956). Proses Komposting sendiri ada dua cara
yaitu secara aerobic dan anaerobic. Pada aerobic composting, mikoorgnaisme mengoksidasi
senyawa organic menjadi karbon dioksida,nitrit dan nitrat. Karbon dari senyawa organic berguna
sebagai sumber energi ketika nitrogen didaur ulang. Sedangkan pada proses anaerobic
composting, yang terjadi adalah reduksi material organic.
Proses composting yang akan dilakukan adalah proses aerobic. Pada proses ini
mikroorganisme (bacteria, fungi, actinomycetes) and invertebrates (worms, millipedes, sowbugs)
yang akan medekomposisi material dan membutuhkan keberadaan air dan oksigen. Hasilnya
adalah karbon dioksida, panas, dan air. Ada tiga tahapan dalam proses composting ini yaitu :
1. persiapan dari sampah organic
2. dekomposisi anaerobic dari material organic MSW
3. persiapan produk dan penjualan.
Metode yang umum digunakan adalah windrow, aerated static pile, dan in vessel. Adapun untuk
proses composting sederhana yang dapat digunakan di rumaha tangga seperti gambar di bawah
ini.
B. Proses Secara Mikrobiologis
Mikroorganisme seperti acteria, fungi and actinomycetes bereperan dalam dekomposisi
dan kenaikan suhu pada proses composting. Tiny millipedes, insects, sowbugs dan earthworms
merupakan agen utama dalam pembusukan secara fisik. Organisme tersebut akan memecah
material dan membawa mikroorganisme. Kecepatan suatu proses dekomposisi bergantung pasa
jenis decomposer, tipe material organic dan metode composting yang digunakan. Berikut adalah
rantai makanan yang terjadi pada proses composting.
Bakteria aerobik merupakan inisiator penting dalam proses dekomposisi dan peningkatan
suhu pada compost pile. Beberapa tipe bacteria dapat bertahan pada suhu of 55°-155°F, dan
dengan suhu awal pile sama dengan suhu udara. Jika suhu berada dibawah 70°F, bacteria yang
berguna tidak dapat bertahan hidup. Dan ketika pada suhu tinggi diatas 140°F, akan membunuh
organism pathogen dan bibit tanaman hama. Suhu efektif untuk composting adalah pada suhu
sedang sekitar 70°-100°F. Perubahan suhu pada proses ini dipengaruhi oleh jenis material,
metode dan ketersediaan air. Pada suhu 90°-140°F akan mengindikasi proses rapid composting .
Manajemen suhu berguna dalam penghancuran bibit dan pathogen.
Proses Curing merupakan proses setelah proses composting aktif selesai. Pada proses ini,
material akan terdekomposis scara perlahan. Material organic akan terurai sampai material yang
mudah diproses oleh mikrorganisme habis. Pada saat tersebut kompos akan stabil dan mudah
untuk diolah lebih lanjut. Kompos yang sudah selese pemprosesan akan memiliki karakteristik
seperti humus.
C. Faktor yang mempengaruhi
1. Oksigen dan Aerasi
Proses composting aerobic akan mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang besar,
terutama pada tahapan awal. Jika suplai oksigen terbatas maka proses composting tersebut akan
berubah menjadi prose anaerobic, yang kecepatan prosesnya lebih lama dan mengahsikan proses
yang berbau. Jumlah oksigen minimum adala 5% dari spasi antar pori-pori kompos adalah hal
yang patut diperhatikan. Level oksigen dapat di kembalikan pada windrow atau pile dengan cara
membolak-balikan material dengan front-end loader, ataupun agitasi mekanik oleh special
compost turner.
2. C/N ratio
Karbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (P), merupakan nutrient primer yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme yang berperan dalam composting. Mikroorganisme tersebut
menggunakan karbon sebagai energi dan berkembang, sedangkan nitrogen sangat esensial untuk
produksi protein dan reproduksi. Rasio karbon terhadap nitrohen dikenal dnegan C/N ratio.
Jumlah C/N rasio yang tepat biasanya akan memastikan bahwa jumlah nutrient yang ada dalam
jumlah memadai.
Material mentah biasanya dicampur untuk mendapatkan C/N ration dengan rentang 25:1
hingga 30:1, yang merupakan kondisi ideal untuk composting aktif, walaupun biasanya ratio C/N
dalam rentang 20:1 dan 40:1. Jika Rationaya dibawah 20:1, karbon yang tersedia akan diolah
tanpa menstabilkan semua nitrogen yang ada, hal tersebut akan menyebabkan produksi kelenihan
ammonia dan bau yang tidak sedap. Jika C/N, jumlah nitrogen yang terbatas akan menganggu
pertumbuhan mikroorganisme dan proses tersebut namun akan memperlambat proses
composting.
3. Moisture
Kelembapan diperlukan untuk mendukung proses metabolism mikroba. Material composting
harus dijaha kelembapannya dalam rentang 40-65 %. Pengalaman menunjukkan bahwa proses
composting akan terihibisi ketika kelembapan dibawah 40 %. Air akan menggantikan udara di
pori-pori material composting jika kelembapan berada diatas 65 %. Keterbatasan gerakan udara
yang membawa ke proses anaerobic. Kelembapan akan menurun sejalan dengan terjadinya
proses composting, sehingga penambahan air pada proses ini.
4. Ukuran Partikel
Kecepatan dekomposisi aerobic akan meningkat sejalan dengan penuruan ukuran partikel.
Partikel kecila akan menurunkan efektivitas pergerakan oksigen pada pile dan windrow. Kondisi
optimum keadaan setelah ukuran partikel dari 1/8 hingga 2 inci.
5. Suhu
` Pada proses Composting, biasanya menggunakan dua range suhu yaitu mesophilic (50-
105oF) and thermophilic (over 105oF). walaupun suhu mesophilic efektif dalam composting, ahli
menyarakan untuk menjaga suhu berada pada rentang 110-150F. Suhu termophilic banyak
digunakan karena dapat merusak pathogen dan bibit hama serta larva yang muncul pada material
kompos.
6. Waktu
Panjang waktu yang dibutuhkan untuk mentransformasi material mentah menjadi
kompos. Secara umumnya dekomposisi dan stabilisasi akan seleseai dalam hitungan minggu,
pada kondisi yang menguntungkan. Namun active composting akan berubah dari tergantung
terhapda kelembapan, turning frequency.
Anaerobic Process in Solid Waste
Anaerobic biodegradation terhadap organic material terjadi ketika ketidakberadaan
oksigen dan adanya keberadaaan mikroorganisme anaerobic.AD merupakan suatu proses rantai
dari serangkaian interaksi metabolism berbagai variasi grup mikroorganisme.Proses ini terjadi
dalam tiga proses yaitu hidrolisis, acidogenesis dan metanogenesis. Kelompok pertama
mikroorganisme tersebut mensekresikan enzim yang dapat menghidrolisi material polimer
menjadi monomer seperti glukosa dan asam amino. Yang selanjutnya akan dikonversi oleh
kelompok mikroorganisme yang kedua seperti acetogenic bacteria menjadi higher volatile fatty
acids, H2 and acetic acid. Terakhir, grup ketiga bacteria, methanogenic, mengkonversikan H2,
CO2, and
acetate, menjadi CH4.
1. Low Solid Digestion
Low solid digestion merupakan pengolahan biologis dimana limbah padat akan
mengalami fermentasi dengan konsentrasi solid adalah sekitar 4-8 persen. Pengolahan fermentasi
ananerob low solid banyak digunakan di belahan dunia untuk mendapatkan metana dari limbah
manusia, hewan, dan pertanian dan limbah organic MSW. Namun Proses ini mempunyai
kelemahan yaitu adalah penambahan air pada proses akan konsentrasi solidnya mencapai 4-8
persen. Penambahan air pada proses ini akan mengakibatkan lumpur hasil digestion menjadi
sangat encer, dan harus mengalami proses dewatered. Dan aliran cairan hasil dewatering process
perlu diperhatikan juga untuk memilih proses tersebut.
A. Deskripsi Proses
Ada tiga langkah dasar dalam proses low solid digestion agar menghasilkan metana dari limbah
organic MSW. Langkahnya yaitu :Pertama, persiapan sampah organic. Meliputi penerimaan,
pensortiran dan pemilahan, serta size reduction.
Kedua, meliputi penambahan moisture dan nutrient, pencampuran, penetapan pH 6.8 dan
pemanasan sekitar 55-600C, dan anaerobic digestion terjadi pada continuous-flow reactor dengan
konten didalamnya tercampur sempurna, namun ada beberapa unit pengolahan yang
menggunakan beberapa batch reactor disamping menggunakan continuous-flow reactor. Pada
beberapa unit pengolahan, diperlukan penambahan moisture dan nutrient dalam prosesnya,
dalam bentuk wastewater sludge dan kotoran ternak. Jika ditinjau dari segi karakter kimiawi dari
lumpur dan kotoran ternak, penambahan nutrient memiliki kemungkinan untuk ditambahkan. Hal
tersebut dikarenakan foaming dan pembentukan surface crust menimbulkan permasalahan dalam
proses digestion. Dari segi unit operasi dan proses perlakuan pengadukan yang tepat juga
penting.
Tahap ketiga meliputi penangkapan, penyimpanan dan pemisahan komponen gas. Proses
tambahan yang perlu diperhatikan meliputi dewatering and disposal dari lumpur hasil digestion.
Secara keseluruhan, proses treatment untuk lumpur hasil digestion low solid anaerobic digestion
jauh lebih mahal dibandingkan dengan proses tersebut, sehingga jarang digunakan.
B. Proses Secara Mikrobiologi
Proses ini terjadi dalam kondisi dengan ketidakberadaan oksigen, anaerobic stabilisastion
atau konversi dari material organic MSW terjadi dalam tiga langkah. Langkah pertama terjadi
suatu proses yang mengikutsertakan enzyme-mediated transformation (hydrolysis) dari tingkat
massa senyawa molekul yang lebih tinggi menjadi senyawa yang lebih tepat sebagai sumber
energi dan jaringan sel. Langkah kedua melibatkan konversi oleh bacteria terhadap senyawa
yang dihasilkan dari langkah pertama menjadi senyawa dengan tingkat massa molekul yang lebih
rendah (intermediate) yang teridentifikasi. Langkah ketiga adalah konversi bacteria terhadapa
senyawa intermediate menjadi senyawa sederhana seperti metana dan karbon dioksida.
Pada proses operasi dimana limbah padat diolah bersama dengan wastewater sludge,
ditemukan bahwa gas yag dikumpulkan dari digester 50-60 % adalah metana, dan 10ft3 gas
tersebut diproduksi per lb biodegradable volatile solid dihancurkan.
2. High Solid Anaerobic Digestion
High Solid Anaerobic Digestion merupakan pengolahan biologis dimana limbah padat
akan mengalami fermentasi dengan konsentrasi solid adalah sekitar 22 persen atau lebih. High
Solid Anaerobic Digestion merupakan teknologi yang masih baru dan aplikasi untuk rekorveri
energi dari material organic masih belum berkembang sepenuhnya. Namun ada dua kelebihan
dari High Solid Anaerobic Digestion dibandingkan Low Solid Anaerobic Digestion adalah
jumlah kebutuhan air yang akan ditambahkan lebih sedikit serta jumlah produksi gas yang
dihasilkan per unit volume ukuran reactor jauh lebih besar. Kekurangannya adalah proses ini
hanya tersedia untuk full-scale operating experience.
A. Deksripsi Proses
Tiga langkah yang terjadi pada Low Solid Anaerobic Digestion juga berlaku untuk High Solid
Anaerobic Digestion. Perbedaan prinsip hanya ada pada proses akhir digestion, dimana jumlah
kebutuhan air yang digunakan lebih sedikit , sehingga usaha untuk proses dewatered and dispose
dari digestion sludge. Langkahnya yaitu :Pertama, persiapan sampah organic. Meliputi
penerimaan, pensortiran dan pemilahan, serta size reduction.
Kedua, meliputi penambahan moisture dan nutrient, pencampuran, penetapan pH 6.8 dan
pemanasan sekitar 55-600C, dan anaerobic digestion terjadi pada continuous-flow reactor dengan
konten didalamnya tercampur sempurna, namun ada beberapa unit pengolahan yang
menggunakan beberapa batch reactor disamping menggunakan continuous-flow reactor. Pada
beberapa unit pengolahan, diperlukan penambahan moisture dan nutrient dalam prosesnya,
dalam bentuk wastewater sludge dan kotoran ternak. Jika ditinjau dari segi karakter kimiawi dari
lumpur dan kotoran ternak, penambahan nutrient memiliki kemungkinan untuk ditambahkan. Hal
tersebut dikarenakan foaming dan pembentukan surface crust menimbulkan permasalahan dalam
proses digestion. Dari segi unit operasi dan proses perlakuan pengadukan yang tepat juga
penting. Tahap ketiga meliputi penangkapan, penyimpanan dan pemisahan komponen gas.
B.Proses Mikrobiologi
Prosesnya hampir sama dengan proses Low Solid Anaerobic Digestion, yang terjadi
dalam 3 langkah. Langkah pertama terjadi suatu proses yang mengikutsertakan enzyme-mediated
transformation (hydrolysis) dari tingkat massa senyawa molekul yang lebih tinggi menjadi
senyawa yang lebih tepat sebagai sumber energi dan jaringan sel. Langkah kedua melibatkan
konversi oleh bacteria terhadap senyawa yang dihasilkan dari langkah pertama menjadi senyawa
dengan tingkat massa molekul yang lebih rendah (intermediate) yang teridentifikasi. Langkah
ketiga adalah konversi bacteria terhadapa senyawa intermediate menjadi senyawa sederhana
seperti metana dan karbon dioksida.
Perbedaan dengan Low Solid Anaerobic Digestion. Perbedaannya adalah High Solid
Anaerobic Digestion memiliki konsentrasi solid yang lebih tinggi. Dikarenakan hal tersebut akan
berefek pada parameter lingkungan terhadap populasi mikroorganisme yang berperan pada
proses ini. Contohnya adalah toksisitas ammonia dapat berefek pada methanogenic bacteria,
yang akan memberikan efek lanjutan pada produksi metana. Namun toksisitas ammonia dapat
dihindari dengan pengaturan rasio C/N input limbah makanan.
Daftar Pustaka
Pace, Michael. Farrell-Poe, Kathryn L. 1995. The Composting Process. Utah : Utah State
University Extention.
Hirrel, Suzanne Smith. Riley, Tom. 2004. Understanding the Composting Process. Arkansas :
Arkansas Cooperative Extension Service Printing Services
Tchobanoglous, George. Theisen, Hilary. Vigil, Samuel. 1993. Integrated Solid Waste
Management. New York : McGraw – Hill.Inc