Myeloproliferatif Neoplasia

12
Myeloproliferatif neoplasia : sebuah review dari kriteria klinis dan pengobatan S.M Koopmans, A.M.W. van Marion, H.C. Schouten Abstrak Trombosiitemia esensial (ET), polisitemia vera (PV), dan mielofibrosis primer (PMF) termasuk dalam kelompok Philadelphia chromosome negative mieloproliferatif neoplasia (Ph-MPN). MPN adalah kerusakan / kelainan stem sel sumsum tulang yang ditandai dengan proliferasi satu atau lebih mieloid, eritroid atau garis sel megakariotik. Oleh karena perubahan pada garis sel, MPN menunjukan gejala klinis dan histologi yang khas. Pada tahun 2005, sebuah mutasi pada gen JAK2 telah ditemukan dimana dihubungkan lebih mendalam dengan mekanisme kerja patogenesis dari MPN’s. Bagaimainapun pengobatan untuk pasien MPN’s hanya berupa terapi paliatif. Walaupun proses untuk mengurangi gejala pada pasien MPN sudah dibentuk, review ini akan memberikan gambaran secara umum dari pasien MPN untuk pada praktisi ilmu penyakit dalam. Hematopoiesis Hematopoiesis merupakan perkembangan dari komponen selular dalam darah. Formasi dan perkembangan dari sel darah diinisiasi oleh sel stem hematopoietic (HSC’s). HSC’s adalah sel primitif yang mampu memperbanyak dirinya sendiri dan berdiferensiasi. Mengenai perbanyak diri sendiri, paling tidak salah satu sel anak akan mempunhyai ciri khas yang mirip dengan sel induk setelah pembelahan. Selama masa hidup suatu individu, stem sel akan termaintain untuk kemampuan replikasi HSC’s dan supplai sel untuk garis keturunan hematopoiesis. Sekarang telah diketahui bahwa long term repopulating HSC’s (LT-HSC) berdiferensiasi menjadi short term repopulating HSC (ST-HSC’s) dan sesuai skema yang ditampilkan pada gambar 1, mereka akan berdiferensiasi lebih jauh menjadi berbagai fungsi sel progenitor (MPP) yang hanya mampu berdiferensiasi sesuai dengan garis keturunan mieloid atau limfoid. Progenitor mieloid umum (CMP) akan merangsang pertumbuhan progenitor megakariosit (MEP) dimana berdiferensiasi menjadi megakariosit eritrosit dan progenitor ganulosit (GMP) dimana akan berdiferensiasi menjadi makrofag dan granulosit neutrofil. Eosinofil dan basofil granulosit berdiferensiasi langsung dari CMP.

Transcript of Myeloproliferatif Neoplasia

Page 1: Myeloproliferatif Neoplasia

Myeloproliferatif neoplasia : sebuah review dari kriteria klinis dan pengobatan

S.M Koopmans, A.M.W. van Marion, H.C. Schouten

Abstrak

Trombosiitemia esensial (ET), polisitemia vera (PV), dan mielofibrosis primer (PMF) termasuk dalam kelompok Philadelphia chromosome negative mieloproliferatif neoplasia (Ph-MPN). MPN adalah kerusakan / kelainan stem sel sumsum tulang yang ditandai dengan proliferasi satu atau lebih mieloid, eritroid atau garis sel megakariotik. Oleh karena perubahan pada garis sel, MPN menunjukan gejala klinis dan histologi yang khas. Pada tahun 2005, sebuah mutasi pada gen JAK2 telah ditemukan dimana dihubungkan lebih mendalam dengan mekanisme kerja patogenesis dari MPN’s. Bagaimainapun pengobatan untuk pasien MPN’s hanya berupa terapi paliatif. Walaupun proses untuk mengurangi gejala pada pasien MPN sudah dibentuk, review ini akan memberikan gambaran secara umum dari pasien MPN untuk pada praktisi ilmu penyakit dalam.

Hematopoiesis

Hematopoiesis merupakan perkembangan dari komponen selular dalam darah. Formasi dan perkembangan dari sel darah diinisiasi oleh sel stem hematopoietic (HSC’s). HSC’s adalah sel primitif yang mampu memperbanyak dirinya sendiri dan berdiferensiasi. Mengenai perbanyak diri sendiri, paling tidak salah satu sel anak akan mempunhyai ciri khas yang mirip dengan sel induk setelah pembelahan. Selama masa hidup suatu individu, stem sel akan termaintain untuk kemampuan replikasi HSC’s dan supplai sel untuk garis keturunan hematopoiesis. Sekarang telah diketahui bahwa long term repopulating HSC’s (LT-HSC) berdiferensiasi menjadi short term repopulating HSC (ST-HSC’s) dan sesuai skema yang ditampilkan pada gambar 1, mereka akan berdiferensiasi lebih jauh menjadi berbagai fungsi sel progenitor (MPP) yang hanya mampu berdiferensiasi sesuai dengan garis keturunan mieloid atau limfoid. Progenitor mieloid umum (CMP) akan merangsang pertumbuhan progenitor megakariosit (MEP) dimana berdiferensiasi menjadi megakariosit eritrosit dan progenitor ganulosit (GMP) dimana akan berdiferensiasi menjadi makrofag dan granulosit neutrofil. Eosinofil dan basofil granulosit berdiferensiasi langsung dari CMP. Progenitor limfoid umum (CLP) berdiferensiasi menjadi T- dan B- sel limfoid dan sel natural killers (gambar 1) keturunan yang timbul dari HSC’s secara progresif kehilangan kemampuan memperbanyak dirinya dan secara berangsur menjadi terikat pada satu garis keturunan. HSC’s membutuhkan faktor intrinsik dan ekstrinsik untuk aktivitas guna yang disediakan oleh stem sel. Interaksi antara HSC’s dan stem sel menentukan apakah HSC tetap dalam keadaan kondisi diam atau berproliferasi menjadi sel progenitor dan kemudian berdiferensiasi menjadi sel darah yang dewasa.

Page 2: Myeloproliferatif Neoplasia

Mieloproliferatif neoplasia

MPN’s adalah kelainan klonal stem sel batang yang mengakibatkan moltipoten stem sel hematopoietic. Yang ditandai dengan proliferasi satu atau lebih garis keturunan dari mieloid, eritroidm dan keturunan sel megakariosit. Proliferasi ini menghasilkan peningkatan jumlah granulosit, eritrosit, atau platelet di darah perifer. Wiliam Dameshek adalah yang pertama kali memperkenalkan kata gangguan mieloproliferatif pada tahun 1951 termasuk trombositemia esensial (ET), polisitemia vera (PV), mieolfibrosis primer (PMF), mielogenous leukimia kronis (CML) dan eritroleukimia ( di Guglielmo sindrome). Kelainan ini dikelompokan bersama berdasar kemiripannya dalam fenotip klinis dan kepercayaan adanya stimulus yang berperan dan belum diketemukan serta bertanggung jawab terhadap aktivitas proliferasi dari sel sumsum tulang pada kelainan ieloproliferatif ini. Sesuai dengan organisasi kesehatan dunia (WHO) 2008 kriteria MPN’s sekarang dibagi menjadi MPN’s klasik yang membawa Philadelphia (Ph-) kromosom (mieloid leukimia kronis) dan klasik MPN’s yang tidak membawa Philadelphia kromosom termasuk ET, PV, PMF. Philadelphia kromosom adalah hasil dari t(9:22) digabung dengan gen BCR – A BL1.

Kriteria Klinis dan Histologi dari MPN

Tanda yang khas dari ET adalah trombotik dan komlikasi hemoragis, walaupun kebanyakan pasien tidak timbul gejala. Transien iskemik attack, eritromelalgia dan sindrom budd chart adalah komplikasi yang dapat timbul pada pasien ET atau dapat berkembang sebelum diagnosis ET ditegakkan. Komplikasi perdarahan adalah hasil dari hitung jumlah platelet yang terlalu tinggi yang seperti penyait von willebrand. Faktor von willebrand akan terproteolis dengan meningkatkan jumlah platelet. Histomorfologi dari sumsum tulang pasien ET menggambarkan gugusan megakariosit besar yang utama. Megakariosit menghambat pematangan yang normal dengan hiperlobulasi dan nukleus yang berbentuk seperti staghorn “tanduk rusa” gambar 2. Tan ada tanda

Page 3: Myeloproliferatif Neoplasia

pergeseran ke arah kiri atau munculnya sel eritrosit atau mieloid. Kehadiran dari reticulin biasanya sangatlah jarang di pasien dengan ET sekarang dan sangat sedikit pasien (<10%) berkembang mielofibrosis selama perkembangan penyakit mereka, dikenal sebagai post-ET mielofibrosis. Pasien ET mempunyai resiko sebesar kira – kira 2% untuk berkembang menjadi leukimia mieloid akut (AMI).

Polisitemia vera ditandai dengan pertumbuhan tiga garis keturunan dari eritrosit, mieloid dan megakariosit, biasanya yang meningkat paling utama eritrosit, dan sering juga leukosit atau platelet. Pasien juga terkadang menunjukan peningkatan hemoglobin yang persisten dan level hematokrit. Gambaran klinis pasien PV adalah adanya kejadian oklusi vaskular, pembesaran limpa, pruritus aquagenic (meningkat gatalnya setelah mandi air panas atau shower) dan komplikasi hemoragic setelah luka atau operasi. Di sekitrar 30% pasien PV akan berkembang menjadi mielofibrosis, dikenal juga sebagai post-mielofibrosis dan transformasi leukimia akan timbul dalam 10% dari pasien PV. Sumsum tulang pasien PV menunjukan panlielosis dan peningkatan selular. Level megakariosit menunjakan rentang kecil sampe besar. Megakariosit tanpa maturasi defek pada nukleus dan sitopalsma dan tersusun dalam gugusan yang longgar (gambar2). Selalu terdapat prroliferasi dan sering berupa pergeseran ke kiri (shift to the left) dari garis keturunan sel mieloid dan terutama sel prekursor eritroid. Fibrosis retculin yang meningkat secara perlahan terlihat di sumsum tulang.

Pada mielofibrosis yang utama, keluahan dan gajala pasien bergantung pada derajat anemia dan splenomegali. Gejala awal yang khas adalah kelelahan, turunnya berat badan, keringat malam hari dan demam. Gejala tersebut diyakini terjadi karena pelepasan abnormal dari sitokin dari megakariosit klonal sebagai hasil emperipolesis. Ketika fibrosis berada pada derajat yang tinggi, gejala yang timbul jauh melebihi gejala awal, dari pucat hingga anemia, hepatosplenomegali, infark spleen dan osteosklerosis. Budd-chiari sindrome dapat digolongkan sebagai fase awal penyakit dan merupakan gejala awal. Dalam sumsum tulang dari prefibrotik (PMF) keseluruhan peningkatan selular adalah bukti yang termasuk dalam pertumbuhan dan diferensiasi abnormal dan megakariosit yang besar. Megakariosit terlihat berlobus lobus, seperti awan, dan nukleusnya hiperchromatin dan menunjukan gugusan yang padat. Sering disertai dengan pergeseran ke kiri dari proliferasi granulosit. Pada prefibrotik PMF fibrosis reticulin mungkin tidak tampak, tapi selama penyakit berlangsung fibrosis reticulin meningkat. Akhirnya menghasilkan osteosklerosis dan kolagen fibrosis. Transformasi leukimia timbul sekitar 10% dari pasien PMF. Bagaimanapun gejala yang sudah disebutkan diatas tidak selalu terbatas pada pasien ET, PV atau PMF, faktanya gejala tersebut dapat timbul pada trias klasik dari Ph-MPN seperti komplikasi perdaraham (baik spontan atau setelah operasi), trombosis dan kelelahan. Pasien MPN mungkin bisa timbul tanpa gejala pada fase awal, dan mungkin secara kebetulan bahwa penyakit MPN ditemukan karena hitung darah yang abnormal

Page 4: Myeloproliferatif Neoplasia

atau dari dari penyakit yang merupakan gejala khas dari fase awal MPN seperti budd chiarri sindrom, serangan jantung, cerebral vaskular, pulmonary trombus, DVT. Faktor penting dalam kejadian tromboembolic adalah mutasi JAK2. Tidak ada perbedaan antara kejadian tromboembolis yang terlihat pada heterozigot dan homozigos JAK2 pada pasien PV,sebagai perbandingan untuk pasien ET homozigos, dimana menunjukan oeningkatan resiko kardiovaskular dibandingakan dengan yang heterozigos dan pasien ET tipe tak terkonotrol. Hal ini juga menunjukan bahwa pasien ET dan PV dengan beban alel yang tinggi mempunyai resiko lebih tinggi terkana kejadian trombotik. Hal ini mengindikasikan faktor resiko yang penting untuk mutasi JAK2 dalam berkembangnya trombosis. Munculnya mutasi JAK2 pada pasien DVT dan embolis pulmonari terbilang rendah, karena itu skrening umum JAK2 tidak disarankan pada pasien dengan DVT dan PE spontan. Ini adalah perbandingan pada pasien dengan trombosis pada splen dan intra hepatik, pasien ini menunjukan tingginya prevalensi dari mutasi JAK2 dan sebuah diagnosis dari ET dan PV tetap harus dipertimbangkan.

Polisitemia vera group study (PVSG) dibuat untuk menegakkan kriteria diagnosa untuk Ph-MPN pada tahun 1967. Kriteria diagnosa telah diperbaharui beberapa kali selama beberapa dekade dan bahkan sekarang digunakan bagi ahli hematologi. Walaupun penggunaan dari biopsi sumsum tulang (BMB) sebagai alat diagnostik telah diabaikan, WHO menambahkan sebuat set satu set diagnosa kriteria histologi di tahun 2001. Penemuan terbaru dalam menemukan mutasi JAK2 dan pengetahuan akan prefibrotik PMF terdapat pada klasifikasi WHO tauhun 2008. Bagaimanapun fase awal dari ET, PV dan MPN’s sangat susah untk dibedakan apabila dilihat hanya dari morfologinya. Hal ini sudah ditunjukan Wilkins et al, bahwa beberapa keriteria histologi yang dijelaskan pada klasifikasi WHO sangat sulit untuk dihasilkan. Akan tetapi sangat penting untuk membedakan ketiga tipe MPN’s pada fase awal karena perbedaan resiko komplikasi tromboembolik dari PV dan rata bertahan hidup dari PMF dibandingkan dengan pasien ET yang mempunyai umur harapan hidup yang normal.

Walaupun Ph-MPN’s dibedakan menjadi tiga kriteria klinis yang berbeda, penggunaan tiga alat diagnosis yang berbeda juga dipertanyakan; ET, PV dan PMF menunjukan timpang tindih yang sanat tinggi di antara kriteria morfologi , gejala klinis dan tanda klinis dan juga berbagi mutasi mulekular JAK2 yang sama. Sebuah gambaran model yang simpel untuk klasifikasi MPN’s ditunjukan di gambar 3. Klasifikasi tersebut mungkin lebih masuk akal unntuk membagi MPN’s ke JAK2 positif atau negatif dan membagi mereka menjadi pasien dengan atau tanpa mielofibrosis.

Mutasi JAK2 dan MPN

Pada tahun 2005, beberapa kelompok mengidentifikasi mutasi pada tyrosine kinase dari JAK2 pada pasien MPN’s, menghasilkan pengganti dari valine untuk phenilalanin pada posisi 617 dari JAK2. Langkah genetik pertama adalah mendapatkan poin mutasi dan menghasilkan status mutasi yang heterozigot.

Page 5: Myeloproliferatif Neoplasia

Mutasi JAK2 homozigot adalah hasil dari rekombinansi mitotik antara homolog kromosom 9p dan hasil dari kehilangan heteregenitas dari 9p (LOH) dan ini adalah langkah genetik kedua dalam penyebab MPN’s. Mutasi JAK2 muncul dalam granulosit, eritroblas, dan mieloblas dan di semua eritropoietin (EPO). Eirtroid koloni dengan mutasi JAK2 mampu berkembang pada ketidakadanya EPO. Karena itu mutasi JAK2 juga muncul dalam faktor independen pertumbuhan dari keturunan sel hematopoietic, lebih lanjut reseptor dari sel progenitor sumsum tulang sangat sensitif terhadap trombopoietin (TPO, menstimulasi proliferasi dan diferensiasi dari megakariosit), EPO ((stimulasi eirtroblas), faktor stem sel (SCF, menginduksi proliferasi dan perbanyak diri dari progenitor hematopoietic yang multipoten) dan granulosit stimulating faktor (GSF, menstimulasi proliferasi dan differensiasi granulosit). Hipersensitivitas dari sitokin ini menghasilkan stimulasi yang spesifik untuk megakariopoiesis, eritropoiesis, dan granulopoiesis.

Mutasi JAK2 muncul dalam >95% dari PV, dan kurang lebih 50% dari ET dan PMF. Mutasi JAK2 mengatur aktivitas kinase JAK2. Mutasi ini berlokasi di JH2 dari gen JAK2, dimana negatif untuk mengatur aktivitas dari kinase. Valine 617 dan sistein 618 keduanya mengandung domain kinase dari JAK2 dalam status tidak aktif. Pengganti dari valine 617 untuk penilalanin mengganggu interaksi penghambatan ini, menghasilkan peningkatan aktivitas kinase JAK2, sehingga mekanisme umpan balik rusak dengan adanya aktivasi faktor pertumbuhan independen. Pasien PV tanpa JAK2 mutasi secara virtual mempunyai JAK2 exon 12 mutasi. Dan juga banyak kelainan genetik awal seringkali didefinisikan berhubungan dengan gangguan pertumbuhan.

Penatalaksanaan MPN

Pengobatan MPN terkini berupa terapi suportif, dimana standar terapi belum ditetapkan secara baku, pengobatan pasien ET dan PV seharusnya berdasar pada tingkat resiko dan proses tromboembolik mereka sebagaimana yang teloah dievaluasi dari pembelajaran luas dari European Collaboration on Low-dose Aspirin in Polycythemia (ECLAP). Umur yang lebih dari 60 tahun dan adanya riwayat terdahulu dari trombosisyang ditemukan menjadi faktor resiko trombosis baik di kedua ET dan PV.apabila terdapat salah satu dari kedua faktor resiko tersebut maka pasien dalam resiko tinggi, namun apabila pasien tidak dalam kedua faktor tersebut maka pasien ET dan PV tersebut dalam resiko rendah.pasien ET dan PV yang mempunyai jumlah platelet >1000x juga dalam resiko sedang menjadi trombosis atau jika mereka mempunya riwayat penyakit seperti ; hipertensi, kolesterol tinggi, merokok dan diabetes melitus (tabel1). Hal ini merupakan faktor resiko kardiovaskular secara umum dan peran hal tersebut masih kontroversi. Faktor resiko yang memungkinkan lainnya, dimana harus diteliti lebih lanjut dalam study prospektif, mungkin leukositosis dan adanya mutasi JAK2, walaupun hak tersebut masih kontroversial.

Page 6: Myeloproliferatif Neoplasia

Pasien ET termasuk dalam resiko rendah atau sedang dan apabila tidak terdapat gejala klinis tidak perlu diberikan terapi, namun aspiirn direkomendasikan untuk mencegah kejadian mikrovaskular, dan eritromelalgia, walaupun adanya perdarahan dan timbulnya vol Willebrand sindrom merupakan kontraindikasi dari pemberian aspirin. ET dengan resiko tinggi adalah indikasi dalam pemberian hidroxyurea (HU), dimana menghambat produksi trombosit, eritrosit dan leukosit, dikombinasikan dengan aspirin dosis rendah jika trombosis atau menifes mikrovaskular timbul, dan tentu tanpa adanya ontraindikasi (tabel2). Pada percobaan MRC-PT-1 meneliti perbandingan HU ditambah aspirin dengan anagrelide ditambah aspirin pada pasien ET dengan resiko tinggiuntuk trombosis, setelah diamati HU ditambah aspirin lebih superior dibanding anareglide dengan aspirin. Penggunaan aspirin untuk pasien PV sudah diteliti sejak lama. Sejak tahun 1986, PVSGG menyimpulkan bahwa aspirin tidak efektif dan berbahaya, dilihat dari peningkatan perdarahan gastrointestinal dan hemoragi di interserebral berdasar dari percobaan acak dari 163 pasien PV mendapat sekitar 900mg/hari aspirin ditambah dipridamole atau radioaktif fosfor. Namun, banyak penelitian dari penggunaan aspirin telah dilakukan, menghasilkan kesimpulan dari penggnaan dalam batas aman atau dosis rendah dari aspirin pada pasien PV. Gruppo Italiano Studio PolicitemiaVera mendemonstrasikan penggunaan yang aman dari aspirin dosis rendah (40mg/hari) pada pasien PV. Penelitian dari Ladolf menunjukan penurunan yang signifikan dari resiko kombinasi dari kematian kardiovaskular, infark miokardial, stroke, PE atau DVT dengan 100mg/hari dari aspirin. Karena itu penggunaan aspirin dosis rendah ditambah dengan phlebotomi sangat dianjurkan pada resiko rendah dan sedang.

Page 7: Myeloproliferatif Neoplasia

Pengobatan masa depan

Terapi baru termasuk inhibitor JAK dan imatinib mesylate. Imatinib mesylate (tirosin

kinase inhibitor) digunakan dalam pengobatan leukemia myelogenous kronis dan telah

terbukti untuk mengurangi ukuran limpa dan mengurangi aktivitas proliferasi pada pasien

PV. Beberapa inhibitor JAK telah dikembangkan sejak ditemukannya mutasi JAK2V617F

pada tahun 2005, di antaranya ruxolitinib (INCB018424), SAR302503 (TG101348),

CYT387, lestaurtinib (CEP701) dan SB1518. Ruxolitinib adalah inhibitor JAK1 dan JAK2

yang diuji dalam fase I / II percobaan. Pasien menunjukkan respon setelah satu atau dua

bulan termasuk pengurangan ukuran limpa dan peningkatan gejala konstitusional termasuk

kelelahan, penurunan berat badan, berkeringat di malam hari dan pruritus. Penurunan total

skor gejala setelah 24 minggu lebih dari 50% terjadi pada 46% pasien dibandingkan dengan

5% untuk kelompok plasebo. Efek samping hematologis anemia dan trombositopenia (grade

3 atau 4). Efek toksik non-hematologis rendah dan jarang. Setelah 60 hari kelangsungan

hidup secara keseluruhan dari pasien yang diobati dengan ruxolitinib yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok plasebo (hazard ratio = 0,67). Beban alel minimal menurun

dan ruxolitinib telah terbukti efektif pada pasien dengan mutasi JAK2V617F maupun tanpa

JAK2 mutation. Ruxolitinib sekarang sedang diuji dalam percobaan fase III.

Dalam sebuah penelitian terbaru oleh Tefferi et al. 51 pasien yang terdaftar dalam fase

I / II sidang COMFORT mengalami progress sangat cepat dari gejala yang berhubungan

dengan adanya myelofibrosis dan splenomegali. Namun, terjadinya anemia dan

trombositopenia, kehilangan atau kurangnya respon, perkembangan penyakit, pasien / dokter

sering dikaitkan dengan kurangnya respon, dan kematian selama studi ada 47 pasien dan

untuk itu pengobatan dengan ruxolitinib dihentikan . Selama penghentian pengobatan, gejala

kambuh dan splenomegali yang dialami oleh sebagian besar pasien, yang kadang-kadang

diperlukan rawat inap. Pengamatan ini menekankan kebutuhan untuk fungsi hati dari sindrom

penghentian terapi ruxolitinib pada pasien myelofibrosis. Selanjutnya, penghentian

pengobatan harus dilakukan bawah pengawasan yang ketat dalam jadwal panjang bertahap,

meskipun jadwal tapering tidak menjamin bahwa gejala post penarikan obat tidak akan

terjadi. Namun, efek samping dan terjadinya sindrom penarikan obat ruxolitinib tidak

bermanfaat juga pada pasien myelofibrosis dengan pengobatan ruxolitinib. SAR302503

adalah inhibitor JAK2 selektif mengurangi ukuran limpa dan gejala konstitusional.

Selanjutnya, mayoritas pasien dengan leukositosis dan trombositosis pada awal mencapai

jumlah darah normal. Sebuah penurunan yang signifikan dalam beban alel JAK2V617F

Page 8: Myeloproliferatif Neoplasia

diamati. Kelas 1, efek sampingnya adalah mual, diare dan muntah. Efek samping

hematologis dari kelas 3 sampai 4 adalah anemia, trombositopenia dan neutropenia (jarang).

SAR302503 sedang diuji dalam uji coba fase II saat ini.

CYT387 menghambat gen JAK1 dan JAK2. Hasil pertama yang terlihat langsung

adalah perbaikan dalam ukuran limpa, anemia dan gejala konstitusional. Efek samping dari

CYT387 adalah sakit kepala dan thrombocytopenia. CYT387 saat ini sedang diselidiki dalam

fase I / II percobaan.

Lestaurtinib menghambat JAK2 dan JAK3 dan meningkatkan ukuran limpa,

ketergantungan transfusi dan cytopenia. Tidak ada efek terlihat pada beban alel JAK2V617F.

Efek samping yang ditimbulkan adalah diare, anemia dan thrombocytopenia. Saat ini,

lestaurtinib sedang diselidiki dalam uji coba fase II. SB1518 adalah inhibitor JAK2 sangat

selektif dan ditoleransi dengan baik pada tahap I percobaan dengan penurunan ukuran limpa

dan peningkatan klinis symptoms. SB1518 saat ini sedang diuji dalam tahap I / II percobaan.

Obat lain yang menjanjikan mungkin pomalidomide, obat imunomodulator generasi

kedua. Pomalidomide bagus untuk memperbaiki anemia (di 25% dari pasien yang diobati

dengan 0,5 mg / hari dan 36% dari pasien yang diobati dengan 3,0 mg / hari) dan jumlah

trombosit pada pasien dengan ≤ 100 x 109 / l (pada 58% pasien yang diobati dengan 0,5 mg /

hari). Agen Hypomethylating juga telah diselidiki. Yang paling menjanjikan adalah

decitabine, yang diuji dalam studi tahap II pada 21 pasien MPN dengan myelofibrosis,

menunjukkan penurunan dari 61% dalam sirkulasi sel CD34 +. ITF2357, inhibitor histone,

mengurangi pruritus pada kebanyakan pasien, mengurangi splenomegali pada 38% pasien

dan mengurangi beban alel JAK2V617F.

Everolimus (RAD001) menghambat target mamalia dari rapamycine (mTOR) dan

ditunjukkan untuk mengurangi ukuran limpa, untuk menyelesaikan resolusi gejala sistemik

dan untuk mengurangi anemia. Efek sampingnya adalah memburuknya anemia pada 30%

pasien dan neutropenia atau trombositopenia, meskipun jarang.

Inhibitor JAK adalah strategi obat baru yang paling menjanjikan untuk pasien MPN

dengan peningkatan kualitas hidup dan efek samping minimal. Namun, keamanan jangka

panjang dari agen-agen dan apakah perpanjangan kelangsungan hidup mereka harus

ditentukan. Oleh karena inhibitor JAK hanya dimulai sebagai bentuk terapi pada pasien

myelofibrosis kelompok menengah-2 atau berisiko tinggi.

Page 9: Myeloproliferatif Neoplasia