RANCANG BANGUN MULTY CELL WATER ELECTROLYZER MODEL PLAT DENGAN KATALIS KOH PADA MESIN ISUZU C190
multy sklerosis.docx
Transcript of multy sklerosis.docx
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi
Mutiple sklerosis adalah suatu keadaan kronis, penyakit sistem saraf pusat degeneratif
dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis
(Brunner dan Suddarth,2002).
2. Etiologi
Penyebab mutiple slerosis belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan
dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan
factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
a. Kehamilan
b. Infeksi yang disertai demam
c. Stress emosional
d. Cedera
3. Patofisiologi
Pada mutiple sclerosis, demielinasi menyebar tidak teratur keseluruh sistem pada saraf
pusat. Mielin hilang dari silinder aksis dan akson itu sendiri berdegernerasi. Adanya plak
atau potongan kecil pada daerah yang terkena menyebabkan sklerosis, terhentinya alur
impuls saraf dan menghasilkan bervariasinya manifestasi, yang bergantung pada saraf-
saraf yang terkena. Daerah yang paling banyak terserang adalah saraf optik, kiasma,
traktus, serebrum, batang otak, serebelum, dan medula spinalis.
4. Penyimpangan KDM
Faktor predisposisi
( virus, respon autoimun,dan geneyik )
Edema dengan degenerasi mielin
Demielinisasi yang mengkerut menjadi mutiple plak
Lesi sklerosis mutiple terjadi pada substansia alba SSP
Demielinasi
Terhentinya alur impuls saraf
Saraf optik serebelum dan batang otak serebrum medula spinalis
Dan khiasma Nistagmus Disfungsi serebral gg.sensorik,
gg.penglihatan Ataksia serebral Hilangnya daya ingat kelamahan
Risiko tinggi trauma/cedera Disartia dan dimensia,gg afek spastik anggot
Perubahan kemampuan merawat diri gerak
Defisit perawatan diri (makan,minum, Hambatan mobilitas
Berpakaian,higiene) fisik
Tirah baring lama
Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit
5. Manifestasi klinis
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
a. Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan
proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
b. Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional
ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan
otot bicara dan facial palsy.
c. Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung,
kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
d. Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus,
diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
e. Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
f. Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi
sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
g. Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang,
demensia.
h. Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks
abdomen.
6. Pemeriksaan diagnostik
i. Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan ikatan
oligoklonal yakni terdapat beberapa pita immunoglobulin gamma G (IgG).
j. CT Scan : gambaran atrofi serebral
k. MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi
perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan.
l. Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
m. Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitif.
7. Penatalaksanaan
a. Bersifat simtomatik : sesuai dengan gejala yang muncul
b. Farmakoterapi :
1. Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan
konduksi saraf.
2. Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon, Azatioprin, betaseron.
3. Baklofen sebagai antispasmodic
c. Blok saraf dan pembedahan dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur
untuk mencegah kerusakan lenih lanjut.
d. Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data umum
1. Identitas
Nama,umur (lenih sering terjadi pada kelompok dewasa muda, antara umur 18
sampai 40 tahun), jenis kelamin (lebih banyak pada wanita daripada pria,
pendidikan, alamat, suku bangsa, tanggal dan jam masuk RS, nomor register, dan
diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas /
kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang
mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah
menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga
dekat.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.adanyaperubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak
kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit mutiple
sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain yang
melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan dimensia.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan
penurunan frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula
spinalis.
B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita
mutiple sclerosis dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan
fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai
beikut:
Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas
B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan
pada sistem kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas
biasanya klien mengalami hipotensi postural.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.inspeksi umum didapatkan
berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian tingkat kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis
Pengkajian fungsi serebral, status mental : biasanya status mental klien mengalami
perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi,
dan penurunan memori, baik jangka panjang. Adanya gangguan afek berupa euforia
merupakan tanda khas pada klien mutiple sclerosis.
Pengkajian saraf kranial ; pada pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I –
XII.
Saraf I
Biasanya pada klien mutiple sclerosistidak memiliki kelainan fungsi
penciuman
Saraf II
Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penglihatan.
Sejumlah besar klien menderita gangguan penglihatan sebagai gejala
awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang pandang yang
abnormal dengan bintik buta (skotoma) baik pada salah satu maupun
pada kedua matanya.salah satu mata mungkin mengalami kebutaan
total. Gangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis ssaraf
optikus. Lesi pada batang otak yang menyerang nukleus atau serabut
traktus dari otot-otot ekstraokular dan nistagmus (gerakan osilasi bola
mata yang cepat dalam arah horizontal atau vertikal).
Saraf III, IV dan VI
Pada beberapa kasus penyakit mutiple sclerosis biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
Saraf V
Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal
Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X
Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
dengan perubahan status kognitif (klien tidak kooperatif)
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan tra pezius
Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal
Pengkajian sistem motorik
Kelemahan spastik anggota gerak, dengan manifestasi berbagai gejala, meliputi
kelemahan anggota pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat
anggota gerak.
Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki
sebelah terseret maju, serta pengontrolan yang buruk.
Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama jika
klien sedang berada di tempat tidur.
Keadaan spastis yang lebih berat disertai spasme otot yang nyeri.
Pengkajian refleks
Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abnominal tidak ada
Respon plantar berupa ekstensor (tanda babinski). Tanda ini merupakan indikasi
terserangnya lintasan kortikospinal.
Pengkajian sistem sensorik
Gangguan sensorik, parastesia (baal, perasaan geli, perasaan mati rasa, atau
tertusuk-tusuk jarum dan peniti). Jika lesi terdapat pada kolumna posterior
medula spinalis servikalis, fleksi leher menyebabkan sensasi seperti syok
(tanda lhermitte). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan ataksia
sensorik dan inkoordinasi lengan. Sensai getar sering kali menghilang.
B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan
gangguan pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi
yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin
itu juga timbul retensi dan inkontinensia.
B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang
karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan
aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan
untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota
gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota
gerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat
jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang kurang sekali.
Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan
terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih
berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.
2. Diagnosa keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
b. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan.
c. Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan dengan
perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
d. Resiko tinggi kerusakan intergrasi jaringan berhubungan dengan tirah baring lama.
3. Perencanaan dan rasional
Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelenahan, paresis, dan
spastisitas.
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi Rasional
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap
1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik
2. Modifikasi peningkatan mobilitas fisik.
3. Anjurkan teknik aktivitas dan teknik istirahat.
melakukan aktivitas.
2. Relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien mutiple sklerosis. Latihan secara progresif digunakan untuk mengguatkan otot yang lemah, karena penurunan kekuatan otot adalah masalah signifikan untuk klien ini.
3. Klien dianjurkan untuk melakukan aktivitas melelahkan dalam waktu singkat. Latihan fisik yang giat tidak dianjurkan karena hal itu meningkatkan suhu tubuh dan menimbulkan gejala yang lebih buruk. Lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas atau tidak ada koordinasi. Klien dianjurkan untuk tetap sering beristirahat pada periode pendek, dan berbaring lebih disukai. Kelelahan yang berlebihan dapat berhubungan dengan faktor penyebab gejala eksaserbasi.
4. Latihan berjalan meningkatkan ngaya berjalan, karena pada umumnya keadaan tersebut kaki dan tapak kaki kehilangan sensasi positif. Jika kelompok otot yang terpengarauh tidak dapat sembuh maka otot-otot lain dapat dicoba untuk melakukan aksi.
5. Menurunkan resiko
4. Ajarkan teknik latihan jalan
5. Ubah posisi klien tiap 2 jam
6. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.
7. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.
8. Bantu klien melakukan gerak ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
6. Gerakkan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
7. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk gerakkan.
8. Untuk memelihara fleksibelitas sendi sesuai kemampuan.
9. Peningkatan kemampuan dalam mobilitas ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.
9. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Diagnosa 2 : Resiko cedera/trauma berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan,
dampak tirah baring lama dan kelemahan spatis.
Tujuan : - Cedera tidak terjadi
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi.
2. Berikan kacamata yang sesuai pada klien.
1. Meminimalkan rangsang nyeri akibata gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya.
2. Tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok impuls penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia (penglihatan ganda). Kacamat prisma dapat membantu klien yang terberbaring di tempat tidur yang mempunyai kesulitan membaca dengan posisi terlentang. Individu dengan keterbatasan fisik perlu menghindari bacaan yang dicetak biasa, hal ini merupakan pilihan untuk bebas dari buku-buku yang berbicara tentang politik atau dapat diharapkan untuk memperoleh buku-buku dengan tipe yang banyak tersedia di perpustakaan lokal.
3. Oleh karena penurunan aktivitas fisik dan
3. Minimalkan efek imobilitas
4. Modifikasi pencegahan cedera
imobilisasi sering terjadi pada mutiple sklerosis, maka komplikasi yang dihubungkan dengan imobilisasi (tidak melakukan mobilisasi) mencakup dekubitus dan langkah untuk mencegahnya. Penangan untuk mencegah komplikasi berupa pengkajian dan mempertahankan integritas kulit, latihan nafas dalam, serta batuk.
4. Pencegahan cedera dilakukan pada klien mutiple sklerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan, atau jika ataksia ada, klien berisiko jatuh.
- untuk mengatasi ketidakmampuan, klien dianjurkan untuk berjalan dengan kaki pada ruang luas, untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil.
- jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien dianjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan. Berjalan dengan langkah cepat dicoba dengan alat bantu (walker, brace, tongkat, kruk, pegangan paralel) dan terapi fisik. Jika gaya berjalan tetap tidak efisien, kursi roda menjadi pilihan penyelesaian.
- terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan
Modifikasi lingkungan
Ajarkan nteknik berjalan
untuk meningkatkan kemandirian.jika tidak ada koordinasi dan tremor ekstremitas atas terjadi ketika gerakan volunter diupayakan (tremor intensi), gelang pemberat atau manset pada pergelangan tangan dapat menolong. Klien dilatih untuk berpindah dan melakukan aktivitas sehari-hari.
- oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakan motorik, dekubitus terus di atasi untuk integritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.
- deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kehilangan komplikasi imobilisasi.
- spastisitas otot biasanya terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentukspasme abduktor yang berat pada tinggul, dan spasme fleksor pada pinggul dan lutut. Jika tidak berkurang maka kontraktur fibrosa pada sendi ini diakibatkan oleh adanya dekubitus yang terjadi pada daerah sakrum dan pinggul (karena ketidakmampuan klien mengatur posisi engan benar).
- latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi.
- telapak kaki dalam posisi 90 derajat dapat mencegah
Berikan terapi okupasi
Minimalkan risiko dekubitus
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari (pantau kulit dan
footdrop.
5.Menilai perkembangan masalah klien
membran mukosa terhadap iritasi,kemerahan,atau lecet-lecet).
Minimalkan spastisitas dan kontraktur
Ajarkan teknik latihan
Pertahankan sendi 90 derajat terhadap papan kaki.
5. Evaluasi tanda dan gejala perluasan cedera jaringan (perdangan lokal atau sistemik, seperti peningkatan
nyeri, edema, demam).
Diagnosa 3 : Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan
dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
Tujuan : - Defisit perawatan diri teratasi
- Mampu melakukan perawatan diri sendiri
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat ketidakmampuan pasien, izinkan sebanyak mungkin untuk melakukannya secara otonomi. Anjurkan pasien memberikan masukan dalam perencanaan dalam jadwal perawatan.
2. Perhatikan adanya / lakukan tindakan terhadap keletihan.
3. Berikan / sediakan waktu yang cukup untuk melakukan tugas-tugas dan tingkatkan kesabaran ketika pergerakan pasien lambat.
4. Berikan alat bantu sesuai indikasi, seoerti mandi di kursi,meningkatkan tempat duduk untuk defekasi dengan penyokong yang
1. Berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri dapat meringankan frustasiatas hilangnya kemandirian yang dimilikinya. Kualitas hidup pasien terlihat meningkat ketika pasien mampu untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.
2. Kelelahan yang dihadapi pasien sclerosis mutiple sangat melemahkan dan menurunkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivitas.
3. Penurunan keterampilan motorik / spastisitas dapat menghambat kemampuan untuk menangani pekerjaan yang sederhana.
4. Menurunkan kelelahan, meningkatkan partisipasi dalam perawatan diri pasien.
hangat.
Diagnosa 4 : Resiko tinggi kerusakan intergrasi kulit/jaringan berhubungan dengan
tirah baring lama.
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi / dapat dicegah
Kriteria : Mengidentifikasi menunjukkan perilaku untuk mempertahankan kulit halus,
kenyal dan utuh
Intervensi Rasional
1. Observasi kemerahan, pucat dan ekskoriasi
2. Gunakan krim kulit dua kali sehari saat setelah selesai mandi.
3. Pijat kulit, khususnya di daerah yang tertekan
4. Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk memeprtahankan aktivitas.
1. Dapat mengetahui ada tidaknya kemerahan, mencegah terjadinya dekubitus.
2. Melicinkan kulit dan menurunkan rasa gatal.
3. Meningkatkan sirkulasi darah pada kulit, meningkatkan tonus otot
4. Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
4. Implementasi
Implementasi adalah melakukan tindakan ketika perawat melakukan kontak dengan
dengan pasien dan melakukan pendokumentasikan proses keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan. Pada tahap pelaksaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Here and Now). Hubungan saling
percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan. Dimana pada tahap implementasi ini perawat sebaiknya tidak bekerja
sendiri, namun melibatkan tim kesehatan lainnya serta dibutuhkan juga adanya kerjasama
dari pihak keluarga dan terlebih dari klien sendiri.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan
tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dalam kasus ini
yiatu mutiple sclerosis (kasus ini tidak perawat tidak melakukan implementasi langsung
kepada pasien),dengan demikian evaluasi yang di tetapkan berdasarkan tujuan yang telah
di tetapkan sebelumnya pada tahap perencanaan tindakan.
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelenahan, paresis, dan spastisitas.
1. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor risiko dan kekuatan individu yang
memepngaruhi toleransi terhadap aktivitas.
2. Mampu mendemonstrasikan teknik / tingkah laku yang dapat mempertahankan /
meneruskan aktivitas.
b. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan.
Cedera dapat dihindari dengan :
1. Menggunakan petunjuk visual untuk mengompensasi penurunan sensasi sentuhan atau
posisi
2. Mengungkapkan bantuan yang diperlukan
c. Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan dengan
perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
1. Mampu melakukan kegiatan perawatan diri sendiri dalam tingkat kemampuan yang
dimiliki secara optimal.
2. Mampu mendemonstrasikan perubahan teknik/pola gaya hidup untuk mmenuhi
kebutuhan perawatan diri sendiri.
d. Resiko tinggi kerusakan intergrasi jaringan berhubungan dengan tirah baring lama.
1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
2. Mengidentifikasi menunjukkan perilaku untuk mempertahankan kulit halus, kenyal
dan utuh
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Mutiple sklerosis adalah suatu keadaan kronis, penyakit sistem saraf pusat degeneratif
dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis.
Penyebab mutiple slerosis belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan
dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan
factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
a. Kehamilan
b. Infeksi yang disertai demam
c. Stress emosional
d. Cedera
2. Saran
Bagi para pembaca diharapkan agar melalui makalah ini, dapat memeperoleh
pengetahuan dan wawasan serta bermanfaat untuk kita semua tentang mutiple sclerosis.
Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi kami.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E. Marilynn,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan,edisi 3.Kedokteran EGC :
Jakarta
Muttaqin,Arif.2008.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Salemba Medika : Jakarta
Smeltzer C.Suzanne.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3.Buku
Kedokteran EGC : JakartaBuku
http://afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/04/113/
http://smartnet-q.blogspot.com/2008/09/multipel-sklerosis.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sklerosis multipel adalah suatu penyakit oto imun yang ditandai oleh pembentukan antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada mielin.
Sklerosis multipel merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Sklerosis multipel memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan biasa hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau bahkan berbulan bulan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah Sklerosis Multipel itu ?
1.2.2 Bagaimanakah Etiologi Sklerosis Multipel ?
1.2.3 Bagaimanakah Klasifikasi Sklerosis Multipel ?
1.2.4 Bagaimanakah Patofisiologi Sklerosis Multipel ?
1.2.5 Bagaimanakah Manifestasai Klinis Sklerosis Multipel ?
1.2.6 Bagaimanakah Komplikasi Sklerosis Multipel ?
1.2.7 Bagaimanakah Pemeriksaan diagnostik Sklerosis Multipel ?
1.2.8 Bagaimanakah Penatalaksanaan Sklerosis Multipel ?
1.2.9 Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis Multipel ?
1.3 Tujuan Penulisan
Setelah pembahasan asuhan keperawatan klien dengan sclerosis multipel mahasiswa/i diharapkan mampu :
1.3.1 Menjelaskan Pengertian Sklerosis Multipel
1.3.2 Menjelaskan Etiologi Sklerosis Multipel
1.3.3 Menjelaskan Klasifikasi Sklerosis Multipel
1.3.4 Menjelaskan Patofisiologi Sklerosis Multipel
1.3.5 Menjelaskan Manifestasai Klinis Sklerosis Multipel
1.3.6 Menjelaskan Komplikasi Sklerosis Multipel
1.3.7 Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik Sklerosis Multipel
1.3.8 Menjelaskan Penatalaksanaan Sklerosis Multipel
1.3.9 Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis Multipel
BAB II
KONSEP TEORITIS PENYAKIT
2.1 Definisi
Multiple Sclerosis adalah penyakit degeneratif system syaraf pusat (SSP) kronis yang meliputi kerusakan myelin (material lemak dan protein ). Multiple sclerosis secara umum dianggap sebagai auto imun dimana system imun tubuh sendiri yang normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap terhadap virus dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang atau menghancurkan myelin yaitu lapisan pelindung syaraf yang melindungi syaraf yang berfungsi untuk melancarkan pengiriman pesan dari otak ke seluruh bagian tubuh. Ditandai dengan remisi dan ekaserbasi periodic. Multiple sclerosis menghaisilkan berbagai tanda dan gejala tergantung pada lokasi lesi, biasanya disebut sebagai plaque.
2.2 Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill, 2000), ada beberapa kategori multiple sclerosis berdasarkan progresivitasnya adalah :
2.2.1 Relapsing Remitting Multiple Sclerosis
Ini adlah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan keembuhan semu. Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih. Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik 100%, maka setelah serangan tersebut mungkin hanya akan pulih 70-95% saja. Serangan berikut akan terus menurukan kemampuan penderita sampai ke 0%. Setiap serangan tersebut berakibat semakin memburuknya kondisi penderita. Interval waktu antara serangan satu dengan serangan yang selanjutnya sama sekali tidak bisa diduga, bila dalam hitungan hari, minggu bulan atau tahun. Hampir 70% penderita MS pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis MS ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv MS.
2.2.2 Primary Progresssiv Multiple Sclerosis
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk. Ada saat – saat penderita tidak mengalami penurunan kondisi ,namun jenis MS ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah , penderita Ms jenis ini bisa berakhir dengan kematian.
2.2.3 Secondary Progressiv Multiple Sclerosis
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting MS .Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv MS.
2.2.4 Benign Multiple Sclerosis
Sekitar 20% penderita MS jinak ini.Pada jenis MS ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun.Serangan – serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat,sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita MS.
2.3 Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic.
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
· Kehamilan
· Infeksi yang disertai demam
· Stress emosional
· Cedera
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab Multiple Sclerosis yang paling nyata adalah factor genetik (mirip kanker), tapi perkembangan dunia kedokteran terbaru membantah kesimpulan ini. Penelitian terbaru membuktikan bahwa Multiple SclerosisFaktor keturunan tampaknya berperan dalam terjadinya sklerosis multipel. Sekitar 5% penderita memiliki saudara laki-laki atau saudara perempuan yang juga menderita penyakit ini dan sekitar 15% penderita memiliki keluarga dekat yang menderita penyakit ini. Faktor lingkungan juga berperan dalam terjadinya penyakit ini. Sklerosis multipel hampir tidak pernah menyerang orang-orang yang tinggal di dekat katulistiwa. Iklim dimana seseorang tinggal pada 10 tahun pertama kehidupannya tampaknya lebih penting dari pada iklim dimana seseorang tinggal setelah 10 tahun pertama kehidupannya, Meskipun para ahli menemukan bahwa MS itu berhubungan dengan infeksi (virus) , imunologis, dan factor genetic serta mengekalkan (menetap) sebagai hasil dari factor intrinsik (contoh kegagalan imunoregulasi). Hal yang sudah diterima pada MS akan diturunkan. Derajat pertama, kedua, ketiga relative pada klien dengan MS. Yang meningkatkan resiko secara perlahan. Multipel
unlinked genes akan mudah diterima pada MS. Adanya faktor presifitasi terdiri dari terpaparnya pada agen pathogenik sebagai penyebab dari MS masih kontroversi. Ini mungkin karena asosiasi mereka masih acak dan tidak adanya hubungan sebab akibat disana.
Faktor presifitasi yang mungkin termasuk infeksi , cedera fisik dan strees emosional,kelelahan berlebihan kehamilan ataupun seperti faktor ini :
· Gangguan autoimun ( kemungkinan dirangsag / infeksi virus )
· Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
· Racun yang beredar dalam CSS
· Infeksi virus pada SSP ( morbili, destemper anjing )
2.4 Manifestasi Klinik
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
· Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
· Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy.
· Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
· Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
· Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
· Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
· Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
· Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks abdomen.
2.5 Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis (bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong virus
secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang membuat mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin. Makrofage yang dipilih dan penyebab lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari hilangnya mielin, menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt. Perubahan ini menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang tersebar. Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan akson menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka, dengan bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat, dan dengan adanya kehancuranpada saraf, axone, impuls secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf secara progresif.
2.6 Pathway
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
· Lumbal punction : pemeriksaan elektroforesis terhadap LCS, didapatkan ikatan oligoklonal yakni terdapat beberapa pita immunoglobulin gamma G (IgG).
· DCT Scan : gambaran atrofi serebral
· MRI : menunjukkan adanya plak-plak kecil dan bisa digunakan mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek dari pengobatan.
· Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
· Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitifif.
2.8 Penatalaksaan
Ø Bersifat simtomatik : sesuai dengan gejala yang muncul
Ø Farmakoterapi :
· Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan konduksi saraf.
· Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon, Azatioprin, betaseron.
· Baklofen sebagai antispasmodic
Ø Blok saraf dan pembedahan dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk mencegah kerusakan lenih lanjut.
Ø Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot
2.9 Therapi
2.9.1 Obat
Secara medis tidak ada yang menyembuhkan Multiple Sclerosis 100%. Obat – obatan yang ada hanyalah menghambat interval serangan, sedikit mengurangi tingkat keparahan serangan,memperlambat progreifitas atau perburukan MS. Obat yang biasa I berikan dokter adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan satu atau dua gejala saja. Misalnya, jika gejala yang muncul adalah akit kepala maka dokter akan memberikan obat sakit kepala. Ada obat yang tidak menyembuhkan namun berfungsi untuk memperlambat kerusakan yaitu Interferon beta-1a atau kortikosteroid. Interferon bias disuntikan 1-3 kali seminggu secara teratur seumur hidup. Penggunaan interferon biasanya menimbulkan gejala – gejala influenza, seperti sakit kepala, demam dan myalgia (nyeri otot/sendi). Gejala mirip flu ini akan timbul 4-6 jam etelah injeksi dan gejala ini akan menetap selama beberapa jam.efek samping yang lain adalah moon face, wajah terlihat menjadi bulat seperti bulan ,gemuk)badan gemuk,insomnia (sulit tidur),euporia(perasaan gembira berlebihan),dan perasaan tertekan (depresi ringan).
2.9.2 Bed Rest
Penderita MS membutuhkan banyak istirahat terutama setelah mengalami serangan baik serangan kecil maupun erangan hebat.lamanya istirahat tergantung kondisi penderita,semakin hebat serangan yang di alami semakin lama waktu istirahat yang diperlukan.istirahat ini bisa dilakukan di rumahsakit atau dirumah sendiri.
2.9.3 Pengobatan Dengan Transplantasi Sel Induk
Ilmu kedokteran yang terus berkembang membawa harapan besar bagi penderita MS.Berinduk pada pengalaman penderita MS Amerika yang telah menjalani pengobatan dengan transplantasi sel induk dari sum –sum tulang belakangnya sendiri (sebelum pengobatan tersebut kehidupan penderita dari amerika terjebak dalam kursi roda lumpuh total setelah pengobatan meskipun tidak 100% sembuh,ia akhirnya dapat menggunakan kakinya untuk berjalan).Pengobatan dengan sel induk ini memang tidak menjajikan kesembuhan 100%,serta mengharuskan penderita MS rela merogoh sakunya dengan sangat dalam,namun setidaknya pengobatan ini mungkin dapat menjadi harapan baru bagi sebagian kecil penderita MS.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th).
3.1.2 Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun.
3.1.4 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
3.1.6 Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan dimensia.
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
3.1.7.1 Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
3.1.7.2 B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai beikut:
· Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
· Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
· Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
· Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas
3.1.7.3 B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural.
3.1.7.4 B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
3.1.7.5 B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga timbul retensi dan inkontinensia.
3.1.7.6 B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
3.1.7.7 B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.
3.2 Diagnosa keperawatan
3.2.1 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
3.2.2 Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan.
3.2.3 Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
3.2.4 Resiko tinggi kerusakan intergrasi jaringan berhubungan dengan tirah baring lama.
3.3 Intervensi dan Rasional
3.3.1 Dix 1 : Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria :
· Klien dapat ikut serta dalam program latihan
· Tidak terjadi kontraktor sendi
· Bertambahnya kekuatan otot
· Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
· Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motoric
o R/ mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
· Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
o R/ relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel sklerosis.
· Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
o R/ klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada koordinasi.
· Ajarkan teknik latihan jalan
o R/ Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
· Ubah posisi klien tiap 2 jam
o R/ menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
· Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
o R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung dan pernapasan
· Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
o R/ otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
· Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
o R/ untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
· Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
o R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
3.3.2 Dix 2 : Resiko cedera yang b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria :
· Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
· Decubitus tidak terjadi
· Kontraktur sendi tidak terjadi
· Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Intervensi
· Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
o R/ meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya
· Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
o R/ tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
· Minimalkan efek imobilitas.
o R/ oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk mencegahnya
· Modifikasi pencegahan cedera :
o R/ pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada, klien resiko jatuh.
· Modifikasi lingkungan
o R/ untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil
· Ajarkan teknik berjalan
o R/ jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan
· Berikan terapi okupasi
o R/ terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
· Meminimalkan resiko decubitus
o R/ oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.
· Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari ( pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet )
o R/ deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
· Minimalkan spastisitas dan kontraktur
o R/ spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.
· Ajarkan teknik latihan
o R/ latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
· Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
o R/ telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
· Evaluasi tanda / gejala perluasan cedera jaringan ( peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan nyeri, edema dan demam )
o R/ menilai perkembangan masalah klien
3.3.3 Dix 3 : Perubahan pola eliminasi urin yang b.d kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
· Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
· Produksi 50 cc/jam
· Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi
· Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
o R/ mengetahui fungsi ginjal
· Tingkatkan kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
o R/ jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
· Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
o R/ menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
· Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
o R/ mempertahankan funsi ginjal
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang ditandai dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola diet, penggunaan obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga kesehatannya.
4.2 Saran
Pada makalah ini penulis menyarankan mahasiswa kesehatan senantiasa menggunakan metode proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan Sklerosis multipel serta memberikan pendidikan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
· Mc. Graw Hill. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Basic Neurologi. Jakarta. PT: Ghanesa
· Clark.1991. Mekanisme Autoimune Manusia. Bandung. Gramedhia
· Mutaqin Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan ed 6 vol.2. salemba medical. Jakarta
· Brunner & suddarth.2002. keperawatan medikal bedah ed 8 vol.3 EGC. Jakarta
ASKEP SKLEROSIS MULTIPEL27 Maret 2012 1 Komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sklerosis multipel adalah suatu penyakit oto imun yang ditandai oleh pembentukan antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada mielin.Sklerosis multipel merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Sklerosis multipel memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan biasa hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau bahkan berbulan bulan.
B. Tujuan Penulisan
Setelah pembahasan asuhan keperawatan klien dengan sclerosis multipel mahasiswa/i diharapkan mampu :
1) Menjelaskan Pengertian Sklerosis Multipel
2) Menjelaskan Etiologi Sklerosis Multipel
3) Menjelaskan Klasifikasi Sklerosis Multipel
4) Menjelaskan Patofisiologi Sklerosis Multipel
5) Menjelaskan Manifestasai Klinis Sklerosis Multipel
6) Menjelaskan Komplikasi Sklerosis Multipel
7) Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik Sklerosis Multipel
8) Menjelaskan Penatalaksanaan Sklerosis Multipel
9) Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis Multipel
C.Metode Penulisan
Dalam makalah ini kami menggunakan metode kajian pustaka dimana kami menggunakan sumber dari buku-buku serta tambahan sumber dari internet yang terkait dengan makalah yang kami buat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
v Sklerosis multipel (MS) merupakan kadaan kronis, panyakit sisten saraf pusat deganeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis.
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2182 )
v Sklerosis multipel adalah penyakit degenerative system syaraf pusat (ssp) kronis yang meliputi kerusakan (material lemak dan protein ).
( http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm )
1. Etiologi
Virus Respon autoimun Genetik
( Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ) hal 211 )
1. KlasifikasiMenurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori sklerosis multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
Relapsing Remitting sklerosis multipel
Ini adlah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya
mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multipel
.Primary Progresssiv MSPada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat – saat penderita tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
Secondary Progressiv sklerosis multipelIni adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv sklerosis multipel.
Benign sklerosis multipelSekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun. Serangan – serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel. ( http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm )
1. Patofisiologi
Pada sclerosis multipel, demielinasi menyebar tidak teratur keseluruh sistem saraf pusat. Mielin hilang dari selinder aksis dan akson itu sendiri berdeganarasi. Adanya plak atau potongan kecil pada daerah yang terkena menyebabkan sklerosis, terhentinya alur implus saraf dan menghasilkan berfariasinya manifestasi, yang bergabtubg pada saraf-saraf yang terkena. Daerah yang paling banyak terserang adalah saraf optik, khiasama, traktus, serebrum,batang otak, serebelum, dan medulla spinalis
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2183 )
1. Manifestasi klinis
Kelelahan Lamah Gangguan penglihatan Kebas ( mati rasa ) Kehilangan fungsi pendengaran Melemahnya kemampuan motoric dan sensorik di seluruh atau sebagian tubuh,
( tangan dan kaki ) Sesak napas Kelumpuhan tiba-tiba Kehilangan keseimbangan tubuh, timbul perasaan seperti melayang (vertigo) Kesulitan berbicara
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2183 )
( http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm )
1. Komplikasi
Infeksi saluran kemih Konstipasi Dekubitus Edema pada kaki Pneumonia
( Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2183 )
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan abnormalitas immunoglobulin.
Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.
CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit dan efek pengobatan. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.
( Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ) hal 216 )
1. Penatalaksanaan
Medis
Farmakoterapi
Kortikosteroid dan ACTH : digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf.
Beta interferon ( betaseron ) : digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi.
modalitas lain ( radiasi, kopolimer, dan kladribin ) sebagai pengobatan yang mungkin untuk bentuk multipel sclerosis progresif
Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas.
Keperawatan o Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi dan koordinasi latihan otot )o Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu
singka
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no. register, dan diagnosis medis.
Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan medis adalah kelemahan anggota gerak, penurunan daya ingat, gangguan sensorik, dan penglihatan.
Riwayat penyakit sekarang
Pada anamesis sering klien mengeluhkan parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati atau tertusuk-tusuk jarum dan peniti ), kekaburan penglihatan lapang pandang yang makin menyempit dan klien sering mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara sepontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur. Mersa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang sekali dan sering juga mengeluh retensi akut dan inkontinensial.
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dikaji meliputi : adanya riwayat infeksi virus pada masa kanak-kanak yang menyebabkan multipel sklerosis pada waktu mulai menginjak usia pada masa dewasa muda. Virus campak (rubella) diduga menjadi penyebab penyakit ini.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 5-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Pengkajian psikososiospritual
Pangakjianmekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhdap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengarunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kelurga maupun dalam masyarakat.
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Klien dengan multipel sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada TTV, meliputi : bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis.
1. B1 ( Breathing )
Pada umunya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
Inspeksi umum
Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas dan pengguanan otot bantu napas.
Palpasi
Taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi
Adanya suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi stridor, rhonki pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
1. B2 ( Blood )
Pada umumnya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami gangguan pada system kardiovaskular. Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural.
1. B3 ( Brain )
Pengkajian B3 atau Brain merupakan pemeriksaan vokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lain. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat dari perubahan tingka laku.
Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmentis
Pengkajian fungsi saraf serebral
Status mental : biasanya sttus mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif penurunan persepsi dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengkajian saraf kranial
Pengkajian ini meliputi : pengkajian saraf kranial I- XII
ü Saraf I : biasanya pada klien multipel sklerosis tidak memiliki kelainan fungsi penciuman.
ü Saraf II : tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan penurunan ketajaman penglihatan.
ü Saraf III, IV, dan VI : pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini.
ü Saraf V : wajah simetris dan tidak ada keleinan.
ü Saraf VII : presepsi pengecapan dalam batas normal.
ü Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli kondusif dan tuli presepsi.
ü Saraf IX dan X : didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif.
ü Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
ü Saraf XII : lidah simetris, tidak ada defiasi pda satu sisi dan tidak ada vasikulasi, indra pengecapan normal
Pengkajian system motorik
ü Kelemahan spastik anggota gerak, dengan manifestasi berbagai gejala, meliputi kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.
ü Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas yang sebekah terseret maju,serta pengontrolan yang buruk.
ü Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara trauma spontan terutama jika pasien sedang berada di tempat tidur
ü Keadaan spastis yang lebih berat disertai spasme otot yang nyeri.
Pengkajian refleks
Berikiut dijelaskan beberapa pengkajian refleks :
ü Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abdominalis tidak ada
ü Respon plantar berupa ekstensor ( tanda Babinski). Tanda ini merupakan indikasi terseranganya lintasan kortikospinsl.
Pengkajian system sensorik
Gangguan sensorik. Parestesia ( baal, perasaan geli, perasaan mati rasa atau tertususk-tusuk jarum dan peniti ). Gangguan proprioseptif sering menimbulkan ataksia sensori dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar serigkali menghilang.
1. B4 ( Bladder )
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan
berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis. Selain itu juga sering menimbulkan retensi akut dan inkontinensial.
1. B5 ( Bowel )
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan akitfitas umum klien sering mengalami konstipasi.
1. B6 ( Bone )
Pada beberapa keadaan klien multipel sclerosis bisanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktifitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetri pada keempat anggota gerak. Resiko dari multipel sklrosis terhadap system ini berupa komplikasi sekunder, seperti resiko kerusakaan integritas jaringan kulit ( decubitus ) akibat penekanan tempat dari tirah baring lama, deformitas kontraktur, dan edema dependen pada kaki.
1. Diagnosis keperawatan
1) Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
2) Resiko tinggi kontraktur sendi yang b.d penurunan aktifitas sekunder hambatan mobilitas fisik
3) Resiko terhadap cedera yang b.d kerusakan sensori penglihatan
4) Defisi perawatan diri ( makan, minum, berpakaian , higiene ) yang b.d perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d asupan nutrisi yan tidak adekuat
6) Perubahan eliminasi urin dan fekal yang b.d disfungsi medulla spinalis
7) Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan yang b.d tirah baring lama
8) Perubahan proses pikir ( kehilangan memori, demensia, euphoria ) yang b.d disfungsi serebral
9) Kerusakan penataklaksanaan pemeliharaan di rumah yang b.d keterbatasan fisik, psikologis, dan social
10) Resiko disfungsi seksual yang b.d keterlibatan atau reaksi psikologis terhadap kondisi
1. Perencanaan
Sasaran utama untuk klien mencakup peningkatan mobilitas fisik, menghindari cedera, pencapaian kontinens kandung kemih dan usus, perbaikan funsi kognitif, perkembangan kekuatan koping, perbaikan perawatan diri, dan adaptasi terhadap difungsi seksual.
1. Intervensi dan Rasional
Dix 1 : Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria :
Klien dapat ikut serta dalam program latihan Tidak terjadi kontraktor sendi Bertambahnya kekuatan otot Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motoric
R/ mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
R/ relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel sklerosis.
Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
R/ klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada koordinasi.
Ajarkan teknik latihan jalan
R/ Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung dan pernapasan
Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
R/ otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
R/ untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
Dix 2 : Resiko cedera yang b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria :
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma Decubitus tidak terjadi Kontraktur sendi tidak terjadi Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Intervensi
Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
R/ meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya
Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
R/ tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
Minimalkan efek imobilitas.
R/ oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk mencegahnya
Modifikasi pencegahan cedera :
R/ pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada, klien resiko jatuh.
Modifikasi lingkungan
R/ untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil
Ajarkan teknik berjalan
R/ jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan
Berikan terapi okupasi
R/ terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
Meminimalkan resiko decubitus
R/ oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.
Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari ( pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet )
R/ deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
Minimalkan spastisitas dan kontraktur
R/ spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.
Ajarkan teknik latihan
R/ latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
R/ telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
Evaluasi tanda / gejala perluasan cedera jaringan ( peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan nyeri, edema dan demam )
R/ menilai perkembangan masalah klien
Dix 3 : Perubahan pola eliminasi urin yang b.d kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
Produksi 50 cc/jam Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi
Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
R/ mengetahui fungsi ginjal
Tingkatkan kontrol berkemih : o Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urino Modifikasi kebutuhan untuk berkemiho Lakukan jadwal berkemiho Ukur jumlah urin tiap 2 jamo Bantu cara penggunaan obat-obatano Keteter intermiten
R/ jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
R/ menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
R/ mempertahankan funsi ginjal
1. Implementasi
Sesuai intervensi
1. Evaluasi
SOAP
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang ditandai dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul karena pola makan yang tidak
teratur, pola diet, penggunaan obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga kesehatannya.
1.2 Saran
Pada makalah ini penulis menyarankan setiap petugas kesehatan senantiasa menggunakan metode proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan Sklerosis multipel serta memberikan pendidikan kesehatan.
REFERENSI
Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ),ed 6 vol.2 salemba medical. Jakarta
Brunner & suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002),ed 8 vol.3 EGC. Jakarta
http://www.womenshealth.gov/fag/sklerosis multipel.cfm