MPAN BAB 1-2
-
Upload
dewi-fitria -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
Transcript of MPAN BAB 1-2
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
UMKM adalah bagian dari dunia usaha, merupakan kegiatan ekonomi rakyat
yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur
perekonomian nasional yang berlandaskan demokrasi ekonomi. UMKM juga mempunyai
kedudukan, peran dan potensi yang strategis dalam mewujudkan penciptaan lapangan
kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan.
UMKM yang kokoh dapat menjadi pilar utama bagi terwujutnya kesejahteraan
masyarakat luas.
Secara umum UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran : (1) sebagai
pemeran utama dalam kegiatan ekonomi, (2) penyedia lapangan kerja terbesar, (3)
pemain penting dalam pengembangan perekonomian lokal dan pemberdayaan
masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) kontribusinya terhadap
neraca pembayaran.1 Oleh karena itu pemberdayaannya harus dilakukan secara terstruktur
dan berkelanjutan, dengan arah peningkatan produktivitas dan daya saing, serta
menumbuhkan wirusahawan baru yang tangguh.
Merupakan suatu realitas yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa UMKM (Usaha
Mikro, Kecil, Menengah) adalah sektor ekonomi nasional yang paling strategis dan
menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga menjadi tulang punggung perekonomian
nasional. UMKM juga merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam
perekonomian di Indonesia dan telah terbukti menjadi kunci pengaman perekonomian
nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi
pasca krisis. Itu artinya, usaha mikro yang memiliki omset penjualan kurang dari satu
milyar, dan usaha kecil memiliki omset penjualan pada kisaran satu milyar, serta usaha
menengah dengan omset penjualan di atas satu milyar pertahun, memiliki peran yang
sangat besar dalam proses pembangunan bangsa ini.
1 www.depkop.go.id diakses Kamis 11 Maret 2010
Dalam rangka menguatkan peran UMKM di Indonesia, maka dikeluarkanlah UU
No. 28 tahun 2008 tentang usaha kecil, mikro dan menengah. Undang-undang tersebut
mengatur kegiatan apa saja yang termasuk kedalam UMKM serta aspek-aspek yang dapat
menumbuhkan iklim usaha mikro, kecil dan menengah.
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2008 pengertian dari UMKM itu adalah:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Kriteria usaha mikro, kecil dan menengah juga diatur dalam pasal 6 undang-
undang no 20 tahun 2008, yaitu:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
Agar UMKM dapat berkembang, maka ada beberapa aspek yang menjadi
perhatian pemerintah. Aspek-aspek yang meliputi perkembangan iklim usaha dalam
undang-undang no. 20 tahun 2008 adalah:
1. Pendanaan
2. Sarana dan prasarana
3. Informasi usaha
4. Kemitraan
5. Perizinan usaha
6. Kesempatan berusaha
7. Promosi dagang
8. Dukungan kelembagaan
Secara riil UMKM juga sebagai sektor usaha yang paling besar kontribusinya
terhadap pembangunan nasional, terbukti telah menyumbangkan sebesar Rp 1.013,5
triliun atau 56,7% dari PDB Indonesia2. Selain itu, UMKM juga mampu menciptakan
peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat
membantu dalam mengurangi jumlah pengangguran.
2 www.depkop.go.id / diakses kamis 11 maret 2010
Jumlah pelaku usaha Mikro, Kecil dan Menengah terus saja bertambah, hingga
Mei 2009 sudah mencapai 50 juta unit usaha, terdiri dari Usaha Mikro 47,7 juta (95,4%),
Usaha Kecil 2 juta unit usaha dan Usaha Menengah 120.000 unit, sisanya usaha besar
0,01 persen, sangat kecil sekali. Jumlah UMKM tersebut diyakini akan terus bertambah
seiring imbas krisis global menyebabkan industri dan perusahaan besar mem-PHK
karyawannya. Dengan jumlah pelaku UMKM yang sangat besar tersebut. Maka modal
yang dibutuhkan UMKM sangat besar. Menurut salah satu tulisan di harian3, UMKM
membutuhkan modal tidak kurang dari Rp. 500 triliun. Tetapi kenyataannya, kebutuhan
modal UMKM tersebut jauh lebih besar yaitu Rp. 797 triliun4.
Di Sumatera Barat, Kota Padang adalah kota dengan jumlah UMKM terbesar dari
daerah lainnya. Hampir seluruh kegiatan usaha berada dalam kriteria usaha mikro, kecil
dan menengah. Jumlah UMKM yang besar tersebut memiliki kontribusi besar dalam
penyerapan tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran di sumatera barat. Dengan
kontribusi yang cukup besar tersebut, seharusnya pemerintah memberikan perhatian
khusus dalam membantu perkembangan UMKM.
Grafik 1.1
Grafik kredit yang diberikan perbankan terhadap UMKM
Sumber: Perpustakaan BI Padang
3www.republika.com/ tanggal 13 Maret 2010 pukul 21.42 WIB4 Dr. Sri Adiningsih. Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. 2003
Penurunan terhadap kredit investasi pada skala UMKM mengindikasikan dari
sekian banyak UMKM di Kota Padang hanya sebahagian kecil yang didanai oleh
pemerintah daerah. Salah satu kendala dalam aspek pendanaan agar mendukung
perkembangan UMKM adalah tidak adanya kebijakan yang mengatur alokasi anggaran
yang disediakan pemerintah daerah untuk penyelenggaraan UMKM. Padahal dari belanja
daerah, ada 1% dari belanja bebas yang jika digunakan untuk pembiayaan UMKM akan
memberikan dampak positif bagi perkembangan UMKM.
Selain pendanaan aspek yang juga perlu diperhatikan adalah sarana dan prasana
serta informasi usaha yang memadai. Sarana dan prasarana yang dibantu pemerintah
daerah serta informasi usaha yang memiliki potensi jika dikembangkan membantu pelaku
usaha agar dapat merumuskan usaha yang akan dilakukannya.
Aspek lainnya yang mempengaruhi perkembangan UMKM adalah kemitraan,
yaitu kerjasama antar pelaku usaha, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi
dagang dan dukungan kelembagaan.
Tabel 1.1
Tabel prosedur perizinan usaha
Sumber: Perizinan Usaha Kecil di Indonesia, Frida Rustiani
Prosedur ini tidak mudah untuk pelaku UMKM, seperti akta pendirian usaha yang
masih banyak pelaku UMKM belum memilikinya serta ada sejumlah biaya yang harus
dibayarkan. Untuk dukungan kemitraan lembaga yang menjadi mitra UMKM baru
Lembaga Keuangan Mikro (LKM), LKM ini merupakan bank-bank pemerintah yang
memberikan kredit kepada pelaku UMKM.
Permasalahan yang terjadi di Kota Padang terkait UMKM ini adalah tidak
terpenuhinya aspek pendanaan, perizinan usaha dan dukungan kelembagaan dalam
mendukung perkembangan UMKM. Tidak adanya kebijakan yang mengatur jumlah
anggaran yang harus dialokasikan untuk pengembangan UMKM, pengurusan izin usaha
sering dikeluhkan masyarakat karena terlalu berbelit-belit serta tidak adanya kekuatan
lembaga layanan konsultasi untuk kemitraan sebagai wujud dukungan pemerintah dari
segi kelembagaan adalah kendala-kendala yang umumnya terjadi di Kota Padang. Seperti
yang diungkapkan oleh salah satu pelaku UMKM di Kota Padang.5
“…maleh wak, soalnyo mengurus izin usahanyo payah, lamo, sosialisasi ka awak
pun kurang, akhirnyo awak berinisiatif se bukak usaho ko pakai modal surang…”
(saya malas, soalnya mengurus izin usahanya susah dan lama, sosialisasi pun
kurang, akhirnya saya berinisiatif untuk membuka usaha sendiri)
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul Hubungan
Antara Aspek Pendanaan, Perzinan Usaha, Serta Dukungan Kelembagaan Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Padang.
2.2. Rumusan Masalah
Melihat kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja, maka pemerintah
hendaknya memberikan perhatian khusus dalam mengembangkan usaha ini. Dengan
melihat fenomena-fenomena yang ada saat sekarang, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana hubungan antara aspek pendanaan, perizinan usaha, serta dukungan
kelembagaan terhadap perkembangan UMKM di Kota Padang?
2.3. Tujuan Penelitian
5 Wawancara dengan pelaku usaha tanggal 22 Maret 2010
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penerlitian ini adalah untuk
mendeskripsikan hubungan antara aspek pendanaan, perizinan usaha, serta dukungan
kelembagaan terhadap perkembangan UMKM di Kota Padang.
2.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Memberi kontribusi dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi
referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Padang khususnya dalam
kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan UMKM di Kota Padang.
2.5. Sistematika Penulisan
Bab I mendeskripsikan tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang yang
merupakan informasi secara garis besar tentang apa yang terjadi dilapangan dengan apa
yang seharusnya menyangkut penelitian ini, perumusan masalah, signifikansi penelitian
atau tujuan penelitian, manfaat penlitian, serta gambaran umum sistematika penulisan
proposal penelitian. Bab II memaparkan tentang kerangka teori yang merupakan
pedoman dari peneliti terdahulu yang relevan, landasan teori yang digunakan, konsep,
dan skema pemikiran, serta hipotesis awal yang merupakan dugaan sementara dari
penelitian ini. Bab III menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan
dan desain penelitian, teknik pemilihan informasi, unit analisis, teknik pengumpulan data,
triangulasi data, dan analisis data. Bab IV mendeskripsikan tentang tempat atau lokasi
penelitian yang merupakan gambaran umum tentang Kota Padang. Bab V berisi analisis
data yang menguraikan tentang proses analisis dan pengukuran dari variable-variabel
yang dipengaruhi maupun yang berpengaruh dalam proses penelitian ini. Bab VI
berisikan kesimpulan dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dan rekomendasi saran
untuk pihak-pihak yang terkait didalamnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa sarjana dan peneliti telah melakukan pengamatan terhadap
pengembangan UMKM. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Budi H. Wibowo
dengan judul memajukan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui pemberian akses
informasi dan peningkatan pengetahuan teknologi informasi. Penelitian ini secara khusus
akan mencermati permasalahan terbatasnya akses UMKM terhadap sumber-sumber
produktif. UMKM yang memang pada dasarnya merupakan usaha dengan modal kecil
seringkali terkalahkan dan terkendala dalam memperoleh berbagai informasi terkait
dengan peluang dan pengembangan usaha, pengembangan pasar, dan standar kualitas
produk (product quality), sehingga memberi batasan signifikan atas kesempatan yang
sama untuk berkompetisi dengan skala usaha yang lebih besar. Bila kendala akses
tersebut kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh pemerintah maka perkembangan
UMKM untuk dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional semakin
jauh dari tujuan. Selain itu, peranan UMKM selama ini patut dijadikan pertimbangan
yakni sebagai salah satu usaha yang terbukti dapat bertahan melewati masa krisis
ekonomi adalah UMKM, pemerintah melalui berbagai instansi untuk menfokuskan diri
pada upaya pendampingan UMKM, khususnya untuk mendapatkan akses informasi.
Dengan kemajuan teknologi informasi UMKM sudah sepatutnya
mentransformasikan diri berbasis teknologi informasi sehingga kendala terhadap akses
informasi maupun komunikasi dapat teratasi. Berdasarkan uraian di atas maka UMKM
perlu memanfaatkan teknologi informasi secara maksimal guna meningkatkan daya
saing usahanya mengingat di era globalisasi, kompetisi menjadi bersifat global dan
UMKM dituntut mampu bersaing di tengah-tengah derasnya persaingan itu. Oleh karena
itu, perlu upaya mensinergikan UMKM dengan perkembangan teknologi informasi agar
UMKM dapat maju dan bersaing dalam mendapatkan peluang bisnis dan pengembangan
pasar ekspor maupun pasar domestik.
Kesamaan dan perbedaan penelitian ini dengan yang penulis teliti adalah dalam
pengembangan UMKM tapi dilihat dari aspek yang berbeda. Penelitian ini melihat
upaya pengembangan UMKM dari aspek tekhnologi dan informasi sedangkan penulis
melihat pengembangan UMKM dari aspek pendanaan, perizinan usaha dan dukungan
kelembagaan. Penelitian ini juga bersifat menyeluruh sedangkan yang akan penulis teliti
bersifat lebih kecil yaitu pada kota padang saja.
Penelitian lain yang juga membahas tentang pengembangan UMKM adalah studi
yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Padang dengan Pusat Studi Keuangan Daerah
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas yang membahas tentang kemungkinan
penggunaan APBD dalam pengembangan UMKM melalui program penjaminan kredit di
Sumatera Barat. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemetaan kermampuan
keuangan pemerintah daerah di provinsi sumatera barat yang mampu menjalankan
program penjaminan UMKM. Selain itu, tujuan penelitian ini juga untuk
mengidentifikasi program penjaminan kredit UMKM yang dimungkinkan oleh ketentuan
yang berlaku dengan melibatkan peran pemerintah daerah seiring dengan meningkatnya
kapasitas keuangan publik. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa kemampuan
pemerintah daerah di sumtera barat untuk program penjaminan kredit cukup besar,
nilainya berada pada rentang sedang dan tinggi. Dan keterlibatan pemda dalam
pemberian kredit telah diatur dalam undang-undang otonomi daerah serta peraturan
pemerintah tentang pinjaman daerah. Meskipun begitu kenyataannya, di kabupaten solok
hanya 10 % dari UMKM yang ada yang mengajukan kredit ke lembaga perbankan
pemerintah daerah. Artinya masih banyak UMKM yang harus dibantu pendanaannya.
Tabel 2.1
Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
Pembeda Penelitian terdahulu Penelitian sekarang
Judul Kajian Upaya Penguatan
Peran Microbanking dan
Pendekatan Pembiayaan
Kelompok Dalam Rangka
Pengembangan UMKM di
Sumatera Barat
Hubungan Aspek Pendanaan,
Perizinan Usaha dan Dukungan
Kelembagaan dengan
Perkembangan UMKM di Kota
Padang
Metode Penelitian bersifat
exploratory research dengan
menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif
Penelitian menggunakan
metode kuantitatif
Teori dan Konsep Menggunakan pendekatan
pembiayaan Grameen Bank,
konsep kinerja Fishben dan
Ajzen (1967) dan konsep
pengembangan UMKM
menurut Wijojo (2005)
Menggunakan teori evaluasi
William dunn
Sumber : Hasil olah data 2010
2.2. Teori dan Konsep
2.2.1. Konsep efektivitas
Kata efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna.
Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian
tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu
mengarah kepada pencapaian kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.
Para ahli banyak memberikan pengertian tentang efektifitas. Menurut
Batinggi efektivitas adalah melakukan sesuatu tepat sasaran, doing the righ thing
(Batinggi, 2004). Penulis lain, Sondang P. Siagian (2001:24) menyatakan bahwa
efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah
barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil
kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Menurut
Steers efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem
dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya
tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu sserta tanpa memberi tekanan yang
tidak wajar terhadap pelaksanaannya (Steers, 1985:87).
Pendapat lain tentang efektivitas juga dikemukakan oleh Handoko (1998),
efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan
yang tepat untuk menentukan tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan
Komaruddin (1994), efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat
keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Efektivitas berdasarkan pengertian menurut
Komaruddin ini dititikberatkan kepada analisa tentang keadaan yang
menunjukkan keberhasilan atau kegagalan yang dilakukan oleh pihak manajemen
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain ahli-ahli diatas, efektivitas juga tercantum dalam teori evaluasi
kebijakan oleh William N. Dunn. Secara umum, Dunn menggambarkan kriteria-
kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai berikut:6
6 Nugroho, Riant. Public Policy. Jakarta; PT. Elex Media Komputindo.,hal. 472
Tabel 2.2
Kriteria Evaluasi Kebijakan
Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi
Efektivitas Apakah hasil yang
diinginkan telah dicapai?
Unit pelayanan
Efisisensi Seberapa banyak usaha
diperlukan untuk
mencapai hasil yang
diinginkan?
Unit biaya, manfaat
bersih, rasio cost-benefit
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian
hasil yang diinginkan
memecahkan masalah?
Biaya tetap, efektivitas
tetap
Perataan Apakah biaya manfaat
didistribusikan dengan
merata kepada kelompok-
kelompok yang berbeda
Kriteria pareto, kriteria
kaldor hicks, kriteria
rawls
Responsivitas Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan,
preferensi, atau nilai-nilai
kelompok tertentu?
Konsistensi dengan
survei warga Negara
Ketepatan Apakah hasil(tujuan)
yang diinginkan benar-
benar berguna atau
bernilai?
Program publik harus
merata dan efisien
Sumber : Public Policy, Riant Nugroho 2010
Efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai tujuan dari
diakannya tindakan. Efektivitas, yang secara dekat berhubungan dengan
rasionalitas teknis, diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.7
Dikaitkan dengan permasalahan UMKM, kebijakan yang efektif adalah jika
7 Dunn, William. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Ed 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal 429
kebijakan dapat menghasilkan UMKM yang berkualitas dengan asumsi bahwa
dengan berkualitasnya UMKM akan berdampak bagus terhadap perkembangan
ekonomi.
Efisiensi berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan utuk
menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi merupakan hubungan antara
efektivitas dengan usaha. Suatu kebijakan dikatakan efisien jika suatu kebijakan
dapat mencapai efektivitas yang tinggi dengan biaya rendah. Kecukupan
berkenaan dengan seberapa jauh suatu tigkat efektivitas memuaskan kebutuhan,
nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya maslah. Kriteria kecukupan
menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang
diharapkan.8
Kriteria kesamaan erat hubungannya dengan konsepsi yang saling
bersaing, yaitu keadilan atau kewajaran konflik etis sekitar dasar yang memadai
untuk mendistribusikan sumber daya dalam masyarakat. Responsivitas berkenaan
dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi
atau nilai-nilai kelompok masyarakat tertentu. Responsivitas berbicara tentang
apakah kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan dan kesamaan secara nyata
mencerminkan kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu.
Kriteria terakhir dalam menganalisis kebijakan publik adalah ketepatan
(appropriateness). Kriteria ketepatan secara dekat berhubungan dengan
rasionalitas substantive, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak
berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara
bersamaan. Ketepatan merujuk kepada nilai atau harga dari tujuan program dan
kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
2.2.2. Konsep efisiensi
2.2.3. Konsep Pengembangan UMKM
Banyak definisi yang telah dikemukakann oleh para ahli tentang usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM), boleh dikatakan pemberian definisi
tergantung kepada lembaga yang mendefinisikan. Ada yang melihat dari segi
8 Ibid., hal 430
modal dan tenaga kerja yang digunakan, dari penjualan serta dari jumlah aset
yang dimiliki.
Menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah,
usaha mikro adalah usaha dengan kekayaan bersih tidak lebih dari 50 juta tidak
termasuk tanah dan tempat usaha dengan hasil penjualan 300 juta rupiah, usaha
kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih 50-500 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan paling banyak 300juta-2,5 Milyar
dan usaha menengah adalah usaha dengan kekayaan bersih 500 juta-10 Milyar
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan
2,5 - 50 Milyar. Tetapi, jika menggunakan kriteria tenaga kerja usaha mikro
adalah usaha yang menggunakan 1-4 tenaga kerja, usaha kecil menggunakan 5-19
tenaga kerja dan usaha menengah antara 20-99 tenaga kerja. Dalam kaitan ini,
usaha mikro, kecil dan menengah selalu digabung dalam analisisnya sehingga
gabungannya itu disebut UMKM.
Dengan demikian, terdapat perbedaan kriteria usaha mikro, kecil dan
menengah dimana Departemen Perindustrian, Perbankan dan Kamar Dagang
Indonesia (Kadin) menggunakan kriteria modal, sementara Departemen Tenaga
Kerja dan Badan Pusat Statistik menggunakan kriteria tenaga kerja seperti Tabel
berikut:
Tabel 2.3
Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Instansi Mikro Kecil Menengah
Deperindag,
Perbankan,
dan
Kadin
Kekayaan < 50
juta
Penjualan
tahunan
<300 juta
Kekayaan 50-
500 juta
Penjualan
tahunan
300 juta-2,5
Milyar
Kekayaan 500 juta-10 Milyar
Penjualan tahunan
2,5-50 Milyar
Depnaker, 1-4 tenaga kerja 5-19 tenaga 20-99 tenaga kerja
BPS kerja
Sumber : hasil olah data 2010
UMKM adalah salah satu motor penggerak ekonomi rakyat yang mampu
bertahan dalam kondisi seperti apapun. Pada masa krisis moneter beberapa tahun
lalu, UMKM dapat bertahan dan dapat memberikan kontribusi dalam penyerapan
tanaga kerja di Indonesia. Oleh karenanya, dengan melihat dampak positif yang
dirasakan melalui UMKM, sudah seharusnya pemerintah memberikan dukungan
terhadap UMKM yang ada.
Dari kriteria diatas, yang akan menjadi acuan penulis adalah kriteria
efektivitas dan efisiensi William N. Dunn. Penulis akan mengkaji efektivitas dari
prosedur pelayanan dan dukungan kelembagaan terhadap perkembangan UMKM.
Sedangkan, untuk kriteria efisiensi, penulis akan mengkaji dari segi biaya yang
dikeluarkan pemerintah Kota Padang sebagai bentuk kontribusi pemerintah
daerah terhadap perkembangan UMKM.
Dengan menggunakan kriteria efektivitas diatas, penulis dapat menilai
apakah prosedur pemberian izin usaha pada pelaku UMKM dapat efektif
mengembangkan UMKM. Prosedur pemberian izin usaha yang dilakukan oleh
KP2T adalah seperti bagan dibawah ini:
Skema 2.1
Prosedur Pemberian Izin Usaha
Tidak adanya kebijakan dari pemerintah daerah untuk mengalokasikan
sebahagian dari APBD terhadap UMKM menjadi kendala dalam mencapai
efisiensi. Seperti yang diketahui, kriteria efisiensi adalah besarnya biaya dengan
hasil yang dicapai. Dari pengertian ini dan kenyataan yang ada, alokasi dana
untuk UMKM dibutuhkan agar UMKM dapat berkembang.
2.3. Konstruksi Model Teoritis
Variabel independen variabel dependen
Efektivitas:
Prosedur perizinan usahaJumlah lembaga kemitraan UMKM
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian.9
Lebih lanjut dinyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara
terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Sementara itu menurut
Suharsimi Arikunto hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang
bersifatsementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui datayang
terkumpul. Dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa :
1. Ada hubungan antara efektivitas dengan perkembangan UMKM di Kota Padang
2. Ada hubungan antara efisiensi terhadap perkembangan UMKM di Kota Padang
2.5. Definisi Konsep
Efektivitas : adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang
atas jasa kegiatan yang dijalankannya.
Efisiensi : berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan utuk menghasilkan tingkat
efektivitas tertentu
Usaha mikro : usaha dengan kekayaan bersih tidak lebih dari 50 juta tidak termasuk
tanah dan tempat usaha dengan hasil penjualan 300 juta rupiah
Usaha kecil : usaha dengan kekayaan bersih 50-500 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan paling banyak 300juta-2,5 Milyar
9
Efisiensi :
Alokasi dana dalam APBD untuk UMKM
Pengembangan UMKM
Usaha menengah : usaha dengan kekayaan bersih 500 juta-10 Milyar tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan 2,5 - 50 Milyar
2.6. Definisi Operasional
Tabel 2. 4
Definisi Operasional
Konsep Variabel Indikator Jenis Data
Efektivitas
Efisiensi
Efektivitas
Efisiensi
Prosedur Perizinan usaha
Jumlah lembaga kemitraan UMKM
Persentase yang dianggarkan dari APBD untuk pengembangan UMKM
Interval
Sumber : hasil olah data 2010