Monthly InstituteReport on Religious Issues edisi XX cetak.pdf · Politisasi Isu Agama Masih Warnai...

16
Penerbit The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Alamsyah M. Dja’far | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Badrus Samsul Fatah | Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Suhendy (Jawa Barat), Nur Khalik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Adhan (Makassar), Akhdiansyah (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: [email protected] Website: www.wahidinstitute.org The WAHID Institute Monthly Report on Religious Issues 20 Edisi Juli 2009 Pengantar Redaksi Hiruk pikuk menjelang Pemilihan Presi- den 2009 mendatang sayangnya masih membetot isu agama ke dalam gelang- gang kompetisi politik negeri ini. PKS, par- tai pendukung capres incumbent memper- soalkan Ani Yudhoyono yang tak berjilbab. Menurut petinggi partai berbasis kader itu, masalah jilbab sempat dikomplain para kader mereka di tingkat akar rumput. Ko- mentar Presiden PKS Tifatul Sembiring terkait masalah itu di majalah Tempo jus- tru berbuntut komplain baru. Oleh salah satu ormas di Sulawesi, komentar “hanya selembar kain”-nya itu dinilai menyakitkan umat Islam. Di Surabaya tuduhan kafir ter- hadap Tifatul karena pernyataan itu juga menjadi salah satu pemicu penyerbuan masjid. Masjid itu dinilai provokatif dan menjadi sarang teroris. Di samping isu ini masih ada isu aliran sesat yang kembali dicuatkan. Bahkan komitmen para capres-cawapres “meng- habisi” aliran sesat menjadi alat tawar untuk melabuhkan dukungan. Beberapa kelompok meminta, jika terpilih mereka diminta membubarkan Ahmadiyah. Di luar bisingnya momen pilpres , prob- lem dugaan aliran sesat hingga kini me- mang masih terjadi. Sejumlah kelompok divonis sesat oleh kelompok masyarakat tertentu di sejumlah daerah. Tak hanya terjadi di lingkungan muslim, tuduhan se- sat dialami kelompok Kristen Sion Alak di Kupang pimpinan Nimrot Lasbau (49). Adapun kasus Lia Eden berakhir de- ngan vonis 2 tahun 6 bulan; 2 tahun untuk Wahyu, salah seorang anggota yang rajin menyebar surat-surat berisi “wahyu”. Se- mentara kelompok Satria Piningit, kelom- pok yang diduga sesat, sedang memasuki masa-masa awal persidangan. Terbuka ke- mungkinan mereka “diliaedenkan” . Dua fatwa yang menghebohkan juga kami muat: fatwa haram Facebook dan program The Master di salah satu stasiun teve swasta. Isu-isu lainnya bisa anda nik- mati langsung di edisi ini, berikut sejumlah analisis dan rekomendasi. Selamat membaca! M enjelang pukul setengah sebelas malam, puluhan orang yang kebanyakan warga Sidotopo, Surabaya menyer- bu masjid Al-Ihsan Sabilillah yang terletak di Sidotopo IV/343 A, Sura- baya, Jumat (19/6/2009). Massa menduga masjid ber- lantai empat itu digunakan un- tuk aktivitas para teroris. Menurut keterangan Safrudin, Ketua RT 4 RW 4, Kelurahan Sidotopo, Kecama- tan Semampir, Surabaya malam itu massa berteriak-teriak dan sebagi- an nya masuk ke dalam masjid lalu “menyapu” petugas penjaga masjid dan meminta mereka keluar. “Kafir... kafir, masjid harus disegel. Masjid milik warga ini tidak boleh digu- nakan sarang teroris,” ujar Safrudin menirukan teriakan warga seperti dikutip detiksurabaya.com Selasa (23/6/2009). Menurut laporan www.arrah- mah.com (23/06), salah seorang di antara puluhan orang itu bahkan sempat memotret wajah-wajah pa- ra pengurus yang keluar kamar. Lalu salah seorang yang mengaku sekre- taris RW setempat, masih menurut media yang didirikan Muhammad Jibriel Abdul Rahman ini, sempat memaksa pengurus masjid menun- jukkan kartu identitas dengan nada tinggi dan kasar. Akhirnya ketiga orang pengurus yang tinggal di masjid memberikan KTP. Setelah itu warga juga naik ke lantai empat dan mengaku sempat menemukan beberapa komputer. Tapi tak lama Umar Ibrahim, pimpi- nan takmir masjid, datang ke lokasi dan segera menemui warga yang mulai kelihatan beringas. Massa sempat mencerca Umar karena menemukan sebuah peng- umuman yang tertempel di pintu kaca masjid berisi info pengajian rutin yang akan diisi KH. Abu Bakar Baasyir pada Sabtu 20 Juni 2009. Massa mempertanyakan juga status kepemilikan tanah masjid tersebut. Ketegangan belum mereda. Yulianto, putra Umar yang juga ter- catat sebagai Tim Pembela Muslim Surabaya yang datang menengahi atas permintaan sang ayah, bahkan diusir karena dianggap bukan war- ga RW setempat. “Massa sempat memukul Mas Yulianto di luar mas- jid. Kejadiannya secara pasti saya tidak tahu, karena saya ada di dalam masjid,” ungkap Safrudin. Menurut informasi arrahmah, pukulan itu menyebabkan luka di bagian hi- dung. Alamsyah M. Dja’far Dianggap Eksklusif dan Provokatif Masjid Disegel Warga Peristiwa Jumat malam itu bisa dinilai puncak kekesalan warga. Kegiatan di masjid itu, katanya, dinilai eksklusif

Transcript of Monthly InstituteReport on Religious Issues edisi XX cetak.pdf · Politisasi Isu Agama Masih Warnai...

Penerbit The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Alamsyah M. Dja’far | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Badrus Samsul Fatah | Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Suhendy (Jawa Barat), Nur Khalik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Adhan (Makassar), Akhdiansyah (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: [email protected] Website: www.wahidinstitute.org

TheWAHID Institute

MonthlyReporton Religious Issueson Religious Issues

20Edisi

Juli 2

009

Pengantar RedaksiHiruk pikuk menjelang Pemilihan Presi-

den 2009 mendatang sayangnya masih mem betot isu agama ke dalam gelang-gang kompetisi politik negeri ini. PKS, par-tai pendukung capres incumbent memper-soalkan Ani Yudhoyono yang tak berjilbab. Menurut petinggi partai berbasis kader itu, masalah jilbab sempat dikomplain para kader mereka di tingkat akar rumput. Ko-mentar Presiden PKS Tifatul Sembiring terkait masalah itu di majalah Tempo jus-tru berbuntut komplain baru. Oleh salah satu ormas di Sulawesi, komentar “hanya selembar kain”-nya itu dinilai menyakitkan umat Islam. Di Surabaya tuduhan kafi r ter-hadap Tifatul karena pernyataan itu juga menjadi sa lah satu pemicu penyerbuan masjid. Masjid itu dinilai provokatif dan menjadi sarang teroris.

Di samping isu ini masih ada isu aliran sesat yang kembali dicuatkan. Bahkan komitmen para capres-cawapres “meng-habisi” aliran sesat menjadi alat tawar un tuk melabuhkan dukungan. Beberapa kelompok meminta, jika terpilih mereka diminta membubarkan Ahmadiyah.

Di luar bisingnya momen pilpres , prob-lem dugaan aliran sesat hingga kini me-mang masih terjadi. Sejumlah kelompok di vonis sesat oleh kelompok masyarakat tertentu di sejumlah daerah. Tak hanya terjadi di lingkungan muslim, tuduhan se-sat dialami kelompok Kristen Sion Alak di Kupang pimpinan Nimrot Lasbau (49).

Adapun kasus Lia Eden berakhir de-ngan vonis 2 tahun 6 bulan; 2 tahun untuk Wahyu, salah seorang anggota yang rajin menyebar surat-surat berisi “wahyu”. Se-mentara kelompok Satria Piningit, kelom-pok yang diduga sesat, sedang memasuki masa-masa awal persidangan. Terbuka ke-mungkinan mereka “diliaedenkan” .

Dua fatwa yang menghebohkan juga kami muat: fatwa haram Facebook dan program The Master di salah satu stasiun teve swasta. Isu-isu lainnya bisa anda nik-mati langsung di edisi ini, berikut sejumlah analisis dan rekomendasi.

Selamat membaca!

Menjelang pukul setengah sebelas malam, puluhan orang yang kebanyakan

warga Sidotopo, Surabaya menyer-bu masjid Al-Ihsan Sabilillah yang terletak di Sidotopo IV/343 A, Sura-baya, Jumat (19/6/2009).

Massa menduga masjid ber-lantai empat itu digunakan un-tuk aktivitas para teroris. Menurut ket e ra ngan Safrudin, Ketua RT 4 RW 4, Kelurahan Sidotopo, Kecama-tan Semampir, Surabaya malam itu massa berteriak-teriak dan sebagi-an nya masuk ke dalam masjid lalu “menyapu” petugas penjaga masjid dan meminta mereka keluar. “Kafi r...kafi r, masjid harus disegel. Masjid milik warga ini tidak boleh digu-nakan sarang teroris,” ujar Safrudin me nirukan teriakan warga seperti dikutip detiksurabaya.com Selasa (23/6/2009).

Menurut laporan www.arrah-mah.com (23/06), salah seorang di antara puluhan orang itu bahkan sempat memotret wajah-wajah pa-ra pengurus yang keluar kamar. Lalu salah seorang yang mengaku sekre-taris RW setempat, masih menurut media yang didirikan Muhammad Jibriel Abdul Rahman ini, sempat memaksa pengurus masjid menun-jukkan kartu identitas dengan nada tinggi dan kasar. Akhirnya ketiga orang pengurus yang tinggal di

mas jid memberikan KTP. Setelah itu warga juga naik ke

lantai empat dan mengaku sempat menemukan beberapa komputer. Tapi tak lama Umar Ibrahim, pimpi-nan takmir masjid, datang ke lokasi dan segera menemui warga yang mulai kelihatan beringas.

Massa sempat mencerca Umar karena menemukan sebuah peng-umum an yang tertempel di pintu kaca masjid berisi info pengajian rutin yang akan diisi KH. Abu Bakar

Baasyir pada Sabtu 20 Juni 2009. Mas sa mempertanyakan juga status kepemilikan tanah mas jid tersebut.

Ketegangan belum mereda. Yulianto, putra Umar yang juga ter-catat sebagai Tim Pembela Muslim Surabaya yang datang menengahi atas permintaan sang ayah, bahkan diusir karena dianggap bukan war-ga RW setempat. “Massa sempat memukul Mas Yulianto di luar mas-jid. Kejadiannya secara pasti saya tidak tahu, karena saya ada di dalam masjid,” ungkap Safrudin. Menurut informasi arrahmah, pukul an itu men yebabkan luka di bagian hi-dung.

Alamsyah M. Dja’far

Dianggap Eksklusif dan Provokatif Masjid Disegel Warga

Peristiwa Jumat malam itu bisa dinilai puncak kekesalan warga. Kegiatan di masjid itu, katanya, dinilai eksklusif

Politisasi Isu Agama Masih Warnai Pilpres Nurun Nisa’

22

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Menjelang pukul setengah dua, akhirnya kesepakatan antara massa dengan pihak pengelola masjid di-lakukan. Masjid segera dikosong-kan. Oleh pihak kepolisian, Umar juga diminta hadir esoknya, Sabtu pukul 10.00 WIB di Polsek semam-pir dengan membawa dokumen se perlunya untuk bermusyawarah dengan pewakilan warga.

Penyegelan memang dilakukan keesokan harinya, Sabtu (20/06). Mas jid berbalut warna hijau itu tam-pak digembok dari luar. Suasana mas jid yang di bagian depan terda-pat logo Muhammadiyah dengan background biru dan tulisan ber-warna kuning itu sepi aktivitas. Baru pada Rabu (24/06) masjid sudah mulai tampak digunakan kembali untuk salat.

Kepada tempointeractive.com (24 /06), Nur Iskandar, seorang war-ga yang rumahnya tepat di depan masjid, menceritakan jika peristiwa Jumat malam itu bisa dinilai puncak kekesalan warga. Kegiatan di masjid itu, katanya, dinilai eksklusif. Jemaah-nya yang ikut kebanyakan orang dari luar Sidotopo. Selain tertutup, lan-jut Nur, ceramah-ceramah nya juga provokatif. Kekesalan warga makin memuncak setelah ditemukan tak-mir mengedarkan buletin Shoutul Ji-had. Dalam ulasannya, Shoutul Jihad mengupas soal per nyataan Presi-den Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring soal jilbab. Menurut bu-letin itu, Tifatul disebut kafi r karena menganggap jilbab tak lebih dari selembar kain. Buletin itu juga men-cantumkan pengumuman, pada 20

Juli itu Amir Majelis Mujahidin KH. Abu Bakar Baa’syir akan memberi-kan ceramah.

Stereotip negatif terhadap mas-jid tersebut semakin lengkap karena anak Umar, Abu Fida, pernah ditang-kap polisi lantaran kasus tero risme. Masjid itu konon pernah pula dising-gahi Dr. Azahari dan Noor Din M. Top, dua gembong teroris, saat da-lam pela rian.

Tapi pihak masjid Al-Ihsan Sabilil-lah, Dzulkarnain, membantah semua tuduhan warga. Menurut dia, semua kegiatan di masjid itu terbuka untuk umum. Kemarahan warga itu, kata Dzulkarnain lebih sebagai akibat akumulasi tersumbatnya komuni-kasi dengan Umar Ibrahim.

M

Seperti sebuah siklus yang sela-lu terulang, isu agama kembali dibawa ke panggung politik

negeri ini. Kampanye pada masa pe milihan kepala daerah, pemilihan legislatif dan bahkan pemilihan pre-siden tak pernah melewatkan isu ini. Ada kalanya digadang-gadang sebagai jualan demi menaikkan po pu laritas kandidat. Adakalanya pu la dipakai demi menyerang kan-didat tertentu. Monthly Report kali ini berusaha menelusuri sejumlah isu terkait momen pilpes mulai dari jilbab, representasi umat hingga aliran sesat.

Gara-gara Selembar KainIsu jilbab mulai bertiup kencang

ketika komentar Zulkiefl iemansyah, salah seorang pengurus Partai Ke-adilan Sejahtera dimuat sejumlah media massa. Kata Bang Zul, begitu dia akrab disapa, pendukung partai dengan perolehan suara keempat terbanyak pemilihan legislatif ini lebih sreg dengan pasangan capres/cawapres lain yang beristrikan pe rem puan berjilbab. “Sebagian

be sar hati kader PKS ada di JK-Wiran-to karena istrinya berjilbab. Dan isu bahwa istri Pak JK dan Pak Wiranto berjilbab, walau sederhana tapi di akar rumput berpengaruh besar,” aku Zulkiefl i, sebelum mengisi se-buah diskusi sebagaimana dikutip Kompas.com (25/05/09).

Seperti dikutip majalah Tempo edisi 1 Juni 2009, masalah jilbab itu sempat juga dikeluhkan Ketua Ma-jelis Syura Partai Keadilan Sejahtera KH. Hilmi Aminuddin ketika mene-mui Jusuf Kalla, calon presiden dari Partai Golkar di posko Slipi II, mar-kas tim pemenangan KallaWiranto di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan Mei lalu. Belakangan ungkapan ini dibantah Hilmi.

Setelah itu isu bergulir jika PKS menekan SBY agar Ani Yudhoyono mengenakan jilbab. Presiden PKS Ti-fatul Sembiring malah terdengar le-bih keras menolak isu tekanan poli-tik ini. ”Apa kalau istrinya berjilbab lalu masalah ekonomi selesai? Apa pendidikan, kesehatan, jadi le bih baik?” katanya. ”Soal selembar kain

saja kok dirisaukan.” Komentar inilah yang kemudian menyulut reaksi dari para kader dan simpatisan PKS, ter-masuk kalangan di luar PKS.

Dari daerah asal capres Jusuf Kalla, Makassar Dewan Pengurus Pu-sat (DPP) Wahdah Islamiyah menye-salkan pernyataan petinggi PKS itu. “Bagi kami ini adalah persoalan yang sangat serius ditinjau dari sisi akidah Islam karena sesungguhnya, perkara jilbab dalam pandangan kami bukan hanya sekedar simbol semata. Tapi pengejawantahan dari ajaran dan perintah Allah dan hal itu tidak pan-tas dikatakan hanya selembar kain,” tegas Wakil Ketua Umum DPP WI M Ikhwan Abd Jalil dalam konferensi pers di kantor DPP WI, jalan Antang Raya No 48 Makassar (tribun-timur.com, 3/06).

Untuk mengklarifi kasi komen-tarnya di Tempo itu kepada para kadernya ia mengirim sandek (pe-san pendek). Berikut isi sandek itu seperti dikutip detik.com (05/06). “’Antum percaya Tempo atau ana? Antum baca deh artikel yang soal PKS di Tempo. Dia tanya, ‘Apakah PKS

3

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

menekan SBY agar Bu Ani (Ani Yud-hoyono) pakai jilbab?’, saya bilang ‘bukan!’. Dia tanya, ‘Apakah Bu Ani berjilbab lantaran alasan politik?’, saya jawab ‘Nggak tahu, tanya lang-sung ke orangnya!’. ‘Anda ini rewel banget,’ kata saya, ‘urusan selembar ka in di atas kepala wanita, dia nggak pake kerudung ente ributin, dah pake kerudung diributin juga!’ Itu bahasa saya ke Tempo. Nah, percaya siapa?”. Mabruri, Kepala Bidang Humas dan Informasi PKS, hanya menyatakan bahwa SMS tersebut me rupakan penjelasan kader seca ra internal se-bagaimana dikemuka kan.

Meski demikian, isu ini terus ber-hembus karena lima hari kemudian di seberang kantor PKS terpampang spanduk berlatar hijau bertuliskan; “Saudaraku, banggakah ketika ibu negara kita menutup aurat dengan sempurna?”. Spanduk tersebut leng-kap dengan gambar isteri pasangan capres-cawapres dari Partai Golkar dan Hanura, Mufi dah Kalla dan Uga Wiranto yang berjilbab. Kesan yang muncul, spanduk itu bentuk tekanan agar Ani Yudhoyono dan Herawati Boediono memakai jilbab.

PKS sendiri membantah terkait dengan pemasangan spanduk di se berang kantor mereka itu. “Nggak ada sama sekali kita terkait spanduk tersebut,” bantah Soeripto, anggota Majelis Syuro PKS kepada detik.com (29/05/09). Soeripto balik menuding spanduk itu dipasang oleh orang-orang yang ingin melihat PKS tidak seratus persen mendukung SBY-Boediono dalam pemilihan presi-den 2009. Itu merupakan provokasi. Kata Soeripto, dukungan terhadap sang incumbent tidak ada sangkut pa ut nya dengan istri mereka kare-na yang dipilih adalah sang suami. Ketua DPP Bidang Kewanitaan PKS, Ledia Hanifa, sendiri membantah anggapan kalau di tataran akar rumput PKS, terutama kalangan pe-rempuan, yang menolak SBY-Boedi-ono karena istri mereka tidak ber-jilbab. “Mereka tidak komplain soal ini,” tambahnya.

Sehari berikutnya, PKS justru menganjurkan agar Ibu Ani ber-

jilbab tidak hanya memakai jilbab menjelang pemilu. Jilbab yang di-paksakan, kata Zulkiefl imansyah, jus tru dapat menjadi blunder yang da pat menurunkan elektabilitas SBY-Boe diono. “Bagaimana kalau Bu Ani memakai jilbab karena tekanan parpol kompetitor? Tentu saja malah bisa menurunkan elektabilitas SBY,” tandasnya (detik.com, 29/05/09).

Perubahan opini ini seperti tak berguna, karena ternyata esok ha rinya, Ibu Ani Yudhoyono terli hat berjilbab dalam sebuah kalender yang dibagikan kepada peserta Silatnas (Silaturahmi Nasional) Koa-lisi SBY – Boediono. Lukman Edy dari PKB, salah satu anggota koalisi, menyebut pembagian poster ber -

jilbab itu sebagai masalah mo me n-tum. Materi poster, seba gai mana di-nyatakan Lukman kepa da detik.com (30/05/09), diambil dari salah satu dokumentasi kegiatan ken egaraan salah satu peringatan hari besar kea gaamaan. Lukman juga me-nambahkan bahwa Ibu Ani me-mang tidak berjilbab tetapi dia se-lalu menyesuaikan busana dengan acara, termasuk dengan memakai jilbab, jika memang acaranya dirasa memerlukan jenis pakaian seperti itu.

Sesungguhnya isu pokoknya bu kanlah selembar jilbab tetapi soal bagi-bagi kue kekuasaan. “Itu so al tawar-menawar politik,” jelas Ahmad Suaedy dalam seminar bertajuk “Pancasila dalam Pusaran Globalisasi dan Fundamentalisme” memperingati tragedi 1 Juni dan Hari Kesaktian Pancasila di Jakarta (01/06/09). Direktur the Wahid Institute itu menyatakan bahwa isu jilbab yang dilontarkan oleh PKS sebagai sangat tidak intelek kare-

na mempersoalkan sesuatu yang sifatnya hanya simbolik dan tidak substansial. Suaedy menambahkan bahwa Indonesia adalah negara yang pluralis dan karena itu, aturan memakai jilbab bukan hal yang bijaksana. “Lagi pula PKS ada-ada saja, seperti tidak ada hal lain yang perlu diurusi,” tambahnya. Ia pun menyarankan agar istri Yudhoyono dan Boediono tetap bertahan pada tampilan saat ini dan mengang-gapnya sebagai ujian tahap awal. Jika mereka ingin memakai jilbab, Suaedy mempersilakan. Tetapi bu-kan takut pamor karena justru akan menurunkan simpati masyarakat.

Husein al-Habsyi, P residen Ikh-wanul Muslimin Indonesia, menge-cam sikap PKS terhadap dukungan-nya terhadap SBY-Boediono. “Apa PKS tidak tahu kalau istri Boediono itu Katolik,” tandasnya kepada in-donesiamonitor.com (29/05/06). Ia meng aku paling tidak suka de-ngan partai-partai Islam di Indone-sia karena mereka memanfaatkan umat yang masih setia, konsekuen, dan istikamah dengan relijius. Tipikal umat ini dimanfaatkan oleh politisi yang mengaku relijius tapi jahat, se-mata untuk uang dan kursi. Ia juga menyatakan bahwa perubahan PKS tersebut adalah kursi, tetapi kursi ini bukan hasil negosiasi. “Itu suatu penghinaan SBY terhadap partai-partai Islam,” tambahnya.

Pembubaran AhmadiyahSeperti isu jilbab, wacana pem-

bubaran Ahmadiyah juga menge-muka menjelang pemilihan presi-den Juli mendatang. Isu ini menjadi alat bargaining beberapa kelompok Islam untuk mendukung atau tidak terhadap capres-cawapres terten-tu. “Haram bagi FPI untuk memilih SBY,” kata Sekjen FPI Ahmad Shob-ri, antara lain, karena SBY sampai saat ini belum membubarkan Ah-madiyah. “SBY lebih senang mende-ngarkan orang asing sehingga Ahmadiyah tidak dibubarkan,” jelas-nya kepada RMOnline (02/06/09). Indikasi kecintaan asing tersebut adalah pernyataan Ruhut Sitompul

Isu jilbab yang dilontar kan oleh PKS sangat tidak intelek karena memper soal kan ses-uatu yang sifatnya ha nya sim-bolik dan tidak substansial.

44

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

yang menyatakan bahwa etnis Arab (yang diidentikkan Islam) sebagai et-nis yang sumbangannya sedikit ter-hadap kemajuan bangsa Indonesia. Padahal, kata Shobri, sumbangan-nya negara Arab di Timur Tengah lebih banyak ketimbang Amerika Se-rikat, misalnya ketika terjadi tsunami di Aceh.

Mirip persoalan Ahmadiyah, soal aliran sesat menjadi kontrak politik Jusuf Kalla (JK) dengan Forum Dai Muda Indonesia (FDMI) selain jilbab dan ekonomi syariat. JK diberitakan menyepakti bahwa aliran sesat mes-ti diberantas dengan dakwah dan tin dakan-tindakan persuasif, jika ti-dak bisa maka melalui jalur hukum. Alasan mendukung JK adalah, se-

bagaimana dikemukakan oleh Us-tadz Syahrul Zaky, karena didukung oleh istri salehah yang berjilbab. Ternyata akad politik ini berbuntut panjang. Forum Komunikasi Dai In-donesia (FKDMI) menerima reaksi yang beragam; setuju, komplain, dan bahkan marah. Sekjen FKDMI, Ahmad Ikrom, menyatakan yang membuat akad politik adalah FDMI, bukan FKDMI. FKDMI merupakan organisasi para dai muda yang dibentuk oleh para kiai, ustadz, dan alumni program Pembibitan Calon Dai Muda (PCDM) Depag RI dari ber bagai pelosok nusantara pada tanggal 17 Desember 1996. Ah-mad mengaku belum tahu tentang FDMI; kapan FDMI terbentuk, siapa

ketuanya, sudah berapa kali per-gantian kepengurusan, dan sudah di mana saja pengurus wilayah dan cabangnya. Dukungan poli-tik FKDMI hanya bisa diputuskan melalui musyawarah nasional yang akan diselenggar akan pada 26 Juni 2009. “Saya secara pribadi berharap agar FKDMI netral,” tambah Ahmad melalui tanggapan tertulisnya ke-pada the WAHID Institute (17/05/06). Namun bila musyawarah nasional tersebut memutuskan mendukung calon tertentu, suara FKDMI akan solid sebagaimana gerakan dakwah mereka selama ini.

M

Lagi, Masjid Ahmadiyah Dibakar

Delapan orang jemaah Ah-ma diyah masih khusyuk me nu naikan salat subuh

ketika dua orang tak dikenal datang memba wa dirigen berisi bensin dan membuangnya ke arah gudang penyimpanan masjid Ahmadiyah di Jalan Ciputat Raya Gang Se-kolah No 18. Rt 001/RW01 Kebayo-ran Lama Jakarta Selatan. Tak lama kedua orang itu membakarnya dan sempat menghanguskan beberapa barang, termasuk sebuah sepeda. “Belum sempat menjalar, api su-dah dapat dipadamkan,” terang Kapolsek Kebayoran Lama Jakarta Selatan Kompol Makmur Simbo-lon Selasa (2/6) kepada wartawan (republika.co.id, 2/06).

Simbolon sendiri mengaku telah mengantongi ciri-ciri pelaku Selasa subuh (2/6) itu setelah menggali in-formasi dari tujuh orang saksi mata. Salah satu cirinya, katanya, memi-liki jenggot (tempo interaktif.com, 03/06). Kepada polisi, beber apa ang gota Jemaah juga mengatakan jika Senin sore ada beberapa orang yang menyusup, namun sem-pat diketahui beberapa jemaah. Merekapun kemudian melaporkan peristiwa itu ke Polsek Kebayoran Lama.

Polisi sendiri sempat melakukan penjagaan di sekitar masjid hingga menjelang tengah malam sekitar pukul 23.00 WIB. Dan peristiwa itu terjadi menjelang subuh.

Menurut warga sekitar, yang sempat diwawancarai vivanews.com mereka memang sempat meli-hat dua orang berlari ke arah jalan raya bersama dengan informasi ada-nya upaya pembakaran masjid Al Hidayah. Namun mereka tak sem-pat melihat kejadian tersebut, kare-na warga hanya masuk masjid bila ada bakti sosial pembagian semba-ko kepada warga. “Warga baru bisa masuk kalau ada pembagian sem-bako murah,” ujar Rahmadi Selasa (vivanews.com, 2/06)

Atas insiden ini sejumlah pihak lang sung melontarkan pernyataan si kap. Salah satunya datang dari Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institute. Ia menyayangkan mengapa peristiwa semacam ini bisa terulang lagi. “Tindakan sema-cam ini terus terjadi dan berulang akibat negara tidak pernah bersikap tegas dan tuntas mengusut setiap tindakan kekerasan atas nama aga-ma,” katanya. Ia juga mendesak agar aparat keamanan mengusut tuntas kasus ini untuk menghentikan aksi-

aksi serupa di tempat lain. Bahkan ia menegaskan semestinya isu kebe-basan ini dimasukan dalam visi-misi capres/cawapres.

Menurut Direktur Lembaga Ban-tuan Hukum Jakarta, Asfi nawati, pembakaran itu bukti ketidakte-gasan Surat Keputusan Bersama (SKB) pelarangan aktivitas jemaah Ahmadiyah. “SKB tidak efektif kare-na dia mengatur yang seharusnya se s uatu yang tidak diatur. Karena ada lar angan untuk melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah,” katanya Selasa (2/6), seperti diku-tip primaironline.com. Dalam materi SKB itu, Ahmadiyah disinyalir meng-adopsi pandangan sesat sehingga bisa dijadikan pegangan masyara-kat untuk menghakimi kelompok Ahmadiyah. Karena itu, Asfi nawati mendesak agar pemerintah men-datang mencabut SKB.

Mewakili pihak MUI, Slamet Ef -fendi Yusuf yang juga mantan ang-gota DPR-RI itu turut pula melontar-kan kecaman. “Itu mencerminkan akal sehat dikalahkan oleh amarah. Saya kira polisi harus bertindak te-gas agar hal serupa tidak terulang lagi,” kata Slamet kepada detik.com Selasa (2/6/).

M

Alamsyah M. Dja’far

5

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

2 Tahun 6 Bulan Untuk Lia EdenAlamsyah M. Dja’far

Vonis majelis hakim atas dak-waan penistaan dan peno-daan agama yang dilaku-

kan Syamsuriati alias Lia Eden, pemimpin ajaran Tahta Suci Kera-jaan Tuhan, diketuk sudah Selasa awal Juni ini (02/06): 2 tahun 6 bu-lan penjara untuk perempuan man-tan pengusaha kembang kertas itu. Lia dituduh menodai dan menis-takan agama lantaran pernyataan

yang dikeluarkannya pada Novem-ber hingga Desember 2008. Selama rentang itu, Lia Eden menyebarkan empat risalah ke berbagai institusi, termasuk Presiden RI, di antaranya berisi seruan penghapusan seluruh agama. “Dengan demikian, Pasal 156a juncto Pasal 55 KUHP tentang Penistaan Agama secara bersama-sama terpenuhi,” ujar Subachran ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seperti dikutip detik.com (2/06).

Wahyu Andito Putro Wibisono, tangan kanan Lia Eden juga dijatuhi hukuman selama dua tahun pen-jara. Pasal yang dikenakan serupa. Beber apa hal yang meringankan menurut pertimbangan majelis hakim, yang bersangkutan masih muda dan bukan dianggap pelaku utama. Seperti diberitakan media

sebelumnya, pria berusia 27 ta-hun kelahiran Jakarta inilah yang ak tif menyebarkan 1200 amplop “wahyu” berisi empat lembar ker-tas. “Yang sudah disebar ke seluruh Indonesia sebanyak 1.000 amplop, sisanya berhasil kita sita,” papar Kadiv Humas Irjen Pol Abubakar Nataprawira sepeti dikutip inilah.com (15/12/2008). Dalam profi l yang dimuat situs Kerajaan Tuhan itu, www.mahoni30.0rg, memang Wahyu Andito yang bertang-gung jawab mendokumentasikan “sa paan -sapaan Malaikat Jibril” di Eden.

“Wahyu” yang ditujukan kepada Presiden SBY yang disebutkan tu-run pada 23 November 2008 pukul 09.30 itu tertulis jika pemerintahan SBY telah mengabaikan semua perintah Tuhan. “Inilah Surat-Ku yang berisi fatwa penghapusan kedaulatanmu sebagai pemimpin negara Indonesia. Aku takkan memberimu peluang untuk terpilih kembali, dan pemerintahanmu ini akan berakhir chaos, dan negaramu Kubuat tak berdaya, karena Aku me-nundukkanmu, dan Aku akan men-dirikan Kerajaan-Ku dengan segala cara!”

Sementara itu, dalam wahyu yang ditujukan kepada Polri yang disebutkan turun pada 14 No vember 2008 pukul 09.50, Lia Eden mengatakan, Tuhan meminta Polri melindungi komunitas Eden menyusul fatwa penghapusan agama Islam sekaligus fatwa penghapusan semua agama.

Atas vonis 2 tahun 6 bulan penjara itu, Lia Eden mengajukan banding. Dia menolak didakwah telah menodai agama. “Masak sih nggak kelihatan apa yang saya sam-paikan itu sebuah kebenaran,” kata perempuan kelahiran Makasar 21 Agustus 1947 ini kepada wartawan usai sidang.

Lia Eden ditangkap aparat 15 Desember 2008 dari markas kerajaannya di Jalan Mahoni dan dibawa ke Markas Polisi Dae-rah Metro Jaya. Selain Lia, Abdul Rachman, salah seorang anggota kel ompok ini ikut ditangkap

Pada 2006, pengadilan yang sama telah menjatuhkan vonis 2 ta hun penjara dengan dakwaan ber-dasarkan Pasal 157 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Pasal 335 Ayat (1) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Yang pertama terkait unsur perbuatan penghinaan ter-hadap suatu golongan masyarakat, sedang yang kedua terkait unsur perbuatan tidak menyenangkan terhadap orang lain. Lia pun men-jalani masa tahanan hingga bebas pada 30 Oktober 2007.

Berbeda dengan pengadilan kedu anya ini, dakwaan yang dida-sarkan pada Pasal 156 a juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang perbua-tan bersifat permusuhan, penyalah-gunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indo-nesia, di pengadilan pertama dinilai tak terbukti.

M

Satria Piningit Terancam Diliaedenkan

Dicecar pertanyaan seputar sertifi kat masuk surga, saksi Aswan Yulianto, salah se-

orang pengikut aliran Satria Piningit

Weteng Buwono, seperti terserang penyakit pikun tiba-tiba. “Saya lupa,” jawab Aswan seperti dirilis detik.com (08/06). Saat ditanya apakah

ia betul-betul dibaiat Agus Imam Solichin, sang pemimpin aliran itu, Aswan juga menjawab lupa. “Kamu itu kayak band Kuburan saja. Lupa-

Lia dituduh menodai dan menistakan agama lantaran pernyataan yang dikeluarkannya pada November hingga Desember 2008.

Alamsyah M. Dja’far

66

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Penyesatan Sekte Sion Kota AlakNurun Nisa’

Jika selama ini tuduhan aliran sesat kerap dialamatkan ke-pada kelompok tertentu di

ling kungan muslim, kini tuduhan itu menimpa pula sekte Kristen.

Penuduhnya, otoritas resmi Kris-ten. Sekte dimaksud adalah sekte Sion Alak di Kupang pimpinan Nimrot Lasbau (49) yang dianggap menyimpang dari ajaran Kristen

pada umumnya. Nimrot, kata Herry Sulistiyono,

Kapolres Kota Kupang berpang-kat Ajun Komisaris Besar Polisi, melarang pengikutnya melakukan

lupa ingat?” kata Haryanto, salah se-orang anggota majelis hakim Senin siang itu (08/06) disambut gerr pe ngunjung sidang. Berdiri pada 2001, band Kuburan adalah grup musik asal bandung yang populer dengan lagu “Lupa-Lupa Ingat” dan penampilan yang ber-make up tebal berwarna putih, berlipstik, de ngan pakaian warna hitam.

Siang itu bersama seorang pengi-kut lainnya, Aswan sengaja dihadir-kan sebagai saksi pada persidangan lanjutan kelompok Satria Piningit Weteng Buwono di Pengadilan Ne-geri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan.

Dalam sebuah pengajian di mar-kas aliran ini di Jalan Kebagusan 2, RT 10 RW 6 No 37, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, kepada majelis hakim Aswan mengaku jika Agus Imam pernah membagikan sertifi kat yang konon jika dimiliki di-jamin masuk surga. Entah mengapa, lanjut Aswan, sertifi kat itu ditarik kembali oleh Agus.

Sebelumnya, dalam sidang per-dana, Senin (18/05), yang menghadir-kan pemimpin kelompok yang su dah berdiri sejak 1999 itu, Jaksa Penuntut Umum Rahmad Purwanto menuntut Agus Imam dengan dak-waan melakukan penodaan agama sebagaimana diatur pasal 156 A KUHP. “Agus Imam Solichin diancam maksimal hukuman lima tahun pen-jara, karena melanggar Pasal 156A KUHP tentang penodaan agama,” katanya seperti dikutip kompas.com (18/05). Di muka sidang Agus yang mengenakan kemeja lengan pan-jang warna putih dan peci hitam duduk menyimak.

Dalam surat dakwaan, pengajian yang pertama kali digelar di rumah mertuanya di Jalan Batu Zamrud, Kampung Ambon, Kayu Putih, Jakar-ta Timur, dengan 30 orang pengikut, belakangan diduga melakukan prak-tik persetubuhan secara bersama dengan pasangannya masing-ma-sing dalam keadaan telanjang bu-lat di hadapan Agus. Menurut kete-rangan Agus, seperti dibacakan ja-ksa, ritual tersebut dilakukan untuk menguji sejauhmana keyakinan para pengikutnya terhadap Agus dan ajaran yang disampaikannya. Agus juga dianggap telah menyu-ruh jemaahnya menggugurkan kewa jiban salat, puasa, dan zakat. Bagi Agus, salat pada hakikatnya adalah mengi n gat Tuhan. Jadi apa-bila sudah ingat kepada Tuhan, salat tidak diwajibkan. Di hadapan para jemaahnya, Agus juga mengaku se-bagai Tuhan.

Atas dugaan itu Badan Koordi-nasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) mengang-gap aliran Satria Piningit Weteng Buwono menyimpang. Rapat koor-dinasi yang dihadiri perwakilan dari kepolisian, Dinas Pendidikan, Kodim, dan Kantor Agama Jaksel itu digelar di Kantor Kejari Jakarta pada 30 Jan-uari silam. Keputusan itu lalu men-jadi rujukan kepolisian menetapkan Agus sebagai tersangka (okezone.com, 1/02).

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah markasnya digerebek warga dan Agus menghilang beberapa lama akhirnya ia menyerahkan diri ke Mapolres Jakarta Selatan, sore pukul 05.00 WIB akhir Januari silam. Sebe-lum itu, oleh salah seorang mantan pengikutnya Kusmana, Agus diadu-kan ke Polres Jakarta Selatan atas tin dak pencabulan terhadap para pengikutnya. Kusmana melaporkan Agus karena putrinya, Ratna Ayu Su-kmaningrum, meninggal dunia aki-bat sakit TBC. Agus melarang Ratna berobat ke dokter dan menangani perawatannya sendiri (okezone.com, 29/01)

Saat kasus ini menguak, kelom-pok Agus diketahui pula tengah membangun komplek di atas ta nah seluas 5.300 meter di Kampung Karet, Desa Situsari, Kecamatan Cile-ungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di bawah bangunan induk, renca-nanya akan dilengkapi sarana bun-ker. “Itu untuk tempat ibadah,” aku Priyatno, salah seorang pengikut di Cileungsi, Bogor Kamis (okezone.com, 29/1).

Hingga laporan ini diturunkan, proses persidangan hingga pem-bacaan vonis oleh hakim masih ter-us berjalan. Dan jika terbukti di pen-gadilan, kemungkinan Agus menyu-sul Lia Eden, terdakwa dengan pasal sama, yang sudah dijatuhi vonis 2 tahun 6 bulan beberapa waktu lalu. Pasal itu menyebut “Barangsiapa di muka umum menyatakan permu-suhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa penduduk negara Indonesia dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun”.

M

Keputusan itu lalu menjadi rujukan kepolisian menetapkan Agus sebagai tersangka.

7

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

kegiatan perjamuan kudus di gereja, mengikuti kebaktian setiap hari Minggu, dan melarang menikah secara gereja. Penganut ajaran ini juga memilki ritual yang unik ketika melakukan ibadah; tidak menggu-nakan celana dalam bagi perem-puan saat beribadah dan jemaat laki-laki wajib memakai jubah, dan alas kaki harus dilepas ketika memasuki rumah ibadah. Perkawinan, dalam sekte ini, diperbolehkan hingga empat sampai tujuh kali. Nimrot sen-diri mengaku, kata Herry, menikah tu juh kali merupakan persyaratan penyembuhan luka jari tangan kan-annya pada 2011 nanti.

Masih menurut Herry, Nimrot melarang seluruh pengikutnya untuk tidak ke gereja hingga 2011. Jemaatnya juga dilarang mela-yat ke tempat duka karena dalam pandangannya orang mati adalah urusan orang mati, bukan orang hidup mengurus orang mati. La-rangan ke gereja ini membuat Nim-rot dan semua pengikutnya yang berjumlah 11 orang ditangkap. “Ia (pimpinan aliran sesat) itu melar ang seluruh pengikutnya yang berjumlah sekitar 11 orang untuk tidak ke gere-ja. Atas dasar itu, mulai hari ini saya keluarkan perintah penahanan ke-pada pimpinan sekte Sion Kota Alak tersebut,” terang Herry sebagaimana dikutip Antara News (01/06/09).

Kepolisian Resort Kupang sudah menyita sejumlah barang bukti, sebagaimana dilaporkan okezone.com (04/01/06), seperti tujuh buah jubah yang biasa digunakan untuk beribadah dengan beragama warna (kuning, hijau, putih, biru, coklat, ungu). Nimrot dan tujuh pengikut-nya menjadi tersangka dan sisanya hanya menjadi saksi.

Jubah yang bermacam-macam ini berhubungan dengan struktur sekte tersebut yang tertata. Nimrot, selaku pimpinan, atau dikenal se-bagai Kuda Putih alias Anak Domba mengenakan jubah putih. Nataniel Hendrik Ngahu sebagai Imam Besar

mengenakan jubah putih. Ruben Huki Hawu sebagai Rasul Paulus mengenakan jubah biru, Nehemia Ludji Wadu sebagai Yesaya me-makai jubah biru tua, dan Kornelis Basten Baitanu sebagai Panglima Resim (Malaikat) mengenakan ju-bah coklat. Meon Nubatonis sebagai Rasul Yohanes mengenakan jubah kuning dan Davit Agustinus sebagai Yeremia mengenakan jubah ungu. Selain itu juga disita enam buah se-lempang yang digunakan sebagai ikat pinggang, dua buah buku pu-jian, dan buku kidung jemaat.

Ketua Majelis GMIT Jemaat Re-hobot-Baakunase, Pendeta Eni Tel-noni-Foenay yang dihubungi terpi-sah mengakui ada anggota jemaat-nya yang terlibat dalam sekte sesat tersebut. “Dua anggota yang terlibat yakni Nimrot Lasbaun yang bertin-dak sebagai pimpinan dan menda-pat julukan Kuda Putih sedangkan anggota jemaat lainnya adalah Nata-nel Hendrik yang bertindak sebagai imam,” jelasnya kepada vivanews.com (02/06/09). Kelompok tersebut, kata Pendeta Eni, telah melakukan praktik itu sejak tahun 2006 lalu.

Walikota Kupang, Daniel Adoe, yang dihubungi terpisah, berpen-dapat bahwa ajaran Nimrot adalah sesat dan mendukung upaya polisi. “Ini bentuk penyesatan. Ajaran dari mana yang melarang orang un-tuk tidak boleh ke gereja,” tandas-nya kepada okezone.com (04/06/09). Ajaran sekte ini, kata Daniel, tidak hanya bertentangan dengan ajaran agama tetapi juga bertentangan dengan hukum positif negara.

Nimrot memiliki argumentasi sen diri soal ajaran-ajaran yang dicap sesat itu. Perjamuan kudus di gereja

dilarang, misalnya, karena itu cuma dijadikan simbol belaka. Pernika-han di gereja dilarang karena gereja adalah tempat ibadah semata, bu-kan yang lain, termasuk tempat pemberkatan pernikahan. Larangan ke gereja, kata Nimrot, adalah di-dasarkan pada petunjuk Tuhan. “Se-jak 2008 lalu ada petunjuk dari Tu-han agar kami tidak boleh mengikuti kebaktian di gereja sampai dengan tahun 2011 mendatang,” ujar pria yang sehari-hari bertani ini. Nimrot dan pengikutnya masih Kristen dan selalu menggunakan Alkitab saat menunaikan ibadah. Demikian pula soal melepas alas kaki seperti dilan-sir okezone.com. “Kalau kami masuk ke rumah ibadah harus meninggal-kan alas kaki. Ini juga petunjuk Tu-han,” ujarnya.

Meskipun dituduh sesat, Nim-rot merasa bahwa ajarannya adalah yang paling benar. Bahkan ia dan peng zikutnya sempat melakukan doa di Mapolresta Kupang. “Apa yang kami lakukan lakukan sesuai dengan bisikan roh Allah kepada saya selaku anak domba,” ujarnya

kepada vivanews.com (02/06/09). Apapun dalihnya, Nimrot kini

dikenai tuduhan telah melakukan penodaan agama sebagaimana termaktub dalam pasal 156a KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara sebagaimana orang-orang yang dituduh melakukan “ke-jahatan” serupa. Namun hanya Nim-rot yang akan diproses, sebagaimana ditulis Kompas.com (01/06/09), kare-na para pengikut Nimrot mengaku hanya mengikuti ajaran Nimrot saja.

M

Nimrot kini dikenai tuduhan telah melakukan peno daan agama sebagaimana termaktub dalam pasal 156a KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara sebagaimana orang-orang yang dituduh melakukan “kejahatan” serupa.

Walikota Kupang, Daniel Adoe, yang dihubungi terpisah, berpendapat bahwa ajaran Nimrot adalah sesat dan mendukung upaya polisi.

88

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Kasus Sapto Dharmo Belum SelesaiNur Khalik Ridwan

Februari 2009 serombongan aktivis Aliansi Jogja untuk In-donesia Damai (AJI Damai)

berdialog dengan Brigadir Jenderal Polisi Untung S Rajab di kantor Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rombongan dipimpin Pusvita Sari, Koordinator AJI Damai dan dihad iri sejumlah aktivis dari organisasi-organisasi yang tergabung di da-lam nya di antaranya Joe Marbun (Parkindo), Subkhi Ridho (Jarik Yog yakarta), Slamet Basuki, Sugiar-to (Rumpun Nusantara), Edi Safi tri (Pusat Studi Islam UII), Beni Susanto. Pertemuan berlangsung 1,5 jam.

Saat itu, Untung masih menjabat Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) DIY sebelum dipindah ke luar Jawa dan digantikan Brigjen Sunaryono. Dalam dialog tersebut Untung yang didampingi beberapa stafnya mendengarkan penyampaian se-jumlah fakta kekerasan dari salah seorang perwakilan Aji Damai. Ke-pada Kapolda perwakilan ini juga mempertanyakan penanganan ka-sus penyerangan FPI terhadap Sap-to Dharmo. Sebab menurut pihak Aji Damai, sejauh ini belum ada aksi konkret aparat dalam menindak-lanjuti kasus kekerasan tersebut.

Kepada para perwakilan AJI Da-mai dengan gaya khasnya Untung menjelaskan sikap aparat terkait kasus Sapto Dharmo. Pihaknya, kata Untung, tetap akan menindak siapapun yang melakukan aksi ke-ke rasan dan mengganggu orang atau kelompok lain. Namun secara diplomatis Untung mengatakan, tindakan dan praktik di lapangan tentu ditangani langsung oleh ja-jaran kepolisian terkait. Dalam pen-jelasannya itu Untung sering meng-utip ayat al-Quran dengan intonasi, yang menurut salah seorang pe-serta mirip mubalig. Ia juga kerap melontarkan guyonan.

Tak ada kesepakatan apa pun antara Kapolda dengan Aji Damai

dalam pertemuan itu, terutama menyangkut kasus Sapto Dharmo. Menurut Sugiarto dari Rumpun Nusantara, Pertemuan para aktivis Aji Damai dengan Kapolda itu sen-diri sangat cair dan membicarakan banyak tema. Meski demikian ia menilai, jawaban Kapolda dianggap cukup menunjukkan komitmen ke-polisian atas kasus penindakan ter-hadap pelaku kekerasan, termasuk kasus Sapto Dharmo yang hingga kini belum ada pelaku yang dibawa ke pengadilan.

Menurut salah seorang anggota Sapto Dharmo yang diwawancarai, setelah pertemuan tersebut pihak kepolisian mulai menindaklanjuti kasus kekerasan yang menimpa komunitas mereka. Beberapa kor-ban dan pengurus Sapto Dharmo di wilayah Sleman dipanggil kepoli-sian untuk memberi keterangan terkait kasus penyerangan. Menu-rut narasumber ini, pihak kepoli-sian menilai bukti-bukti terkait ka-sus masih kurang dan karenanya meminta mereka mencari rekaman pemukulan ketika penyerangan ter-jadi.

Pencarian bukti itupun segera dilakukan. Pihak Sapto berusaha menghubungi sejumlah jaringan yang dianggap menyimpan bukti itu, termasuk mencarinya di situs Youtube atau situs lain. Sayangnya, rekaman itu sudah tak ada lagi. “Kenapa sudah tidak bisa dilacak di Youtube ya? Apa ini ada operasi?” kata sumber itu.

Gagal menemukan di jalur maya, si narasumber mencari rekaman-nya di sejumlah televisi lokal di kota gudeg itu. Namun oleh salah satu pengurus stasiun televisi di sana, ia disarankan mencarinya ke stasiun di Jakarta. Sebab kata pengurus itu, yang menayangkan kasus penyerangan terhadap Sapto Dhar-mo itu hanya diputar di beberapa televisi di Jakarta.

Sebelum pelacakan bukti reka-man berhasil ditemukan, kepolisian justru sudah mengantongi reka-man yang sedang dicari-cari itu. Sejumlah korban dari pihak Sapto Dharmo diminta melihat rekaman dan menunjuk pelakunya. Tapi atas alasan keamanaan, si korban tak mau menyebut nama pelaku.

Masih menurut sumber ini, si pelaku ternyata masih bertetangga dekat dengan korban. Karena kha-watir muncul serangan susulan dan pertimbangan keamanan korban, nama pelaku memang sengaja tak disebut dan kasusnya tak sege-ra diselesaikan pihak kepolisian dan segera memejahijaukan para pelaku. “Kasus tersebut sengaja di-am bangkan,” kata sumber tersebut.

Isu ini pun kian tenggelam de-ngan proses pergantian Untung S Radjab dengan Kapolda yang baru Brigadir Jenderal Sunaryono , dan gonjang-ganjing Pemilu Legislatif dan Presiden 2009. Si narasumber sangat berharap kasus ini terus ditindaklanjuti dan tidak tenggelam begitu saja dengan isu lain. Apalagi sejumlah bukti juga bisa dijadikan pegangan untuk meneruskannya hingga proses pengadilan. Se be -lumnya sejumlah lembaga negara seperti Komisi Nasionak Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur DIY, dan Bina Hayat mengeluarkan surat terkait masalah ini. M

Karena khawatir muncul serangan susulan dan pertimbangan keamanan korban, nama pelaku memang sengaja tak disebut dan kasusnya tak segera diselesaikan pihak kepolisian dan segera memejahijaukan para pelaku.

9

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Ahmad Silet Bantah Tuduhan Aliran SesatAlamsyah M. Dja’far

Di ruang tamu rumah pang-gung beralas tikar, Teungku Muhammad yang akrab disa-

pa Ahmad Silet dan puluhan santri-nya menggelar jumpa pers di Desa Buket Seuraja, Julok, Aceh Timur, Sabtu (9/5). Isu yang diangkat, ban-tahan atas tuduhan sesat Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Timur lewat surat keputusan lima hari sebelumnya (4/5). “Yang perlu diingat kami tidak pernah me-nafi kan sesuatu apa pun di dalam syariat. Kami tetap berpegang pada mazhab akidah ahlisunnah waljamaah seperti yang tercantum dalam mazhab Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Maturidi dan ber-mazhab fi kih dengan mazhab Imam Syafi ’i, berpegang teguh dengan al-Quran serta Hadis,” kata Ahmad seperti dikutip kompas.com (11/5). Melalui surat sebanyak empat hala-man itu, ia juga menyangkal bahwa dirinya menyatakan bahwa salat itu bisa digantikan dengan zikir saja.

Dalam kesempatan itu, pihak Ahmad Silet juga menghadirkan Geuchik Buket Seuraja, Ilyas dan Imam Desa, Mukhtar. Menurut Ilyas,

selama 40 tahun lebih menetap di desa yang dipimpinnya, Ahmad Silet dinilai tidak tampak melakukan prak-tik yang dianggap menyimpang. “Puasa, salat, dan semuanya sama dengan kita juga,” katanya seperti dikutip kompas.com. Ahmad Si-let, tambahnya, juga sudah sering menjadi imam dan kini berstatus sebagai ketua tuha peut, lembaga yang diisi tokoh masyarakat yang memberi pertimbangan-pertim-bangan terten tu kepada keuchik, kepala desa. “Jadi, realita yang kami lihat selama ini tidak seperti yang berkembang di luar di sana,” katanya.

Seperti diberitakan, Majelis Per-musyawaratan Ulama (MPU) Aceh Timur meminta kepada pengikut atau penyebar aliran yang diduga sesat di Kecamatan Indra Makmue, Aceh Timur, untuk segera meng-hentikan aktifi tasnya. Aliran terse-but dinilai dapat memecah belah masyarakat. Keputusan itu dihasil-kan melalui rapat bersama unsur Muspika Indra Makmue, Peureulak, Senin (4/5).

Wakil Ketua MPU Aceh Timur Tgk Azhar BTM kepada wartawan Serambi Indonesia menjelaskan, berdasarkan hasil duduk bersama (rapat) dan data, serta informasi yang diperoleh MPU di lapangan, MPU meminta agar aliran yang disebarkan di Indra Makmue itu dihentikan segera. Para pengikut kelompok itu menurut Azhar tak bisa menjawab ketika ditanya ajaran apa yang termuat di buku yang mereka sebarkan. Mereka juga tak hadir saat diminta datang dan tak bisa menunjukkan siapa guru mere-ka. “Sangat mengambang jawaban mereka,” ujarnya. M

Kami tetap berpegang pada mazhab akidah ahlisunnah waljamaah seperti yang tercantum dalam mazhab Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Maturidi dan bermazhab fi kih dengan mazhab Imam Syafi ’i, berpegang teguh dengan al-Quran serta Hadis

Peran Tuan Guru NU Selesaikan Kasus Ahmadiyah LombokYusuf Tontowi

Awal Maret lalu, Dewan Pimpi-nan Wilayah (DPW) Ahmadi-yah NTB mengirim surat pem-

beritahuan. Jemaah mereka yang hidup di penampungan berniat kembali ke kampung halaman di Ketapang, Gegerung, Lombok Barat. Surat itu ditujukan kepada gubernur NTB, Kepala Polisi Daerah (Kapolda) NTB, Bakesbanglinmas (Badan Kese-lamatan Bangsa dan Perlindungan

Masyarakat) NTB, Kepala Kandepag (Kantor Departemen Agama) NTB, Kepala Polisi Resort (Kapolres) Kota Mataram, Bupati Lombok Barat, Kakandepag Lombok Barat, Kapolres Lombok Barat dan pihak-pihak terkait lainnya.

Dua kali surat pemberitahuan se-rupa dilayangkan ke Gubernur NTB Tuan Guru Haji Zainul Majdi, namun tak ada tanggapan. Belakangan

diketahui, surat pemberitahuan itu tak sampai ke meja gubernur yang juga cucu pendiri Ormas Nahdlatul Wathon (NW) Tuan Guru Haji Zai-nudin Abdul Majid itu. Menurut info yang diterima Saiful Uyun, penasihat Jemaat Ahmadiyah, si penerima su-rat rupanya tak menyampaikannya kepada gubernur. Soal apa motifnya, ia sendiri tak tahu persis.

Seperti dikisahkan Ketua Dewan

101010101010

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Pimpinan Wilayah (DPW) Ahmadi-yah NTB Jauzi kepada MRORI via sambungan telpon (16/03), merasa tak mendapat tanggapan pihak-pihak terkait, DPW Ahmadiyah NTB akhir nya memutuskan akan me-mu langkan jemaah Ahmadiyah ke kampung halaman mereka pada 14 Maret 2009. Mendengar informasi ini, pemerintah setempat langsung be r-

e aksi, termasuk salah satu kelompok yang selama ini getol menolak keha-diran warga Ahmadiyah di Lombok Barat. Mereka kembali bersuara me-nolak kahadiran warga Ahmadiyah dengan segala cara. Res pon mereka atas rencana tersebut dimuat sejum-lah media massa lokal.

Kamis pagi (12/03), lima orang yang diutus pemerintah Lombok Barat mendatangi warga Ahmadiyah di tempat pengungsian di gedung Transito, Majeluk, Mataram. Perwaki-lan itu meminta warga Ahmadiyah tak meneruskan niatnya kembali ke Ketapang, kampung halaman mere-ka. Alasannya mereka tak bisa men-jamin keamanan warga Ahmadiyah. Utusan ini bahkan berjanji akan membeli tanah milik warga Ahmadi-yah dan mencarikan lokasi baru. Tapi bagi Jauzi tawaran tersebut menurut warga Ahmadiyah cukup sulit direali-sasikan. Pertanyaannya, dari mana da na itu dialokasikan. Belum lagi ada-nya kekhawatiran munculnya pro-kontra atas kebijakan tersebut.

Sorenya giliran utusan khusus gubernur NTB berjumlah 17 orang

mendatangi Transito. Terdiri dari be-berapa tuan guru, Kakandepag NTB Drs.H Suhaimi Ismi dan Kepala Bakes-banglinmas NTB. Rombongan yang disebut “Tim Penyelaras” bentukan gubernur ini langsung mengge-lar pertemuan dengan warga dan pengurus Ahmadiyah.

Meski dibentuk secara khusus oleh gubernur NTB, rupanya misi ke-datangan tim yang berusaha men-cari solusi tepat terhadap masalah Ahmadiyah ini tidak seragam. Ini terungkap dari pembicaran mereka dengan pengurus Ahmadiyah. Ada sebagian anggota tim yang lebih bersikeras agar warga Ahmadiyah kembali ke “Islam murni” seperti yang mereka anut. Kelompok ini di-wakili para tuan guru yang berasal dari NW. Sebagian lagi memang ber-tujuan untuk menyelesaikan masa-lah Ahmadiyah secara keseluru han se perti masalah keyakinan, tempat tinggal dan masa depan Ahmadiyah di tanah Lombok. Mereka diwaki li Tuan Guru Haji (TGH) Anwar MZ, Wakil Ketua Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Nusa Teng-gara Barat dan pimpinan Pondok Pe-santren Daarun Najah, Duman, Keca-matan Lingsar, Lombok Barat.

Menyikapi tuntutan tersebut, sebelum pertemuan berakhir Sai-ful Uyun kemudian memimpin jemaahnya mengucap kalimat sya-hadat. Tujuannya supaya para tuan guru dan tim yang hadir ditempat itu menyaksikan dan mendengar secara langsung bunyi syahadat jemaah Ahmadiyah yang tak beda sedikitpun dengan syahadat pada umumnya. Tak ada tambahan sya-hadat yang menyebut Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi. Sayang, satu minggu setelah pertemuan muncul berita di media massa lokal, warga Ahmadiyah telah menyatakan sya-hadat di hadapan para tuan guru untuk kembali kepada Islam yang “sebenarnya”.

Sejak pertemuan itu, Saiful Uyun mengakui jika komunikasi dirinya dengan TGH. Anwar MZ mulai intens. Ia pernah datang bersilaturrahmi ke pondok TGH. Anwar di Duman, Ling-

sar, Lombok Barat. Ia juga mengakui TGH. Anwar MZ menjadi mediator yang cukup aktif memediasi tim gubernur dengan pengurus DPW Ahmadiyah NTB. Walau diakui juga, pandangan para tuan guru yang berasal dari NW tampaknya belum mengalami perubahan.

Dari TGH. Anwar juga pengurus Ahmadiyah tahu, Tim Penyelaras beberapa kali mengadakan per-temuan membahas persoalan war-ga Ahmadiyah. Tim Penyelaras juga meminta keterangan secara tertulis mengenai keyakinan Ahmadiyah. Permintaan itu pun langsung dipe-nuhi pengurus Ahamadiyah dengan menerbitkan sebuah diktat yang diberi judul “Serial Pokok-Pokok Ke-percayaan dan Keyakinan Jemaah Ahmadiyah”. Pokok-pokok keper-cayaan ini lalu menjadi bahan kajian dari Tim Penyelaras. Hingga berita ini diturunkan, warga Ahmadiyah be-lum mendapatkan informasi terakit kesimpulan Tim Penyelaras.

Sementara itu, janji Pemda Lom-bok Barat membeli tanah milik war-ga Ahmadiyah di Gegerung sampai hari ini belum juga terealisasi. Bere-dar informasi, Pemda Lombok Barat tak sanggup. Penyebabnya, selain pro sesnya tidak mudah, sumber pen danaannya juga tidak jelas. Janji itu juga sulit direalisaikan di tengah kondisi Lombok Barat (Lobar) yang tak menentu. Apalagi pasangan bupati terpilih Zaeni Arony-H.Mahrip dalam Pilkada Lobar beberapa waktu lalu saat itu belum dilantik. Karena nya muncul lagi informasi, Pemda Lobar menyerahkan masa-lah Ahmadiyah untuk diselesaikan Pemerintah Propinsi NTB. Sayang, sampai saat ini belum ada penjela-san resmi dari Pemerintah Propinsi.

Menyikapi berlarut-larutnya ma-salah ini, Saiful Uyun yang ditemui di rumahnya, Selasa (28/05) menga-takan warga Ahmadiyah tetap akan kembali ke kampung halamannya. Kapan waktunya, Saiful dan warga Ahmadiyah masih menunggu hasil pembicaraan dengan tim gubernur dan pihak keamanan warga ahmadi-yah. Pilihan itu terpaksa diambil kare-

Sejak pertemuan itu, Saiful Uyun mengakui jika komunikasi dirinya de ngan TGH. Anwar MZ mulai intens. Ia pernah datang bersilaturrahmi ke pondok TGH. Anwar di Duman, Lingsar, Lombok Barat. Ia juga mengakui TGH. Anwar MZ menjadi mediator yang cukup aktif memediasi tim gubernur dengan pengurus DPW Ahmadiyah NTB.

111111

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

na pihaknya merasa selama di peng-ungsian kondisi jemaahnya sangat memprihatinkan. Nasib mereka se -ma kin tak menentu. Apalagi bantu-an makanan dari pemerintah daerah sudah lama dihentikan, termasuk

ke ti dakjelasan penyelesaian yang di-tawarkan Tim Penyelaras bentukan. Hingga saat ini tawaran solusi itu be-lum dikeluarkan secara resmi.

Tampaknya isu Ahmadiyah di tan-ah Lombok masih perlu me nunggu

sikap tegas Zainul Majdi; menung-gu sang Tuan Guru Bajang mem-buktikan visi-misinya ketika men-calonkan diri sebagai Gubernur NTB “Menghargai kemajemukan dan ke-beragaman masyarakat NTB”. M

Dari forum Bahtsul Masail Fo-rum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-

Jawa Timur di Pondok Pesan tren Lirboyo Kediri, 20-21 Mei 2009, fatwa haramnya layanan jejaring sosial Facebook menuai pro-kon-tra. Sebagian pihak beranggapan, fatwa pengharaman itu berlebihan. Ditanya seputar fatwa tersebut oleh wartawan, Rais Syuriah PBNU K.H. Tolchah Hasan menyatakan, Face-book tidak semestinya disikapi de-ngan hukum halal-haram (metrotv.com, 23/5/2009). Komentar senada juga dilontarkan KH. Ahmad Mus-tofa Bisri.”Seharusnya, Islam bukan hanya urus soal semacam itu,” kata tokoh NU yang juga dikenal seba-gai budayawan ini (okezone.com, 31/05).

Berbeda dengan dua tokoh agama itu, pakar telematika Roy Suryo Notodiprojo justru me nyam-but baik dilirisnya fatwa. Dari sisi positif, katanya, fatwa tersebut di-anggap usaha menghindari penya-lahgunaan fasilitasi jejaring tersebut. “Saya tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari halal dan haram, tapi saya menyambut baik rekomendasi itu,” katanya, seperti yang dikutip dari antara.co.id, Selasa (26/05)

Isu yang dibahas forum yang di-gelar secara periodik di lingku ngan pesantren putri se-Jawa Timur be-berapa waktu lalu itu sebetulnya bukanlah hanya soal Facebook. Hukum pemasangan gambar calon wanita, wali anak zina, kasus dukun cilik Ponari juga menjadi bahasan dalam forum yang diikuti 700-an

peserta ini. Entah mengapa, jus-tru hanya isu Facebook yang lebih mencuri perhatian media.

Dalam membahas sejumlah isu, peserta forum yang tak hanya diha-diri dari kalangan santri perempuan ini dibagi dalam tiga komisi: A, B, dan C. Komisi A membahas hukum pemasangan gambar calon legislatif wanita dan masalah wali nikah anak zina, Komisi B mengenai hukum pe-ngobatan Ponari, sementara Komisi C hukum mendekati lawan jenis me-lalui teknologi komunikasi seperti mobile phone atau layanan jejaring sosial terpopuler Facebook.

Fatwa Facebook berkembang dari pertanyaan tentang bagaimana hukum PDKT (Pendekatan --red) via handphone, telpon, short message service (SMS), 3G, chatting, Friend-ster, Facebook, dan lain-lain, dengan lawan jenis dalam rangka mencari jodoh yang paling ideal atau untuk penjajakan dan pengenalan lebih intim tentang karakteristik kepriba-dian seseorang yang diminati un-tuk dijadikan pasangan hidup, baik sebelum atau pasca-khitbah (mela-mar—red).

Dengan menggunakan berba gai rujukan kitab kuning, forum tersebut menyepakati komunikasi via seluler pada dasarnya sama dengan komu-nikasi langsung. “Hukum komunikasi dengan lawan jenis tidak diperboleh-kan kecuali ada hajat seperti dalam rangka khitbah, muamalah, dan lain sebagainya. Mengenai pengenalan karakter dan penjajakan lebih jauh terhadap lawan jenis seperti dalam deskripsi tidak dapat dikategorikan

hajat karena belum ada ‘azm (ke-inginan kuat untuk menikahi orang tertentu –red). Sedang hubungan via 3G juga tidak diperbolehkan bila menimbulkan syahwat atau fi tnah,” demikian hasil kutipan fatwa yang diterima redaksi Monthly Report.

Lantas bagaimana jika fasilitas-fasilitas seperti telpon, SMS, 3G, chatting, Friendster, Facebook, dan sejenisnya digunakan untuk sesu atu yang dinilai nyerempet maksi at, bi-sakah dikategorikan atau semakna dengan khalwah (berduaan dengan lawan jenis –red) jika dilakukan di tempat-tempat tertutup atau mo-jok? “Kontak via HP sebagaimana dalam deskripsi di atas yang dapat

menimbulkan syahwat atau fi tnah tidak dapat dikategorikan khalwah namun hukumnya haram”.

“Facebook itu ibarat pisau. Kalau digunakan sama orang baik akan bermanfaat, tapi kalau dipegang penjahat akan membaha yakan,” ungkap juru bicara Bahtsul Ma-sail Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jawa Timur Emha Nabil Haroen kepada media massa, Minggu (okezone, 24/5).

Facebook yang DiharamkanAhmad Zainul Hamdi

Agaknya perlu sikap kehati-hatian dalam mengambil keputusan hukum terkait teknologi yang selalu membawa dampak positif dan negatif. Tanpa kajian yang lebih dalam dan hati-hati, sebuah fatwa justru bisa membuat umat makin resah

121212121212

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

The Master Yang DiharamkanAhmad Zainul Hamdi dan Nanang Haryono

Setelah Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesan-tren Putri (FMP3) se-Jawa Ti-

mur yang diadakan di Pondok Pe-santren Lirboyo Kediri, 20-21 Mei 2009 mengharamkan facebook, kali ini giliran acara televisi The Master yang ditayangkan stasiun televisi swasta RCTI yang difatwa haram oleh forum Bahtsul Masail Wustho di Ponpes Abu Dzarrin, Kendal, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Kamis (4/6/2009). Se-bag ai ma na disampaikan juru bic-aranya, Khorul Rozy dari LPI Al-Fa-timah Bojonegoro, dengan kehara-man The Master, maka haram pula orang yang menontonnya (beritaja-tim.com, Jumat, 5/6).

Bahstul Masail yang digelar dalam rang ka haul KH Dimyati Adnan ke XIX dan KHA Munir Adnan ke VII tersebut diikuti sejumlah perwakilan dari beberap a pesantren: PP Abu Dzarrin (B ojonegoro), PP Al Fatimah (Bojonegoro), PP Lirboyo (Kediri), PP Tanggir (Tuban), PP Gilang (Babat/Lamongan), Langitan (Tuban), Al-Khozini (Sidoarjo), Ponpes Sidogiri (Pasuruan), dan beberapa perwaki-

lan dari pondok pesantren lain di Jawa Timur (Surya, 6/6; beritajatim.com, 5/6). Para peserta pertemuan mempertanyakan hukum atraksi The Master yang dilakukan Joe Sandy, Limbad, dan lainnya dalam acara tersebut yang dinilai jauh dari jangkauan akal sehat. Atraksi yang

dipertunjukkan dalam acara terse-but diduga kuat atas bantuan jin dan makhluk halus lainnya.

Fenomena tersebut direspon peserta Bahtsul Masail dengan mencari landasan hukum pada kitab Bughyatul Mustarsyidin. Di da-lamnya dijelaskan bahwa pertun-jukan tersebut dikategorikan se ba gai sihir dan haram hukum-nya (Surya, 6/6/09). Penonton The Master digolongkan tafarruj bi al-ma`asyi, merasa senang dengan adanya kemungkaran. Hal inilah

yang menjadi dasar Bahtsul Masail mengharamkan pertunjukan dan menonton The Master. Terlebih lagi bercampurnya laki-laki dan perem-puan bukan muhrim dalam acara tersebut juga dinilai merupakan se-buah kemaksiatan.

Bantahan fatwa datang dari produser The Master, Fabian Dhar-mawan. Dalam acara tersebut Fabi-an menegaskan tak ada ilmu hitam atau mistis dalam semua permain-an di The Master. Lebih jauh Ketua MUI Indonesia, Amidhan mene-gaskan pihaknya belum menerima pengaduan dari masyarakat terkait tayangan The Master. Ketua MUI mengaku juga belum mengetahui adanya hukum haram tayangan The Master, menurut Amidhan pihaknya tidak bisa gegabah lang-sung memutuskan The Master itu haram. Sebab harus menunggu laporan, kemudian mempelajari tayangan tersebut. Amidhan me-nambahkan bahwa fatwa haram baru bisa diputuskan setelah MUI melakukan pengkajian dan masu-kan dari beberapa ulama.

Ketua Majelis Ulama Indone-

Seperti diberitakan media massa, hasil forum pembahasan masalah ini kemudian dibawa ke Majelis Ulama Indonesia Kediri dan Jatim. “Pihak MUI Kediri menyambut baik fatwa tersebut kami tahu bahwa banyak sekali dijumpai tampilan di Facebook atau fasilitas internet lainnya yang menampilkan gambar tidak seno-noh,” tandas Khafabiyi Mahrus, yang juga pengurus Pondok Pesantren Put ri Lirboyo, Kediri. (inilah.com, 22/05/2009 - 16:49). Sementara MUI Jatim tampak lebih hati-hati. Secara kelembagaan, seperti diungkapkan Ketua Bidang Informasi dan Komu-nikasi MUI Jatim, Rachman Aziz, pihaknya belum berani menyatakan

Facebook haram. Ia beralasan itu butuh kajian lebih lanjut. (www.gp-ansor.org, 26/05/2009) .

Sikap hati-hati merespon isu ini juga ditunjukkan MUI pusat. Menurut Amidhan, pihaknya tak akan mengeluarkan fatwa peng-haraman. Meski demikian ia bisa memahami keputusan FMP3 (oke-zone,22/5/2009). Anehnya dari suara yang menolak pengharaman itu, muncul nama K.H. Idris Mar-zuki pengasuh Pesantren Lirboyo. Ia membantah fatwa haram Face-book, bahkan menyatakan tidak mengenal Nabil Haroen (okezone, 23/5/2009).

Suara tak mengharamkan Face-

book juga datang dan disuarakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kudus. Menurut KH. Syafi q Nashan, Facebook hukumnya tidak haram sebab telah banyak bermanfaat seperti mempererat tali persau-daraan, menambah teman dan menyampaikan informasi (okezone, 24/5/2009).

Agaknya perlu sikap kehati-ha-tian dalam mengambil keputusan hukum terkait teknologi yang se-lalu membawa dampak positif dan negatif. Tanpa kajian yang lebih dalam dan hati-hati, sebuah fatwa justru bisa membuat umat makin resah.

M

Penonton The Master digolongkan tafarruj bi al-ma’asyi, merasa senang dengan adanya kemungkaran.

131313

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

sia (MUI) Jatim KH Abdus Shomad m enyatakan MUI Jatim belum mene-rima laporan dari forum pesantren di Bojonegoro. Menurut KH Abdus Shomad, sihir menggunakan kekua-tan ilmu hitam ataupun meminta pertolongan selain pada kekuatan

Tuhan, hukumnya memang sangat tegas haram. Sekalipun demikian, dia masih mempertanyakan, apakah pertunjukan itu benar-benar meng-gunakan sihir. Menurutnya, unsur penggunaan sihir itulah yang perlu ditelusuri secara detil untuk mem-

buktikan adanya unsur sihir tersebut. Senada dengan panda ngan Bathsul Masail, dia menyatakan bahwa jika memang ada, sudah pasti pertunju-kan itu haram (surya.co.id, 07/06).

M

Siaran Radio yang “Meresahkan” Alamsyah M. Dja’far

Karena alasan meresahkan warga sekitar, radio Majlis Tafsir Al-Quran (MTA) Solo

ditegur Komisi Penyiaran Daerah (KPID). “Dakwahnya meresahkan dan menyinggung warga N ahdlatul Ulama,” kata Zainal Abidin Petir, Kamis (28/5) seperti dikutip tem-pointerktif.com (28/05).

Dalam dakwah yang disiarkan radio hingga ke pelosok desa-desa di Jawa Tengah itu, Ahmad Sukina pimpinan radio MTA sering menye-butkan mengenai tidak perlunya peringatan bagi orang yang telah meninggal pada hari ketiga, ketu-juh, sampai peringatan seribu hari. Padahal, katanya, ritual itu sudah melekat dalam tradisi masyarakat Nahdliyin. Dalam tradisi kaum sa n-tri, tradisi itu populer dengan istilah tahlilan.

Nah, ketimbang kelak menim-bulkan dampak negatif, maka pihak KPID akhirnya memberikan teguran. Siaran dakwah itu dinilai melanggar peraturan KPI Nomor 2/2007 dan Nomor 3/2007 tentang pedoman perilaku penyiaran dan standar pro-gram siaran. Apalagi, tambah Zainal, radio tersebut juga belum memiliki

prinsip siaran, baru mengantongi rekomendasi kelayakan. Pihak radio sendiri, seperti ditengarai Zainal, bersedia memperbaiki isi siaran.

Pengelolaan radio MTA berada di bawah Yayasan Majlis Majlis Tafsir Al-Quran (MTA), sebuah lem-baga pendidikan dan dakwah yang didiri kan pertama kali di Surakarta, 19 September 1972. Pendirinya Abdullah Thufail Saputra, salah se-orang pedagang sekaligus mubalig kampung. Bercita-cita mengajak umat Islam kembali ke al-Quran, lembaga ini kemudian dilegalkan sang pendiri atas nama Yayasan MTA pada Januari 1974. Selain radio, yayasan tersebut kini telah memiliki sejumlah lembaga pendidikan dan penerbitan. Cabangnya sudah ber-diri di sejumlah propinsi melalui jar-ingan alumninya.

Lain Solo, lain pula di Jember, Jawa Timur. Radio Prosalina FM Jember juga kena protes warga yang umumnya berasal dari kala-ngan NU lantaran menyiarkan reka-man azan impor dari Qatar. Seperti biasa, langgar di sekitar Jember-Bondowoso-Lumajang yang me-nangkap siaran radio ini merelai

azan itu melalui pengeras suara. Mereka yang protes menilai azan “menu” Qatar ini terdengar asing dikuping mereka dan mirip suara azan untuk orang meninggal ketika di liang lahat.

Akhirnya siaran azan ini hanya beredar dua pekan. Awal Juni, radio yang berdiri pada 1989 itu kembali memutar azan dari muazin lokal, Muammar Z.A. ”Awalnya kami ingin ganti suasana, tapi ternyata banyak pendengar meminta azan Qatar itu diganti,” kata Produser Radio Pro-salina FM, M. Dawud seperti diku-tip majalah Tempo edisi 8-14 Juni 2009.

Menurut Tempo, sebetulnya tak ada yang salah dengan azan ala Qatar ini. Bacaannya jelas, suaranya merdu, harakatnya juga tepat. Tapi KH Hamid Hasbullah, pen gasuh Pondok Pesantren Al-Azhar, Muk ti sari, Jember, mengingatkan bahwa fungsi azan tak sekadar pengingat waktu salat atau ajakan untuk salat berjemaah. Jenis azan sebaiknya mempertimbangkan se-lera kuping lokal.

Pedagang Diajak Tinggalkan Pekerjaan Saat AzanTedi Kholiludin

Persatuan Pemuda Sampa-n gan (Perpas) Pekalongan Timur, menggelar penga-

jian di musala Al Amin, kompleks

Pasar Banjarsari, Kamis malam (14/5). Dalam kegiatan tersebut, pa nitia mengundang kiai kocak asal Kelurahan Kergon yang disukai

masyarakat, KH Su’udi. Hadir dalam kegiatan keagamaan itu, tokoh masyarakat Kelurahan Sampangan dan pedagang di pasar setempat.

M

141414141414

� Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Ramai-ramai Siapkan Perda Miras Tedi Kholiludin

Minggu-minggu ini dua daerah di Jawa Tengah, Kota Tegal dan Surakarta,

kem bali hangat membincangkan masalah peraturan daerah ten-tang minuman keras. Di Tegal, me nyusul banyaknya warga Kota

Tegal yang menjadi korban aki-bat mengonsumsi minuman keras (miras) oplosan, DPRD Kota Tegal meminta kepada Mendagri dan Gubernur Jateng untuk meninjau ulang pembatalan Perda No 5 Ta-hun 2007 tentang Larangan Minu-man Beralkohol.

Wakil Ketua DPRD Kota Tegal, Edi Suripno SH mengatakan, pihaknya mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut. Agar tidak terulang, perda larangan minuman beralkohol yang sempat diajukan ke gubernur dan Mendagri harus bisa diterapkan di Kota Tegal. Selain itu, instansi terkait khususnya Satpol PP dan polisi un-tuk meningkatkan fungsi penga-

wasan dan pengendalian terhadap peredaran miras.

Kejadian tersebut merupakan bukti kalau fungsi dan pengawasan dari pihak berwenang tidak berja-lan sebagaimana mestinya. Sebab, masih banyak ditemukan miras diperjualbelikan secara bebas. Kare-na itu, diperlukan adanya perda yang mengatur masalah tersebut.

Hal serupa juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Harun Abdi Manaf SH. Dia mengemukakan, Perda Miras No 5 Tahun 2007 tentang Larangan Mi-numan Beralkohol merupakan hasil adopsi perda yang diterapkan di Cilacap dan Indramayu.

Menurut dia, perda tersebut saat ini tercatat dalam lembaran daerah dan sudah dikirim ke guber-nur. Namun, selama tiga bulan tidak ada tanggapan. Akhirnya, Mendagri melalui gubernur diperintahkan un-tuk memberitahukan ke DPRD Kota Tegal untuk pembahasan ulang. Hal itu dimaksudkan agar perda disesuaikan dengan peraturan da ri Menteri Perindustrian tentang Pe-ngendalian Minuman Beralkohol.

Harun mengatakan, dalam su-rat tersebut DPRD diberi batas waktu satu bulan untuk melakukan

pembahasan. Namun, saat dilaku-kan rapat pimpinan (rapim) yang dipimpin langsung Ketua DPRD, HA Ghautsun S.Sos., diputuskan untuk menolak pembahasan ulang.

Akhirnya, setelah enam bulan berselang gubernur mengeluarkan surat pembatalan. Dengan demiki-an, perda tersebut tak bisa diterap-kan. Menurut dia, dengan adanya musibah yang dialami masyarakat akibat miras, pihaknya mendesak agar Perda Larangan Minuman Ber-alkohol bisa diterapkan di Kota Te-gal. “Kami tidak ingin jatuh korban lagi. Sebab miras bila ditinjau dari manfaatnya lebih banyak buruknya dari pada baiknya,” tandasnya.

Sementara itu, Wali Kota Ikmal Jaya SE Ak mengatakan, tentang penerapan Perda Larangan Minu-man Beralkohol, pihaknya belum bisa memastikan karena masih per-lu pembahasan lebih lanjut. Pasal-nya, perda tersebut bertentangan den gan peraturan di atasnya.

Menurut dia, upaya yang sece-patnya harus dilaksanakan adalah peningkatan dan pengawasan terhadap peredaran miras. Oleh karena itu, diperlukan dukungan da ri seluruh pihak yang terkait, ter-masuk masyarakat. M

Agar tidak terulang, Perda larangan minuman beralkohol yang sempat diajukan ke gubernur dan Mendagri harus bisa diterapkan di Kota Tegal.

Ketua panitia pengajian Edi Sapi-na mengemukakan, kegiatan ini di-gelar dalam rangka lebih memper-erat tali silaturahmi antaranggota Perpas. Selain itu, juga untuk me-nambah penge tahuan soal keaga-maan dan me ra maikan musala Al Amin.

’’Mudah-mudahan, dengan pe-ngajian ini tingkat keimanan yang kami miliki lebih bagus dan kami semakin rajin dalam menjalankan ibadah,’’ ujarnya.

Sementara itu, dalam ceramah keagamaan KH Su’udi membahas soal ketakwaan. Dalam pengajian

tersebut, Su’udi bertanya kepada hadirin yang datang dalam penga-jian itu. Ketika banyak pembeli da-tang ke dagangannya dan tiba-tiba terdengar azan, apakah mereka langsung meninggalkan pekerjaan-nya dan langsung menjalankan salat?

Dia lalu menceritakan pengala-mannya saat berada di Tanah Suci. Dia melihat bagaimana pedagang di Arab Saudi ketika di tengah kesi-bukannya mendengar panggilan salat.

’’Suasana pasar langsung sepi. Pembeli dan pedagang langsung

bergegas ke masjid menjalankan salat,’’ ujar dia.

Jika hal itu bisa dilakukan oleh masyarakat, terutama warga Sampa-ngan dan pedagang Pasar Banjar-sari, KH Su’udi akan sangat bahagia.

Paling tidak, mereka tidak hanya mementingkan soal duniawi na-mun juga harus menyiapkan amal ibadahnya saat dipanggil oleh Allah. ’’Supaya memiliki ketakwaan yang kuat, setiap hari harus selalu ingat kepada Allah,’’ tandasnya. (Suara Merdeka, 17 Mei 2009).

M

151515

Monthly Report on Religious Issues, Edisi XX, Juli 2009

The WAHID Institute

Surakarta Siapkan PerdaTedi Kholiludin

Selain di Tegal, perda mi-ras juga sedang diidamkan pemerintah Kota Surakarta.

Walikota Surakarta, Jokowi mene-gaskan, penyusunan rancangan per-da tentang minuman keras, terus diproses Bagian Hukum Pemkot Surakarta dan paling cepat akan diajukan September mendatang. Dia mengaku sudah mengingatkan Bagian Hukum dan HAM, agar raperda itu segera diselesaikan pe nyusunannya dan diajukan ke DPRD untuk dibahas serta ditetap-kan sebagai perda.

Pernyataan itu ia sampaikan seusai menghadiri acara pemus-

nahan miras hasil Operasi Cipta Kondisi 2009 di halaman Mapol-tabes Surakarta (18/5). Kapoltabes Surakarta Kombes Pol Joko Irwan-to berharap proses pembahasan raperda miras bisa berjalan lancar dan nantinya, jika sudah disah-kan sebagai perda bisa diterima oleh masyarakat. Menurutnya, ke-beradaan perda itu bisa memberi-kan efek kepada penjual miras ile-gal, agar mendapatkan sanksi yang setimpal.

Raperda tentang pengawasan dan pengendalian penjualan minu-man keras/beralkohol sebenarnya pernah diajukan pada tahun 2002

lalu. Namun dikembalikan lagi lantaran tidak ada kesepakatan. Raperda itu sebagai pengganti Perda 4/1975 tentang Penjualan dan Pemungutan Pajak atas Izin Penjualan Minuman Keras yang keberadaannya dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini, baik substansi maupun le-gal drafting-nya.

Perda itu nantinya diharapkan menjadi payung hukum bagi pihak penegak hukum dalam mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat dari minuman keras/beralko-hol. (Sumber: Suara Merdeka, 16, 19 dan 20 Mei 2009). M

ANALISISMeski magnet agama tak bergigi di pemilu legislatif kemarin, tapi sejumlah kalangan masih ngotot memba-wa isu ini kembali ke gelanggang politik menjelang pemilu presiden 8 Juli 2009. Ada isu jilbab, representasi umat, dan aliran-aliran sesat. Partai-partai berlabel agama dalam pileg kemarin jelas tak mampu mengalah-kan partai-partai nasionalis dan sekuler. Pemilih tak lagi memilih apakah partai itu berlabel agama atau bu-kan. Fenomena politisasi agama ini jelas berbahaya bagi pluralitas bangsa. Desakan pembubaran kelompok keagamaan tertentu tanpa alasan yang konstitusional dan usaha “menghabisi” aliran sesat sebagai kontrak politik atau tawar-menawar politik, jelas membahayakan kesatuan bangsa ini. Bagimanapun kita tak ingin, bangsa ini tercerai berai karena perbedaan itu. Pembakaran masjid Ahmadiyah di Kebayoran Baru Jakarta Selatan membuktikan, para pengikut Mirza Ghu-lam Ahmad ini masih rentan mengalami aksi-aksi kekerasan. Itu belum termasuk sejumlah aksi diskiriminasi yang mereka alami seperti yang menimpa 68 jiwa pengikut Ahmadiyah di asrama pengungsian Transito, NTB. Keinginan pulang kampung tak mendapat “restu” pemerintah setempat. Alasannya apalagi kalau bukan soal keamanan. Padahal fasilitas hidup mereka di sana tak memadai. Nasib mereka juga tak jelas hingga ka-pan terus begitu. Alih-alih menyelesaikan kisruh Ahmadiyah, SKB 2 Menteri berisi 7 materi itu nyatanya alpa mencatumkan larangan tegas terhadap aksi-aksi kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah. Tanpa itu, SKB 2 Menteri sangat rentan dijadikan beleid kelompok tertentu untuk melancarkan aksi ancaman, teror, bahkan kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah seperti yang sudah disaksikan sejauh ini.Kasus penyesatan terhadap kelompok tertentu harus dikatakan belum mengalami penurunan berarti. Jika sebelumnya banyak muncul di kalangan muslim, penyesatan Sekte Sion Kota Alak di Kupang menunjukan bahwa fenomena ini mulai merayap di kalangan nonmuslim. Namun begitu perlu juga catat, penyesatan dengan aksi kekerasan boleh dikatakan mulai menurun. Agaknya mulai ada kesadaran untuk menyelesaikan kasus penyesatan melalui jalur hukum, bukan dengan main hakim sendiri. Boleh jadi ini efek jera yang ditim-bulkan dari sikap tegas aparat menyelesaikan para pelaku kekerasan tersebut, walaupun diakui hal tersebut masih perlu dimaksimalkan. Utamanya kesan jika aparat, seperti aparat peradilan misalnya, yang takut de-ngan adanya tekanan massa selama proses pengadilan berlangsung. Tak ada yang salah dengan fatwa haram Facebook, juga fatwa haram The Master. Satu sisi, ia bisa diang-gap bagian dari peran agamawan untuk merespon masalah publik. Apalagi beberapa problem yang di-tuangkan di dalamnya mengambil prinsip pokok yang bisa dipahami sebagai kebaikan bersama. Misalnya “mendatangkan maksiat” dalam pengharaman Facebook atau tafarruj bi al-ma`asyi, merasa senang dengan

1.

2.

3.

4.

Menghimbau kepada seluruh elemen bangsa ini agar tidak menjadikan agama sebagai jualan politik yang me-mecah belah bangsa dalam sekat-sekat tertentu. Kepada capres-cawapres yang bertarung dalam pemilihan presiden Juli mendatang untuk tidak tunduk pada tekanan sebagian kelompok yang berusaha menjadikan isu pembubaran kelompok keagamaan tertentu seperti Ahmadiyah atau “menghabisi” kelompok-kelompok sesat sebagai bargaining politik. Soal sesat dan sesat biarkan diselesaikan masyarakat dengan cara dialog yang jujur dan terbuka. Yang perlu dipegang capres-cawapres adalah sikap konsisten untuk melaksanakan amanat un-dang-undang untuk melindungi segenap warganya, apapun keyakinannya. Mereka perlu memegang prinsip-prinsip yang termaktub dalam pasal-pasal ini: pasal 28e, 29 (2), pasal 22 UU No. 39 tahun 1999, pasal 18 UU no. 8 No. 12 tahun 2005. Aparat kepolisian harus terus memburu dan mengadili para pelaku pembakaran masjid Ahmadiyah, termasuk mengorek motif di balik aksi mereka. Jika benar karena alasan kesesatan Ahmadiyah dengan menggunakan beleid fatwa MUI maupun SKB 2 Menteri mereka melakukan itu, maka pemerintah dan aparat keamanan wajib melakukan tindakan preventif agar menjamin keamanan warga Ahmadiyah dan meyakinkan masyarakat bahwa mereka yang melakukan aksi kekerasan diganjar hukuman setimpal. Sebab, preseden itu bukan tidak mungkin menginspirasi kelompok lain untuk melakukan hal yang sama kepada jemaah Ahmadiyah di tempat lain. Jika SKB 2 Menteri betul-betul dijadikan alasan dalam melancarakan aksi kekerasan, maka mencabut atau merevis-inya patut dilakukan. Para pengungsi Ahmadiyah di Mataram yang terlunta-lunta nasibnya juga perlu segera mendapat perhatian dan penyelesaian sesegara mungkin tanpa melihat apakah karena mereka Ahmadiyah atau bukan, melainkan semata-mata karena mereka warga Indonesia yang wajib mendapat perlakuan sama.Untuk menghindari tren pemenjaraan kelompok yang dituduh sesat umumnya menggunakan pasal 165a, sepe-rti menimpa Lia Eden dan yang didakwakan kepada kelompok Satria Piningit serta Sekte Sion Kota Alak, maka rasanya tidak berlebihan jika pasal karet ini sebaiknya dihapus. Pasal ini jelas bertentangan dengan sejumlah konstitusi kita seperti termaktub di pasal 28e, 29 (2),pasal 22 UU No. 39 tahun 1999, pasal 18 UU no. 8 No. 12 tahun 2005. Sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial, fatwa-fatwa ulama sebaiknya perlu mempertimbangkan isu-isu yang lebih berdampak langsung pada kebijakan publik. Misalnya isu-isu kemiskinan, keadilan, korupsi, dan lain-lain. Sehingga fatwa-fatwa yang dikeluarkan benar-benar bermanfaat dan langsung menyentuh pada kemaslahatan publik. Fatwa tersebut juga mesti dibarengi dengan kajian yang mendalam atas masalah yang hendak difat-wakan dan melibatkan mereka yang “didakwa” atau para pakar di bidangnya. Sehingga fatwa yang dihasilkan benar-benar berbobot dan bisa dipertanggungjawabkan. Menghimbau kepada pengelola dan pembuat siaran dan acara-acara di massa elektronik untuk berpegang teguh pada peraturan penyiaran yang berlaku dan berusaha melahirkan produk siaran, khususnya dalam bi-dang keagamaan, yang bermutu, sejuk, mencerahkan, dan mempertimbangkan aspek kultural para pendengar atau pemirsanya. M

1.

2.

3.

4.

5.

adanya kemungkaran, dalam pengharaman The Master. Fatwa tersebut juga memberi opsi terbuka. Jika tak memenuhi unsur itu, ia tak diharamkan. Ini yang tak banyak diungkap media. Fatwa hanya akan bermasalah jika ia bertentangan dengan prinsip konstitusi negeri ini, apalagi kemudian dijadikan fakta hukum dengan “du-kungan” negara untuk menghakimi kelompok lain. Dalam dua kasus fatwa ini perlu juga dikatakan bahwa hasil fatwa tampaknya tidak memperhatikan prioritas isu dan masalah yang langsung terkait dengan urusan publik. Penguasaan terhadap masalah “sekuler” yang difatwakan juga perlu menjadi catatan mengingat masalah-ma-salah tersebut tidak hanya bisa dilihat dari sudut pandang doktrin agama yang menjadi keahlian agamawan.Langkah KPID Solo menegur pengelola Majlis Tafsir Al-Quran (MTA) atas siaran dakwah yang dinilai dapat me-resahkan warga, dan sikap pengelola radio Prosalina FM Jember yang bersedia untuk tidak lagi memutar azan impor dari Qatar merupakan langkah tepat dan patut diapreasiasi. Langkah KPID bisa dianggap langkah pre-ventif lembaga pemantau siaran ini sebagai bentuk pembelajaran kepada para pengelola radio agar merilis si-aran dakwah yang damai, bukan sebaliknya. Tapi preseden inipun sesungguhnya terbuka pula atas alasan tafsir “meresahkan” untuk membatasi bahkan membungkam kebebasan berekspresi dan beragama seseorang atau kelompok tertentu –sesuatu yang perlu diwaspadai. Kesediaan radio Prosalina FM mengganti model azan itu juga bisa jadi cerminan agar siaran-siaran keagamaan perlu mempertimbangkan kultur dan tradisi lokal. Meski demikian jangan pula desakan masyarakat agar mengganti suara azan ini justru menghambat para pengelola radio kehilangan “kreativitas” menyajikan siaran-siaran yang inovatif, berbobot, sekaligus diterima masyarakat. M

5.

REKOMENDASI