monkey forest ubud

15

Click here to load reader

description

sistem pengelolaan monkey forest, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan monkey forest. menurut tangga partisipasi sherry

Transcript of monkey forest ubud

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pariwisata merupakan gejala dari pergerakan manusia secara temporer dan spontan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. Industri Pariwisata sudah menjadi nafas dan urat nadi bagi masyarakat Bali dan sebagai lokomotif pembangunan yang menarik semua sektor untuk bergerak maju. Berbagai kasus yang menggangu aktivitas kepariwisataan sudah terbukti secara nyata mempunyai pengaruh berantai, yang pada akhirnya akan menggangu aktivitaas pada sektor lainnya. Karena pariwisata memiliki spin-off activities yang berantai panjang, maka pada akhirnya dapat dikatakan bahwa tidak ada satu sektor pun yang tidak berkaitan dengan kemajuan pariwisata.

Dari tahun ketahun kunjungan wisatawan asing yang datang ke Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan demi peningkatan terus berlangsung sebagai akibat menambah baiknya keadaan didalam negeri. Selain faktor keamanan yang semakin mantap, keadaan ekonomi yang semakin stabil, dan majunya teknologi informasi, serta tersedianya sarana transportasi yang telah memudahkan seseorang untuk melakukan suatu kunjungan wisata ke Indonesia.

Gartner (1996:62) mengungkapkan bahwaTourism development invariably causes change. Some of change are beneficial, others are not. Whether change is considered good or bad depends on the individual and the interest group with which she/he aligned." Dari uraian yang diungkapkan Gartner tersebut dengan sangat jelas bahwa perubahan sebagai dampak dari perkembangan pariwisata, yang kesemuanya tergantung dari siapa yang memandangnya atau dengan kata lain seseorang memandang secara positif dan di lain pihak memandang secara negatif.

Pembangunan sektor pariwisata ini telah berdampak pada berbagai dimensi kehidupan manusia, tidak hanya berdampak pada dimensi sosial ekonomi semata, tetapi juga menyetuh dimensi sosial budaya bahkan lingkungan fisik. Dampak terhadap berbagai dimensi tersebut bukan hanya bersifat positif tetapi juga berdampak negatif. Dalam pengembangan pariwisata, asas pengelolaan lingkungan untuk melestarikan kemampuan lingkungan guna mendukung pembangunan berkelanjutan bukanlah merupakan hal yang abstrak, melainkan benar-benar konkrit dan sering mempunyai efek jangka pendek (Soemarwoto, 2001).

Namun apa yang terjadi pada kondisi industri pariwisata Indonesia saat ini, khususnya Pulau Bali? Seiring dengan majunya Industri Pariwisata di Bali, masih banyak hal yang yang dianggap menjadi suatu permasalahan dan harus segera diselesaikan yaitu masalah sampah. Akar permasalahan sampah ini terjadi karena industri pariwisata adalah industri yang sangat konsumtif sehingga perputaran barang konsumsi terjadi dengan sangat cepat. Tingkat konsumsi yang dilakukan wisatawan di tempat wisata umumnya jauh lebih besar dibanding tingkat konsumsi mereka di daerah asalnya. Keadaan ini menyumbang porsi sampah terbesar di industri pariwisata.

Sampah yang tidak terkontrol dapat memberikan dampak negatif di banyak aspek pariwisata. Salah satu masalah yang terjadi adalah terbatasnya lahan pembuangan sampah sementara sampah terus bertambah, terutama sampah anorganik. Manajemen pengelolaan sampah yang tidak adekuat juga membawa dampak buruk bagi kesehatan insan pariwisata dan menurunkan daya tarik suatu objek wisata. Tanpa lingkungan yang baik tidak mungkin pariwisata berkembang. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam industri pariwisata lingkungan itulah yang sebenarnya dijual.

Pembahasan1. Definisi Sampah

Sampahmerupakanmaterialsisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatuproses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalamproses-proses alamsebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konseplingkunganmaka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya. Berdasarkan sifatnya sampah dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik yang dapat didaur ulang untuk kegunaan lain sehingga dapat digunakan kembali serta dengan cepat dapat terjadi pembusukan dan sampah anorganik yang susah untuk membusuk.

Berdasarkan bentuknya dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sampah padat yang berupa bahan buangan selain kotoran manusia seperti sampah plastik, sampah rumah tangga. Sedangkan sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah seperti sampah cair yang dihasilkan toilet, dapur, kamar mandi, tempat cucian. Selain itu ada istilah sampah manusia yaitu sampah yang dihasilkan manusia dari hasil pencernaan seperti feses dan urine. Sampah juga dapat dihasilkan dari konsumsi manusia seperti pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah.

Sampah berasal dari sisa-sisa aktivitas manusia yang tidak terpakai lagi. Ada plastik, kertas, botol, kaleng, hingga pempers dan pembalut wanita. Sampah tersebut tergolong menjadi sampah yang dapat terurai (degredable) dan sampah yang tidak dapat diurai (non degredable). Untuk mengelola sampah dibutuhkan penerapan prinsip-prinsip reduce, reuse, dan recycle. Reduce artinya kita mengurangi timbulan sampah yang terjadi dari aktivitas kita. Reuse ditujukan untuk menggunakan ulang sampah yang masih bisa dimanfaatkan, seperti penggunaan kantong plastik secara optimal dan berulang-ulang. Dan jikapun harus ada sampah yang timbul, maka sampah tersebut harus didaur ulang, diurai agar menjadi bahan dasar yang dapat dipergunakan lagi atau setidaknya tidak merusak alam. Paradigma bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan harus dibuang harus diubah bahwa sampah memiliki nilai ekonomi yang bisa didayagunakan dan memberikan keuntungan apabila dikelola dengan baik dan benar.Pengelolaan sampah secara terpadu harus mensinergikan beberapa aspek yang terkait, mulai dari aspek hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya dan teknologi. Dari sisi aspek hukum, diperlukan landasan peraturan perundang-undangan yang mencukupi, mampu laksana dan disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat luas. Negara kita sebenarnya telah memiliki Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Sampah. Hanya saja sangat disayangkan bahwa masyarakat luas tidak mendapatkan sosialisasi yang baik dan memadai. Di samping itu perangkat aturan yang lebih rendah, seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait, hingga perda, juklak dan juknis belum tersedia secara lengkap. Demikian halnya sistem kelembagaan, penyadaran sosial budaya masyarakatpun belum tertangani memadai.

Sedikit menengok negara Jepang yang diakui memiliki budaya yang sangat tinggi perihal kebersihan lingkungan. Negeri Sakura ini telah memiliki undang-undang persampahan yang telah eksis lebih dari seratus tahun. Dalam perkembangannya bahkan sudah muncul undang-undang yang lebih spesifik mengenai sampah plastik, sampah kerta, sampat hijau, sampah kimia dan lain sebagainya lengkap dengan aturan teknis yang lebih rinci di bawahnya.

Perjalanan yang panjang dalam pengelolaan sampah ini telah menjadikan masyarakat Jepang memiliki kesadaran yang sangat tinggi dalam menangani sampah yang dihasilkannya dari kegiatan pribadi, rumah tangga hingga bisnis, perkantoran, dan tentu saja di tempat tujuan wisata. Maka jangan heran jika lingkungan tempat tinggal, termasuk fasilitas umum, di Jepang terkenal sangat bersih hingga menjadikan suasana nyaman, asri, teduh dan indah. Beberapa tujuan wisata di sekitar Tokyo, seperti Asakusa, Meiji Jingu Shrine, hingga kota tua Kawagoe di Saitama Perfecture nampak lingkungannya sangat bersih. 2. Definisi Pariwisata

Pariwisata sebagai suatu bagian aktivitas manusia berupaya didefinisikan dalam berbagai sudut pandang oleh banyak ahli pariwisata dunia. Pendapat Leiper yang dikutip oleh Gartner (1996) menyebutkan bahwa pengertian pariwisata tidak hanya mencakup tentang aspek leisure, akan tetapi pariwisata merupakan sistem yang terbuka dari lima elemen yang berinteraksi dengan alam yang lebih luas, elemen manusia, wisatawan, dan tiga elemen geografi yaitu wilayah yang melakukan kegiatan(generating region),rute yang dilalui (transit route), dan wilayah yang dituju (destination region),dan satu elemen ekonomi yaitu industri ekonomi.

3. Dampak Negatif Sampah

Pariwisata merupakan industri yang mencakup segala bidang sehingga menjadi sasaran bagi perusahaan baik dari dalam maupun luar negri untuk membangun pariwisata Indonesia khususnya di pulau Bali. Bidang yang menjadi sasaran bagi investor antara lain seperti hotel, restoran, pengembangan objek wisata, akan tetapi tanpa memperhatikan hal yang sebenarnya sepele namun bisa menjadi permasalahan yang sangat serius yaitu sampah. Dampak negative dari permasalahan sampah yaitu dapat hilangnya objek wisata alam, hal tersebut dikarenakan polusi yang diciptakan melalui menumpuknya sampah yang tidak segera diatasi sehingga menurunya kualitas lingkungan dan menurunya estetika lingkungan. Selain dapat merusak objek wisata alam, sampah juga dapat berdampak bagi penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke bali karena terganggu dengan keberadaan sampah yang tidak teratasi sehingga menimbulkan bau yang mengganggu serta menjadi sarang penyakit yang tentu saja sangat mengganggu wisatawan.

4. Dampak Positif Sampah

Selain memiliki dampak yang negative, sampah juga memiliki dampak positif bagi manusia, hal tersebut dapat terjadi apabila manusia peka terhadap asalah sampah. Dampak positif sampah bagi manusia adalah:

Ekonomi Kreatif: sampah dapat diolah menjadi barang-barang yang memilii nilai guna

Menjadi pupuk: bagi sampah yang dihasilkan dari hasil pencernaan makhluk hidup

Menjadi sumber penghasilan: sampah anorganik dapat dijual kembali kepada pengepul atau perusahaan yang menggunakan sampah plastic sebagai bahan baku.5. Sampah dan Pariwisata

Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami. Selain itu kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi. Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap kawasan wisata alam harus menjaga keunikan, kelestarian, dan keindahannya. Semakin banyak kunjungan wisatawan, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau sampah yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan wisata alam.

Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa negara.

Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan tempat perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak berbahaya (non hazardous).

Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Kesehatan

b. Menurunnya kualitas lingkungan

c. Menurunnya estetika lingkungan

d. Terhambatnya pembangunan negara

Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.

Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.

Sebagai contoh kasus nyata adalah daerah Kuta. Kuta merupakan objek wisata yang sudah dikenal sejak dahulu kala (mulai tahun 60an). Pantai Kuta yang indah dan akses yang sangat dekat dengan bandara internasional Ngurah Rai, menjadikannya sebagai kampung wisatawan. Kuta berada dalam wilayah Kabupaten Badung, sebagai penyumbang pendapatan asli daerah yang besar yang berasal dari kegiatan pariwisata.

Dampak positif pariwisata di Kuta sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Berdirinya hotel-hotel, restaurant, pasar seni, penukaran uang, hiburan malam tidak luput mengangkat status ekonomi penduduk asli kuta. Jika dahulu sekitar tahun 80-an penduduk Kuta kebanyakan hidup dari sektor kelautan (nelayan) dan peternakan dengan pendapatan yang minim, sekarang penduduk asli Kuta sebagian besar tidak perlu bekerja keras. Dengan modal tanah warisan yang dikelola dengan baik, penduduk asli kuta kebanyakan mengelola lahannya untuk pertokoan, rumah kos, hotel dan kegiatan bisnis yang berhubungan dengan pariwisata.

Dampak negatif pariwisata di Kuta tercermin pada isu-isu yang timbul, salah satunya adalah dampaknya terhadap lingkungan fisik. Aberasi pantai di sepanjang pantai kuta sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini diduga penyebabnya adalah pemanasan global, kondisi ini tidak saja terjadi pada Pantai Kuta, melainkan juga seluruh pantai yang ada di Bali. Selain itu Sampah plastik yang banyak terdapat disepanjang trotoar dan selokan ini diduga penyebabnya adalah kurang disiplinnya masyarakat kuta, juga wisatawan dalam membuang sampah plastik, juga belum sadarnya produsen-produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dan menggantinya dengan bahan-bahan lain yang lebih ramah lingkungan. Banjir juga merupakan salah satu dampak yang kerap dijumpai di Kuta. Hal ini disebabkan kurang disiplinnya masyarakat dalam membuang sampah, masih ada yang membuang sampah ke got/selokan. Diduga penyebab lainnya adalah sistem drainase yang kurang baik. Tentu ketiga masalah ini sangat mengganggu kegiatan pariwisata di Bali.

Di dalam UU No. 23 Tahun 1997 memuat ketentuan hak setiap orang untuk menjaga lingkungan yang baik dan sehat, berarti kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara kemampuan lingkungan hidup agar dapat tetap dimanfaatkan untuk perlindungan dan kebutuhan manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk juga untuk mencegah dan menanggulangi perusakan lingkungan. Dalam rangka mengurangi dan menanggulangi dampak pencemaran lingkungan, perlu diadakannya pengaturan dan pengawasan atau segala macam kegiatan industri. Pengaturan dan pengawasan ini dimaksudkan agar segala persyaratan keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan dapat dipenuhi dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan dapat ditekan sekecil-kecilnya.

Kesimpulan dan Saran

Pada dasarnya kegiatan pariwisata adalah kegiatan menjual lingkungan. Orang yang bepergian dari suatu daerah ke daerah tujuan wisata adalah ingin menikmati lingkungan, seperti pemandangan alam, atraksi budaya, arsitektur, makanan dan minuman, benda seni, dan lainnya yang berbeda dengan lingkungan tempat tinggalnya.

Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Sektor wisata sebagai industri jasa merupakan sektor yang sangat peka terhadap lingkungan. Kerusakan lingkungan seperti pencemaran limbah domestik, kumuh, adanya gangguan terhadap wisatawan, penduduk yang kurang/tidak bersahabat, kesemerautan lalulintas, kriminalitas, dan lain-lain, akan dapat mengurangi jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Oleh karena itu pengembangan pariwisata harus menjaga kualitas lingkungan. Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata.

Permasalahan sampah dapat diatasi dengan cara Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya dan pemanfaata kembali sampah. Sampah dapat ditangani secara tepat sehingga memberikan dampak positif seperti peningkatan kegiatan ekonomi kreatif, pelestarian lingkungan wisataDaftar PustakaWardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.

Budiarta, I Putu and Kanca, I Nyoman. Pariwisata Berkelanjutan dan Aplikasinya dalam Pariwisata di Bali.

Waluya, Jaka. Dampak Pengembangan Pariwisata.

Suwena, ketut dan Widyatmaja, Ngh. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar : Udayana University press.

Mudrajad. 2013. Masalah Pariwisita Indonesia adalah Sampah dan Infrastruktur, dengan alamat website http://dpd.go.id/2013/01/mudrajad-masalah-pariwisita-indonesia-adalah-sampah-dan-infrastruktur/ diakses 21 Nopember 2013

Wilda Yanti. 2013.Pengembangan Pariwisata Melalui Pengelolaan

Erwin, Muhamad. 2008. Hukum Lingkungan. Bandung: Refika Aditama.

Wijaya, A. Tresna Sastra. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pitana, I Gde and Gayatri G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Yansen, I Wayan and Arnatha, I Made. 2012. Analisis Financial Sistem Pengelolaan Sampah di Wilayah Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 16, No. 1.

http://beritadewata.com/Daerah/Denpasar/Pariwisata_Bali_Terancam_Tiga_Masalah_Penting.htmlhttp://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/info_5_1_0604/isi_4.htmlhttp://eprints.undip.ac.id/32520/1/2.Jurnal_Kajian_Pengelolaan_Sampah_Kampus_-_Edo_dkk.pdf10