Monitoring Ocarina-Batam Centre

20
1 MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI UNIT BUDIDAYA IKAN LELE KAWASAN WISATA OCARINA-BATAM CENTRE DISUSUN OLEH : ROMI NOVRIADI ( PHPI AHLI PERTAMA ) IPONG ADIGUNA ( PENGAWAS BUDIDAYA) ANGGA T.A.K (PENGAWAS BUDIDAYA) KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM 2011

Transcript of Monitoring Ocarina-Batam Centre

Page 1: Monitoring Ocarina-Batam Centre

1

MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI UNIT BUDIDAYA IKAN LELE

KAWASAN WISATA OCARINA-BATAM CENTRE

DISUSUN OLEH :

ROMI NOVRIADI ( PHPI AHLI PERTAMA ) IPONG ADIGUNA ( PENGAWAS BUDIDAYA)

ANGGA T.A.K (PENGAWAS BUDIDAYA)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM 2011

Page 2: Monitoring Ocarina-Batam Centre

2

MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI UNIT BUDIDAYA IKAN LELE KAWASAN WISATA OCARINA-BATAM CENTRE

Romi Novriadi, Ipong Adiguna, Angga TAK

Balai Budidaya Laut Batam Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam

PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422 E-mail : [email protected]

Abstrak

Melihat potensi yang ada, perlu kiranya untuk perubahan orientasi

pembangunan dari pembangunan yang berbasiskan sumberdaya daratan (land based resources) kepada pembangunan yang berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan 9marine and fisheries based resources) di Kota Batam-Kepualauan Riau. Salah satu kegiatan sektor kelautan dan perikanan yang dapat dikembangkan adalah usaha budidaya perikanan mengingat banyaknya potensi lahn budidaya baik di darat maupun di laut yang belum termanfaatkan.

Salah satu sektor budidaya yang sekarang sedang menjadi primadona untuk dikembangkan masyarakat adalah budidaya ikan lele. Kondisi ini juga didukung dengan tingkat permintaan masyarakat terhadap ikan lele yang cenderung terus meningkat. Agar produksi dapat terus dilakukan secara berkelanjutan, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring dan surveillance terhadap salah satu hambatan kegiatan budidaya yakni hama dan penyakit ikan.

Dari hasil pemantauan yang dilakukan di Ocarina, salah satu sentra produksi lele Kota Batam, diketahui bahwa benih lele sudah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila . sementara lingkungan perbesaran memiliki konsentrasi NH3 0,02-0,04 mg/l. NO2 0,005 – 0,007 mg/l, pH 7,05-7,18, dan oksigen terlarut 5,82-6,14 mg/l. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah dengan menggunakan obat ikan yang secara umum belum terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta perlu dilakukan perbaikan pada komposisi pakan yang dibuat secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan optimal pertumbuhan ikan lele. Kata kunci : Monitoring, Ocarina, Kesehatan Ikan, Lingkungan

Page 3: Monitoring Ocarina-Batam Centre

3

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Pendahuluan

Pengembangan usaha budidaya perikanan memiliki potensi yang sangat baik, karena selain dapat meningkatkan devisa negara juga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat pengelola dan memberikan pilihan makanan bergizi bagi masyarakat pengguna. beralihnya masyarakat ke usaha budidaya perikanan ini juga didorong oleh adanya kecenderungan penurunan jumlah produksi perikanan tangkap dunia, sementara permintaan akan produk perikanan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan pergeseran pola konsumsi manusia, dari “ red meat” ( daging sapi, kambing, dll) ke “white meat” (ikan, udang, seafood, dll).

Untuk keperluan domestik, tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia pada

tahun 1996 telah mencapai 20,18 kg per kapita per tahun. Kemudian hal tersebut ditambah dengan tingkat konsumsi dan dan permintaan ikan dunia yang juga cenderung meningkat. Bahkan sejak tahun 1990, dunia sebenarnya telah mengalami kekurangan pasokan. Besarnya kekurangan pasokan tersebut diperkirakan sebesar 19,6 juta ton pada tahun 2000; 37,5 juta ton pada tahun 2010; dan 62,4 juta ton pada tahun 2020 (FAO, 1998).

Oleh sebab itu, salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut

adalah dengan melakukan perbaikan terhadap sistem budidaya perikanan yang diterapkan selama ini, yaitu melalui penerapan rekayasa genetika atau melalui aplikasi bioteknologi. kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kolam/tambak/lahan budidaya, sehingga kebutuhan domestik maupun dunia terhadap komoditi ikan dapat terpenuhi dengan baik.

Meskipun kegiatan industri akuakultur memiliki prospek ekonomi yang sangat

baik, namun kendala yang dihadapi juga cukup kompleks dan menantang. Terutama menyangkut faktor pengadaan benih yang hingga saat ini masih tergantung pada ketersediaan di alam. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan baik, hal itu akan mengancam keanekaragaman dan kelestarian organisme laut. Selain itu keberlanjutan (Sustainability) industri akuakultur juga seringkali terancam oleh pencemaran dari berbagai kegiatan sektor ekonomi maupun dari sisa pakan dan obat-obatan yang berasal dari kegiatan akuakultur itu sendiri. Dalam kondisi lingkungan yang tercemar seperti itu, dan akibat praktek budidaya yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip ekologis (ecological principles), seperti tata ruang yang seimbang antara kawasan budidaya dan kawasan lindung , acapkali menimbulkan ledakan penyakit pada ikan ataupun udang yang dibudidayakan, yang pada akhirnya akan menggagalkan panen. Oleh karena itu, selain penerapan komponen teknologi dan manajemen akuakultur (perbenihan, genetika, nutrisi, hama dan penyakit, kualitas air dan sistem kolam/pond engineering) secara prima,

Page 4: Monitoring Ocarina-Batam Centre

4

kelestarian akuakultur juga mempersyaratkan pengelolaan lingkungan secara tepat dan proporsional (Rokhmin Dahuri, 2003).

Untuk dapat melakukan tindakan pencegahan penyebaran penyakit ikan,

maka salah satu komponen yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan surveillance. Kita menyadari bahwa selama ini laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan lebih banyak difungsikan sebagai “emergency unit” daripada sebagai perangkat yang tidak terpisahkan dalam proses produksi perikanan budidaya. Sehingga output yang diharapkan dari laboratorium selalu terfokus pada “penyakit apa” dan “apa obatnya”, karena pada saat itu kondisi ikan sudah menunjukkan gejala klinis yang nyata, atau bahkan mungkin sudah mulai terjadi kematian.

Oleh karena itu agar laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan dapat

berperan sebagai pemberi Early warning system bagi ikan yang dibudidayakan, maka Laboratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan BBL Batam telah melakukan kegiatan monitoring dan surveillance secara rutin dan terjadwal. walaupun fokus teknologi BBL Batam diarahkan kepada produksi ikan laut, namun usaha budidaya ikan darat yang dikelola oleh masyarakat juga ikut diperhatikan. salah satu lokasi budidaya ikan darat yang dikunjung pada kegiatan monitoring saat ini adalah unit usaha budidaya ikan lele mega wisata Ocarina. I.2 Tujuan Kegiatan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka tujuan kegiatan pemantauan ini adalah: 1. Mengetahui tingkat teknologi dan pola manajemen produksi budidaya ikan

lele di mega wisata Ocarina 2. Mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan di unit produksi ikan lele

baik tingkat perbenihan maupun di kolam perbesaran. 3. Mengetahui sebaran penyakit yang ada di lokasi budidaya ikan lele Ocarina 4. Mengetahui komposisi pakan yang dibuat secara mandiri oleh unit produksi

Ocarina 5. Mengetahui tindakan pengendalian penyakit ikan yang dilakukan pengelola di

unit produksi budidaya ikan lele Ocarina. 1.3 Manfaat Kegiatan

1. Dari segi pengembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan bidang pengelolaan manajemen budidaya.

2. Bagi masyarakat, hasil pengamatan ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan usaha budidaya ikan lele yang berkelanjutan.

3. Bagi pengambil kebijakan, hasil pengamatan ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan mewujudkan sentra produksi ikan lele di Kota Batam

Page 5: Monitoring Ocarina-Batam Centre

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tiga tahun terakhir, pembangunan perikanan budidaya telah menunjukkan hasil yang siginifikan, dengan meningkatnya volume dan nilai produksi perikanan budidaya. Dalam kurun waktu 2005-2007, volume produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 19,56 % dengan nilainya meningkat rata-rata per tahun sebesar 10,85 %, yaitu dari 2,16 juta ton senilai Rp 21,45 triliun pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,09 juta ton, dengan nilai sebesar Rp 26,36 triliun pada tahun 2007.

Dalam upaya mewujudkan perikanan budidaya yang berdaya saing dan produksi yang bermutu, Departemen Kelautan dan Perikanan telah mendorong peran aktif Pemerintah Daerah, untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi usaha budidaya. Selain itu, Pemerintah Daerah harus membuat terobosan yang berpihak kepada pengusaha kecil, memberikan fasilitas khusus kepada investor dengan memberikan kemudahan kepada pengusaha dalam berinvestasi dan menetapkan tata ruang wilayah sehingga dapat memberikan kepastian hukum berusaha.

Meningkatnya permintaan ikan di masa yang akan mendorong setiap Negara untuk meningkatkan kualitas mutu sehingga dapat bersaing di pasar global. Berkaitan dengan hal tersebut, stakeholder perikanan budidaya harus melakukan 3 (tiga) hal, antara lain: (1). Produksi super efficient, yaitu para pembudidaya mampu memproduksi ikan dengan biaya yang paling murah, dengan menekan biaya produksi sedemikian rupa sehingga dapat menjual dengan harga yang lebih murah (affirdable) dibandingkan negara lain. Super Efficient dapat diwujudkan dengan menerapkan cara budidaya yang benar sehingga peluang keberhasilan tinggi, menurunkan biaya – biaya yang tidak perlu dan menggunakan sarana dan prasarana serta sumber daya alam secara tepat guna. (2). Real quality, kedepan masyarakat maju dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi akan menuntut makanan yang berkualitas terbaik dan tersedia secara kontinyu. Mutu baik berarti memenuhi standar kualitas/mutu yang dipersyaratkan (acceptable), sedangkan kontinyu berarti mutunya harus dijaga agar tidak berfluktuasi yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan konsumen, dan (3). Mega marketing, produk perikanan harus mempunyai pasar yang luas. Hal ini menuntut para pengolah/processing agar dapat menciptakan produk yang bernilai tambah dan lebih bervariasi sehingga membuka pasar yang lebih luas. Selain itu, pembudidaya akan dituntut untuk memperbanyak keanekaragaman species yang dipelihara untuk menyediakan pilihan yang lebih banyak kepada konsumen sehingga konsumen mudah mendapatkannya (accessible).(Siaran pers www.kkp.go.id).

Page 6: Monitoring Ocarina-Batam Centre

6

Potensi Perikanan Kota Batam

Dengan terbentuknya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah meningkatan status Kota Administratif Batam yang terbatas kewenangan pemerintahnya menjadi sebuah daerah otonom dengan kewenangan pemerintahan yang penuh. Seiring dengan itu Kota Batam selama ini terkenal sebagai kawasan otorita saat ini dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, menjadi daerah pusat pertumbuhan ekonomi modern yang mengakibatkan kemajuan pertumbuhan yang pesat diberbagai bidang kehidupan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum pribumi dan manca Negara untuk melakukan investasi dan usaha di wilayah administratif kota Batam. Kota Batam terletak di Kepulauan Riau ini beribukota di Batam Center, secara geografis terletak antara 0o25 29 - 1o15 00 LU dan antara 103o34 35 - 104o26 04 BT. Wilayah kota Batam terdiri dari 329 buah pulau besar dan kecil, yang letak satu dengan lainnya dihubungkan dengan perairan. Pulau-pulau yang tersebar pada umumnya merupakan sisa-sisa erosi atau pencetusan dari daratan pratersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai dengan Pulau Moro, Kundur, serta Karimun di bagian selatan. Permukaan tanah di kota batam pada umumnya dapat digolongkan datar namun disana-sini berbukit-bukit, berbatu muda dengan ketinggian maksimum 160 meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai kecil banyak mengalir dengan aliran pelan yang dikelilingi hutan-hutan serta semak belukar yang lebat. Dilihat dari perputaran arus yang ada maka perairan di kota Batam yang berada di selat malaka ini merupakan daerah subur bagi kehidupan perikanan dan biota lainnya. Perairan Kota Batam merupakan wilayah ekosistem perikanan Kepulauan Riau yang dipengaruhi oleh gerakan air yang berasal dari Samudera Hindia yang melewati Selat Malaka dan gerakan arus yang berasal dari laut Cina Selatan. Dalam ekosistem di wilayah kota batam ditemukan satwa liar yang terdiri dari 8 (delapan) jenis kelas mamalia, 16 (enam belas) heasevas dan partilia. Tipe habitat yang digunakan satwa liar ini yaitu : pantai, mangrove, rawa/danau, lading/kebun, hutan sekunder dan hutan primer. (Pemko Batam, 2011)

Kawasan Pulau Rempang, Galang dan Galang Baru merupakan salah satu kawasan unit budidaya ikan laut di Pulau Batam yang sangat potensial untuk pengembangan berbagai komoditas ikan budidaya. Di daerah ini terdapat beberapa komoditas ikan laut ekonomi penting yang dibudidayakan seperti Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), Kakap putih (Lates calcarifer, bloch), Bawal bintang (Trachinotus blochii¸Lacepede), Kakap merah (Lutjanus spp), dan ikan ekonomis penting lainnya. Umumnya kegiatan budidaya yang dilakukan berupa pembesaran baik dengan metode tancap maupun keramba jaring apung. Sementara untuk pengembangan budidaya ikan air tawar telah dikembangkan di kawasan barelang, nongsa, batam centre, bengkong dan tanjung riau. Umumnya dilakukan secara sederhana dan komoditas utama yang dikembangkan adalah ikan lele, gurame dan ikan mas. (Romi N, 2008)

Page 7: Monitoring Ocarina-Batam Centre

7

Penyakit Ikan Sebagai hambatan Produksi

Penyakit ikan merupakan kendala penting dan umum dialami dalam budidaya ikan. Penyakit ikan menyerang baik di perbenihan maupun di pembesaran. Semakin luas dan semakin intensif usaha budidaya ikan semakin meningkat intensitas serangan apalagi menggunakan pakan ikan rucah segar. Untuk ikan kerapu (Cromileptes sp), terutama di perbenihan ada beberapa jenis penyakit yang sering menyerang. Penyebab penyakit dapat dibagi dua golongan yaitu non hayati yang bersifat non infeksius dan hayati yang bersifat infeksius. Penyebab penyakit non hayati terutama kualitas air yang rendah, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik. Penyebab penyakit hayati ditinjau dari tingkat intensitas serangan dan kerugian dan kesulitan pengendalian adalah : virus, bakteri, protozoa, jamur dan parasit (Kamiso, H.N, 2010).

Upaya pengendalian penyakit pada perikanan budidaya dapat dilakukan

secara teknis dan non-teknis. Pendekatan secara teknis umumnya dilakukan melalui aktivitas pencegahan (desinfeksi, biosecurity, vaksinasi, imunopropilaksis, dll.), dan aktivitas pengobatan dengan menggunakan bahan kimia dan/atau antibiotik. Sedangkan pendekatan non-teknis umumnya dilakukan melalui regulasi yang terkait langsung dengan strategi pengelolaan kesehatan ikan, antara lain melalui pembatasan penyebaran patogen target (zonasi), pelestarian lingkungan, serta penggunaan komoditas dan/atau populasi yang lebih tahan terhadap infeksi jenis patogen tertentu. Untuk dapat melakukan upaya pengendalian penyakit ikan secara dini dan terencana, program monitoring jasad patogen potensial merupakan salah satu perangkat (tools) yang aplikatif, realistis dan relatif murah.

Monitoring & pemetaan sebaran (geographical distribution) jasad patogen pada ikan merupakan salah satu kegiatan yang outputnya dapat digunakan dalam upaya pengendalian penyakit ikan, baik pada level usaha, kawasan/sentra budidaya, administratif pemerintahan (antar daerah), dalam suatu negara, ataupun perdagangan produk perikanan antar negara. Aktivitas monitoring penyakit ikan memerlukan adanya pedoman dan sistem yang aplikatif dan integrative; dukungan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan dana yang memadai. Beberapa kasus penyakit ikan sering muncul secara temporer (musiman) sebagai akibat dari perubahan iklim makro, musim pemijahan, atau penyebab lainnya. Apabila program monitoring telah dilakukan dengan baik, akan diperoleh informasi yang akurat terkait dengan kasus penyakit, hasil diagnosa, tindakan yang dilakukan serta hasil yang dicapai; sehingga akan memudahkan untuk menyusun strategi pengelolaan kesehatan ikan secara lebih dini dan antisipatif, efisien dan efektif agar peluang keberhasilannya lebih tinggi. (Taukhid, 2010)

Page 8: Monitoring Ocarina-Batam Centre

8

BAB III METODA PENGAMATAN

III.1 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan Monitoring pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut Batam pada haris Selasa, tanggal 29 maret 2011 dilakukan di unit produksi budidaya ikan lele kawasan mega wisata pada hari Selasa tanggal 29 Maret 2011.

III.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: A. Bahan:

Kuisioner monitoring Ethanol (p.a) NaCl fisiologis PCA agar TSA agar Ammonia salycilate Ammonia cyanurate NitriVer NitraVer Ammonium visicolor test kit Nitrit visicolor test kit HCl Indikator phenolphtalein H2SO4 Buffer pH 4,01 Buffer pH 7,0 Buffer pH 10,0 Larutan elektrolit

B. Peralatan

Global Positioning System Hand Refraktometer DO meter pH meter HACH DR 890 Kolorimeter HANNA C203 Ion Specific meter Inkubator Kamera digital Buret Glassware Dissecting set Horizontal Water Sampler

Page 9: Monitoring Ocarina-Batam Centre

9

III.3 Metode Pengamatan

Pola pengamatan yang dilakukan pada saat monitoring unit produksi ikan lele di kawasan wisata Ocarina Batam Centre ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni : 1. Metoda Survey, pada tahapan ini metoda survey yang dilakukan adalah

metoda Report generation. Dimana responden langsung menjawab pertanyaan yang diberikan. Jenis pertanyaan yang diajukan mencakup tentang : manajemen budidaya ikan, manajemen kesehatan ikan dan lingkungan.

2. Analisa di lapangan, pada tahapan analisa ini dilakukan untuk pengamatan parameter –parameter yang mengharuskan analisa dilakukan secara langsung. Pada tahapan ini mencakup kepada parameter : Visual (Warna, bau dan rasa), pH (derajat keasaman), oksigen terlarut, Temperatur, dan isolasi organ target untuk analisa bakteri dengan menggunakan media agar PCA dan TSA.

3. Analisa di Laboratorium, pada tahapan ini analisa mencakup parameter-parameter yang telah di preparasi sebelumnya. Diantaranya adalah : unsur Nitrogen : Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Ammonium (NH4), Ammonia (NH3), Posfat (PO4), alkalinitas, dan uji lanjutan bakteri

Didalam melakukan sampling, baik air atau ikan, patokan yang digunakan oleh Tim Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI dan juknis yang direkomendasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk sampling air digunakan SNI 6989.57:2008, dimana kegiatan yang dilakukan meliputi :

1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip tempat pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan.

1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya : a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli

Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE); b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah c) bersih dan bebas kontaminan; d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan. 1.3 Persiapan Wadah Sampel

a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh.

b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan.

c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan tergantung dari jenis contoh yang akan diambil.

Page 10: Monitoring Ocarina-Batam Centre

10

1.4 Cara pengambilan contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Disiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan sumber

airnya; b) Dibilas alat pengambil contoh dengan air yang akan diambil, sebanyak 3

(tiga) kali; c) Diambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan

dalam penampung sementara, kemudian homogenkan; d) Dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis; e) Dilakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya

hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;

f) Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus; g) Pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium

dilakukan pengawetan

Page 11: Monitoring Ocarina-Batam Centre

11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

A. Data Survey Monitoring Untuk pengambilan data dilakukan dengan metode survey Report generation dengan materi pertanyaan disesuaikan dengan Form Kuisioner Laboratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut batam. Nama Pemilik Ir. Cahya Alamat Kawasan Mega Wisata Ocarina

Batam Centre-Batam Jenis Budidaya Budidaya Terintegrasi (Perbenihan,

Pembesaran dan pembuatan Pakan) Luas budidaya ± 2 ha, dengan komposisi

Jumlah kolam keseluruhan = ± 70 Kolam pendederan = ± 36 ukuran 3x4 m Kolam pembesaran = ± 10, ukuran 12 x 8 m

Tingkat Teknologi Maju Lokasi Budidaya Pemukiman Sertifikasi Usaha budidaya Negatif Pakan Pelet (Buatan sendiri),

Komposisi : Tepung ikan, tepung ayam, tepung roti, dan enceng gondok.

Sumber air Sumur dan tadah hujan Komoditas Ikan lele Padat tebar Pendederan : ± 18.000 benih/kolam

Pembesaran : ± 10.000 ikan lele/kolam Asal Benih Pemijahan sendiri

Jumlah Induk : 50 pasang Asal : Sukabumi

Jumlah benih yang dihasilkan

1 paket pemijahan 2 betina dan 3 jantan, menghasilkan ±25.000 Benih siap tebar.

Jumlah karyawan 4 (empat) orang Biosekuriti Memiliki pagar, penghalang burung, bahan

desinfektan baik untuk sarana prasarana maupun pekerja dan juga tandon untuk suplai air. Namun unit budidaya tidak dilengkapi dengan sistem IPAL untuk mengelola limbah budidaya.

Masa operasional Agustus 2010 - sekarang Sejarah Terkena Penyakit Dimulai pada bulan Januari 2011 – Maret

2011, dari analisa lingkungan diketahui

Page 12: Monitoring Ocarina-Batam Centre

12

bahwa unsur organik di perairan tinggi. Sementara pada ikan ditemukan bintik putih pada tubuh ikan, gelembung renang membengkak, bercak merah pada kulit, luka dipermukaan kulit.

Perubahan Iklim Dikarenakan posisi berada di pinggir laut, ketika angin kencang suhu kolam turun drastid dan merusak sebagian sarana budidaya.

Upaya pencegahan yang dilakukan

1. Vaksinasi benih dengan iHydroVac 2. Pemberian probiotik baik pada pakan

maupun di lingkungan perairan. 3. Pemberian feed suplement seperti Vitamin

dan Probiotik. 4. Pemberian obat anti mikrobial/bakterial 5. Pembersihan kolam 6. Penaburan pupuk dan desinfektan

terhadap kolam yang akan digunakan.

Gambar 1. Sarana dan Prasarana budidaya di Unit produksi lele Mega wisata Ocarina.

Kolam perbenihan Kolam pendederan

Kolam pembesaran Proses pembuatan pakan

Page 13: Monitoring Ocarina-Batam Centre

13

B. Data Analisa Laboratorium Data analisa Kualitas Perairan

HASIL UJI TEST RESULT

PARAMETER

PARAMETERS

SATUAN

UNIT Kolam Pembesaran

Kolam Perbenihan

SPESIFIKASI METODE

METHODE SPESIFICATION

pH 7,18 7,05 SNI 06-6989.11-2004

Nitrat (NO3)* 0 0 Kolorimetrik

Nitrit (NO2)* 0,007 0,005 Kolorimetrik

Amoniak (NH3)* 0,04 0,02 Kolorimetrik Phosphat (PO4)*

mg/L

0 0 Kolorimetrik

Salinitas o/oo 0 0 IKM/5.4.4/BBL-B (Refraktometrik)

Suhu* ºC 30,3 30,2 Elektrometri

Oksigen Terlarut (DO)* mg/L 5,82 6,14 Elektrometri

Data Hasil Analisa Mikrobiologis

No KODE SAMPEL SAMPLE CODE

PARAMETER PARAMETERS

HASIL UJI TEST RESULT

SPESIFIKASI METODE METHODE SPESIFICATION

Bakteri Aeromonas hydrophila (suspect)

Isolasi dan Identifikasi Konvensional 1 Kerapu Sunu

Parasit Negatif IKM/5.4.2/BBL-B (Mikroskopis)

Gambar 2. Hasil Isolasi Organ target di media TSA, dugaan mengarah ke Aeromonas hydrophila

IV.2 Pembahasan

Page 14: Monitoring Ocarina-Batam Centre

14

A. Gambaran Umum Lokasi Monitoring

Lokasi monitoring Kesehatan Ikan dan Lingkungan di Mega wisata Ocarina berada di wilayah administratif Kelurahan Teluk tering, Kecamatan Batam Kota, Kotamadya Batam. Unit produksi budidaya ikan lele di Ocarina ini dibangun atas dasar kenyataan bahwa produksi ikan lele di Kota batam masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ikan lele masyarakat kota Batam. Unit produksi budidaya ikan lele di Ocarina ini dimulai sejak 8 bulan yang lalu (juli – agustus 2010). Dan sampai saat ini usaha budidaya lele di Ocarina telah memiliki kurang lebih 120 (seratus dua puluh) kolam. Kolam-kolam tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis kolam sesuai dengan fungsinya, seperti kolam untuk pemijahan, kolam pembenihan, dan kolam pembesaran. Dalam pembuatan kolam-kolam tersebut, pemilik memakai 3 (tiga) cara, yaitu dengan menggunakan kolam terpal, kolam semen, dan kolam kerambah. Budidaya lele di Ocarina dilakukan di pinggir laut. Jadi, pemilik kolam harus mengubah air laut menjadi air payau dengan cara menggunakan eceng gondok dan ikan nila.

Gambar 3. Lokasi monitoring Ocarina

Page 15: Monitoring Ocarina-Batam Centre

15

Gambar 4.Pakan yang dibuat dan digunakan

Manajemen Perbenihan

Sistem perbenihan yang dilakukan di Ocarina adalah Sistem Massal. Dimana pada sistem ini dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan betina dalam satu kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantan secara leluasa mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya. Di instalasi perbenihan Ocarina 1 paket perbenihan dilakukan dengan menempatkan 2 induk betina dengan 3 induk jantan pada satu kolam. Jumlah benih yang dihasilkan menurut tenaga teknis di Ocarina ± 250.000 benih/ siklus. Berdasarkan pengalaman jumlah benih yang dihasilkan masih cukup kurang. Dan tim monitoring menyarankan untuk meningkatkan gizi pakan bagi induk yang akan dipijahkan.

Tahapan proses Budidaya

1. Persiapan Kolam. Diawali dengan persiapan kolam pemijahan, yang berfungsi sebagai Tempat perkawinan induk jantan dan betina. Pada kolam ini pemiliki menyediakan sarang pemijahan dari ijuk, batu bata, bambu dan lain-lain sebagai tempat hubungan induk jantan dan betina. Setelah 3-4 hari, benih ikan lele dimasukkan ke dalam kolam pendederan untuk membesarkan benih hingga ukuran tertentu. Setelah ukuran layak untuk pembesaran, pemiliki menempatkan benih tersebut ke dalam Keramba jaring Apung yang telah disediakan pemilik sebanyak 10 lubang dengan masing-masing berukuran 12 x 8 meter

2. Tahapan pendederan, merupakan tahapan pembesaran hingga berukuran siap jual, yaitu 5 – 7 cm, 7 – 9 cm dan 9 – 12 cm dengan harga berbeda. Kolam pendederan yang dibuat oleh pemilik budidaya Ocarina permukaannya diberi pelindung berupa enceng gondok dan penutup dari plastik untuk menghindari naiknya suhu air yang menyebabkan lele mudah stress. Pemberian pakan mulai dilakukan sejak anakan lele dipindahkan ke kolam pendederan ini.

3. Untuk pengelolaan pakan, pakan yang digunakan pada unit produksi ikan lele Ocarina adalah pakan yang dibuat sendiri dengan komposisi : tepung ikan, tepung ayam, tepung roti dan eceng gondok. Jumlah pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari secara ad libitum. Berdasarkan hasil analisa uji pakan yang telah diterima dapat disimpulkan bahwa komposisi pakan yang digunakan masih belum mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan untuk pembesaran ikan lele. Saat ini sedang dilakukan perbaikan

dalam komposisi pakan untuk meningkatkan asupan gizi yang dibutuhkan.

Page 16: Monitoring Ocarina-Batam Centre

16

Hasil Analisa Lingkungan

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan di dua titik sampling, yakni kolam pembesaran dan kolam perbenihan, diketahui bahwa secara umum kondisi kualitas air di kolam perbenihan lebih baik bila dibandingkan dengan kualitas air di kolam perbesaran. Beberapa parameter yang mengalami fluktuasi diantaranya adalah Ammonia (NH3) dan Nitrit (NO2). Jika konsentrasi NH3 di kolam perbenihan 0,02 mg/l, untuk kolam pembesaran 0,04 mg/l. Sementara NO2 di kolam perbenihan 0,005 mg/l, untuk kolam perbesaran memiliki konsentrasi 0,007 mg/l.

Amonia (NH3) merupakan senyawa hasil perombakan bahan organik yang mengandung unsur N. Amonia merupakan senyawa yang bersifat toxic (racun) bagi ikan. Amonia ini, jika terdapat dalam jumlah atau konsentrasi yang tinggi (biasanya 0,02 ppm) dapat menyebabkan kematian ikan. Di dalam air amonia membentuk kesetimbangan dengan amonium. Proses metabolisme dalam tubuh ikan lele dumbo dapat menghasilkan buangan berupa senyawa amonia. Selain itu, pakan yang tidak termakan juga dapat meningkatkan konsentrasinya. Senyawa ini dapat bereaksi dengan air menjadi ion amonium dan ion basa (OH-), sehingga suatu perairan yang memiliki kadar amonia dan amonium yang tinggi kecenderungan nilai pHnya juga akan menjadi tinggi.

Adanya kecenderungan unsur N yang lebih rendah di kolam perbenihan dikarenakan adanya sistem pergantian air yang lebih sering bila dibandingkan dengan kolam pembesaran. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan probiotik di kolam pembesaran. Jenis Probiotik yang digunakan diperairan diantaranya adalah penggunaan Bacteri yang memanfaatkan unsur N untuk hidupnya, misalnya nitrosomonas . Dengan probiotik ini diharapkan dapat mengurangi konsentrasi N ammonia. Jumlah bakteri non pathogen yang banyak akan menimbulkan persaingan dengan bakteri pathogen sehingga perkembangan bacteri patogen terhambat. dengan pemberiaan proniotik, selain dapat meningkatkan kualitas perairan juga dapat meningkatkan kesehatan inang dengan mempermudah pencernaan dan penyerapan asupan gizi yang diberikan melalui pakan.

Hasil Analisa Mikroorganisme

Berdasarkan hasil analisa mikroorganisme patogen yang ada pada sampel benih ikan lele berukuran 3-4 cm, diketahui bahwa tidak ada infeksi parasit baik internal maupun eksternal, sementara untuk bakteri Aeromonas hydrophilla sudah positif terdeteksi pada sampel benih ikan yang diambil. Bila Ocarina juga ingin berperan sebagai penyalur benih berkualitas, kondisi ini dapat menjadi informasi penting bagi pengelola. Langkah pengelola Ocarina yang melakukan aplikasi vaksin HydroVac pada benih yang sehat sudah sangat tepat. Namun sangat disayangkan aplikasi tersebut tidak dijalankan sejak satu bulan dari tanggal monitoring ini dilakukan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah susahnya mendapatkan vaksin ini di Kota Batam.

Page 17: Monitoring Ocarina-Batam Centre

17

Aeromonas hydrophila pada ikan lele

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang secara normal ditemukan dalam air tawar. Infeksi Aeromonas hydrophila dapat terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stress, perubahan temperatur, air yang terkontaminasi dan ketika host tersebut telah terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi sekunder), oleh karena itu bakteri ini disebut dengan bakteri yang bersifat patogen oportunistik. Ikan yang terserang bakteri ini di tandai dengan kehilangan nafsu makan dan gerakan berenangnya mulai tidak teratur yang akhirnya ia akan muncul dan berenang di permukaan air. Ikan yang terserang secara eksternal akan mengalami pendarahan yang selanjutnya menjadi borok (haemorrhage) pada sirip perut dan ekor serta bagian anus. Secara internal usus dan lambung mengalami hyperemia yang akhirnya terkikis. Hati ikan yang terserang penyakit ini menjadi tidak berfungsi. Serangan lebih lanjut rahang bawah akan mengalami luka dan borok.

Aeromanas hydrophila menyebabkan penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah. Bakteri ini menyerang berbagai jenis ikan air tawar seperti lele dumbo, (Clarius glariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), gurami (Osphronemus gouramy) dan udang galah (Macrobracium rusenbergil) dan dapat menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian tinggi (80- 100%) dalam waktu 1-2 minggu. Pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso dan Triyanto 1993). Pencegahan merupakan salah satu tindakan yang cukup efektif dalam menanggulangi penyakit ini. Dan vaksinasi adalah pilihan terbaik untuk pencegahan penyakit akibat infeksi Aeromonas hydrophila.

Permasalahan Pengembangan Budidaya di Ocarina Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh unit produksi lele di Ocarina selain infeksi penyakit ikan dan lingkungan adalah tumbuhnya lumut secara berlebihan di dalam media pemeliharaan. Jika hal ini dibiarkan maka akan sangat mengganggu ketersediaan oksigen dan fluktuasi suhu di media pemeliharaan.

( 1 ) ( 2 ) Gambar 5. (1) Blooming lumut pada media pemeliharaan, (2) bentuk lumut ketika

diangkat dari kolam pemeliharaan.

Page 18: Monitoring Ocarina-Batam Centre

18

Solusi yang dapat dilakukan untuk mengantisipas adanya blooming alga ini dapat dilakukan pada dua aspek media, yang pertama adalah media air, air yang digunakan sebaiknya disterilisasi terlebih dahulu sebelum pemeliharaan, dan yang ke dua, adalah pada media lingkungan, dapat dilakukan dengan pemasangan waring/paranet/jaring pelindung diatas bak pemeliharaan untuk mereduksi intensitas sinar matahari yang masuk. Tahapan kedua ini juga disertai dengan sistem frekuensi pergantian air yang lebih terjadwal agar ketika lumut sudah mulai tumbuh berlebihan dapat dibersihkan. Tindakan Pengendalian Penyakit Ikan Dengan dukungan yang cukup tinggi dari pemilik unit produksi budidaya Ocarina, maka obat-obatan yang disediakan juga cukup beragam. Berikut adalah jenis obat ikan yang diaplikasikan di unit usaha budidaya Ocarina.

( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 )

( 5 ) ( 6 ) ( 7 ) ( 8 )

Gambar 6. Jenis Obat-obatan yang digunakan, (1) Vaksin HydroVac, (2) Amazing Bio Growth, (3) Vitamin (4) Pupuk, (5) Probiotik Monodon, (6) Probiotik PSBIO, (7) Obat lele C-6 dan (8) Multivitamin Lele

Dari hasil pantauan, penggunaan obat ikan diatas dilakukan sesuai dengan etiket label yang ada pada obat, dan penggunaan obat dibawah kendali Sdr. Ihsan sebagai penaggung jawab kegiatan yang memiliki dasar pendidikan perikanan di Bogor. Namun yang perlu dicatat bahwa seluruh obat ikan yang digunakan merupakan jenis obat yang belum terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Page 19: Monitoring Ocarina-Batam Centre

19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Unit produksi Ikan lele di Ocarina merupakan unit produksi terintegrasi yang meliputi perbenihan, pembesaran, pengelolaan induk dan penyediaan pakan.

2. Unit produksi lele Ocarina dibangun atas dasar keinginan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap ikan lele yang berkualitas dengan harga terjangkau.

3. Dengan fasilitas yang tersedia, jumlah produksi ikan lele Ocarina belum optimal.

4. Kondisi media air pembesaran memiliki kandungan unsur N lebih tinggi dibandingkan di bak perbenihan. Dimana NH3 dikolam perbesaran 0,04 mg/l sementara di bak perbenihan 0,02 mg/l. Sedangakn NO2 di bak perbesaran 0,007 mg/l sedangkan di bak perbenihan 0,005 mg/l.

5. Benih ikan yang diproduksi pada bulan Maret 2011 positif terinfeksi Aeromonas hydrophila.

6. Obat ikan yang digunakan oleh unti produksi Ocarina seluruhnya adalah obat ikan yang belum terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

7. Lumut menjadi hambatan tersendiri pada produksi ikan lele di Ocarina 8. Dengan lokasi di pinggir laut, maka untuk menjaga kestabilan salinitas agar

tetap 0 ppt, dilakukan dengan menggunakan eceng gondok dan ikan nila 9. Komposisi gizi pakan yang dibuat di Ocarina belum memenuhi persyaratan

asupan gizi untuk optimalisasi pertumbuhan ikan lele.

V.2 Saran

1. Perlu dilakukan kajian rutin untuk mengetahui pengaruh aplikasi penggunaan obat ikan terhadap status kesehatan ikan.

2. Perlu dilakukan pembimbingan teknis secara rutin untuk meningkatkan produktivitas budidaya lele masyarakat Kota Batam.

Page 20: Monitoring Ocarina-Batam Centre

20

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Pedoman Umum Monitoring dan Surveilance Hama dan Penyakit Ikan.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Kesehatan Ikan Dan Lingkungan Cameron, A. 2002. Survey Toolbox for Aquatic Animal Diseases. A Practical Manual and

Software Package. ACIAR Monograph, No. 94, 375p. Crosa, J.H., M.A. Walter, and S.A. Potter, 1983. The genetic of plasmid-mediated virulence

in the marine fish pathogen Vibrio anguillarum. Bacterial and viral diseases of fish. Molecular studies. A Washington Sea Grant Pub. Univ. of Washington, Seattle.

Dahuri, rokhmin, 2003, Keanekaragaman hayati Laut, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Effendi, Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Evelyn, T.P.T., 1984. Immunization against pathogenic Vibrio. Symposium on fish Vaccination. OIE, Paris 20-22 February 1984.

FAO, 2000, The Status of World Fisheries and Aquaculture, FAO Fisheries Department, Rome, Italy.

Ghufran, M. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : Rineka Cipta. Glamuzina, B., N. Glavic, B. Skaramuca, V. Kozul and P. Turtman, 2001. Early development

of the hybrid Epinephelus costal (male) x E. marginatus (female). Aquaculture 198 (1-2) 55-61

Irianto, agus, 2010, Sampling Untuk Monitoring dan Surveillance Penyakit Ikan, makalah disampaikan pada pertemuan monitoring dan surveillance Hotel Salak Bogor, Jawa Barat.

Johnny, F. dan D. Roza. 2002. Kejadian Penyakit pada Budidaya Ikan Kerapu dan Upaya Pengendaliannya. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. 14 hal.

Johnny, F., dan Prisdiminggo. 2002. Studi Kasus Penyakit Fin Rot Pada Ikan Kerapu Macan, Epinephelus Fuscoguttatus Di Karamba Jaring Apung Teluk Ekas, Desa Batunampar, Lombok Timur, NTB. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. 9 hal.

Kraxberger-Beatty, T., D.J. Mc. Garey, H.J. Grier and D.V. Lim. 1990. Vibrio harveyi an Opportunistic Pathogen of Common Snook, Centropomus undecimalis (Bloch), Held in Captivity. Journal Fish Diseases. 13:557-560.

Koesharyani, I. and Zafran. 1997. Studi Tentang Penyakit Bacterial Pada Ikan Kerapu. Jur. Pen. Perikanan Indonesia. III(4):35-39.

Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001. Marine Fish and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II (Ed. by K. Sugama, K. Hatai and T. Nakai). 49 p. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency.

Muroga, K., Gilda Lio-Po, C. Pitogo and R. Imada. 1984. Vibrio sp. isolated from Milkfish (Chanos chanos) With Opaque Eyes. Fish Pathology. 19(2):81-87.

Post, G. 1987. Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA. 288 pp. Taukhid, 2010, Dukungan Monitoring dan Pemetaan Sebaran Jasad Patogen Bagi Upaya

Pengendalian Penyakit Ikan, Makalah, Disampaikan di Hotel Salak pada pertemuan : Penyusunan Pedoman Umum Monitoring dan Surveillance, Bogor.