Modul.doc

19
PENANGANAN MUARA 1. Pengertian Muara Dalam pengertian umum, “muara” biasanya identik dengan bagian sungai yang terletak paling hilir dan berhubungan dengan laut. Secara teknis pengertian ”muara” memiliki arti lebih luas dan terdiri dari mulut sungai (river mouth) dan estuari (estuary). Mulut sungai adalah bagian paling akhir dari hilir sungai, di mana secara fisik sungai bertemu dengan laut. Estuari adalah bagian dari sungai yang masih dipengaruhi oleh gaya-gaya pasang surut (pasut). Estuari merupakan kawasan di sekitar mulut sungai di mana air tawar dan air asin bertemu dan bercampur sehingga membentuk sebuah lingkungan dinamis, menerima pasokan air tawar dari sungai, dan air asin dari laut. Pengaruh pasut terhadap hidrodinamika muara (kecepatan/debit, profil muka air, penyebaran salinitas dll) kemungkinan dapat mencapai jauh ke hulu sungai, hal ini dipengaruhi oleh tunggang pasut (tide range), kecepatan arus/debit sungai dan sifat-sifat fisik muara (penampang aliran, kekasaran dasar, kemiringan dll). Estuari didefinisikan dalam berbagai cara tergantung dari sudut kepentingan yang berbeda. Definisi yang paling banyak digunakan oleh para ahli adalah menurut Cameron dan Pritchard (1963) yang menyatakan Estuari adalah ”Wilayah perairan pantai setengah tertutup yang mempunyai hubungan bebas ke perairan laut terbuka dan di dalamnya air laut cukup terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan”. Definisi ini belum mencakup pengaruh pasang surut yang merupakan salah satu penggerak utama dalam proses muara. Pengaruh pasang surut diperhitungkan sesuai dengan definisi Dionne (1963): ”Estuari adalah saluran masuk air laut, mencapai hulu sungai sampai batas pasang terjauh, yang dapat dibagi menjadi 3 sektor: a) bagian bawah, yang berhubungan langsung dengan laut; b) bagian tengah, dipengaruhi oleh pencampuran air tawar dan air asin; dan c) bagian atas, air asin tidak berpengaruh, tetapi masih dipengaruhi oleh pasang surut harian”. Dari sudut pandang pengaruh sedimen, Dalrymple dkk (1992) mendefinsikan: ”Estuari adalah bagian laut dari sebuah sistem daerah pengaliran sungai yang menerima sedimen, baik sedimen fluvial maupun sedimen laut dan memiliki komposisi material yang dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang dan 1

Transcript of Modul.doc

Page 1: Modul.doc

PENANGANAN MUARA

1. Pengertian Muara

Dalam pengertian umum, “muara” biasanya identik dengan bagian sungai yang terletak paling hilir dan berhubungan dengan laut. Secara teknis pengertian ”muara” memiliki arti lebih luas dan terdiri dari mulut sungai (river mouth) dan estuari (estuary). Mulut sungai adalah bagian paling akhir dari hilir sungai, di mana secara fisik sungai bertemu dengan laut. Estuari adalah bagian dari sungai yang masih dipengaruhi oleh gaya-gaya pasang surut (pasut). Estuari merupakan kawasan di sekitar mulut sungai di mana air tawar dan air asin bertemu dan bercampur sehingga membentuk sebuah lingkungan dinamis, menerima pasokan air tawar dari sungai, dan air asin dari laut. Pengaruh pasut terhadap hidrodinamika muara (kecepatan/debit, profil muka air, penyebaran salinitas dll) kemungkinan dapat mencapai jauh ke hulu sungai, hal ini dipengaruhi oleh tunggang pasut (tide range), kecepatan arus/debit sungai dan sifat-sifat fisik muara (penampang aliran, kekasaran dasar, kemiringan dll).

Estuari didefinisikan dalam berbagai cara tergantung dari sudut kepentingan yang berbeda. Definisi yang paling banyak digunakan oleh para ahli adalah menurut Cameron dan Pritchard (1963) yang menyatakan Estuari adalah ”Wilayah perairan pantai setengah tertutup yang mempunyai hubungan bebas ke perairan laut terbuka dan di dalamnya air laut cukup terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan”. Definisi ini belum mencakup pengaruh pasang surut yang merupakan salah satu penggerak utama dalam proses muara.

Pengaruh pasang surut diperhitungkan sesuai dengan definisi Dionne (1963): ”Estuari adalah saluran masuk air laut, mencapai hulu sungai sampai batas pasang terjauh, yang dapat dibagi menjadi 3 sektor: a) bagian bawah, yang berhubungan langsung dengan laut; b) bagian tengah, dipengaruhi oleh pencampuran air tawar dan air asin; dan c) bagian atas, air asin tidak berpengaruh, tetapi masih dipengaruhi oleh pasang surut harian”.

Dari sudut pandang pengaruh sedimen, Dalrymple dkk (1992) mendefinsikan: ”Estuari adalah bagian laut dari sebuah sistem daerah pengaliran sungai yang menerima sedimen, baik sedimen fluvial maupun sedimen laut dan memiliki komposisi material yang dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang dan proses fluvial. Estuari memanjang dari batas daratan yang masih dipengaruhi pasang surut (bagian kepala estuari) sampai dengan batas laut yang dipengaruhi pantai (bagian mulut estuari)”.

Dyer (1997) mengadaptasi definisi Pritchard untuk memberikan definisi estuari yang dianggap paling memenuhi: ”Estuari adalah wilayah perairan pantai setengah tertutup yang mempunyai hubungan bebas ke perairan laut terbuka, memanjang ke hulu sungai

1

Page 2: Modul.doc

sejauh pasang surut masih berpengaruh, dan di dalamnya air laut cukup terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan”.

Contoh sebuah sistem muara sungai dengan sebagian estuari pada latar depan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Contoh sebuah sistem muara sungai

Penyebaran salinitas di muara merupakan hal penting yang harus diketahui untuk mempelajari dinamika sedimen di estuari, dan penentuan letak bangunan pengambilan (intake) saluran primer untuk irigasi pasang surut atau tambak. Daerah pertanian tidak boleh mendapat pasokan air asin, demikian pula budidaya ikan/udang dalam tambak memerlukan pasokan air dengan tingkat salinitas tertentu agar dapat berkembang dengan baik.

2. Fungsi Muara

Ditinjau dari sudut perekonomian, muara memiliki posisi yang penting karena berfungsi sebagai pintu penghubung antara laut dan daerah pedalaman. Hal ini dijumpai terutama di Pulau-pulau yang memiliki sungai-sungai yang lebar dan dalam seperti Sumatera (Sungai Musi di Palembang) dan Kalimantan (Sungai Barito, Kapuas dan Sungai Mahakam). Pengaruh pasang surut menyebabkan perubahan muka air secara periodik di muara sungai. Debit air yang besar dan didukung dengan energi pasang surut yang cukup tinggi akan menjaga kondisi dasar perairan di mulut sungai dan estuari cukup dalam untuk pelayaran sungai, sehingga kondisi muara sungai yang demikian sangat cocok digunakan sebagai lokasi pelabuhan.

Selain dari sisi ekonomi, muara juga berfungsi sebagai penyangga ekosistem baik terhadap sungai itu sendiri maupun terhadap lingkungan pantai sekitarnya. Lingkungan estuari merupakan kawasan yang sangat penting bagi berbagai spesies hewan dan

2

Page 3: Modul.doc

tumbuhan. Pada daerah-daerah beriklim tropis seperti di Indonesia, lingkungan estuari umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan khas yang di sebut Mangrove. Tumbuhan mangrove mampu beradaptasi dengan genangan air laut yang kisaran salinitasnya cukup lebar Hutan mangrove adalah salah satu contoh tetumbuhan muara yang selain berfungsi ekologis, juga berguna sebagai pengaman pantai terhadap erosi (pengamanan non struktural).

3. Karakteristik Fisik Muara

3.1 Salinitas

Salinitas di muara berfluktuasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dan berubah sesuai dengan waktu. Jika air laut dengan salinitas rata-rata 35o/oo bercampur dengan air tawar (salinitas 0o/oo), campuran air tersebut akan memiliki nilai salinitas bervariasi di antaranya. Profil salinitas muara yang diidealkan diberikan pada Gambar 2. Dalam kenyataan di lapangan, batas-batas salinitas tidak begitu jelas seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Profil salinitias muara (Castro dan Huber, 2007)

3.2 Morfologi Muara

Proses penggerak utama dalam morfologi muara adalah progradasi (progradation) dan transgresi (transgression). Proses-proses tersebut secara umum membentuk pantai (termasuk muara) sesuai dengan pasokan sedimen terkait dengan kenaikan permukaan air laut relatif. Jika kenaikan muka air laut akibat pasang tinggi, dan/atau pasokan sedimen relatif rendah, yang terjadi adalah transgresi ke laut. Sebaliknya jika kenaikan muka air laut rendah, yang disertai dengan pasokan sedimen yang tinggi, proses yang terjadi adalah progradasi. Gambar 3 menunjukkan proses progradasi dan transgresi yang membentuk morfologi sebuah muara.

3

Page 4: Modul.doc

Gambar 3 Proses progradasi dan transgresi pembentukan muara

Bagian sisi kiri dari Gambar 3 menggambarkan proses progradasi, yang mana daratan akan bertambah, salah satunya karena permukaan laut yang turun relatif terhadap daratan, atau akibat pasokan sedimen yang besar. Bagian sisi kanan menggambarkan proses transgresif, salah satunya adalah akibat kenaikan permukaan air laut, atau karena ketidakcukupan pasokan sedimen. Perlu diperhatikan bahwa perubahan permukaan air laut adalah relatif, dalam arti penurunan daratan dengan permukaan air laut konstan mempunyai pengaruh yang sama jika elevasi daratan konstan dan permukaan air laut naik. Akibat proses progradasi, deposisi sedimen sungai menyebabkan formasi delta. Jika energi gelombang dan energi pasang surut rendah, sedimen sungai akan terdeposisi di sepanjang kedua tepi sungai. Akibat gradien aliran sungai, permukaan air pada suatu titik sepanjang sungai akan berangsur-angsur naik karena titik tersebut terletak pada jarak yang lebih jauh dari mulut sungai. Pada suatu saat, kemungkinan jika debit sungai tinggi, air sungai akan menggenangi dan mengerosi tebing sungai dan terbentuk alur baru yang lebih pendek ke laut. Proses yang sama berulang terus menerus, yang mana menyebabkan terbentuknya formasi delta. Gelombang kuat dengan arus searah pantai akan memperlebar formasi delta dalam arah sejajar pantai, sementara energi pasang surut yang besar biasanya menghasilkan pola-pola tegaklurus garis pantai. Di luar pengaruh aliran sungai dan sedimen fluvial, dataran pantai akan terbentuk jika gaya gelombang dominan dan dataran pasang surut yang akan terbentuk jika pengaruh pasang surut lebih dominan.

Pada proses transgresi, sebuah estuari adalah ekuivalen dari formasi delta dalam proses progradasi, tetapi pada proses transgresi, pasokan sedimen tidak cukup untuk mengatasi kenaikan relatif permukaan air laut. Pasokan sedimen tidak hanya bersumber dari sungai (sedimen fluvial) tetapi juga berasal dari laut/pantai, karena pasang naik atau gelombang memasok sedimen dari laut. Bahkan sebuah laguna hanya mempunyai sumber pasokan sedimen dari laut, karena tidak ada sungai yang mengalir ke dalamnya.

Bedasarkan berbagai proses geomorfologi yang terjadi, Gambar 4 memberikan sebuah klasifikasi untuk proses progradasi dan transgresi pada pembentukan muara sungai. Pengaruh energi yang berasal dari sungai digambarkan dalam sumbu vertikal, sementara pengaruh pantai dalam sumbu horisontal, energi gelombang ke kiri dan

4

Page 5: Modul.doc

energi pasang surut ke kanan. Puncak segitiga menggambarkan formasi delta; bagian dasar segitiga menggambarkan dataran pantai dan dataran pasut; estuari terletak di antaranya. Laguna adalah bagian paling akhir dari spektrum estuari. ”Kedalaman” pada gambar memberikan ide tentang evolusi terhadap waktu, relatif terhadap perubahan permukaan air laut dan pasokan sedimen. Sesuai dengan kenaikan permukaan air laut, delta akan berubah menjadi estuari atau sebaliknya. Dataran pantai dan dataran pasang surut akan ”hilang” dan berubah menjadi perairan dangkal jika permukaan laut naik.

Gambar 4 Diagram klasifikasi muara (Boyd dkk, 1992 dan Dalrymple dkk, 1992)

Menurut Boyd dkk (1992) dan Dalrymple dkk (1992), bentuk muara sungai dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok tergantung pada faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya, yaitu gelombang, sungai dan pasang surut.

Pada bagian-bagian berikut diuraikan tentang bentuk-bentuk muara sungai sesuai dengan faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya serta masalah-masalah yang mungkin terjadi.

(a) Muara yang Didominasi Gelombang Laut (wave-dominated estuary)

Tipe muara ini ditandai dengan angkutan sedimen menyusur pantai (littoral drift atau longshore transport) setiap tahun yang cukup besar dan arus menyusur pantai (longshore current) cukup dominan dalam pembentukan muara sungai. Pada tipe ini biasanya muara tertutup oleh lidah pasir (sand spit) dengan pola sedimentasi, seperti terlihat pada Gambar 5. Pola sedimentasi yang terjadi di muara tersebut sangat tergantung pada arah gelombang.

Jika arah gelombang dominan menyudut terhadap pantai, akan terjadi penutupan muara dengan arah penutupan sesuai dengan arah gerakan pasir menyusur pantai (lihat Gambar 5b). Pada kondisi muara dengan arah gelombang dominan yang relatif tegak lurus dengan pantai, pola sedimentasi akan terlihat seperti pada Gambar 5a.

laguna

dataran pasutdataran pantai

estuari didominasi gelombang

estuari didominasi

pasut

delta

GELOMBANG PASUT

SUNGAI

delta

dataran pantaidataran pasut

daya gelombang/ pasut

kena

ikan

day

a flu

vial

TRANSGRESI

WAK

TU R

ELA

TIF

PROGRADASI

Marine source

Embayed mixed source

Prograding fluvial source

5

Page 6: Modul.doc

Permasalahan utama pada sungai ini ialah saat awal musim hujan, yatu ketika endapan pasir di muara cukup tinggi dan biasanya muara cukup sempit. Muara tidak mampu menyalurkan air banjir diawal musim hujan. Jika sungai tersebut juga digunakan untuk keperluan nelayan, nelayan tidak dapat atau sulit memasuki muara sungai pada kondisi seperti itu.

Jika arah gelombang dominan menyudut, muara sungai akan sering berpindah tempat sehingga dapat menyulitkan pengendalian banjir ataupun pengelolaan daerah sekitar muara.

Contoh tipe muara yang dipengaruhi oleh gelombang disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 5 Tipe muara yang didominasi gelombang laut (diadaptasi dari Davis, 1985)

6

Page 7: Modul.doc

Gambar 6 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah laut).

Gambar 7 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah darat).

(b) Muara yang Didominasi Aliran Sungai (river-dominated estuary)

Tipe muara ini ditandai dengan debit sungai tahunan cukup besar sehingga debit tersebut merupakan parameter utama pembentukan muara sungai. Pola sedimentasi pada muara tipe ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Pendangkalan yang serius biasanya tidak terjadi pada tipe muara ini. Hal ini disebabkan aliran air sungai yang terjadi cukup besar sehingga mampu memelihara atau merawat kedalaman alur sungai. Jika aliran sungai cukup banyak membawa material sedimen, garis pantai akan cepat maju dan membentuk tanjungan.

7

Arah gelombang dominan

Page 8: Modul.doc

Pendangkalan biasanya terjadi tidak pada alur sungai, tetapi terjadi pada pantai di depan muara tersebut. Di depan muara mungkin terjadi beberapa alur sungai yang akan berubah pada setiap musim sesuai dengan arus laut dan angkutan pasir pada waktu itu. Hal ini sangat penting diperhatikan, terutama untuk keperluan navigasi.

Gambar 8 Tipe muara yang didominasi arus sungai (diadaptasi dari Davis, 1985)

Gambar 9 Contoh muara yang didominasi sungai (delta Bengawan Solo)

8

Page 9: Modul.doc

(c) Muara yang Didominasi Pasang Surut (tide-dominated estuary)

Tipe muara ini ditandai dengan fluktuasi/tunggang pasang surut (tidal range) yang cukup besar sehingga arus yang terjadi akibat pasang surut ini cukup potensial untuk membentuk muara sungai. Pada tipe ini terjadi angkutan sedimen dua arah (dari arah laut dan dari arah darat). Muara sungai yang terbentuk biasanya berbentuk corong atau lonceng (bell shape) dengan beberapa alur dan pendangkalan seperti terlihat pada Gambar 10.

Permasalahan utama pada tipe muara ini bukan penutupan muaranya, tetapi pendangkalan yang terjadi di muara sungai dapat mengganggu pelayaran atau navigasi.

Sebagian besar perairan laut/pantai di Indonesia memiliki tunggang pasang surut yang tidak begitu besar, yaitu berkisar antara 1,0 – 2,5 m sehingga muara sungai tipe ini di Indonesia jarang terbentuk.

Gambar 10 Tipe muara yang didominasi pasang surut (diadaptasi dari Davis, 1985)

3.3 Prisma Pasang Surut

Berkaitan dengan permasalahan di muara sungai perlu diketahui suatu parameter yang dikenal dengan nama prisma pasang surut (tidal prism), P, yaitu volume air laut yang mengalir masuk ke atau keluar dari sebuah sistem muara melalui mulut sungai antara titik balik air surut (low water slack) dan titik balik air pasang (high water slack) berikutnya atau sebaliknya. Apabila tidak ada aliran dari hulu sungai, maka volume air yang masuk ke muara pada saat air pasang (flood tide) dan volume yang keluar dari muara pada saat air surut (ebb tide) adalah sama. Prisma pasang surut dapat dihitung secara matematis sebagai berikut,

9

Page 10: Modul.doc

di mana

P = prisma pasang surut

Tp = perioda air pasang

Ts = perioda air surut

Q(t) = debit yang melalui mulut sungai

T = perioda pasang surut = Tp + Ts

Apabila bentuk kurva pasang surut dianggap berbentuk sinusoidal, prisma pasang surut dapat didekati sebagai berikut,

di mana

Qmax = debit maksimum

Ck = faktor koreksi, antara 0,811 – 0,999

Prisma pasang surut juga dapat dihitung secara analitis apabila distribusi kecepatan arus pada vertikal di mulut sungai diketahui.

di mana

A = luas penampang aliran pada muka air rata-rata untuk kondisi pasang purnama (m2)

P = prisma pasang surut (m3)

Jarret (1976) telah menganalisis persamaan di atas berdasarkan sejumlah besar data untuk mendapatkan nilai a1 dan m1, hasilnya adalah

4. Parameter Desain Muara

Sebelum melakukan upaya-upaya perbaikan muara melalui desain yang sesuai, perlu diketahui lebih dahulu penyebab utama permasalahan yang menyebabkan kerusakan. Dengan memahami masalah tersebut, seorang perencana akan lebih mudah mencari solusi yang tepat sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permasalahan di muara adalah

1) Kecepatan arus atau debit sungai

2) Angkutan sedimen sungai (bed load dan suspended load)

3) Gelombang dan arus searah pantai

4) Angkutan sedimen pantai (bed load dan suspended load)

10

Page 11: Modul.doc

5) Energi pasang surut

Pengaruh kelima parameter tersebut terhadap di atas bervariasi sesuai dengan musim. Sebagai contoh, pada waktu musim kemarau debit sungai dan sedimen sungai cukup kecil sehingga pengaruhnya terhadap pembentukan muara sungai relatif kecil. Sementara pada saat musim hujan debit sungai dan sedimen sungai cukup dominan dalam pembentukan muara sungai. Demikian pula pengaruh gelombang pada pembentukan muara sungai, sangat tergantung pada musimnya.

Di Indonesia terdapat beberapa musim di antaranya, ialah musim kemarau dan musim penghujan dalam kaitannya dengan banjir, musim barat dan musim timur dalam kaitannya dengan gelombang, serta pasang purnama dan perbani dalam kaitannya dengan arus pasang surut. Untuk menganalisis permasalahan muara sungai, perlu dikaji parameter-parameter tersebut dengan memasukkan faktor musim yang terdapat di wilayah setempat, dalam hal ini musim yang terdapat di Indonesia.

5. Kriteria Penanganan Muara Sungai

Karena sangat banyak muara sungai di Indonesia yang bermasalah, dalam usaha memperbaiki kondisi muara tersebut haruslah dipilih muara sungai yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Di bawah ini diberikan pedoman untuk menentukan pemilihan proyek perbaikan muara sungai, yaitu dengan memberikan urutan prioritas terhadap muara yang mempunyai kriteria sebagai berikut.

1. muara sungai yang bagian hulunya merupakan daerah yang nilainya cukup tinggi dan perlu dilindungi dari ancaman banjir, misalnya daerah industri dan daerah permukiman yang padat;

2. muara sungai yang dipergunakan untuk keperluan pelayaran, baik untuk keperluan niaga maupun untuk keperluan perikanan;

3. muara sungai yang bagian hulunya mempunyai potensi yang besar untuk pertanian dan pertambakan sehingga diperlukan adanya kelancaran aliran air di sungai tersebut;

4. muara sungai yang selalu berpindah-pindah dan merusak daerah sekitar yang telah dikembangkan menjadi daerah pariwisata atau daerah industri.

Dalam menentukan langkah-langkah perbaikan muara sungai, perlu dipertimbangkan cara yang paling tepat dan yang paling ekonomis. Dalam kaitannya dengan desain bangunan jeti, yang sangat menentukan dalam penentuan biaya adalah jenis konstruksi jeti dan panjang jeti. Oleh karena itu, agar biaya pembuatan jeti dapat ditekan, perlu ditetapkan dengan jelas fungsi bangunan jeti yang akan dibuat tersebut. Dengan demikian, panjang jeti dapat disesuaikan dengan maksud tersebut. Sebagai contoh, untuk keperluan stabilisasi muara sungai, tidak perlu dibangun jeti yang panjang. Pembuatan bangunan jeti yang terlalu panjang justru dapat menimbulkan permasalahan di tempat yang lain dan hal ini perlu dihindarkan. Di samping itu, perlu ditekankan bahwa ada jenis konstruksi tertentu yang biaya pembangunannya murah, tetapi biaya perawatannya tinggi sehingga perlu dipertimbangkan dalam desainnya.

11

Page 12: Modul.doc

6. Kriteria stabilitas muara sungai

Stabilitas muara menurut Per Bruun merupakan refleksi dari perbandingan volume prisma pasang surut (P) dibagi dengan volume angkutan sedimen menyusur pantai netto (S). Nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut,

1. P/S ≥ 150 : Kondisi muara baik, terdapat sedikit tumpukan pasir dan penggelontoran baik.

2. 100 ≤ P/S < 150 : Kondisi muara kurang baik, formasi tumpukan pasir terlihat di mulut sungai.

3. 50 ≤ P/S < 100 : Tumpukan pasir membesar, tetapi alur muara masih dapat menerobos tumpukan pasir.

4. 20 ≤ P/S < 50 : Mulut muara sudah dipenuhi tumpukan pasir, tetapi muara masih berfungsi karena adanya aliran air tawar dari sungai.

5. P/S < 20 : Mulut muara sudah tidak stabil sama sekali.

7. Tingkat kerusakan dan bobot

Dengan dana yang relatif terbatas, sementara permasalahan yang dihadapi cukup banyak, usaha penanggulangan dapat dilakukan secara bertahap. Untuk prioritas penanganannya, perlu dilakukan pembobotan. Tingkat kerusakan dan tingkat kepentingan diberi bobot antara 20 sampai dengan 100. Berikut ini penjelasan mengenai penentuan bobot dalam permasalahan penutupan mulut muara.

1) Penentuan bobot dalam permasalahan penutupan mulut muara yang mengakibatkan kesulitan lalu lintas perahu nelayan dipengaruhi oleh:

- lamanya penutupan yang mengganggu kegiatan nelayan, disajikan pada Tabel 1,

- jumlah nelayan yang terganggu, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Tingkat Kerusakan dan Bobot pada Lama Penutupan

Lama penutupan (bulan) Tingkat kerusakan Bobot

0 – 1 1 – 2 2 – 3 3 – 6 > 6

Ringan Sedang Berat

Sangat BeratAmat Sangat Berat

20 40 60 80

100

12

Page 13: Modul.doc

Tabel 2 Tingkat Kerusakan dan Bobot pada Jumlah Nelayan yang Terganggu

Jumlah Nelayan (orang) Tingkat kerusakan Bobot

< 100 100 – 200 200 – 300 300 – 400

> 400

Ringan Sedang Berat

Sangat berat Amat sangat berat

20 40 60 80

100

2) Penentuan bobot dalam permasalah penutupan mulut muara yang menyebabkan banjir dan penggenangan pada daerah rendah dipengaruhi oleh

- lamanya penggenangan, disajikan pada Tabel 3,

- luas areal yang tergenang, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 Bobot pada lama genangan

Lama genangan (hari) Tingkat kerusakan Bobot

0 – 1 1 - 3 3 - 5 5 - 7 > 7

Ringan Sedang Berat

Sangat berat Amat sangat berat

20 40 60 80

100

Tabel 4 Bobot pada luas genangan

Luas genangan (ha) Tingkat kerusakan Bobot

0 - 500 500 – 1.000

1.000 – 5.000 5.000 – 10.000

> 10.000

Ringan Sedang Berat

Sangat berat Amat sangat berat

20 40 60 80

100

3) Dalam penentuan bobot, tingkat kepentingan juga merupakan faktor yang sangat menentukan. Penentuan bobot tingkat kepentingan pada kerusakan muara disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Bobot pada tingkat kepentingan akibat penutupan mulut muara

No. Tingkat kepentinganBobo

t

1 Penggenangan kota/jalan raya/jalan kereta api 100

2 Penggenangan desa /permukiman 80

3 Penggenangan sawah/tambak produktif 60

4 Penggenangan sawah/tambak tidak produktif 40

5 Penggenangan rawa tidak produktif 20

6 Gangguan terhadap nelayan 80

13

Page 14: Modul.doc

Penentuan bobot untuk menentukan prioritas penanganan dilakukan pada sungai-sungai bermasalah di seluruh Indonesia. Berikut ini disajikan contoh perhitungan untuk menentukan bobot kerusakan muara.

Lokasi : Muara Eretan

Permasalahan : penutupan muara yang mengganggu lalu lintas nelayan dengan bobot pada tingkat kepentingan = 80.

Jumlah nelayan : 600, tingkat kerusakan sangat berat dengan bobot = 100.

Lama penutupan : 3 bulan, tingkat kerusakan sangat berat dengan bobot = 80.

Jumlah total bobot = 80 + 100 + 80 = 260.

Penentuan prioritas didasarkan pada urutan besarnya bobot hasil perhitungan.

8. Tahapan Penanganan Muara

Jika diperlukan penanganan terhadap suatu permasalahan muara, harus dipertimbangkan dua aspek penting, yaitu

1) faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya permasalahan, dan

2) usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut.

Kedua aspek harus dilakukan secara simultan. Jika mementingkan faktor pertama, berarti hanya mengetahui permasalahannya tetapi tidak mengerti usaha penanggulangan yang perlu dilakukan. Tetapi jika hanya mementingkan faktor kedua tanpa mempertimbangkan faktor pertama, kemungkinan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan dan bahkan dapat menimbulkan permasalahan baru.

Dalam penanganan permasalahan pantai diperlukan empat tahap penanganan, yaitu tahap studi, tahap desain, tahap pelaksanaan dan tahap pemeliharaan. Tahap penanganan disajikan secara skematis pada Gambar 11.

9. Strategi Penanganan Muara

Sebagai tempat pertemuan antara sungai dan laut, sifat-sifat muara dipengaruhi oleh besaran-besaran seperti: arus sungai (debit sungai), arus laut, gelombang, energi pasang surut, laju transpor sedimen (dari sungai dan laut), dan besaran-besaran lain. Seluruh besaran tersebut saling berinteraksi sebagai sebuah sistem yang melibatkan masukan dan keluaran sehingga menghasilkan suatu bentuk morfologi yang spesifik. Permasalahan yang paling sering dijumpai di muara adalah sedimentasi, terutama oleh sedimen pasir yang berasal dari laut, sehingga menyebabkan pendangkalan/pentupan sebagian atau seluruh mulut sungai. Pendangkalan tersebut menyebabkan dua masalah pokok sebagai berikut

1. Ketidaklancaran pembuangan debit sungai (terutama pada saat banjir) ke laut sehingga terjadi luapan (banjir) di daerah hulu sungai.

2. Gangguan terhadap kapal dan perahu yang memanfaatkan muara sungai sebagai alur pelayaran.

Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan penanganan untuk menghalangi sedimen masuk ke muara sungai.

14

Page 15: Modul.doc

Strategi penanganan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya adalah

1. pemanfaatan muara sungai

2. biaya pekerjaan

3. dampak bangunan terhadap lingkungan

4. biaya operasi dan pemeliharaan

5. ketersediaan bahan bangunan

Ada dua pilihan dasar yang perlu ditinjau, yaitu apakah muara sungai harus selalu terbuka, atau pada waktu-waktu tertentu boleh tertutup? Apabila muara sungai digunakan untuk lalu-lintas perahu, maka muara sungai harus selalu terbuka. Untuk itu perlu dibuat jetty panjang yang menjorok ke laut hingga di luar zona gelombang pecah. Apabila muara sungai hanya digunakan untuk melewatkan debit banjir untuk mencegah luapan air sungai di bagian hulu, ada beberapa alternatif penanganan yang bisa dilakukan.

Gambar 12 menyajikan beberapa alternatif bangunan dalam rangka penanganan muara sungai.

15

Page 16: Modul.doc

Gambar 11 Diagram alir tahapan penanganan muara sungai

16

Page 17: Modul.doc

Gambar 12 Alternatif penanganan muara sungai

1. Tanpa jetty – pengerukan dengan alat berat

T0 : Muara Sungai Terbuka

Qs Qs

T1 : Muara Membelok

Qs

penggalian

laguna

T2 : Muara Tertutup

2. Perkuatan Tebing – pengerukan dengan alat berat

T0 : Muara Terbuka

Qs Qs

T1 : Proses Penutupan

Qs

T2 : Muara Tertutup

3. Muara Sungai – Stabilisasi dengan Jetty

T2

T1

T0

T2

T1

Endapan di ujung jetty setelah T2

Sedimentasi Erosi

T0

17

Page 18: Modul.doc

1. Pengertian Muara.............................................................................................................12. Fungsi Muara...................................................................................................................23. Karakteristik Fisik Muara................................................................................................3

3.1 Salinitas...................................................................................................................33.2 Morfologi Muara.....................................................................................................33.3 Prisma Pasang Surut................................................................................................9

4. Parameter Desain Muara...............................................................................................105. Kriteria Penanganan Muara Sungai...............................................................................116. Kriteria stabilitas muara sungai.....................................................................................127. Tingkat kerusakan dan bobot.........................................................................................12

Tingkat kerusakan.............................................................................................................12Tingkat kerusakan.............................................................................................................13Tingkat kerusakan.............................................................................................................13Tingkat kerusakan.............................................................................................................13Tingkat kepentingan..........................................................................................................13

8. Tahapan Penanganan Muara..........................................................................................149. Strategi Penanganan Muara...........................................................................................14

Gambar 1 Contoh sebuah sistem muara sungai...........................................................2Gambar 2 Profil salinitias muara (Castro dan Huber, 2007).........................................3Gambar 3 Proses progradasi dan transgresi pembentukan muara............................4Gambar 4 Diagram klasifikasi muara (Boyd dkk, 1992 dan Dalrymple dkk, 1992)...5Gambar 5 Tipe muara yang didominasi gelombang laut (diadaptasi dari Davis, 1985).......................................................................................................................................6Gambar 6 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah laut).............................7Gambar 7 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah darat)..........................7Gambar 8 Tipe muara yang didominasi arus sungai (diadaptasi dari Davis, 1985) 8Gambar 9 Contoh muara yang didominasi sungai (delta Bengawan Solo)...............8Gambar 10 Tipe muara yang didominasi pasang surut (diadaptasi dari Davis, 1985).......................................................................................................................................9Gambar 11 Diagram alir tahapan penanganan muara sungai..................................16Gambar 12 Alternatif penanganan muara sungai........................................................17

18