Modul Satu

88
1.1 ILMU UKUR TANAH Ilmu Ukur Tanah : Suatu Ilmu yang mempelajari cara- cara pengukuran yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan titik- titik di permukaan bumi. Ilmu Ukur Tanah : Bagian dari ilmu yang lebih luas yaitu ilmu GEODESI, dimana ilmu geodesi mempunyai 2 maksud yaitu : - Maksud Ilmiah : Menentukan bentuk permukaan bumi - Maksud Praktis : Membuat bayangan dari sebagian kecil bumi, dimana bayangan ini disebut PETA Ilmu Ukur Tanah : Merupakan atau bagian ilmu geodesi yang bermaksud praktis. Pengukuran dibedakan antara lain : 1.1.1. a. Pengukuran Mendatar : Guna mendapatkan hubungan mendatar antara lain titik satu dengan titik lainnya. Hubungan mendatar, jarak mendatar. 1

Transcript of Modul Satu

Page 1: Modul Satu

1.1 ILMU UKUR TANAH

Ilmu Ukur Tanah : Suatu Ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran

yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan titik-

titik di permukaan bumi.

Ilmu Ukur Tanah : Bagian dari ilmu yang lebih luas yaitu ilmu

GEODESI,

dimana ilmu geodesi mempunyai 2 maksud yaitu :

- Maksud Ilmiah : Menentukan bentuk permukaan bumi

- Maksud Praktis : Membuat bayangan dari sebagian kecil bumi, dimana

bayangan ini disebut PETA

Ilmu Ukur Tanah : Merupakan atau bagian ilmu geodesi yang bermaksud

praktis.

Pengukuran dibedakan antara lain :

1.1.1. a. Pengukuran Mendatar : Guna mendapatkan hubungan mendatar

antara lain titik satu dengan titik lainnya.

Hubungan mendatar, jarak mendatar.

1.1.1. b. Pengukuran Tegak : Guna mendapatkan hubungan tegak antara

titik satu dengan titik lainnya.posisi tegak

ini dinamakan tinggi atau ketinggian, atau

elevasi atau duga.

BIDANG PERANTARA

Untuk memindahkan keadaan dari permukaan bumi yang tidak beraturan

ke bidang peta yang datar. Diperlukan bidang perantara yang dipilih sedemikian

rupa, sehingga pemindahan keadaan itu dapat semudah-mudahnya.

1

Page 2: Modul Satu

1.1.2 SEBAGAI BIDANG PERANTARA DIAMBIL :

1.1.2. a. Bidang Elipsoida adalah Bila luas daerah > 5500km2 Elipsoida ini

didapat dengan memutar elips dengan

sumbu pendek sebagai sumbu putar.

Misalnya Elipsoida dari Bessel mempunyai :

SB. Panjang : 6.377.397 meter

SB. Pendek : 6.356.078 meter

1.1.2. b. Bidang Bola (Bulatan) adalah Bila luas daerah mempunyai ukuran

terpanjang tidak lebih dari 100 km .

1.1.3. c. Bidang Datar adalah Bila luas daerah mempunyai ukuran

terpanjang tidak lebih dari 55 km. Yang

dibicarakan selanjutnya adalah bidang datar

sebagai bidang perantara.

1.1.3 SATUAN UKURAN :

1.1.3. a. Ukuran Panjang

Dipakai Standard Meter Internasional, yang pada mulanya 1 meter = 1/10 juta

Meridional Quadrat atau 1/40 juta keliling bumi.

Kemudian (1927) 1 meter = 1.553.164,13 X Panjang gelombang sinar merah

dari unsur kadmium pada suhu 15° dan pada tekanan 76 cm.HG

Pada tahun 1960 didefinisikan kembali bahwa 1 meter = 1.650.763,73 X

Panjang gelombang sinar oranye merah yang dihasilkan dari pembakaran gas

dari Elemen Krypton (KR – 86). Satuan umum yang yang dipakai ialah : km,

m, feet, inchi dan lain-lain

1 km = 10hm = 1000m

10dm = 100cm = 1000mm

1.1.3. b. Satuan Ukuran Luas :

Satuan Luas dipakai : m2, hm2 = Ha; km2 Are

1 Ha = 1 Hm2 = 10.000m2

1 Are = 100m2 ; IACRE = 4046,9548 m2

2

Page 3: Modul Satu

1.1.3. c. Satuan Ukuran Sudut :

1. Cara SEXAGECIMAL adalah satu lingkaran dibagi 360 bagian 1

bagian disebut 1° (derajat) 1° = 60 (menit) ; 1´=60” (detik)

2. Cara CENTICIMAL adalah satu lingkaran dibagi 400 bagian 1

bagian disebut 1g (grade)

1 g = 100 c (centi grade)

1 c = 100cc (centi – centigrade)

3. Cara Radial adalah Sudut pusat lingkaran yang mempunyai busur

sama dengan jari-jarinya = 1 Radi Antara lain 1 Lingkaran = 2 Radial

1.1.4 PEKERJAAN PENGUKURAN (SURVEYING)

DAPAT DIBEDAKAN :

1.1.4. a. Pekerjaan Lapangan

Meliputi Kegiatan peninjauan lapangan (Lapangan Berat, dan Lapangan

Ringan), Penyiapan Alat-alat yang dipakai satu jenis jumlahnya), jumlah

tenaga.

1.1.4. b. Hubungan Antara Derajat dan Grade

360° = 400g 1° = 1 g, 1111 1g = 0°, 9

1¹ = 1c, 8518 1c = 01,54

111 = 3cc, 0864 1cc=011,324

Keliling O 2 maka satu lingkaran mempunyai sudut sebesar :

Maka, hubungan antara radial, derajat x grade sebagai berikut:

2 π radial = 3600 = 400ξ

Satu radial (ρ) menjadi =

3

Page 4: Modul Satu

1.1.5 MELAKUKAN PENGUKURAN SERTA MEMBUAT CATATAN/

DATA LAPANGAN

1.1.5. a. Pekerjaan Studio adalah Merupakan kelanjutan Pekerjaan Lapangan

yang meliputi

- Perhitungan-perhitungan hasil pengukuran (lengkap dengan

koreksi-koreksi)

- Penggambaran hasil pengukuran (Berupa peta dan gambar-gambar

yang lain) .

1.1.5. b. Stick Out adalah Meletakkan titik-titik yang direncanakan diatas peta,

pada lapangan atau medan yang sebenarnya dimana titik-titik tersebut

dapat berupa AS jalan raya, AS saluran, AS Jalan Kereta Api, Sudut-

sudut bangunan, Batas-batas Tanah dan sebagainya.

1.1.6 JENIS-JENIS TYPE DARI PEKERJAAN SURVEY :

Ada Bermacam-macam Tipe dari pekerjaan Survey yaitu :

1. Plane Surveying : yaitu Pekerjaan pengukuran dimana bentuk

kelelngkungan bumi diabaikan, Pekerjaan

ini dapat dilakukan pada daerah yang

kecil.

2. Geodestik Surveying : yaitu Pekerjaan Pengukuran dimana bentuk

Kelengkungan bumi diperhitungkan

pekerjaan ini dilakukan pada daerah yang

luas.

3. Land Or Boundry Survey : yaitu Pengukuran untuk menentukan batas-

batas tanah.

4. Topograpic Survey : yaitu Pengukuran untuk keperluan

pembuatan peta yang menggambarkan

4

Page 5: Modul Satu

benda-benda yang penting yang ada di

lapangan (saluran, jalan, sungai, dan

gunung) serta ketinggian titik-titik pada

permukaan bumi.

5. Route Survey : yaitu Pengukuran untuk saluran yang

panjang (jalan raya, saluran, jaringan,

transisi dan lain-lain).

6. Hidrographic Survey : yaitu pengukuran pada danau, waduk, laut

dan lain-lain yang berhubungan dengan

air.

7. Contruction Survey : yaitu Pengukuran untuk menentukan letak

serta ketinggian dari suatu kontruksi.

8. Photo Grametric Survey : yaitu Pengukuran dengan menggunakan

kamera (Photo)

1.1.7 PETA

Peta adalah : Bayangan yang diperkecil dari sebagian besar atau sebagian

kecil dari permukaan bumi.

Skala Peta adalah : Perbandingan suatu jarak diatas peta dan jarak sebenarnya

di permukaan bumi.

Misalnya Di atas peta = 1 cm

Di atas bumi = 1 km

Di atas Skala Peta = 1 : 100.000

1.1.8 BERDASARKAN SKALA MAKA PETA DAPAT DIBAGI MENJADI :

1.1.8.1 Peta Teknis adalah Skala 1 : 1000 atau skala yang lebih besar. Gunanya

untuk merencanakan lebih lanjut dan melaksankan

5

Page 6: Modul Satu

Pekerjaan Teknis, Misalnya : Pembuatan Gedung, Jalan

Raya dan lain-lain.

1.1.8.2. Peta Topografi adalah skala 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 100.000 peta

topografi merupakan peta dimana digambarkan benda-

benda atau bangunan yang ada dipermukaan bumi.

Peta Topografi di Indonesia dibuat dengan skala 1 : 25.000

dan 1 : 50.000 yang lazim digunakan di negara-negara lain.

1.1.8.3. Peta Geografi atau Peta ikhtisar yang dibuat dengan skala lebih kecil

1 : 100.000

1.1.9 BERDASARKAN MAKSUD DARI PETA, MAKA PETA

DIBEDAKAN :

1. Peta Jalan Raya : Untuk keperlun wisata.

2. Peta Sungai : Untuk keperluan pelayaran.

3. Peta Pengairan : Yang menyatakan daerah pengairan dengan saluran

pembawa dan saluran pembuang.

4. Peta Geologi : Yang menyatakan geologi suatu daerah

5. Peta Kehutanan : Yang menyatakan keadaan hutan serta jenis tumbuh-

tumbuhannya.

6. Peta Hidrografi : Yang menyatakan dalamnya air dipantai dengan

keterangan-keterangan yang diperlukan untuk

pelayaran.

7. Peta Triangulasi : Yang menggambarkan titik-titik yang telah ditentukan

tempatnya (kordinatnya) dengan pengukuran yang

teliti dan dapat di pergunakan untuk pengukuran

lebih lanjut.

8. Peta Kota Praja : Yang dibuat oleh kota-kota besar dengan ukuran besar

(skala 1 : 1000)

9. Peta Kadaster : Yang menyatakan jenis hak-hak yang ada di atas

tanah, misalkan hak guna usaha, tanah negara, dan

lain-lain.

1.1.10 KESALAHAN DALAM PENGUKURAN :

6

Page 7: Modul Satu

Didalam pengukuran dapat dinyatakan bahwa:

1. Tidak ada pengukuran yang betul-betul tepat (EXACT)

2. Setiap pengukuran selalu mengandung penyimpangan (ERROR)

3. Kesalahan yang ada tak dapat diketahui dengan pasti besarnya dan dari

mana asal kesalahan tersebut.

1.2.1 SUMBER-SUMBER KESALAHAN DALAM PENGUKURAN :

1.2.1.1 Kesalahan Karena Alam (Natural Error)

Adalah Kesalahan yang terjadi yang disebabkan oleh berubahnya

temperatus, Kelembaban, Pembiasan, Gravitasi dan Deklinasi

Magnit.

1.2.1.2 Kesalahan Karena Alat (Instrumental Error)

Adalah Kesalahan yang disebabkan ketidaktelitian dalam

pembuatan alat.

1.2.1.3 Kesalah Karena Manusia (Personal Error)

Adalah Kesalhan ini disebabkan oleh keterbatasan ketajamn

seseorang dalam penglihatan, ketelitian dalam menyetel

(Menggunakan Alat Ukur).

1.2.2 MACAM-MACAM KESALAHAN DALAM PENGUKURAN

1.2.2.1 Kesalahan Besar (MISTAKES) Adalah Disebabkan oleh kurang

pengertian, kurang hati-hati, kurang pengalaman, kesalahan yang terlalu

besar disebut BLUNDER, Bila ada kesalahan yang besar maka pekerjaan

pengukuran harus di ulang.

1.2.2.2 Kesalahan Sistematis (Systematis Error) Adalah Keslahan pada

umumnya disebabkan oleh alat, juga dapat disebabkan oleh cara-cara

mengukur yang salah . Misalnya : Panjang pita yang tidak semestinya

karena bekas sambungan, atau

1.2.2.3 Kesalahan Tak Terduga (Accidential Error) Adalah Kesalahan yang

masih ada (Tinggal) estela dikoreksi (Dihilangkannya) Kesalahan besar

dan kesalahan Sistematis. Kesalahan Besar dan kesalahan ini tidak dapat

7

Page 8: Modul Satu

diduga sebelumnya. Misalnya diakibatkan oleh getaran udara, pengaruh

psikis si pengukur dan lain-lain.

1.2.3 PENGUKURAN JARAK DI LAPANGAN

Pengukuran jarak adalah dasar dari semua pekerjaan pengukuran sudut,

tetapi paling tidak satu garis harus diukur untuk menentukan kedudukan statu

titik.

Pengukuran jarak dapat dilakukan dengan :

1.2.3.1 Dengan Langkah Kaki

Hanya untuk memperkirakan jarak saja sebab cara ini mempunyai

ketelitian rendah

1.2.3.2 Odometer Reading

Pengukuran jarak dengan alat odometer yang diletakkan diatas kendaraan

1.2.3.3 Dengan Pita Ukur Taping

Yang paling umum dilakukan dalam pengukuran jarak Bahan pita ukur

dari baja, plastik, kain, fiberglass

1.2.3.4 Tachimetry

Disebut pula pengukuran jarak tidak langsung jarak satu titik dengan titik

lainnya dengan menggunakan alat ukur (teropong) dan bak ukur (dengan

rumus)

1.2.3.5 Dengan Substense BAR

Pengukuran cara ini dengan menggunakan sebuah batang yang panjangnya

tertentu dan diberi tanda pada ujung-ujungnya serta diletakkan horisontal

di atas statif. Dengan cara mengukur sudut yang dibentuk oleh kedua

ujung batang dan titik (dimana kita mengamati dengan THEODOLIT)

maka dapat dihitung jarak tersebut. (JARAK SUBSTENSE BAR

DENGAN THEODOLIT).

8

l/2 l/2

d

B

Alat Theodolit

l

Page 9: Modul Satu

1.2.3.6 Dengan Alat Elektronik

Cara ini dapat dilaksanakan dengan mudah dan dengan ketelitian yang

tinggi, serta jarak yang jauh yang tergolong pada cara ini adalah :

Dengan menggunakan gelombang MICROWAVE, misalnyaAlat :

Tellurometer Elektrotape

Denagn menggunakan Elektro – Optis, misalnya alat geodi Meter

(GEODETIC DISTANCE METER)

1.2.4 PENGUKURAN JARAK PADA MEDAN YANG MIRING

Pita ukur direntangkan horisontal dengan dilengkapi unting-unting pada

salah satu atau kedua ujungnya, untuk memindahkan titik yang diukur ke pita

ukur yang tepat vertikal diatas titik yang dikur tersebut. Sedang untuk membuat

letak pita ukur mendatar dipakai Hand Level.

Pengukuran pada medan yang miring dapat pula dilakukan dengan pengukuran

jarak miringnya. Disini jarak yang diukur adalah jarak langsung antara dua titik,

disamping itu juga diukur sudut dan atau beda tinggi antara dua titik (=)

Jarak AB = H = L.

Jarak horisontal dapat dihitung dengan mengoreksi jarak miring dengan faktor

koreksi C.

C = L (I – cos x) atua C = L – H

D2 = L2 – H2 = (L-H) (L + H) = c (L +H) C = d 2

9

Pita ukur Hand level

Jarak A- B

B

A

Jarak A B = d1 + d2 + d3

B

A

d3

d2

d1

A H C

B

d = beda tinggi

Page 10: Modul Satu

L + H

Secara pendekatan L ~ H C = d 2

22

1.2.5 MEMBUAT GARIS LURUS DI LAPANGAN

Membuat garis lurus di lapangan merupakan bagian Pekerjaan Pengukuran yang

tidak kalah pentingnya. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan :

1. Dengan Alat Sederhana (yalon)

2. Dengan Alat Ukur (Theodolit)

1.2.5.1 Membuat garis Lurus Antara Pdan Q

Pada P & Q dipasang yalon (yalon mula-mula) yalon A, B, C adalah yalon

yang akan diluruskan dengan Q

1.2.5.2 Bila P & Q Terletak Disudut Bangunan

- Mula-mula Orang di A & B memegang yalon

- Orang D1 B Mengarah ke Q → A1

- Orang D1 A1 Mengarah ke P → B1

- Orang d1 B1 Mengarah Ke Q → A2

- Orang D1 A2 Mengarah Ke P → B2 dan seterusnya

1.2.5.3 Bila Antara Titik P dan Q Terhalang

10

x

A

B

Q1

A0 B0 QP

P A B C Q

Yalon

QA3B2P

A2

A1

B1

B A

Page 11: Modul Satu

- Mula-mula membuat garis P-X

- Membuat garis Q Q1 P-X

- Tentukan titik A & B pada Garis PX

- Ukur jarak PA, PB, PQ1 dan Q1Q

- Dengan perbandingan sisi segitiga didapat :

maka AA0

maka Bb0

Dengan demikian dapat ditentukan kedudukan Ao dan Bo dengan mengukurkan

jarak AAo dan BBo dari garis P-X dan tegak lurus di A dan di B. Dengan

demikian dapat dibuat garis lurus PQ melalui P-Ao –Bo-Q.

1.2.6 ALAT UKUR TANAH

Peralatan yang dipaki dalam keperluan pengukuran tergantung tujuan pengukuran

yang dilakukan.

Secara garis besar alat dibagi menjadi :

1. Alat Utama : - Sipat datar (Waterpass)

- Theodolit

- B. T. M. Meja Planchet

2. Alat Pembantu : - Bak ukur (Mistar Ukur)

- Yalon (Anjir)

- Roll Meter

- Payung

Bagian-bagian dari Theodolit

1. Lensa dan Teropong

11

Page 12: Modul Satu

2. Alat Vizir

3. Niveau (NIVO)

4. Konstruksi sumbu, penggerak halus dan klem (Pengunci)

5. Alat-alat pembacaan sudut

6. Statif (kaki tiga) untuk menyangga alat ukur \

1.2.7 TEROPONG

Bertujuan untuk dapat melihat benda yang jauh dengan terang atau tajam

Teropong dibagi :

- Dioptris adalah stelsel lensa + Prisma

- Kata Dioptris adalah Stelsel lensa + Prisma + Kaca

Teropong Dioptris dibagi :

- Astronomis : - Memberi bayangan virtual

- Terbalik, diperbesar

1.2.8 FUNGSI ALAT

Sipat Datar

- Mengukur beda tinggi antara 2 titik

- Mengukur jarak antara 2 titik

- Mengukur sudut Horisontal

Theodolit

- Mengukur sudut horisontal dan vertikal

- Mengukur jarak antara 2 titik

- Mengukur beda tinggi antara 2 titik

B. M. T.

- Hampir sama dengan alat Theodolith hanya ketelitian pengukuran sudut

antara alat sipat datar

Meja Plangnet

- Mengukur dan menggambar secar bersama-sama di lapangan

Planimeter

- Mengukur luas pada bentuk yang tidak beraturan

Teristris : Memberi bayangan tegak, virtual

12

Page 13: Modul Satu

Diperbesar

Pada alat ukur tanah adalah dipakai teropong dioptris yang memakai prinsip dari

keppler yang terdiri dari lensa OBY (Positip) dan lensa Okuler (Negatip)

- Lensa Obyektif : Memberi bayangan nyata, terbalik, diperkecil

- Lensa Okuler : Memperbesar bayangan

1.2.9 ALAT VIZIR

Garis Vizir adalah Garis tetap untuk mengarah yaitu garis penghubung

antara titik tengah optis dan obyek tip serta titik silang dari benang silang pada

diapragma

Bentuk Benang Silang :

v = Benang Vertikal

a = Benang Atas

b = Benang Bawah

t = benang Tengah

13

a

t

b

a

t

b

a

t

b

a1

v

b1

v

t

Page 14: Modul Satu

Pandangan Teropong

V = Benang Vertikal

A = Benang Atas BENANG SILANG

T = Benang Tengah

B = Benang Bawah

Fungsi :

v = Membuat posisi atau kedudukan anatara alat dan obyek tepat

a = Mendapatkan angka pembacaan Bak (m)

Masuk rumus beda tinggi anatar 2 titik

b = Mendapatkan angka pembacaan Bak (m)

Masuk rumus beda tinggi anatar 2 titik

t = Mendapatkan angka pembacaan bak (mm)

masuk rumus beda tinggi antara 2 titik

= Sebagai kontrol pembacaan bak

→ t1 = t1 = Angka haisl perhitungan

t = angka hasil pengamatan

14

a

t

b

Page 15: Modul Satu

BELUM TEPAT

TEPAT

15

v

a

t

bb

v

a

t

b

Page 16: Modul Satu

t =

16

a 1,110

1,070

1,030

t

b

1 cm

Garis vizir horisontalBak ukur

hb

D1 D2

ha

A Bhab

D= D1+ D2

ALAT

Page 17: Modul Satu

1.2.10 TEROPONG HORISONTAL

D = c + f + ½ y cot ½ δ ....... (1) δ = konstanta teropong

Yaitu cot ½ δ =

(2) subkan (1) D = c + f + f/ρ . Y = B + AY

ρ dibuat sedemikian → ρ = 0,01 f sehingga A = f/ρ = 100

1.3.1 TEROPONG MIRING

TM = AY’ + B → Y’ = y cos α

= Ay cos α + B

D = TM cos α D = AY cos2 α + B cos α

V = H1 + TM sin α – H2

= (H1 – H2) + TM sin α V = (H1 – H2) + (Ay cos α + B) sin α

17

c f ay

D

d2

d1

p1/2δ

1/2δ 1/2y

1/2yy

d2

d1

Sb1

Bak ukur

A D

B

ymy1

H2

TM sin α = D ξ α

VH1

T α

Page 18: Modul Satu

atau

1.3.2 BAK UKUR

1. Bahan : - Kayu

- Aluminium

2. Panjang : 3 3/2 5 meter, bisa di lipat menjadi lebih pendek.

3. Pembagian Bak : umumnya pembagian bak dalam centimeter, tetapi ad juga

pembagian yang lain (untuk tujuan pengukuran yang lebih

teliti) tiap 1 meter diberi warna.

4. Fungsi : untuk mendapatkan pembacaan bak (dalam satuan panjang)

dan dari pembacaan bak ini dapat dihitung beda tinggi

antara 2 titik.

18

T

y1

Bak ukur

yD ξ α

D

αH1

m

Page 19: Modul Satu

1.3.3 YALON (ANJIR)

1. Bahan : Kayu,Pipa besi

2. Panjang : 2 3/d 3 meter diberi warna merah atau putih tiap-tiap 20 cm secara

bergantian.

3. Fungsi : Sebagai tanda di lapangan untuk memudahkan mencari suatu titik

(titik sementara).

1.3.4 ROLL METER

1. Bahan : - plat baja (meetveer)

- kain khusus (meetband)

- fiber glass

2. Panjang : 30 3/50 meter

3. Fungsi : Untuk mengukur jarak mendatar di lapangan secara langsung.

19

1,130 (a)

1,080 (t)

1,030 (b)

0,10

T 1 cm

Page 20: Modul Satu

1.3.5 PAYUNG

1. Fungsi : Untuk melindungi alat ukur terhadap sinar matahari dan hujan.

Penyinaran secara langsung akan berakibat :1. Nivo pecah karena penguapan cairan pada nivo.

2. Mengeraskan klem-klem.

3. Merubah persyaratan mengatur alat.

1.4.1 MENGHITUNG BESARNYA PEMINDAHAN TANAH

Pada dasarnya adalah menghitung isi dari bagian tanah yang dibatasi penampang-

penampang melintang :

Ada 3 cara untuk menghitung isi dari tubuh tanah :

1. Dengan penampang-penampang melintang

2. Dengan Water Passing dan Penggalian

3. Dengan Garis-garis kontur

d = d1 = b/2 + s. cLuas = A = c(b+s.c)

d =

d1 =

A =

= 5 h h1 + (h + h1)

20

d1d

115

b

115c

d1d

1 : m

b

h1h115

c115

Page 21: Modul Satu

d =

d1 =

A = D = d – d1

Tititk Sumbu Berada Pada Daerah Galian

W =

d =

A =

Menghitung luas penampang dengan cara koordinat

Luas bentuk 1 2 3 4 dicari sebagai berikut :

21

d1d

1 : m

b

h1h 115c115

1 : m

d1 d

1 : m

b

h1

w1

115

w

h

43

1

x4

2

Y

y2

y1

X x2x3x1

y1

y2

Page 22: Modul Satu

A = + - -

I II III IV

= [ x1 y2 – x1 y1 + x2 y2 – x2 y1 + x2 y3 – x2 y2 + x3 y3 – x3 y2 – x1 y4 + x1 y1 –

x4 y4 + x4 y1 – x3 y3 + x3 y4 – x4 y3 + x4 y4]

= [y1 (x4 – x2) + y2 (x1 – x3) + y3 (x2 – x4) + y4 (x3 – x1)]

Dapat dibuat bentuk umum sebagai berikut :

A =

Tadi sudah didapatkan luas 12341 yaitu :

= [ (x1 y2 + x3 y3 + x3 y4 + x4 y1) – (y1 x2 + y2 x3 + y3 x4 + y4 x1)

maka unuk 2 luas 12341 didapat :

(x1 y2 + x3 y3 + x3 y4 + x4 y1) – (y1 x2 + y2 x3 + y3 x4 + y4 x1)

Atau dapat ditulis sebagai berikut :

Perkalian menurut diagonal yang ditandai = +

Perkalian menurut diagonal yang tidak ditandai = –

Pada bagian galian (CUT) atau timbunan (FILL) sebagai sumbu-sumbu diambil

pada dasr saluran atau muka jalan.

Pada penampang di lereng gunung yang terdiri dari galian dan timbunan, sumbu

vertikal diambil pada perpotongan dasar jalan dan lereng. Jadi galian dan

timbunan dihitung sendiri sendiri. Biasanya pada hitungan didapat harga positif

(Untuk Galian) dan harga negatif (Untuk Timbunan)

22

Page 23: Modul Satu

Contoh :

Penampang dibagi menjadi 2 bagian yaitu B1 dan B2 Sebelah kiri sebelah y (bag.

B1) mengikuti putaran jarum jam, sedangkan sebelah kanan sebelah y (bag. B2)

Putaran berlawanan jarum jam.

Bagian Kiri (B1)

2B1 =

2B1 = 0 + 18 + 30 + 16 + 0 – 0 – 0 – 24 – 0 – 0

= 40

Bagian kanan (B2)

2B2 =

= 0 + 9 + 20 + 0 – 0 – 0 – 0 – 0 = 29 m2

Luas penampang = = 34,50 m2

Bagian Kiri (B1)

2B1 =

23

B1

6

1.510

y

3 12

0 6

6 m 6 m

X

B22

2.58

20

6 m

0

0

9

5,1

Y

6 m

2

0 0

6B1 B2

11

5,2

3

5,20

2

Page 24: Modul Satu

= 0 + 0 + 0 + 0 – 0 – 2,5 – 15 – 0

= 39 m2

Bagian kanan (B2)

2B1 =

= 0 + 0 + 4,5 + 0 + 0 – 0 – 6 – 22,5 – 9 – 0

= 31,5 m2

Luas penampang = (– 37 – 31,5) = – 34,25 m2

Pada Lereng Gunung

Pada Bagian Timbunan

2B1 =

2B1 = 0 + 18 + 0 + 0 – 0 – 0 26 – 21 – 0

= – 29 m2 Luas B1 = – 14,5 m2

Pada Bagian Galian

2B2 =

24

4

5,1

5

01m

6 m

7

0

9

5,2

B1

B2

13

3

0

0

6

2

Y

6 m

11

3

X

Page 25: Modul Satu

= 0 + 15 + 27,5 + 13,5 – 0 – 0 – 27 – 10 – 0

= + 19 m2 Luas B2 = 9,5 m2

Bentuk tubuh tanah yang dubatasi oleh penampang adalah prismoida

Prismoida = Bentuk benda yang dibatasi oleh dua bidang datar sejajar

Kedua Bidang Datar disebut penampang-penampang melintang kemudian disebut bidang penampang

Untuk menghitung isi prismoida tersebut dapat dibagi menjadi dalam bentuk

bentuk sebagai berikut :

- Prisma

- Baji

- Limas

25

L

Penampang

A2

A1

Bidang sisi

Prisma

A2

Prismoida

A2

A1

Limas Baji

Page 26: Modul Satu

Misalkan :

L = Panjang Prismoida (jarak L antara bidang penampang)

A1, A2 = Luas penampang tengah yang terletak pertengahan antar kedua penampa

M = Luas penampang tengah yang terletak pertengahan antara kedua penampang

V = Isi prismida (volume prismoida)

Secara umum rumus volume prismoida dapat ditulis

V = (A1 + A2 + 4 Mj) A1 dan A2 = dapat dihitung

M = Bukan luas rata-rata dari A1 dan A2 tapi harus dihitung

Biasanya menghitung luas M mengalami kesulitan, maka lalu dipakai rumus dari

penampang-penampang ujung yaitu :

V = L

Rumus ini masih memberikan hasil yang memadai rumus standard untuk

penindahan tanah

Kalau kita bandingkan antara V dan dan V akan terjadi perbedaan.

Perbedaaan ini disebut koreksi prismoida (kv).

kv = Vp – Va

kv =

26

L

A2

x2

d2

x1

d1

A1

Page 27: Modul Satu

1.4.1.2 Dengan Waterpasssing dan Penggalian

suatu daerah (lokasi) seperti skema di awah akan ditentukan besarnya

pemindahan tanahnya dapat dilakukans ebagai berikut :

- Bagi daerah dalam bentuk-bentuk segi empat, segitiga dan lain-lain

disesuaikan bentuk daerhnya.

- Ukur elevasi tiap-tiap titik potong sebagai EL. muka tanah

- Buat patok-patok referensi yang tidak terganggu selama pek. Penggalian

- Setelah penggalian selesai, buat lagi patok-patok dalam susunan yang sama

dengan patok-patok semula

- Hitung volume dengan prinsip : luas penampang tinggi .

Sebagai contoh ambil pias I :

- Luas = L x L1 = A

- Beda tingggi antara EL muka tanah dengan kedalaman galian masing-amsing

h1, h2, h9, h10

- Dicari harga rata-rata kedalaman

Maka Vol = A x

Bila luas pisa sama V = A

h1 = Kedalaman yang mewakili 1 pias h2 = Kedalaman yang mewakili 2 pias

27

1311

10

4

6

5

789

12

1 2 3

16

1514

17181920

L1

L1

L1

III II I

Page 28: Modul Satu

h3 = Kedalaman yang mewakili 3 pias h4 = Kedalaman yang mewakili 1 piasDengan Cara Garis Kontur

Prinsip Luas penampang rata-rata 2x h

Atau : V A rata2 x h

A = Luas yang dibatasi garis kontur

h = Interval kontur

A dihitung dengan alat plani meter

VI =

VII =

VI = dan seterusnya

Ketelitian luas penampang tergantung :

1 Ketelitian pembuatan peta (kontur)

2 Ketelitian pengukuran luas dengan plani meter, tergantung dari :

- Tidak tepat berimpitnya titik mula dan akhir sewaktu telitian membaca

tromel

- Tiak teraturnya perputaran tromel

28

3

1I

4I I

V 2

1

2

3

4

h

A4III

A3

A2

A1

h

Page 29: Modul Satu

- Ketidak telitian dalam mengikuti batas dari parsil (kesalahan perputaran

keliling)

GARIS KONTUR

Definisi

- Garis Kontur : Garis yang menghubungkana tempat-tempat titik-titik yang

mempunyai ketinggian yang sama. Garis kontur biasa

didefinisikan terhadap air laut rata-rata (M.S.L) Selain garis

kontur diatas muka tanah, ada pula garis kontur dibawah

muka air disebut : SUB MARINE COUNTOUR Dengan alat

SOUNDING

- Interval Kontur : Jarak vertical antara 2 garis kontur yang berurutan

- Interval Equivalen : Jarak horisontal

antara 2 garis kontur yang berurutan

29

400390380370360380

I I

ℓ = Interval Q

h = Interval Kontur

Page 30: Modul Satu

POTONGAN . I – I

DASAR PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN INTERVAL

KONTUR

1. URGENCY PETA

Bila yang dibuat nantinya untuk pekerjaaan yang penting atau detail seperti

misalnya Konstruksi atau Lokasi DAM atau Bendungan dimana diperlukan

ketinggian yang diteliti, maka interval kontur dibuat kecil.

2. TOFOGRAFI

Kalau daerahnya relatif datar, interval kontur dapat dibuat kecil, sebaliknya

untuk daerah yang terjal

3. SKALA PETA

Harga dari interval kontur banyak bergantung dari skala yang ditetapkan, bila

skala peta besar interval kontur kecil, sebaliknya untuk skala peta yang kecil.

Pada umumnya interval kontur ditentukan dengan besaran 1/2000 dari skala

peta.

4. WAKTU ATAU BIAYA YANG TERSEDIA

Semakin kecil interval kontur yang diminta, akan semakin lama waktu yang

diperlukan berarti biaya juga semakin besar.

PEMAKAIAN GARIS KONTUR

- Pada Bidang Engineering Proyek-proyek jalan raya, saluran irigasi dan lain-

lain

- Bidang Militer

- Untuk Informasi Pada Umumnya

Dari garis kontur akan bisa ditentukan karakter umum dari suatu daerah

30

Page 31: Modul Satu

METODA PENENTUAN GARIS KONTUR

- Secara Langsung

Ketinggian yang dicari langsung ditentukan di lapangan dengan bantuan sipat

datar, dimana jarak bisa ditentukan secara langsung atau secara optis.

- Secara Tidak Langsung

Dengan cara ini ketinggian muka tanah diambil secara random atau acak.

Sedangkan jarak dan arahannya ditentukan dengan pembacaan ketiga benang

dan sudut. Setelah titik-titik tadi diplot diatas peta garis kontur ditarik atau

dicari secara interpolasi.

- Secara Kotak / Raster

Sebetulnya cara ini termasuk metoda secara tidak langsung, akan tetapi titik-

titik yang akan diukur sudah ditentukan terlebih dahulu posisinya.

Cara langsung merupakan metoda yang paling teliti, hanya

pelaksanaannya dilapangan sukar. Cara tidak langsung merupakan metoda yang

paling banyak dipakai, pelaksanaannya di lapangan lebih mudah atau cepat. Cara

kotak atau raster hampir sama seperti metoda tidak langsung.

KARAKTERISTIK GARIS KONTUR

- Garis kontur akan menunjukkan ketinggian yang sama .

- Setiap kontur merupakan garis tertutup atau kalau tidak akan berakhir di

tepi peta.

- Garis kontur tertutup akan menunjukkan suatu cekungan atau sebaliknya

- Bila perubahan ketinggian uniform (beraturan) Jarak garis kontur akan

kurang lebih sama

- Garis kontur tidak akan berpotongan kecuali pada daerah yang dasarnya

menjorok kedalam

- Untuk daerah lembah arah garis kontur akan menjorok berlawanan dengan

arah aliran.

31

Page 32: Modul Satu

Curam Landai

32

Bidang mendatar I

Bidang mendatar II

Interval Kontur

Bidang mendatar III

8910

8 9 10

+ 8Bidang mendatar+ 9

+ 10

+ 8

+ 9

+ 10

8910

+ 7

7

7

Bidang mendatar

Page 33: Modul Satu

Profil A – B

33

A B

B A

Sungai

Sungai

Sungai

Bendung

B

c

b

a

A

d 105

104

103

102

101

100

Page 34: Modul Satu

34

A

B

B C

800

700600

500400

300

A

Y Z

100

700

600500

400300

X

800700600500400300

B

C

A

700600500400300200

Y

A

Page 35: Modul Satu

1.5.1 PELAKSANAAN PENGUKURAN SIPAT DATAR (WATER

PASSING)

Secara garis besar dibagi 3 macam :

1. Waterpassing Memanjang / berantai

2. Waterpassing Profil

3. Waterpassing Lapangan

1.5.1.1 Waterpassing Memanjang adalah Suatu pengukuran untuk memperoleh

rangkaian atau jaring-jaring titik

Misalkan akan diukur dari A ke B, dimana jarak A-B cukup jauh (merupakan

titik-titik tetap). Untuk menghitung beda tinggi antara A dan B tidak bisa dihitung

sekaligus. Untuk itu, maka jarak A-B yang jauh itu dibagi sebagai berikut :

Jarak A – 1

(Jarak bak belakang – bak muka) 1 Slag. Panjang 1 slag tergantung :

- Perbasaran teropong / kondisi alat

- Kondisi cuaca pada saat pengukuran 50 – 150 m

Panjang Seksi

35

A

a1

a2

1

a3

3

a4

A

a5

5

a6

B

b1

b2

b3

b4

2

b5

b6

ARAH PENGUKURAN

Page 36: Modul Satu

Kemampuan mengukur 1 hari (pergi dan pulang) yang terdiri dari

beberapa slag. Patok seksi dibuat agak permanen, karena untuk

pengukuran berikutnya.

Panjang 1 trayek

Pengukuran dari 1 titik tetap ke titik tetap lainnya.

Untuk menghitung beda tinggi antara A-B dihitung beda tinggi masing-

masing slag kemudian dijumlahkan.

Misalnya : h2 = a1 – b1

h2 = a2 – b2

hm = an - bn

hA-B = Σh = Σ a – Σb

1.5.2.2 Sipat Datar Profil

Adalah Profil irisan penampang dari suatu lapangan

Profil dibedakan :

a. Profil Memanjang

Yaitu : Untuk memnggambarkan jalur-jalur yang panjang,

seperti saluran irigasi, jalan raya, saluran tranmisi dan lain-lain.

b. Profil Melintang

Yaitu : Profil-profil yang tegak lurus / hampir tegak lurus profil

memanjang

Dalam penggambaran profil-profil ini, pada umumnya profil memanjang jauh

lebih kecil dibandingkan dengan skala melintang

(misal H 1 : 3000 ; V = 1 : 25)

Tujuan sipat datar profil :

1. Menentukan sumbu dan ketinggian dari rencana pekerjaan yang hendak

dibangun

2. Menentukan pemindahan tanah

Untuk tanah/lapangan yang agak mendatar cukup dengan profil

memanjang. Bila tanahnya bergelombang diperlukan profil melintang.

36

Page 37: Modul Satu

a. Untuk menentukan lebar jalur tanah yang hendak dibeli :

√ skala

METODA PENGUKURAN SIPAT DATAR PROFIL

Untuk menentukan ketinggian / elevasi titik-titik profil dilakukan dengan metoda

penentuan tinggi dengan tinggi garis bidik

Ada 2 cara yaitu :

a. Alat ditempatkan di atas titik-titik

b. Alat ditempatkan di luar titik

a. Alat ditempatkan diatas titik

Tinggi garis bidik adalah jarak antara pusat lensa dan bidang refrensi

Tgb = Tinggi garis bidik

i = Tinggi alat

TA = Tinggi A terhadap bidang refrensi

Maka tinggi titik-titik profil dihitung sebagai berikut:

Ta = Tgb – a1

Tb = Tgb – b1

Tc = Tgb – c1

37

Tgb = TA + i

TgbTA

i

A ab

Ta Tb Tc TdTe Tf Tg Th

da

db

dc

dd

de

df

dg

dh

Bidang refrensi

c de f g h

e1 f1 g1 h1a1 b1 c1 d1

Tgb

Page 38: Modul Satu

:

Th = Tgb – h1

Sedangkan jarak-jarak antara titik profil dapat diukur dengan jarak optis

atau pita ukur (rool meter), dimana A sebagai titik awal.

b. Alat di luar Titik

Maka tinggi titik profil dihitung sebagai berikut:

Ta = Tgb – a1

Tb = Tgb – b1

:

Th = Tgb – i

38

Tgb = TA + Ai

TgbTA

i

A ab

Ta Tb Tc TdTe Tf Tg Th

Bidang refrensi

c de f g h

e1 f1 g1 h1a1 b1 c1 d1

A1

Page 39: Modul Satu

SIPAT DATAR LUAS / LAPANGAN

Bertujuan untuk menentukan tinggi dari titik-titik di lapangan sehingga di

dapatkan gambaran tentang kedudukan tinggi dari lapangan

Sipat datar lapangan banyak diperlukan untuk

a. Penentuan rencana pembangunan air dari lapangan

b. Meratakan lapangan dengan pemindahan tanah minimal

c. Menentukan banyaknya tanah yang diperoleh dari lapangan, untuk

penimbunan statu bangunan (bendungan, jalan raya dan lain-lain)

Pada umumnya selain menentukan tinggi titik-titik di lapangan juga letal titik-titik

tersebut.

Untuk ini ada beberapa cara antara lain :

a. Metoda Jaring-jaring Garis

b. Metoda Profil

c. Metoda Koordinat Kutub

Ad : a :

∟ ∟ ∟

A. Metoda Jaring-jaring Garis

ádalah Statu lapangan dibagi dalam

jaring garis dengan jarak tertentu

dengan pertolongan yalon-yalon

(lihat skema)

Dengan satu atau lebih tempat kedudukan alat, titik potong garis-garis tersebut

diukur. Perhitungan tinggi dapat dilakukan dengan sistem tinggi garis bidik

(TGB)

39

x

Page 40: Modul Satu

Kejelekan metoda ini, ahila didapatkan tinggi dari titik-titik yang sembarang,

Angka-angka tinggi yang diperoleh kurang cocok untuk menggambarkan garis-

garis tinggi dari lapangan tersebut. Metoda ini hanya cocok untuk pekerjaan-

pekerjaan meratakan tanah.

B. Metoda Profil adalah Cara kerjanya hampir sama dengan metoda di atas,

hanya disini diukur profil-profil yang sejajar. Pada

tiap-tiap profil diadakan sipat datar profil, sehingga

didapat gambaran yang sebenarnya dari lapangan.

C. Metoda Koordinat Kutub adalah Umumnya cara ini tidak menggunakan alat

sipat datar, tetapi alat Theodolit . Titik-titik di

lapangan diukur sudut miringnya dan sudut

horizontal, serta jarak optimisnya dari setiap

kedudukan alat, dapat mencakup sejumlah titik di

lapangan.

Titik-titik ini kemudian digambar kedudukannya dengan koordinat kutub, dan

dapat pula digambar garis-garis tingginya (garis kontour)

40

32,4

30

29,5 29,6

29,829,6

29,5

29,6

29,5

30

31

32

32,2

32,2

32,2

32,2

32,2

32,5 32,4

21

Page 41: Modul Satu

1.6.1 TEROPONG HORISONTAL

D = c + f + ½ y cot ½ δ ....... (1) δ = konstanta teropong

Yaitu cot ½ δ =

(2) subkan (1) D = c + f + f/ρ . Y = B + AY

ρ dibuat sedemikian → ρ = 0,01 f sehingga A = f/ρ = 100

1.6.2 TEROPONG MIRING

TM = AY’ + B → Y’ = y cos α

= Ay cos α + B

D = TM cos α D = AY cos2 α + B cos α

V = H1 + TM sin α – H2

= (H1 – H2) + TM sin α V = (H1 – H2) + (Ay cos α + B) sin α

atau

Titik Pemb. Bak (m) Beda Tinggi ElevasiTitik KeteranganBelk Muka (m) + -

41

c f ay

D

d2

d1

p1/2δ

1/2δ 1/2y

1/2yy

d2

d1

Sb1

Bak ukur

T

y1

Bak ukur

yD ξ α

D

αH1

m

A D

B

ymy1

H2

TM sin α = D ξ α

VH1

T α

Page 42: Modul Satu

A

B

C

D

E

F

G

H

1,175

2,117

1,713

2,105

2,615

1,716

1,917

0,925

2,267

1,600

1,980

2,938

1,599

2,136

70

70

65

60

70

65

70

0,250

0,113

0,125

0,117

0,150

0,323

0,219

150,116

150,366

150,216

150,329

150,454

150,131

150,248

150,029

El. Mula-Mula(Lokal)

CONTOH PERHITUNGAN SIPAT DATAR

Pemb. Bak (mm) Jarak Beda Tinggi (mm) Elevasi El.

42

A B C D E F G H

Page 43: Modul Satu

Titik (mm) Titik(mm)

Rencana(mm)

KetBelk Muka

+ -

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

157513751175

215020251900

139712221047

185117261601

13251125925

192518001675

139012151040

180016251450

230021752050

192217221522

195118261702

1000825650

182517001575

1165965765

4035

2525

3540

2525

4035

2525

3540

0,300

0,100

0,250

0,250

0,150

0,500

0,100

87,570

87,320

87,170

86,670

86,570

86,870

86,970

87,220

87,070

87,025

86,995

86,950

86,920

86,875

86,845

86,800

- El. 1 digali sedalam 0,50 m

- kemiringan dasar rencana (i) = 0,0006

(dari 1 kg 8 turun)

43

Page 44: Modul Satu

Titik

Pemb. Bak (mm) Jarak(mm)

Beda Tinggi (mm)

Elevasi(mm)

Belk Muka+ -

M.T D.Sal H. Air Tanggul

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

157513751175

215020251900

139712221047

185117261601

13251125925

192518001675

139012151040

180016251450

230021752050

192217221522

195118261702

1000825650

182517001575

1165965765

75

50

75

50

75

50

75

0,300

0,100

0,250

0,250

0,150

0,500

0,100

87,570

87,320

87,170

86,670

86,570

86,870

86,970

87,220

87,570

87,025

86,995

86,950

86,920

86,875

86,845

86,800

87,320

87,275

87,245

87,200

87,170

87,125

87,095

87,050

87,470

87,425

87,395

87,350

87,320

87,275

87,245

87,200

- EL. 1 Digali 0,50 m

- i = 0,0006

44

0,40 M 0,40 M0,15 M

0,25 M

0,50 M

Potongan Melintang SAL

Page 45: Modul Satu

Gambar. Potongan Melintang

Skala : H = 1 : 3000

V = 1 : 20

+ 86,000Titik 1 2 3 4 5 6 7 8Jarak slag/Juml. Jarak(m) 0.

00

75.0

0

125.

00

200.

00

250.

00

325.

00

375.

00

450.

00

Ele

vasi

Muka Tanah I

87,5

70

87,3

20

87,1

70

86,6

70

86,5

70

86,8

70

86,9

70

87,2

20

Ren-cana I

87,0

70

87,0

25

86,9

95

86,9

50

86,9

20

86,8

75

86,8

45

86,8

00

- EL. 1 Digali sedalam 0,50 m

- Kemiringan dasar SAL (i) = 0,0006

turun dari 1 ke 8

45

75 50 75 50 75 50 75

Page 46: Modul Satu

Gambar. Potongan MemanjangSkala : H = 1 : 3000

V = 1 : 20

+ 86,000Titik 1 2 3 4 5 6 7 8Jarak slag/Juml. Jarak(m) 0.

00

75.0

0

125.

00

200.

00

250.

00

325.

00

375.

00

450.

00

Ele

vasi

Muka Tanah I

87,5

70

87,3

20

87,1

70

86,6

70

86,5

70

86,8

70

86,9

70

87,2

20

DAS.SAL I

87,0

70

87,0

25

86,9

95

86,9

50

86,9

20

86,8

75

86,8

45

86,8

00Muka

Air

%

87,3

20

87,2

75

87,2

45

87,1

70

87,1

25

87,0

95

87,0

50

87,0

50

Tang-gul

87,4

70

87,4

25

87,3

95

87,3

50

87,3

20

87,2

75

87,2

45

87,2

00

46

75 50 75 50 75 50 75

Page 47: Modul Satu

TempatAlat

Titik yangDiarah

Pem. Bak(mm)

Tgb (m) EL. Titik(m)

Ket.

1 1 1225 276,8262 1423 278,051 276,6286 1450 276,6017 2315 275,736

6 2 1027 276,6283 1925 275,7305 1275 277,655 276,3804 1175 276,48010 1995 275,6609 2770 274,8858 2750 274,905

10 4 675 276,48011 1765 275,39012 2155 277,155 275,000 El. Mula-mula13 2625 274,530

13 10 1855 277,515 275,66016 3235 274,28015 3217 274,38814 2795 274,720

47

1 2 3

7 6 5 4

8 9 10 11

14 13 12

15 16

Page 48: Modul Satu

TitikPemb. Bak (mm) Jarak

(mm)Beda Tinggi

(mm)ElevasiTitik(mm)

Ket

Belk Muka + -

1.

2.

3.

4.

5.

2,435

1,152

2,153

2,246

0,397

2,758

0,251

0,205

75

70

70

75

2,038

1,902

2,041

1,606

345,150

347,188

345,582

347,484

349,525

EL. Mula-mula (Lokal)

Pergi

5.

4.

3.

2.

1.

0,358

0,416

2,556

0,555

2,396

2,313

0,951

2,589

75

70

70

75

1.605

2,037

1,897

2,034

349,513

347,476

345,579

347,184

345,150

Pulang

TitikBeda Tinggi (m)

EL. Titik AkhirPergi Pulang Rata-rata

1 345,150+ 2,038 - 2,034 + 2,036

2 347,186- 1,606 + 1,605 - 1,606

3 345,580+ 1,902 - 1,897 + 1,900

4 347,480+ 2,041 - 2,037 + 2,039

5 349,519

48

Page 49: Modul Satu

1.7.1 PENGUKURAN KEARAH VERTIKAL (PENGUKURAN TINGGI)

Ada 3 cara yaitu :

a. Sipat Datar (waterpassing/Levelling)

b. Cara Trigonometris

c. Cara Barometris

d. Cara Waterpass Penyebrangan

Untuk selanjutnya yang akan dibahas lebih mendetail adalah mengenai sipat datar

(ini yang sering dipakai dan kita coba dalam pelajaran Ilmu Ukur Tanah)

Sebelum membahas lebih lanjut sebaiknya lebih dulu perlu dikenal istilah-

istilah sebagai berikut :

- Sipat Datar : Merupakan suatu cara untuk mengukur beda tinggi antara 2

buah titik

49

A

BMean Sea Level

Elevasi (duga) Titik A

Bidang persamaan tinggi (level surface)

Beda Tinggi antara A dan B

Elevasi (duga) titik B

DATUM

A

BMean Sea Level

Bidang persamaan tinggi (level surface)

Beda Tinggi antara A dan B

Elevasi (duga) titik B

DAERAH YANG LUAS

DAERAH YANG KECIL

Page 50: Modul Satu

1.7.1.1 Bidang Persamaan Tinggi

Adalah suatu bidang lengkung dimana vertikal bidang persamaan ini

mendekati bentuk lengkung bumi. Untuk daerah kecil bidang persamaan tinggi ini

dianggap sebagai bidang datar.

1.7.1.2 Datum

Adalah suatu bidang persamaan tinggi yang dipaki sebagai pedoman

(REFRENSI) untuk menentukan ketinggian suatu titik. Biasanya untuk bidang

datum diambil permukaan air laut rata-rata (MEAN SEA LEVEL)

1.7.1.3 Mean Sea Level

Adalah Tinggi rata-rata dari permukaan air laut pasang dan surut

berdasarkan pengamatan tiap-tiap jam dalam waktu yang sangat lama.

1.7.1.3 Elevasi

Adalah Jarak vertikal suatu titik dihitung terhadap dantum

1.7.1.5 Bench Mark (B. M)

Adalah suatu titik tetap yang telah diketahui duganya terhadap datum titik

ini dapat berupa patok dan lain-lain. Duga dari B. M. Ini dapat berupa duga

sebenarnya (terhadap muka laut) Maupun duga anggapan (duga lokal) Jadi dari

uraian ini dapat dikatakan bahwa ada 3 persamaan tinggi yang dipakai sebagai

pedoman (REFERENSI) untuk menentukan ketinggian suatu titik, yaitu

- MEAN SEA LEVEL (M. S. L)

- NOL NORMAL (BENCH MARCK)

- NOL LOKAL

1.7.2 PERMUKAAN AIR LAUT RATA-RATA (MEAN SEA LEVEL)

Permukaan air laut rata-rata dapat dianggap sebagai dasar ketinggian (permukaan

datum) akan tetapi masalahnya mean sea level setiap tahun selalu berubah dan

seringkali antara satu tempat dengan tempata lainnya tidak sama sehingga sukar

untuk menentukan dasar ketinggian tunggal

50

Page 51: Modul Satu

1.7.2.1 Nol Normal (N. N.)

Karena air laut selalu berubah, naka dibuatlah suatu ketinggian dasar yang

dianggap ketinggiannya 0,0 dan dinyatakan pada suatu pilar (benchmark)

yang dibuat cukup kuat dan stabil.

Berdasarkan Nol Normal dapat ditentukan sebagai dasar ketinggian

tunggal misalkan untuk seluruh pulau Jawa .

1.7.3 NOL LOKAL

Nol Lokal adalah ketinggian dasar yang ditentukan sembarang misalnya disuatu

daerah tertentu dengan maksud hanya untuk menentukan ketinggian relatip antara

satu titik dengan titik lainya di daerah tersebut.

1.7.3.1 Definisi Permukaan Datum

Permukaan datum adalah suatu bidang permukaan yang dianggap sebagai

dasar ketinggian titik-titik di permukaan bumi.

1.7.3.2 Definisi Tinggi Titik

Tinggi suatu titik adalah jarak antara suatu titik dipermukaan bumi dengan

permukaan datum.

1.7.3.3 Macam-macam Pilar

- Pilar Tetap (Fundamental benchmark/permanent bench mark)

- Pilar tetap terbuat daripada beton bertulang yang cukup kuat dan stabil

51

Permukaan air laut rata-rata

Nol Normal

Page 52: Modul Satu

1.7.4 PILAR SEMENTARA (TEMPORARY BENCMARK)

1.7.4.1 Pilar Seksi :

Terbuat dari semen dan besi beton sebagai tanda titik yang dibuat pada

akhir pengukuran seksi

52

4 0

20

20

30 cm

Besi beton

Cerucuk penyangga

Semen

Page 53: Modul Satu

1.7.4.2 Patok Kayu

1.7.4.3 Patok Kayu Hidup

53

Paku

A I

40

Dolken

Pohon ditebas

Paku

Paku

Sangat efisien dan kuat jika jalur waterpas melewati hutan atau hutan rawa

Page 54: Modul Satu

1.8.1 PEIL DI INDONESIA

PEIL adalah titik-titik yang diketahui tingginya di suatu daerah atau tempat,

walaupun titik-titik itu tidak semua dihitung terhadap bidang NIVO yang

sama

PEIL di Indonesia sering dipakai oleh Dinas Teknis

PEIL tersebut antara lain :

1.8.1.1 PEIL DI JAWA

a. 1. Sepanjang Pantai Utara

- PEIL PRIOK : Pada kedudukan air laut terendah

- PEIL CILAMAYA : Kira-kira pada kedudukan 13 cm

dibawah permukaan air laut rata-rata

- PEIL PEKALONGAN : 0,50m dibawah permukaan air laut

rata-rata

- PEIL SEMARANG : Kira-kira pada kedudukan air surut

rata-rata

- PEIL SURABAYA : Titik nolnya 1.02m dibawah S.H.V.P

S.H.V.P : SURABAYA HAVEN VLOED PEIL

Kedudukan ini kira-kira padsa kedudukan air tertinggi di

surabaya

a. 2. DIPANTAI SELATAN

- PEIL CILACAP : Pada kedudukan air terendah

1.8.1.2 PEIL DILUAR JAWA b. 1. DI SUMATERA

- PEIL LAMPUNG

- PEIL PADANG

- PEIL DELI

b. 2. DI SULAWESI

- PEIL MAKASAR

54

Page 55: Modul Satu

1.8.2 PENGUKURAN BEDA TINGGI ANTARA 2 TITIK

Dapat dilakukan dengan 4 cara :

1. Dengan Pita Ukur (cara paling sederhana)

2. Dengan Barometer

3. Dengan Cara Trigonometris

4. Dengan Alat Penyipat (Sipat) Datar / WATERPASS

5. Dengan Cara Waterpass Penyebrangan

Dari kelima cara ini cara 4&5 akan dibahas lebih mendalam (detail) sedang cara 2

dan 3 dibahas secara garis besar saja.

1.8.2.1 Cara Barometer

Pengukuran tinggi titik dilakukan berdasarkan pengukuran tekanan udara

dengan menggunakan alat barometer. Tekanan udara tergantung dari tebalnya

lapisan udara. Beda tinggi sebanding dengan selisih tekanan udara antara tempat-

tempat yang diukur.

Bacaan Barometer Harus Dikoreksi Terlebih Dahulu Terhadap :

- Temperatur Udara

- Kelembaban Udara

- Gravitasi

Ketelitian pengukuran

Sangat kasar pengukuran cara ini untuk menentukan tinggi titik triangulasi

di puncak-puncak gunung atau dapat digunakan untuk survei RECONAISSANCE

Pembuatan pipa air minum.

55

h ~ P

bPbPa

h

a

A

B

Page 56: Modul Satu

1.8.2.2 CARA TRIGONOMETRIS

Pengukuran ini dilakukan berdasarkan pengukuran jarak dan susdut-sudut

miring atau ZENITH kemudian dengan rumus GONOMETRIS dapat dihitung

beda tingginya.

Pengukuran trigonometris dan barometris termasuk pengukuran beda tinggi secara

tidak langsung Alat yang dipakai adalah THEODOLITH dan alat ukur jarak

Misal : Sudut miring m

Sudut miring D’ Diukur

Tinggi alat (i) = Tinggi Target

Beda Tinggi (hAB) = D’ sin m

Jika diukur Jarak horisontal D maka :

Pada umumnya dilakukan pengukuran ini pada daerah yang berbukit-bukit yaitu

untuk mengatasi kesulitan pengukuran bila memakai alat sipat datar/waterpass

1.8.2.3 Pengukuran Dengan Alat Sipat Datar / Waterpass

Merupakan pengukuran yang umum / sering dipakai dibandingkan dengan

cara yang lainnya.

Pengukuran ini juga memberikan hasil paling teliti

1.8.5 SYARAT-SYARAT MENGATUR ALAT SIPAT DATAR :

56

D’

iA

B

D

zm

hAB

hAB = D tgn m

Page 57: Modul Satu

Yang penting pada alat ini adalah NIVO yang dipaki untuk membuat garis

VIZIR HORISONTAL Lalu timbul syarat mengatur sebagai berikut :

a. Garis Vizir teropong sejajar dengan garis arah nivo

b. Garis Arah Nivo L sumbu I

c. Benang Slang Horizontal L sumbu I

Jika syarat a. Tidak dipenuhi, maka akan terjadi kesalahan membaca

sebanding antara jarak alat-alat ukur.

b. at dikontrol dengan memutar teropong terhadap sumbu I dan

teropong selalu szeimbang. Jika tidak demikian dapat

diseimbangkan dengan sekrup penyetel

c. Tidak mempunyai arti jika kita selalu mengarah pada bagian-

bagian yang tetap pada bak sayarat ini hanya perlu untuk

memudahkan mengadakan perkiraan pada internal dari bagian-

bagian bak .

Dari ketiga syarat ini yang paling penting atau utama syarat

a. Untuk memeriksa syarat ini, diadakan penyelidikan

terhadap selisih tinggi anatar 2 titik

1.8.6 RUMUS DASAR SIPAT DATAR / WATERPASS

Dengan pertolongan NIVO, garis VIZIR dibuat HORIZONTAL. Garis vizir

horizontal itu diarahkan ke 2 bak (RAMBU) yang didirikan tegak pada titik yang

akan ditentukan selisih atau beda tingginya.

hAB = hA - hB

hAB = Beda Tinggi antara A dan B

57

bak bak

Garis vizir horisontal

hA

hAB

HB

Page 58: Modul Satu

hA = Pembacaan bak di A (Bak belakang)

hB = Pembacaan bak di B (Bak muka)

Jadi untuk memudahkan mengingat maka beda tinggi didapat dari pembacaan bak

belakang minus pembacaan bak muka.

Ada 2 Kemungkinan Harga L AB :

a. Jika hA> hAB = Positip Naik

b. Jika hA< HB hAB = Nnegatip Turun

Jika misalkan El. A sudah tertentu, maka EL. B. didapat sebagai berikut :

1.8.7 PENENTUAN ELEVASI DENGAN TINGGI GARIS BIDIK

Bila beda tinggi sudah tertentu, maka elevasi suatu titik dapat dicari, Bila El. Titik

yang lain sudah tertentu pula.

Cara lain untuk menentukan elevasi suatu titik dengan cepat yaitu dengan

TINGGI GARIS BIDIK.

Tinggi Garis bidik dapat ditentukan sebagai berikut :

a. alat di titik yang sudah tertentu elevasinya.

hAB = hA – hB

hA = Pembacaan Bak di AhA = Tinggi Alat di B identik pembacaan Bak di Bb. Alat di luar titik yang tertentu

58

bak bak

s

wW ~

R = jari-jari bumi

bak

hA

hAB

HB

Page 59: Modul Satu

1.8.7 PENENTUAN ELEVASI DENGAN TINGGI GARIS BIDIK

Bila beda tinggi sudah tertentu, maka elevasi susto titik dapat dicari, bila elevasi

titik yang lain sudah tertentu pula.

Cara lain untuk menentukan elevasi suatu titik dengan cepat yaitu dengan tinggi

garis bidik tinggi garis bidik dapat ditentukan sebagai berikut :

a. Alat di titik yang sudah tertentu elevasinya :

hA = Tinggi alat di A

Tgb = Tinggi garis bidik

b. Alat diukur titik yang tertentu

59

hA

hAB

hB

A

B

Bak Bak

hA

A

Tgb

Garis bidik

Tgb = El A + hA

hAB = hA – hB

Page 60: Modul Satu

hA = Pembacaan Bak Di A

Dengan diketahui Tgb dengan salah satu cara tadi mak dengan segera dapat dicari

elevasi suatu titik

hx = Pembacaan bak di sembarang titik

Penentuan Elevasi dengan cara tinggi garis bidik ini. Bila harus menentukan

sejumlah El. Titik dengan cepat

60

23

Tgb4

h1

h2

1

h3

h4

X

Tgb

bak

hx

A

Tgb

bak

hx

Tgb = EL. A + hA

TX = Tgb – L Xx

Page 61: Modul Satu

Misal : El. 1. Tertentu Tgb = El. 1 + h1

Maka : El. 2. = Tgb – h2

El. 3. = Tgb – h3

El. 4 = Tgb – hA dst

Kembali pada cara-cara mengatur alat sipat datar

Dalam mengatur alat sipat datar, maka yang dikerjakan terlebih dahulu

adalah syarat-syarat b, c, dan baru syarat :

a. Karena setelah diatur syarat utamanya tidak boleh terganggu lagi

b. Garis Arah Nivo L Sumbu I

Cara mengatur ini dengan ketiga skrup penyetel. Bila ada

penyimpangan bisa dihilangkan dengan skrup koreksi Nivo

c. BenangSilang Horizontal L Sumbu I

Ini diperiksa dengan mengarah kesuatu titik pada tembok, dan ujung

kiri benang silang dibuat berhimpitan dengan titik ini. Jika benang

silang datar ini L SB. I, mnaka ia akan selalu berhimpitan dengan titik

tersebut. Jika teropong diputar dengan SB I sebagai SB. Putar.

Jika tidak demikian, maka diafrgma dengan benang silang diputar

sedikit dengan tangan sesudah skrup kecil yang terletak pada sisi

diafragma dilepas sedikit.

d. Garis Arah NIVO / GARIS VIZIR

Untuk memeriksa syarat ini, diadakan penyelidikan terhadap beda

tinggi antara 2 titik.

61

Page 62: Modul Satu

Mula-mula alat ditempatkan di tengah-tengah antara A dan B jika misalkan syarat

ini tidak dipenuhi, mak sewaktu NIVO seimbang garis VIZIR membuat sudut L

dengan garis Horizontal

Pa = Pembacaan BAK DiA hAB = Pa – Pb

Pb = Pembacaan BAK Di B

Misal Jarak AB = ZL ; BQ = lBerhubung dengan kesalahan sudut L tadi, maka pada Bak A dibaca Qa dan pada

Bak B = Qb. Dan Ternyata TA Qa – Qb hAB Penyimpangan tersebut hádala

Sebesar c dimana c = 2L + l (Qa – Qb – hAb)

2L

Koreksi yang dilakukan hádala koreksi benang silang sedangkan tetap seimbang.

1.9.1 WATERPASS PENYEBRANGAN

Pengukuran waterpass penyebrangan dilakukan untuk memindahkan

ketinggian dengan menyebrang lembah atau sungai.

1.9.1.1Cara Reciprocal

Cara Reciprocal Sederhana :

Cara ini dilakukan untuk menyebrangi lembah-lembah atau sungai

yang tidak terlalu lebar (lebih kecil dari 150 m)

62

c

qa

Pa

qb

Pb

AB

Q

2L L

Page 63: Modul Satu

Cara Pengukuran :

Untuk memindahkan ketinggian dari A ke B dengan menyebrangi sungai

dilakukan sebagai berikut :

Pengukuran dilakukan dengan meletakkan alat 3 kali pada posisi I

dan II

Sedemikian rupa diatur db 1 = dm 2 ; dm 1 = db 2

Supaya db1 + db2 = dm1 + dm2 atau db = dm, sehingga kesalahan garis bidik dapat

tereliminir.

Posisi I :

h1 = b1 – m1 - h2 = b2 – m2 -

jika db = dm.

Maka ;

Sehingga : h1 =h2 = (b1 – m1) = (b2 – m2)

Atau hrata-rata =

=

63

db

Alat Posisi I

A

dm2

Alat posisi III

db2

dm1

B (rambu)

Rambu

I

II

m

m2

B

b

b2

b2

b1

m2

Page 64: Modul Satu

1. 9.1.2 Cara Reciprocal Teliti (Waterpass Teliti) :

Cara reciprocal teliti dilakukan untuk pemindahan ketinggian

dengan teliti dimana penyebrangan melalui lembah dan sungai yang

cukup lebar (+ 1km).

Alat yang digunakan waterpas N3 (waterpas teliti), dengan rambu-

rambu yang diperlengkapi target bidik. Secara detail akan di dapat

pada pelajaran ukuran tinggi).

1.9.1.3 Cara Double Levelling (Waterpass Ganda)

Digunakan seperti reciprocal leveling untuk keperluan penyeberangan.

Alat yang digunakan terdiri dari dua pasangan alat yang masing-masing

terdiri dari dua buah alat waterpass N 12 yang dilengkapi Wedge, dimana

masing-masing pasangan merupakan pasangan ganda yang dijadikan satu

dengan bantuan suatu alas yang dipasang diatas stotip.

1.9.1.4 Cara Dengan Permukaan Air.

64

Page 65: Modul Satu

Permukaan air statu danau atau sugai di daerah datar dapat

merupakan bidang nivo serta dapat digunakan untuk menentukan beda

tinggi secara kasar antara sebrang danau atau sungai.

I. hAP = ma – mp ; XP = bacaan muka air pada rambu P.

hAP – muka air = ma – mp – XP = M

II. hAP = mq – mp ; YP = bacaan muka air pada rambu q.

hAP muka air = B = mp – rP – YP M

Maka hA-B = M – N

Jika M < N B lebih tinggi

Jika M > N B lebih rendah

65

III

q

Arah pengukuranmq

hAP

A

ma

mb

N

B

p

mp