Modul Petrologi
-
Upload
wikerosalina -
Category
Documents
-
view
112 -
download
27
description
Transcript of Modul Petrologi
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 1
BAB I
BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat cair liat ,
pijar, bersifat mudah bergerak yang kita kenal dengan nama magma. Penggolongan
batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu 1. Berdasarkan genetik batuan,
2. Berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan 3. Berdasarkan susunan
mineraloginya.
Batuan beku dapat dibagi menjadi:
A. Batuan Beku Ekstrusi
Batuan beku sebagai hasil pembekuan magma yang keluar di atas
permukaan bumi baik di darat maupun di bawah muka air laut. Pada saat mengalir
di permukaan masa tersebut membeku relatif cepat dengan melepaskan
kandungan gasnya. Oleh karena itu sering memperlihatkan struktur aliran dan
banyak lubang gasnya (vesikuler). Magma yang keluar di permukaan atau lava
setidaknya ada 2 jenis: Lava Aa dan Lava Pahoehoe. Lava Aa terbentuk dari
masa yang kental sedangkan lava Pahoehoe terbentuk oleh masa yang encer
B. Batuan Beku Intrusi
Batuan hasil pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Ukuran
mineralnya kasar, > 1 mm atau 5 mm.
Gambar 1.1 Jenis-Jenis Instrusi
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 2
1. Berbentuk tidak teratur dengan dinding yang curam dan tidak diketahui batas
bawahnya. Yang memiliki penyebaran > 100 km2 disebut batolith, yang kurang
dari 100 km2 dikenal dengan stock sedangkan yang lebih kecil dan relatif
membulat disebut boss. Ketiganya merupakan peristilahan dalam batuan
plutonik.
2. Intrusi berbentuk tabular yang memotong struktur setempat (diskordan) disebut
dyke/korok sedangkan yang konkordan disebut sill atan lakolit kalau cembung
ke atas.
3. Intrusi berdimensi kecil dan membulat sering dikenal dengan intrusi silinder
atau pipa.
1.1 PENGENALAN MAGMA
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah
bersifat mobile, bersuhu antara 900 ° - 1200 °C atau lebih dan berasal dai kerak bumi
bagian bawah atau selubung bumi bagian atas ( F.F. Grouts, 1947; Tumer dan
verhogen 1960, H. Williams, 1962 ).
Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari :
a. Senyawa-senyawa yang bersifat non-volatil dan merupakan senyawa oksida dalam
magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga merupakan
mayor element, terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2,
P2O5.
b. Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-
fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.
c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor
element seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb.
(Dally 1933, Winkler 1957, Vide W. T. Huang 1962) berpendapat lain yaitu
magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses
diferensiasi menjadi magma yang bersifat lain.
(Bunsen 1951, W. T. Huang, 1962) mempunyai pandapat bahwa ada dua jenis
magma primer, yaitu basaltis dan granitis dan batuan beku merupakan hasil
campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 3
1.2. EVOLUSI MAGMA
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses
sebagai berikut :
Hibridasi, merupakan pembentukan magma baru karena pencampuran dua
magma yang berlainan jenisnya.
Sinteksis, merupakan pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan
batuan samping.
Anateks is , merupakan p roses pambentukan magma dari peleburan batuan
pada kedalaman yang sangat besar.
Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami differensiasi
magma. Differensiasi magma ini meliputi semua proses yang mengubah magma dari
keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi masa batuan beku dengan
komposisi yang bervariasi.
Proses-proses differensiasi magma meliputi :
Fragsinasi, merupakan pemisahan kristal dari larutan magma,karena proses
kristalisasi berjalan tidak seimbang atau kristal-kristal pada waktu pendinginan
tidak dapat mengikuti perkembangan. Komposisi larutan magma yang baru ini
terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok
dan tiba-tiba.
Crystal Settling/Gravitational Settling, merupakan pengendapan
kristal oleh gravitasi dari kristal-kristal berat Ca, Mg, Fe yang akan
memperkaya magma pada bagian dasar waduk. Disini mineral silikat
berat akan terletak dibawah mineral silikat ringan.
Liquid Immisibility , merupakan proses dimana larutan magma yang
mempunyai suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-
masing akan membeku membentuk bahan yang heterogen.
Crystal Flotation , merupakan pengembangan kristal ringan dari sodium
(Na) dan potassium (K) yang akan memperkaya magma pada bagian
atas dari waduk magma.
Vesiculation , merupakan proses dimana magma yang mengandung
komponen seperti CO2, SO2, S2, Cl2, dan H2O sewaktu naik kepermukaan
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 4
membentuk gelembung-gelembung gas dan membawa serta komponen
volatile Sodium (Na) dan Potasium(K).
Diffusion, merupakan proses dimana bercampurnya batuan dinding
dengan magma didalam waduk magma secara lateral.
Gambar 1. 2 Skema differensiasi magma (Atlas of Volcanic USGS)
1.3 SERI REAKSI BOWEN DARI MINERAL UTAMA PEMBENTUK
BATUAN BEKU
Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan
kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua
bagian.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 5
Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan
besar yaitu:
1. Golongan mineral berwarna gelap atau mafik mineral.
2. Golongan mineral berwarna terang atau felsik mineral.
Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung semuanya
membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan bahkan mungkin
cepat. Penurunan tamperatur ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan
mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya Pembentukan mineral
dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun oleh Bowen.
Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali terbentuk dalam
temperatur sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma tersebut jenuh oleh
SiO2 maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin dan Piroksan merupakan
pasangan ”Incongruent Melting”; dimana setelah pembentukkannya Olivin akan
bereaksi dengan larutan sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus dan
pembentukkan mineral berjalan sesuai dangan temperaturnya. Mineral yang terakhir
tarbentuk adalah Biotit, ia dibentuk dalam temperatur yang rendah.
Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas, karena
mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anortite adalah mineral yang
pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat pada batuan beku
basa seperti Gabro atau Basalt. Andesin terbentuk peda suhu menengah dan terdapat
batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah
adalah albit, mineral ini banyak tersebar pada batuan asam seperti granit atau Riolite.
Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini merupakan deret : “Solid Solution”
yang merupakan reaksi menerus, artinya kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na,
jika reaksi setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini Anortite adalah jenis
Plagioklas yang kaya Ca, sering disebut Juga "Calcic Plagioklas", sedangkan Albit
adalah Plagioklas kaya Na ( "Sodic Plagioklas / Alkali Plagioklas" ).
Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Felspar
ke mineral Muskovit dan yang terakhir mineral Kuarsa, maka mineral Kwarsa
merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral
Mafik, dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang
sangat tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 6
I.4. JENIS BATUAN BEKU
A. Klasifikasi berdasarkan tekstur dan komposisi mineral.
Berdasarkan ukuran besar butir dan tempat terbentuknya , batuan beku dapat
dibagi menjadi dua : yaitu Batuan beku volkanik dan Batuan beku plutonik.
a. Batuan Beku Volkanik
Batuan beku volkanik adalah batuan beku yang terbentuk di atas atau di dekat
permukaan bumi (intrusi dangkal). Menurut Williams (1983), batuan beku yang
berukuran kristal kurang dari 1 mm adalah kelompok batuan volkanik, terutama
kehadiran masa gelas.
b. Batuan Beku Plutonik
Batuan beku yang terbentuk pada kedalaman yang sangat besar dan
mempunyai ukuran kristal lebih dari 1 mm.
B. Klasifikasi berdasarkan kimiawi
Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam Geologi (Hughes , 1962 ),
dan dibagi dalam empat golongan , yaitu :
a. Batuan beku asam , bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66 %
SiO2.Contoh batuan ini Granit dan Riolit.
b. Batuan beku menengah atau Intermediet, bila batuan tersebut mengandung
52% -66% SiO2.Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.
c. Batuan beku basa, bila batuan tersebut mengandung 45% - 52% SiO2. Contoh
batuan ini adalah Gabro dan Basalt.
d. Batuan beku ultra basa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari
45% SiO2 . Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan Dunit.
C. Klasifikasi berdasarkan kejenuhan silika (SiO2)
Berdasarkan kejenuhan silika (SiO2) batuan beku dapat dikelompokkan
menjadi 3 (Tiga), yaitu :
a. Over saturated rock, bila batuan beku tersebut lewat jenuh silika. Contoh
batuan tridimit.
b. Saturated rock, bila batuan beku tersebut jenuh silika. Contoh batuan
mengandung feldspar , piroksen, amphibol bervariasi dengan mineral sphene,
zirkon, apatit, dll.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 7
c. Under saturated rock, bila batuan beku tersebut tidak jenuh silika. Contoh
batuan yang non felspatoid yaitu batuan yang tidak muncul mineral felspatoid
biasanya pada fase olivin magnesian.
Discontinuous Series Continuous Series
12000C Olivin
(Mg-Fe Silikat)
Anortit (Ca-Al Silikat)
Piroksen Bitownit (Ca-Na-Al Silikat)
(Ca-Mg-Fe-Na-Al-Ti Silikat)
Labradorit (Ca-Na-Al Silikat)
Andesin (Na-Ca-Al Silikat)
9000C Hornblende
(Ca-Na-Mg-Fe-Al-OH Silikat) Oligoklas (Na-Ca-Al Silikat)
Biotit Albit (Na-Al Silikat)
(K-Mg-Fe-Al-F-OH Silikat)
K-Felspar
(K-Al Silikat)
6000C Muskovit
(K-Al-Cr Silikat)
Kuarsa
(SiO2)
Gambar 1.3. Skema yang menunjukkan seri reaksi Bowen.
Garis putus merupakan batasan golongan batuan yang ditandai dengan
komposisi Mineral yang dominan dalam pembatasannya. Misalnya Kuarsa,
Muskovit, Biotit, Kalium Felspar tergolong ke dalam Batuan Asam. Selanjutnya
amati apakah batuan tersebut Plutonik atau Vulkanik, lalu perhatikan antara
perbandingan Plagioklas dengan Kalium Felspar.
Ultrabasa
Basa
Intermediet
Asam
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 8
I.5. STRUKTUR BATUAN BEKU
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar,
seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), seperti lava bongkah,
struktur aliran dan lain-lainnya. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali
dengan waktu terbentuknya. Macam-macam struktur batuan beku adalah :
a. Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam
dalam tubuhnya.
b. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan
ekstrusi tertentu , yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana ukuran dari
bentuk ini adalah umumnya 30 - 60 cm dan jaraknya bedekatan, khas pada c.
Joint, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tertanam secara tegak lurus
arah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar jointing.
c. Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan lubang-
lubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.
d. Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnnya).
e. Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh mineral-
mineral sekunder seperti zeolit, karbonat dan bermacam silika.
f. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang
masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat
peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang
menerobos.
g. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava
itu sendiri.
I.6. TEKSTUR BATUAN BEKU
Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau
mineral dengan masa gelas yang membentuk masa yang merata pada batuan.
Selama pembentukan tekstur dipengarui oleh kecepatan dan stadia kristalisasi. Yang
kedua tergantung pada suhu, komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan
tekanan. Dengan demikian tekstur tersebut merupakan fungsi dari sejarah
pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur tersebut menunjukkan derajat
kristalisasi (degree of crystallinity), ukuran butir (grain size), granularitas dan
kemas (fabric), (Williams, 1982; Huang, 1962 )
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 9
1. Derajat kristalisasi
Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara masa kristal dan masa
gelas dalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
Holokristalin : apabila batuan tersusun seluruhnya oleh masa kristal
Hipokristalin : apabila batuan tersusun oleh masa kristal dan gelas
Holohylalin : apabila batuan seluruhnya tersusum oleh masa gelas
2. Granularitas
Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, dapat sangat
halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat
pula sangat kasar. Umumnya dikenal dua kelompok ukuran butir, yaitu afanitik
dan fanerik.
a. Afanitik
Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga
tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang
b. Fanerik
Kristal individu yang termasuk kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuran-
ukuran :
Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm
Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm – 5 mm
Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm – 30 mm
Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm
3. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan kristal dalam suatu batuan.
a. Bentuk kristal
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam :
Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai bidang
kristal yang sempurna
Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian
bidang kristal yang sempurna
Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian
bidang kristal yang tidak sempurna
Secara tiga dimensi dikenal :
Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 10
Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi
lain.
Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
b. Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan
dari ukuran dikenal :
1. Granularitas atau Equiqranular, apabila mineral mempunyai ukuran butir
yang relatif seragam, terdiri dari :
Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran
seragam dan euhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri
mineral-mineral yang terbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan
mengingat ruangan yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-
mineral tersebut sampai membentuk kristal secara sempurna.
Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan subhedral. Bentuk butiran penyusun subhedral atau
kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat mineral
terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak
memadai untuk memadai untuk dapat membentuk kristal secara
sempurna.
Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran
relatif seragam dan anhedral. Bentuk anhedral atau tidak beraturan
sama sekali merupakan pertanda bahwa bahwa pada saat mineral-
mineral penyusun ini terbentuk hanya dapat mengisi rongga yang
tersedia saja. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa mineral-mineral
anhedral tersebut terbentuk paling akhir dari rangkaian proses
pembentukan batuan beku.
2. Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama ,
antara lain terdiri dari :
Porfiritik , adalah tekstur batuan beku dimana kristal besar (fenokris)
tertanam dalam masa dasar kristal yang lebih halus.
Vitroverik , apabila fenokris tertanam dalam masa dasar berupa gelas.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 11
3. Tekstur khusus batuan beku
Karakter tekstur ditentukan oleh bentuk kristal, struktur, relasi, atau karakter
internal telah memberikan bentuk khusus. Dalam beberapa kasus ditemukan
bahwa detail dari suatu batuan tidak bisa ditentukan tanpa menggunakan
mikroskop. Selain tekstur menunjukkan bentuk dan relasi antar kristal juga
menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral – mineral yang berbeda.
Berikut beberapa tekstur khusus dari batuan beku :
Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan
piroksen, di sini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier
terhadap piroksen.
Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam
dalam masa dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan
isian butir-butir piroksen, oksida besi dan aksesori mineral.
Intergranular adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar
plagioklas ditempati oleh kristal – kristal piroksen, olivin atau biji besi.
Intersertal adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar
plagioklas diisi masa dasar gelas.
Ophitic adalah tekstur batuan beku dimana kristal-kristal plagioklas
tertanam secara acak dalam kristal yang lebih besar olivin atau
piroksen.
I. 7. KOMPOSISI MINERAL
Menurut Walker T. Huang (1962), komposisi mineral dikelompokkan menjadi
tiga kelompok mineral yaitu :
A. Mineral Utama
Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan kehadirannya
sangat menentukkan dalam penamaan batuan.
1. Mineral felsic (mineral berwarna terang dengan densitas rata-rata 2,5-2,7),
yaitu :
Kuarsa ( SiO2 )
Kelompok felspar, terdiri dari seri felspar alkali (K, Na) AlSi3O8. Seri
felspar alkali terdiri dari sanidin, orthoklas, anorthoklas, adularia dan
mikrolin. Seri plagioklas terdiri dari albit, oligoklas, andesin, labradorit,
biwtonit dan anortit.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 12
Kelompok felspatoid (Na, K Alumina silika), terdiri dari nefelin, sodalit,
leusit.
2. Mineral mafik (mineral-mineral feromagnesia dengan warna gelap dan
densitas rata-rata 3,0-3,6), yaitu :
Kelompok olivin, terdiri dari fayalite dan forsterite
Kelompok piroksen, terdiri dari enstatite, hiperstein, augit, pigeonit, diopsid.
Kelompok mika, terdiri dari biotit, muskovit, plogopit.
Kelompok Amphibole, terdiri dari antofilit, cumingtonit, hornblende,
rieberkit, tremolit, aktinolite, glaukofan, dll.
B. Mineral Sekunder
Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil
pelapukan, hidrotermal maupun metamorfisma terhadap mineral-mineral utama.
Dengan demikian mineral-mineral ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan
magma (non pirogenetik). Mineral sekunder terdiri dari :
Kelompok kalsit (kalsit, dolomit, magnesit, siderit), dapat terbentuk dari hasil
ubahan mineral plagioklas.
Kelompok serpentin (antigorit dan krisotil), umumnya terbentuk dari hasil
ubahan mineral mafik (terutama kelompok olivin dan piroksen).
Kelompok klorit (proktor, penin, talk), umumnya terbentuk dari hasil ubahan
mineral kelompok plagioklas.
Kelompok serisit sebagai ubahan mineral plagioklas.
Kelompok kaolin (kaolin, hallosit), umumnya ditemukan sebagai hasil
pelapukan batuan beku.
C. Mineral Tambahan (Accesory Mineral)
Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma, umumnya
dalam jumlah sedikit. Termasuk dalam golongan ini antara lain Hematite, Kromit,
Muscovit, Rutile, Magnetit, Zeolit, Apatit dan lain-lain.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 13
Tabel 1.1 Pengenalan Mineral dan Sifatnya
Nama Mineral Warna Bentuk dan Perawakan
Kristal Belahan Keterangan
Olivin Hijau Tidak teratur, membutir
dan massif Tidak sempurna Kilap kaca
Piroksen Hijau tua - Hitam Prismatik pendek,
massif, membutir
2 arah saling
tegak lurus
Kilap kaca dan
permukaannya halus
Amfibol Hitam - coklat Prismatik panjang,
menyerat dan membutir
2 arah
membentuk
sudut lancip
Kilap arang
Biotit Hitam - coklat Tabular, berlembar
(memika) 2 arah Kilap kaca
Feldspar Alkali Merah
jambu/putih/hijau
Prismatik, tabular
panjang, massif,
membutir
2 arah Kilap kaca/lemak
Plagioklas Putih susu, abu-abu
Prismatik/tabular
panjang. Massif,
membutir
3 arah Kilap kaca/lemak
Muskovit Putih transparan Tabular, berlembar
(memika) 1 arah Kilap kaca/mutiara
Kuarsa Tidak berwarna Tidak teratur, membutir
dan massif 3 arah Kilap kaca/lemak
Kalsit Tidak berwarna,
putih
Rombohedral, massif,
membutir Sempurna
Kilap kaca, berbuih dengan
HCl
Klorit Hijau Berlembar, memika Sempurna
Umumnya pada batuan
metamorfik dan lapukan
batuan beku basa
Serisit Tidak berwarna,
putih Tabular, berlembar Sempurna Kilap kaca berukuran halus
Asbes Putih, abu-abu
kehijauan
Menyerat, masa fiber
asbestos Tidak ada Kilap lemak
Garnet Coklat merah-hitam Poligonal, membutir Tidak ada Kilap kaca/mutiara
Halit
Tidak berwarna,
putih kekuningan,
merah
Kubus, masif,
membutir Sempurna Sebagai garam evaporite
Gypsum Tidak berwarna,
putih
Memapan, membutir,
menyerat Sempurna
Lembar-lembar tipis terjadi
karena evaporasi
Anhidrit Putih, abu-abu, biru
pucat Massif, membutir Sempurna Karena evaporasi
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 14
DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU
Warna :
Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang
representatif)
Struktur :
Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll.
Tekstur
Granulitas/Besar butir
Halus < 1 mm
Fanerik Afanitik
Derajat Kristalisasi
Holokristalin Holokristalin/Hipokristalin/Hipohyali
n
Holohyalin
Keseragaman Butir/Kristal
Equigranular Inequigranular Porfiritik/Vitrofirik
Panidiomorfik
Granular
(Euhedral)
Hipidiomorfik
Granular
(Subhedral)
Alotriomorfik
Granular
(Anhedral)
Komposisi Mineral :
Kuarsa (%), ciri-cirinya, dll. (untuk % digunakan diagram perbandingan secara
visual)
Nama Batuan :
Granitoid/Syenitoid/ Dioritoid, dll. (Gunakan diagram dari IUSGS)
Fenokris
Kasar 5 mm - 3 cm, Sedang 1 mm - 5 mm
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 15
Tabel 1.2 . Dasar Penamaan Batuan Beku Asam-Intermediet
Berdasarkan Perbandingan K. Felspar Dengan Total Plagioklas
( Konsep Clan Williams, 1954 )
Asam
KF >2/3 TF 1/3 TF < KF < 2/3 TF 1/8 TF< KF< 1/3 TF
Vulkanik Riolit Riodasit Dasit
Plutonik Granit Adamelit Granidiorit
Intermediet
KF >2/3 TF 1/3 TF < KF < 2/3 TF KF< 1/3 TF
Vulkanik Trachyt Trachyandesit Andesit
Plutonik Syenit Monzonit Diorit
Pengelompokan berdasarkan Teksturnya
Basa
Vulkanik Basalt
Plutonik Gabro
Ultrabasa
Plutonik Peridotite dan
Dunite
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 16
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 17
Tabel 1. 3 Pembagian Batuan Beku dari Berbagai Aspek
VARIABEL
DASAR ULTRABASA BASA INTERMEDIET ASAM
SiO2 < 45% 45 – 52% 52 – 66% >66%
Warna Gelap Gelap Abu-abu Terang
Indeks warna Ultra mafik >
70%
Mafik (40 –
70%)
Mafelsik (10 –
40%)
Felsik ± 10%
Mineralogi Hipermelanik
(90% mafik)
Melanokratik
(60-90%
mafik)
Mesokratik
(30% mafik)
Leukokratik
(30% mafik)
V
V
O
L
K
A
N
I
K
Magma / lava - Encer Kental
Kecenderungan
tekstur
- Holo-
hipokristalin
Hipokristalin Holohialin
- Vesikuler-skoria
(kand. gas
tinggi)
Vesikuler
(kand.gas
sedang)
Vesikuler
(kand. gas
rendah)
- Tak ada-sedikit
gelas
Gelas umum Gelas umum-
banyak
- Afirik-porfiritik Porfiritik Porfiritik;vitrov
erik
Fenokris - Olivin;piroksen;
plagioklas
basa;feldspatoid
Piroksen;horn
blende;biotit;
plagioklas
Biotit;<hornble
nde;kuarsa;plag
ioklas;feldspar
alkali
Nama
BASALT/BAS
ANIT/TEPRIT/
SPILIT
ANDESIT/TR
AKHIANDES
IT/TRAKIT
DASIT/RIOLIT
P
p
L
U
T
O
N
I
K
Komposisi
Mineral
Olivin;
piroksen;plagiokl
as; spinel;
hornblende
Olivin;
piroksen;plagio
klas basa
Hornblende;
piroksen<<;
plagioklas;
biotit;
feldspar;
alkali;
kuarsa<<
Biotit; kuarsa;
feldspar alkali;
hornblende<<pl
agioklas;
muskovit
Tekstur Holokristalin
Nama DUNIT,
PERIDOTIT,
HORNBLENDIT,
SERPENTINIT
GABRO;
DIABAS/
DOLERIT
DIORIT,
MONZONIT
, SYENIT
GRANIT,
ADAMELIT,
GRANODIORIT
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 18
CONTOH DISKRIPSI BATUAN BEKU
Jenis Batuan : Batuan Beku Asam Plutonik
Warna : Coklat
Struktur : Masif
Tekstur : Derajat Kristalisasi : Holokristalin
Derajat Granularitas : Fanerik Kasar ( 5mm – 30 mm )
Kemas :
- B. Kristal : Euhedral
- Relasi : Panidiomorfik Granular
Komposisi : Orthoklas 40%
Kuarsa 35%
Plagioklas 10%
Biotit 9%
Hornblende 6%
Nama Batuan : Granit
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 19
BAB II
BATUAN PIROKLASTIK
Batuan piroklastik adalah batuan volkanik klastik yang dihasilkan oleh
serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi. Material penyusun
tersebut terendapkan dan terbatukan / terkonsolidasikan sebelum mengalami
transportasi (reworked) oleh air atau es ( Williams, 1982). Pada kenyataanya
batuan hasil kegiatan gunungapi dapat berupa aliran lava sebagaimana
diklasifikasikan dalam batuan beku atau berupa produk ledakan (eksplosif) dari
material yang bersifat padat, cair ataupun gas yang terdapat dalam perut gunung.
IL 1. KOMPONEN PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK.
Fisher (1984) dan Williams, (1982) mengelompokkan material-material
penyusun batuan piroklastik menjadi:
A. Kelompok Material Esensial (Juvenil)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari
magma yang diletuskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan
serta buih magma. Massa yang tadinya berupa padatan akan menjadi
blok piroklastik, massa cairan akan segera membeku selama diletuskan
dan cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan
menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikcnal dcngan
batuapung (pumice).
B. Kelompok material Asesori (Cognate)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah biia materialnya berasal dari
endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh
volkanik yang lebih tua.
C. Kelompok Asidental (Bahan Asing)
Yang dimaksud dengan material asidental adalah material hamburan dari
batuan dasar yang lebih tua di bawah gunung api tersebut, terutama
adalah batuan dinding di sekitar leher volkanik. Batuannya dapat berupa
batuan beku,endapan maupun batuan ubahan.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 20
Fallout
Pyroclastic flow
Area of slumping
Secondary flow
Turbiditycurrents &mass flow
Volcano slope
Flow from land intoWaterSlump & flow
P yroc
lasti c
fall
Floating pumice
Fallout into water
Shards produced byattrition
Floating pumice
Volcaniclasticgrains
VolcaniclasticSedimen
Lapili
Ash2 mm
64 mmLapilistone
Tuff Vitric
Cristal
fluid
Bombs- Blocks-
Ejected ejected
solid
Agglomerat
Volcanic breccia
Dust Lithic0.06 mm
Pryoclastic fall deposit
Volcaniclastic flow deposit
Hyaloclastites: fragmented &
granulated basaltitic lava through contact with water
- ignimbrites (fluidized ash+ flows)- base surge deposits - mud flow (lahar deposit)
produced by
Floating pumiceShards
attrition
PIROKLASTIKFragmentasi yg terbentuk akibat proses yg berhubungan dengan erupsi
AUTOKLASTIKFragmentasi scr insitu
EPIKLASTIKFragmentasi hasil rombakan bat volkanik(akibat proses pelapukan & erosi)
Gambar III. Illustrasi terbentuknya partikel/butiran volkanik hingga proses sedimentasi dan litifikasi
Gambar 2. 1. Ilustrasi terbentuknya partikel/butiran vulkanik hingga proses
sedimentasi dan litifikasi (Schmidt 1981)
Tabel 2. 1 Kesetaraan penamaan batuan piroklastik, vulkanik epiklastik dan
sedimen
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 21
II. 2. STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN PIROKLASTIK
Seperti halnya batuan volkanik lainnya, batuan piroklastik mempunyai
struktur vesikuler, skoria dan amigdaloidal. Jika klastika pijar dilemparkan ke
udara dan kemudian terendapkan dalam kondisi masih panas, memiliki
kecenderungan mengalami pengelasan antara klastika satu dengan lainnya.
Struktur tersebut dikenal dengan pengelasan atau welded.
1. Ukuran Butir Pada Piroklastik
Ukuran butiran pada piroklastika tersebut merupakan salah satu kriteria
untuk menamai batuan piroklastik tanpa mempertimbangkan cara terjadi
endapan piroklastik tersebut.
Tabel 2. 2 Matrik nama endapan dan batuan piroklastik berdasarkan ukuran
butirnya.
Ada tiga cara kejadian endapan piroklastik. Pengendapan yang dikarenakan
gaya beratnya dikenal dengan piroklastik jatuhan. Jenis piroklastik ini
umum terjadi di setiap gunungapi. Struktur dan teksturnya menyerupai
batuan endapan. Dua kelompok piroklastik yang lain adalah piroklastik
aliran dan piroklastik hembusan.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 22
2. Derajat Pembundaran ( Roundness )
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran
pada batuan Sedimen Klastik sedang dampai Kasar. Kebundaran dibagi
menjadi:
Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan
cembung ( Ekuidimensional)
Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar,
ujung-ujung dan tepi butiran cekung.
Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan
ujung-ujung yang membundar.
Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung
yang tajam
Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir
runcing dan tajam
3. Derajat Pemilahan ( Sorting )
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan
endapan / sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan
sebagai berikut :
Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh
ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan
sediment.
Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan
sediment yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari
lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah.
Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti
menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak
seragam.
II. 3. KOMPOSISI MINERAL BATUAN PIROKLASTIK
A. Mineral-Mineral Sialis
Mineral-mineral sialis terdiri dari :
Kuarsa (Si02), ditemukan hanya pada batuan gunungapi yang kaya
kandungan silika atau bersifat asam.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 23
Felspar, baik alkali maupun kalsium felspar (Ca)
Felspatoid, merupakan kelompok mineral yang terjadi jika kondisi
larutan magma dalam keadaan tidak atau kurang jenuh silika.
B. Mineral Ferromagnesian
Merupakan kelompok mineral yang kaya kandungan Fe dan Mg silikat yang
kadang-kadang disusul oleh Ca silikat. Mineral tersebut hadir berupa
kelompok mineral
Piroksen, mineral penting dalam batuan gunung api
Olivin, merupakan mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan
miskin silika.
Hornblende, biasanva hadir dalam andesit
Biotit, merupakan mineral mika yang terdapat dalam batuan volkanik
berkomposisi intermediet hingga asam.
C. Mineral Tambahan
Yang sering hadir adalah ilmenit dan magnetit. keduanva merupakan
mineral bijih. Selain itu seringkali didapati mineral senyawa sulfida atau
sulfur murni.
D. Mineral Ubahan
Dalam batuan piroklastik mineral ubahan seringkali muncul saat batuan
terlapukkan atau terkena alterasi hidrotermal. Mineral tersebut seperti:
klorit, epidot, serisit, limonit, montmorilonit dan lempung, kalsit.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 24
Gambar 2.2. Hubungan genetik antara produk endapan vulkanik primer dan
sekunder
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 25
CONTOH DISKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK
Jenis Batuan : Batuan Piroklastik
Warna : Abu-abu
Struktur : Masif
Tekstur : - Ukuran butir : Lapillus (0,04 – 2 mm)
- Derajat pembundaran : Menyudut
- Derajat pemilahan : Terpilah Buruk
- Kemas : Terbuka
Komposisi : - Mineral Sialis : Kuarsa
- Mineral Ferromagnesia : Hornblende
- Mineral Tambahan : Debu Halus
Nama Batuan : Batulapili
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 26
BAB III
BATUAN SEDIMEN
Pengertian umum mengenai batuan endapan/sedimen adalah batuan yang
terbentuk akibat litifikasi bahan rombakan batuan asal atau hasil reaksi kimia maupun
hasil kegiatan organisme.. Dimuka bumi ini dibandingkan dengan batuan beku, batuan
endapan sangatlah sedikit, ± 5% volume walaupun demikian penyebarannya di muka
bumi menempati lebih dari 65% luasan. Oleh karena itu batuan endapan merupakan
lapisan tipis di kulit bumi.
Kenampakan yang paling menonjol dari jenis batuan sedimen adalah perlapisan,
struktur internal dan eksternal lapisan, bahan rombakan yang tidak kristalin,
mengandung fosil dan masih banyak lagi. Pada Sedimen yang Kristalin, umumnya
monomineralik dan tergolong ke dalam batuan Sedimen Non Klastik seperti rijang,
kalsit, gypsum, dll.
III. 1. PENGGOLONGAN DAN PENAMAAN
Batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu Batuan Sedimen
Klastik dan Batuan sedimen Non Klastik
A. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali
rombakan batuan asal, baik batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan
sedimen yang lebih tua. Adapun fragmentasi batuan asal dimulai dari
pelapukan, baik mekanik maupun kimiawi, lalu tererosi, tertransportasi dan
terendapkan pada cekungan pengendapan lalu mengalami proses Diagenesa
yaitu proses perubahan-perubahan pada temperatur rendah yang meliputi
Kompaksi, Sementasi, Rekristalisasi, Autigenesis, dan Metasomatisme,
Klastik yang bersifat Silikaan ( Breksi, Konglomerat, Pasir, Lanau,
Lempung )
Klastik yang bersifat Karbonatan ( Kalsirudite, Kalkarenite,
Kalsilutite )
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 27
B. Batuan Sedimen Non Klastik
Terbentuk dari Reaksi kimia atau kegiatan organisme. Reaksi kimia yaitu
Kristalisasi atau reaksi Organik ( Penggaraman unsur – unsur laut,
pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement.
Nonklastik bersifat Silikaan ( Rijang )
Non Klastik bersifat Karbonatan ( Batu Gamping Nonklastik )
III. 2. PEMER1AN BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Pemerian batuan sedimen klastik meliputi :
A. Tekstur
Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk
butir serta susunannya ( Pettijohn, 1975 ).
1. Ukuran Butir ( Grain Size )
Pemerian ukuran butir didasarkan pada pembagian besar butir yang
disampaikan oleh Wentworth, 1922, seperti di bawah ini:
Tabel 3.1. Ukuran butir pada batuan Sedimen (Wentworth, 1922)
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 28
2. Pemilahan ( Sorting )
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan
endapan / sedimen. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan
sebagai berikut :
Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh
ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan
sediment.
Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada
batuan sediment yang memiliki besar butir yang beragam dimulai
dari lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah.
Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti
menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang
agak seragam.
Gambar 3.1 Derajat Sortasi
3. Kebundaran ( Roundness )
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi
butiran pada batuan sedimen klastik sedang sampai kasar. Kebundaran
dibagi menjadi
Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua
permukaan cembung (Ekuidimensional.)
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 29
Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan
bundar, ujung-ujung dan tepi butiran cekung.
Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar
dengan ujung-ujung yang membundar.
Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-
ujung yang tajam
Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir
runcing dan tajam
Gambar 3.2 Bangun Butiran Sedimen
Gambar 3.3 Derajat Kebundaran Butiran
4. Kemas ( Fabric )
Kemas yaitu banyak sedikitnya rongga antar butir pada batuan
Sedimen. Batuan sediment yang memiliki kemas tertutup memiliki
sedikit ruang antar butir dan sebaliknya batuan sediment yang berkemas
terbuka berarti bahwa banyak ruang atau rongga antar butir yang
cendrung tertutup yang memilki ukuran butir pasir halus hingga
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 30
lempung karena pada ukuran tersebut cendrung sekali memiliki ruang
antar butiran.
B. Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari batuan
sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi
pembentuknya. Studi Struktur paling baik dilakukan di lapangan (Pettijhon,
1975 ). Menurut Selley, 1970, struktur sedimen yang terbentuk dapat dibagi
menjadi tiga macam yaitu :
1. Struktur Sedimen Pre-Depositional
Terbentuk sebelum pengendapan sedimen yang lebih muda dan dapat
dilihat pada permukaan bidang perlapisan.
Contoh: Grooves, Flutes, Scour Mark, Tool Markings
Gambar 3.4 Flute Cast
2. Struktur Sedimen Syn-Depositional
Terbentuk bersamaan dengan proses pengendapan Sedimen
Contoh : Cross Bedding, Graded Bedding, Lamination
Gambar 3.5 Cross Bedding Gambar 3.6 Graded Bedding
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 31
3. Struktur Sedimen Post-Depositional
Terbentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya
berhubungan dengan proses deformasi
Contoh: Slump, Load Cast, Flame Structure
Gambar 3.7 Slump Structure
Gambar 3.8 Flame Structure
Struktur batuan sedimen yang penting adalah perlapisan. Struktur ini umum
terdapat pada batuan Sedimen Klastik yang terbentuknya disebabkan beberapa
faktor antara lain:
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya struktur perlapisan
adalah :
Adanya perbedaan warna mineral.
Adanya perbedaan ukuran besar butir.
Adanya perbedaan komposisi mineral.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 32
Adanya perubahan macam batuan.
Adanya perubahan struktur sedimen
Adanya perubahan kekompakan
Macam - Macam Perlapisan :
1. Masif
Bila tidak menunjukkan struktur dalam ( Pettijohn & Potter, 1964 ) atau
ketebalan lebih dari 120 cm. ( Mc. Kee & Weir, 1953 )
2. Perlapisan Sejajar
Bila menunjukkan bidang perlapisan yang sejajar.
3. Laminasi
Perlapisan sejajar yang memiliki ketebalannya kurang dari 1 cm. Terbentuk
dari suspensi tanpa energi mekanis.
4. Perlapisan Pilihan
Bila perlapisan disusun oleh butiran yang berubah dari halus ke kasar pada arah
vertikal.
5. Perlapisan Silang Siur
Perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di atas
atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat intensitas
arus yang berubah-ubah.
Pada Bidang Perlapisan
Macam – macam yang penting antara lain :
Gelembur gelombang, terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angin
Rekah kerut , rekahan pada permukaan bidang perlapisan sebagai akibat proses
penguapan
Cetak suling , cetakan sebagai akibat pengerusan media terhadap batuan dasar
Cetak beban , cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis.
Bekas jejak organisme , bekas rayapan, rangka, apun tempat berhenti binatang
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 33
Gambar 3.9 Bentuk bentuk lapisan sedimen
Tabel 3. 2 Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee&Weir,
1953)
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 34
C. KOMPOSISI MINERAL
Komposisi mineral dari batuan sedimen klastik dapat dibedakan menjadi :
1. Fragmen
Fragmen adalah bagian butiran yang berukuran lebih besar, dapat berupa
pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang fosil dan zat organik.
2. Matrik (masa dasar)
Matrik adalah butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan
terletak diantaranya sebagai masa dasar. Matrik dapat berupa pecahan
batuan, mineral atau fosil.
3. Semen
Semen adalah material pengisi rongga serta pengikat antar butir sedimen,
dapat berbentuk Amorf atau Kristalin. Bahan bahan semen yang lazim
adalah :
Semen karbonat (kalsit dan dolomit)
Semen silika (kalsedon, kuarsit)
Semen oksida besi (limonit, hematit dan siderit)
Pada sedimen berbutir halus (lempung dan lanau) semen umumnya tidak
hadir karena tidak adanya rongga antar butiran.
III. 3. PEMERIAN BATUAN SEDIMEN NONKLASTIK
Pemerian batuan sedimen Non Klastik didasarkan pada :
1. Tekstur
Tekstur dibedakan menjadi :
a. Kristalin
Terdiri dari kristal-kristal yang interlocking. Untuk pemeriannya
menggunakan skala Wenthworth dengan modifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.3. Pemerian Batu Pasir dari skala Wentworth
Nama Butir Besar Butir (mm)
Berbutir kasar > 2
Berbutir sedang 1/16 – 2
Berbutir halus 1/256 – 1/16
Berbutir sangat halus < 1/256
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 35
b. Amorf
Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau metamorf
2. Struktur
Struktur batuan sedimen Non klastik terbentuk oleh reaksi kimia maupun
aktifitas organisme. Macam-macamnya :
a. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya fosil
b. Oolitik, struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non
klastik, bersifat konsentrisdengan diameter kurang dari 2 mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2 mm.
d. Konkresi, sama dengan oolitik namun tidak konsentris.
e. Cone in cone, strutur pada batu gamping kristalin berupa pertumbuhan
kerucut per kerucut.
f. Bioherm, tersusun oleh organisme murni insitu .
g. Biostorm, seperti bioherm namun bersifat klastik.
h. Septaria, sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri
khasnya adalah adanya rekahan-rekahan tak teratur akibat penyusutan
bahan lempungan tersebut karena proses dehidrasi yang semua celah-
celahnya terisi oleh mineral karbonat.
i. Goode, banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga yang
terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal
dapat berupa kalsit maupun kuarsa.
j. Styolit, kenampakan bergerigi pada batugamping sebagai hasil pelarutan.
3. Komposisi Mineral
Monomineralik Karbonat
III. 4. PEMERIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT
Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan
(lebih dari 50%) terdiri dari mineral-mineral atau garam-garam karbonat, yang
dalam praktek secara umum meliputi batugamping dan dolomit.
Dalam praktikum, akan disajikan klasifikasi sebagai berikut :
A. Batugamping Klastik :
Adalah Batugamping yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus batu
gamping asal. Contoh : Kalsirudit, Kalkarenit, Kalsilutit
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 36
B. Batugamping Non Klastik
Terbentuk dari proses kimia maupun aktifitas organisme dan umum
monomineralik. Dapat dibedakan :
Hasil biokimia : bioherm, biostorm
Hasil larutan kimia : travertin, tufa.
Hasil replacement : batu gamping fosfat, batu gamping, dolomit,
batugamping silikat, dll.
III. 5. PEMERIAN KARBONAT KLASTIK
Pemeriannya meliputi tekstur, struktur dan komposisi mineral.
A. Tekstur
Pemeriannya meliputi Tekstur, Struktur dan Komposisi Mineral.
Tabel 3.4 Ukuran butir Batan Sedimen Karbonat Klastik
Nama butir Ukurun butir (mm)
Rudite > 2
Arenit 0,062 –2
Lutite < 0,062
B. Struktur
Pemerian sama dengan batuan sedimen klastik.
C. Komposisi
Terdapat pemerian fragmen, matrik dan semen hanya terdapat perbedaan istilah
( Folk, 1954 ), meliputi :
a. Allochem : sama seperti fragmen pada batuan sedimen klastik.
Macam – macam Allochem :
Kerangka organisme (skeletal), berupa cangkang binatang atau
kerangka hasil pertumbuhan.
Interclas , merupakan butiran-butiran dari hasil abrasi batugamping
yang telah ada.
Pisolit , merupakan butiran-butiran oolit berukuran lebih dari 2 mm.
Pellet , Fragmen menyerupai oolit tetapi tidak menunjukkan struktur
konsentris.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 37
b. Mikrit, merupakan agregat halus berukuran 1-4 mikron, berupa kristal-
kristal karbonat terbentuk secara biokimia atau kimia langsung dari
presipitisasi dari air laut dan mengisi rongga antar butir.
c. Sparit, merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan,
berukuran halus (0,02-0,1 mm), dapat terbentuk langsung dari sedimentasi
secara insitu atau rekristalisasi dari mikrit.
III. 6. PEMERIAN KARBONAT NON KLASTIK
Pemeriannya sama dengan pemerian batuan sedimen Non Klastik lainnya
hanya saja dalam jenis batuan memakai Karbonat Non Klastik
Tabel 3.5 Nama-nama Batuan Karbonat
Tabel 3.6 Klasifikasi Batu Pasir menurut Pettijohn, (1973)
BATUAN KARBONAT
Klastik Non Klastik
Dominasi rombakan
Karbonat
Dominasi
Rombakan
Fosil
Pertumbuhan
Terumbu
Kristalin
> 2 mm
1 – 0,06
mm
< 0,06 mm
Kalsirudit
Kalkarenite
Kalsilutit
Batugamping
Bioklastik
Batugamping
Terumbu
Batugamping
Kristalin
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 38
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 39
CONTOH DISKRIPSI
BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Klastik
Warna : Coklat
Struktur : Laminasi
Tekstur : - Ukuran butir : Pasir Halus ( 0,125 – 0,25 mm )
- Derajat pembundaran : Rounded
- Derajat pemilahan : Baik
- Kemas : Tertutup
Komposisi : - Fragmen : Kuarsa
- Matrik : Hornblende
- Semen : Silika
Nama Batuan : Batupasir Silikaan
CONTOH DISKRIPSI
BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Non Klastik
Warna : Coklat
Struktur : Masif
Tekstur : Amorf
Komposisi : Monomeneralik Silika
Nama Batuan : Rijang ( SiO2 )
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 40
CONTOH DISKRIPSI
BATUAN SEDIMEN KARBONAT KLASTIK
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Klastik
Warna : Coklat
Struktur : Masif
Tekstur : - Ukuran butir : Arenite ( 0,062 – 1 mm )
- Derajat pembundaran : Rounded
- Derajat pemilahan : Baik
- Kemas : Tertutup
Komposisi : - Allochem : Interclast
- Mikrit : Kalsit
- Sparit : Karbonat
Nama Batuan : Kalkarenite
CONTOH DISKRIPSI
BATUAN SEDIMEN KARBONAT NONKLASTIK
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Non Klastik
Warna : Coklat
Struktur : Fossiliferous
Tekstur : Amorf
Komposisi : Monomeneralik Karbonat
Nama Batuan : Batugamping Berfosil
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 41
BAB IV
BATUAN METAMORF
Batuan metamorf adalah batuan yang dihasilkan dari perubahan–perubahan
fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Proses metamorf terjadi dalam keadaan
padat dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses–
proses rekristalisasi, orientasi dan pembentukan mineral–mineral baru dengan
penyusunan kembali elemen–elemen kimia yang sebenarnya telah ada.
Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3 – 20km)
yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa
melalui fasa cair. Proses metamorfosa suatu proses yang tidak mudah untuk dipahami
karena sulitnya menyelidiki kondisi di kedalaman dan panjangnya waktu.
Proses perubahan yang terjadi di sekitar muka bumi seperti pelapukan, diagenesa,
sementasi sedimen tidak termasuk ke dalam pengertian metamorfosa.
IV.1. TIPE-TIPE METAMORFOSA
A. Metamorfosa Lokal
Metamorfisme Kontak (Thermal)
Panas tubuh batuan intrusi yang diteruskan ke batuan sekitarnya,
mengakibatkan metamorfosa kontak dengan tekanan berkisar antara 1000–
3000 atm dan temperatur 300–8000C. Pada metamorfisme kontak, batuan
sekitarnya berubah menjadi hornfels atau hornstone (batutanduk). Susunan
batu tanduk itu sama sekali tergantung pada batuan sedimen asalnya
(batulempung) dan tidak tergantung pada jenis batuan beku di sekitarnya.
Pada tipe metamorfosa lokal ini, yang paling berpengaruh adalah faktor suhu
disamping faktor tekanan, sehingga struktur metamorfosa yang khas adalah
non foliasi, antara lain hornfels itu sendiri.
Metamorfisme Dislokasi/Dinamik/Kataklastik
Batuan ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, seperti di sekitar
sesar. Pergerakan antar blok batuan akibat sesar memungkinkan akan
menghasilkan breksi sesar dan batuan metamorfik dinamik.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 42
B. Metamorfosa Regional
Metamorfisme Regional Dinamotermal
Metamorfosa regional terjadi pada daerah luas akibat orogenesis. Pada
proses ini pengaruh suhu dan tekanan berjalan bersama-sama.Tekanan yang
terjadi di daerah tersebut berkisar sekitar 2000 – 13.000 bars ( 1 bar = 10 6
dyne/cm2), dan temperatur berkisar antara 200 – 800
0.C.
Metamorfisme Beban
Metomorfisme regional yang terjadi jika bauan terbebani oleh sedimen yang
tebal di atasnya. Tekanan mempunyai peranan yang penting daripada suhu.
Metamorfisme ini umumnya tidak disertai oleh deformasi ataupun perlipatan
sebagaimana pada metamorfisme dinamotermal. Metamorfisme regional
beban, tidak berkaitan dengan kegiatan orogenesa ataupun intrusi magma.
Temperatur pada metamorfisma beban lebih rendah daripada metamorfisme
dinamotermal, berkisar antara 400–450 oC. Gerak-gerak penetrasi yang
menghasilkan skistositas hanya aktif secara setempat, jika tidak, biasanya
tidak hadir.
Metamorfisme Lantai Samudera
Batuan penyusunnya merupakan material baru yang dimulai
pembentukannya di punggungan tengah samudera. Perubahan mineralogy
dikenal juga metamorfisme hidrotermal (Coomb, 1961). Dalam hal ini
larutan panas (gas) memanasi retakan-retakan batuan dan menyebabkan
perubahan mineralogi batuan sekitarnya. Metamorfisme semacam ini
melibatkan adanya penambahan unsur dalam batuan yang dibawa oleh
larutan panas dan lebih dikenal dengan metasomatisme.
IV. 2. PEMERIAN BATUAN METAMORF
A. Struktur
Struktur dalam batuan metamorf dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
1. Struktur Foliasi (schistosity) :
Dimana mineral baru menunjukkan penjajaran mineral yang planar.
Seringkali terjadi pada metamorfisme regional dan kataklastik. Struktur
foliasi yang menunjukkan urutan derajad metamorfosa dari rendah ke
tinggi:
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 43
a. Slatycleavage
Berasal dari batuan sedimen (lempung) yang berubah ke metamorfik,
sangat halus dan keras, belahannya rapat, mulai terdapat daun-daun
mika halus, memberikan warna kilap, klorit dan kuarsa mulai hadir.
Umumnya dijumpai pada batuan sabak/slate.
b. Filitik/Phylitik
Rekristalisasi lebih kasar daripada slatycleavage, lebih mengkilap
daripada batusabak, mineral mika lebih banyak dibanding
slatycleavage. Mulai terdapat mineral lain yaitu tourmaline. Contoh
batuannya adalah filit.
c. Schistosa
Merupakan batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfose
regional, sangat jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti
mika, talk, klorit, hematit dan mineral lain yang berserabut. Terjadi
perulangan antara mineral pipih dengan mineral granular dimana
mineral pipih lebih banya daripada mineral granular. orientasi
penjajaran mineral pipih menerus
d. Gneistosa
Jenis ini merupakan metamorfosa derajad paling tinggi, dimana dimana
terdapat mineral mika dan mineral granular, tetapi orientasi mineral
pipihnya tidak menerus/terputus.
2. Struktur Non Foliasi :
Dimana mineral baru tidak menunjukkan penjajaran mineral yang planar.
Seringkali terjadi pada metamorfisme kontak/termal. Pada struktur non
foliasi ini hanya ada beberapa pembagian saja, yaitu :
a. Granulose/Hornfelsik
Merupakan mozaik yang terdiri dari mineral-mineral equidimensional
serta pada jenis ini tidak ditemukan tidak menunjukkan cleavage
(belahan). Contohnya antara lain adalah marmer, kuarsit.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 44
b. Liniasi
Pada jenis ini, akan ditemukan keidentikan yaitu berupa mineral-
mineral menjarum dan berserabut, contohnya seperti serpentin dan
asbestos.
c. Kataklastik
Suatu struktur yang berkembang oleh penghancuran terhadap batuan
asal yang mengalami metamorfosa dinamo.
d. Milonitik
Hampir sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya lebih halus
dan dapat dibelah-belah seperti skistose. Struktur ini sebagai salah satu
ciri adanya sesar.
e. Filonitik
Hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya lebih halus
lagi.
f. Flaser
Seperti struktur kataklastik, dimana struktur batuan asal berbentuk lensa
tertanam pada masa dasar milonit.
g. Augen
Suatu struktur batuan metamorf juga seperti struktur flaser, hanya lensa-
lensanya terdiri dari butir-butir felspar, dalam masa dasar yang lebih
halus.
B. Tekstur
Mineral batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang terjadi karena
kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan bukan mengkristal dalam suasana
cair. Karena itu kristal yang terjadi disebut blastos. Tekstur pada batuan
metamorf dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kristaloblastik, yaitu tektur pada batuan metamorf yang sama sekali baru
terbentuk pada saat proses metamorfisme dan tekstur batuan asal sudah
tidak kelihatan.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 45
a. Porfirobalstik
Seperti tekstur porfiritik pada batuan beku dimana terdapat masa dasar
dan fenokris, hanya dalam batuan metamorf fenokrisnya disebut
porfiroblast.
b. Granoblastik
Tektur pada batuan metamorf dimana butirannya seragam.
c. Lepidoblastik
Dicirikan dengan susunan mineral dalam batuan saling sejajar dan
terarah, bentuk mineralnya tabular.
d. Nematoblastik
Di sini mineral-mineralnya juga sejajar dan searah hanya mineral-
mineralnya berbentuk prismatis, menyerat dan menjarum.
e. Idioblastik
Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya
berbentuk euhedral (baik).
f. Hipidiobalstik
Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya
berbentuk subhedral (sedang).
g. Xenobalstik
Tektur pada batuan metamorf dimana mineral-mineral pembentuknya
berbentuk anhedral (buruk).
2. Palimsest (Tekstur Sisa)
a. Blastoporfiritik
Sisa tektur porfiritik batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.
b. Blastofitik
Sisa tektur ofitik pada batuan asal (batuan beku) yang masih nampak.
c. Blastopsepit
Tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir lebih
besar dari pasir (psepit).
d. Blastopsamit
Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
pasir (psemit).
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 46
e. Blastopellit
Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
lempung (pelit).
C. KOMPOSISI MINERAL
Berdasarkan bentuk kristal / mineralnya, dibagi menjadi :
A. Mineral Stress, merupakan mineral yang stabil dalam kondisi tertekan,
dimana mineral ini berbentuk pipihatau tabular, prismatik. Mineral ini
tumbuh memanjang dengan kristal tegak lurus gaya.
Contohnya: Mika, Zeolit, Tremolit, Aktinolit, Glaukofan, Horblende,
Serpentin, Silimanit, Kyanit, Antofilit.
B. Mineral Antistress, merupakan mineral yang terbentuk bukan dalam
kondisi tekanan, umumnya berbentuk equidimensional.
Contohnya : Kuarsa, Garnet, Kalsit, Staurolit, Feldpar, Kordierit, Epidot.
Berdasarkan jenis metamorfismenya mineral ini khas muncul pada jenis
metamorfisme tertentu seperti :
Pada metamorfisme regional
Kyanit, Staurolit, Garnet, Silimanit, Talk, Glaukofan.
Pada metamorfisme termal
Garnet, Andalusit, Korondum.
IV. 3. PENAMAAN BATUAN METAMORF
Penamaan batuan metamorfik dimaksudkan untuk mengenali dan
memberikan informasi yang berarti pada batuan tersebut. Ada 5 kriteria utama
dalam penamaannya, yaitu :
1. Asal batuan semula
2. Mineralogi batuan metamorf
3. Tektsur
4. Penamaan secara khusus
5. Tekstur dan mineralogi
Istilah metabasit, metapelit adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan
beku dan batuan sedimen, metasedimen, metabatupasir, metagranit, semua
mengisyaratkan batuan semula. Skis, Gneis, Hornfels, filit adalah penamaan
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 47
berdasarkan pada terktur batuan metamorf tersebut. Kuarsit, Serpentinit, adalah
penamaan berdasarkan mineralogi.
Slate adalah batuan metamorf derajad sangat rendah, disusun oleh mineral
pilosilikat sangat halus tersusun membentuk orientasi kesejajaran yang
memperlihatkan lembaran.
Filit adalah bertektur skistose tetapi disusun oleh mineral pilosilikat yang
halus (dalam ukuran 0,1-1 mm)
Sekis ditandai dengan penjajaran mineral pipih berukuran >1 mm sehingga
mudah dikenali dengan mata telanjang. Pada sekis tampak kehadiran mineral
pipih lebih melimpah daripada mineral granular.
Gneis berkristal sangat besar, dapat mencapai beberapa milimeter dan mineral
tabularnya memperlihatkan foliasi. Batuan ini didominasi oleh mineral
granular daripada mineral pipih (tabular/prismatik) yang menjajar. Istilah
ortogenes dipakai untuk genes yang berasal dari batuan beku dan paragenes
untuk genes yang berasal dari batuan sedimen.
Milonit merupakan batuan metemorf kataklastik yang disusun oleh matrik
antara 50 hingga 90 % dan sisanya berupa porfiroklas. Jika hampir
keseluruhan terdiri dari matriks dan porfirokals kurang dari 10 % maka
disebut ultra milonit. Pilonit adalah batuan metamorf kataklastik yang kaya
akan mineral pilosilikat yang secara khas memperlihatkan seperti slate.
Sedangkan batuan metamorfik yang bertekstur granoblastik di sekitar interusi
dikenal dengan hornfels.
Berikut adalah nama-nama batuan metamorf berdasarkan penamaan yang
khas padanya:
Sekis Hijau adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa,
berwarna hijau, berfoliasi, berderajad rendah, umumnya disusun oleh klorit,
epidot, aktinolit.
Sekis Biru adalah berasal dari batuan beku, berwarna gelap kebiruan, pada
derajad sangat rendah, tekstur berfoliasi, warnanya berasal dari melimpahnya
amfibol Na terutana glaukofan dan krosit.
Amfibolit utamanya disusun oleh mineral hijau gelap, horblende dan
plagioklas dengan ditambah berbagai mineral aksesori.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 48
Serpentinit adalah batuan berwarna hijau, hitam atau kemerah-merahan,
disusun secara mencolok oleh serpentin. Batuan ini berasal dari batuan beku
ultrabasa.
Eklogit adalah batuan metamorf berkomposisi utama garnet dan amfasit
(piroksen klino hijau rumput) tanpa plagioklas dengan sedikit mineral aksesori
kuarsa, kyanit, amfibol, zeosit dan rutil.
Granulit adalah batuan metamorf dicirikan dengan tekstur granobalstik,
berukuran butir seragam bahkan membentuk kristal yang sempurna
(poligonal) dan mineral penyusunnya terbentuk pada temperatur tinggi seperti
feldpar, piroksen, amfibol.
Magmatit adalah pencampuran batuan metamorf, skis atau gneis pada derajad
tinggi berselang seling dengan urat-urat batuan beku berkomposisi granitic
hasil anateksis.
Modul Praktikum Petrologi 2012-2013
Laboratorium Petrologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2013 49
DAFTAR PUSTAKA
1. Anthony Hall, 1989, Igneous Petrology, Longman Inc, New York, h 573.
2. Blatt, H. Middleton, dan G. Murray. R., 1979. Origin of Sedimentary Rock,
Prince-Hall, Englewood, Dlifs.
3. Ehler,E.G., dan Blatt, H., 1982, Petrology Igneous, Sedimentary and
Metamorphic, Freeman, Cooper & Company, United State of America, h 732.
4. Fisher, R.V. dan Scmincke, H.U, 1984, Pyroklastic Rocks, Springer Verlag, h 472
5. Huang, W.T., 1962, Petrology, Mc.Graw Hill Book Company, New York, San
Fransisco, Toronto, London.
6. Jackson K.C., 1970, Text Book of Lithology, Mc. Graw Hill Book Company,
New York.
7. Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip-prinsip Sedimentasi, Departemen Teknik
Geologi, ITB.
8. Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rock, Third Edition, Marker and Bow
Publisher.
9. Williams, H, Turner, F.J dan Gilbert C.M., 1954, Petrography ; An Introduction
to he study of rocks in thin section, 2st edition, W.H. Freeman and ompany,
i. New York, h 626
10. Winkler H.G.F., 1975, Petrogenesis of Metamorphic Rocks, 2nd
Edition, Spring-
Verlag, New York Inc.
11. Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis A Global Tectonic Approach, London :
i. Depart of Earth Sciences, University of Leeds, h 466
12. Yardley B.W.D, 1989, An Introduction to Metamorphic Petrology, 1st Edition,
John Willey and Sons Inc.