MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian...

47
MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN OLEH LATIFAH, SE, MM Program Studi Komputerisasi Akuntansi AMIK BSI Pontianak Ganjil 2016/2017

Transcript of MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian...

Page 1: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

MODUL

PENGANTAR PERPAJAKAN

OLEH

LATIFAH, SE, MM

Program Studi Komputerisasi Akuntansi

AMIK BSI Pontianak

Ganjil 2016/2017

Page 2: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

ii

Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan modul Pengantar Perpajakan. Modul ini disusun sebagai tambahan bahan

pengembangan bahan ajar Program Studi Komputerisasi Akuntansi AMIK BSI Pontianak.

Modul dapat digunakan dalam pembuatan bahan ajar, proses belajar mengajar sebagai

pendamping referensi lainnya. Modul ini dapat digunakan oleh dosen maupun mahasiswa dan

tersedia di Perpustakaan AMIK BSI Pontianak. Kami menyadari masih banyak kekurangan

dalam penyusunan modul ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

demi perbaikan dan kesempurnaan modul ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu proses

penyelesain modul ini, terutama kepala program Studi Sistem informasi Akuntasi Universitas

Bina Sarana Informatika , yang telah membimbing penyusun dalam pembuatan modul ini.

Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para peserta didik.

Pontianak, September 2016

Penyusun

Page 3: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

iii

Daftar Isi

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 DASAR DASAR PERPAJAKAN

A. Pengertian dan Sistem Perpajakan di Indonesia ............................ 1

B. Unsur Perpajakan ........................................................................ 2

C. Kedudukan Hukum Pajak ............................................................ 3

BAB 2 TATA UMUM DAN CARA PERPAJAKAN

A. Tata Cara Pemungutan Pajak ........................................................ 4

B. Asas Pemungutan Pajak ............................................................... 5

C. Timbul Dan Hapusnya Utang Pajak............................................... 8

D. Subjek Pajak ................................................................................ 9

BAB 3 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. Pengertian .................................................................................... 12

B. Pemotong PPh Pasal 21 ................................................................ 12

C. Subjek PPh Pasal 21 .................................................................... 13

D. Bukan Subjek PPh Pasal 21 ......................................................... 13

E. Objek PPh Pasal 21....................................................................... 14

F. Bukan Objek PPh Pasal 21 ........................................................... 14

G. Ketentuan Lain ............................................................................. 15

D. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 .................................................... 15

BAB 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. PPh Pasal 22 Pemungut ............................................................... 21

B. Dikecualikan dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ......... 23

C. Saat terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22 ................................... 25

BAB 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. Pemotong PPh Pasal 23 .............................................................. 26

B. Tarif dan Objek PPh Pasal 23 ..................................................... 26

BAB 6 PPH PASAL 4 AYAT 2

A. PPh Final atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank

Indonesia ................................................................................... 27

B. PPh Final atas Bunga Obligasi .................................................... 28

Page 4: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

iv

C. PPh Final atas Bunga Simpanan Koperasi ................................... 29

D. PPh Final atas Hadiah Undian .................................................... 29

F. PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan .... 29

E. PPh Final atas Penjualan Saham di Bursa Efek ........................... 30

G. PPh Final atas Jasa Konstruksi..................................................... 31

BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)................................... 35

B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).......................................... 35

C. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)............................................ 35

D. Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan

Melaporkan PPN.......................................................................... 35

E. Barang atau Jasa yang Dikenakan PPN......................................... 36

F. Tarif PPN...................................................................................... 37

BAB 8 PAJAK DAERAH

A. Pengertian Pajak Daerah............................................................... 38

B. Fungsi Pajak Daerah..................................................................... 38

BAB 9 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. Pajak Bumi Dan Bangunan ............................................................ 40

B. Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA 43

Page 5: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

1

BAB 1

DASAR DASAR PERPAJAKAN

Perpajakan di Indonesia diatur melalui pasal 23A UUD 1945 dan

peraturan lainnya seperti UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Berbicara mengenai perpajakan di Indonesia, sudah tentu

cakupan bahasannya akan sangat meluas. Namun, dalam artikel ini, pokok

bahasan hanya dikerucutkan pada tiga tema besar yakni sejarah, sistem dan dasar

hukum perpajakan.

A. Pengertian dan Sistem Perpajakan di Indonesia

Pajak adalah kontribusi wajib yang diberikan wajib pajak kepada negara. Saat

membayarkan pajak, negara tidak memberikan imbalan langsung. Pajak pun

bersifat memaksa dan hasil pungutannya tersebut harus digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sbb :

1. Iuran dari rakyat kepada negara

2. Pemungutannya berdasarkan undang-undang

3. Tanpa jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk atau kontraprestasi

4. Digunakan untuk membiayai pembangunan negara.

Di Indonesia, pajak dikategorikan berdasarkan tiga hal. Pertama, berdasarkan

golongannya/cara pemungutannya (pajak langsung dan pajak tidak langsung).

Kedua, berdasarkan sifatnya (pajak subjektif dan pajak objektif). Ketiga,

berdasarkan lembaga pemungutannya (pajak pusat dan pajak daerah).

Sejak tahun 1983, pemerintah Indonesia telah mengubah sistem pemungutan

pajak yang semula menggunakan official assessment (dipakai saat era kolonial

Belanda) menjadi self assessment. Apa perbedaan dua sistem tersebut? Salah satu

inti perbedaan dari dua sistem pemungutan pajak ini adalah wewenang

menetapkan besaran pajak terutang. Jika pada official assessment, wewenang

penetapan besaran pajak ada pada pemerintah, sedangkan pada self assessment

wewenang tersebut ada pada wajib pajak. Di era pra kolonial (sebelum masuknya

Belanda), pajak dikenal dengan istilah upeti. Upeti dipungut oleh raja untuk

kepentingan pribadi dan operasional kerajaannya. Contohnya seperti membangun

istana atau membiayai rumah tangga kerajaan. Jenis pajak yang diberlakukan di

era ini misalnya pajak tol dan pajak candu. Saat Indonesia dijajah oleh Belanda,

saat itulah sistem kita mengenal sistem perpajakan modern. Salah satu jenis pajak

yang berlaku saat itu di antaranya pajak rumah tinggal yang diberlakukan tahun

1839 dan pajak usaha (https://www.online-pajak.com/perpajakan-di-indonesia-sejarah-sistem-dan-dasar-hukumnya)

Pemerintah Kolonial Belanda juga membedakan besar tarif pajak berdasarkan

kewarganegaraan wajib pajak. Pada tahun 1885 misalnya, pemerintah

memberlakukan kenaikan pajak tinggal untuk warga Asia menjadi 4%.

Pada era pra kemerdekaan, penjajah Belanda dan Inggris juga telah

Page 6: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

2

memperkenalkan sistem pemungutan pajak yang sistematis.

Setelah tahu bagaimana sejarah perpajakan di Indonesia, kini kita akan

membahas dasar hukum perpajakan di Indonesia pada era kemerdekaan. Untuk

lebih jelasnya lagi, berikut ini berbagai dasar hukum yang mengatur perpajakan di

Indonesia.

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur

dalam UU No. 6/1983 dan diperbarui oleh UU No. 16/2000.

2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No. 7/1983

dan diperbarui oleh UU No. 17/2000.

3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur

oleh UU No. 8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.

4. Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur dalam UU No.

19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000.

5. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU N0. 14/2002.

Di samping memiliki dasar hukum, perpajakan di Indonesia juga memiliki

asas yang jelas. Berikut ini berbagai asas perpajakan yang berlaku di Indonesia.

1. Asas Finansial.

2. Asas Ekonomis.

3. Asas Yuridis.

4. Asas Umum.

5. Asas Sumber.

6. Asas Kebangsaan atau Nasionalitas.

7. Asas Wilayah atau Teritorial.

B. Unsur Perpajakan

Fungsi pajak :

1. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (Reguler).

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi.

Syarat-syarat Pemungutan Pajak

1. Keadilan

Pemungutan pajak harus adil, sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai

keadilan maka undangundang dan pelaksanaan pemungutan pajak harus

adil,dengan memperhatikan kondisi - kondisi tertentu.

2. Syarat Yuridis

Pemungutan pajak harus berdasarkan undangundang untuk memberikan jaminan

hukum dan menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun

warga negara.

3. Syarat Ekonomis

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan.

4. Syarat Efisien. Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat

Page 7: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

3

ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Syarat Sederhana

Sistem pemungutan pajak harus sederhana sehingga akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

C. Kedudukan Hukum Pajak

Hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Hukum Perdata : Mengatur hubungan antara satu individu

dengan individu lainnya.

2. Hukum Publik : Mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Hukum publik ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :

a. Hukum Tata Negara

b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)

c. Hukum Pajak

d. Hukum Pidana

1. Menurut Golongan :

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain.

2. Menurut Sifatnya :

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,

dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

b. Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib

Pajak.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah.

Page 8: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

4

BAB 2

TATA UMUM DAN CARA PERPAJAKAN

A. Tata Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak

a. Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek

(penghasilan yang nyata).

b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu

aggapan yang diatur oleh undang-undang.

c. Stelsel Campuran Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang

bertempat tinggal di wilayah pabean indonesia, sekalipun penghasilan

diperoleh dari luar negeri.

b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah

(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang dan

kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya

pajak yang terutang.

c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak

ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk

menentukan pajak yang terutang oleh wajib pajak.( https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/mengenal-penerapan-stelsel-pajak-di-indonesia/)

Dalam mendukung kelancaran sistem pemungutan pajak agar berjalan efektif,

terdapat 4 prinsip pajak yang harus dijalankan dalam pelaksanaan pemungutan

pajak.

1. Prinsip Keadilan (Equity)

Keadilan vertikal maupun keadilan horizontal dalam pemungutan pajak harus

dipenuhi. Prinsip keadilan intinya memperhatikan pengenaan pajak secara

umum serta sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak atau sebanding dengan

tingkat penghasilannya. Keadilan horizontal yaitu pembayar pajak dengan

kondisi sama atau sejajar akan dikenai beban pajak yang sama. Sementara

keadilan horizontal yaitu ketika pembayar pajak dengan jumlah penghasilan

lebih besar akan menanggung beban pajak lebih besar dibanding pembayar

pajak dengan penghasilan kecil.

Page 9: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

5

2. Prinsip Kepastian (Certainty)

Pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan terdapat kepastian

dan jaminan hukum. Prinsip kepastian memberikan kemudahan bagi Wajib

Pajak mengenai objek pengenaan pajak, besaran pajak atau dasar pengenaan

pajak, serta segala tata cara dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hal

tersebut dimaksudkan agar mudah dimengerti oleh Wajib Pajak dan

memudahkan administrasi.

3. Prinsip Kecocokan/Kelayakan (Convience)

Pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan Wajib Pajak serta

hendaknya sejalan dengan sistem self assessment. Artinya, pemerintah

mengutamakan serta memperhatikan layak atau tidaknya seseorang dikenakan

pajak, sehingga orang yang dikenai pajak akan senang hati dan tulus

memenuhi dan membayar kewajiban pajaknya.

4. Prinsip Ekonomi (Economy)

Pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya

pemungutan pajak dan harus proporsional. Pemerintah akan menerapkan

sistem perpajakan yang efektif dan efisien, seperti biaya pemungutan pajak

yang rendah. Jangan sampai biaya pemungutan lebih tinggi dari beban pajak

yang dikenakan.

(https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prinsip-pajak-di-indonesia/)

B. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith

Dalam bukunya yang berjudul “Wealth of Nations” dengan konsep yang dikenal

dengan The Four Maxims, ia menyebutkan bahwa ada 4 asas pemungutan pajak,

yakni (https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/publik/asas-pemungutan-pajak) :

1. Asas Equality (keseimbangan atau keadilan)

Asa ini mengharuskan negara menyesuaikan dengan kemampuan dan

penghasilan warga negaranya ketika ingin melakukan pemungutan pajak.

Dengan ini negara tidak diperkenankan bertindak deskriminatif atau

seenaknya sendiri dalam melakukan pemungutan pajak bagi wajib pajak

(orang yang wajib membayar pajak). Keadilan di sini tidak berarti semua

pihak membayar pajak yang sama namun harus sesuai dengan yang

mereka miliki, misalnya ketika wajib pajak tersebut kemampuannya lebih

dan harta yang dimiliki banyak, otomatis pajaknya juga tinggi, berbeda

dengan wajib pajak yang memiliki kemampuan rendah atau standart,

otomatis pajak yang dikenakn padanya juga standart. Inilah yang disebut

dengan adil dalam asas pemungutan pajak ini.

2. Asas Certainty (kepastian hukum)

Pemungutan pajak harus ada aturan dan dasar yang jelas dengan sanksi

hukum yang tegas, hal ini dimaksudkan agar pemungutan pajak tetap

dalam koridor yang benar dan tidak ada penyelewengan. Penetapan pajak

harus transparan dan sesui dengan hukum yang berlaku yaitu berupa

Undang-undang yang berlaku di setiap negara. Dengan begitu wajib pajak

yang tidak bersedia atau telat membayar pajak maka akan dikenakan

sanksi atau hukuman berupa administrasi maupun pidana. Begitu pula

dengan pihak yang berwajib jika melakukan penyelewengan dalam

Page 10: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

6

pemungutan pajak akan mendapatkan sanksi yang setimpal.

3. Asas Convinience of Payment (tepat waktu)

Pemungutan pajak harus dilaksanakan pada waktu yang tepat, dimana

wajib pajak tidak keberatan atau kesulitan saat membayar tanggungan

pajaknya. Tepat waktu disini diartikan pemungutan pajak dilaksanakan

pada waktu itu, waktu dimana wajib pajak mendapat gajian ataupun

mendapat hadiah. Hal ini dimaksudkan agar pajak tidak memberatkan para

wajib pajak. Bisa kita bayangkan ketika wajib pajak telah membelanjakan

harta yang dimilikinya dan ketika itu dipungut pajak, maka mereka akan

merasa keberatan.

4. Asas Effeciency (efisiensi atau ekonomis)

Pelaksanaan pemungutan pajak harus dilakukan secara seefisien mungkin.

Karena pada dasarnya pendapatan dari pemungutan pajak digunakan untuk

biaya operasional suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan

pajak memang harus tepat dan benar agar tujuan dari pemungutan pajak

bisa tercapai. Untuk lebih jelasnya arti dari efisiensi dalam pemungutan

pajak adalah biaya yang didapat dari pemungutan pajak lebih besar

daripada biaya pelaksanaan pemungutan pajak.

Menurut W.J Langen Ada beberapa asas yang harus dimiliki dalam pemungutan

pajak, yakni :

1. Asas daya pikul Daya pikul disini diartikan bahwa beban pajak yang dibebankan kepada

wajib pajak tidak boleh sampai lebih dari kemampuan mereka, jumlah

pajak yang harus dibayarkan harus sesuai dengan harta, pendapatan yang

dimiliki oleh wajib pajak tersebut. Semakin tinggi pendapatan yang

dimiliki wajib pajak maka semakin tinggi pula pajak yang harus

dibayarkan olehnya juga tinggi, sebaliknya bagi wajib pajak yang

memiliki pendapatan standart atau kecil, maka jumlah pajak yang harus

dibayarkan juga kecil.

2. Asas manfaat Hasil dari pemungutan pajak harus digunakan atau dimanfaatkan untuk

kepentingan umum atau kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Asas ini juga

bermakna uang dari warga harus kembali lagi ke warga, maksudnya

adalah wajib pajak bisa merasakan apa yang telah mereka berikan kepada

negara.

3. Asas kesejahteraan Pada dasarnya pemungutan pajak bertujuan untuk menciptakan sebuah

kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang ada di negara tersebut. Karena

dengan adanya pajak maka pemerataan pendapatan ataupun kesejahteraan

warga negara tersebutAsas kesamaan

4. Pemungutan pajak harus diberlakukan sama kepada setiap negara yang

memenuhi kriteria wajib pajak. Tidak ada yang namanya unsur

kekeluargaan, teman atau apapun itu. Yang penting semua warga negara

yang memenuhi kriteria wajib pajak harus memnuhi kewajibannya.

5. Asas beban minimum

Page 11: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

7

Untuk masalah pemungutan pajak diusahakan harus memperhatikan

keringanan pada wajib pajak. Dimana jumlah pajak yang dibayarkan lebih

kecil dari nilai objek pajak tersebut. Dengan tujuan agar pajak ini tidak

menjadi sesuatu yang memberatkan wajib pajak.

Menurut Adolf Wagner

pemungutan pajak dibagai menjadi beberapa bagian, antara lain :

1. Asas politik finansial Pemungutan pajak bertujuan untuk memnuhi kebutuhan negara dengan

berbagai kegiatan yang akan dilaksanakannya. Dengan begitu aspek

finansial suatu negara menjadi perhatian penting bagi pelaksanaan

pemungutan pajak, yang dimana hasil yang diperoleh dari pajak langsung

diarahkan pada finansial negara yang berupa pemenuhan biaya semua

kegiatan negara, perawatan fasilitas umum, pembangunan dan lain

sebagainya.

2. Asas ekonomi Asas ekonomi disini diartikan sebagai penetapan objek pajak, dimana

pemungutan pajak harus sesuai dengan objek pajaknya. Misalnya, pajak

pendapatan, pajak barang-barang mewah atau antik, pajak bangunan, pajak

hadiah dan lain sebagainya. Dengan adanya asas ini tidak menutup

kemungkinan satu individu atau satu wajib pajak bisa membayar pajak

lebih dari satu bagian. Contohnya ketika saat itu ia telah mendapat gaji

serta mendapat hadiah undian. Jadi pajak yang harus dibayarkan ada dua

yakni pajak pendapatan dan pajak hadiah.

3. Asas keadilan Keadilan disini diartikan sebagai asas yang menjunjung tinggi keadilan,

tanpa mengenal deskriminasi atau pandang bulu dalam melakukan

pemungutan pajak. Adil di sini memiliki cakupan yang luas, mulai dari

pelayanan yang diberikan antara pihak satu dan lainnya harus sama,

jumlah pajak yang dibayarkan harus sepadan dengan apa yang mereka

miliki dan masih banyak lainnya.

4. Asas administrasi Asas administrasi disini menyangkut beberapa aspek penting dalam

pemungutan pajak seperti kepastian pembayaran pajak yang cakupannya

tentang kapan, dimana dan berapa lama dispensasi pembayaran pajak

harus dilakukan, selain itu juga tentang cara pemungutan pajak, dalam hal

ini harus luwes, tidak memberatkan dan tanpa paksaan dalam pembayaran

pajak. Yang terakhir adalah jumlah atau besarnya pajak yang harus

dibayarkan.

5. Asas yuridis Kata yuridis berarti hukum. Bisa dibilang pemungutan pajak

pelaksanaannya harus sesuai dengan hukum dan mendapat perlindungan

hukum. Hukum disini adalah perundang-undangan suatu negara. Hal ini

dimaksudkan agar pemungutan pajak tidak akan terjadi penyelewengan

atau kesalahan serta tidak ada pihak yang dirugikan.

Asas Pemungutan Pajak Secara Umum

Page 12: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

8

Itulah beberapa asas pemungutan pajak menurut beberapa ahli, namun

tidak hanya itu saja asas dari pemungutan pajak. Secara umum ada

beberapa asa pemungutan pajak, antara lain :\

1. Asas Domisili (kependudukan)

Asas ini menjjelaskan tentang pemungutan pajak diberlakukan kepada

setiap wajib pajak sesuai domisili mereka berada. Domisili diartikan

sebagai tempat tinggal dari wajib pajak tersebut. Asas domisili ini

diartikan bahwa ppemungutan pajak diberlakukan kepada setiap warga

negara yang berdomisili di negara tersebut. Tidak peduli dari mana

pendapatan yang ia dapatkan baik dari luar maupun dalam negeri selama ia

masih berdomisili di negara trersebut maka ia wajib untuk membayar

pajak kepada negara. Hal ini diberlakukan kepada perorangan maupun

suatu lembaga. Misalkan ada suatu lembaga milik asing atau badan usaha

yang menetap di Indonesia, maka mereka wajib menyetorkan pajak kepada

pemerintah Indonesia. (Baca juga : peran pemerintahan sebagai pelaku

ekonomi)

2. Asas sumber

Maksud dari asas ini adalah perlakuan pemungutan pajak disesuaikan

dengan sumber dimana ia mendapatkan pendapatan. Jadi tidak peduli

dimana atau darimana wajib pajak tersebut, selama ia mendapatkan

pendapatan atau sumber pendapatannya dari negara itu maka ia wajib

membayarkan pajak ke negara tersebut. Contohnya : ada seorang asing

atau tidak berasal dari Indonesia, tapi ia bekerja di Indonesia dan

mendapat gajian dari pemerintah Indonesia, maka orang tersebut wajib

membayar pajak ke negara Indonesia. (Baca juga : peran Bank Indonesia)

3. Asas kebangsaan (nasionalitas)

Asas kebangsaan diartikan sebagai kewajiban seorang warga negara

untuk tetap menytorkan kewajiban pajaknya kepada negara meskipun

saat itu dia tidak berada di negaranya, bisa saat dia bekerja ke luar,

bisnis di luar dan sebagainya. Selama dia masih menjadi warga negara

tersebut secara resmi maka tetap dipungut pajak. Contohnya ada

seorang pekerja asal Indonesia yang bekerja di Malaysia selama 6

bulan. Dalam rentang itulah orang ini mendapatkan income maka wajib

membayar pajak ke negara ia berasal.

C. Timbul Dan Hapusnya Utang Pajak 1. Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena berlakunya undangundang.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal : 1. Pembayaran

2. Kompensasi

3. Daluwarsa (Kadaluarsa)

4. Meninggal dunia

5. Pembebasan dan penghapusan

Page 13: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

9

Hambatan Pemungut Pajak Dikelompokkan menjadi : 1. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :

- Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

- Sistem perpajakan yang sulit dipahami masyarakat

- Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakandan perbuatan yang

secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain :

-Tax avoindance, Usaha meringankan beban pajak dengan tidak melapor keadaan

sesungguhnya.

2. Perlawanan aktif

Meliputi semua usaha melanggar undang-undang.

-Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara yang

melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

Tarif Pajak Ada 4 macam tarif pajak :

1. Tarif sebanding/Proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlahyang dikenai

pajak.(Contoh : PPN)

2. Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai

pajak.(Contoh: Meterai Rp 6.000,-)

3. Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak

semakin besar.(Contoh: PPh)

4. Tarif degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai

pajak(Dasar pengenaan pajaknya) semakin besar.

D. SUBJEK PAJAK

Subjek Pajak Penghasilan Yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah:

1. orang pribadi;

2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

3. badan; adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik

negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan

bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap

bentuk usaha tetap ; adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

Page 14: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

10

a. tempat kedudukan manajemen;

b. cabang perusahaan;

c. kantor perwakilan;

d. gedung kantor;

e. pabrik;

f. bengkel;

g. gudang;

h. ruang untuk promosi dan penjualan;

i. pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;

l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang

dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;

n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau

menanggung risiko di Indonesia; dan

p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau

digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan

usaha melalui internet.

Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek Pajak dalam negeri adalah:

1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada

di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang

pribadi yang dalam 8 Pajak Penghasilan suatu tahun pajak berada di Indonesia

dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; Kewajiban pajak

subjektif orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan,

berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada

saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

2. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah; dan

d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;

Kewajiban pajak subyektif badan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak

lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

3. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

Kewajiban pajak subyektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat

Page 15: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

11

timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan

tersebut selesai dibagi.

Pajak Penghasilan Subjek

Pajak Luar Negeri Subjek Pajak luar negeri adalah:

1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia; Kewajiban pajak subyektif orang pribadi atau badan dimulai pada

saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap.

2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia. Kewajiban pajak subyektif orang pribadi atau badan dimulai pada

saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh

penghasilan tersebut.

Page 16: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

12

BAB 3

Pajak Penghasilan Pasal 21

A. Pengertian

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak Penghasilan dalam

tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, dan kegiatan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor

31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

B. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:

a. pemberi kerja yang terdiri dari:

1) orang pribadi dan badan;

2) cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau

seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

b. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang

kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah,

instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan

Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk

apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial 19Pajak Penghasilan tenaga

kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan

tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;

d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan

yang membayar:

1) honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status

Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan

pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk

dan atas nama persekutuannya;

2) honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status

Subjek Pajak luar negeri;

3) honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan

pelatihan, serta pegawai magang;

e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat

nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya

yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau

penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan

dengan suatu kegiatan.

Page 17: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

13

C. Subjek PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

adalah orang pribadi yang merupakan:

a. pegawai

b. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari

tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

c. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pemberian jasa, meliputi:

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati,

pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

3. olahragawan;

4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta

pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

7. agen iklan;

8. pengawas atau pengelola proyek;

9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi

perantara;

10. petugas penjaja barang dagangan;

11. petugas dinas luar asuransi;

12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan

sejenis lainnya;

d. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai

Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

e. mantan pegawai;

f. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,

seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara

kegiatan tertentu;

4. peserta pendidikan dan pelatihan;

5. peserta kegiatan lainnya.

D.Bukan Subjek PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal

21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

a. pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,

dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia

dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan

Page 18: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

14

atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik;

b. pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh

Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak

menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

E. Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah:

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa

Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur

berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

c. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari

tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya

melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

d. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah

harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang

dibayarkan secara bulanan;

e. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,

dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai

imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama

dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

23Pajak Penghasilan

g. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang

diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas

yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

h. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan

lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan

pegawai; atau

i. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun

yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya

dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final; atau

b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma

penghitungan khusus (deemed profit).

F. Bukan Objek PPh Pasal 21

Tidak Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

adalah:

1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,

dan asuransi beasiswa;

2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang

diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah;

Page 19: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

15

3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari

tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara

jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil

zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan

yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima

oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau

disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

5. beasiswa, yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih

lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

G. Ketentuan Lain

1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan penerima penghasilan yang

Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat

pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau

pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan

PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/ 25Pajak

Penghasilan atau PPh pasal 26 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.

3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga bagi pegawai, penerima pensiun

berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan

menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 paling

lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.

4. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong,

menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang

untuk setiap bulan kalender, dan membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21.

5. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas

kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk masing-masing

penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh

pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau

kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh pasal 21

dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah

pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.

7. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh pasal 21

dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang oleh pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh

pasal 26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal

21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat

Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26. 26Pajak Penghasilan

8. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20% lebih tinggi.

E. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21

Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undangundang Pajak

Penghasilan, yaitu:

Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1)

Page 20: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

16

Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu:

Laporan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp

50.000.000,00

5%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d.

Rp

250.000.000,00

15%

Di atas 250.000.000,00 s.d. Rp

500.000.000,00

25%

Di atas Rp 500.000.000,00 30%

Dasar Pengenaan Pajak Tarif pajak dikenakan terhadap Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut:

Yang dipotong Dasar pengenaan Pajak

Pegawai tetap

Penghasilan Kena Pajak

= jumlah seluruh

penghasilan bruto

setelah dikurangi dengan:

a. biaya jabatan, sebesar 5%

dari penghasilan bruto,

setinggi-tingginya Rp

500.000,00 sebulan

atau Rp 6.000.000,00

setahun;

27

Pajak Penghasilan

b. iuran yang terkait

dengan gaji yang

dibayar oleh pegawai

kepada dana pensiun

yang pendiriannya

telah disahkan oleh

Menteri Keuangan atau

badan penyelenggara

tunjangan hari tua atau

jaminan hari tua yang

dipersamakan dengan

dana pensiun yang

pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri

Keuangan.

Dikurangi PTKP

Page 21: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

17

Penerima Pensiun Berkala

Penghasilan Kena Pajak

= seluruh jumlah

penghasilan bruto dikurangi

dengan biaya pensiun,

sebesar 5% dari penghasilan

bruto, setinggi-tingginya Rp

200.000,00 sebulan atau

Rp 2.400.000,00 setahun.

Dikurangi PTKP

Pegawai tidak tetap yang

penghasilannya dibayar

secara bulanan atau jum-lah

kumulatif penghasilan

yang diterima dalam 1 bulan

kalender telah melebihi Rp.

2.025.000

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto

Dikurangi PTKP

Pegawai tidak tetap yang

menerima upah harian,

upah mingguan, upah satuan atau

upah borongan,

sepanjang penghasilan ku -mulatif

yang diterima dalam

1 bulan kalender belum

melebihi Rp 2.025.000

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto

dikurangi Rp 200.000

Pegawai tidak tetap

yang menerima upah

harian, upah mingguan,

upah satuan atau upah

borongan, sepanjang

penghasilan kumulatif yang

diterima dalam 1 bulan

kalender telah melebihi Rp

2.025.000 belum melebihi

Rp 7.000.000

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto

dikurangi PTKP sebenarnya

(PTKP yang sebenarnya

adalah adalah sebesar PTKP

untuk jumlah hari kerja yang

sebenarnya.)

Pegawai tidak tetap

yang menerima upah

harian, upah mingguan,

upah satuan atau upah

borongan, sepanjang

penghasilan kumulatif yang

diterima dalam 1 bulan

kalender telah melebihi Rp

7.000.000

Penghasilan Kena Pajak

= Penghasilan bruto

dikurangi PTKP

Bukan pegawai yang

menerima imbalan yang

bersifat berkesinambungan.

Penghasilan Kena Pajak

= 50% dari jumlah

penghasilan bruto

Dikurangi PTKP perbulan

Page 22: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

18

Bukan pegawai yang

menerima imbalan

yang tidak bersifat

berkesinambungan

50% dari jumlah penghasilan

Bruto

Selain di atas Jumlah penghasilan bruto

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun

pajak

Uraian PTKP Setahun

Untuk diri Wajib Pajak Orang

Pribadi

Rp 24.300.000,00

Tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin

Rp 2.025.000,00

Tambahan untuk seorang istri yang

penghasilannya digabung dengan

penghasilan suami

Rp 24.300.000,00

Tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga

semenda dalam garis keturunan

lurus serta anak angkat; yang

menjadi tanggungan sepenuhnya,

paling banyak 3 orang untuk setiap

keluarga

Rp 2.025.000,00

Tanggungan, yaitu:

1. Yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang menjadi tanggungan

sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan

seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.

2. Anak angkat termasuk penambah nilai PTKP. Pengertian anak angkat dalam

perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan 30Pajak

Penghasilan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan

menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan.

3. Contoh Hubungan keluarga sedarah dan semenda :

a. Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung

b. Sedarah ke samping : Saudara kandung

c. Semenda lurus : Mertua, anak tiri

d. Semenda ke samping : Saudara Ipar

(selain yang di atas tidak dapat dimasukkan ke dalam tanggungan)

Status Wajib Pajak, terdiri dari:

TK/… Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya

tanggungan anggota keluarga;

K/… Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;

Page 23: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

19

K/I/…

Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya

tanggungan anggota keluarga;

PH

Wajib pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian

pemisahan harta dan penghasilan. PTKP nya tetap seperti PTKP untuk

WP kawin yang penghasilan suami istri digabungan (K/I/....)

HB/…

Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah

ditambah banyaknya tanggungan anggota

keluarga. PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing

suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri

masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti

Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan

sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang

diperkenankan.(sesuai dengan Pasal 7 UU PPh)

PTKP Karyawati, adalah:

1. Karyawati kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;

2. Karyawati tidak kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP untuk

keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

3. Karyawati kawin yang mempunyai surat keterangan tertulis dari Pemerintah

Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya

tidak menerima/ memperoleh penghasilan: besanya PTKP adalah PTKP untuk

dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP untuk keluarga yang menjadi

tanggungan sepenuhnya

Honorarium bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI

Atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang

menjadi beban APBN atau APBD yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS,

Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dikenakan Pajak Penghasilan

Pasal 21 bersifat final dengan tarif:

Uraian Tarif

PNS Golongan I dan

Golongan II, Anggota

TNI dan Anggota POLRI

Golongan Pangkat

Tamtama dan Bintara, dan

Pensiunannya

sebesar 0% dari jumlah

bruto honorarium atau

imbalan lain

PNS Golongan III, Anggota

TNI dan Anggota POLRI

Golongan Pangkat Perwira

Pertama, dan pensiunannya

sebesar 5% dari jumlah

bruto honorarium atau

imbalan lain

Pejabat Negara, PNS

Golongan IV, Anggota

TNI dan Anggota POLRI

Golongan Pangkat Perwira

Menengah dan Perwira

Tinggi, dan Pensiunannya

sebesar 15% dari jumlah

bruto honorarium atau

imbalan lain

Page 24: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

20

Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan

Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon,

Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang

dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang

bersifat final. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang

Pesangon ditentukan sebagai berikut:*

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp.50.000.000 0%

di atas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp.

100.000.000

5%

di atas Rp.100.000.000 sampai dengan Rp.

500.000.000

15%

di atas Rp.500.000.000 25%

Diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan sebagian atau

seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat

Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp.50.000.000,00 0%

di atas Rp. 50.000.000,00 5%

Diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan sebagian atau

seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.

Page 25: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

21

BAB 4

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. PPh Pasal 22 Pemungut

PPh Pasal 22 Pemungut PPh Pasal 22 adalah:

a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai

pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau

lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan

pembayaran atas pembelian barang;

c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang

yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);

d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah

Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),

berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang

dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);

e. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal

dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:

1. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT

Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia

(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan

Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya

(Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan

2. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,

berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan

untuk keperluan kegiatan usahanya.

f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,

industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil

produksinya kepada distributor di dalam negeri;

g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan

importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam

negeri;

h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas

penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;

i. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,

pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang

pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

a. Atas impor:

1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% dari nilai

impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari

nilai impor; (nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar

penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah

Page 26: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

22

dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.)

2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari

nilai impor; dan/atau

3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

b. Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk

Pajak Pertambahan Nilai.

c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau

importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:

1. Bahan Bakar Minyak sebesar:

a) 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk

penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;

b) 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk

penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina;

c) 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk

penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf

b).

2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai; termasuk Pajak Pertambahan

3. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak Nilai.

d. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan

usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri

baja, industri otomotif, dan industri farmasi:

1. penjualan semua jenis semen sebesar 0,25%;

2. penjualan kertas sebesar 0,1%;

3. penjualan baja sebesar 0,3%;

4. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar

0,45%;

5. penjualan semua jenis obat sebesar 0,3%, dari dasar pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai.

e. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal

Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum

kendaraan bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai.

f. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan

usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,

pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

g. Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:

1. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000,000.000,00

(dua puluh milyar rupiah);

2. kapal pesiar dan sejenisnya dengan- harga jual lebih dari

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);

3. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih

dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih

dari 500m2;

4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau

pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/

Page 27: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

23

atau luas bangunan lebih dari 400 m2;

5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang

berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),

minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima

milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

sebesar 5% dari harga jual, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif yang

diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok

Wajib Pajak

B. Dikecualikan dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:

a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan; dinyatakan

dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan

oleh Direktur Jenderal Pajak

b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak

Pertambahan Nilai:

1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di

Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang

bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui

dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang

tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang

untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang

bertugas di Indonesia;

3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,

kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;

4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan

tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat

lainnya;

7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

8. barang pindahan;

9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan

barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan kepabeanan;

10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang

ditujukan untuk kepentingan umum;

11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang

yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi

keperluan pertahanan dan keamanan negara;

13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi

Nasional (PIN);

Page 28: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

24

14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan

penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal

tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat

keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan

Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,

Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional atau Perusahaan

Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan

Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;

16. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau

alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan

yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga

Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau

pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh

Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam

rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada

Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;

17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau

pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta

Api Indonesia (Persero), dan komponen atau bahan yang diimpor oleh

pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang

digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk

perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh

PT Kereta Api Indonesia (Persero);

18. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian

Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah

Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan

Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNI atau pihak

yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau TNI; dan/atau

19. barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya

dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas barangbarang impor ini

tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar

0%.

Ketentuan ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata

caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur

Jenderal Pajak.

c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk

diekspor kembali; dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang

tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur

Jenderal Pajak.

d. Impor kembali (re-import), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor

kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang

telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang

telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai;

e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak, berkenaan dengan:

Page 29: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

25

1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (bendahara pemerintah

dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); bendahara pengeluaran; KPA atau

pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA)

yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan

pembayaran yang terpecah-pecah;

2. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN) yang

jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan

pembayaran yang terpecah-pecah;

3. pembayaran untuk:

a) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-

benda pos;

b) pemakaian air dan listrik.

f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan

dari emas untuk tujuan ekspor; dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas

Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak

g. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

C. Saat terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22

a. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi

bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.

b. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak

Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen

Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

c. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak

terutang dan dipungut pada saat pembayaran.

d. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen,

industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut

pada saat penjualan.

e. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas

dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah

Pengeluaran Barang (delivery order).

f. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang

pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.

Page 30: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

26

BAB 5

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas

penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan

penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara dua

pihak. Pihak yang berlaku sebagai penjual atau penerima penghasilan atau pihak

yang memberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Sementara pihak pemberi

penghasilan atau pembeli atau pihak penerima jasa akan memotong dan

melaporkannya ke kantor pajak.

A. Pemotong PPh Pasal 23

1 Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,

bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh

23, yaitu:

a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)

kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang

melakukan pekerjaan bebas;

b. Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan

sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam negeri tertentu yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.

3.Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu wajib memotong Pajak

Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.

B. Tarif dan Objek PPh Pasal 23

1. sebesar 15% dari jumlah bruto atas:

a. dividen;

b. bunga;

c. royalti;

d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong

Pajak Penghasilan Pasal 21; Pajak Penghasilan

2. sebesar 2% dari jumlah bruto atas:

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah

dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);

b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,

jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak

Penghasilan Pasal 21.

Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih

tinggi 100%.

Page 31: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

27

BAB 6

PPH PASAL 4 AYAT 2

A. PPh Final atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat

Bank Indonesia

1. Objek PPh adalah Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta

diskonto Sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau diperoleh

dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang

didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di

Indonesia.

2. Definisi

a. Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk

deposito berjangka, sertifikat deposito dan “deposit on call” baik dalam mata

uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan

pada atau diterbitkan oleh bank.

b. Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro,

yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan

oleh masing-masing bank.

3. Pemotong Pajak adalah:

a. Bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

b. Cabang bank luar negeri di Indonesia

c. Bank Indonesia

4. Tarif Pajak

a. dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak

dalam negeri dan bentuk usaha tetap;

b. dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif

berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap

Wajib Pajak luar negeri.

5. Dikecualikan dari Pemotongan PPh

a. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia,

sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia

tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang

dipecah-pecah;

b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di

Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;

c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonsia yang

diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992

tentang Dana Pensiun, diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB)

Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta

diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan

Pajak tempat Dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar.

d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka

pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk

rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai

Page 32: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

28

dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

e. Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh 58Pajak Penghasilan

penghasilannya dalam 1 tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

B. PPh Final atas Bunga Obligasi

1. Definisi

Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegang

Obligasi dalam bentuk bunga dan/ atau diskonto. Obligasi adalah surat utang

dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.

2. Pemotongan Pajak Penghasilan dilakukan oleh:

a. penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian selaku agen pembayaran yang

ditunjuk, atas:

1) bunga dan/atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi

dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi; dan

2) diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi tanpa bunga pada

saat jatuh tempo Obligasi;

b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku perantara, atas bunga dan/atau

diskonto Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat

transaksi; dan/atau

c. perusahaan efek, dealer, bank, dana pensiun, dan reksadana, selaku pembeli

Obligasi langsung tanpa melalui perantara, atas bunga dan/atau diskonto

Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat transaksi.

3. Dalam hal penjualan Obligasi dilakukan secara langsung 59Pajak Penghasilan

tanpa melalui perantara kepada pihak-pihak lain selain pemotong pajak,

kustodian atau sub-registry selaku pihak-pihak yang melakukan pencatatan

mutasi hak kepemilikan Obligasi, wajib melakukan pemotongan dengan cara

memungut Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang dari penjual

Obligasi sebelum mutasi hak kepemilikan dilakukan.

Dalam hal penjualan Obligasi tidak memerlukan pencatatan mutasi hak

kepemilikan Obligasi melainkan hanya atas unjuk, pemotongan Pajak

Penghasilan yang bersifat final dilakukan oleh penerbit Obligasi (emiten) atau

kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran, dari pembeli/pemegang

Obligasi pada saat:

a. jatuh tempo bunga, untuk penghasilan bunga yang dihitung berdasarkan masa

kepemilikan penuh sejak tanggal jatuh tempo bunga terakhir;

b. jatuh tempo Obligasi, untuk penghasilan diskonto yang dihitung berdasarkan

masa kepemilikan penuh sejak tanggal penerbitan perdana Obligasi.

Dalam hal dapat dibuktikan bahwa penjual Obligasi atas unjuk adalah pihak

yang tidak diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan atau pihak lain yang

telah dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan, pemotongan Pajak

Penghasilan yang bersifat final atas bunga pada saat jatuh tempo bunga atau

diskonto pada saat jatuh tempo Obligasi, dihitung berdasarkan masa

kepemilikan penuh dikurangi dengan masa kepemilikan penjual Obligasi

tersebut.

4. Bunga obligasi yang tidak dikenai Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)

Yaitu apabila penerima penghasilan berupa bunga obligasi adalah:

a. WP dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh

Page 33: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

29

Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal

4 ayat (3) UU PPh (penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan KMK)

b. WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia

C. PPh Final atas Bunga Simpanan Koperasi

1. Dikenakan atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan

di Indonesia kepada anggota koperasi Orang Pribadi.

2. Dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada

anggota koperasi Orang Pribadi pada saat pembayaran.

3. Besarnya Pajak Penghasilan adalah:

a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00

per bulan; atau

b. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih

dari Rp240.000,00 per bulan.

D.PPh Final atas Hadiah Undian

1. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan

nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi dan

badan baik dalam negeri maupun luar negeri.

2. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam 61Pajak Penghasilan

bentuk apapun yang diberikan melalui undian

3. Nilai hadiah yaitu nilai uang dan nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan

dalam bentuk natura.

4. Pemotong adalah penyelenggara undian.

5. Tarif PPh final atas hadiah undian adalah sebesar 25% dari jumlah bruto.

E. PPh Final atas Penjualan Saham di Bursa Efek

1. Definisi

a. Pendiri adalah Orang Pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar

Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar

Perseroan Terbatas sebelum Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Badan

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana

(“initial public offering”) menjadi efektif. Termasuk dalam pengertian pendiri

adalah Orang Pribadi atau badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri

karena:

a. warisan

b. hibah

c. cara lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut.

b. Pengertian saham pendiri adalah :

a. saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang

dikeluarkan setelah penawaran umum perdana (initial public offering); 62Pajak

Penghasilan

b. saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri. Tidak termasuk dalam

pengertian saham pendiri adalah:

a. saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam

bentuk saham;

b. saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana (initial public

offering) yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right

Page 34: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

30

issue), waran, obligasi konversi dan efek konversi lainnya; c. saham yang

diperoleh pendir perusahaan Reksa Dana

2. Tarif

a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi atau badan dari

transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 0,1

% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham;

b. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan dan bersifat

final sebesar 0,5% dari nilai saham (nilai saham perusahaan pada saat penawaran

umum perdana (“initial public offering”)

3. Tidak termasuk objek pajak

Agio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai pasar saham dan nilai

nominal saham, tidak termasuk objek pajak.

4. Bukan pengurang penghasilan

bruto Disagio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan

nilai pasar saham, bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto.

F.PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

1. Definisi

a. Dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi atau

badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

b. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:

a. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain

selain pemerintah;

b. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang

disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk

pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan

khusus;

c. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada

pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang

memerlukan persyaratan khusus.

2. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain

selain pemerintah;

- Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri PPh yang

terutang dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro

sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas

pengalihan hak atas tanah dan/ 64Pajak Penghasilan atau bangunan ditanda

tangani oleh pejabat yang berwenang.

- Pada SSP wajib dicantumkan nama, alamat, dan NPWP dari Orang Pribadi atau

badan yang bersangkutan. - Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang

adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat

lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang

berlaku.

- Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian,

kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

apabila kepadanya dibuktikan oleh Orang Pribadi atau badan dimaksud bahwa

Page 35: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

31

kewajiban pembaaran PPh-nya telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi SSP

yang bersangkutan dengan menunjukan aslinya.

- Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian,

kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai

penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.

(Pasal 2 ayat (3) PP 48 Tahun 1994)

- Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian,

kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan, dikenakan sanksi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang

disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk

pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan

khusus;

− Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini dipungut PPh oleh bendaharawan

atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui

tukarmenukar.

− Bendaharawan atau pejabat wajib menyetor PPh yang telah dipungut ke bank

persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada Orang

Pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar

dilaksanakan.

− Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atas nama Orang Pribadi

atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukarmenukar.

− Bendaharawan atau pejabat wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan

hak atas tanah dan/ atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.

4. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain

kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

yang memerlukan persyaratan khusus.

− Pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus

adalah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di atas tanah yang

pembebasannya dilakukan oleh pemerintah yang lokasinya tidak dapat

dipindahkan ke tempat lain yaitu untuk kepentingan:

a. jalan umum;

b. saluran pembuangan air;

c. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya;

d. saluran irigasi;

e. pelabuhan laut/sungai;

f. bandar udara;

g. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar dan

bencana lainnya, serta tempat pembuangan sampah;

h. fasilitas TNI/Kepolisian Negara RI.

G.PPh Final atas Jasa Konstruksi

1. Definisi

a. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan

konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa

konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Page 36: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

32

b. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan

perencanaan dan/ atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan

arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing

beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

72Pajak Penghasilan

c. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh Orang Pribadi atau badan

yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang perencanaan jasa konstruksi yang

mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan

fisik lain.

d. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh Orang Pribadi atau badan

yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang

mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil

perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di

dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan

dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan

(engineering, procurement and construction) serta model penggabungan

perencanaan dan pembangunan (design and build).

e. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh Orang Pribadi atau badan

yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi, yang

mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan

konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

f. Pengguna Jasa adalah Orang Pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap

yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

g. Penyedia Jasa adalah Orang Pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,

yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai

perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun

sub-subnya.

h. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak

jasa konstruksi secara keseluruhan

2. Tarif PPh Pasal 4 ayat (2)

1. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang

memiliki kualifikasi usaha kecil;

2. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang

tidak memiliki kualifikasi usaha;

3. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain

Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

4. 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan

oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

5. 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan

oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

3. Pajak Penghasilan yang bersifat final:

a. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa

merupakan pemotong pajak sebesar jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan

b. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan

Page 37: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

33

pemotong pajak sebesar jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan

4. Ketentuan lain

a. Jika penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari Luar Negeri,

maka atas pajak yang dibayar atau terutang di Luar negeri atas penghasilan

tersebut dapat dikreditkan (PPh Pasal 24). 74Pajak Penghasilan

b. Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi

dari luar usaha dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum UU PPh.

c. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi

termasuk dalam penghitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang dikenakan

PPh Final.

d. Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya dari

kegiatan usaha selain usaha Jasa Konstruksi.

e. Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun

Pajak 2008 hanya dapat dikompensasi sampai Tahun Pajak 2008.

f. Untuk Wajib Pajak yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa

konstruksi, sejak tahun pajak 2009 tidak diwajibkan membayar angsuran PPh

Pasal 25.

4. PPh Final atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

1. Dikenakan atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa

tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran,

gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor,

toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri.

2. Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)

− Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,

penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan

perusahaan luar negeri lainnya, dan Orang Pribadi yang ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Pajak, Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa.

− Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan adalah :

a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali

PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan

pekerjaan bebas;

b. Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;

yang terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.

− Apabila penyewa adalah Orang Pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan,

Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang

menyewakan.

3. Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

persewaan tanah dan atau bangunan dengan perjanjian persewaan adalah 10% dari

jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final

Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang

oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan

tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya

pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik

yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.

Page 38: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

34

5. PPh Final atas Dividen yang diterima Orang Pribadi

1. Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

Orang Pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% dari jumlah

bruto dan bersifat final.

2. Dividen sebagaimana dimaksud adalah dividen, dengan nama dan dalam bentuk

apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi.

3. Dilakukan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku

pembayar dividen.

4. Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen

wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat

(2) kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang dipotong Pajak

Penghasilan setiap melakukan pemotongan.

Page 39: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

35

BAB 7

Pajak Pertambahan NIilai

A.Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Apa itu PPN? Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang

dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib

pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak

(PKP). Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN

adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN

adalah Konsumen Akhir.

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh

pengusaha atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

(PKP). Namun beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli

2016, PKP se-Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-

Faktur untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN

kepada lawan transaksinya.

B.Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN

adalah:

Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam

Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha

Impor Barang Kena Pajak

Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena

Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

C.Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7 :

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

Ekspor Jasa Kena Pajak

Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling

rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen)

sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

D.Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan Melaporkan

PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan

PPN.

Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan pelaporan

PPN oleh PKP.

Sesuai dengan ketentuan PMK No.197/PMK.03/2013, suatu perusahaan atau

Page 40: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

36

seorang pengusaha ditetapkan sebagai PKP bila transaksi penjualannya

melampaui jumlah Rp 4,8 miliar dalam setahun. Jika pengusaha tidak dapat

mencapai transaksi dengan jumlah Rp 4,8 miliar tersebut, maka pengusaha dapat

langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP. Dengan menjadi PKP,

pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang.

Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada yang disebut dengan

pajak keluaran dan pajak masukan.

Pajak keluaran ialah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.

Sedangkan, pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,

memperoleh maupun membuat produknya.

E. Barang atau Jasa yang Dikenakan PPN Barang atau jasa yang dikenai PPN jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu,

untuk memudahkan Anda membedakan mana barang yang dikenakan PPN dan

tidak. Berikut adalah daftar barang yang tidak dikenakan PPN:

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung

dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat atau

tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau

catering.

Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Sedangkan untuk jasa yang tidak dikenakan PPN meliputi:

Jasa pelayanan kesehatan medis.

Jasa pelayanan sosial.

Jasa pengiriman surat dengan perangko.

Jasa keuangan.

Jasa asuransi.

Jasa keagamaan.

Jasa pendidikan.

Jasa kesenian dan hiburan.

Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.

Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan dalam negeri

yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.

Jasa tenaga kerja.

Jasa perhotelan.

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum.

Jasa penyediaan tempat parkir.

Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.

Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Jasa boga atau katering.

Page 41: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

37

F. Tarif PPN

Page 42: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

38

BAB 8

PAJAK DAERAH

A. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.(https://www.online-

pajak.com/pajak-daerah)

Fungsi Pajak Daerah Sebagaimana halnya dengan pajak pusat, pajak

daerah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan fungsi negara/pemerintahan,

baik dalam fungsi mengatur (regulatory), penerimaan Pajak daerah adalah

kontribusi wajib kepada daerah , bersifat memaksa , berdasarkan undang-undang ,

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (budgetory), redistribusi

(redistributive), dan alokasi sumber daya (resource allocation) maupun kombinasi

antara keempatnya. Pada umumnya fungsi pajak daerah lebih diarahkan untuk

alokasi sumber daya dalam rangka penyediaan pelayanan kepada masyarakat, di

samping fungsi regulasi untuk pengendalian.

B. Fungsi Pajak Daerah

Sesuai hal tersebut, fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

fungsi utama, yaitu fungsi budgetory dan fungsi regulatory. Namun, pembedaan

ini tidaklah dikotomis.

1) Fungsi Penerimaan (Budgetair) Fungsi yang paling utama dari pajak

daerah adalah untuk mengisi kas daerah. Fungsi ini disebut fungsi budgetair yang

secara sederhana dapat diartikan sebagai alat pemerintah daerah untuk

menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai kepentingan pembiayaan

pembangunan daerah. Fungsi ini juga tercermin dalam prinsip efisiensi yang

menghendaki pemasukan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang

sekecil-kecilnya dari suatu penyelenggaraan pemungutan pajak daerah.

2) Fungsi Pengaturan (Regulerend) Fungsi lain dari pajak daerah adalah

untuk mengatur atau regulerend. Dalam hal ini pajak daerah dapat digunakan oleh

pemerintah daerah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Dalam hal ini, pengenaan pajak daerah dapat dilakukan untuk mempengaruhi

tingkat konsumsi dari barang dan jasa tertentu. Dalam banyak hal, pemungutan

pajak daerah ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Terlebih-lebih di

era otonomi daerah, di mana kebutuhan dana untuk melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan dan pembangunan daerah cukup besar, sementara sumber-sumber

pendanaan yang tersedia sangat terbatas.

Daerah dipacu untuk secara kreatif menciptakan sumber-sumber

pendapatan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah.

Fungsi pengaturan dari pajak daerah dapat dilakukan dengan mengenakan pajak

daerah yang tinggi terhadap kegiatan masyarakat yang kurang dibutuhkan.

Sebaliknya, untuk kegiatan prioritas yang memberikan dampak positif bagi

pengembangan ekonomi masyarakat dikenakan pajak daerah yang rendah. Dalam

berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan, peningkatan pendapatan

Page 43: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

39

asli daerah (yang di dalamnya termasuk pajak daerah) seolah-olah terkait secara

langsung dengan kinerja pemerintah daerah. Peningkatan pendapatan asli daerah

kadangkala digunakan sebagai indikator keberhasilan daerah. Hal ini mendorong

pemerintah daerah berusaha menciptakan berbagai jenis pajak daerah yang

berdasarkan pemahaman pemerintahan daerah dapat meningkatkan pendapatan

asli daerah tanpa mempertimbangkan dampak dari pengenaan pajak tersebut bagi

masyarakat dan bagi kelangsungan kegiatan ekonomi di daerahnya.

Fungsi pengaturan dari pajak daerah belum banyak dimanfaatkan oleh

daerah. Beberapa daerah memang sudah mengakomodir fungsi pendapatan dan

fungsi pengaturan dalam perumusan kebijakan pajak daerah, antara lain melalui

penerapan tarif yang berbeda antar golongan masyarakat. Kebijakan ini dapat

membantu golongan masyarakat tertentu dalam pemenuhan kewajiban

perpajakannya, namun belum memberikan dampak positif yang signifikan bagi

pengembangan ekonomi. Langkah yang belum banyak dipertimbangkan oleh

daerah adalah pemberian insentif pajak daerah dalam rangka menarik investasi di

daerahnya.

Page 44: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

40

BAB 9

Pajak Bumi dan Bangunan

A. Pajak Bumi Dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul

karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang

atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari

padanya.( https://www.online-pajak.com/pajak-bumi-dan-bangunan)

Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang

bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek

yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut

menentukan besarnya barang.

Contoh objek bumi:

Sawah.

Ladang.

Kebun.

Tanah.

Pekarangan.

Tambang.

Contoh objek bangunan:

Rumah tinggal.

Bangunan usaha.

Gedung bertingkat.

Pusat perbelanjaan.

Pagar mewah.

Kolam renang.

Jalan tol.

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal

berikut ini:

Mempunyai hak atas bumi.

Memperoleh manfaat atas bumi.

Memiliki bangunan.

Menguasai bangunan.

Memperoleh manfaat atas bangunan.

Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat juga

objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut harus

memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria

tersebut:

Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum

dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional,

yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis

dengan hal tersebut.

Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,

Page 45: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

41

taman nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan

tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan

asas perlakuan timbal balik.

Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi

internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan.

Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak

Bumi dan Bangunan. Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28

tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam

pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2)

telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan, untuk PBB sektor

Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih di bawah wewenang

pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

B.Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan

Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini

masih sama, yakni sebesar 0,5% dimana dasar Pengenaan Pajak Bumi dan

Bangunan

Setelah mengetahui pengertian PBB, dasar hukumnya, subjek dan objek PBB,

tarif, serta cara mendaftarkan obejk pajak, kini Anda juga perlu tahu dasar PBB.

Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP).

NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli

tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Setiap tahun,

biasanya Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan bupati/walikota

menetapkan NJOP. Penetapan tersebut didasarkan atas sejumlah hal seperti:

1. Dasar penetapan NJOP bumi:

o Letak.

o Pemanfaatan.

o Peruntukan.

o Kondisi Lingkungan.

2. Dasar penetapan NJOP bangunan:

o Bahan yang digunakan dalam bangunan.

o Rekayasa.

o Letak.

o Kondisi lingkungan.

Selain itu, terdapat juga dasar penetapan NJOP saat tidak ada transaksi jual beli.

Nah, penjelasannya akan dijabarkan di bawah ini.

1. Perbandingan Harga dengan Objek Lainnya: objek lain yang dimaksud

merupakan objek yang masih sejenis, lokasinya berdekatan, memiliki

fungsi yang sama dengan objek lain yang sudah diketahui nilai jualnya.

Penggunaan objek lain yang memiliki kriteria tersebut sebagai gambaran

yang kurang lebih bisa mendekati nilai objek yang dibandingkan.

Sehingga NJOP yang ditetapkan pun memiliki hitungan yang benar.

2. Nilai Perolehan Baru: penetapan NJOP dengan nilai perolehan baru yang

dimaksud adalah dengan menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk

memperoleh objek pajak. Penilaian tersebut nantinya akan dikurangi

Page 46: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

42

dengan penyusutan yang terjadi, seperti penyusutan yang terjadi pada

kondisi fisik objek pajak.

3. Nilai Jual Pengganti: nilai jual pengganti yang dimaksud adalah

penetapan NJOP berdasarkan pada hasil produk onjek pajak. Jadi, nilai

jualnya didasarkan pada keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak itu

sendiri.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang

tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang

berbeda-beda. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP untuk setiap daerah di kabupaten/kota

setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan memperhatikan ketentuan sebagai

berikut:

1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali

dalam 1 Tahun Pajak.

2. Jika wajib pajak memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa atau

mendapat pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya

paling besar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya yang

wajib pajak miliki.

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP juga

dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan

dalam perhitungan pajak terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.

Dalam KMK Nomor 201/KMK.04/2000, terdapat ketentuan persentase NJKP

sudah ditetapkan oleh pemerintah. Berikut ini rinciannya:

Objek pajak perkebunan sebesar 40%.

Objek pajak pertambangan sebesar 40%.

Objek pajak kehutanan sebesar 40%.

Objek pajak lainnya seperti Pedesaan dan Perkotaan dilihat dari nilai

NJOP-nya, yakni:

o Jika NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar

40%.

o Sedangkan, jika NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00, persentase

NJKP sebesar 20%.

Page 47: MODUL PENGANTAR PERPAJAKAN - repository.bsi.ac.id · BAB 7 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)..... 35 B. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai).....

Pengantar Perpajakan II AMIK BSI Pontianak

43

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2013. Perpajakan. Edisi Revisi 2013. Yogyakarta:CV Andi Offset

Setiawan, Agus. 2010. Petunjuk Praktis Pemotongan & Pemungutan

PPh.Jakarta:PT Ghalia Indonesi

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan, Teori&KasusBukuSatu,EdisiTujuh. Jakarta:

Penerbit Salemba Empat

Rusjdi, Muhammad. 2007. PBB, BPHTB & BEA MATERAI. PT. Indeks. Jakarta

Sukardji. 2011. Pokok-Pokok PPN (Pajak Pertambahan Nilai Indonesia) (Edisi

Revisi 2011). Rajawali Press.Jakarta

https://www.online-pajak.com/perpajakan-di-indonesia-sejarah-sistem-dan-dasar-

hukumnya

https://klikpajak.id/blog/berita-pajak/mengenal-penerapan-stelsel-pajak-di

indonesia/

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prinsip-pajak-di-indonesia/

https://klc.kemenkeu.go.id/unit/modul-ppn-dan-ppnbm/

https://www.online-pajak.com/pajak-bumi-dan-bangunan

https://www.online-pajak.com/pajak-daerah