Modul Elektronika 1

166
BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Elektronika sekarang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan umat manusia, karena hampir semua peralatan rumah tangga sekarang menggunakan Elektronika. Untuk mempelajari elektronika dibutuhkan sebuah ketekunan, keuletan, ketelitian dan kesabaran yang tinggi. Dan tidak lupa membutuhkan sedikit biaya untuk mempraktekkannya. Pada Modul ini akan dibahas tentang transistor yang merupakan salah satu komponen aktif elektronika yang hampir bisa dijumpai pada setiap rangkaian elektronika. Perkembangan Transistor dewasa ini sangat pesat dan berkembang sampai pada taraf yang mengejutkan dengan di temukannya teknologi pembuatan IC, Chip, membuat transistor berada pada level komponen yang keberadaanya penting tetapi tidak terlihat oleh kasat mata. Akan Tetapi sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang elektronika pembelajaran tentang transistor sangat penting agar bisa memahami filosofi dari rangkaian diatas. Revision : 00 Date : Sept 6 th 2013 Page : 1

Transcript of Modul Elektronika 1

BAB IPENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Elektronika sekarang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan umat manusia, karena hampir semua peralatan rumah tangga sekarang menggunakan Elektronika. Untuk mempelajari elektronika dibutuhkan sebuah ketekunan, keuletan, ketelitian dan kesabaran yang tinggi. Dan tidak lupa membutuhkan sedikit biaya untuk mempraktekkannya.Pada Modul ini akan dibahas tentang transistor yang merupakan salah satu komponen aktif elektronika yang hampir bisa dijumpai pada setiap rangkaian elektronika. Perkembangan Transistor dewasa ini sangat pesat dan berkembang sampai pada taraf yang mengejutkan dengan di temukannya teknologi pembuatan IC, Chip, membuat transistor berada pada level komponen yang keberadaanya penting tetapi tidak terlihat oleh kasat mata. Akan Tetapi sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang elektronika pembelajaran tentang transistor sangat penting agar bisa memahami filosofi dari rangkaian diatas.Pada Buku ini akan dibahas Pokok bahasan tentang Dasar dasar transistor meliputi sub pokok bahasan : teori kerja transistor, Cara kerja transistor, Konfigurasi Transistor, Kurva karakteristik transistor, Pengaruh Temperatur, Identifikasi Kaki Transistor, Pokok bahasan Rangkaian Amplifier Bias Transistor meliputi Sub Pokok Bahasan : Daerah kerja transistor, Rangkaian Bias Tetap,Bias Umpan Balik Tegangan, Bias Pembagi Tegangan,Garis Beban DC dan AC,Analisa dan Desain, serta Pokok Bahasan Parameter Transistor dan Persamaan Rangkaian Meliputi Sub Pokok Bahasan : Parameter Penguat, Model Hibrid, Parameter -h, Analisa Penguat Common Emitor, Analisa Penguat Common Emitor dengan Resistor RE, Analisa penguat pengikut emitor (Common Collector), Analisa Penguat Common Base,Perencanaan Penguat Transistor.Modul ini dimaksudkan sebagai salah satu pegangan bagi taruna Taruni akademi teknik dan keselamatan penerbangan Surabaya untuk mengetahui dan memahami konsep dasar transistor. Para taruna diharapkan mampu membaca dan menjelaskan definisi rangkaian transistor dan aplikasinya dalam bidang elektronika.

BAB IIDASAR - DASAR TRANSISTOR

A. Teori Dasar TransistorWalter H. Brattain dan John Bardeen pada akhir Desember 1947 di Bell Telephone Laboratories berhasil menciptakan suatu komponen yang mempunyai sifat menguatkan yaitu yang disebut dengan Transistor. Keuntungan komponen transistor ini dibanding dengan pendahulunya, yakni tabung hampa, adalah ukuran fisiknya yang sangat kecil dan ringan. Bahkan dengan teknologi sekarang ini ratusan ribu transistor dapat dibuat dalam satu keping silikon. Disamping itu komponen semikonduktor ini membutuhkan sumber daya yang kecil serta serta efesiensi yang tinggi. Pada bab ini akan dibahas struktur transistor bipolar dan karakteristiknya. Pemberian bias yang benar akan dapat menentukan daerah kerja transistor. Beberapa macam konfigurasi transistor juga dikenalkan, sebelum nanti pada bab berikutnya akan sampai pada analisis yang lebih mendetail.

B. Konstruksi Transistor BipolarTransistor adalah komponen semikonduktor yang terdiri atas sebuah bahan type p dan diapit oleh dua bahan tipe n (transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan tipe n dan diapit oleh dua bahan tipe p (transistor PNP). Sehingga transistor mempunyai tiga terminal yang berasal dari masing-masing bahan tersebut. Struktur dan simbol transistor bipolar dapar dilihat pada gambar 2.1. Ketiga terminal transistor tersebut dikenal dengan Emitor (E), Basis (B) dan Kolektor (C). Emitor merupakan bahan semikonduktor yang diberi tingkat doping sangat tinggi. Bahan kolektor diberi doping dengan tingkat yang sedang. Sedangkan basis adalahbahan dengan dengan doping yang sangat rendah. Perlu diingat bahwa semakin rendah tingkat doping suatu bahan, maka semakin kecil konduktivitasnya. Hal ini karena jumlah pembawa mayoritasnya (elektron untuk bahan n; dan hole untuk bahan p) adalah sedikit

Gambar 2.1 Struktur dan simbol transistor bipolarDisamping itu yang perlu diperhatikan adalah bahwa ukuran basis sangatlah tipis dibanding emitor dan kolektor. Perbandingan lebar basis ini dengan lebar emitor dan kolektor kurang lebih adalah 1 : 150. Sehingga ukuran basis yang sangat sempit ini nanti akan mempengaruhi kerja transistor. Simbol transitor bipolar ditunjukkan pada gambar 2.1. Pada kaki emitor terdapat tanda panah yang nanti bisa diketahui bahwa itu merupakan arah arus konvensional. Pada transistor npn tanda panahnya menuju keluar sedangkan pada transistor pnp tanda panahnya menuju kedalam.

C. Cara Kerja TransistorApabila pada terminal transistor tidak diberi tegangan bias dari luar, maka semua arus akan nol atau tidak ada arus yang mengalir. Sebagai mana terjadi pada persambungan dioda, maka pada persambungan emiter dan basis (JE) serta pada persambungan basis dan kolektor (JC) terdapat daerah pengosongan. Tegangan penghalang (barrier potensial) pada masing-masing persambungan dapat dilihat pada gambar 3.2. Penjelasan kerja berikut ini didasarkan pada transistor jenis PNP (bila NPN maka semua polaritasnya adalah sebaliknya).

Gambar 2.2 Diagram potensial pada transistor tanpa biasPada diagram potensial terlihat bahwa terdapat perbedaan potensial antara kaki emitor dan basis sebesar Vo, juga antara kaki basis dan kolektor. Oleh karena potensial ini berlawanan dengan muatan pembawa pada masing-masing bahan tipe P dan N, maka arus rekombinasi hole-elektron tidak akan mengalir. Sehingga pada saat transistor tidak diberi tegangan bias, maka arus tidak akan mengalir. Selanjutnya apabila antara terminal emitor dan basis diberi tegangan bias maju (emitor positip dan basis negatip) serta antara terminal basis dan kolektor diberi bias mundur (basis positip dan kolektor negatip), maka transistor disebut mendapat bias aktif (lihat gambar 2.3). Pada bab selanjutnya juga akan dibahas pemberian tegangan bias selain bias aktif seperti misalnya bias mati (cut-off) dan saturasi (jenuh). Setelah transistor diberi tegangan bias aktif, maka daerah pengosongan pada persambungan emitor-basis menjadi semakin sempit karena mendapatkan bias maju. Sedangkan daerah pengosongan pada persambungan basis-kolektor menjadi semakin melebar karena mendapat bias mundur. Pemberian tegangan bias seperti ini menjadikan kerja transistor berbeda sama sekali bila dibanding dengan dua dioda yang disusun berbalikan, meskipun sebenarnya struktur transistor adalah mirip seperti dua dioda yang disusun berbalikan, yakni dioda emitor-basis (P-N) dan dioda basis-kolektor (N-P).

Gambar 2.3 Transistor dengan tegangan bias aktif

Bila mengikuti prinsip kerja dua dioda yang berbalikan, maka dioda emitor-basis yang mendapat bias maju akan mengalirkan arus dari emitor ke basis dengan cukup besar. Sedang kan dioda basis-kolektor yang mendapat bias mundur praktis tidak mengalirkan arus. Dengan demikian terminal emitor dan basis akan mengalir arus yang besar dan terminal kolektor tidak mengalirkan arus. Namun yang terjadi pada transistor tidaklah demikian. Hal ini disebabkan karena dua hal, yaitu: ukuran fisik basis yang sangat sempit (kecil) dan tingkat doping basis yang sangat rendah. Oleh karena itu konduktivitas basis sangat rendah atau dengan kata lain jumlah pembawa mayoritasnya (dalam hal ini adalah elektron) sangatlah sedikit dibanding dengan pembawa mayoritas emitor (dalam hal ini adalah hole). Sehingga jumlah hole yang berdifusi ke basis sangat sedikit dan sebagian besar tertarik ke kolektor dimana pada kaki kolektor ini terdapat tegangan negatip yang relatif besar. Prinsip kerja transistor ini akan lebih jelas lagi apabila dilihat diagram potensial pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Diagram potensial pada transistor dengan bias aktif

Tegangan bias maju yang diberikan pada dioda emitor-basis (VEB) akan mengurangi potensial penghalang Vo, sehingga pembawa muatan mayoritas pada emitor akan mudah untuk berekombinasi ke basis. Namun karena konduktivitas basis yang rendah dan tipisnya basis, maka sebagian besar pembawa muatan akan tertarik ke kolektor. Disamping itu juga dikuatkan oleh adanya beda potensial pada basis-kolektor yang semakin tinggi sebagai akibat penerapan bias mundur VCB. Dengan demikian arus dari emitor (IE) sebagian kecil dilewatkan ke basis (IB) dan sebagian besar lainnya diteruskan kolektor (IC). Sesuai dengan hukum Kirchhoff maka diperoleh persamaan yang sangat penting yaitu:

IE = IC + IB ........(2.1)Karena besarnya arus IC kira-kira 0,90 sampai 0,998 dari arus IE, maka dalam praktek umumnya dibuat IE IC. Disamping ketiga macam arus tersebut yang pada dasarnya adalah disebabkan karena aliran pembawa mayoritas, di dalam transistor sebenarnya masih terdapat aliran arus lagi yang relatif sangat kecil yakni yang disebabkan oleh pembawa minoritas. Arus ini sering disebut dengan arus bocor atau ICBO (arus kolektor-basis dengan emitor terbuka). Namun dalam berbagai analisa praktis arus ini sering diabaikan. Seperti halnya pada dioda, bahwa dalam persambungan PN yang diberi bias mundur mengalir arus bocor Is karena pembawa minoritas. Demikian juga dalam trannsistor dimana persambungan kolektor-basis yang diberi bias mundur VCB akan mengalir arus bocor (ICBO). Arus bocor ini sangat peka terhadap temperatur, yakni akan naik dua kali untuk setiap kenaikan temperatur 10 OC. Diagram aliran arus IE, IB, IC dan ICBO dalam transistor dapat dilihat pada gambar 2.5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa arus kolektor merupakan penjumlahan dari arus pembawa mayoritas dan arus pembawa minoritas, yaitu IC = ICmayoritas + ICBOminoritas.

Gambar 2.5 Diagram aliran arus dalam transistor

D. Konfigurasi TransistorSecara umum terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan istilah konfigurasi, yaitu konfigurasi basis bersama (common-base configuration), konfigurasi emitor bersama (common-emitter configuration), dan konfigurasi kolektor bersama (commoncollector configuration). Istilah bersama dalam masing-masing konfigurasi menunjuk pada terminal yang dipakai bersama untuk input (masukan) dan output (keluaran). Gambar 2.6 menunjukkan tiga macam konfigurasi tersebut.

Gambar 2.6. Konfigurasi transistor;(a) basis bersama;(b) emitor bersama;(c) Kolektor bersama

Pada konfigurasi basis bersama (common base = CB) sinyal input dimasukkan ke emitor dan sinyal output diambil pada kolektor dengan basis sebagai ground-nya. Faktor penguatan arus pada basis bersama disebut dengan ALPHA (). dc (alpha dc) adalah perbandingan arus IC dengan arus IE pada titik kerja. Sedangkan ac (alpha ac) atau sering juga disebut alpha () saja merupakan perbandingan perubahan IC dengan IE pada tegangan VCB tetap.

.............(2.2)

Dari diagram aliran arus pada gambar 2.5 dapat diketahui bahwa harga adalah kurang dari satu, karena arus IE sebagian dilewatkan menjadi IB dan lainnya menuju kolektor menjadi IC. Harga tipikal dari adalah 0,90 hingga 0,998. umumnya harga untuk setiap transistor dicantumkan dalam buku data. Dengan memasukan arus bocor ICBO kedalam perhitungan, maka besarnya arus IC menjadi:

............(2.3)

Pada konfigurasi emitor bersama (common emitter = CE) sinyal input diumpankan pada basis dan output diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya. Faktor penguatan arus pada emitor bersama disebut dengan BETA (). Seperti halnya pada , istilah juga terdapat dc (beta dc) maupun ac (beta ac). Definisi ac (atau saja) adalah:

.............(2.4)

Istilah sering dikenal juga dengan hfe yang berasal dari parameter hibrid untuk faktor penguatan arus pada emitor bersama. Data untuk harga hfe maupun ini lebih banyak dijumpai dalam berbagai buku data dibanding dengan .

Umumnya transistor mempunyai harga dari 50 hingga lebih dari 600 tergantung dari jenis transistornya. Dalam perencanaan rangkaian transitor perlu diperhatikan bahwa harga dipengaruhi oleh arus kolektor. Demikian pula variasi harga juga terjadi pada pembuatan di pabrik. Untuk dua tipe dan jenis transistor yang sama serta dibuat dalam satu pabrik pada waktu yang sama, belum tentu mempunyai yang sama. Arus bocor ICBO dan ICEO dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.7.

Gambar 3.7 Diagram arus bocor (a) ICBO dan (b) ICEO

a. Kurva Karakteristik transistorSeperti halnya dioda semikonduktor, sebagai komponen non-linier transistor bipolar mempunyai karakteristik yang bisa dilukiskan melalui beberapa kurva. Namun karena transistor mempunyai tiga terminal, maka karakteristik transistor tersebut biasanya dilukiskan dalam bentuk kurva parametrik. Kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah karakteristik input dan karakteristik output. Kurva karakteristik input untuk transistor dengan konfigurasi basis bersama (CB) untuk transistor npn bahan silikon dapat dilihat pada gambar 2.8. Kurva ini menggambarkan hubungan antara arus input IE dengan tegangan input VBE untuk berbagai variasi tegangan output VCB. Dalam hal ini tegangan VCB sebagai parameter. Apabila kurva karakteristik input CB ini diperhatikan, maka bentuknya hampir menyerupai kurva dioda pada saat mendapat bias maju. Hal yang terjadi pada transistor juga demikian, karena persambungan emitor-basis mendapat bias maju. Pada saat tegangan VBE sekitar 0,7 Volt (tegangan cut-in) arus IE akan naik dengan cepat.

Gambar 2.8 Kurva Karakteristik input untuk CB

Perubahan tegangan VCB dari 1 Volt ke 20 Volt mempunyai pengaruh yang sangat sedikit terhadap kurva. Sehingga secara pendekatan dapat dikatakan bahwa arus emitor hanya dipengaruhi oleh tegangan VBE. Disamping itu karena bentuk kurvanya hampir tegak lurus, maka pada saat transistor aktif tegangan VBE bisa dianggap sebesar 0,7 Volt. Masih dalam konfigurasi basis bersama (CB), gambar 2.9 menunjukkan kurva karakteristik output. Kurva ini menggambarkan hubungan antara arus output IC dengan tegangan output VCB untuk berbagai variasi arus input IE. Dalam hal ini arus IE disebut sebagai parameter. Dalam kurva output ditunjukkan adanya tiga daerah kerja transistor, yaitu daerah aktif, daerah jenuh (saturasi) dan daerah mati (cut-off). Daerah kerja transistor ini ditentukan berdasarkan pemberian tegangan bias pada masing-masing persambungannya. Tabel 2.1 menunjukkan kaitan daerah kerja dan tegangan bias tersebut. Agar dapat digunakan sebagai penguat linier transistor perlu diberi tegangan bias sedemikian rupa sehingga bekerja pada daerah aktif.

Gambar 2.9 Kurva karakteristik output untuk CB

Tabel 2.1 Daerah kerja transistor berdasarkan tegangan bias

Pada daerah aktif, kurva terlihat mendatar dan lurus. Hal ini sesuai dengan kurva input bahwa kenaikan tegangan VCB akan berpengaruh sedikit sekali terhadap arus IE. Padahal arus IE adalah hampir sama dengan arus IC yaitu IC/IE = , dimana bernilai hampir satu. Dengan demikian pada masing-masing kurva dengan harga IE tertentu besarnya arus IC terlihat sama dengan IE tersebut. Apabila arus bocor ikut diperhitungkan, maka menurut persamaan 2.3 besarnya arus IC adalah sama dengan IC = IE + ICBO. Sehingga pada saat IE = 0, yaitu pada daerah mati, maka sebenarnya pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICBO. Lihat gambar 2.7 (a) Selanjutnya untuk kurva karakteristik input pada konfigurasi emitor bersama (CE) un-tuk transistor npn bahan silikon dapat dilihat pada gambar 2.10. Kurva ini menunjukkan hu-bungan antara arus input IB dengan tegangan input VBE untuk berbagai variasi tegangan out-put VCE. Dalam hal ini VCE disebut sebagai parameter. Bentuk kurva input CE ini hampir sama dengan kurva input pada CB. Pada tegangan VBE sekitar 0,7 Volt transistor diangap bekerja pada daerah aktif. Hal ini terlihat bahwa arus IB bergerak naik dengan cepat. Dan perubahan tegangan VCE juga tidak begitu mempengaruhi kurva ini.

Gambar 2.10 Kurva karakteristik input untuk CE

Kurva karakteristik output untuk konfigurasi emitor bersama adalah pada gambar 2.11. Kurva ini menunjukkan hubungan antara arus output IC dengan tegangan output VCE untuk berbagai variasi harga arus IB. Dalam kurva ini juga terlihat adanya tiga daerah kerja transistor, yaitu: aktif, jenuh dan mati. Dari kurva terlihat bahwa meskipun arus basis IB = 0 yakni pada saat transistor mati, pada kolektor masih mengalir arus bocor ICEO sebesar (b + 1)ICBO (lihat persamaan 2.7). Hal ini juga sesuai dengan diagram arus bocor pada gambar 2.7 (b). Namun dalam analisis praktek, nilai arus bocor ini cukup kecil sehingga bisa diabaikan.

Gambar 2.11 Kurva karakteristik output untuk CE

Satu lagi kurva untuk emitor bersama yang juga penting untuk diperhatikan adalah kurva transfer yang melukiskan hubungan antara arus output Ic dengan tegangan input VBE. Gambar 2.10 menunjukkan kurva karakteristik tersebut untuk transistor npn bahan silikon.

Gambar 2.12 Kurva transfer untuk CE transistor silikon

Transistor silikon akan mati (cut-off) apabila tegangan VBE = 0 Volt atau basis dalam keadaan hubung singkat (dengan emitor). Pada saat ini pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICES. Apabila basis terbuka (tergantung) yang berarti IB = 0 dimana sebenarnya VBE = 0.06 Volt, maka pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICEO. Dalam gambar terlihat bahwa ICES dan ICEO hampir sama. Dan bahkan karena kecilnya nilai arus bocor ini, biasanya dalam perhitungan praktis sering diabaikan. Tegangan cut-in V adalah tegangan VBE yang menyebabkan arus kolektor kira-kira mengalir sebesar 1 persent dari arus maksimum. Besarnya V ini untuk silikon adalah 0.5 Volt dan untuk germanium adalah 0.1 Volt. Besarnya arus kolektor pada saat VBE belum mencapai tegangan cut-in adalah sangat kecil, yakni dalam orde nanoamper untuk silikon dan mikroamper untuk germanium. Setelah VBE mencapai tegangan cut-in ini transistor masuk ke daerah aktif dimana arus IC mulai naik dengan cepat. Untuk silikon daerah aktif ini antara 0.5 - 0.8 Volt, dan pada umumnya tegangan VBE aktif dianggap sebesar 0.7 Volt. Tegangan VBE lebih besar dari 0,8 Volt (atau 0,3 Volt untuk germanium) menyebabkan transistor masuk daerah jenuh (saturasi). Tabel 2.2 memberikan beberapa tegangan pada persambungan transistor baik untuk germanium maupun silikon. Tabel 2.2 Berbagai tegangan persamungan transistor npn pada suhu 25 oC

E. Pengaruh Temperatur Mengingat bahwa sifat-sifat kelistrikan bahan semikonduktor sangat peka terhadap temperatur, maka demikian juga transistor yang terbuat dari bahan semikonduktor. Semua karakteristik transistor yang dibicarakan di depan sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur. Apabila temperatur naik, maka arus bocor ICBO, ICEO, dan ICES akan cenderung untuk naik. Arus-arus bocor ini akan naik dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 oC. Pada transistor silikon dimana harga arus bocornya dalam orde nanoampere umumnya mampu untuk dipakai sampai temperatur 200 oC. Sedangkan transistor germanium yang arus bocornya dalam orde mikroamper mampu untuk dipakai hingga suhu 100 oC. Akibat kenaikan arus bocor ini, maka arus kolektor juga cenderung untuk naik apabila temperatur naik. Pengaruh perubahan temperatur terhadap arus kolektor IC dapat dilihat pada gambar 2.11. Demikian juga faktor penguatan arus dan akan cenderung untuk naik terhadap perubahan temperatur. Pengaruh temperatur terhadap atau hfe dapat dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.13 Pengaruh perubahan temperatur terhadap arus kolektor IC

Disamping itu perubahan temperatur juga mempengaruhi besarnya tegangan VBE. Apabila temperatur naik, maka tegangan bias maju VBE untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu akan menurun. Koefisien perubahan temperatur terhadap tegangan VBE ini adalah sebesar -2.5 mV/oC. Artinya bahwa untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu tegangan VBE yang diperlukan akan turun sebesar 2,5 mV setiap kenaikan suhu 1 oC.

Gambar 2.14 Variasi (hfe) terhadap IC dan temperatur

Apabila pada temperatur T1 = 25 oC tegangan VBE suatu transistor 0,7 Volt dapat menghasilkan IC sebesar 10 mA, maka untuk mencapai arus IC yang sama pada temperatur T2 = 50 oC diperlukan tegangan VBE sebagai berikut.VBE (T2) = VBE (T1) (T2 T1) (2.5 mV/ oC)VBE (50 oC) = 0.7 V (50 25) (2.5 mV/ oC) = 0.7 V 0.0625 V = 0.637 V = 637 mVJadi pada suhu 50 oC dibutuhkan tegangan VBE = 0.637 V untuk menghasilkan arus IC = 10 mA. Lihat gambar 2.13.

Gambar 2.15 Pengaruh temperature terhadap VBE

Masalah pengaruh temperatur terhadap berbagai karakteristik transistor sungguh tidak dapat diabaikan begitu saja. Perubahan temperatur akan bisa merubah titik kerja yang sudah ditetapkan pada suhu ruang. Hal ini bisa jadi akan juga mempengaruhi faktor penguatan te-gangan dari suatu rangkaian penguat. Disamping itu sinyal output akan bisa menjadi cacat atau distorsi karena perubahan temperatur yang meyakinkan. Oleh karena itu dalam rangkaian penguat transistor perlu adanya berbagai kompensasi, yang nanti akan dijelaskan dalam bab berikutnya.

F. Identifikasi kaki transistorMenentukan kaki transistor adalah dengan melihat data sheet, tapi yang akan di bahas disini adalahcara menentukan kaki transistor menggunakan multimeter analog :

Menentukan Kaki Basis : Memahami konsep forward bias pada dioda terlebih dahulu,yaitu mengalir dari semikonduktor tipe P ke semikonduktor tipe N. Memahami bahwa probe hitam multimeter terhubung pada dengan polaritas positif baterai dan probe merah terhubung dengan polaritas negatif baterai yang berada didalam multimeter. Posisikan multimeter analog dalam kondisi berfungsi sebagai ohm meter. Hubungkan salah satu probe pada salah satu kaki transistor, hubungkan probe yang lain ke kaki kaki transistor yang lain secara bergantian. Apabila jarum selalu menyimpang pada kondisi probe merah yang tetap terhubung pada salah satu kaki dan probe hitam terhubung dengan kaki kaki yang lain maka kaki yang terhubung dengan probe merah adalah kaki Basis. Hal ini Sekaligus dapat digunakan untuk mengetahui tipe transistor tersebut , yaitu transistor tipe PNP.1. Hal yang sama juga berlaku apabila jarum selalu menyimpang pada kondisi probe hitam tetap terhubung dengan salah satu kaki dan probe merah terhubung dengan kaki kai yang lain maka kaki yang terhubung dengan probe hitam adalah kaki Basis ,namun tipe transistor NPN

Gambar 2.16 Cara menentukan Kaki Basis Pada transistor

Menentukan Kaki Colector dan EmittorCara I :1. Mengetahui tipe transistor terlebih dahulu , PNP atau NPN melalui cara yang dijelaskan diatas.2. Hubungkan probe dengan kaki kaki selain basis , colek kaki basis menggunakan jari kita dengan tujuan memberikan bias pada kaki tersebut mengingat tubuh kita juga memiliki energi listrik potensial.3. Misalnya tipe transistornya adalah tipe PNP, apabila jarum menyimpang sedikit setelah kaki basis kita colek dengan jari kita,maka : Probe Hitam = Emitor Probe Merah = CollectorSebaliknya pada tipe transistor NPN, apabila jarum menyimpang sedikit setelah kaki basis kita colek dengan jari maka : Probe Hitam = Collector Probe Merah = EmittorDengan memahami konsep forward bias dan memperhatikan arah panah atau tipe bahan semikonduktor pada suatu kaki transistor akan mempermudah kita dalam memahami cara menentukan kaki kaki transistor. Selain itu bahwa pada transistor yang memiliki kemasan besi / logam, bagian body biasanya terhubung dengan kaki Colector. Pada saat pengujian kaki Colector Emitor jarum hanya menyimpang sedikit sekali, sehingga kadang perlu ketelitian extra.

Cara IIAtur multimeter pada skala x 1K atau x 10K Misalkan transistor berjenis NPN Lakukan Pengukuran seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.17 Analogi Transistor Jenis NPNPerhatikan penunjukan jarum,apabila jarum bergerak kekanan maka kaki 2 (pada probe positif) adalah Emittor san kaki 3 (pada probe Negatif ) adalah Colector (gambar a dan b). Atau jika dipasang kebalikannya (probe positife pada kaki 3 dan probe negatif pada kaki 2) dan jarum tidak bergerak, maka kaki 3 adalah Emitter dan kaki 2 adalah Colector (gambar c). Untuk transistor jenis PNP dapat dilakukan seperti dibawah ini (gambar 2.18) dan hasilnya kebalikan dari transistor jenis NPN (gambar a dan b)

Gambar 2.18 Analogi Transistor Jenis PNP

G. RingkasanStruktur transistor terdiri atas sebuah bahan type p yang diapit oleh dua bahan tipe n (transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan tipe n yang diapit oleh dua bahan tipe p (transistor PNP). Meskipun strukturnya mirip seperti dua buah dioda yang disambung berbalikan, namun prinsip kerjanya sama sekali berbeda. Hal ini disebabkan karena ukuran fisik basis yang sangat sempit (kecil) dan tingkat doping basis yang sangat rendah. Terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan istilah konfigurasi, yaitu konfigurasi basis bersama (CB), konfigurasi emitor bersama (CE), dan konfigurasi kolektor bersama (CC). Pada konfigurasi CE sinyal input diumpankan pada basis dan output diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya. Faktor penguatan arus pada emitor bersama disebut dengan BETA (). Kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah karakteristik input dan karakteristik output. Apabila temperatur naik, maka arus bocor ICBO, ICEO, dan ICES akan cenderung untuk naik. Arus-arus bocor ini akan naik dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 oC. Akibatnya maka arus kolektor juga cenderung untuk naik apabila temperatur naik. Disamping itu perubahan temperatur juga mempengaruhi besarnya tegangan VBE. Apabila temperatur naik, maka tegangan bias maju VBE untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu akan menurun.

BAB IIIRANGKAIAN AMPLIFIER BIAS TRANSISTOR

A. Daerah Kerja TransistorPengetahuan tentang tanggapan ac dan dc suatu sistem sangat diperlukan baik dalam analisis maupun perencanaan rangkaian penguat transistor. Rangkaian penguat dapat melipat gandakan sinyal input ac yang kecil disebabkan karena rangkaian tersebut mendapatkan tegangan dc dari luar. Oleh karena itu setiap analisis maupun perencanaan rangkaian penguat terdapat dua komponen, yakni ac dan dc. Dengan teori superposisi, kondisi level dc dan ac dapat dipisahkan. Level dc dari suatu rangkaian menentukan titik kerja transistor yang dipakai. Bab ini akan membahas berbagai bentuk rangkaian bias dan menganalisa titik kerja rangkaian penguat transistor. Disamping analisis diberikan pula cara perencanaan suatu titik kerja, sehingga transistor dapat bekerja sesuai keinginan.Istilah bias dc pada judul bab empat ini menyangkut pemberian tegangan dc kepada transistor untuk mendapatkan level tegangan dan arus yang tetap. Dalam penguat transistor level tegangan dan arus yang tetap tersebut akan menempatkan suatu titik kerja pada kurva karakteristik sehingga menentukan daerah kerja transistor. Oleh karena titik kerja tersebut merupakan titik yang tetap dalam kurva karakteristik, maka biasanya disebut dengan titik-Q (atau Quiescent Point).Gambar 3.1 menunjukkan kurva karakteristik output dengan empat buah contoh titik kerja yang diberi nama A, B, dan C. Pada dasarnya titik kerja suatu rangkaian penguat bisa diletakkan dimana saja di kurva karakteristik tersebut. Namun agar rangkaian penguat dapat menguatkan sinyal dengan linier atau tanpa cacat, maka titik kerja diusahakan ditempatkan di tengah daerah aktif. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah agar titik kerja tidak diletakkan diluar batas maksimum dari arus maupun tegangan yang sudah ditentukan oleh pabrik. Apabila hal ini dilanggar transistor akan panas dan cepat rusak.

Gambar 3.1 Daerah pada kurva karakteristik output

Pada gambar 3.1 tersebut terlihat arus IC maksimum adalah 40 mA dan tegangan VCE maksimum sebesar 20 Volt. Disamping harga arus dan tegangan maksimum tersebut yang tidak boleh dilampaui adalah daya kolektor maksimum PCmaks. Dalam gambar PCmaks ini ditunjukkan oleh garis lengkung putus-putus. PCmaks atau disipasi daya kolektor maksimum ini merupakan perkalian IC dengan VCE. Dengan demikian titik kerja harus diletakkan di dalam batas-batas tersebut. Tampak pada gambar 3.1 bahwa ketiga titik kerja A, B dan C terletak pada daerah kerja transistor yang diijinkan. Transistor dengan titik kerja A kira-kira mempunyai VCE = 2 Volt dan IC = 7 mA. Titik kerja B mempunyai VCE = 10 Volt, IC = 21 mA dan titik kerja C adalah VCE = 19 Volt, IC = 11 mA. Transistor yang bekerja pada titik A kurang begitu memuaskan karena termasuk pada kurva non-linier, sehingga sinyal output akan cenderung untuk cacat. Demikian juga pada ti-tik C, karena terletak hampir pada batas kemampuan VCE transistor. Disamping itu transistor juga akan cepat panas. Titik B merupakan pilihan terbaik sebagai titik kerja transistor sebagai penguat, karena terletak di tengah-tengah, sehingga memungkinkan transistor dapat menguatkan sinyal input secara maksimum. Agar transistor bekerja pada suatu titik kerja tertentu diperlukan rangkaian bias. Rangkaian bias ini akan menjamin pemberian tegangan bias persambungan E-B dan B-C dari transistor dengan benar. Transistor akan bekerja pada daerah aktif bila persambungan E-B diberi bias maju dan B-C diberi bias mundur (lihat tabel 3.1). Dalam praktek dikenal berbagai bentuk rangkaian bias yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Kemantapan kerja transistor terhadap pengaruh temperatur merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan bentuk rangkaian bias. Karena perubahan temperatur akan mempengaruhi (faktor penguatan arus pada CE) dan arus bocor ICBO. B. Rangkaian Bias TetapGambar 3.2 menunjukkan rangkaian transistor dengan bias tetap. Rangkaian bias ini cukup sederhana karena hanya terdiri atas dua resistor RB dan RC. Kapasitor C1 dan C2 merupakan kapasitor kopling yang berfungsi mengisolasi tegangan dc dari transistor ke tingkat sebelum dan sesudahnya, namun tetap menyalurkan sinyal ac-nya.

Gambar 3.2 Rangkaian bias tetap

Pada analisis dc, semua kapasitor dapat diganti dengan rangkaian terbuka. Hal ini karena sifat kapasitor yang tidak dapat melewatkan arus dc. Dengan demikian untuk keperluan analisis dc rangkaian dapat disederhanakan menjadi seperti pada gambar 3.3. Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input (basis-emitor), maka diperoleh persamaan:

............(3.1)Persamaan ini cukup mudah untuk diingat karena sesuai dengan hukum Ohm, yakni arus yang mengalir pada RB adalah turun tegangan pada RB dibagi dengan RB. Karena VCC dan VBE tetap, maka RB adalah penentu arus basis pada titik kerja.

Gambar 3.3 Rangkaian ekivalen dc dari gambar 3.2

Setelah arus IB ditentukan, maka arus IC dengan mudah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

.............(3.2)Dengan menggunakan hukum Kirchhoff pada ikal output (kolektor-emitor), maka diperoleh persamaan:

...............(3.3)

Ketiga harga yang baru saja diperoleh, yaitu IB, IC dan VCE inilah yang menentukan titik kerja transistor. Oleh karena itu dalam penulisan sering ditambah huruf Q di belakangnya, yakni berturut-turut IBQ, ICQ dan VCEQ. Harga ICQ dan VCEQ merupakan koordinat dari titik kerja Q pada kurva karakteristik output CE. Titik kerja Q dalam kurva karakteristik selalu terletak pada garis beban. Hal ini karena harga VCEQ diperoleh dari persamaan 3.3 yakni yang disebut dengan persamaan garis beban. Untuk menggambar garis beban pada kurva, ditentukan dua titik yang berpotongan dengan masing-masing sumbu x (VCE) dan sumbu y (IC). Persamaan garis beban: VCE = VCC - IC.RC Garis beban akan memotong sumbu x (VCE), apabila arus IC adalah nol. Dalam hal ini transistor dalam keadaan mati (IC = 0), sehingga tegangan VCE adalah maksimum, yaitu:

.................(3.4)

Garis beban akan memotong sumbu y (IC), apabila tegangan VCE adalah nol. Dalam hal ini transistor dalam keadaan jenuh (VCE = 0), sehingga arus IC adalah maksimum, yaitu:

.................(3.5)

Apabila kedua titik ekstrem (VCEmaks dan ICmaks) ini dihubungkan maka diperoleh garis beban dimana titik Q berada. Garis beban ini disebut dengan garis beban dc, karena hanya berkaitan dengan parameter dc dari rangkaian. Lihat gambar 3.4. Nanti pada pembahasan rangkaian bias yang lain akan dianalisa juga garis beban ac.

Gambar 3.4 Kurva output dengan garis beban dc

Contoh 3.1 Suatu rangkaian penguat menggunakan bias tetap seperti pada gambar 4.5. Tentukan titik kerja (IBQ, ICQ, VCEQ) dan gambarkan garis beban dc-nya.

Gambar 3.5 Rangkaian penguat untuk contoh 3.1

Gambar 3.6 Garis beban dc untuk contoh 3.1

Titik kerja dari rangkaian bias tetap sangat dipengaruhi oleh harga. Oleh karena sangat peka terhadap perubahan temperatur, maka stabilitas kerja dari rangkaian bias tetap kurang baik. Untuk memperbaiki stabilitas terhadap variasi , maka diberikan resistor pada kaki emitor (RE). Lihat gambar 3.7.

Gambar 3.7 Rangkaian bias tetap dengan stabilisasi emitor

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan, dari ikal input (basis-emitor) dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:

..........(3.6) .......

Besarnya arus IC dapat dicari dengan persamaan 3.2, yaitu: IC = IB. Persamaan garis beban dapat diturunkan dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal output (kolektor-emitor) dari gambar 3.7, yaitu:

.............(3.7)

Persamaan ini akan menentukan garis

beban dc pada kurva output. Pada saat arus IC = 0 (transistor mati), maka tegangan VCE akan maksimum, yaitu (persmaan 3.4): VCEmaks = VCC Pada saat tegangan VCE = 0 (transistor jenuh), maka arus IC akan maksimum, yaitu:

.................(3.8)

Contoh 3.2 Suatu rangkaian penguat menggunakan bias tetap dengan stabilisasi emitor seperti pada gambar 3.8. Tentukan titik kerja (IBQ, ICQ, VCEQ) dan gambarkan garis beban dc-nya.

Gambar 3.8 Rangkaian penguat untuk contoh 3.2

Gambar 3.9 Garis beban dc untuk contoh 3.2

Apabila contoh 3.1 di atas diulangi lagi untuk harga (beta) dua kali lipat, yakni 100, maka diperoleh harga IB, IC, dan VCE sebagai berikut:

Terlihat bahwa apabila (beta) dinaikkan 100 %, maka arus kolektor IC naik 100 %. Jadi arus IC sangat tergantung pada besarnya, karena sangat peka terhadap temperatur, maka rangkaian bias tetap (gambar 3.2) juga sangat peka terhadap perubahan temperatur. Sekarang apabila contoh 3.2 diulangi lagi untuk harga (beta) dua kali lipat, yakni 100, maka diperoleh harga IB, IC, dan VCE sebagai berikut:

Terlihat bahwa apabila (beta) dinaikkan 100 %, maka arus IC naik 81 %. Perubahan ini lebih kecil dari contoh sebelumnya. Dari dua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa rangkaian bias tetap dengan stabilisasi emitor (gambar 3.7) ternyata lebih stabil terhadap perubahan daripada rangkaian bias tetap pada tanpa RE.

C. Bias Umpan Balik TeganganUntuk memperbaiki stabilitas titik kerja terhadap perubahan , digunakan rangkaian bias dc dengan menggunakan umpan balik tegangan. Gambar 3.10 merupakan penguat transistor dengan menggunakan bias umpan balik tegangan.

Gambar 3.10 Rangkaian bias umpan balik tegangan Untuk mendapatkan arus IB, diterapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input (basis-emitor), yaitu:

Perlu diperhatikan bahwa arus yang mengalir pada RC bukanlah IC melainkan IC, dimana IC = IC + IB. Tetapi karena harga IC dan IC jauh lebih besar dibanding IB, maka secara pendekatan IC dapat dianggap sama dengan IC (IC IC = IB). Demikian juga bahwa IE = IC. Sehingga diperoleh:

............(3.9)

Arus IC dapat diperoleh dengan mengalikan IB dengan, yaitu: IC = IB. Selanjutnya harga VCE dapat dihitung dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal output (kolektor-emitor), yaitu:

kembali dengan asumsi bahwa: IC = IC dan IE = IC, maka:

...........(3.10)Contoh 3.3 Tentukan titik kerja (ICQ dan VCEQ) dari rangkaian seperti pada gambar 3.11.

Gambar 3.11 Rangkaian untuk contoh 3.3

Apabila contoh 3.3 tersebut diulangi lagi dengan harga dinaikkan menjadi 135, maka hasilnya dapat dibandingkan sebagai berikut:

Terlihat bahwa apabila dinaikkan 50 %, arus ICQ naik 12,1% dan VCEQ turun sekitar 20,9%. Perubahan titik kerja karena pengaruh perubahan pada rangkaian bias ini ternyata lebih kecil dibanding pada rangkaian bias tetap maupun bias tetap dengan stabilisasi emitor. Dengan kata lain rangkaian bias dengan umpan balik tegangan mempunyai stabilitas yang lebih baik dari pada rangkaian bias sebelumnya.

D. Bias Pembagi TeganganRangkaian bias pembagi tegangan sering juga disebut dengan bias sendiri (self-bias). Penguat transistor pada umumnya lebih banyak menggunakan rangkaian bias jenis ini, karena stabilitasnya sangat baik. Stabilitasnya lebih baik dari pada rangkaian bias yang sudah dibahas sebelumnya. Gambar 3.12 menunjukkan rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan. Rangkaian bias pembagi tegangan terdiri atas empat buah resistor, yaitu: R1, R2, RC, dan RE. Resistor R1 (yang berada di atas) akan menjamin bahwa persambungan kolektor -basis mendapatkan bias mundur, sedangkan resistor R2 (yang berada di bawah) akan menja-min bahwa persambungan basis - emitor mendapatkan bias maju. Oleh karena itu dengan adanya pembagi tegangan R1 dan R2 akan menjamin bahwa transistor dapat bekerja pada daerah aktif. RC sebagai resistansi beban kolektor, dan RE sebagai stabilisasi dc.

Gambar 3.12 Rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan

Analisis dc rangkaian bias pembagi tegangan ini dimulai dengan menggambar lagi bagian input dari rangkaian tersebut seperti pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Penggambaran kembali bagian input dari gambar 3.12

Jaringan input dari rangkaian gambar 3.13 diselesaikan dengan metode Thevenin, yaitu menggantinya dengan sebuah sumber tegangan VTH dan sebuah resistansi RTH. Hubungan antara VTH dan RTH adalah seri, sehingga diperoleh rangkaian ekivalen yang sederhana. Dalam analisa penguat transistor tegangan Thevenin (VTH) sering disebut dengan VBB dan resistansi Thevenin (RTH) sering disebut dengan RB. Lihat gambar 3.14.

Gambar 3.14 Rangkaian ekivalen Thevenin pada input transistor

Harga resistansi dan tegangan Thevenin dari rangkaian ekivalen adalah sebagai berikut. Resistansi Thevenin:

................(3.11)

Tegangan Thevenin:

................(3.12)

Dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input rangkaian ekivalen Thevenin gambar 3.14, dapat ditentukan harga IB, yaitu: ............(3.13)dimana harga VBE ini sama seperti pembahasan yang lalu yaitu dianggap VBE aktif = 0,7 Volt. Harga IB yang diperoleh ini merupakan titik kerja transistor yang biasanya disebut dengan IBQ. Apabila IB = IC/ dimasukkan pada persamaan 3.13 tersebut, maka harga IC dapat diperoleh, yaitu: .........(3.14)Analisis pendekatan dapat dilakukan apabila IE = IC, yaitu apabila arus IE dianggap sama dengan arus IC, maka dapat diperoleh: ...............(3.15) Harga arus IC ini merupakan titik kerja transistor yang sering disebut dengan ICQ.Persamaan garis beban dapat diperoleh dengan menerapkan hukum Kirchhoff pada ikal output kolektor - emitor, yaitu:

sehingga diperoleh:...........(3.16)Harga arus IC ini merupakan titik kerja transistor yang sering disebut dengan ICQ. Analisis pendekatan dapat dilakukan apabila IE IC, yaitu arus IE dianggap sama dengan arus IC, maka diperoleh: ...........(3.17)

Contoh 3.4 Suatu rangkaian penguat menggunakan bias pembagi tegangan seperti pada gambar 3.15. Tentukan titik kerja (ICQ, VCEQ) rangkaian penguat tersebut.

Gambar 3.15 Rangkaian penguat untuk contoh 3.3

Perbandingan hasil antara analisis tepat dan pendekatan untuk ICQ adalah 0,85 mA dan 0,86 mA, sedangkan untuk VCEQ adalah 12,22 V dan 12,14 V. Terlihat bahwa perbedaanya sangat kecil. Semakin besar harga beta semakin kecil perbedannya.Sebagaimana telah dilakukan pada rangkaian bias tetap yakni membuktikan pengaruh perubahan beta terhadap titik kerja transistor, maka apabila contoh 3.3 diulangi lagi tetapi untuk harga sebesar 70, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun harga turun setengahnya, ternyata titik kerja transistor hampir sama. Hal ini terbukti bahwa stabilitas rangkaian bias pembagi tegangan terhadap perubahan sangat baik.

E. Garis Beban DC dan ACSebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa titik kerja suatu transistor dalam rangkaian penguat selalu terletak pada garis beban. Garis beban dc dibuat berdasarkan tanggapan rangkaian terhadap tegangan dc (tegangan catu daya), dan garis beban ac diperoleh karena tanggapan rangkaian terhadap sinyal ac. Dengan adanya garis beban dc dan ac pada kurva karakteristik, maka kondisi kerja transistor dapat diketahui dan penerapan sinyal ac pada penguat dapat dianalisis dengan mudah. Perhatikan rangkaian penguat Emitor Bersama (Common Emitter = CE) dengan bias pembagi tegangan pada gambar 3.14. Tanggapan rangkaian penguat tersebut terhadap tegangan dc lebih sederhana karena semua kapasitor diganti dengan rangkaian terbuka. Beban pada ikal kolektor-emitor adalah RC dan RE. Oleh karena itu beban ini disebut dengan beban dc (Rdc). Rdc = RC + RE Sedangkan tanggapan terhadap sinyal ac, semua kapasitor (C kopling dan C by-pass) dan catu daya dc (VCC) dianggap hubung singkat. Dengan demikian karena terminal untuk VCC terhubung ke tanah (ground) dan kapasitor C2 dianggap hubung singkat, maka resistor RC dan resistor RL terhubung paralel (RC RL). Beban pada ikal kolektor-emitor adalah resistor RC RL dan resistor RE. Beban ini disebut dengan beban ac (Rac).

Rac = (RC RL) + RE

Gambar 3.16 Rangkaian penguat CE dengan bias pembagi tegangan

Untuk mendapatkan garis beban dc beban yang digunakan adalah beban dc (Rdc). Kemiringan garis beban dc adalah -1/Rdc. Demikian pula bila ingin mendapatkan garis beban ac, maka yang digunakan adalah beban ac (Rac). Kemiringan garis beban ac adalah -1/Rac. Persamaan garis beban dc untuk rangkaian CE dari gambar 3.16 adalah: ...........(3.18)

Untuk menggambarkan persamaan garis beban ini kedalam kurva karakteristik output, maka perlu dicari dua titik ekstrem dan menghubungkan keduanya. Dua titik ini adalah satu titik berada di sumbu X (tegangan VCE) yang berarti arus ICnya menjadi nol dan satu titik lainnya berada di sumbu Y (arus IC) yang berarti bahwa tegangan VCEnya menjadi nol. Titik pertama, pada saat arus IC = 0, maka diperoleh tegangan VCE maskimum (transistor dalam keadaan mati). Dengan memasukkan harga IC = 0 ini ke persamaan garis beban dc diperoleh: . ...............(............(3.19)

Titik kedua, pada saat tegangan VCE = 0, maka diperoleh arus IC maksimum (transistor dalam keadaan jenuh). Dengan memasukkan harga VCE = 0 ini ke persamaan garis beban dc diperoleh: ................(3.20)Selanjutnya adalah menentukan garis beban ac. Oleh karena titik nol (titik awal) dari sinyal ac yang diumpankan ke penguat selalu berada pada titik kerja (titik Q), maka garis beban ac selalu berpotongan dengan garis beban dc pada titik Q tersebut. Dengan demikian cara yang paling mudah untuk mendapatkan garis beban ac adalah dengan memasukkan harga ac dari arus IC dan tegangan VCE kedalam persamaan garis beban dc. Harga ac dari besaran arus dalam hal ini adalah IC dapat dilihat pada gambar 3.15. Dengan cara yang sama dapat diperoleh harga besaran tegangan VCE.

Oleh karena C2 dan VCC dianggap hubung singkat (VCC = 0), maka rangkaian ekivalen ac dari gambar 3.16 adalah seperti pada gambar 3.18 dan diperoleh persamaan umum garis beban ac, yaitu:

Gambar 3.18. Rangkaian ekivalen ac dari gambar 3.16

Apabila besaran arus dan tegangan ac dimasukkan pada persaaan tersebut, maka diperoleh persamaan garis beban ac: vce = -ic (Rac)...........(3.21) Cara menggambar garis beban ac adalah seperti halnya menggambar garis beban dc, yakni dengan melalui dua titik ekstrem. Titik pertama, pada saat iC = 0, maka diperoleh harga vCE maksimum. Dengan memasukkan harga iC = 0 ini kedalam persamaan garis beban ac diperoleh: ......(3.22)Titik kedua, pada saat vCE = 0, maka diperoleh harga iC maksimum. Dengan memasukkan harga vCE = 0 ini kedalam persamaan garis beban ac diperoleh:

...........(3.23)

Garis beban dc dan ac dapat digambarkan pada kurva karakteristik output penguat CE seperti pada gambar 3.19.

Gambar 3.19. garis beban dac dan ac pada penguat CE

F. Analisa dan DesainMenganalisis titik kerja suatu rangkaian penguat berarti menentukan posisi titik Q dengan menghitung arus ICQ dan VCEQ dari suatu rangkaian yang sudah diketahui spesifikasi komponen-komponennya. Pada penguat CE dengan bias pembagi tegangan, harga-harga R1, R2, RE, RC, VCC, VBE, dan RL sudah diketahui, sehingga bisa dihitung IB dengan bantuan Thevenin. Selanjutnya bisa ditentukan ICQ dan VCEQnya. Garis beban dc dan ac dapat digambarkan pada kurva output. Dengan melihat posisi titik Q pada garis beban, maka sinyal output maksimum tanpa cacat bisa dihitung. Sedangkan dalam mendesain, urutan proses adalah kebalikan dari menganalisa, karena akhir dari perencanaan adalah menentukan komponen-komponen rangkaian penguat. Permasalahan dimulai dari kondisi penguat yang diinginkan, kemudian bekerja dari ikal emitor-kolektor, sampai diperoleh harga R1 dan R2 yang sesuai. Namun biasanya harga VCC, VBe, dan RL bisa ditentukan lebih dahulu. Sedangkan RC dan RE berhubungan dengan penguatan tegangan (arus), dan impedansi input (output) yang akan dibahas pada bab berikutnya.

Prosedur analisis titik kerja rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan (gambar 3.12). Langkah 1. Menggunakan R1 dan R2 untuk menentukan ekivalen Thevenin RB dan VBB. Persamaan 3.11 dan 3.12

Langkah 2. Menggunakan persamaan bias untuk menghitung ICQ. Persamaan 3.14 (tepat) atau 3.15 (pendekatan).

Langkah 3.Menghitung VCEQ dengan menggunakan persamaan garis beban dc. Persamaan 3.16 (tepat) atau 3.17 (pendekatan).

Langkah 4. Menentukan garis beban dc dan ac pada kurva karakteristik output. Persamaan 3.19 dan 3.20 untuk garis beban dc.

dan persamaan 3.22 dan 3.23 untuk garis beban ac.

Langkah 5.Menentukan sinyal output maksimum tanpa cacat dari posisi titik Q pada kurva output. .....(3.24)dimana: Vomaks(p-p) adalah tegangan output (sinyal ac) maksimum tanpa cacat yang merupakan harga dari puncak ke puncak. ic(p) adalah arus output (sinyal ac) maksimum tanpa cacat yang merupakan harga puncak. Harga ic(p) sesuai dengan posisi titik Q pada garis beban ac, yaitu: ic(p) = ICQ, apabila titik Q terletak pada kurang dari setengah garis beban ac. ic(p) = iCmaks - ICQ, apabila titik Q terletak pada lebih dari setengah garis beban ac. Apabila titik Q tepat ditengah garis beban ac, boleh pakai salah satu, karena iCmaks= 2ICQ.

Contoh 4.4 Diketahui rangkaian penguat CE seperti gambar 4.20. Tentukan : a. Titik kerja rangkaian (ICQ dan VCEQ) b. Garis beban dc dan ac c. Tegangan output maksimum yang dimungkinkan dari penguat tersebut

Gambar 3.20. Rangkaian penguat CE untuk contoh 3.4

Penyelesaian: a. Titik kerja

Perhitungan pendekatan untuk ICQ dan VCEQ:

b. Garis beban dc

Gambar garis beban dc dan ac adalah seperti pada gambar 3.21.

Gambar 3.21. Gambar garis beban dc dan ac

c. Tegangan output maksimum Persamaan 3.24

Prosedur desain titik kerja rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan (gambar 4.16).

Langkah 1. Menentukan atau memilih titik Q sesuai kebutuhan. Apabila diinginkan agar penguat dapat menghasilkan sinyal output (ac) semaksimum mungkin tanpa adanya cacat, maka titik Q harus diletakkan ditengah garis beban ac. Dengan demikian iC maks = 2ICQ, dan bila ini dimasukkan pada persamaan 3.23 maka: .............(3.25)

Apabila persamaan 3.25 ini dimasukkan ke persamaan garis beban dc, maka:................(3.26)

Setelah harga ICQ diketahui, maka VCEQ dapat dihitung dengan persamaan 3.22. Apabila penguat tidak diinginkan untuk menghasilkan sinyal output maksimum, maka persamaan 3.25 dan 3.26 pada langkah 1 ini tidak berlaku.

Langkah 2. Menentukan harga RB Agar diperoleh stabilitas bias yang baik, maka harga RB paling tinggi harus sebesar 0.1RE, yaitu: ...............(3.27)

Langkah 3.Menentukan harga VTH atau VBB dengan menggunakan persamaan bias (persamaan 3.15)

Langkah 4 Menentukan R1 dan R2 dari VBB dan RB (persamaan 3.11 dan 3.12)

Dari kedua persamaan tersebut dapat diturunkan harga R1 (yang berada di atas) dan R2 (yang berada di bawah) dari gambar 3.16, yaitu:

..............(3.28)

Selanjutnya mencari R2:

Langkah 5.Menentukan sinyal output maksimum tanpa cacat dari posisi titik Q pada kurva output, sebagaimana langkah 5 pada prosedur analisa titik kerja.

Contoh 4.5 Dari contoh 3.4 ternyata bahwa penguat pada gambar 3.20 belum menghasilkan sinyal output yang maksimum, terlihat dari letak titik Q-nya yang tidak ditengah garis beban ac. Oleh karena itu rencanakan agar penguat tersebut dapat menghasilkan sinyal output maksimum, tentunya hanya dengan mengganti Harga R1 dan R2 yang sesuai.Penyelesaian: Persamaan 3.25

Persamaan 3.26

Persamaan 3.27

Untuk mendapatkan stabilitas bias yang baik RB dibuat sama dengan 0.1RE

Dengan demikian bisa diperoleh R1 dan R2 dengan persamaan 3.28 dan 3.29.

G. RingkasanPemberian tegangan bias merupakan syarat mutlak agar rangkaian transistor dapat bekerja. Rangkaian bias tetap merupakan cara pemberian tegangan bias yang sangat sederhana. Kerugiannya adalah bahwa stabilitas biasnya sangat jelek, sehingga perlu diberi stabilisasi berupa resistor emitor. Rangkaian bias yang paling banyak digunakan dalam rangkain penguat transistor adalah bias pembagi tegangan atau sering juga disebut dengan self-bias. Stabilitas biasnya sangat baik, sehingga titik kerja transistor hampir tidak dipengaruhi oleh besarnya .

BAB IVPARAMETER TRANSISTOR DAN PERSAMAAN RANGKAIAN

A. Parameter PenguatBada bab 3 telah dibahas rangkaian bias yang menentukan titik kerja transistor. Transistor diberi tegangan bias sedemikian rupa sehingga dapat dihasilkan sinyal output maksimum. Dalam bab ini pembahasan akan dikonsentrasikan pada analisa penguat sinyal kecil dengan menggunakan rangkaian ekivalen. Metode rangkaian ekivalen yang dipakai adalah parameter hibrid. Parameter hibrid ini banyak dipakai baik di kalangan industri maupun akademisi.Sebelum masuk rangkaian ekivalen transistor secara rinci, terlebih dahulu akan dibahas beberapa parameter yang penting dalam pembicaraan tentang penguat. Rangkaian penguat pada dasarnya merupakan jaringan dengan dua pasang terminal (two-port network). Satu pasang pada sisi input yang terletak di sebelah kiri merupakan terminal untuk jalan masuk sinyal input dan satu pasang lainnya pada sisi output di sebelah kanan merupakan jalan keluar sinyal output. Lihat gambar 4.1.

Pada sisi input terdapat impedansi input, Zi, yang menurut hukum Ohm adalah: ............(4.1)

Gambar 4.1 Jaringan dengan dua pasang terminalPada frekuensi rendah hingga menengah (umumnya kurang dari 100 KHz), impendansi input suatu transistor bipolar adalah resistif murni. Nilai resistansinya berkisar antara beberapa Ohm hingga mega Ohm tergantung dari konfigurasi rangkaian transistor yang dipakai. Nilai Zi ini tidak bisa diukur dengan Ohmmeter. Pentingnya parameter Zi bagi suatu sistem akan sangat terasa apabila sumber sinyal yang dimasukkan tidak ideal. Sumber sinyal yang tidak ideal adalah yang tahanan dalamnya tidak nol. Apabila sumber sinyalnya ideal, maka semua sinyal dari sumber akan diterima oleh sistem penguat. Namun bila sumber sinyal tidak ideal, maka tahanan dalam dari sumber akan terhubung seri dengan Zi, sehingga sinyal yang diterima sistem penguat mengikuti hukum Kirchhoff tegangan. Parameter kedua adalah Impedansi Output, Zo. Impedansi output ditentukan pada terminal output melihat belakang ke dalam sistem dengan sinyal input dibuat nol. Untuk memperoleh Zo, sumber sinyal diberikan pada terminal output dan sesuai dengan hukum Ohm, yaitu:..............(4.2)Pada frekuensi rendah hingga menengah (umumnya kurang dari 100 KHz), impendansi output suatu transistor bipolar adalah resistif murni. Nilai resistansinya berkisar antara beberapa Ohm hingga 2 MOhm tergantung dari konfigurasi rangkaian transistor yang dipakai. Sebagaimana nilai Zi, nilai Zo ini juga tidak bisa diukur dengan Ohmmeter. Impedansi output Zo perlu diperhatikan sehubungan dengan rangkaian penguat pada tingkat berikutnya. Untuk penguat arus diharapkan mempunyai impedansi output sebesarbesarnya agar semua arus output bisa mencapai beban atau tingkat berikutnya. Parameter ketiga adalah Penguatan Tegangan, Av, yang merupakan salah satu karakteristik penguat yang sangat penting. Definisi penguatan tegangan adalah:............(4.3)Misalnya sinyal input sebesar 1 mV diumpankan ke rangkaian penguat dan menghasilkan sinyal output sebesar 100 mV, maka Av dari penguat tersebut adalah 100. Jadi Av adalah perbandingan sinyal output (tegangan) dengan sinyal input (tegangan). Parameter keempat yang juga sangat penting adalah Penguatan Arus, Ai. Definisi penguatan arus adalah: .............(4.4)Penguatan arus adalah perbandingan antara sinyal output (arus) dengan sinyal input (arus).

B. Model HibridPada jaringan dua pasang terminal (two-port network) seperti gambar 4.1 terdapat empat variabel, yakni: arus input (ii), tegangan input (vi), arus output (io) dan tegangan output (vo). Empat variabel ini dapat saling berhubungan dalam berbagai macam persamaan. Dalam kaitannya dengan rangkaian transistor, variabel vi dan io diberlakukan sebagai variabel bebas dan lainnya sebagai variabel tergantung. Dengan demikian karakteristik jaringan tersebut dapat dinyatakan dengan dua buah persamaan berikut: .................(4.5).................(4.6)Parameter yang menghubungkan empat variabel tersebut disebut dengan parameter-h (atau hibrid), yaitu h11, h12, h21, dan h22. Istilah hibrid dipilih karena dalam persamaan tersebut terdapat campuran variabel v dan i, yang mengakibatkan kombinasi satuan pengukuran untuk parameter-h. Dari dua persamaan tersebut (4.5 dan 4.6) dapat ditentukan definisi masing-masing parameter-h. Apabila terminal output dibuat hubung singkat (atau vo = 0), maka dari persamaan 4.5 diperoleh h11, yaitu:.......(4.7)Perbandingan ini menunjukkan bahwa h11 adalah parameter impendansi dengan satuan Ohm. Karena merupakan perbandingan tegangan input dan arus input dengan terminal output dihubung singkat, maka h11 disebut dengan impedansi input hubung singkat. Apabila terminal input dibuka (atau ii = 0), maka dari persamaan 4.5 diperoleh h12, yaitu:.......(4.8)Parameter h12 disebut dengan penguatan tegangan balik rangkaian terbuka. Karena merupakan perbandingan dua level tegangan, maka h12 tidak mempunyai satuan. Parameter h21 diperoleh dengan cara menghubung singkatkan terminal output (atau vo = 0), sehingga dari persamaan 4.6 diperoleh: .......(4.9)Parameter h21 yang merupakan perbandingan arus output dan arus input dengan terminal output hubung singkat disebut dengan penguatan arus maju hubung singkat. Karena merupakan perbandingan dua level arus, maka h21 tidak mempunyai satuan. Terakhir adalah parameter h22 yang diperoleh dengan membuka terminal input (atau ii = 0), maka dari persamaan 4.6 didapatkan:......(4.10)Paramater h22 disebut konduktansi output rangkaian terbuka dengan satuan siemen atau mho. Apabila jaringan yang dimaksud merupakan rangkaian transistor, maka pada umum-nya keempat parameter h11, h12, h21, dan h22 tersebut diubah menjadi berturut-turut hi, hr, hf, dan ho.

Oleh karena itu apabila digunakan untuk menjelaskan rangkaian transistor, maka persamaan 4.5 dan 4.6 dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 4.11 dan 4.12 di bawah: ................(4.11) ................(4.12)Karena setiap faktor dalam persamaan 4.11 mempunyai satuan tegangan, maka dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan akan diperoleh suatu rangkaian yang dapat menghasilkan persamaan tersebut. Rangkaian tersebut merupakan rangkaian ekivalen input dari jaringan transistor, yaitu seperti pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Rangkaian ekivalen input dari transistor

Sedangkan dalam persamaan 4.12 karena setiap faktornya mempunyai satuan arus, maka dengan menerapkan hukum Kirchhoff arus akan diperoleh suatu rangkaian yang dapat menghasilkan persamaan tersebut. Rangkaian tersebut merupakan rangkaian ekivalen output dari jaringan transistor, yakni seperti gambar 4.3.

Gambar 4.3 Rangkaian ekivalen output dari transistorRangkaian ekivalen ac dengan parameter-h dari transistor secara keseluruhan merupakan gabungan bagian input dan bagian output. Gambar 4.4 merupakan rangkaian ekivalen secara lengkap. Namun rangkaian transistor tersebut belum menunjuk pada salah satu konfigurasi. Untuk menunjuk pada konfigurasi tertentu, parameter-h diberi dengan tambahan huruf kecil dibelakangnya, misalnya hfe adalah penguatan arus maju untuk transistor dengan konfigurasi emitor bersama (CE). Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7 berturut-turut adalah rangkaian ekivalen untuk CE, CB dam CC.

Gambar 4.4 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor

Gambar 4.5 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor dengan konfigurasi CE (emitor bersama)

Gambar 4.6 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor dengan konfigurasi CB (basis bersama)

Gambar 4.7 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor dengan konfigurasi CC (kolektor bersama)

C. Parameter hParameter-h untuk rangkaian ekivalen (model) transistor sinyal kecil dalam konfigurasi emitor bersama (CE), yakni hie , hre , hfe , hoe, secara pendekatan dapat ditentukan melalui persamaan-persamaan 4.13 sampai 4.16. Dalam setiap persamaan tersebut simbol berarti perubahan kecil di sekitar titik-Q, sehingga parameter-h diperoleh dari daerah kerja transistor. Parameter hie dan hre diperoleh dari kurva karakteristik input penguat CE. Sedangkan parameter hfe dan hoe diperoleh dari kurva karakteristik output penguat CE. Gambar 4.8 menunjukkan contoh menetukan parameter hie dari kurva karakteristik input penguat CE.............(4.13) Gambar 4.8. Contoh menentukan hie dari kurva input CE

Gambar 4.9 menunjukkan contoh menetukan parameter hre dari kurva karakteristik input penguat CE...........(4.14) Gambar 4.9. Contoh menentukan hre dari kurva input CE

Gambar 4.10 menunjukkan contoh menetukan parameter hfe dari kurva karakteristik output penguat CE......(4.15)

Gambar 4.10. Contoh menentukan hfe dari kurva output CE

Gambar 4.11 menunjukkan contoh menetukan parameter hoe dari kurva karakteristik output penguat CE............(4.16)

Gambar 4.11. Contoh menentukan hoe dari kurva output CE

Harga tipikal parameter-h suatu transistor untuk ketiga macam konfigurasi CE, CC dan CB dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Harga tipikal parameter-h untuk CE, CC, CB

Dari tabel 4.1 terlihat adanya perbedaan dan juga persamaan harga tipikal parameter-h untuk ketiga jenis konfigurasi transistor. Resistansi input transistor pada CE dan CC jauh lebih besar dibanding pada CB, yakni sekitar 40 : 1. Parameter hr untuk CE dan CB bernilai sangat kecil, sehingga dalam berbagai analisa praktis parameter hr ini sering diabaikan, yakni dianggap nol. Namun parameter hr untuk CC sekitar satu, sehingga tidak boleh diabaikan. Penguatan arus maju atau hf untuk CE dan CC relatif besar. Parameter hfe atau sering disebut dengan (beta) suatu transistor sangat bervariasi, yakni berkisar antara 20 sampai 600 atau bahkan lebih tergantung dari jenis penggunaannya. Sedangkan hf untuk CB berharga mutlak kurang dari satu. Parameter ho untuk semua konfigurasi transistor berharga sangat kecil, sehingga dalam berbagai analisa praktis parameter ho ini sering diabaikan atau dianggap nol. Karena parameter ho ini merupakan konduktansi, maka kebalikannya disebut dengan resistansi. Apabila ho ini diabaikan berarti harga 1/ ho dianggap tak terhingga. Parameter-h suatu transistor sangat peka terhadap perubahan temperatur persambungan, arus Ic dan tegangan VCE. Oleh karena itu suatu pabrik memberikan harga tipikal parameter-h adalah pada suatu kondisi temperatur dan arus tertentu. Harga tipikal seperti pada tabel 4.1 adalah dengan kondisi temperatur ruang 25 OC dan arus Ic = 1 mA. Variasi harga parameter-h terhadap arus kolektor ditunjukkan pada gambar 4.11.

Gambar 4.11 Variasi harga parameter h terhadap arus Ic

Variasi harga parameter-h terhadap temperatur ditunjukkan pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Variasi harga parameter h terhadap temperatur

Salah satu alasan praktis mengapa parameter-h banyak dipakai baik di kalangan industri maupun akademisi adalah karena parameter ini selalu terdapat dalam buku (atau lembaran) data. Namun sering kali yang tercantum dalambuku data tersebut adalah harga parameter-h untuk konfigurasi CE saja. Sehingga apabila ingin memperoleh data untuk jenis konfigurasi yang lain (CC dan CB) perlu dilakukan konversi. Tabel 4.2 menunjukkan beberapa formula pendekatan untuk mengkonversi dari parameter-h CE ke CC dan CB.

Tabel 4.2 Formula konversi pendekatan parameter-h

D. Analisa Penguat Common EmitorRangkaian penguat CE seperti pada gambar 4.13 akan dianalisa untuk mendapatkan beberapa parameter penguat seperti: resistansi input (Ri), penguatan tegangan (Av), penguatan arus (Ai), dan resistansi output (Ro). Oleh karena itu rangkaian penguat tersebut perlu diubah menjadi rangkaian ekivalen ac menggunakan parameter-h. Sebagaimana tercantum dalam tabel 4.1 bahwa harga tipikal parameter hre dan hoe sangat kecil, sehingga dalam berbagai analisa kedua parameter-h tersebut sering diabaikan atau dianggap nol. Dalam pembahasan inipun, kedua parameter-h tersebut juga diabaikan.

Gambar 4.13 Rangkaian Penguat CE

Dalam membuat rangkaian ekivalen ac yang perlu diperhatikan adalah bahwa sumber tegangan dc (power supply ideal) dianggap hubung singkat dan semua kapasitor (dalam frekuensi menengah) dianggap hubung singkat. Dengan demikian R1 dan R2 terhubung secara paralel pada basis-emitor, dan juga antara RC dan RL terhubung paralel pada kolektor-emitor. Pada rangkaian ekivalen ac, resistor RE tidak tampak karena telah dihubung singkat oleh C by-pass. Rangkaian ekivalen ac dari penguat CE gambar 4.13 adalah seperti ditunjukkan pada gambar 4.14.

Gambar 4.14 Rangkaian Equivalen ac dari gambar 4.13

Setelah rangkaian ekivalen ac dapat digambar dengan benar, maka analisis selanjutnya hanya terfokus pada rangkaian ekivalen tersebut. Pemakaian hukum Kirchhoff baik tegangan maupun arus dalam analisi ini sangat dominan demikian juga dengan hukum Ohm. Analisis pertama adalah menetukan Resistansi input (Rin). Sesuai dengan hukum Ohm, maka dari rangkaian ekivalen tesrebut diperoleh:

....................(4.17)

Jadi harga Rin adalah jumlah paralel dari R1, R2, and hie. Hal ini terlihat dengan jelas dari gambar rangkaian ekivalen ac bahwa Rin merupakan resistansi total yang dipandang dari depan rangkaian tersebut (tanda panah Rin). Oleh karena itu resistansi totalnya adalah paralel dari R1, R2, dan hie. Selanjutnya adalah menentukan penguatan tegangan (Av). Definisi penguatan tegangan (Av) adalah seperti pada persamaan 4.3, yaitu:

................(4.18)

Tanda negatip di depan persamaan 4.18 artinya bahwa sinyal output dan sinyal input pada penguat CE berlawanan fasa (atau berbeda fasa 180o). Apabila dalam rangkaian penguat gambar 4.12 tersebut resistor beban (RL) tidak ada atau dilepas, maka persamaan 4.18 menjadi:

.................(4.19)

Berikutnya adalah menentukan penguatan arus (Ai). Persamaan 4.4 mendefinisikan bahwa penguatan arus (Ai) adalah perbandingan arus output dengan arus input. Dalam rangkaian penguat ini arus output adalah iL dan arus input adalah iin, sehingga diperoleh:

....................(5.20)Seperti halnya pada penguatan tegangan, tanda negatip di depan persamaan 4.19 artinya bahwa sinyal output dan sinyal input pada penguat CE berlawanan fasa ( atau berbeda fasa 180o). Apabila dalam rangkaian penguat gambar 4.12 tersebut resistor beban (RL) tidak ada atau dilepas, maka persamaan 4.19 menjadi:

..............(4.21)

Impedansi output (Zo) dari transistor pada penguat tersebut adalah tak terhingga. Hal ini disebabkan karena parameter hoe dalam pembahasan ini diabaikan atau dianggap nol karena nilainya sangat kecil. Akan tetapi impedansi output (Ro) dari rangkaian penguat CE tersebut adalah jumlah paralel RC dengan RL, yakni Ro = RCRL. Sedangkan apabila RL tidak ada, maka impedansi output (Ro) dari rangkaian penguat tersebut adalah Ro = RC.

Contoh 5.1 Perhatikan rangkaian penguat CE gambar 5.13. Apabila diketahui R1 = 68 K, R2 = 27 K, RC = 1,2 K, RE = 680 , RL = 5 K, hfe = 100, hie = 1 K, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 12 Volt, tentukan Av, Ai, Ri, dan Ro.

Menentukan Av dengan persamaan 4.18

Menentukan Ai dengan persamaan 4.20

Menentukan Rin dengan persamaan 4.17

Menentukan Ro adalah RL, yaitu 967

E. Analisa Penguat Common Emitor dengan Resistor REResistor RE pada rangkaian penguat CE gambar 4.12 diparalel dengan C by-pass, sehingga kerugian sinyal ac pada resistor tersebut dianggap tidak ada. Akan tetapi pengaruh terhadap bias dc tetap ada, yang berguna untuk stabilisasi bias. Dalam bagian ini yang akan dibahas adalah penguat CE dengan resistor RE. Maksudnya adalah bahwa C by-pass yang memparalel RE telah dilepas, sehingga RE berpengaruh baik pada sinyal ac maupun bias dc. Lihat gambar 4.15.

Gambar 4.15 Rangkaian Penguat CE Dengan RE

Rangkaian ekivalen ac dari penguat CE dengan RE dibuat dengan parameter-h dimana hre dan hoe diabaikan. Gambar 5.16 menunjukkan rangkaian ekivalen ac tersebut. Resistor RE terlihat dipasang antara kaki emitor dengan tanah (ground). Arus yang mengalir pada RE ini adalah jumlah arus dari basis ib dan arus dari kolektor hfe ib yaitu sebesar (hfe + 1) ib.

Gambar 4.16 Rangkaian ekivalen ac dari gambar 4.

Setelah rangkaian ekivalen ac dapat digambar dengan benar, maka analisis selanjutnya hanya terfokus pada rangkaian ekivalen tersebut. Pemakaian hukum Kirchhoff baik tegangan maupun arus dalam analisis ini sangat dominan demikian juga dengan hukum Ohm.

Analisis pertama adalah menentukan impedansi input (Zin). Seperti tampak pada rangkaian ekivalen bahwa istilah Zin dalam pembahasan ini yaitu resistansi yang dipandang dari kaki basis ke depan (ke dalam transistor). Dalam hal ini RB tidak termasuk dalam perhitungan Zin. Sedangkan Rin adalah resistansi total dari input rangkaian penguat. Dalam hal ini Rin adalah jumlah paralel RB dengan Zin. Sesuai dengan hukum Ohm, maka dari rangkaian ekivalen tersebut diperoleh:

sehingga dengan meniadakan ib diperoleh:

...................(4.22)

Oleh karena umumnya harga hfe jauh lebih besar dari satu, maka secara pendekatan persamaan 4.22 disederhanakan menjadi: Zin = hie + hfe RE Dari persamaan ini terlihat bahwa resistansi RE bila dipandang dari terminal basis nilainya sebesar hfe RE. Oleh karena itu pengaruh RE terhadap impedansi input sangat besar. Dengan kata lain penguat CE tanpa C by-pass mempunyai harga Zin kira-kira sebesar hfe kali RE. Adapun besarnya Rin atau resistansi input rangkaian adalah:

....................(4.23)

Parameter penguatan tegangan (Av) untuk rangkaian penguat CE dengan resistor RE adalah sebagai berikut:

.............(4.24)

Tanda negatip pada persamaan 4.24 tersebut berarti sinyal input dan sinyal output berlawanan fasa. Secara pendekatan Av untuk penguat CE dengan RE adalah:

Rumus pendekatan ini sangat bermanfaat untuk analisa praktis karena sangat sederhana. Ketelitian rumus pendekatan ini cukup baik apabila: hfeRE >> hie. Pada penguat CE dengan RE ini terlihat bahwa penguatan tegangan (Av) tidak begitu terpengaruh dengan spesifikasi transistor (hfe dan hie) atau bahkan hanya dipengaruhi oleh RC dan RE saja menurut rumus pendekatan. Penguatan arus (Ai) dari rangkaian penguat CE dengan RE adalah sebagai berikut:

................(4.25)

Apabila hfeRE >> hie, maka secara pendekatan persamaan 5.25 tersebut dapat disederhanakan menjadi:

Sebagaimana Av yang (hampir) tidak dipengaruhi oleh spesifikasi transistor (hfe dan hie), maka penguatan arus (Ai) inipun juga hanya dipengaruhi oleh RB dan RE saja (menurut rumus pendekatan). Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa pada penguat CE dengan RE stabilitas Av dan Ai sangat mantap. Impedansi output (Zo) dari transistor pada penguat tersebut adalah tak terhingga. Hal ini disebabkan karena parameter hoe dalam pembahasan ini diabaikan atau dianggap nol karena nilainya sangat kecil. Akan tetapi impedansi output (Ro) dari rangkaian penguat CE tersebut adalah sebesar RC.

Contoh 5.2 Perhatikan rangkaian penguat CE gambar 5.15. Apabila diketahui R1 = 10 K, R2 = 3,3 K, RC = 1 K, RE = 500 , hfe = 100, hie = 1 K, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 15 Volt, tentukan Av, Ai, Ri, dan Ro.

Menentukan Zin dengan persamaan 4.22 :

Menentukan Rin dengan persamaan 4.23 :

Menentukan Av dengan persamaan 4.24

F. Analisa Penguat Common Collector

Rangkaian pengikut emitor dapat dilihat pada gambar 5.17. Sinyal input masuk pada basis dan output diambil dari terminal emitor. Penguatan tegangan (Av) rangkaian ini adalah kurang dari satu, atau secara pendekatan Av 1. Tidak seperti pada penguat CE yang fasa input dan outputnya berbeda 180o, pada rangkaian pengikut emitor fasa sinyal input dan sinyal output adalah sama atau sefasa. Karena hal tersebutlah (output pada emitor, Av 1, input dan output sefasa) mengapa rangkaian ini disebut dengan rangkaian pengikut emitor.

Gambar 4.17 Rangkaian pengikut emitor

Pada gambar 4.17 terlihat bahwa kaki kolektor terhubung ke ground untuk analisis ac. Oleh karena itu rangkaian ini sering disebut juga dengan penguat kolektor bersama (commoncolector = CC). Namun sebutan pengikut emitor yang sering dipakai. Sifat lain dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi inputnya tinggi dan impedansi output rendah. Penguatan arus (Ai) cukup tinggi, yakni hampir sama dengan Ai pada penguat CE. Oleh karena itu rangkaian ini banyak diterapkan sebagai rangkaian penyesuai impedansi dan juga pada rangkaian penyangga (buffer). Untuk melakukan analisis penguatan sinyal kecil, maka rangkaian tersebut perlu dibuat rangkaian ekivalennya. Rangkaian ekivalen dengan parameter -h bisa dibuat dengan dua pilihan, yakni dengan mengikuti aturan pada penguat CC (seperti gambar 4.7) atau mengikuti aturan penguat CE (gambar 4.5). Dengan pertimbangan karena parameter h untuk CE lebih banyak dijumpai dalam buku data, maka dalam pembahasan ini akan dibuat sesuai aturan CE. Rangkaian ekivalen ac dari pengikut emitor gambar 4.17 dapat dilihat pada gambar 4.18. Seperti halnya pada analisa penguat CE, dalam analisa ini parameter hre dan hoe diabaikan. Terlihat bahwa sinyal output diambil dari kaki emitor, dan kaki kolektor dihubungkan ke ground.

Gambar 4.18 ekivalen ac dari gambar 4.17

Analisis pertama adalah menentukan impedansi input (Zin). Seperti terlihat pada rangkaian ekivalen ai atads bahwa istilah Zin dalam pembahasan ini adalah resistansi yang dipandang dari kaki basis ke depan (ke dalam transistor). Dalam hal ini RB tidak termasuk dalam perhitungan Zin. Sedangkan Rin adalah resistansi total dari input rangkaian, yaitu merupakan jumlah paralel RB dengan Zin. Sesuai dengan hukum Ohm, maka dari rangkaian ekivalen tersebut diperoleh:

.............(4.26)

Oleh karena umumnya harga hfe jauh lebih besar dari satu, maka secara pendekatan persamaan 4.26 dapat disederhanakan menjadi: Zin = hie + hfe RE Dari persamaan ini terlihat bahwa impedansi input rangkaian pengikut emitor cukup tinggi. Harga Zin pengikut emitor sama dengan Zin penguat CE dengan RE (tanpa C by-pass) pada persamaan 4.22. Adapun besarnya Rin atau resistansi input rangkaian adalah:

.............(4.27)

..............4.28

................(4.29)

Harga Ai pada pengikut emitor ini hampir sama dengan Ai pada CE (persamaan 4.25). Untuk mendapatkan impedansi output (Zo), maka sebagaimana dijelaskan dalam subbab 4.2 yaitu dengan membuat input = 0 (hubung singkat) dan impedansi beban tak terhingga (dalam hal ini RE dilepas), kemudian Vin dimasukkan dari output. Dengan menerapkan hukum Ohm diperoleh:

dengan meniadakan ib pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:

...............(4.30)

Harga ini adalah impedansi output transistor dalam kondisi beban terbuka. Impedansi output rangkaian (Ro) adalah Zo paralel dengan beban dalam hal ini adalah RE, yakni:

...................(4.31)

Contoh 5.3. Diketahui rangkaian pengikut emitor seperti pada gambar 5.17 dengan spesifikasi komponen: RB = 470 K, RE = 1 K, hfe = 200 dan hie = 1 K. Tentukan: Zin, Av, Ai, dan Zo dari rangkaian tersebut.

Penyelesaian : - Menentukan Zi dengan persamaan 4.26 :

- Menentukan Av dengan persamaan

- Menentukan Ai dengan persamaan 4.29

Menentukan Zo dengan persamaan 4.30

G. Analisa Penguat Common Base

Konfigurasi terakhir yang dibahas adalah penguat basis bersama (common-base = CB). Rangkaian penguat CB terlihat pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 Rangkaian penguat CB Rangkaian ekivalen ac dengan parameter h terlihat pada gambar 4.20

Gambar 4.20 Rangkaian ekivalen ac penguat CB

Impedansi input rangkaian penguat CB ( Rin) adalah :

......................(4.32)

dengan meniadakan ie pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:

.......................(4.33)

..................(4.34) Impedansi Output dari rangkaian penguat CB adalah :

..................(4.35)

Persamaan tersebut diperoreh dengan asumsi bahwa parameter hob dalam pembahasan ini diabaikan. Apabila tidak diabaikan maka Zo adalah paralel antara 1/hob dengan RC.

Contoh 5.4 Diketahui rangkaian penguat CB seperti gambar 5.19 dengan spesifikasi komponen: hob = 0,5 A/V, hfb = - 0,99, hib = 14,3 , RE = 2,2 K dan RC = 3,3 K . Tentukan Rin, Av, Ai, dan Ro dari rangkaian tersebut. Penyelesaian

H. Perencanaan Penguat TransistorProsedur perencanaan rangkaian penguat merupakan kebalikan dari prosedur analisis. Pembahasan di depan merupakan analisis penguat, dimana rangkaian penguat sudah diketahui secara lengkap termasuk spesifikasi komponennya kemudian menentukan berbagai parameter penguatan seperti Av dan Ai berdasarkan data tersebut. Berdasarkan beberapa konsep dan formula yang sudah diturunkan pada pembahasan tersebut, maka akan dapat dilakukan prosedur yang sebaliknya, yaitu perancangan. Prosedur perancangan dimulai dari kebutuhan akan suatu rangkaian penguat dengan performance tertentu, yakni misalnya dengan Av atau Zo tertentu. Selanjutnya bergerak ke belakang sampai akhirnya diperoleh ranngkaian penguat beserta nilai komponennya. Penguasaan atas konsep dasar rangkaian ekivalen ac dan dc serta pemahaman hukum Ohm dan Kirchhoff merupakan syarat mutlak untuk dapat melakukan perancangan. Disamping itu melakukan pendekatan praktis dan logis juga amat membantu Beberapa formula yang sering digunakan dalam prosedur perancangan adalah sebagai berikut.VBEaktif = 0,7 VoltIC = IERB 0,1 = RE ..........(Persamaan 3.27)Apabila parameter hie tidak diketahui, maka bisa digunakan formula pendekatan:

dimana VT adalah tegangan ekivalen temperatur yang diperoleh pada suhu ruang sebesar 25 o C, temperatur ruang harga VT 26 mV. Bila harga VT ini dimasukkan, maka diperoleh: ..................(4.36)

Persamaan 4.36 tersebut berlaku juga untuk konfigurasi CB, dengan mengingat bahwa :hie= hib hfe(tabel 4.2)

............(4.37)

Contoh 5.5 Apabila diinginkan suatu penguat CE yang dapat menghasilkan ayunan sinyal output simetris maksimum dengan Av = - 5, rencanakan penguat tersebut (gambar 4.21). Beberapa hal yang sudah diketahui adalah VCC = 12 Volt, RL = 1 K dan hfe = 200.

Gambar 4.21 Rangkaian penguat CE

Penyelesaian: Data yang diberikan dalam perencanaan ini sangat terbatas, sehingga dengan terpaksa harus menentukan salah satu harga RE atau RC. Data yang berkaitan dengan dua harga ini adalah Av = -10. Agar diperoleh penyesuaian impedansi yang baik, maka harga RC dibuat sama dengan RL yaitu 1 K. Penguatan tegangan (Av) rangkaian tersebut adalah (secara pendekatan):

Setelah diperoleh harga RE, maka selanjutnya adalah mencari harga R1 dan R2. R1 dan R2 ini adalah resistor yang menentukan titik kerja transistor. Oleh karena itu perlu dilihat pada permitaan di atas bahwa penguat harus dapat menghasilkan ayunan sinyal output simetris maksimum. Dengan demikian berlaku persamaan 3.25 dan 3.26.

Harga VCEQ dan ICQ ini menentukan lokasi titik kerja transistor yakni tepat di tengah garis beban ac. Untuk mendapatkan stabilitas bias yang mantap, maka RB 0,1 = RE. RB diambil harga maksimumnya adalah:

Karena penentuan harga RE pertama kali dengan formula pendekatan, maka ada baiknya apabila sekarang dihitung Av dengan formula tepat. Oleh karena itu perlu ditentukan dahulu parameter hie dari harga ICQ yang sudah dicari (persamaan 4.36).

Perbedaan antara kedua Av tidak begitu besar, yakni hasil pendekatan adalah -5 dan hasil tepat adalah -4,8.

I. RingkasanAnalisis sinyal kecil pada rangkaian penguat transistor didasarkan atas linieritas kurva transistor di sekitar titik kerja, sehingga transistor bisa diganti dengan rangkaian ekivalen atau model. Rangkaian ekivalen ac dengan parameter-h banyak dipakai baik di kalangan industri maupun akademisi. Pemahaman atas konsep rangkaian ekivalen sangat diperlukan baik dalam analisis parameter penguat seperti Av, Ai, Zi, Zo maupun dalam perencanaan rangkaian penguat. Karena prosedur perencanaan pada dasarnya merupakan kebalikan dari prosedur analsis.

BAB VPOWER AMPLIFIER

A. Pengertian Power AmplifierPower amplifier adalah penguat akhir bagian sistem tata suara yang berfungsi sebagai penguat sinyal audio yang pada dasarnya merupakan penguat tegangan dan arus dari sinyal audio yang bertujuan untuk menggerakan pengeras suara (loud speaker). Istilah power amplifier merupakan penguat akhir sehingga tidak dilengkapi dengan pengatur nada, berbeda dengan istilah amplifier yang didalmanya terdiri dari pengatur nada dan power amplifier.Atau komponen elektronika yang di pakai untuk menguatkan daya atau tenaga secara umum. Dalam penggunaannya, amplifier akan menguatkan signal suara yaitu memperkuat signal arus I dan tegangan V listrik dari inputnya.Sedangkan outpunya akan menjadi arus listrik dan tegangan yang lebih besar.Besarnya pengertian amplifier sering di sebut dengan istilah Gain. Nilai dari gain yang dinyatakan sebagai fungsi penguat frekunsi audio, Gain power amplifier antara 200 kali sampai 100 kali dari signal output.Jadi gain merupakan hasil bagi dari daya di bagian output dengan daya di bagian input dalam bentuk fungsi frekuensi. Ukuran gain biasannya memakai decible (dB).

Gambar 4-1Dalam bagian pengertian amplifier pada proses penguatannya audio ini terbagi menjadi dua kelompok bagian penting, yaitu bagian penguat signal tegangan (V) yang kebanyakan menggunakan susunan transistor darlington, dan bagian penguat arus susunannya transistor paralel. Masing masing transistor derdaya besar dan menggunakan sirip pendingin untuk membuang panas ke udara, sehingga pada saat ini banyak yang menggunakan transistor simetris komplementer.Power amplifier rakitan berfungsi sebagai penguat akhir dan preamplifier menuju ke drive speaker. Pengertian amplifier pada umumnya terbagi menjadi 2, yaitu power amplifier dan integrated amplifier. Power Amplifier adalah penguat akhir yang tidak sertai dengan tone control (volume, bass, treble), sebaliknya integrated amplifier adalah penguat akhir yang telah disertai dengan tone control.

B. Jenis Jenis AmplifierJenis-jenis Amplifier telah bervariasi seperti OT, OTL, OCL dan BTL yang sudah sering di gunakan di pasaran. Dan setiap jenis komponen dan pengertian amplifier tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berikut kami jelaskan satu persatu :

a. Power Amplifier OT (Output Transformer)

Gambar 4-2Power amplifier OT (Output Transformer) merupakan jenis power amplifier yang menggunakan kopling sebuah transformer OT untuk menghubungkan rangkaian penguat akhir dengan beban pengeras suara (loud speaker). Respon frekuensi power amplifier OT (output Transformer) cenderung berada di range frekuesni audio menengah sehingga untuk reproduksi suara nada bass tidak bagus. Power amplifier jenis OT ini memiliki keunggulan terhadap terjadinya short circuit penguat akhir, sehingga tidak merusak penguat suara (loud speaker).

b. Power Amplifier OTL (Output Transformer Less)

Gambar 4-3Power amplifier OTL (Output Transformer Less) merupakan power amplifier yang tidak menggunakan transformer sebagai kopling rangkaian power amplifier dengan pengeras suara (loud speaker). Pada jenis power amplifier ini ada 2 jenis kopling yang digunakan yaitu : Menggunakan kopling kapasitor yang berfungsi untuk mem-blok tegangan DC penguat dan hanya melewatkan sinyal audio (AC) ke penguat suara (loud speaker), Tanpa menggunakan kopling kapasitor (direct coupling) power amplifier jenis ini yang kemudian berkembang menjadi power amplifier OCL (Output Capasitor Less).

c. Power Amplifier OCL (Output Capasitor Less)Power amplifier OCL ( output capasitor less ) merupakan jenis power amplifier tanpa kopling tambahan antara rangkaian penguat dengan pengeras suara ( loud speaker ). Power amplifier ini langsung menghubungkan output rangkaian power amplifier ke loud speaker. Power amplifier OCL memiliki respon frekuensi yang lebar, sehingga semua range frekuensi audio dapat direproduksi dengan baik. Power amplifier OCL memiliki kelemahan, apabila terjadi short circuit pada bagian akhir power amplifier maka pengeras suara ( loud speaker ) akan rusak.

d. Power Amplifier BTL (Bridge Transformer Less)

Gambar 4-4

Power amplifier BTL (bridge transformer less) merupakan penggabungan 2 unit rangkaian power amplifier OTL atau OCL yang bertujuan untuk menguatkan sinyal audio dengan fasa yang berbeda secara terpisah dan memberikannya ke loud speaker secara bersama sehingga diperoleh suatu penguatan tegangan yang lebih besar atau minimal 2x lebih besar dari penggunaan penguat OTL atau OCL biasa. Pada power amplifier BTL (bridge transformer less) penguat suara (loud speaker) sebagai beban dihubungkan dengan rangkaian power amplifier secara bridge (jembatan) yaitu setiap kutup pada pengeras suara (loud speaker) masing-masing dihubungkan dengan rangkaian power ampifier yang terpisah.

C. Struktur Power Amplifier

Struktur dari power Amplifier ini biasanya terdiri dari :a. Heat Sink (casing) Fungsi dari Heat Sink ini adalah untuk menyerap dan membuang panas yang dihasilkan oleh transistor.Bahan pembuat dari heat sink ini umumnya adalah aluminium cor atau kadang-kadang digunakan pula tembaga.b. DC Connector Terminals section.Pada sebagian besar Amplifier terdapat beberapa terminal untuk menyambung power input yaitu DC + konstan langsung dari terminal + ( positive dari Accu),Ground or Negative (-) yang biasanya disambungkan dengan chassis mobil.Remote turn on/off berfungsi sebagai kabel kontrol untuk mematikan dan menyalakan power, yang dikontrol dari Head Unit.c. RCA or High Level terminal Input.Fungsi dari terminal ini adalah sebagai penghantar sinyal audio dari Head Unit ke Amplifier. Biasanya melalui kabel interconnect atau RCA.Kualitas dari kabel ini sangat penting, karena kabel yang baik dapat menghantarkan sinyal suara dengan baik, sebaliknya kabel yang kurang baik akan merusak suara juga.High Input speaker terminal dipergunakan apabila tidak terdapat output RCA (low level ) pada HU anda.Ada pula terminal khusus seperti pada product satu merk amplifiers yang memakai connector Symbilink, untuk memudahkan kita dalam menyetel power tersebut dengan memakai PC or notebook.d. Speaker Output Connector.Terminal ini adalah sebagai terminal keluarnya sinyal yang telah diperkuat.Biasanya terdiri dari terminal dengan tanda plus+ dan minus-.Ada pula petunjuk khusus untuk membuat power bekerja dengan kondisi mono (bridged).e. Crossover section.Banyak power amplifier dewasa ini telah diperlengkapi dengan crossover aktif.Jadi amp tersebut dapat dipergunakan denagn beberapa konfigurasi, untuk amplifier subwoofer (LPF) ,full range ( filter/tapis tidak dipergunakan) dan untuk midbass( HPF).f. Gain section Fungsi dari gain tersebut adalah mengatur agar sinyal yang masuk sesuai dengan input sensitivity dari Power Amplifier tersebut.Biasanya range sensitivity dari power amp sewasa ini adalah dari 2 -5 volts.Biasa disebut juga dengan Output sensitivity.g. Fuse Amplifier yang baik harus diperlengkapi dengan sekring, sekring ini dapat berupa AGU fuse, atau bentuk sekring lainnya.Ampere sekring disesuaikan dengan daya max yang dapat dikeluarkan.Setelah mengenal struktur luar dari Amp, kita beralih ke isi dari alat ini berikut sistem kerjanya.

D. Class Amplifier

Sekarang kita masuk ke klasifikasi/perbedaan dari power amplifier output stage menurut kelasnya :

a. Class AB, A, BAmplifier kelas ini memakai sedikitnya 1 transistor per rail per channel.Amplifier 2 channel akan memakai sedikitnya 4 output transistor, tapi dapat juga ditambah jumlahnya supaya terdapat peningkatan signifikan pada dayanya.Dua transistor pada 1 channel akan bekerja on dan off,mengirim nilai variabel dari voltage sinyal + dan - ke speaker output terminal +.Terminal - dari speaker terminal tersambung pada ground.Kapan dan berapa sering transistor menyala akan menentukan kelas dari amplifier tersebut apakah kelas A, AB atau B.Transistor power kelas A selalu menyala oleh arus yang mengalir, suara memang lebih baik dibanding kelas AB atau B, tapi akan lebih cepat menjadi panas ,karena tidak efisien. Banyak energi yang terbuang karena berubah menjadi panas.Class B:hanya 1 dari transistor tersebut yang menyala dalam satu waktu.Class B efisien,hanya mungkin suara nya agak kurang bila dibanding dengan Class A danAB.Penjelasan ini menerangkan mengapa lebih banyak dipakai kelas AB di caraudio, efisien dan bersuara cukup baik.

b. Class GCara kerja power ini mirip dengan kelas AB, hanya ada suatu cara yang membuat amplifier ini menjadi lebih efisien, Amp ini mempunyai lebih dari 1 rail +dan - yang satu lebih tinggi nilainya. Ada merk tertentu yang memakai + dan -sebesar 25 volt untuk level rendah. Dan bila tidak diperlukan, amp ini bekerjahanya pada 25 V, tapi seiring dengan bertambahnya signal level,amp ini dengan lembut berpindah pada rail yang lebih tinggi misal 50 volts.Kesimpulannya, suara dari amplifier kelas G ini sama baiknya dengan class AB tapi jauh lebih efisien.

c. Class DAmplifier pada kelas ini tidak menggunakan alat output secara analog untuk merubah voltage naik atau turun. Amp ini menggunakan Mosfet ,yang seperti transistor,tapi bedanya memakai siklus on dan off nya yang sangat cepat,dibanding dengan pada kelas AB yang merubah naik atau turun. Siklus seberapa sering on versus off akan menentukan berapa besar output dari power ini.Biasa power Class D ini ditujukan sebagai power untuk Subwoofer.Kita ibaratkan seperti saklar on/off untuk menyalakan lampu (D)dan saklar dimmer untuk meredupkan lampu(AB). Amplifier Class D sangat efisien tetapi sangat terbatas untuk frequency response nya, serta tingkat distorsinya lebih besar dari kelasAB.

d. Vacuum Tube Amplifier(Amplifier tabung)Power Amplifier ini menggunakan pendahulu dari transistor,yaitu tabung hampa, udara dengan katoda dan anoda yang berfungsi mengalirkan elektron.Cara kerjanya adalah dengan memakai transformator dengan memasukkan tegangan tinggi dan kemudian dirubah kembali menjadi tegangan rendah dengan arus yang dapat menggerakkan speaker.Tapi banyak menjadi perdebatan karena banyak audiophile yang berpendapat bahwa power ini suaranya lebih baik dari power transistor.Tahap berikutnya adalah cara membac