Modul C Jembatan Menerus Tiga Bentang

download Modul C Jembatan Menerus Tiga Bentang

of 31

description

modul c

Transcript of Modul C Jembatan Menerus Tiga Bentang

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    MODUL C

    JEMBATAN MENERUS TIGA BENTANG

    KELOMPOK 6

    Alvina Mayora Nilasari (1206237580)

    Randy Dharmawan (1206247650)

    Diana Laurentia (1206240392)

    Dinda Rizki Amalia (1206260551)

    Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2014

    Asisten Praktikum : Junaidi Sidiq

    Tanggal Disetujui : 17 Oktober 2014

    Nilai :

    Paraf Asisten :

    LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL

    DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK

    2014

  • I. TUJUAN

    Percobaan 1

    Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ketepatan analisa matematika dari

    jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu juga

    untuk membandingkan garis pengaruh yang didapat dari percobaan sebagai hasil dari

    reaksi perletakan dengan garis pengaruh secara teoritis.

    Percobaan 2

    Tujuan dari lanjutan percobaan ini adalah untuk memperlihatkan analisa model

    dengan menggunakan metode displacement kecil dan untuk membandingkan hasilnya

    dengan pengukuran langsung dari reaksi.

    II. TEORI

    Jembatan adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan suatu

    massa atau traffic dari suatu penghalang (sungai, jalan raya, waduk, jalan kereta api

    dan lain lain).

    A B C D

    LAB LBC LCD

    Gambar 1. Jembatan Menerus Tiga Bentang

    Pengertian dari jembatan menerus tiga bentang adalah suatu struktur yang

    memiliki 3 (tiga) bentang dan 4 (empat) buah perletakan (dapat dilihat pada Gambar

    C.1). Dalam analisa jembatan menerus tiga bentang pada modul ini, akan dipergunakan

    Metode Clapeyron (persamaan putaran sudut).

    Metode Clapeyron

    Metoda Clapeyron atau metode persamaan tiga momen adalah salah satu cara

    untuk menyelesaikan struktur satatis tak tentu dengan cara menghitung semua gaya-

    gaya luar dan gaya-gaya dalam pada struktur tersebut. Pada suatu struktur balok dan

  • portal, sambungan antara batang-batang pada struktur tersebut diasumsikan sebagai

    sambungan kaku, dimana dalam sambungan kaku harus dipenuhi dua persyaratan

    yaitu :

    a) Keseimbangan : jumlah momen batang-batang yang bertemu pada sebuah

    titik simpul yang disambung secara kaku sama dengan nol

    b) Kestabilan : rotasi batang-batang yang bertemu pada sebuah titik simpul

    yang disambung secara kaku sama besar dan arahnya (q T1 = q

    T2 = q T3).

    Gambar 1. Kesetimbangan Titik Simpul

    Batang T1, T2, T3 bertemu di titik simpul T dengan sambungan kaku, maka

    syarat : Keseimbangan MT1 + MT2 + MT3 = 0

    Kestabilan q T1 = q T2 = q T3

    Metoda Persamaan Tiga Momen, memakai momen-momen batang sebagai

    variabel (bilangan yang tidak diketahui) dan bergoyang (defleksi D ) pada struktur-

    struktur yang dapat berpindah. Untuk menentukan apakah sebuah struktur dapat

    bergoyang atau tidak, dapat dilihat dari teori sebagai berikut :

    a. Suatu titik simpul mempunyai dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu vertikal

    dan horizontal.

  • b. Perletakan jepit dan perletakan sendi tidak dapat bergerak vertikal maupun

    horizontal, sedangkan perletakan rol hanya dapat bergerak satu arah yaitu searah

    bidang perletakan.

    c. Batang dibatasi oleh dua titik simpul, sehingga pergerakan titik simpul searah

    batang sama.

    Dari konsep tersebut dapat dirumuskan :

    n = 2 j (m + 2f + 2 h + r)

    Dimana : n = jumlah derajat kebebasan dalam pergoyangan.

    j = joint, titik simpul termasuk perletakan

    m = member, jumlah batang yang dibatasi oleh dua joint.

    f = fixed, jumlah perletakan jepit.

    h = hinge, jumlah perletakan sendi.

    r = rol, jumlah perletakan rol

    Apabila n < 0, struktur tidak dapat bergoyang. Untuk menghitung variabel yang

    ada, disusun persamaan-persamaan sejumlah variabel yang ada, dari dua ketentuan

    syarat sambungan kaku seperti yang disebutkan diatas yaitu :

    a. Jumlah momen-momen batang yang bertemu pada satu titik simpul sama dengan

    nol.

    b. Rotasi batang-batang yang bertemu pada satu titik sama, besar dan arahnya. Dan

    kalau ada variabel D perlu persamaan keseimbangan struktur

    Apabila n > 0, maka struktur dapat bergoyang. Jika terdapat perpindahan

    gambarkan bentuk pergoyangan dan tentukan arah rotasi batang batang akibat

    pergoyangan tersebut. Dalam menggambarkan bentuk pergoyangan ada dua

    ketentuan yang harus diperhatikan yaitu :

  • a. Batang tidak berubah panjang, Suatu batang ( ij ) kalau joint i bergerak kekanan

    sebesar , maka joint j juga akan berpindah ke kanan sebesar .

    Gambar 1. Perpindahan Horizontal

    b. Batang dapat berotasi akibat perpindahan relatif ujung-ujung batang. Perpindahan

    relatif antara ujung-ujung batang dapat digambarkan tegak lurus sumbu batang

    dan arah rotasi digambarkan dari arah asli sumbu batang ke arah sumbu batang

    setelah berpindah.

    Gambar 2. Perpindahan Vertikal

  • III. PERALATAN

    Gambar 3. Alat Peraga Modul C

    - HST. 1901 Model jembatan transparan dengan bentuk sprandels

    - HST. 1902 Kolom kolom jembatan dengan penyangga berjalan, alat pengukur

    reaksi dan kompensator perata

    - HST.1903 Kolom kolom jembatan dengan penyangga dijepit, alat pengukur

    reaksi dan kompensator perata

    - HST. 1904 Peralatan dial pengukur

    - HST. 1905 Beban sebesar 25 N

    - HST. 1906 Penyangga ujung kiri

    - HST. 1907 Penyangga ujung kanan

    A B C D

  • IV. CARA KERJA

    Percobaan I

    - Mengkalibrasi dial gauge yang berada di bawah perletakan A, B, C, dan D.

    - Meletakkan beban silindris sebesar 25 N di atas perletakan A, kemudian

    membaca dial gauge disetiap peletakan.

    - Memindahkan beban silindris sejauh 12.5 cm, 25 cm, 56.25 cm, 87.5 cm, 100

    cm, dan 112,5 cm dari perletakan A, melakukan kalibrasi ulang dial gauge dan

    melakukan pembacaan keempat dial gauge setiap melakukan perpindahan

    beban.

    Percobaan II

    - Meletakkan dial gauge yang berada diatas jembatan menerus tiga bentang

    tepat diatas perletakan A, dan kemudian melakukan kalibrasi dial gauge.

    - Memindahkan perletakan terakhir atau D sebanyak 5 mm vertikal dengan cara

    memutar tuas yang berada di perletakan D dan melakukan pembacaan dial

    gauge.

    - Kemudian memindahkan dial gauge sejauh 12.5, 25, 56.25, 82.5, 100, dan

    112.5 cm dari perletakan A. Sebelum memindahkan dial gauge, tuas pada

    perletakan D diputar kembali menjadi nol dan melakukan kalibrasi ulang.

    V. DATA PENGAMATAN PERCOBAAN I

    Tabel 1. Data Pengamatan Untuk Beban 25 N

    No X (cm) P= 25 N Jumlah

    (N) RA(N) RB(N) RC(N) RD(N)

    1 0 15.6 10.5 -1.2 -0.5 24.4

    2 12.5 11.7 11.7 0.015 0 23.415

    3 25 4.9 17.6 2.25 0 24.75

    4 56.25 -6 23.8 2.05 8 27.85

    5 87.5 -0.7 5.2 20.5 4.2 29.2

    6 100 0.2 -0.2 12 13 25

    7 112.5 -0.6 -4 13.6 15.9 24.9

    Rata-rata 25.645

  • VI. PENGOLAHAN DATA PENGAMATAN I

    Asumsi semua percobaan : +

    Bentang AB (0 cm x 25 cm )

    a1 = x

    b1 = (25 x)

    l1 + a1 = (25 + x)

    = = = =

    Persamaan 1

    =

    . 1 . 1 . (1 + 1)

    6 . . 1+

    . 13 .

    = . 2

    3 +

    . 26

    . . (25 ). (25 + )

    6 25+

    .25

    3 =

    . 62,5

    3 +

    . 62,5

    6

    (25 )(25 + )

    25+ 50 = 125 + 62,5

    (25 )(25 + )

    25= 175 + 62,5

  • Persamaan 2

    =

    . 26

    . 2

    3 =

    . 33

    . 62,5

    6

    . 62,5

    3 =

    . 25

    3

    62,5 = 175

    =175

    62,5 =

    62,5

    175

    Persamaan 1 & 2

    (25 )(25 + )

    25= 175 + 62,5 (

    62.5

    175 )

    =175. (25 )(25 + )

    667968,75

    (25 )(25 + )

    25= 175 (

    175

    62.5 ) + 62,5

    = (25 )(25 + )

    10687,5

    Tabel 2. Momen pada Masing-masing Perletakan

    No x (cm) P = 25 N

    MB (Ncm) MC

    (Ncm)

    1 0 0 0

    2 12.5 38.377 13.706

    3 25 0 0

    Reaksi Perletakan

    = (25 )

    25

    25

    =

    25+

    25

    +

    62,5+

    62,5

  • =

    62,5

    62,5

    25

    = 25

    Tabel 3. Reaksi Perletakan

    No x (cm) RA (N) RB (N) RC (N) RD (N)

    1 0 25 0 0 0

    2 12,5 10.965 14.868 -1.382 0.548

    3 25 0 25 0 0

    Bentang BC (25 cm x 87.5 cm)

    a2 = (x 25)

    b2 = (87,5 x)

    l2 + a2 = (37,5 + x)

    l2 + b2 = (150 x)

    = = = =

  • Persamaan 1

    =

    . 13 .

    = . 2 . 2 . (2 + 2)

    6 . . 2

    . 23

    . 2

    6

    .25

    3 =

    . ( 25) . (87,5 ). (150 )

    6 62,5

    . 62,5

    3

    . 62,5

    6

    50 = . ( 25) . (87,5 ). (150 )

    62,5 125 62,5

    . ( 25) . (87,5 ). (150 )

    62,5= 175 62,5

    = . ( 25). (87,5 ). (150 ) 3906,25

    175 . 62,5

    = . ( 25). (87,5 ). (150 ) 10937,5

    62,5 . 62,5

    Persamaan 2

    =

    . 2 . 2 . (2 + 2)

    6 . . 2+

    . 26

    + . 2

    3 =

    . 33

    . ( 25) . (87,5 ). (37,5 + )

    6 62,5+

    . 62,5

    6 +

    . 62,5

    3 =

    . 25

    3

    . ( 25) . (87,5 ). (37,5 + )

    62,5+ 62,5 + 125 = 50

    . ( 25) . (87,5 ). (37,5 + )

    62,5= 175 + 62,5

    Persamaan 1 & 2

    . ( 25) . (87,5 ). (37,5 + )

    62,5

    = 175 [ . ( 25). (87,5 ). (150 ) 10937,5

    62,5 . 62,5] + 62,5

  • = . ( 25). (87,5 ). (37,5 + ) 2,8 . ( 25). (87,5 ). (150 )

    26718,75

    . ( 25) . (87,5 ). (37,5 + )

    62,5

    = 175 + 62,5 [ . ( 25). (87,5 ). (150 ) 3906,25

    62,5 . 175]

    =2,8 ( 25). (87,5 ). (37,5 + ) . ( 25). (87,5 ). (150 )

    26718,75

    Tabel 4. Momen pada Masing-masing Perletakan

    No x (cm) P = 25 N

    MB (Ncm) MC (Ncm)

    4 56.25 154.194 154.194

    5 87.5 0 0

    Reaksi Perletakan

    = 25

    = 25

    + . (87,5 )

    62,5+

    62,5

    62,5

    = . ( 25)

    62,5

    62,5

    +

    62,5+

    25

    = 25

    Tabel 5. Reaksi Perletakan

    No x (cm) RA (N) RB (N) RC (N) RD

    (N)

    4 56.25 -6.168 18.668 18.668 -6.168

    5 87.5 0 0 25 0

  • Bentang CD (87.5 cm x 112.5 cm)

    a3 = (x 87,5)

    b3 = (112,5 x)

    l3 + b3 = (137,5 x)

    = = = =

    Persamaan 1

    =

    . 13 .

    = . 2

    3

    . 26

    .25

    3 =

    . 62,5

    3

    . 62,5

    6

    50 = +125 62,5

    175 = 62,5

    =62,5

    175 =

    175

    62,5

    Persamaan 2

    =

    . 2

    6 +

    . 23

    = . 3

    3 +

    . 3 . 3 . (3 + 3)

    6 . . 3

  • . 62,5

    6 +

    . 62,5

    3 =

    . 25

    3 +

    . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )

    6 25

    175 62,5 = . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )

    25

    Persamaan 1 & 2

    175 62,5 [62,5

    175 ] =

    . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )

    25

    =175 . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )

    667968,75

    175 [175

    62,5 ] 62,5 =

    . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )

    25

    =( 87,5) (112,5 )(137,5 )

    10687,5

    Tabel 6. Momen pada Masing-masing Perletakan

    No x (cm) P = 25 N

    MB (Ncm) MC (Ncm)

    6 100 13.706 38.377

    7 112.5 0 0

    Reaksi Perletakan

    = 25

    = 25

    62,5

    62,5

    =

    62,5+

    62,5

    + . (112,5 )

    25+

    25

    = 25

    + . ( 87,5)

    25

  • Tabel 7. Reaksi Perletakan

    No x (cm) RA (N) RB (N) RC (N) RD (N)

    6 100 0.548 -1.382 14.868 10.965

    7 112.5 0 0 0 25

    Tabel 8. Reaksi Perletakan pada Masing-masing Perletakan (Teori dan

    Praktik)

    No x

    (cm)

    RA (N) RB (N) RC (N) RD (N)

    Teori Praktik Teori Praktik Teori Praktik Teori Praktik

    1 0 25 15.6 0 10.5 0 -1.2 0 -0.5

    2 12.5 10.965 11.7 14.868 11.7 -1.382 0.015 0.548 0

    3 25 0 4.9 25 17.6 0 2.25 0 0

    4 56.25 -6.168 -6 18.668 23.8 18.668 2.05 -6.168 8

    5 87.5 0 -0.7 0 5.2 25 20.5 0 4.2

    6 100 0.548 0.2 -1.382 -0.2 14.868 12 10.965 13

    7 112.5 0 -0.6 0 -4 0 13.6 25 15.9

    -10

    -5

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    0 20 40 60 80 100 120

    RA

    (N)

    jarak (cm)

    Grafik Perbandingan RA Teori dan Praktikum

    RA Teori

    RA Praktik

  • -10

    -5

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    0 20 40 60 80 100 120

    RB

    (N)

    jarak (cm)

    Grafik Perbandingan RB Teori dan Praktikum

    RB Teori

    RB Praktik

    -5

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    0 20 40 60 80 100 120

    RC

    (N)

    jarak (cm)

    Grafik Perbandingan RC Teori dan Praktikum

    RC Teori

    RC Praktik

  • Tabel 9. Kesalahan Relatif Percobaan 1

    No X Jumlah (N) Kesalahan

    Relatif

    (%) Teori Praktik

    1 0 25 24.4 2.4

    2 12.5 25 23.415 6.3396

    3 25 25 24.75 1

    4 56.25 25 27.85 11.4

    5 87.5 25 29.2 16.8

    6 100 25 25 0.0004

    7 112.5 25 24.9 0.4

    Rata-rata 5.477

    VII. ANALISIS I

    Analisis Percobaan

    Praktikum modul c ini bertujuan untuk menentukan ketepatan analisa dari

    jembatan menerus tiga bentang terhadap keadaan yang sebenarnya. Praktikum ini

    terbagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama bertujuan untuk membandingkan

    besar reaksi perletakan yang didapat berdasarkan teori dan berdasarkan praktikum.

    Terdapat beberapa alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu rangkaian

    -10

    -5

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    0 20 40 60 80 100 120

    RC

    (N)

    jarak (cm)

    Grafik Perbandingan RC Teori dan Praktikum

    RD Teori

    RD Praktik

  • jembatan menerus tiga bentang yang setiap perletakannya terdapat dial gauge yang

    akan dibaca oleh praktikan dan juga beban silindris sebesar 25 N.

    Hal pertama yang harus dilakukan dalam praktikum ini adalah mengkalibrasi

    dial gauge yang berada pada setiap perletakan menjadi nol. Selanjutnya beban

    silindris sebsar 25 N diletakkan di titik pertama yang berada diatas perletakan A atau

    berjarak 0 cm dari perletakan A dan dilakukan pembacaan dial gauge yang berada

    di setiap perletakan. Kemudian beban silindris dipindahkan ke titik lain yang sudah

    ditentukan yaitu sejauh 12.5 cm, 25 cm, 56.25 cm, 87.5 cm, 100 cm, dan 112,5 cm

    dari perletakan A. Sebelum memindahkan beban silindris ke titik yang lain terlebih

    dahulu dilakukan kalibrasi ulang dial gauge dan setelah beban diletakkan pada jarak

    yang telah tentukan pembacaan dial gauge disetiap perletakan kembali dilakukan.

    Analisis Hasil

    Setelah melakukan praktikum jembatan menerus tiga bentang praktikan

    mendapatkan data berupa pembacaan dial gauge pada saat beban silindris diletakkan

    pada titik yang telah ditentukan. Data yang didapatkan pada praktikum merupakan

    besar reaksi perletakan praktikum. Selanjutnya praktikan mencari besar reaksi

    perletakan teori dengan menggunakan metode clapeyron atau persamaan tiga

    momen.

    A B C D

    LAB LBC LCD

    Gambar 1. Jembatan Menerus Tiga Bentang

    Pada penggunaan metode ini terdapat persyaratan yang harus dipenuhi yaitu

    persyaratan keseimbangan (MB = 0, MC = 0) dan juga persamaan kompatibilitas

    (BA = BC; CB = CD). Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut akan

    didapatkan besar reaksi perletakan teori yang akan dibandingkan dengan besar

    reaksi perletakan praktikum.

  • Penggunaan putaran sudut pada metode ini dikarenakan pada struktur statis tak

    tentu dibutuhkan persamaan tambahan untuk mengetahui reaksi perletakannya,

    akibat dari beban luar dan momen akan menimbulkan putaran sudut yang kemudian

    digunakan sebagai persamaan kompatibilitas untuk mengetahui besar reaksi

    perletakan pada struktur statis tak tentu. Sedangkan penggunaan M= 0 dikarenakan

    terdapatnya momen pada perletakan yang disebabkan oleh penggunaan balok

    menerus pada struktur jembatan menerus tiga bentang, pada balok menerus beban

    pada suatu bentang dapat menyebabkan timbulnya reaksi seperti momen dan juga

    kelengkungan pada bentang tempat beban diletakkan dan pada bentang yang

    lainnya.

    Tabel 8. Reaksi Perletakan pada Masing-masing Perletakan (Teori dan

    Praktik)

    No x

    (cm)

    RA (N) RB (N) RC (N) RD (N)

    Teori Praktik Teori Praktik Teori Praktik Teori Praktik

    1 0 25 15.6 0 10.5 0 -1.2 0 -0.5

    2 12.5 10.965 11.7 14.868 11.7 -1.382 0.015 0.548 0

    3 25 0 4.9 25 17.6 0 2.25 0 0

    4 56.25 -6.168 -6 18.668 23.8 18.668 2.05 -6.168 8

    5 87.5 0 -0.7 0 5.2 25 20.5 0 4.2

    6 100 0.548 0.2 -1.382 -0.2 14.868 12 10.965 13

    7 112.5 0 -0.6 0 -4 0 13.6 25 15.9

    Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara besar

    perletakan teori dengan besar perletakan praktikum, seperti pada nomor 1 yaitu pada

    saat beban silindris diletakkan diatas perletakan A. Jika sesuai dengan teori maka

    besar reaksi perletakan A akan sama dengan besar beban silindris dan besar reaksi

    perletakan lainnya adalah nol, tetapi reaksi perletakan A yang didapatkan pada

    praktikum sebesar 15.6 N, reaksi perletakan B sebesar 10.5 N, reaksi perletakan C

    sebesar -1.2 N dan reaksi perletakan D sebesar -0.5 N.

    Selain itu, berdasarkan persamaan kesetimbangan yaitu jumlah gaya vertikal

    yang bekerja pada suatu struktur akan berjumlah nol (V=0). Ketika beban silindris

  • sebesar 25 N diletakkan diatas jembatan menerus tiga bentang seharusnya jumlah

    keempat reaksi perletakan akan sama dengan jumlah beban yaitu 25 N, yang

    dibuktikan dengan penghitungan besar reaksi perletakan secara teori. Tetapi jika

    diamati jumlah keempat reaksi perletakan praktikum yang didapat tidak sama

    dengan jumlah beban yang ada, sehingga dapat dihitung besar kesalahan relatif pada

    percobaan I dengan cara membandingkan jumlah gaya vertikal atau reaksi

    perletakan teori dengan praktikum.

    Berdasarkan teori, ketika beban berada tepat diatas perletakan maka perletakan

    tersebut akan menopang keseluruhan beban tersebut tanpa membaginya dengan

    perletakan yang lain. Pada praktikum ini perletakan berada pada jarak 0 cm, 25 cm,

    87.5, dan 112,5 dari A, yang jika dilihat hasil pembacaan dial gauge nilainya tidak

    sama besar dengan jumlah beban yang diberikan. Hal tersebut disebabkan juga oleh

    penggunaan balok menerus pada struktur jembatan menerus tiga bentang yang dapat

    menyebabkan timbulnya reaksi pada bentang lainnya.

    Tabel 9. Kesalahan Relatif Percobaan 1

    No X Jumlah (N) Kesalahan

    Relatif

    (%) Teori Praktik

    1 0 25 24.4 2.4

    2 12.5 25 23.415 6.3396

    3 25 25 24.75 1

    4 56.25 25 27.85 11.4

    5 87.5 25 29.2 16.8

    6 100 25 25 0.0004

    7 112.5 25 24.9 0.4

    Rata-rata 5.477

    Kesalahan relatif yang didapatkan pada praktikum ini dapat dikategorikan tidak

    besar yang berarti tidak terdapat banyak kesalahan yang terjadi pada saat praktikum

    berlangsung ataupun pada saat praktikan melakukan pengolahan data. Tetapi tidak

    dapat dikatakan bahwa tingkat akurasi percobaan termasuk tinggi, karena pada saat

  • ditinjau besar reaksi disetiap perletakan masih banyak hasil yang tidak sesuai dengan

    teori.

    Analisis Kesalahan

    Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam

    praktikum momen lentur pada balok-balok, yaitu :

    1. Kurang tepatnya praktikan dalam mengkalibrasi dial gauge, sehingga jarum

    dial gauge tidak tepat menunjuk angka nol yang dapat menyebabkan data

    yang didapat menjadi kurang akurat.

    2. Kesalahan pembacaan alat pengukur yaitu dial gauge yang akan

    mempengaruhi hasil yang di dapat, dan mengakibatkan semakin besar nilai

    kesalahan relatif .

    VIII. KESIMPULAN PERCOBAAN I

    1. Praktikum ini dapat digunakan untuk menentukan ketepatan analisa

    matematika dari jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan

    yang sebenarnya karena kondisi di praktikum ini dibuat sama dengan

    keadaan sebenarnya.

    2. Metode clapeyron dapat digunakan untuk mengetahui besar reaksi

    perletakan pada suatu struktur tidak tentu, sehingga dapat juga digunakan

    untuk mengetahui ketepatan analisa matematika dari jembatan menerus tiga

    bentang terhadap keadaan sebenarnya walaupun terdapat perbedaan hasil

    praktikum dan teori yang diakibatkan oleh kesalahan yang telah

    dicantumkan pada analisa kesalahan.

  • IX. DATA PENGAMATAN PERCOBAAN II

    Tabel 10. Data Pengamatan Untuk Beban 25 N

    No X (cm) d = 5

    mm

    1 0 -0.3

    2 12.5 0

    3 25 -0.5

    4 56.25 0.21

    5 87.5 4.35

    6 100 6.9

    7 112.5 9.6

    X. PENGOLAHAN DATA PENGAMATAN II

    Perletakan D dinaikkan sebesar 5 mm = 0,5 cm

    = = = =

    Persamaan 1

    =

    . 13 .

    = . 2

    3 +

    . 26

    .25

    3 =

    . 62,5

    3 +

    . 62,5

    6

    50 = 125 + 62,5

    175 = 62,5

  • =62,5

    175 =

    175

    62,5

    Persamaan 2

    =

    . 26

    . 2

    3 =

    . 33

    +

    3

    . 62,5

    6

    . 62,5

    3 =

    . 25

    3 +

    0,5

    25

    62,5 125 = 50 +3

    25

    175 + 62,5 = +3

    25

    Persamaan 1 & 2

    175 [175

    62,5] + 62,5 =

    3

    25

    = 2,807 104

    175 + 62,5 [62,5

    175] =

    3

    25

    = 7,8596 104

    Reaksi Perletakan

    = 25

    = 1,1228 105

    = 25

    62,5

    62,5

    = 2.829 105

    =

    62,5+

    62,5

    +25

    = 4,8505 105

    = 25

    = 3,14384 105

  • Persamaan Lendutan

    Interval AB (0 x 25 cm)

    = .

    = 1,1228 105

    2

    2=

    = 1,1228 105

    = 5,6142 106 + 1

    = 1,87133 106 + 1 + 2

    = 0 ; = 0 2 = 0

    = 25 ; = 0 1 = 1,1696 103

    Jadi persamaan lendutan untuk interval AB :

    = , + ,

    Interval B C (25 x 87.5 cm)

    = . + ( 25)

    = 1,7002 105 70,725 105

    2

    2=

    = 1,7002 105 70,325 105

    = 8,5012 106 70,725 105 + 1

    = 2,83373 106 35,36252 105 + 1 + 2

    = 25 ; = 0;

    25 1 + 2 = 0,1767

  • = 87,5 ; = 0;

    87,5 1 + 2 = 0,8091

    Didapatkan nilai C1 dan C2 sebagai berikut :

    1 = 0,0101

    2 = 0.0758

    Jadi persamaan lendutan untuk interval BC :

    = , , + , .

    Interval CD (87.5 x 112.5 cm)

    = . + ( 25) + ( 87,5)

    = 3,144 105 + 3,537 103

    2

    2=

    = 3,144 105 + 3,537 103

    = 1,5722 105 + 3,537 103 + 1

    = 5,243 106 + 1,7685 2 103 + 1 + 2

    = 87,5 ; = 0;

    87,5 1 + 2 = 10,03

    = 112,5 ; = 0,5;

    112,5 1 + 2 = 15,154 5,124

    Didapatkan nilai C1 dan C2 sebagai berikut :

  • 1 = 0,205

    2 = 7,9075

    Jadi persamaan lendutan untuk interval CD :

    = , + , , + ,

    Tabel 11. Lendutan (Teori dan Praktik)

    x (cm) Lendutan

    Teori (mm) Praktik

    (mm)

    0 0 -0.3

    12.5 0,131 0

    25 0 -0.5

    56.25 -1,14 0.21

    87.5 -0,1175 4.35

    100 -3,225 6.9

    112.5 -4,83 9.6

    -2

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0 20 40 60 80 100 120

    Len

    du

    tan

    (m

    m)

    Jarak (cm)

    Grafik Perbandingan Lendutan Teori dan Praktikum

    Teori

    Praktikum

  • XI. ANALISIS II

    Analisis Percobaan

    Percobaan kedua modul c ini bertujuan untuk membandingkan besar lendutan

    yang didapatkan berdasarkan teori dengan lendutan yang didapatkan berdasarkan

    praktikum. Peralatan yang digunakan pada percobaan kedua ini hampir sama dengan

    peralatan yang digunakan pada percobaan pertama, yaitu rangkaian jembatan

    menerus tiga bentang dan dial gauge yang berada diatas rangkaian jembatan. Nilai

    yang didapatkan dari pembacaan dial gauge adalah besar lendutan praktikum yang

    dihasilkan.

    Hal pertama yang harus dilakukan pada percobaan kedua adalah memindahkan

    dial gauge yang berada diatas rangkaian jembatan sehingga berada tepat tegak lurus

    di atas perletakan A. Setelah itu melakukan kalibrasi dial gauge dan kemudian

    memindahkan perletakan D sebesar 5 mm dengan cara memutar tuas yang berada

    dibawah peletakan D. Pada saat melakukan pembacaan dial gauge harus

    diperhatikan arah jarum pada dial yang menunjukkan besar lendutan bernilai positif

    ataupun 27egative.

    Selanjutnya dial gauge dipindahkan ke titik lain yang telah ditentukan, yaitu

    sejauh 12.5, 25, 56.25, 82.5, 100, dan 112.5 cm dari perletakan A dan dilakukan

    kembali pembacaan dial gauge akibat perpindahan perletakan D sebesar 5 mm.

    Analisis Hasil

    Setelah melakukan percobaan kedua didapatkan data berupa pembacaan dial

    gauge pada saat perletakan D mengalami perpindahan sebesar 5 mm, yang

    merupakan besar lendutan praktikum. Selanjutnya data tersebut akan dibandingkan

    dengan besar lendutan teori yang didapatkan dengan menggunakan metode

    clapeyron, dan dipatkan hasil sebagai berikut :

  • Tabel 11. Lendutan (Teori dan Praktik)

    x (cm) Lendutan

    Teori (mm) Praktik

    (mm)

    0 0 -0.3

    12.5 0,131 0

    25 0 -0.5

    56.25 -1,14 0.21

    87.5 0 4.35

    100 3,77 6.9

    112.5 4,83 9.6

    Berdasarkan grafik dan tabel perbandingan lendutan teori dan praktikum,

    ditunjukkan bahwa besar lendutan pada jarak 0-56.25 cm tidak memiliki perbedaan

    yang signifikan. Tetapi pada titik 82.5 cm, 100 cm, dan 112.5 cm besar lendutan

    berdasarkan teori dan juga praktikum menunjukkan perbedaan yang signifikan,

    terutama pada titik 112.5 yang nilai lendutan berdasarkan teori sebesar 4,83 mm

    -2

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0 20 40 60 80 100 120

    Len

    du

    tan

    (m

    m)

    Jarak (cm)

    Grafik Perbandingan Lendutan Teori dan Praktikum

    Teori

    Praktikum

  • yang diakibatkan dari pemindahan perletakan sebesar 5 mm dan lendutan praktikum

    yang diperoleh sebesar 9.6 mm. munculnya lendutan pada perletakan diakibatkan

    oleh sifat struktur statis tak tentu yang lebih peka terhadap terjadinya penurunan

    tumpuan yang dapat menimbulkan momen dan mengakibatkan munculnya lendutan

    pada perletakan, dan juga karena perletakan yang digunakan tidak kaku sehingga

    penurunan pada perletakan dapat menimbulkan lendutan pada perletakan yang lain.

    Analisis Kesalahan

    Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam

    praktikum momen lentur pada balok-balok, yaitu :

    1. Kurang tepatnya praktikan dalam mengkalibrasi dial gauge, sehingga jarum

    dial gauge tidak tepat menunjuk angka nol yang dapat menyebabkan data

    yang didapat menjadi kurang akurat.

    2. Kesalahan pembacaan alat pengukur yaitu dial gauge yang akan

    mempengaruhi hasil yang di dapat, dan dapat mengakibatkan kesalahan

    relatif semakin besar.

    3. Kurang tepatnya praktikan pada saat meletakkan dial gauge diatas titik

    yang jaraknya telah ditentukan, dan juga penempatan dial gauge yang tidak

    tepat tegak lurus.

    XII. KESIMPULAN PERCOBAAN II

    1. Praktikum ini dapat digunakan untuk menentukan ketepatan analisa matematika

    dari jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

    karena kondisi di praktikum ini dibuat sama dengan keadaan sebenarnya.

    2. Dengan menggunakan metode clapeyron dapat diketahui besar lendutan setiap

    perletakan pada suatu struktur tidak tentu, sehingga dapat digunakan untuk

    mengetahui ketepatan analisa matematika dari jembatan menerus tiga bentang

    terhadap keadaan sebenarnya walaupun terdapat perbedaan hasil praktikum dan

    teori yang diakibatkan oleh kesalahan yang telah dicantumkan pada analisa

    kesalahan.

  • 3. Lendutan dapat dihasilkan dengan memindahkan perletakan secara vertikal

    tanpa harus meletakkan beban diatas struktur.

    XIII. REFERENSI

    Pedoman Praktikum Analisa Struktur, Laboratorium Struktur dan Material,

    Departeman Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia : Depok, 2009.

    Rachmayani, Khairul Maulana. Metode Clapeyron.

  • LAMPIRAN

    Gambar 3. Alat Peraga Modul C

    Gambar 4. Beban Silindris Sebesar 25 N

    A B C D