Modul Analisa Struktur 2 [TM6]
-
Upload
wenny-dwi-nur-aisyah -
Category
Documents
-
view
80 -
download
15
description
Transcript of Modul Analisa Struktur 2 [TM6]
MODUL PERKULIAHAN
ANALISA STRUKTUR IITeori Dasar Analisa Struktur Metode Matriks
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Teknik Perencanaan dan Desain
Teknik Sipil 06 11018 Jef Franklyn Sinulingga, ST, MT
Abstract KompetensiPemahaman mengenai teori dasar dengan metode matriks yang sangat penting dalam melakukan analisis struktur
Mahasiswa mampu memahami teori – teori dasar analisa struktur
6.1. Tegangan dan Regangan Untuk mendesain struktur agar berfungsi secara memadai kita harus memahami
perilaku mekanis dari material yang digunakan. Salah satu cara untuk menentukan
bagaimana suatu bahan berperiaku saat mengalami pembebanan adalah dengan
melakukan eksperimen di laboratorium. Prosedur yang biasa adalah dengan meletakkan
benda uji kecil dari material tersebut pada mesin penguji, menerapkan beban, dan
selanjutnya mengukur deformasinya (misalnya perubahan panjang dan perubahan
diameternya).
Mesin uji tarik tipikal ditunjukkan dalam Gambar berikut. Benda uji dipasang di antara
kedua penjepit besar dari mesin uji dan selanjutnya dibebani tarik. Dimana selanjutnya alat
pengukur akan mencatat deformasi yang terjadi.
Gambar 6.1Mesin Uji Tarik
Gambar 6.2Perilaku material pada uji tarik
2016 2
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Uji tekan pada metal biasanya dilakukan pada benda uji kecil yang berbentuk kubus
atau silinder, sedangkan beton diuji tekan pada setiap proyek konstruksi yang penting untuk
menjamin bahwa kekuatan yang dibutuhkan telah dicapai.
Besarnya beban yang diterapakan dan besarnya pependekan benda uji dapat diukur.
Perpendekan sebaiknya diukur di seluruh panjang terukur yang kurang dari panjang total
dari enda uji agar tidak ada efek ujung.
Gambar 6.3Mesin Uji Tekan
Gambar 6.4Beton pada uji tekan
6.1.1 Diagram Tegangan-ReganganHasil hasil pengujian biasanya bergantung pada ukuran benda uji. Karena sangat
kecil kemungkinannya bahwa kita menggunakan struktur yang berukuran sama dengan
ukuran benda uji, maka kita perlu menyatakan hasil pengujian dalam bentuk yang dapat
diterapkan pada elemen struktur dengan ukuran apa saja. Cara sederhana untuk mencapai 2016 3
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
tujuan ini adalah dengan mengkonversikan hasil pengujian tersebut ke dalam tegangan dan
regangan.
Tegangan aksial pada benda uji dihitung dengan membagi beban aksial P dengan
luas penampang A (=P/A). Jika luas awal benda uji digunakan dalam perhitungan, maka
tegangan yang diperoleh disebut tegangan nominal. Harga tegangan aksial yang lebih eksak
yang disebut tegangan sebenarnya, dapat dihitung dengan menggunakan luas penampang
sebenarnya pada saat kegagalan terjadi. Karena luas aktual dalam pengujian pengujian tarik
selalu lebih kecil daripada luas awal, maka tegangan sebenarnya selalu lebih besar
daripada tegangan nominal.
Regangan aksial rata-rata pada benda uji diperoleh dengan membagi
perpanjangan yang diukur antara tanda-tanda pengukuran dengan panjang terukur L
(=/L). Jika panjang terukur awal digunakan dalam perhitungan, maka didapatkan
regangan nermal. Karena jarak antara tanda-tanda pengukuran bertambah pada saat beban
tarik diterapkan, maka kita dapat menghitung regangan sebenarnya pada setiap harga
beban dengan menggunakan jarak aktual antara tanda-tanda pengukuran. Dalam keadaan
tarik, regangan sebenarnya selalu lebih kecil daripada regangan normal. Sekalipun
demikian, untuk penggunaan dalam bidang teknik, tegangan nominal dan regangan nominal
sudah cukup memadai.
Setelah dilakukan uji tarik atau tekan dan menentukan tegangan dan regangan pada
berbagai taraf beban, kita dapat memplot diagram tegangan versus regangan. Diagram ini
merupakan karakteristik dari bahan yang diuji dan memberikan informasi penting tengang
besaran mekanis dan jesis perilaku.
Bahan pertama yang akan kita bahas adalah baja struktural, yang merupakan salah
satu bahan metal yang paling banyak digunakan untuk gedung, jembatan, kapal, kendaraan
dan berbagai jenis struktur lain. Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal
yang mengalami tarik ditunjukkan pada gambar berikut ini.
2016 4
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 6.5 Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang mengalami tarik
(tak berskala).
Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari titik O ke titik A, yang berarti
hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah ini linier. Kemiringan garis lurus dari
O ke A disebut modulus elastisitas yang merupakan tegangan dibagi regangan (E=/).
Melewati titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak ada lagi.
Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit proporsional, maka tegangan
mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan tegangan. Dengan
demikian kurva tegangan-regangan memiliki kemiringan yang berangsur angsur mengecil,
sampai pada titik B kurva tersebut menjadi horizontal. Mulai dari titik ini, terjadi
perpanjangan yang cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari
B ke C). Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh. Tegangan yang
berkaitan dengan ini disebut tegangan lulu dari baja. Dari daerah antara B dan C, bahan ini
menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini berdeformasi tanpa adanya pertambahan
beban.
Sesudah mengalami regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC,
baja mulai mengalami pengerasan regang (strain hardening). Selama itu, bahan mengalami
perubahan dalam struktur kristalin yang menghasilkan peningkatan resistensi bahan
tersebut deformasi lebih lanjut. Perpanjangan beban uji di daerah ini membutuhkan
peningkatan beban tarik, sehingga diagram tegangan-regangan mempunyai kemiringan
positif dari C ke D. Beban tersebut pada akhirnya mencapai harga maksimumnya, dan
tegangan pada saat itu (di titik D) disebut tegangan ultimate. Penarikan batang lebih lanjut
pada kenyataannya akan disertai dengan pengurangan beban dak akhirnya terjadi putus di
suati titik seperti titik E pada gambar.
2016 5
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Tegangan luluh dan tegangan ultimate dari suatu bahan disebut juga kekuatan luluh
dan kekuatan ultimate. Kekuatan adalah sebutan umum yang merujuk pada kapasitas suatu
struktur untuk menahan beban. Dalam melakukan uji tarik untuk suatu bahan, kita
definisikan kapasitas pikul beban dengan tegangan di suatu benda uji, bukannya beban total
yang bekerja pada benda uji. Karena itu, kekuatan bahan biasanya dinyatakan dalam
tegangan.
6.1.2 Hukum HookeBanyak bahan struktural berprilaku elastis dan linier ketika dibebani pertama kali.
Akibatnya, kurva tegangan-regangan dimulai dengan garis lurus melewati titk asalnya. Salah
satu contoh adalah kurva tegangan-regangan untuk baja struktural, dimana daerah dari titik
asal O hingga titik A adalah linier dan elastis. Hubungan linier antara tegangan dan
regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan sederhana dinyatakan
dengan persamaan
σ=E . ε
Dimana adalah tegangan aksial, E adalah modulus elastisitas dan adalah regangan
aksial.
6.1.3 Kekakuan dan FleksibilitasPerhitungan perpindahan (perubahan panjang) merupakan bagian yang sangat
penting dalam analisis statis taktentu. Untuk lebih memudahkan pemahaman, tinjaulah
sebuah pegas yang analog dengan perilaku batang sebagaimana gambar berikut ini.
Gambar 6.6Defleksi pada pegas
Jika beban bekerja menjauhi pegas, maka pegas akan memanjang dan kita katakan
bahwa pegas mengalami beban tarik. Jika beban bekerja ke arah pegas, maka pegas akan
memendek dan kita katakan bahwa pegas tersebut mengalami tekan.
Apabila diberikan gaya P, pegas tersebut memanjang sebesar , dan panjangnya menjadi L + . Jika bahan dari pegas tersebut elastis linier, maka beban dan perpanjangan akan
sebanding.
P = k . (6.1)
2016 6
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Dimana k adalah konstanta kekakuan pegas dan didefinisikan sebagai sebagai gaya
yang menghasilkan perpanjangan satuan, artinya k = P/. Dengan cara yang sama,
konstanta f disebut fleksibilitas dan didefinisikan sebagai perpanjangan yang dihasilkan
oleh beban sebesar satu, artinya f = /P.
Dari pembahasan tersebut jelas bahwa kekakuan dan fleksibilitas merupakan
kebalikan satu sama lainnya :
k=1f , f =1
k (6.2)
Gambar 6.7Perpanjangan batang prismatik yang mengalami tarik
Perpanjangan pada suatu batang prismatis yang mengalami beban tarik P seperti
pada gambar . Jika beban bekerja melalui pusat berat penampang ujung, maka tegangan
normal terbagi rata di penampang yang jauh dari ujung dapat dinyatakan dengan rumus =
P/A, dimana A adalah luas penampang. Selain itu, jika batang tersebut terbuat dari bahan
yang homogen, maka regangan aksialnya adalah = /L, dimana adalah perpanjangan
dan L adalah panjang batang.
Dengan asumsi hukum Hooke berlaku (bahan adalah elastis linier). Selanjutnya,
tegangan dan regangan longintudinal dapat dihubungkan dengan persamaan = E . ,
dimana E adalah modulus elastisitas. Dengan menggabungkan hubungan-hubungan dasar
ini, maka kita dapat menghitung perpanjangan batang :
δ= PLEA (6.3)
Persamaan ini menunjukkan bahwa perpanjangan berbanding langsung dengan
beban P dan panjang L dan berbanting terbalik dengan modulus elastisitas E serta luas
penampang A. Hasil kali EA dikenal sebagai rigiditas aksial suatu batang. Persamaan
tersebut berlaku juga untuk elemen struktur yang mengalami tekan, dimana menunjukkan
perpendekan batang.
Perubahan panjang suatu batang biasanya sangat kecil dibandingkan panjangnya.
Sehingga pada kondisi demikian kita dapat menggunakan panjang awal batang (bukan
setelah ditambahkan perpindahan) dalam perhitungan.
Kekakuan dan fleksibilitas suatu batang prismatis didefinisikan dengan dengan cara
yang sama seperti pada pegas. Kekakuan adalah gaya yang dibutuhkan untuk 2016 7
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
menghasilkan perpanjangan satuan, atau P/ dan fleksibilitas adalah perpanjangan akibat
beban satuan atau /P. Sehingga kekakuan dan fleksibilitas suatu batang prismatis adalah
k=EAL
f = LEA (6.4)
6.2. Metode Beban SatuanUntuk memahami metode beban satu satuan, perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 6.8 Balok sederhana dikenakan gaya tekan F akibat beban W1, W2, dan W3
Misalnya kita diminat untuk mencari lendutan vertikal C di titik C pada balok
sederhana AB dalam Gambar b, yang ditunjukkan untuk memikul beban W1, W2, dan W3.
Himpunan beban ini menimbulkan gaya-gaya dalam di dalam balok, misalnya gaya tekan F
disembarang serat seperti MN yang luas penampang tegaknya sama dengan dA. Serat ini,
MN, berkurang panjangnya sebesar dL. Tentu saja, beban-beban yang bekerja juga
menghasilkan lendutan di sepanjang balok, seperti 1 di W1, 2 di W2, dan 3 di W3. Usaha
luar total yang dikerjakan pada balok, jika beban bekerja secara berangsur (gradually)
adalah ½ W11 + ½ W22 + ½ W33 . Energi dalam total yang tersimpan di dalam balok sama
dengan ½ F dL. Dengan hukum kekelan energi, usaha-luar total yang dikerjakan pada
balok sama dengan energi dalam total yang tersimpan di dalam balok, atau :
½ W11 + ½ W22 + ½ W33 = ½ F dL (6.5)
2016 8
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 6.9
Balok sederhana tanpa pembebanan W1,W2,W3dikenakan gaya satu satuan pada titik C.
Sekarang, jika pada balok sederhana AB yang sama mula-mula suatu beban satuan
1.0 kN dikerjakan secara berangsur di C seperti diperlihatkan pada Gambar , ini akan
mengakibatkan lendutan C di titik C, 1 di titik 1, 2 di titik 2, dan 3 di titik 3.
Jika beban W1, W2, dan W3 ditambahkan secara berangsur pada balok pada
Gambar yang tengah memikul beban satuan di C, lendutannya akan menjadi C + C di C, 1
+ 1 di titik 1, 2 + 2 di titik 2, dan 3 + 3 di titik 3, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut.
Hal ini terjadi karena adanya pertalian linier antara gaya dan lendutan, dan berlakunya
prinsip superposisi.
Ketika mula-mula beban satuan di C dikerjakan, hubungan antara usaha luar dan energi
dalam adalah
½ (1.0)(C) = ½ u dl (6.6)
Dengan :
u = tegangan tekan di sembarang serat MN seluas dA akibat beban satuan
dl = pemendekan total serat tersebut.
Apabila beban W1, W2, W3 ditambahkan secara berangsur, usaha-luar tambahan yang
dikerjakannya pada balok adalah ½ W11 + ½ W22 + ½ W33 + (1.0) (C), sedangkan energi
dalam totalnya adalah ½ u dl + ½ F dL + u dL.
Gambar 6.10
Defleksi pada balok sederhana akibat beban W1,W2,W3 dan beban 1 satuan.
Dengan menggunakan hukum kekekalan energi,
½ (1.0)(C) + ½ W11 + ½ W22 + ½ W33 + (1.0) (C) = ½ u dL + ½ F dL + u dL
(6.7)
Persamaan disederhanakan menggunakan persamaan 6.5 dan 6.6.Sehingga persamaan
menjadi
(1.0) (C) = u dL (6.8)2016 9
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Persamaan 6.8 merupakan rumus dasar dalam metode beban satuan. Hal ini dapat
diterapkan untuk mencari kemiringan atau lendutan di sembarang titik pada struktur.
6.2.1. Metode beban satuan – penerapan pada lendutan balokPerhatikan gambar 6.8, kita gunakan notasi M sebagai momen lentur pada MN dan
kita gunakan notasi m sebagai momen lentur pada MN di Gambar 6.9.
Misalkan panjang awal MN adalah dx. Maka u dalam gambar 6.9 adalah
u=myI
dA
dan dL dalam gambar 6.8 adalah
dL=MyEI
dx
Subtitusikan persamaan 6.9 dan 6.10 ke persamaan 6.8
(1.0 ) (∆ c)=∑ udL=∑ ( myI
dA)( myEI
dx )¿∫
0
L
∫0
A Mm y2 dA dxEI2
¿∫0
L Mm dxEI 2 ∫
0
A
y2 dA=∫0
L MmdxEI
Jika m dipandang sebagai perbandingan antara momen lentur akibat sembarang beban di C
dengan beban itu sendiri, maka m hanya memiliki satuan dimensional panjang, dan
persamaan dapat dituliskan sebagai
∆ c=∫0
L Mm dxEI
Persamaan tersebut merupakan rumus kerja yang diterapkan untuk memperoleh lendutan
balok status tertentu di sembarang titik akibat pembebanan yang bersangkutan.
6.2.2. Metode beban satuan – penerapan pada kemiringan balokUntuk menentukan kemiringan C di sembarang titik C pada balok dengan metode
beban satuan, Persamaan perlu diselaraskan menjadi :
2016 10
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
❑c=∫0
L Mm dxEI
6.3. Teori Castigliano keduaMenurut Castigliano, untuk struktur linier, “Turunan-parsial energi-dalam total di
dalam sebuah balok, terhadap beban yang bekerja di sembarang titik, sama dengan
lendutan di titik yang bersangkutan.” Keabsahan teorema ini dapat diamati pada gambar
berikut ini.
Gambar 6.11
Defleksi pada balok sederhana akibat beban W1,W2,W3 dan beban 1 satuan
Ditambahkan beban dW1 pada titik 1, sehingga mengakibatkan tambahan lendutan d1 di
titik 1, d2 di titik 2, dan d3 di titik 3. Usaha luar tambahan, atau energi dalam tambahan dU
adalah,
dU =W 1 d ∆1+W 2 d ∆2+W 3 d ∆3+12
W 1 d ∆1
≈ W 1 d ∆1+W 2 d ∆2+W 3 d ∆3
Usaha luar total atau energi dalam total di dalam balok, U + dU, ketika beban pokok dan
beban tambahan bekerja serentak, adalah :
U+dU =12 (W 1 dW 1 ) ( ∆1+d ∆1 )+ 1
2W 2 ( ∆2+d ∆2)+ 1
2W 3 ( ∆3+d ∆3 )
Dalam kondisi pokok saja
U=12
W 1 ∆1+12
W 2 ∆2+12
W 3 ∆3
Kurangkan Persamaan dari Persamaan
dU =12
∆1 dW 1+12
W 1 d ∆1+12
dW 1 d ∆1+12
W 2 d ∆2+12
W 3d ∆3
2016 11
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
≈ 12
∆1 dW 1+12
W 1 d ∆1+12
W 2 d ∆2+12
W 3 d ∆3
Subtitusikan Persamaan ke Persamaan
dU =12
∆1 dW 1+12
dU
dU =∆1dW 1
Persamaan tersebut dapat langsung diperolah dengan gagasan energi-komplementer.
Tetapkan definisi turunan-parsial pada Persamaan
∂ U∂W 1
=∆1
Persamaan tersebut merupakan teorema Castigliano kedua.
6.3.1. Teori Castigliano Kedua - Penerapan pada Lendutan dan Kemiringan BalokUntuk menggunakan Persamaan dalam penentuan lendutan di sembarang titik,
perlulah kita nyatakan energo-dalam U sebagai fungsi beban yang bekerja pada titik yang
bersangkutan. Maka, baik beban di titik tersebut berniali tertentu atau nol, nilai tersebut
dapat disubtitusikan hanya setelah penurunan-parsial terhadap beban tersebut dilakukan.
Lebih lanjut, ekspresi U harus dinyatakan sebagai fungsi dari momen lentur. Dengan
mengacu kepada Gambar
U=∑ 12
FdL
Subtitusikan
F= MyI
dA dan dL=MyEI
dx
Ke dalam Persamaan, sehingga
U =∑ 12 ( My
IdA )( My
EIdx)=∫
0
L M 2 dxE I2 ∫
0
A
y2 dA=∫0
L M 2 dx2 EI
Maka urutan langkah berikut dapat dipakai pada metode turunan-parsial, untuk mencari
lendutan di titik C pada balok :
1. Tentukan ekspresi M untuk berbagai bagian balok sebagai fungsi beban WC di C
dan semua beban lain yang diketahui.
2. Sebelum pengintegralan, lakukan penurunan parsial pada Persamaan terhadap
beban WC.2016 12
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
3. Substitusikan nilai WC yang diketahui ke dalam integral tersebut. WC boleh jadi
bernilai nol.
4. Lakukan pengintegralan.
Dapat ditunjukkan bahwa apabila ketiga langkah pertama dalam metode turunan-
parsial telah dilaksanakan, pembaca akan mencapai ekspresi serupa sepertu yang telah
diungkapkan pada awal uraian metode beban-satuan. Ambil turunan-parsial Persamaan
∆C=∂U
∂ Wc=∫
0
L 2 M ( ∂ M∂Wc )dx
2EI=∫
0
L M (∂ M /∂ Wc )dxEI
m dapat dipandang sebagai perbandingan dari momen lentur akibat sembarang beban di C
terhadap beban itu sendiri, hal ini direpresentasikan sebagai berikut.
m= ∂ M∂ Wc
6.4.Hukum Lendutan Timbal Balik Maxwell Betti
Teorema Maxwell – Betti berbunyi “Kerja semu yang dilakukan oleh suatu sistem gaya-P pada deformasi akibat suatu sistem gaya Q sama dengan kerja-semu yang dilakukan oleh sistem gaya-Q tersebut pada deformasi akibat sistem gaya P tersebut.”
Pada kasus khusus yang hanya terdapat gaya satu-satuan di dalam sistem P dan
juga hanya satu gaya-satuan di dalam sistem Q, sebagaimana ditunjukkan untuk balok pada
Gambar, penerapan teorema umum kerja-semu timbal-balik memberikan
PQ= QP untuk P = 1.0 , Q = 1.0
Yang merupakan hukum lendutan timbal-balik, yang dinyatakan sebagai berikut : “Lendutan di Q akibat suatu beban-satuan di P sama dengan lendutan di P akibat suatu beban-satuan di Q.”
δ QP=∫❑
❑ Mm dxEI
=∫❑
❑ mp mQ dxEI
2016 13
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
Dan
δPQ=∫❑
❑ Mm dxEI
=∫❑
❑ mQ mPdxEI
Untuk kasus pada Gambar
δQP=∑ FuLEA
=∑ uP uQ LEA
Dan
δPQ=∑ FuLEA
=∑ uQ uP LEA
Hukum lendutan timbal-balik juga berlaku diantara suatu momen-satuan P dan suatu
gaya-satuan Q, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar.Dalam kasus ini QP adalah lendutan
ke bawah di Q akibat suatu momen satuan berlawanan arah jarum jam yang bekerja di P
akibat suatu beban satuan ke bawah yang bekerja di Q.
2016 14
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id
6.5. Daftar Pustaka Nasution, Amrinsyah., (2010) :Teori Elastisitas, Penerbit ITB, Bandung.
Nasution, Amrinsyah., (2010) : Metode Elemen Hingga, Penerbit ITB, Bandung.
Nasution, Amrinsyah., (2009) : Metode Matrik Kekakuan Analisis Struktur, Penerbit ITB, Bandung.
2016 15
Analisa Struktur 2 Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Jef Franklyn Sinulingga, S.T, M.T http://www.mercubuana.ac.id