Modul a Edit - Laporan 2
-
Upload
budi-herwanto -
Category
Documents
-
view
77 -
download
0
description
Transcript of Modul a Edit - Laporan 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Dari hal yang
terdekat sampai berukuran besar, semuanya disusun oleh logam. Contohnya peralatan memasak,
gunting, kerangka bangunan, bodi kapal, dan sebagainya. Tentunya setiap logam memiliki sifat
yang berbeda antara satu sama lain, disesuaikan dengan penggunaanya. Ada komponen yang
membutuhkan logam yang amat kuat dan keras, ada juga yang dibutuhkan keuletannya.
Salah satu metode untuk mengatur kekerasan logam yaitu heat treatment. Metode ini
dapat membuat suatu logam menjadi lebih keras atau sebaliknya. Pada praktikum kali ini,
dilakukan percobaan terhadap beberapa material logam dan dilakukan heat treatment pada logam
tersebut.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum kali ini sebagai berikut
1. Membandingkan kekerasan baja karbon rendah dan baja karbon tinggi sebelum dan
sesudah di-quenching
2. Membandingkan kekerasan paduan Al-Cu sebelum dan sesudah precipitation hardening
3. Membandingkan kekerasan logam Cu sebelum dan sesudah annealing
4. Mengetahui pengaruh temperatur dan waktu terhadap kekerasan paduan Al-Cu pada
proses precipitation hardening
5. Mengetahui pengaruh temperatur dan waktu terhadap kekerasan logam Cu pada proses
rekristalisasi
BAB II
TEORI DASAR
Heat treatment merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengatur kekuatan dan
kekerasan logam sesuai dengan kebutuhan. Heat treatment dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Quenching
Annealing
Normalyzing
Tempering
Terdapat berbagai metode dalam meningkatkan kekuatan logam. Prinsipnya dengan
mengahambat pergerakan dislokasi. Metode penguatan logam (strengthening mechanism) sebagai berikut.
a. Grain Size Reduction (Reduksi Ukuran Butir)
Pada persamaan Hall-Petch:
σy= σo+kyd-1/2
menyatakan bahwa diameter butir berbanding terbalik dengan kekuatan yield material. Semakin
kecil ukuran diameter butir, semakin tinggi nilai kekuatan yield-nya jika dibandingkan dengan
kekuatan yield awalnya.
b. Strain Hardening
Pada metode ini, material dideformasi sampai terdeformasi plastis (sudah melewati daerah
elastic). Dengan terdeformasi plastis, sebagian butir di dalam material tersebut mengalami dislokasi.
Prinsip penguatan material dengan metode ini yaitu menghalangi pergerakan dislokasi yang baru
dengan dislokasi yang sudah terjadi sebelumnya. Akan terjadi peningkatan kekuatan yield pada
fenomena ini.
Gambar 2.1 Peningkatan yield-strength dengan Strain Hardening
c. Precipitation Hardening
Merupakan salah satu dari metodi heat treatment. Prinsipnya dengan membuat endapan dari
larutan yang lewat jenuh (super-saturated solution) untuk menghambat pergerakan dislokasi.
Endapan ini dibuat agar koheren dengan cara aging. Prosedur dari precipitation hardening yaitu
pertama kita siapkan logam yang dapat membentuk larutan lewat jenuh (contoh: paduan Al-Cu).
Logam ini dipanaskan pada temperature dimana semuanya menjadi fasa α (contoh: 550oC). Setelah
itu logam di-quenching (pendinginan dalam waktu yang amat singkat). Tujuannya agar fasa α merata
pada semua bagian dan membentuk super saturated solution. Setelah itu logam dipanaskan kembali
(aging) pada temperature tertentu (contoh:200oC) agar terbentuk presipitat (contoh: CuAl2). Dengan
adanya presipitat ini, pergerakan dislokasi akan terhambat.
Gambar 2.2 Proses yang terjadi selama Precipitation Hardening
pada butir-butir Al dan Cu
Gambar 2.3 Ilustrasi Precipitation Hardening pada diagram fasa Cu-Al
Gambar 2.4 Diagram temperature vs waktu pada Precipitation Hardening
d. Martensite Strengthening
Metode ini juga merupakan salah satu heat treatment, tujuan metode ini yaitu membentuk fasa
martensite pada logam paduan. Martensite dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan secara
signifikan karena geometri butirnya yang acak sehingga mengahmabat pergerakan dislokasi.
Komposisi martensit yang terbentuk dapat diatur dengan mengatur laju pendiniginannya. Sebelumnya
logam dipanaskan agar sampai pada fasa austenitnya. Setelah itu logam di-quenching sampai
membentuk fasa martensit.
Gambar 2.5 Diagram Continuous Cooling Transformation
e. Solid Solution Strengthening
Metode ini prinsipnya menambahkan unsur samping (yang ukuran butirnya berbeda) pada butir
agar struktur butir tidak teratur. Hal ini yang menghambat pergerakan dislokasi. Jika yang
ditambahkan memiliki ukuran butir yang lebih kecil, disebut interstitial, jika lebih besar disebut
substitutional.
Gambar2.6 Solid solution strengthening
Tidak selamanya kita membutuhkan logam dengan kekerasan dan kekuatan tinggi. Kita juga
membutuhkan logam dengan sifat keuletan yang baik. Contohnya pada bodi mobil, rel kereta api, dan
sebagainya. Heat treatment dapat dimanfaatkan juga untuk meningkatkan keuletan, yaitu pada
recrystallization. Dalam proses ini terdapat dua proses pendinginan, yaitu annealing dan normalyzing.
Kedua proses ini sama-sama merupakan proses pendinginan menuju temperatur kamar. Perbedaanya
annealing proses pendinginannya dilakukan di tungku (furnace cooling) sedangkan normalizing proses
pendinginannya dengan membiarkan logam terpapar dengan udara. Heat treatment ini dimanfaatkan saat
proses rekristalisasi.
Rekristalisasi merupakan penyusunan ulang butir untuk mengembalikan sifat keuletan logam.
Tahapan dari rekristalisasi yaitu Recovery – Recrystallization – Grain Growth. Pada tahap recovery,
logam dipanaskan dengan tujuan menghilangkan tegangan sisa akibat dislokasi yang terjadi saat logam
terdeformasi plastis. Tahap recrystallization, butir sudah terbentuk lagi dari tegangan-tegangan sisa pada
proses sebelumnya, tetapi dimensinya masih kecil. Seiring bertambahnya temperature, arah butir satu
sama lain akan menjadi seragam yang mengakibatkan ukuran dari satu butir menjadi lebih besar. Proses
ini disebut grain growth.
Gambar 2.7 Proses rekristalisasi
BAB III
DATA PERCOBAAN
Percobaan dilakukan secara paralel dan didapat data sebagai berikut.
Tembaga T(oC) t(menit) Kekerasan Awal (HRH)Kekerasan akhir (HRH)
1 800 120 60.5 272 400 10 57 363 400 20 51 524 400 45 56.5 585 400 60 58.5 696 100 90 64.5 66
Al-Cu T(oC) t(menit) Kekerasan Awal (HRE)Kekerasan Akhir (HRE)
1 200 10 58.5 56.52 200 30 53.5 64.53 200 60 53 69.54 200 120 55.5 65.5
Baja Karbon T(oC) t(menit) Kekerasan Awal Kekerasan AkhirRendah 800 30 81 HRC 112,5 HRCTinggi 800 30 48,5 HRA 58 HRA
BAB IV
ANALISIS DATA
5.1 Pengerasan Baja Karbon
Pada baja karbon, data harga kekerasan yang terukur dalam praktikum adalah sebagai
berikut.
Baja Karbon T(oC) t(menit) Kekerasan Awal Kekerasan AkhirRendah 800 30 81 HRC 112,5 HRCTinggi 800 30 48,5 HRA 58 HRA
Dari data percobaan ditunjukkan bahwa terjadi kenaikan nilai kekerasan baik pada baja
karbon rendah maupun tinggi. Baja karbon rendah meningkat dari 81 HRC menjadi 112.5
HRC. Baja karbon tinggi naik dari 48.5 HRA menjadi 58 HRA. Hal ini menunjukkan
terbentuk fasa martensit setelah kedua spesimen di-quenching dengan media air. Fasa
martensit dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan material karena struktur butirnya yang
tidak beraturan sehingga pergerakan dislokasi akan terhambat.
5.2 Precipitation Hardening Paduan Al-Cu
Pada percobaan kali ini, specimen telah dipanaskan terlebih dahulu pada temperature
550oC selama 12 jam dan sudah di-quenching. Dengan adanya proses ini diasumsikan bahwa
paduan Al-Cu telah membentuk fasa α secara keseluruhan dan menjadi super saturated
solution. Lalu keempat specimen diaging untuk menciptakan presipitat CuAl2 dan
menghasilkan data sebagai berikut.
Al-Cu T(oC) t(menit) Kekerasan Awal (HRE)Kekerasan Akhir (HRE)
1 200 10 58.5 56.52 200 30 53.5 64.53 200 60 53 69.54 200 120 55.5 65.5
Dari data menunjukkan bahwa harga kekerasan semua specimen meningkat. Data yang
tidak sesuai dengan teori yaitu pada specimen 1. Seharusnya harga kekerasan meningkat
(walaupun tidak besar rentangnya) karena sudah memasuki fasa aging, dimana terbentuk
presipitat yang menghalangi dislokasi. Kesalahan ini mungkin terjadi disebabkan adanya
kesalahan saat mengukur kekerasan awal dari specimen yang bisa saja terdapat zat
pengganggu di permukaan specimen.
Pada specimen berikutnya, terjadi kenaikan harga kekerasan dan yang paling signifikan
yaitu specimen 3. Hal ini menunjukkan bahwa waktu aging yang idela yaitu mendekati 60
menit. Spesimen 2 peningkatannya tidak se-signifikan specimen 3, yang menunjukkan proses
aging masih belum selesai sampai kondisi ideal dimana presipitat dapat mengahalangi
pergerakan dislokasi dengan baik (presipitat yang dihasilkan specimen 2 belum cukup
banyak). Pada specimen 4 peningkatan tidak se-signifikan speesimen 3. Fenomena yang
mungkin terjadi yaitu over-aging,yaitu presipitat yang terbentuk terlalu banyak sehingga
menjadi inkoheren. Yang menyebabkan over-aging yaitu waktu untuk melakukan aging
terlalu lama.
Precipitation hardening pada praktikum kali ini sesuai dengan teori yang ditunjukkan
pada diagram di bawah
Gambar 4.1 Diagram harga kekerasan vs lama aging
5.3 Rekristalisasi
Proses rekristalisasi ini dilakukan dengan specimen berupa tembaga sebanyak 6 buah.
Data yang dihasilkan sebagai berikut.
Tembaga T(oC) t(menit) Kekerasan Awal (HRH)Kekerasan akhir (HRH)
1 800 120 60.5 272 400 10 57 363 400 20 51 524 400 45 56.5 585 400 60 58.5 696 100 90 64.5 66
Pada specimen 1, data yang ditunjukkan sesuai dengan literature, dimana 800oC
merupakan temperature saat logam telah memasuki fasa grain growth. Sesuai dengan rumus
Hall-Petch, bahwa kekerasan berbanding terbalik dengan diameter butir. Pada temperature
800 butir yang terbentuk besar dan hal ini mengakibatkan penurunan harga kekerasan yang
signifikan.
Spesimen 2-5 mendapatkan perlakuan temperature sama (4000C) tetapi waktunya
berbeda-beda. Menurut teori, temperature ini berada pada di daerah fasa rekristalisasi, dimana
mulai terjadi pembentukan butir baru dari tegangan sisa. Spesimen 2 menunjukkan penurunan
nilai kekerasan, sedangkan specimen 3, 4, dan 5 menunjukkan peningkatan harga kekerasan.
Seharusnya spesimen 2, 3, 4 dan 5 mengalami penurunan harga kekerasan, tetapi tidak
sesignifkan spesimen 2. Kesalahan yang mungkin terjadi karena kesalahan saat mengukur
harga kekerasan awal dan akhir (permukaan masih belum bebas dari zat pengganggu, hasil
permukaan amplas tidak tegak lurus dengan indenter karena kesalahan saat proses
pengamplasan). Waktu juga berpengaruh dalam proses rekristalisasi. Semakin lama, spesimen
akan mendapatkan panas yang homogen dan dapat melangsungkan proses rekristalisasi
dengan baik. Sedangkan semakin singkat waktunya, temperature pada spesimen tidak akan se-
homogen dengan spesimen yang dipanaskan dalam waktu yang lebih lama.
Spesimen 6 menunjukkan peningkatan harga kekerasan, tetapi hanya sedikit. Dapat
disimpulkan pada temperature 100oC, butir masih belum terbentuk secara sempurna sehingga
harga kekerasan masih tinggi. Secara teori, spesimen ini baru mencapai fasa recovery. Untuk
peningkatan harga kekerasan, kemungkinan kesalahan saat proses pengukuran/uji keras.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
1. Nilai kekerasan baja karbon rendah dan tinggi meningkat sesudah dilakukan peningkatan
temperature dan dilakukan proses quenching
Baja Karbon Kekerasan Awal Kekerasan AkhirRendah 81 HRC 112,5 HRCTinggi 48,5 HRA 58 HRA
2. Nilai kekerasan paduan Al-Cu meningkat setelah dilakukan proses precipitation hardening
Al-CuKekerasan Awal (HRE)
Kekerasan Akhir (HRE)
1 58.5 56.52 53.5 64.53 53 69.54 55.5 65.5
3. Nilai kekerasan Cu meningkat dengan adanya proses rekristalisasi. Terdapat kemungkinan
kesalahan saat mengukur kekerasan logam.
Tembaga T(oC) t(menit)Kekerasan Awal (HRH)
Kekerasan akhir (HRH)
1 800 120 60.5 272 400 10 57 363 400 20 51 524 400 45 56.5 585 400 60 58.5 696 100 90 64.5 66
4. Pada precipitation hardening, dibutuhkan waktu yang ideal dalam melakukan proses
aging. Jika lerlalu cepat, maka presipitat yang dihasilkan belum maksimal. Sedangkan
jika terlalu lama, presipitat justru menjadi inkoheren yang biasa disebut over-aging.
5. Pada proses recrystalization, temperature dan waktu yang ideal harus diperhatikan. Jika
ingin meningkatkan keuletan, maka logam Cu harus dipanaskan pada temperature yang
melewati temperature rekristalisasi dan dalam waktu lama. Jika ingin memperbaiki butir
tanpa menurunkan kekerasan secara signifikan, logam Cu cukup dipanaskan sampai
sekitar temperature rekristalisasi dan pada waktu yang ideal
6.1 Saran
Dalam melakukan uji keras, harus lebih diperhatikan syarat-syarat agar hasil uji keras valid
(membersihkan permukaan uji, posisi permukaan uji tegak lurus dengan indenter, jarak antar uji keras
tidak terlalu dekat). Untuk uji precipitation hardening, sebaiknya praktikan mendapatkan data nilai
kekerasan sebelum paduan logam menjadi super-saturated solution agar lebih jelas mengenai perubahan
harga kekerasan secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Callister, William D. 2007. “Materials Science And Engineering: An Introduction”. New York: John
Willey & Sons Inc. 7th edition.
Ardy, Husaini. Materi Kuliah Heat Treatment of Steel.
Basuki, Arif. Materi Kuliah Diagram Fasa.
LAMPIRAN
A. Tugas Setelah Praktikum
PENGERASAN BAJA KARBON
1.Mengapa Baja Karbon Tinggi memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari Baja Karbon Rendah?
Ans. Karena pada Baja Karbon Tinggi, terdapat banyak atom karbon diantara atom besi, yang
membuat geometri dari senyawa Fe3C tidak rapi. Hal ini yang menyebabkan dislokasi menjadi
lebih sulit bergerak pada baja yang memiliki kandungan karbon lebih tinggi
2.Apakah pengaruh proses quenching dengan kekuatan dan kekerasan logam?
Ans. Setelah proses quenching, logam bersifat lebih keras dan lebih kuat. Hal ini disebabkan pada
akhir proses quenching, terbentuk struktur martensit yang acak.
3.Jelaskan mekanisme terbentuknya martensit! Mengapa martensit memiliki kekerasan yang tinggi?
Ans. Martensit terbentuk dari austenite yang didinginkan secara cepat. Terjadi perubahan struktur
atom dari Face Center Cubic menjadi BCT. Apabila dilihat dari strukturnya, BCT bersifat lebih
keras dibanding FCC karena jumlah slip plane pada BCT lebih sedikit dibanding FCC. Sehingga,
dislokasi pada BCT lebih sulit untuk bergerak.
4.Mengapa terbentuk austenite sisa?
Ans. Austenit sisa terbentuk pada baja yang berkadar karbon tinggi karena temperature ‘martensit
finish’ menurun sehingga terbentuk austenite sisa. Cara menanggulanginya dengan subzero
treatment, yaitu quenching dengan menggunakan media yang temperature nya lebih rendah dari
air. Contohnya Nitrogen.
PRECIPITATION HARDENING
1. Buat analisis pengaruh waktu aging terhadap kekerasan!
Ans.Pada saat aging, terjadi pengerasan material. Namun pengerasan ini merupakan fungsi
waktu. Apabila durasi pemanasan pada temperatur aging terlalu lama (overaging), kekerasan
material akan kembali menurun. Seperti ditunjukkan pada kurva di bawah
2. Mengapa presipitasi dapat
meningkatkan kekerasan/kekuatan material?
Ans. Karena prespitasi menyebabkan struktur atom yang terlokalisasi secara koheren. Presipitat
ini yang menghalangi pergerakan dislokasi, sehingga kekerasan/kekuatan logam akan menjadi
lebih tinggi.
3. Apa yang dimaksud dengan natural aging, artificial aging, dan over aging?
Ans. Overaging : Material terlalu lama dipanaskan pada temperatur aging. Sehingga
mengakibatkan kekerasan pada material menjadi turun.
Artificial aging : Proses pengubahan temperatur dinaikkan atau diturunkan untuk mempercepat
presipitasi.
Natural aging : Proses penuaan secara natural pada suhu ruang dalam fasa super saturated solid
solution.
4. Apa yang dimaksud dengan GP Zone?
Ans. Zona saat pertama kali presipitat terbentuk atau saat terbentuknya fasa θ” pertama kali.
REKRISTALISASI
1. Buatlah analisis antara temperature antara pemanasan pada T-800, 400, dan 100 terhadap
kekerasan material! Adakah hubungannya dengan stuktur mikronya? Jelaskan!
Ans. Temperatur rekristalisasi adalah ½ Tm. Sehingga, apabila pemanasan sesuai dengan ½
Temperatur lelehnya, maka proses pemulihan butir dari proses recovery, recystallization, dan
grain growth akan berjalan dengan baik. Kekerasan material akan menurun dan keuletan
meningkat. Namun apabila pemanasan tidak mencapai temperatur recrystallization, proses
pemulihan butir tidak akan berjalan dengan baik. Pada tembaga yang temperature lelehnya sekitar
800oC, temperature rekristalisasi yang ideal sekitar 400oC. Saat temperature 100 masuk ke tahap
recovery, kekerasan tidak menurun secara signifikan.
2. Temperatur rekristalisasi dipakai sebagai batas antara cold working dan hot working. Jelaskan
mengapa pemberian deformasi pada hot working tidak meningkatkan kekerasan!
Ans. Karena pada proses hot working, dislokasi – dislokasi tidak sebanyak dengan cold-working
sehingga kekerasan nya pun tidak setinggi saat di cold work. Tidak seperti jika di cold-working,
dislokasi yang terjadi tetap ada di batas-batas butir.
3. Apa keuntungan rekristalisasi?
Ans. Keuntungan rekristalisasi adalah memulihkan bentuk butir sehingga menyebabkan material
menjadi bersifat tangguh dan ulet.
4. Jelaskan pengaruh cold working terhadap temperature rekristalisasi material?
Ans. Cold working adalah proses yang melibatkan temperatur dingin. Semakin rendah
temperatur, jangkauan untuk mencapai temperatur rekristalisasi akan semakin besar.
B. Tugas Tambahan
1. Gambarkan diagram CCT untuk baja karbon rendah, medium, dan tinggi!
2. Jelaskan tempering!
Ans Tempering merupakan salah satu metode heat treatment untuk mengatur kekerasan dan
keuletan logam. Hasil yang diharapkan yaitu kekerasan logam menurun, logam semakin tangguh
dan ulet. Caranya yaitu dengan memanaskan kembali logam yang telah di quenching atau
normalizing pada temperature di bawah titik leleh tujuan menambah fasa selain martensit dan
menghilangkan tegangan sisa. Tahap yang dialami selama tempering yaitu pada temperature 80-
200 martensit yang strukturnya BCT berpresipitat menjadi ferit kubik. Lalu pada 200-300 austenit
sisa bertransformasi menjadi bainit. Pada 300-400 terjadi pembentukan sementit dari karbida yang
berpresipitasi pada tahap 1 dan 2. Pada 400-700 terjadi proses speroidisasi pada martensit, dan jika
dinaikkan lagi terbentuk karbida kompleks.
C. Rangkuman Praktikum
Praktikum modul A mengenai heat treatment membahas mengenai pengaruh perlakuan panas
terhadap kekerasan dan keuletan suatu logam. Parameter yang bisa diukur pada percobaan kali
ini yaitu kekerasan. Jika kekerasan meningkat, maka heat treatment yang dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan kekerasan, dan juga sebaliknya
Heat treatment terdiri atas quenching, annealing, normalizing, dan tempering
Normalizing cara mendinginkannya dengan kontak langsung dengan udara bebas, sedangkan
annealing pendinginannya di dalam tungku. Kedua proses ini sama-sama untuk meningkatkan
ketangguhan
Penguatan logam terdiri atas : strain hardening, solid solution, martensite strengthening,
precipitation hardening, dan grain size reduction. Yang dibahas pada praktikum kali ini yaitu
pengerasan baja karbon (pembentukan martensit), precipitation hardening, dan rekristalisasi
Pembentukan martensit pada baja karbon dipengaruhi oleh laju pendinginan dan kandungan
karbon yang ada. Semakin cepat, semakin banyak martensit yang terbentuk. Semakin sedikit
jumlah karbon, semakin cepat proses memasuki fasa martensit. Martensit dapat menghalangi
pergerakan dislokasi karena strukturnya yang acak
Precipitation hardening dapat menghambat dislokasi dengan adanya presipitat yang koheren.
Syarat suatu paduan dapat dilakukan proses ini yaitu harus dapat membuat super-saturated solid
solution. Kekerasan akan meningkat jika waktu aging tepat, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lama.
Percobaan rekristalisasi kali ini menunjukkan perbedaan sifat logam setelah melewati fasa
recovery, recrystalization, dan grain growth. Tahap recovery diwakili pada temperature 100oC,
rekristalisasi pada 400oC, dan grain growth pada 8000C. Kekerasan pada tahap recovery belum
menurun secara signifikan, sedangkan saat recrystalization kekerasanmenurun signifikan.
Semakin lama waktu pemanasan, kekerasan semakin jauh menurun.
Kesalahan yang dapat terjadi pada percobaan kali ini yaitu kesalahan saat prosedur uji keras,
baik dari cara melakukan, material yang akan diuji, maupun dari alatnya
C. Foto Spesimen
Specimen tembaga
Specimen Al-Cu
Specimen baja karbon
0 20 40 60 80 100 120 1400
10
20
30
40
50
60
70
80
Kekerasan Akhir (HRE)
Kekerasan Akhir (HRE)
Kurva Kekerasan vs waktu (hasil percobaan)