Modul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT · Web viewModul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT Modul 9 PENGUKURAN...

70
Modul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi MODUL 0

Transcript of Modul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT · Web viewModul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT Modul 9 PENGUKURAN...

Modul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT

MODUL 06

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya validasi dan penyempurnaan Modul Pengukuran Topografi JIAT sebagai Materi Substansi dalam Pelatihan Perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT). Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang Sumber Daya Air.

Modul Pengukran Topografi JIAT disusun dalam 6 (enam) bab yang terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami pengukuran topografi JIAT dalam perencanaan JIAT. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menekankan pada partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun dan Narasumber Validasi, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang Sumber Daya Air.

Bandung, Nopember 2017

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiDAFTAR TABELivDAFTAR GAMBARvPETUNJUK PENGGUNAAN MODULviiBAB I PENDAHULUAN11.1Latar Belakang11.2Deskripsi Singkat21.3Tujuan Pembelajaran21.3.1Hasil Belajar21.3.2Indikator Hasil Belajar21.4Materi Pokok dan Sub Materi Pokok3BAB II GARIS BESAR PENGATURAN KEAMANAN BENDUNGAN42.1Pertimbangan Perlunya Pengaturan42.2Peraturan Perundang-Undangan lain yang Terkait52.3Maksud dan Tujuan Pengaturan Keamanan Bendungan72.4Lingkup Pengaturan Keamanan Bendungan72.5Instansi Teknis Keamanan Bendungan82.6Izin dan Persetujuan dalam Pembangunan Bendungan102.6.1Izin dan Persetujuan Pada Tahap Persiapan Pembangunan112.6.2Izin dan Persetujuan Pada Tahap Pelaksanaan Pembangunan Bendungan122.7Izin dan Persetujuan Pada Tahap Pengelolaan Bendungan152.7.1Izin Operasi152.7.2Izin Perubahan dan Rehabilitasi162.8Kewajiban Pemilik/ Pengelola Bendungan Terkait Dengan Keamanan Bendungan172.9Latihan192.10Rangkuman202.11Evaluasi21

BAB III KONSEPSI KEAMANAN BENDUNGAN223.1Umum223.2Keamanan Struktur233.2.1Aman Terhadap Kegagalan Struktural253.2.2Aman Terhadap Kegagalan Hidrolis273.2.3Aman Terhadap Kegagalan Rembesan303.3Pemantauan Pemeliharaan dan Evaluasi333.3.1Pemantauan343.3.2Pemeliharaan Perbaikan dan Rehabilitasi453.3.3Operasi Bendungan473.4Kesiapsiagaan Tindak Darurat483.4.1Pertimbangan Umum483.4.2Penyusunan Rencana Tindak Darurat483.4.3Strategi513.4.4Persiapan583.5Latihan663.6Rangkuman663.7Evaluasi67BAB IV PENUTUP694.1Simpulan694.2Tindak Lanjut70DAFTAR PUSTAKA72GLOSARIUM73KUNCI JAWABAN74LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kajian, Persetujuan dan Izin Pembangunan Bendungan Baru13

Tabel 3.1. Persyaratan Angka Keamanan Minimal Untuk Stabilitas Lereng Bendungan Urugan (SNI)28

Tabel 3.2. Frekuensi Pemeriksaan Rutin Oleh Petugas Pengelola Bendungan44

Tabel 3.3. Besaran Dan Jarak Gempa Untuk Pemeriksaan Luar Biasa44

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Bagan Konsepsi Keamanan Bendungan23

Gambar 3.2. Ilustrasi Macam-Macam Beban Yang Bekerja Pada Bendungan26

Gambar 3.3. A - Bendungan Nipah, Nampak Bangunan Pelimpah Dan Lereng Hilirnya Yang Dilindungi Dengan Lapis Lindung Urugan Batu30

Gambar 3.3. B - Contoh Erosi Permukaan Pada Lereng Hilir Tubuh Bendungan (Foto Zainuddin)30

Gambar 3. 4. Contoh Longsoran Lereng Hilir Bendungan Yang Diawali Dengan Aliran Buluh Disepanjang Dinding Beton, Selain Itu Lereng Bendungan Juga Terlalu Curam (Foto JICA)32

Gambar 3.5. Contoh Bekas Bendungan Yang Runtuh, Lapisan Pemadatan Terlalu Tebal (>30 Cm), Kepadatan Rendah Hingga Terjadi Erosi Buluh (Foto JICA)32

Gambar 3.6. Contoh Berbagai Metode Pengendalian Rembesan Pada Bendungan Urugan (Design Standard USBR)33

Gambar 3.7. Bagan Macam-Macam Kegiatan Dalam Pemantauan Perilaku Bendungan35

Gambar 3.8. Ilustrasi Jenis-Jenis Pembacaan/ Pengukuran yang Perlu dilakukan Dalam Kegiatan Pemantauan Perilaku Bendungan36

Gambar 3.9. Ilustrasi Alur Pekerjaan Pembacaan Atau Pengukuran Instrumentasi Bendungan Mulai Dari Pembacaan di Lapangan, Pencatatan Dan Perhitungan yang Dilakukan Oleh Petugas Lapangan Dan Ploting Data, Pengiriman Data Dari Lapangan Ke Kantor Induk, Sampai Evaluasi Data Oleh Pemeriksa/ Supervisor Atau Engineer yang Berpengalaman37

Gambar 3.10. Contoh Langkah Pelaksanaan Uji Operasi Pintu Pengeluaran Bawah45

Gambar 3.11. Konsepsi Penanganan Kondisi Darurat51

Gambar 3.12. Strategi dalam penanganan keadaan darurat. Setelah muncul indikasi keadaan darurat, Pengelola bendungan harus mengundang ahli bendungan yang berkompeten untuk membantu dalam melakukan evaluasi keadaan darurat dan memberi saran tindakan pengamanan bendungan yang diperlukan59

Gambar 3.13. Konsep Pemantauan; Kiri: Contoh Pemantauan Regular; Kanan: Contoh Pemantauan Intensif59

Gambar 3.14. Contoh matriks ancaman dan upaya tindakan pencegahan/ perlindungan pada kondisi darurat. Urutan tingkat pentingnya tindakan 1,2,3. Opt=optional (Sumber: Konsepsi Keamanan Bendungan Swiss)60

Gambar 3.15. Contoh peta potensi genangan banjir keruntuhan Bendungan Bili-bili65

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Deskripsi

Modul Pengukuran Topografi JIAT ini terdiri dari empat kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar pertama membahas ikhtisar pekerjaan. Kegiatan belajar kedua membahas titik control tanah. Kegiatan belajar ketiga membahas metoda pengamatan dan pengukuran. Kegiatan belajar keempat membahas pengambaran.

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami pengukuran topografi JIAT. Setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan atau evaluasi yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini.

Persyaratan

Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan baik materi yang merupakan dasar dari Perencanaan JIAT. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih dahulu Pumping Test.

Metode

Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Widyaiswara/ Fasilitator, adanya kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi.

Alat Bantu/ Media

Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat Bantu/ Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/ proyektor, Laptop, white board dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/ atau bahan ajar.

Tujuan Kurikuler Khusus

Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini, peserta diharapkan mampu memahami dasar-dasar dan cara-cara pengukuran topografi secara teristis untuk perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) serta memenuhi syarat-syarat pengukuran yang telah ditentukan.

Modul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT

Modul 9 PENGUKURAN TOPOGRAFI JIAT

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

ii

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

viii

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Kondisi ketersediaan air saat ini pada dasarnya sangatlah terbatas. Sementara itu, karena adanya pertambahan penduduk yang cepat dan adanya perkembangan pendapatan penduduk serta perkembangan diluar sector prtanian, menyebabkan kebutuhan air semakin besar, baik secara kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian persaingan antar sector dalam penggunaan air semakin kompetitif.

Pemanfaatan air pemukaan, seperti sungai, danau, waduk, embung dan lain-lain telah lama dilakukan masyarakat. Namun demikian, karena kebutuhannya belum proporsional dibandingkan dengan kesediaannya terutama di musim kemarau, maka sering kali tanaman yang dibudidayakan pada perioe tersebut mengalami kekeringn. Berdasarkan pakta empiric tersebut, maka perlu dipikirkan alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dari sumber air yang lain. Air tanah merupakan salah satu pilihan sumber air yang dapat dikembangkan untuk pertanian.

Pemanfaatan air tanah untuk irigasi, dikenal dengan jaringan irigasi air tanah (JIAT) telah lama dikembangkan oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR hamper diseluruh provinsi di Indonesia. Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air tanah termasuk bangunan di dalamnya. Pembangunan jaringan irigasi air tanah memerlukan tenaga-tenaga ahli yang mengerti di dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan jaringan irigasi air tanah.

Dalam mengembangkan kompetensi manajerial dan teknis SDM Kementerian PUPR dan Aparatur Sipil Negara (ASN) maka Pusdiklat SDA dan Konstruksi menetapkan strategi peningkatan kapasitas dan kompetensi melalui pendidikan, pelatihan, seminar, kursus dan penataran untuk mendukung pencapaian kinerja pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

Untuk tujuan meningkatkan kemampuan ketrampilan teknis aparatur sipil negara (ASN) bidang Ke-PU=an di bidang irigasi air tanah maka Pudiklat SDA dan Konstruksi melaksanakan penyusunan modul pelatihan perencanaan jaringan irigasi air tanah (JIAT) untuk menghasilkan SDM bidang SDA dan Konstruksi yang kompeten dan berintegritas dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur bidang SDA dan Konstruksi yang handal.

1.2 Deskripsi Singkat

Materi pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan kepada peserta dasar-dasar pengukuran topografi, untuk mendapatkan bentuk rupa bumi (alam maupun buatan manusia) untuk perencanaan jaringan irigasi air tanah, baik rencana saluran maupun lokasi bangunan utama dan bangunan pelengkapnya yang akan dipetakan dalam skala tertentu yang disajikan dengan cara ceramah dan tanya jawab.

1.3 Tujuan Pembelajaran

1.3.1 Hasil Belajar

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memahami dasar-dasar, dan cara-cara pengukuran topografi secara teristris untuk perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) serta memenuhi syarat-syarat pengukuran yang telah ditentukan.

1.3.2 Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan mampu:

a) Memahami ruang lingkup pekerjaan pengukuran dan pemetaan teristris

b) Memahami dan dapat melaksakan tata cara pemasangan Bench Mark, Center Point dan Patok Kayu, secara benar sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan.

c) Melaksanakan tahapan pengukuran teristris dan pengolahan data kerangka dasar maupun perhitungan penentuan titik detail.

d) Melaksanakan penggambaran situasi maupun gambar profil melintang dan memanjang, sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

a) Materi Pokok 1: Ikhtisar Pekerjaan

1) Umum

2) Ruang Lingkup Pekerjaan

3) Basis Survei

4) Hasil dan Data yang Harus Diserahkan Kepada Pihak Pemilik Pekerjaan

5) Latihan

6) Rangkuman

7) Evaluasi

b) Materi Pokok 2: Titik Kontrol Tanah

1) Ketentuan Umum Pemasangan Benchmark

2) Pemasangan Benchmark

3) Latihan

4) Rangkuman

5) Evaluasi

c) Materi Pokok 3 : Metoda Pengamatan dan Pengukuran

1) Pengamatan GPS

2) Pengukuran Poligon Utama

3) Pengukuran Poligon Cabang

4) Pengukuran Azimut Matahari

5) Pengukuran Sifat Datar

6) Pengukuran Situasi Detail

7) Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang

8) Pencatatan, Reduksi dan Pemrosesan Data Hasil Pengamatan di Lapangan

9) Latihan

10) Rangkuman

11) Evaluasi

d) Materi Pokok 4 : Penggambaran

1) Skala 1 : 5.000

2) Skala 1 : 2.000

3) Latihan

4) Rangkuman

5) Evaluasi

BAB IIIKHTISAR PEKERJAAN

Indikator Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu memahami ruang lingkup pekerjaan pengukuran dan pemetaan teristis.

2.1 Umum

Peta adalah bayangan yang diperkecil dari sebagian besar atau kecil permukaan bumi, bayangan ini harus selengkap-lengkapnya mengingat perkecilan itu. Perkecilan ini adalah perbandingan antara suatu jarak diatas peta dan jarak yang sama diatas permukaan bumi, dan perbandingan ini dinamakan skala dari peta.

Menurut skala peta dapat dibagi dalam :

a. Peta teknis dengan skala sampai dengan skala 1 : 10.000

b. Peta topografi dengan skala lebih kecil dari pada skala 1 : 10.000 sampai dengan skala 1 : 100.000

c. Peta geografi dengan skala lebih kecil dari skala 1 : 100.000

Pemetaan teristris maksudnya adalah semua data yang diperlukan untuk membuat peta sesuai dengan skala yang diinginkan, yang diperoleh dengan jalan melakukan pengukuran langsung di lapangan (darat), dimana pelaksana pekerjaan harus mempergunakan segala peralatan dan perlengkapan serta juga bahan-bahan yang memenuhi syarat dan ketepatan dan standar ketelitian yang telah disetujui dalam ketentuan teknis. Hasil pengecekannya, alat yang digunakan, harus dilampirkan termasuk jenis-jenis alat dan nomor-nomor seri.

Pelaksana pekerjaan harus mempekerjakan pegawai yang telah mendapat latihan dalam bidangnya serta cukup berpengalaman dalam berbagai pekerjaan yang diberikan. Pegawai-pegawai praktikan atau pegawai yang sedang dilatih dapat digunakan asalkan mereka berada dalam pengawasan yang sebagaimana mestinya.

Pelaksana pekerjaan harus dapat memberikan hasil yang berkualitas tinggi. Pekerjaan akan diperiksa sewaktu-waktu untuk menjamin terpenuhinya ketentuan teknis yang telah ditetapkan, bila ternyata ketentuan teknis tidak terpenuhi menurut penilaian pihak pemilik pekerjaan maka pelaksana pekerjaan harus menanggung biaya pekerjaan tambahan.

2.2 Ruang Lingkup Pekerjaan

Secara garis besar pekerjaan pemetaan teristris terdiri dari:

a) Pemasangan benchmark dan patok kayu.

b) Pengukuran koordinat.

c) Pengukuran sipat datar.

d) Pengukuran situasi detail.

e) Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang

f) Perhitungan

g) Penggambaran

2.3 Basis Survei

Peta yang dibutuhkan untuk menetapkan daerah pemetaan, menetapkan rencana pemasangan Benchmark, dan rencana pengukuran, digunakan Peta Rupa Bumi Skala 1 : 50.000 atau Skala yang lebih besar Badan Informasi Geospasial (BIG).

Referensi yang digunakan sebagai titik ikat pengukuran koordinat (x, y) dan pengukuran tinggi (z) menggunakan titik tetap Badan Informasi Geospasial (BIG), atau titik yang sudah ada disekitar lokasi pekerjaan.

2.4 Hasil dan Data yang Harus Diserahkan Kepada Pemilik Pekerjaan

Adapun hasil dan data yang harus diserahkan kepada Pihak Pemilik Pekerjaan adalah sebagai berikut:

a) Satu set peta asli digital skala 1 : 2.000, / 1 : 1.000/ 1 : 5.00 yang dilengkapi dengan titik-titik tinggi pada kertas transparan yang stabil dan dalam bentuk VCD/ DVD.

b) Satu set peta asli digital dengan skala 1 : 5000 / 1 : 10.000 /1 : 25.000 yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi, pada kertas transparan yang stabil dan dalam bentuk VCD/ DVD.

c) Semua eksemplar asli dan satu set fotokopi semua pekerjaan observasi dan perhitungan, diberi indeks, dijilid dan dilengkapi dengan keterangan/ referensi.

d) Daftar koordinat dari benchmark yang dibuat, lengkap dengan data-data pilar triangulasi yang digunakan sebagai titik ikat Referensi.

e) Gambaran letak titik-titik secara lengkap, termasuk elevasinya, koordinat-koordinat dan 5 (lima) foto untuk masing-masing benchmark yang digunakan.

f) Sepuluh salinan/ kopi laporan akhir yang meliputi penelitian lapangan, proses serta hasilnya. Laporan tersebut harus merinci metode sebenarnya yang digunakan, ketepatan sebenarnya yang diperoleh dan kesulitan-kesulitan yang dijumpai serta pemecahannya pada seluruh tahap pekerjaan. Laporan itu meliputi diagram-diagram jaring koordinat dan sifat-sifat dasar serta penjelasan mengenai semua titiktitik tetap dan titik-titik koordinat. Laporan tersebut tidak boleh semata-mata mengulangi isi ketentuan-ketentuan teknis tetapi harus benar-benar berdasarkan hasil pelaksanaan.

Gambar 2.1. Tahapan Pengukuran Teristris

2.5 Latihan

1. Sebutkan jenis peta menurut skala peta!

2. Sering kita menggunakan peta, apa yang dimaksud dengan peta teristris?

3. Apa yang diperlukan untuk menetapkan rencana pemasangan Benchmark?

2.6 Rangkuman

Secara garis besar pekerjaan pemetaan teristris terdiri dari Pemasangan Benchmark dan Patok Kayu, Pengukuran Koordinat, Pengukuran Sipat Datar, Pengukuran Situasi Detail, Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang, Perhitungan dan Penggambaran.

Referensi yang digunakan sebagai titik ikat pengukuran koordinat (x, y) dan pengukuran tinggi (z) menggunakan titik tetap Badan Informasi Geospasial (BIG).

2.7 Evaluasi

1. Referensi yang digunakan sebagai titik ikat pengukuran koordinat (x,y) dan pengukuran tinggi (z) adalah :

a. Titik tetap Badan Informasi Geospasial (BIG), atau titik yang sudah ada disekitar lokasi pekerjaan

b. Titik tetap lokal atau titik yang sudah ada disekitar lokasi pekerjaan

c. Titik tetap sembarang atau titik yang sudah ada disekitar lokasi pekerjaan

d. Semuanya benar

2. Laporan akhir pengukuran harus berisikan :

a. Mengulangi isi ketentuan-ketentuan teknis dan sesuai dengan keadaan hasil pelaksanaan.

b. Mengulangi isi ketentuan-ketentuan teknis tetapi tidak benar-benar berdasarkan hasil pelaksanaan

c. Tidak mengulangi isi ketentuan-ketentuan teknis tetapi tidak benar-benar berdasarkan hasil pelaksanaan

d. Tiadak boleh semata- mata mengulangi isi ketentuan-ketentuan teknis tetapi harus benar-benar berdasarkan hasil pelaksanaan

3. Pemasangan bench mark (BM) dan control point dapat dipasang apabila:

a. Pengukuran polygon dan sipat datar telah dilaksanakan pengukuran

b. Pengukuran polygon dan sipat datar sebelum dilaksanakan pengukuran

c. Pengukuran situasi telah dilaksanakan pengukuran

d. Pengukuran polygon dan sipat datar dan situasi telah dilaksanakan pengukuran

BAB III TITIK KONTROL TANAH

Indikator Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melaksanakan tat acara pemasangan Benchmark, Center Point dan Patok Kayu dengan benar dan sesuai dengan ketentuan.

Titik kontrol tanah dalam bentuk tugu sebagai benchmark untuk menyimpan data koordinat (x,y) dan tinggi (z) yang digunakan untuk kepentingan pembangunan jaringan irigasi air tanah dan kontrol pemetaan, ketentuan mengikuti dibawah ini:

3.1 Ketentuan Umum Pemasangan Benchmark

a) Seluruh pengukuran koordinat (x,y) dan tinggi (z) harus diikatkan pada titik tetap orde 0 atau orde1 Badan Informasi Geospasial (BIG).

b) Kerapatan setiap satu titik kontrol mewakili luas areal ± 250 ha atau setiap jarak 2,5 km di sepanjang jalur koordinat dan setiap titik simpul dan pada lokasi rencana bangunan utama, ketepatan dari titik tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

c) Benchmark dalam bentuk tugu harus mencakup semua daerah yang akan dipetakan dan sebagai titik kontrol, pemasangan benchmark dipasang lebih dulu sebelum pekerjaan lapangan dimulai.

3.2 Pemasangan Benchmark

a) Benchmark yang harus dipasang ada 2 macam yaitu benchmark besar dan kecil, bagian yang muncul diatas tanah setinggi 20 cm. Benchmark besar dan Control Point (CP) yang ukurannya lebih kecil dipasang dengan jarak antara 50-150 m, harus kelihatan satu sama lainnya karena akan digunakan untuk pengikatan azimut, konstruksi penanda azimut akan dibuat pada titik pertama di sepanjang jalur koordinat dari benchmark. Jenis konstruksi untuk penanda azimuth harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, tetapi sebelumnya harus diperlihatkan untuk kemudian disetujui oleh pihak pemilik pekerjaan.

b) Bilamana mungkin benchmark tersebut harus ditempatkan sesuai dengan kriteria berikut:

1) Benchmark ditempatkan pada tanah keras (hindarkan pemasangan di daerah rawa atau sawah).

2) Benchmark dan tanda lapangan dipasang paling sedikit 10 meter dari pinggir jalan dan di daerah yang tidak akan terkena perubahan.

3) Benchmark ini akan ditempatkan di sekitar jalur saluran irigasi dan pembuang yang sudah ada atau yang baru diusulkan.

c) Semua harus dijelaskan selengkap mungkin pada saat pemasangan antara lain mencakup:

1) Sketsa ukuran (penampang melintang) benchmark yang dibuat.

2) Lima foto untuk setiap benchmark yang sudah jadi, dilengkapi dengan pelat nomor dan baut kuningannya, empat buah foto dari empat mata angin, satu buah foto dari atas lengkap dengan daerah sekitarnya.

3) Sketsa lokasi lengkap dengan jarak-jarak titik detail yang ada disekitar benchmark dan lokasi penanda azimut (azimut mark).

4) Sketsa gambaran umum lokasi, lengkap dengan deskripsi pendekatan ke sekitar titik tetap.

5) Penanda azimuth dapat dideskripsikan dalam formulir yang sama dengan benchmark atau dalam formulir lain, menurut keinginan pelaksana pekerjaan.

6) Koordinat-koordinat titik akan ditambahkan pada deskripsi apabila perhitungannya sudah tuntas.

d) Titik-titik koordinat selain benchmark atau penanda azimut dibuat juga dari patok kayu yang kuat, ukuran panjang sekurang-kurangnya 50 cm dengan penampang melintang 5 x 7 cm, dipasang sedemikian rupa sehingga patok-patok tersebut dapat bertahan selama pengukuran (sekurang-kurangnya 6 bulan). Tanah yang lebih lunak membutuhkan patok-patok yang lebih panjang, patok-patok tersebut harus muncul ± 10 cm dari permukaan tanah dan pada ujungnya diberi paku agar titik yang tepat mudah ditemukan, letak titik itu harus diperlihatkan dengan patok lain atau pohon yang mudah dilihat yang jaraknya tidak lebih dari 3,0 meter. Nomor titik akan diperlihatkan pada patok yang dicat merah.

Gambar 3.1. Konstruksi Benchmark dan Control Point

3.3 Latihan

1. Sebutkan kriteria penempatan Benchmark !

2. Sebutkan produk pengukuran dilapangan !

3. Selain Benchmark dan Contol Point, sebagai titik penempatan koordinat dan elevasi dibuat lagi dalam bentuk apa ?

3.4 Rangkuman

Seluruh pengukuran koordinat (x,y) dan tinggi (z) harus diikatkan pada titik tetap orde 0 atau orde1 Badan Informasi Geospasial (BIG).

Benchmark dalam bentuk tugu, dipasang lebih dulu sebelum pekerjaan lapangan dimulai.

Benchmark harus dipasang ada 2 macam yaitu benchmark besar dan kecil, bagian yang muncul diatas tanah setinggi 20 cm. Benchmark besar dan Control Point (CP) yang ukurannya lebih kecil dipasang dengan jarak antara 50-150 m, harus kelihatan satu sama lainnya karena akan digunakan untuk pengikatan azimuth.

3.5 Evaluasi

1. Benchmark yang harus dipasang ada 2 macam yaitu :

a. Benchmark besar dan patok kayu, bagian yang muncul diatas tanah setinggi 20 cm. Benchmark besar dan patok kayu dipasang dengan jarak antara 50-150 m

b. Benchmark besar dan kecil, bagian yang muncul diatas tanah setinggi 20 cm. Benchmark besar dan Control Point (CP) yang ukurannya lebih kecil dipasang dengan jarak antara 50-150 m dan tidak saling kelihatan

c. Benchmark besar dan kecil, bagian yang muncul diatas tanah setinggi 5 cm. Benchmark besar dan Control Point (CP) yang ukurannya lebih kecil dipasang dengan jarak antara 50-150 m

d. Semua benar

2. Apakah akibatnya apabila Benchmark dipasang setelah pekerjaan lapangan dimulai?

a. Hasilnya akan baik

b. Hasilnya akan sesuai dengan kondisi lapangan

c. Harga koordinat dan elevasi diragukan

d. Harga koordiat dan elevasi akan sesuai

3. Patok kayu yang dipasang dilapangan harus dapat bertahan sekurang – kurangnya :

a. 6 bulan

b. 5 bulan

c. 4 bulan

d. 3 bulan

BAB IVMETODA PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

Indikator Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melaksanakan tahapan pengukuran teristris dan pengolahan data kerangka dasar maupun perhitungan penentuan titik detail.

Pengamatan dan pengukuran koordinat (x,y) dan tinggi (z) di lapangan untuk memperoleh data lapangan (darat) dalam membuat peta skala 1 : 2.000 dan Skala 1 : 5.000, alat ukur yang digunakan Total Station (x,y) dan level automatic atau automatic digital (z), seluruh benchmark harus diukur koordinat (x,y) maupun tinggi (z). Jika menggunakan Receiver pengamatan GPS ketentuannya seperti diatas.

Ketentuan pengukuran dengan menggunakan alat Total Station dan level automatic atau level automatic digital sebagai berkut:

4.1 Pengamatan GPS

a) Alat ukur yang digunakan minimal 3 (tiga) buah GPS Geodetic model digital yang mempunyai ketelitian 5 mm + 1 ppm (H) dan 10 mm + 2 ppm (V).

b) Pengamatan receiver GPS Geodetic dilakukan dengan cara Double Difference berdasarkan data fase dengan metoda Static atau Rapid static (static singkat) dengan alat Receiver GPS single frekuensi (L1) atau dual frekuensi (L1 + L2)

c) Ketentuan pengamatan harus mengikuti ketentuan berikut :

1) Satelit yang diamati minimum 4 (empat) buah dalam kondisi tersebar

2) Besaran GDOP (geometrical dilution of precisition) lebih kecil dari 8

3) Pengamatan dilakukan siang hari atau malam hari

4) Level aktifitas atmosfer dan ionosfer relative sedang

5) Lama pengamatan berdasarkan panjang baseline

Tabel 4.1. Lamanya Pengamatan

Panjang Baseline (km)

Metode

Pengamatan

Lama

Pengamatan

(L1)

Lama

Pengamatan

(L1 + L2)

0 – 5

Statis singkat

30 menit

15 menit

5 – 10

Statik singkat

60 menit

30 menit

10 – 30

Statik

90 menit

60 menit

d) Pengamatan GPS dengan data fase digunakan dalam model penentuan posisi relatif untuk menentukan komponen baseline antara dua titik, memastikan bahwa semua receiver melakukan pengamatan terhadap satelit-satelit yang sama secara bersamaan, mengumpulkan data dengan kecepatan dan epoh yang sama.

e) Setiap receiver GPS harus dapat menyimpan data selama mungkin dari minimum 4 (empat) buah satelit dengan kecepatan minimum 4 (empat) epoh dalam 1 (satu) menit, masing-masing 15 (lima belas) detik.

f) Tidak diizinkan untuk menggunakan merek dan jenis receiver GPS yang berbeda dalam satu session.

g) Terdapat minimal 1 (satu) titik sekutu yang menghubungkan 2 (dua) session.

h) Tidak diizinkan untuk mengamati satelit dengan elevasi dibawah 15 derajat

i) Setelah session pengamatan seluruh data harus didownload dan disimpan dalam sebuah CD dan dibuatkan cadangannya.

4.1.1 Reduksi Baseline

a) Geometri dari jaringan harus memenuhi spesifikasi ketelitian dan persyaratan strenght of figure yaitu:

1) Statistik reduksi baseline

Untuk setiap jaring orde 3 standar deviation (s) hasil hitungan dari komponen baseline toposentrik (dN,dE,dH) yang dihasilkan oleh software reduksi baseline harus memenuhi hubungan berikut:

σN ≤ σM

σE ≤ σM

σH ≤ 2σM

dimana σM = [102 + (10d)2]1/21.96 mm dan d = panjang baseline

2) Baseline yang diamati 2 (dua) kali

(a) Baseline yang lebih pendek dari 4 (empat) km

Komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak boleh berbeda lebih besar dari 0.03 m sedangkan komponen tinggi tidak boleh berbeda lebih dari 0.06 m.

(b) Baseline yang lebih panjang dari 4 (empat) km

Komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak boleh berbeda lebih besar dari 0.05 m sedangkan komponen tinggi tidak boleh berbeda lebih dari 0,10 m.

b) Seluruh reduksi baseline harus dilakukan dengan menggunakan software processing GPS yang telah dikenal dibuat oleh agen software atau badan peneliti ilmiah yang bereputasi baik.

c) Koordinat pendekatan dari titik referensi yang digunakan dalam reduksi baseline tidak boleh lebih dari 10 m dari nilai sebenarnya.

d) Proses reduksi baseline harus mampu menghitung besarnya koreksi troposfer untuk semua data pengamatan.

e) Proses reduksi baseline harus mampu menghitung besarnya koreksi ionosfer untuk semua data pengamatan. Data dual frekuensi harus digunakan untuk mengeliminasi pengaruh ionosfer jika ambiguiti fase single tidak dapat dipecahkan.

4.1.2 Perataan Jaring

a) Perataan jaring bebas dan terikat dari seluruh jaring harus dilakukan dengan menggunakan software perataan kuadrat terkecil yang telah dikenal dibuat oleh agen software atau badan peneliti ilmiah bereputasi baik.

b) Informasi di bawah ini harus dihasilkan dari setiap perataan

1) Hasil dari test Chi-Square atau Variance Ratio pada residual setelah perataan (test ini harus dapat melalui confidence 99 % yang berarti bahwa data-data tersebut konsisten terhadap model matematika yang digunakan).

2) Daftar koordinat hasil perataan.

3) Daftar baseline hasil perataan termasuk koreksi dari komponen-komponen hasil pengamatan.

4) Analisis statistik mengenai residual komponen baseline termasuk jika ditemukan koreksi yang besar pada confidence level yang digunakan.

5) Ellip kesalahan titik untuk setiap stasiun/ titik.

4.1.3 Analisa

a) Integritas pengamatan jaring harus di nilai berdasarkan:

1) Analisis dari baseline yang diamati 2 (dua) kali (penilaian keseragaman)

2) Analisis terhadap perataan kuadrat terkecil jaring bebas (untuk menilai konsistensi data)

3) Analisis perataan kuadrat terkecil untuk jaring terikat berorde lebih tinggi (untuk menilai konsistensi terhadap titik kontrol)

b) Akurasi komponen horizontal jaring akan di nilai terutama dari analisis ellip kesalahan garis 2D yang dihasilkan oleh perataan jaring bebas.

c) Koordinat benchmark dari hasil pengamatan GPS disajikan dalam system proyeksi UTM dan ellipsoid WRG 84.

d) Tinggi benchmark hasil ukuran GPS di koreksi terhadap besaran undulasi (N) atau dikoreksi terhadap titik MSL yang ada disekitar lokasi.

4.2 Pengukuran Poligon Utama

a) Basis poligon meliputi daerah pemetaan yang merupakan jarring jaring tertutup (closed loop) dan diikatkan ke titik tetap orde 0 atau orde 1 BIG, kaki-kaki poligon harus sepanjang mungkin dan sistem statip tetap (fixed tripod) seperti yang diuraikan di bawah ini dipakai untuk mendapatkan ketelitian yang diisyaratkan.

b) Apabila mungkin titik-titik yang ada akan digunakan sebagai azimut awal dan azimut akhir, titik-titik triangulasi yang digunakan harus saling berhubungan dengan titik triangulasi yang lainnya.

c) Untuk kontrol orientasi harus dilakukan pengamatan azimut matahari, jika titik-titik triangulasi yang sudah ada tidak terlihat lagi dan/ atau pada interval 25 titik di sepanjang masing-masing poligon.

d) Statip harus ditempatkan pada tanah yang stabil untuk memperoleh hasil pengamatan sudut horizontal dan jarak yang teliti, poligon yang melalui daerah sawah harus diikuti secara hati-hati untuk menghindari lokasi-lokasi sulit di daerah genangan sawah atau pada pematang-pematang yang tidak stabil.

e) Semuia Total Station/ theodolit harus dalam keadaan baik dan setelannya akan diperiksa terus selama pengamatan berlangsung, kolimasi akan diperiksa apabila melebihi 1’ (satu menit), pelaksana pekerjaan harus menyiapkan semua catatan yang berkenaan dengan pemeriksaan dan penyesuaian peralatan yang dilakukan.

f) Total Station/ Theodolit harus mampu mengukur sampai 1” (satu detik) dan dilengkapi dengan komponen yang diperlukan.

g) Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu pada saat melakukan sentring maka perlu digunakan 3 buah statip dan 3 buah kiap (tribrach). Selama pengamatan berlangsung statip dan kiap tersebut harus tetap berada disatu titik, hanya target dan teodolit saja yang berpindah/ berubah.

h) Di titik-titik dimana pekerjaan hari itu berakhir dan pekerjaan hari berikutnya mulai, sentering harus dilakukan dengan hati-hati, hal yang sama berlaku juga pada waktu dilakukan pengamatan ulang ditempat yang sama.

i) Kedudukan nivo kotak dan centering optic harus sering diperiksa dengan bantuan unting-unting gantung dan penyesuaian dilakukan bilamana perlu.

j) Sebelum pengamatan dilakukan theodolit harus di setel sebaik baiknya, pengukuran sudut horizontal dan jarak dilakukan minimum 2 kali pengamatan, untuk satu kali pengamatan dilakukan sejumlah pembacaan dengan dengan urutan sebagai berikut:

1) Biasa (FL) untuk bacaan target belakang

2) Biasa (FL) untuk bacaan target ke depan

3) Luar biasa (FR) untuk bacaan target ke depan

4) Luar biasa (FR) untuk bacaan target ke belakang

5) Dua kali pengamatan diambil dari titik nol secara terpisah.

k) Ketelitian pengukuran poligon:

1) Semua hasil pengamatan di reduksi di lapangan jika perbedaan antara keempat harga sudut yang diperoleh (2FL, 2FR) melebihi 5”, maka harus dilakukan pengukuran ulang.

2) Toleransi untuk kesalahan penutup pada azimut matahari harus 10” √n dimana n adalah jumlah sudut, jika kesalahan penutupnya masih berada dalam toleransi maka sudut itu akan disesuaikan dengan azimut matahari dan jika toleransi tersebut dilampaui, maka azimut dan/atau sudut-sudut tersebut harus di ulang dan dicek.

3) Kesalahan penutup linear poligon utama tidak boleh lebih besar dari 1 : 7.500 dari panjang totalnya, poligon akan dijaga agar tetap pendek untuk menjamin bahwa kesalahan penutup pada jarring-jaring atau bagian tidak lebih dari satu meter.

4.3 Pengukuran Poligon Cabang

a) Poligon cabang harus dimulai dari poligon utama diakhiri pada poligon utama, sehingga titik-titik poligon utama akan merupakan kontrol hasil pengukuran poligon cabang.

b) Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu pada saat melakukan sentering maka perlu digunakan 2 buah statip dan 2 buah kiap (tribrach). Selama pengamatan berlangsung statip dan kiap tersebut harus tetap berada di satu titik, hanya target dan theodolit saja yang berpindah/ berubah.

c) Poligon cabang di bagi atas seksi-seksi dengan panjang maksimum 2,5 km dan diusahakan sisi poligon sama panjangnya untuk untuk mencapai ketelitian yang memenuhi syarat.

d) Di titik-titik dimana pekerjaan hari itu berakhir dan pekerjaan hari berikutnya di mulai, sentering harus dilakukan dengan hati-hati, hal yang sama berlaku juga pada waktu dilakukan pengamatan ulang ditempat yang sama.

e) Kedudukan nivo kotak dan pengunting optic harus sering diperiksa dengan bantuan unting-unting gantung dan penyesuaian-penyesuaian dilakukan bilamana perlu.

f) Sebelum pengamatan dilakukan theodolit harus disetel sebaikbaiknya, pengukuran sudut horisontal dan jarak dilakukan minimum 1 (satu) kali pengamatan dengan pembacaan urutan sebagai berikut :

1) Bidik kiri (FL) untuk bacaan target belakang

2) Bidik kiri (FL) untuk bacaan target ke depan

3) Bidik kanan (FR) untuk bacaan target ke depan

4) Bidik kanan (FR) untuk bacaan target ke belakang

g) Ketelitian pengukuran poligon :

1) Semua hasil pengamatan direduksi di lapangan jika perbedaan antara kedua harga sudut yang diperoleh (FL, FR) melebihi 10” maka harus dilakukan pengukuran ulang.

2) Toleransi untuk kesalahan penutup pada azimut matahari harus 20” √n dimana n adalah jumlah sudut, jika kesalahan penutupnya masih berada dalam toleransi maka sudut itu akan disesuaikan dengan azimut matahari dan jika toleransi tersebut dilampaui, maka azimut dan/atau sudut-sudut tersebut harus diulang.

3) Kesalahan penutup linear poligon utama tidak boleh lebih besar dari 1 : 5.000 dari panjang totalnya, poligon akan dijaga agar tetap pendek untuk menjamin bahwa kesalahan penutup pada jaring-jaring atau bagian tidak lebih dari satu meter.

4.4 Pengukuran Azimut Matahari

a) Azimut matahari akan diamati pagi dan sore hari, dilakukan masingmasing sedikitnya 5 kali pengamatan, dalam satu seri tidak boleh lebih dari 30”.

b) Pengamatan dilakukan sebagai berikut :

1) Bidik kiri (target)

2) Bidik kiri (matahari)

3) Bidik kanan (matahari)

4) Bidik kanan (target)

Seri ini merupakan satu kali pengamatan.

c) Pembacaan sudut horizontal pada pengamatan azimut matahari harus diberikan koreksi akibat tidak mendatarnya kedudukan alat. Koreksi ini sangat penting dan dapat dihitung dari hasil bacaan kedudukan gelembung nivo tabung tersebut atau apabila alat theodolit dilengkapi dengan kompensator otomatis, dari pembacaan lingkaran vertikal pada sudut kanan pada masing-masing sisi garis bidik.

d) Metode yang dipakai untuk menentukan azimut tergantung keinginan pelaksana pekerjaan, walaupun demikian hal-hal berikut harus diperhatikan bila akan digunakan azimut dengan metode ketinggian matahari :

1) Pengamatan matahari dilakukan apabila tinggi matahari lebih besar dari 200 karena apabila dilakukan pengamatan pada waktu tinggi matahari dibawah 200 refraksi (pembiasan) menjadi terlalu besar dan tidak menentu, jika mungkin usahakan ketinggian matahari di bawah 400.

2) Pembacaan temperatur dan tekanan udara akan dilakukan untuk keperluan koreksi refraksi.

3) Perlengkapan-perlengkapan tambahan yang diperlukan terdiri dari jam tangan yang ketepatannya dicocokkan satu menit sebelum tanda waktu resmi berbunyi, prisma Reoloff, tabel deklimasi matahari dan table refraksi.

e) Jika untuk pengukuran azimut digunakan metode sudut waktu maka bisa dilakukan pengamatan pada saat tinggi matahari di bawah 200, tetapi waktu pengamatan harus jauh lebih teliti.

4.5 Pengukuran Sifat Datar

Pengukuran sifat datar dilakukan dengan alat ukur level automatic atau level automatic digital dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Sistem patok benchmark sudah terpasang sebelum dilakukan pengukuran sipat datar, pemindahan elevasi ke benchmark yang dibuat sesudah selesainya penyipatan datar tidak akan diterima.

b) Pengukuran digunakan alat rambu ukur metrik dan tatakan rambu yang terbuat dari metal, untuk jaring sipat datar utama digunakan alat sipat datar digital atau non digital

c) Setiap alat harus dicek kesalahan garis bidik setiap hari dengan menggunakan 2 patok-uji (peg test), mid-base atau cara-cara sejenis sampai dengan jarak 100 m, dalam metode mid-base di cari perbedaan tinggi antara dua titik, di mana hasil ukuran di saat alat ditempatkan di tengah harus dibandingkan dengan hasil ukuran di saat alat ditempatkan di dekat salah satu titik. Penyesuaian harus dilakukan apabila kesalahan kolimasinya lebih dari 0,05 mm/m. Nivo kotak dan kompensator otomatis juga harus selalu dicek secara teratur.

Pelaksana pekerjaan harus membuat catatan lengkap mengenai seluruh hasil pengecekan dan penyesuaian yang telah dilakukan.

d) Rambu ukur ditempatkan pada tatakan dari metal pada setiap pengukuran (kecuali pada benchmark atau benchmark sementara). Juru ukur harus menginstruksikan kepada pemegang rambu, agar rambu ukur selalu tepat vertikal dengan menggunakan stafflevel atau carpenters level (penempatannya harus juga dicek).

e) Metode stan ganda (double-stand) pada pengukuran sifat datar tidak boleh digunakan, jarak bidikan tidak diperkenankan lebih dari 50 m. Bidikan ke belakang kira-kira sama dengan bidikan ke muka, untuk menghindari kesalahan kolimasi. Tidak dibenarkan melakukan pembidikan silang (intermediate sight).

f) Pembacaan rambu tidak boleh dilakukan melebihi 20 cm dari batas bawah rambu dan juga 20 cm dari batas bagian atas rambu.

g) Untuk membantu pelaksanaan pengukuran titik-titik rincik ketinggian dianjurkan agar titik tinggi sementara dipasang pada waktu pengukuran sipat datar utama antara lain: gorong-gorong, tangga rumah, lantai pengeringan padi, dan lain sebagainya. Titik-titik tersebut ditandai serta dicatat secara lengkap.

h) Juru ukur harus memasukkan data-data mengenai tinggi dan rendahnya hasil ukuran pada setiap formulir yang sudah ditentukan, bacaan belakang, bacaan muka, beda tinggi ∆h (+ dan -) harus dijumlahkan. Perbedaan antara hasil bacaan belakang, dan muka harus sama dengan hasil beda tinggi (∆h), hanya merupakan pengecekan aritmatik dapat menghindarkan kesalahan yang tidak terlihat karena data yang tidak benar.

i) Pengecekan harus dilakukan pada setiap halaman dan setiap bagian pengukuran sipat datar, secara sistematis setiap hari, serta harus ditandatangani oleh juru ukur yang bersangkutan.

j) Ketelitian sipat datar sebagai berkut:

Jalur utama yang pada umumnya merupakan jaring tertutup, harus di ukur dua kali yaitu pergi dan pulang.Perbedaan antara kedua harga untuk masing-masing seksi harus kurang dari 10 √k mm, dimana k adalah jarak dalam km antar benchmark tersebut.

Jalur sekunder yang umumnya terikat dengan titik-titik jaringan utama untuk kontrol titik detail cukup satu kali dengan ketelitian 20 √k mm, dimana k adalah jarak dalam km.

4.6 Pengukuran Situasi Detail

a) Alat yang digunakan adalah Total Station/ Theodolit atau yang sederajat ketelitiannya.

b) Metode yang digambarkan adalah Raai dengan jarak antara Raai 20 m sampai dengan 40 m atau Voorstraal dengan jarak pengambilan titik detail 20 m sampai dengan 40 m atau kombinasi Raai dan Voorstraal dengan jarak 40 m dan pekerjaan tersebut dapat dilakukan sekaligus pada saat pengukuran poligon utama atau poligon cabang.

c) Ketelitian poligon raai untuk sudut 20√n, dimana n = banyak titik sudut, ketelitian linier poligon kombinasi Raai dan Voorstraal 1 : 2.000.

d) Semua tampakan yang ada, baik alamiah maupun buatan manusia di ambil sebagai titik detail, misalnya: bukit, lembah, alur, sadel, dll.

e) Kerapatan titik detail (± 40 m di lapangan) harus di buat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.

f) Sketsa lokasi detail harus di buat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan penggambaran dan memenuhi persyaratan mutu yang baik dari peta.

g) Pengukuran situasi harus dilebihkan sebesar ± 250 m dari batas yang telah ditentukan.

h) Sudut poligon kombinasi Raai dan Voorstraal cukup 1 (satu) seri.

i) Ketelitian tinggi poligon raai 10 cm √D (D dalam km).

4.7 Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk penampang memanjang dan melintang rencana jalur as saluran/ pipa, dan rencana bangunan utama dengan sasaran tinggi dan detil lapangan.

a) Alat yang digunakan adalah Total Station/ Theodolit T0, atau yang sejenisnya;

b) Pengukuran dilakukan dengan interval 50 m untuk pada daerah yang lurus, dan dibuat lebih rapat lagi pada bagian yang berbelok-belok;

c) Interval jarak pada setiap profil melintang disesuaikan dengan kerapatan perubahan terrain, ketepatan pengambilan titik penampang melintang sangat penting untuk perhitungan volume galian/ timbunan;

d) Pengukuran penampang melintang untuk daerah yang curam/ bergelombang, pengukuran dilakukan dengan cara Tachimetri (jarak diukur dengan cara optis);

e) Untuk kebutuhan perencanaan jaringan irigasi air tanah, pada gambar profil memanjang akan tampak :

1) Penampang rencana jalur as saluran/ pipa

2) Penampang tebing atau tanggul

3) Letak rencana bangunan sepanjang jalur rencanana saluran/ pipa

4.8 Pencatatan, Reduksi dan Pemrosesan Hadil Pengamatan di Lapangan

Pencatatan, reduksi, dan pemrosesan hasil pengamatan di lapangan harus mengikuti ketentuan di bawah ini:

4.8.1 Pencatatan

a) Seluruh proses perhitungan koordinat (x,y) dalam proyeksi UTM, tinggi (z) terhadap permukaan air laut rata-rata, azimut matahari, dan perhitungan titik detail menggunakan software distributor alat merk apa saja yang berlaku di Indonesia.

b) Pelaksana pekerjaan harus menyerahkan laporan hasil hitungan dengan menggunakan software dari distribualat alat merk apa saja dalam bentuk softcopy VCD atau DVD.

c) Penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan dimasukkan ke lembar pengamatan sementara pekerjaan berlangsung, hal ini menyangkut nama pengamat, tanggal, nomor titik, nomor alat juga penjelasanpenjelasan lainnya seperti ketinggian alat, temperatur dan tekanan udara, seluruh lembar data harus disertai tanggal dan tanda tangan pengamat dan orang yang telah melakukan pemeriksaan.

d) Seluruh laporan pengamatan yang dilakukan di lapangan diserahkan kepada pihak pemilik pekerjaan, termasuk juga bagian-bagian yang telah di ulang, yang disebut terakhir ini harus ditandai dengan jelas sehingga bisa saling dicocokkan.

4.8.2 Reduksi

a) Koordinat (x,y) perlu di reduksi dan dirata-ratakan pada setiap titik dan di periksa apakah memenuhi toleransi yang sudah ditetapkan, reduksi koordinat (x,y) termasuk juga koreksi kesalahan titik nol alat, dan koreksi faktor skala dimana dianggap perlu.

b) Pengamatan di lapangan perlu di reduksi setiap harinya lalu ditandatangani, di sertai tanggal pemeriksaan oleh pelaksana pekerjaan, hasil pengamatan harus di simpan dengan rapi dan diberi nomor referensi agar mudah di cari bilamana diperlukan dikemudian hari, bila sudah diarsipkan, hasil-hasil pengamatan itu tidak boleh dibawa ke lapangan lagi.

4.8.3 Pemrosesan Data

a) Penghitungan harus dilakukan di lapangan untuk memeriksa apakah pengamatan telah sesuai dengan standar ketelitian.

b) Untuk kontrol planimeter ini meliputi :

1) Pengecekan hasil penghitungan koordinat.

2) Pengecekan penutup koordinat tertutup.

3) Pengecekan azimut antara titik-titik triangulasi dan hasil pengamatan.

4) Penyesuaian kesalahan koordinat.

5) Penghitungan dari Δx dan Δy untuk mencek hasil planimetrik.

c) Untuk kontrol ketinggian kegiatan pemrosesan ini meliputi:

1) Pemeriksaan hasil hitungan dari ∑ Bacaan belakang, ∑ Bacaan muka, ∑ Perbedaan tinggi (∆h).

2) Perhitungan ∆h untuk seksi-seksi antara titik-titik tetap (benchmark).

3) Perhitungan dari tiap loop/kring.

4) Perataan dari loop dengan metode Dell (atau metode lainnya), agar memperoleh ketinggian yang tepat untuk di pakai pada perhitungan rincik ketinggian nantinya.

d) Perhitungan blok-blok pengukuran lapangan harus disesuaikan dengan batas-batas triangulasi udara, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kelambatan pada tahapan selanjutnya.

e) Apabila hasil pekerjaan lapangan telah disetujui oleh pengawas, hasil pengamatan serta hasil hitungannya segera di kirim ke kantor pelaksana pekerjaan untuk dilakukan perhitungan akhir.

f) Penyesuaian planimetri harus dihitung mencakup seluruh titik-titik triangulasi yang ada di lapangan.

g) Penyesuaian titik-titik poligon harus sesuai dengan jarak, hal ini berarti bahwa koreksi dalam koordinat simpangan timur (easting) sama dengan :

Salahpenutup dalam simpangan timur

-------------------------------------------------- x jarak akumulasi

jumlah jarak poligon seluruhnya

Hal yang sama berlaku untuk simpangan utara.

h) Seluruh hasil penghitungan, pengamatan dan informasi seperti yang di daftar dibawah ini harus diserahkan kepada pihak pemilik pekerjaan dalam bentuk VCD atau DVD untuk mendapatkan persetujuan sementara.

1) Urutan cara perhitungan loop atau jalur kordinat antara benchmark.

2) Kesalahan penutup sudut pada setiap bagian/seksi, azimut kontrol atau azimut yang diperoleh dari loop yang berdekatan, bersama-sama dengan jumlah titik dalam setiap seksi.

3) Kesalahan penutup linier ∆x, ∆y dari setiap loop atau jalur koordinat antara titik-titik simpul dan kesalahan penutup fraksi yang dipilih dengan jumlah titik.

4) Detail-detail hasil pengamatan yang ditolak, diragukan, tidak dipakai lagi.

4.9 Latihan

1. Apa ketentuan pengamatan GPS yang harus dipenuhi ?

2. Dalam pengukuran polygon harus ada kontrol orientasi, untuk itu apa yang perlu dilakukan ?

3. Metoda apa yang dilakukan pada pengukuran penampang melintang untuk daerah yang curam/ bergelombang ?

4.10 Rangkuman

Pengamatan dan pengukuran koordinat (x,y) dan tinggi (z) di lapangan untuk memperoleh data lapangan (darat) dalam membuat peta skala 1 : 2.000 dan Skala 1 : 5.000, alat ukur yang digunakan Total Station (x,y) dan level automatic atau automatic digital (z), seluruh benchmark harus diukur koordinat (x,y) maupun tinggi (z).

Pengamatan yang dilakukan adalah :

a) Pengamatan titik kontrol dengan GPS

1) Reduksi baseline

2) Perataan Jaring

3) Analisa

b) Pengukuran Poligon

Pengukuran sudut, jarak dan pengamatan azimiyh

c) Pengukuran Sifat Datar

Mengukur dengan cara pengukuran beda tinggi antara dua titik

d) Pengukuran Situasi

Menentukan titik tinggi detail dilapangan dengan metoda Tachimetri

e) Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang

f) Pencatatan Reduksi dan Pemrosesan Hasil Pengamatan di Lapangan

g) Penggambaran

4.11 Evaluasi

1. Salah satu ketentuan pengamatan GPS harus mengikuti ketentuan berikut :

a. Satelit yang diamati minimum 4 (empat) buah dalam kondisi tersebar

b. Pengamatan dilakukan siang hari atau malam hari

c. Level aktifitas atmosfer dan ionosfer relative sedang

d. Semua benar

2. Poligon cabang merupakan polygon terikat sempurna yaitu harus

a. Dimulai dari poligon utama diakhiri pada poligon utama, sehingga titik-titik poligon utama akan merupakan kontrol hasil pengukuran poligon cabang

b. Dimulai dari poligon utama diakhiri pada poligon cabang, sehingga titik-titik poligon utama dan cabang akan merupakan kontrol hasil pengukuran poligon cabang

c. Dimulai dari poligon cabang diakhiri pada poligon cabang, sehingga titik-titik poligon cabang akan merupakan kontrol hasil pengukuran poligon cabang

d. Dimulai dari poligon cabang diakhiri pada poligon utama, sehingga titik-titik poligon cabang dan utama akan merupakan kontrol hasil pengukuran poligon cabang

3. Untuk kontrol ketinggian kegiatan pemrosesan ini meliputi:

a. Pemeriksaan hasil hitungan dari ∑ Bacaan belakang, ∑ Bacaan muka, ∑ Perbedaan tinggi (∆h).

b. Perhitungan ∆h untuk seksi-seksi antara titik-titik tetap (benchmark)

c. Perataan dari loop dengan metode Dell (atau metode lainnya), agar memperoleh ketinggian yang tepat untuk di pakai pada perhitungan rincik ketinggian nantinya.

d. Semua benar

BAB VPENGGAMBARAN PETA SITUASI DAN PROFIL

Indikator Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melaksanakan penggambaran situasi maupun gambar profil melintang dan memanjang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

5.1 Skala 1 : 5.000

Penggambaran peta situasi teristris skala 1 : 5.000 dilakukan dengan cara memperkecil 2.5 kali peta situasi teristris skala 1 : 2.000 menggunakan software dari distributor merk apa saja yang berlaku di Indonesia, ketentuan yang harus ada dalam peta situasi teristris skala 1 : 5.000 sebagai berikut :

a) Ketentuan pemasangan benchmark untuk peta situasi skala 1 : 5.000 setiap 500 ha sedangkan untuk peta situasi skala 1 : 2.000 setiap 250 ha, dengan demikian yang tercantum dalam peta situasi skala 1 : 5.000 benchmark setiap 500 ha.

b) Ketentuan titik detail yang diukur untuk peta setuasi skala 1 : 5.000 dengan jarak 1 cm sampai dengan 2 cm di peta atau jarak 50 m sampai 100 m di lapangan sedangkan titik detail yang diukur dengan 1 cm sampai dengan 2 cm di peta atau jarak 20 m sampai dengan 40 m di lapangan, dengan demikian yang harus tercantum dalam peta situasi skala 1 : 5.000 adalah titik detail dengan jarak 50 m sampai dengan 100 m di lapangan.

c) Untuk luasan-luasan dibawah 100 m2 demikian juga jarak-jarak dibawah 10 m dalam skala 1 : 5.000 dihapus/ dihilangkan.

d) Ketentuan interval kontur dalam peta situasi skala 1 : 5.000 setiap 1.0 m sedangkan untuk peta situasi skala 1 : 2.000 setiap 0.5 m, dengan demikian yang tercantum dalam peta situasi skala 1 : 5.000 interval kontur 1.0 m.

e) Ketentuan interval grid peta dalam peta situasi skala 1 : 5.000 setiap 500 m sedangkan untuk peta situasi skala 1 : 2.000 setiap 250 m, dengan demikian yang tercantum dalam peta situasi skala 1 : 5.000 setiap 500 m.

f) Ketentuan kartografi dan ketelitian penggambaran dalam skala 1 : 5000 sama dengan ketentuan kartografi skala 1 : 2.000

5.2 Skala 1 : 2.000

Peralatan yang digunakan untuk penggambaran Autocad ukuran A-1 yang dikeluarkan oleh distributor apa saja berlaku di Indonesia demikian juga komputer yang digunakan, skala peta yang dibuat skala 1 : 2.000 sedangkan untuk Skala 1 : 5.000 pengecilan dari skala 1 : 2.000 dengan membuang beberapa detail yang tidak diperlukan untuk skala 1 : 5.000, ketentuan penggambaran sebagai berikut :

5.2.1 Kartografi

a) Ukuran peta (50x50) cm, garis silang untuk grid dibuat setiap 10 cm dengan ukuran (10x10) mm, garis sambungan peta 10 cm, skala peta 1 : 2.000 di buat grafis dan numeris, indek peta dengan ukuran yang sudah ditentukan, informasi legenda sesuai dengan yang ada di lembar peta , keterangan titik referensi harus ada disetiap lembar peta dicantumkan dibawah legenda.

b) Semua benchmark, titik ikat horizontal bakosurtanal, dan titik tinggi bakosurtanal yang ada di lapangan harus digambar dengan legenda yang telah ditentukan dan di lengkapi dengan elevasi (z) dan koordinat (x,y)

c) Pada setiap interval 5 (lima) garis kontur di buat tebal dari garis kontur lainnya dengan ketebalan ukuran yang telah ditentukan dan ditulis angka elevasinya.

d) Pencantuman legenda pada gambar harus sesuai dengan ketentuan Direktorat Irigasi dan sesuai dengan topografi yang ada di lapangan.

e) Penarikan kontur cukup 2.5 m untuk daerah datar dan 5 m untuk daerah berbukit dengan ketebalan yang sudah ditetapkan serta harus tercantum data elevasi.

f) Gambar/ peta situasi skala 1 : 2.000 digambar di atas kertas transparan stabil atau sesuai dengan keinginan pemilik pekerjaan dengan ukuran A-1.

g) Gambar konsep (draft) lengkap Skala 1 : 2.000 dan titik pengukuran poligon utama dan raai/voorstraal harus dilakukan di atas kertas transparan stabil untuk di setujui pemilik pekerjaan.

h) Gambar kampung, sungai, rawa buatan alam dan manusia harus diberi nama yang jelas dan harus diberi batas.

i) Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 di gambar dengan cara pengecilan peta skala 1 : 2.000 menggunakan software dari distributor merk apa saja yang berlaku di Indonesia pada kertas transparan stabil.

j) Pada peta ikhtisar skala 1 : 10.000 harus tercantum nama kampung, nama sungai, benchmark, jalan, jembatan, rencana bendung dan lain-lain tampakan yang ada di daerah pengukuran dengan interval kontur cukup tiap 12,5 m untuk daerah datar dan 25 m untuk daerah berbukit, grid peta ikhtisar tiap 10 cm.

k) Lembar peta harus di beri nomor urut yang jelas dan teratur serta format gambar etiket peta harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemilik pekerjaan.

l) Titik poligon utama, poligon cabang dan poligon raai di gambar dengan sistem koordinat, tidak diperkenankan di gambar dengan cara grafis.

5.2.2 Ketelitian Penggambaran

a) Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 0,3 mm yang di ukur dari titik kontrol horizontal terdekat.

b) Titik kontrol posisi horizontal tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 0,3 mm yang di ukur dari garis grid.

c) Sembilan puluh lima persen (95 %) dari bangunan penting seperti bendung, dan jembatan, saluran dan sungai tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 0,6 mm diukur dari garis grid atau titik kontrol horizontal terdekat. Sisanya 5 % (lima persen) tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 1,2 mm.

d) Sembilan puluh persen (90 %) dari penarikan garis kontur tidak boleh menyimpang lebih dari setengah kali interval kontur yang bersangkutan dari letak sebenarnya, yang diperhitungkan dari titik kontrol horizontal, sisanya 10 % (sepuluh persen) tidak boleh menyimpang dari satu kali interval kontur yang bersangkutan.

e) Pada sambungan lembar peta satu dengan yang lain, garis kontur, bangunan, saluran, sungai, harus tepat tersambung. Batas pergeseran yang diperbolehkan maksimum 0,3 mm.

5.3 Penggambaran Profil Melintang dan Memanjang

Gambar Profil Memanjang

SkalaHorizontal 1 : 5.00 / 1 : 1000 / 1 : 2.000

Skala Vertikal 1 : 50 / 1 : 100 / 1: 200

Gambar Melintang

Skala Horizontal/ vertikal 1 : 50 / 1 : 100 / 1: 200

Gambar 5.1. Potongan Memanjang

Gambar 5.2. Potongan Melintang

5.4 Latihan

1. Jelaskan ketentuan yang harus ada dalam peta situasi teristris skala 1 : 5.000

2. Sebutkan ketentuan penggambaran 1 : 2.000!

3. Gambarkan contoh profil melintang!

5.5 Rangkuman

Penggambaran peta situasi teristris skala 1 : 5.000 dilakukan dengan cara memperkecil 2.5 kali peta situasi teristris skala 1 : 2.000 menggunakan software dari distributor merk apa saja yang berlaku di Indonesia.

Peralatan yang digunakan untuk penggambaran Autocad ukuran A-1 yang dikeluarkan oleh distributor apa saja berlaku di Indonesia demikian juga komputer yang digunakan, skala peta yang dibuat skala 1 : 2.000 sedangkan untuk Skala 1 : 5.000 pengecilan dari skala 1 : 2.000 dengan membuang beberapa detail yang tidak diperlukan untuk skala 1 : 5.000.

5.6 Evaluasi

BAB VIPENUTUP6.1 Simpulan

Secara garis besar pekerjaan pemetaan teristris terdiri dari Pemasangan Benchmark dan Patok Kayu, Pengukuran Koordinat, Pengukuran Sipat Datar, Pengukuran Situasi Detail, Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang, Perhitungan dan Penggambaran.

Referensi yang digunakan sebagai titik ikat pengukuran koordinat (x, y) dan pengukuran tinggi (z) menggunakan titik tetap Badan Informasi Geospasial (BIG).

Seluruh pengukuran koordinat (x,y) dan tinggi (z) harus diikatkan pada titik tetap orde 0 atau orde1 Badan Informasi Geospasial (BIG).

Benchmark dalam bentuk tugu, dipasang lebih dulu sebelum pekerjaan lapangan dimulai.

Benchmark harus dipasang ada 2 macam yaitu benchmark besar dan kecil, bagian yang muncul diatas tanah setinggi 20 cm. Benchmark besar dan Control Point (CP) yang ukurannya lebih kecil dipasang dengan jarak antara 50-150 m, harus kelihatan satu sama lainnya karena akan digunakan untuk pengikatan azimuth.

Pengamatan dan pengukuran koordinat (x,y) dan tinggi (z) di lapangan untuk memperoleh data lapangan (darat) dalam membuat peta skala 1 : 2.000 dan Skala 1 : 5.000, alat ukur yang digunakan Total Station (x,y) dan level automatic atau automatic digital (z), seluruh benchmark harus diukur koordinat (x,y) maupun tinggi (z).

Pengamatan yang dilakukan adalah :

a) Pengamatan titik kontrol dengan GPS

1) Reduksi baseline

2) Perataan Jaring

3) Analisa

b) Pengukuran Poligon

Pengukuran sudut, jarak dan pengamatan azimiyh

c) Pengukuran Sifat Datar

Mengukur dengan cara pengukuran beda tinggi antara dua titik

d) Pengukuran Situasi

Menentukan titik tinggi detail dilapangan dengan metoda Tachimetri

e) Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang

f) Pencatatan Reduksi dan Pemrosesan Hasil Pengamatan di Lapangan

g) Penggambaran

Penggambaran peta situasi teristris skala 1 : 5.000 dilakukan dengan cara memperkecil 2.5 kali peta situasi teristris skala 1 : 2.000 menggunakan software dari distributor merk apa saja yang berlaku di Indonesia.

Peralatan yang digunakan untuk penggambaran Autocad ukuran A-1 yang dikeluarkan oleh distributor apa saja berlaku di Indonesia demikian juga komputer yang digunakan, skala peta yang dibuat skala 1 : 2.000 sedangkan untuk Skala 1 : 5.000 pengecilan dari skala 1 : 2.000 dengan membuang beberapa detail yang tidak diperlukan untuk skala 1 : 5.000.

6.2 Tindak Lanjut

Peserta pelatihan diharapkan dapat mengimplementasikan pengukuran topografi JIAT dalam Perencanaan JIAT. Apabila peserta ingin mendalami materi pengukuran topografi JIAT, peserta pelatihan dapat membaca literatur yang tertera dalam Daftar Pustaka Modul ini.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang RI no.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Undang-undang RI nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah RI nomor 54 tahun 20016 tentang perubahan ke tiga atas Peraturan Pemerintah RI nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi

Tatacara Keamanan Bendungan, SNI 1731-1989-F, Oktober 1987.

Permen PUPR no.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan.

H.Pougatsch, R.W. Muller & A.Kobelt, Water Alarm Concept in Swistzerland, Federal Office for Water and Geology FOWG, Baden Swistzerland, Feb 2003

L.Mouver, R.W.Muller & H.Pougatsch, Structural safety of dams, according to the new Swiss legislation, Federal Office for Water and Geology FOWG, Baden Swistzerland, Feb 2003

Rudolf Biederman Dr, Safety concept for dams development for dams development of the Swiss concept since 1980, Federal Office for Water and Geology FOWG, Baden Swistzerland, Feb 2003.

Emergency Action Planning for Dams Owners, Federal Guidelines for Dam Safety, FEMA, 2004.

Hydrologic and Hydraulic Guidelines for Dams in Texas, Dam Safety Program, Texas Commission on Environmental Quality, January 2007;

Guidelines for Developing Emergency Action Plans for Dams in Texas, Dam Safety Program, Critical Infrastructure Division, Texas Commission on Environmental Quality, Revised March 2012.

GLOSARIUM

abutmant

:

ebatmen, tumpuan, bukit tumpuan

deformation

:

deformasi, pergeseran

defferential settlement

:

perbedaan penurunan

emergency releas

:

sarana pengeluaran darurat

exit gradient

:

gradient keluaran

free board

:

tinggi jagaan

flood warning system

:

sistem peringatan banjir, gawar banjir

hydraulic fracturing

:

rekah hidrolik

liquifaction

:

likuifaksi, luluh

overtopping

:

peluapan

piping

:

aliran buluh

pulsating force

:

tekanan denyut

sand boil

:

didih pasir

scouring

:

gerusan

sink hole

:

lubang benam

up heaving

:

sembulan

up lift

:

tekanan angkat

KUNCI JAWABAN

A. Latihan Materi Pokok 1: Garis Besar Pengaturan Keamanan Bendungan

1. Jelaskan kenapa diperlukan adanya pengaturan keamanan bendungan?

Jawaban :

Karena bendungan menyimpan potensi bahaya yang besar bagi masyarakat, untuk melindungi masyarakat dari ancaman kegagalan bendungan pembangunan dan pengelolaan bendungan perlu diatur secara khusus.

2. Apakah maksud dan tujuan pengaturan keamanan bendungan?

Jawaban:

Pengaturan keamanan bendungan dimaksudkan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan pembangunan dan pengelolaan bendungan agar layak teknis desain dan konstruksi, aman dalam pengelolaannya, sehingga dapat mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi risiko kegagalan bendungan.

Tujuan pengaturan keamanan bendungan untuk melindungi bendungan dari kemungkinan kegagalan bendungan, serta melindungi jiwa, harta dan prasarana umum di wilayah yang terpengaruh oleh potensi bahaya akibat kegagalan bendungan.

3. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap keamanan suatu bendungan dan sebutkan beberapa kewajiban pemilik bendungan setelah bendungan beroperasi!

Jawaban:

Yang bertanggung jawab terhadap bendungan adalah pemilik bendungan.

Kewajiban pemilik bendungan setelah bendungan beroperasi, antara lain:

Melakukan:

a. Operasi bendungan, dengan memperhatikan keamanan bendungan termasuk daerah hulu dan hilir bendungan;

b. Melakukan pemantauan bendungan, yang kegiatannya meliputi:

· Melakukan pemantauan instrumen bendungan dan melakukan evaluasi datanya;

· Melakukan pemeriksaan bendungan, yang meliputi ; pemeriksaan rutin, berkala tengah tahunan dan pemeriksaan besar, serta pemeriksaan luar biasa dan pemeriksaan khusus.

· Melakukan uji operasi terhadap semua peralatan yang terkait dengan keamanan bendungan.

c. Melakukan pemeliharaan bendungan secara rutin dan berkala. antauan bendungan;

d. Memiliki kesiapsiagaan tindak darurat yang didukung dengan penyiapan sistem penanganan tindak darurat.

B. Evaluasi Materi Pokok 1: Garis Besar Pengaturan Keamanan Bendungan

1. B

2. C

3. C

C. Latihan Materi Pokok 2: Konsepsi Keamanan Bendungan

1. Konsepsi keamanan bendungan memiliki tiga pilar yang harus dipenuhi bagi setiap bendungan. Sebutkan dan jelaskan!

Jawaban:

Keamanan struktur; Pemantauan pemeliharaan dan operasi; Kesiapsiagaan Tanggap Darurat.

2. Agar keamanan struktur bendungan terpenuhi, bendungan harus memenuhi tiga kreteria pokok desain bendungan. Sebutkan dan jelaskan ke tiga kreteria pokok desain bendungan tersebut!

Jawaban:

Izin Pelaksanaan Konstruksi Bendungan, Izin Pengisian awal waduk, Izin Operasi.

3. Jelaskan apa tujuan pemantauan perilaku bendungan!

Jawaban:

Aman terhadap kegagalan struktural, Aman terhadap kegagalan Hidrolik, Aman kegagalan rembesan.

4. Agar pemilik bendungan memiliki kesiapsiagaan tindak darurat, pemilik bendungan perlu menyiapkan sistem penanganan tindak darurat. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem tersebut!

Jawaban:

Tujuan pemantauan bendungan adalah agar diketahui sedini mungkin problem yang sedang berkembang sebelum menjadi ancaman yang nyata, sehingga dapat dilakukan tindakan yang cepat dan tepat.

D. Evaluasi Materi Pokok 2 : Konsepsi Keamanan Bendungan

1. B

2. C

3. A

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

37

40

20

15

65

20

100

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang

Ø

10

Sengkang

Ø

5-15

Pelat marmer 12 x 12

20

10

20

10

Ø6 cm

Pipa pralon PVC

Ø

6 cm

Nomor titik

Dicor beton

Dicor beton

75

25

Benchmark

Control Point