MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

26
MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA (Studi Komparatif dalam Tafsir Raudlatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir Al-Azhar) Skripsi ini diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Siti Eva Zulfa NIM. 15210698 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA TAHUN 2019 M/1440 H

Transcript of MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

Page 1: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF

MUFASIR NUSANTARA

(Studi Komparatif dalam Tafsir Raudlatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz,

dan Tafsir Al-Azhar)

Skripsi ini diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Siti Eva Zulfa

NIM. 15210698

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN 2019 M/1440 H

Page 2: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

2

MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF

MUFASIR NUSANTARA

(Studi Komparatif Tafsir Raudlatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz,

dan Tafsir Al-Azhar)

Skripsi ini diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Siti Eva Zulfa

NIM. 15210698

Pembimbing :

Dr. H. M. Ulinuha Husnan Lc, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN 2019 M/1440 H

Page 3: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

ABSTRAK

Moderasi Islam Dalam Perspektif Mufasir Nusantara

(Studi Komparatif Tafsir Raudhatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir

Al-Azhar)

Oleh : Siti Eva Zulfa (1521698)

Salah satu tantangan yang seakan tiada habis dalam sejarah Islam

adalah perbedaan dalam memahami ajaran itu sendiri baik dari Al-Qur`an

ataupun hadis Rasulallah. Fenomena konflik karena beda agama seakan tidak

cukup mengisi masalah yang ada. Keragaman suku, budaya, dan karakter di

suatu daerah menjadikan berbagai keberagaman tidak bisa dihindari. Kasus

penjarahan, pembakaran, penistaan, bahkan pembunuhan atas nama agama

menjadi contoh dari jutaan kasus yang disebabkan intoleleransi terhadap

perbedaan. Hal ini seringkali menjadi tantangan besar bagi daerah mayoritas

Islam tak terkecuali Indonesia. Karena itu dibutuhkan suatu konsep islam

yang bisa toleran terhadap semua keberagaman. Inilah yang memotivasi

penulis untuk melakukan penelitian dengan rumusan bagaimana Penafsiran

Ayat Moderasi dalam Tafsir Raudhatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir Al-

Azhar.

Penelitian ini merupakan jenis Library Research (penelitian pustaka)

yakni pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah buku dan literatur

lainnya yang berhubungan dengan skripsi. Teknik pengumpulan data yang

dipakai adalah teknik dokumentatif juga komparatif, yaitu menyandingkan

obyek kajian yang berbeda untuk kemudian dibandingkan dari berbagai

aspek tertentu. Dalam penelitian ini, obyek yang menjadi perbandingan

adalah penafsiran dari KH. Ahmad Sanusi, Prof. Dr. Hamka, dan KH. Bisri

Mustafa mengenai ayat moderasi.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Moderasi adalah

fitrah. Agama Islam sendiri sebenarnya merupakan moderasi. Allah

memberikan potensi moderat ini khusus kepada umat Nabi Muhammad saw.

yang dicanangkan menjadi saksi bagi umat manusia seluruhnya. Untuk

mewujudkan hal ini, setidaknya ada tiga karakter yang harus diusahakan ;

Menyeimbangkan dirinya antara kehidupan dunia dan akhirat, mengambil

sikap pertengahan dan seimbang dalam segala hal, bersikap adil kepada

semua kalangan, dan menjunjung tinggi toleransi.

Kata kunci : Tafsir, Moderasi Islam, Nusantara

Page 4: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara dengan umat muslim terbanyak

di dunia. Hal ini diketahui berdasarkan survei penduduk oleh BPS

pada tahun 2005. Penduduk Muslim berjumlah 189.014.015 jiwa atau

88,58% dari total penduduk 213.375.287 jiwa. Bahkan jika kita

bandingkan, jumlah umat Islam di Indonesia lebih besar dari jumlah

umat Islam di negara-negara Arab.1

Salah satu keistimewaan Indonesia adalah keberagamannya.

Hal ini menurut Mamang Muhammad Haerudin adalah anugerah

Tuhan yang patut disyukuri.2 Berbagai data membuktikan bahwa

Indonesia memiliki aneka ragam budaya yang menjadi warna-warna

lokal ajaran Islam di Indonesia. Misalnya Islam Jawa, Islam Sumatera,

Islam Bugis-Makasar, Islam Maluku, Islam Madura, dan lain

sebagainya. Selain itu, Islam di Indonesia juga diperkaya dengan

berbagai ormas seperti NU, Muhammadiyah, dan lain sebagainya.

Semua ini ikut serta menciptakan kondisi umat yang menjunjung

tinggi pluralitas (keberagaman) di masyarakat.3

Berbeda dengan kawasan yang didominasi oleh “Islam

Klasik”-Timur Tengah, Afrika Utara, Persia, dan kawasan Turki serta

beberapa wilayah Asia- Islam datang sebagai “hakim” dengan

menguasai, menegakkan hukum dan menyelesaikan persengketaan. Di

Nusantara khususnya Indonesia, Islam datang sebagai tamu yang pada

1 Nasaruddin Umar, Islam Fungsional, (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo,

2014), hal. 271-272 2 Said Aqil Siradj dan Mamang Muhamad Haerudin, Berkah Islam Indonesia,

(Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2015), Hal. 11 3 Nasaruddin Umar, Islam Fungsional, hal. 275

Page 5: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

2

gilirannya menjadi bagian dari keluarga. Karena itulah Islam di

Nusantara menunjukkan karakter yang berbeda, tidak seperti Islam

yang muncul di wilayah dunia muslim lainnya.4 Singkatnya Islam di

Indonesia itu ramah tidak marah, damai bukan bertikai, toleransi

bukan menghakimi.

Salah satu penyebab Islam di Indonesia lebih toleran adalah

adanya dukungan oleh kebudayaan lembut (Soft culture). Prof. Dr.

Nasaruddin Umar dalam bukunya menyatakan bahwa Wilayah

Indonesia memang sangat memungkinkan bagi terbentuknya soft

culture, karena alamnya yang begitu bersahabat. Juga sebelum Islam

datang sudah dikenal ajaran agama yang tergolong soft culture seperti

Hindu dan Budha. Berbeda dengan kultur Timur tengah yang dibentuk

oleh alam yang ganas, wilayah padang pasir dan dengan budaya

penduduk nomaden.5

Namun sayangnya, fenomena akhir-akhir ini menunjukkan

kebalikannya. The Wahid Institute melaporkan bahwa selama Januari

hingga desember 2013, terdapat 245 peristiwa pelanggaran atau

intoleransi keyakinan beragama. Jumlah tersebut terdiri atas 106

peristiwa (43%) yang melibatkan aktor aktor negara dan 139 peristiwa

(57%) oleh aktor non negara. Sementara total jumlah tindakan

kekerasan dan intoleransi mencapai 280 kasus, dimana 121 tindakan

(43%) dilakukan aktor negara dan 159 tindakan (57%) oleh aktor non

negara.6

Jika menilik sejarah bangsa kita yang lalu, kita akan temukan

juga peristiwa yang meresahkan tersebut. Sekitar tahun 1998, isu-isu

4 Yahya Cholil Staquf, Islam Nusantara, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2015), cet.

Ke-2, hal. 195 5 Nasaruddin Umar, Islam Fungsional, hal. 272

6Said Aqil Siradj dan Mamang Muhamad Haerudin, Berkah Islam Indonesia, Hal.

41

Page 6: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

3

disintegrasi muncul dimana-mana. Di Ambon misalnya, terus

berlangsung aksi penjarahan, pembakaran, dan pembunuhan yang

dilakukan oleh antar kelompok masyarakat yang berbeda agama. Di

Aceh, hal serupa juga terjadi. Bahkan bukan antara kelompok

masyarakat yang berbeda agama, melainkan justru antar Sesama

muslim. Orang-orang yang dinilai tidak berhak menghirup udara Aceh

dijarah hartanya, diambil alih sawahnya, diduduki rumahnya, dan

mobilnya dirampas. Sementara orang-orang tersebut diusir dan harus

hengkang ke tempat lain. Pada perkembangan selanjutnya, tidak

sedikit dari orang Islam di Aceh yang meninggal dunia ketika sedang

shalat berjamaah di surau.7

Memikirkan fenomena di atas, kita akan sampai pada

pertanyaan, apakah pluralisme (keberagaman) menjadi penyebab

utama? Jika pluralisme menjadi masalah, bagaimana kita harus

menyikapinya?. Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Pada tahun

1948, Mesir membentuk satu organisasi bernama Lajnah at-Taqarib

baina al-Madzȃhib (Lembaga Pendekatan antar Mazhab) yang

diketuai oleh Muhammad Syaltut. Dalam sidang dan rapatnya,

organisasi ini mendudukkan ulama-ulama madzhab Islam dalam satu

majelis. Organisasi ini bertujuan menghimpun atau mendekatkan

pandangan yang berbeda-beda dari aneka madzhab yang sebenarnya

menyatu dalam satu prinsip agama namun dipisahkan oleh

kesalahpahaman atau fanatisme sebagian pengikutnya.8 Pada intinya,

Organisasi ini dibuat untuk membuat umat atau masyarakat yang

moderat.

7 Ali Mustafa Ya‟qub, Kerukunan Umat Beragama, (Pejaten Barat: Pustaka Firdaus,

2000), cet. Ke-1 hal. 13 8 Quraish Shihab, Islam yang Saya Pahami, (Tangerang: Lentera Hati, 2017), hal.

311-312

Page 7: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

4

Timbul pertanyaan, apa itu moderasi islam? Bagaimana

konsepnya, dan bagaimana Al-Qur`an menjelaskan hal tersebut?

Moderasi islam adalah paham keagamaan keislaman yang

mengejawantahkan ajaran islam yang sangat esensial. Ajaran yang

tidak hanya mementingkan hubungan baik kepada Allah, tetapi juga

hubungan kepada seluruh manusia. Bukan hanya pada saudara seiman

tetapi juga saudara beda agama.9

Dengan berbagai permasalahan di atas, penulis ingin

mengangkat tema ini menjadi skripsi. Untuk mengkaji permasalahan

Islam di Nusantara tentu idealnya menggunakan pandangan para

Mufassir Nusantara pula. Dengan begitu, penulis berharap

menemukan solusi baru untuk mewujudkan Islam yang ramah dan

toleransi di Indonesia.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari perdebatan akademik di atas, munculah beberapa

persoalan yang perlu dibahas secara detail dan mendalam. Di

antara masalah yang dapat diidentifikasi oleh penulis adalah:

a. Apa penyebab banyaknya kasus intoleransi di Indonesia?

b. Apa saja solusi terbaik yang bisa dilakukan untuk

meminimalisir kasus intoleransi dalam beragama?

c. Mengapa pluralisme menjadi boomerang Persatuan?

d. Apa pengertian Moderasi Islam?

e. Bagaimana Konsep Moderasi menurut Ulama klasik dan

kontemporer?

f. Bagaimana Sejarah Perkembangan Moderasi dalam Islam?

9 Darlis, Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat multikultural,

(raunstan fikr, 2017), Hal. 253

Page 8: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

5

g. Bagaimana pandangan dunia Internasional terhadap moderasi?

h. Apa saja ayat-ayat Al-Qur`an terkait moderasi?

i. Bagaimana Moderasi Islam dalam perspektif Tafsir

Nusantara?

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang dan identifikasi masalah di

atas, untuk memperjelas permasalahan dan persoalan yang akan

dibahas dalam skripsi ini maka perlu disampaikan pembatasan dan

perumusan masalah. Hal ini dibutuhkan agar permasalahan tidak

melebar kepada materi-materi yang tidak berkaitan dengan judul

skripsi. Dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi

permasalahannya sebagai berikut: Moderasi Islam Dalam

Perspektif Mufasir Nusantara.

Adapun kitab Tafsir yang akan digunakan penulis adalah

Kitab Tafsir Raudlatul Irfan karya KH. Ahmad Sanusi10

, Tafsir

Al-Ibriz karya KH. Bisri Mustafa11

, dan Tafsir Al-Azhar karya

Buya Hamka12

. Ketiga kitab Tafsir itu merupakan perwakilan dari

10

Beliau lahir tanggal 18 September 1888 M. bersamaan dengan 12 Muharram

1306 H di Desa Cantayan, Onderdistik Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi.

Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari seorang Ajengan dari Cantayan yang bernama

KH. Abdurrahim. Lihat Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang: Tim Madzhab

Ciputat, 2013), cet. Ke-2, hal. 86-87 11

KH. Bisri Mustafa lahir pada tahun 1915 M. Di Rembang Jawa Tengah dan

meninggal pada 16 Safar 1397 H bertepatan dengan 24 Februari 1977 M.11

Nama kecilnya

adalah Mashadi. Bisri Mustafa ia peroleh setelah menunaikan Haji. Beliau merupakan anak

pertama dari empat bersaudara, yaitu Mashadi, Salamah (Aminah), Misbah dan Khatijah.

Ayahnya bernama Zainul Mustafa, sedangkan ibunya bernama Hajah Khatijah.11

12 Hamka merupakan singkatan dari H. Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau

dilahirkan di Sumatra Barat pada tanggal 17 Februari 1908 M. Ayahnya merupakan seorang

ulama terkenal yang bernama Dr. H. Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul. Ibunya yang

bernama Shofiyah juga merupakan putri seorang Guru Tari, Nyanyian, dan Pencak Silat.

Hamka memiliki semangat belajar yang sangat tinggi sejak kecil. Pengalamannya dalam

pendidikan membentuknya menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter. Beliau bahkan

Page 9: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

6

tiga suku yaitu Suku Jawa, Sunda, dan Minang. Selain itu, penulis

juga akan melengkapi kajian dengan beberapa Tafsir Nusantara

lainnya seperti Al-Misbah, dan lain sebagainya.

Sejalan dengan uraian di atas, penulis akan menarik suatu

rumusan pokok masalah agar pembahasan dalam skripsi ini lebih

rapi dan terarah. Pokok masalahnya adalah sebagai berikut:

Bagaimana Penafsiran Ayat Moderasi dalam Tafsir Raudlatul

Irfan, Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir Al-Azhar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian atau kajian tentunya memiliki tujuan yang

mendasari penulisan tersebut. Sejalan dengan hal tersebut,

berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari ditulisnya

penelitian ini adalah : Mengetahui Penafsiran Ayat Moderasi dalam

Tafsir Raudlatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir Al-Azhar.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis penelitian ini dapat digunakan untuk

memperkaya khazanah keilmuwan Islam di bidang Tafsir

Hadis terutama pada tema Tafsir Nusantara.

2. Secara praktis hasil penelitian ini bisa digunakan oleh para

cendekiawan, ulama, terutama para aktivis dakwah sebagai

referensi serta inspirasi dalam menyampaikan Agama Islam

yang moderat.

berhasil memperolah kedudukan istimewa dari pemerintah Jepang sebagai tokoh masyarakat.

Tafsir Al-Azhar hanya satu dari ribuan karyanya yang luar biasa. Beliau wafat pada tahun

1981 M. (lihat di Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Madzhab Ciputat, 2013),

cet. Ke-2)

Page 10: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

7

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berisi kajian literatur yang relevan dengan

pokok bahasan penelitian yang akan dilakukan, atau bahkan

memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian.13

Tema mengenai moderasi sebenarnya sudah banyak diteliti,

namun di antara banyaknya penelitian itu belum ditemukan satupun

penelitian yang memfokuskan pada pendapat mufasir nusantara. Di

antara karya-karya tulis terkait penelitian penulis adalah

Tesis ini berjudul “Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`an”. Ditulis

oleh Iffaty Zamimah sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan

gelas magister pada bidang Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (IAT) di

Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

Sikap tawassuth atau moderat adalah kebalikan dari sikap ekstrem

atau ghulluw. Sikap ghulluw ini sebenarnya bukan hal yang baru

dijumpai di masa kontemporer. Pada zaman sahabat, kelompok yang

dianggap menonjol dalam ke-ekstremannya adalah Khawarij yang tak

lama memunculkan rivalnya yaitu murji‟ah. Di zaman sekarang, sikap

seperti khawarij ini hampir mirip dengan padangan atau sikap radikal.

Sedangkan sikap seperti murji‟ah berpadaan dengan pandangan atau

sikap liberal.14

Mengetahui dua pemahaman agama yang ekstrem di atas serta

menghadapi berbagai kemunculan konflik masa kini yang

dipengaruhi perbedaan pemahaman terhadap agama, Iffaty Zamimah

mencoba mengkaji sikap tawassuth (moderat) dalam Al-Qur`an.

Kajiannya yang berupa tesis ini diharapkan dapat memberikan

13

Tim Penulis, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, (Jakarta: IIQ

Press, 2011), hal. 13 14

Iffaty Zamimah, Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`an, (Jakarta:IIQ Jakarta, 2015),

hal. 3-4

Page 11: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

8

secercah solusi atas polemik terkait tindakan ghuluww (ekstrem) yang

beredar di masyarakat.15

Sebagai sumber kajiannya, Iffaty menggunakan kitab Tafsir Al-

Maraghi karya Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Munir karya Wahbah

Zuhaili, dan Tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab. Tafsir Al-

Maraghi sebagai perwakilan dari literatur tafsir klasik di sekitar awal

abad 20, lalu Tafsir Al-Munir yang ditulis oleh Pakar Fikih dan Tafsir

mewakili abad pertengahan yaitu akhir abad 20. Sementara Tafsir Al-

Mishbah yang merupakan mahakarya Mufasir Indonesia digunakan

untuk perwakilan Masa kontemporer yang diharap dapat menjawab

permasalahan umat dengan up to date. Terlepas dari jeda lahirnya,

ketiga kitab tafsir itu termasuk tafsir kontemporer. Dengan meneliti

konsep Wasathiyyah menurut tiga tokoh tersebut, Iffaty berharap

dapat menemukan pemahaman kontemporer yang dapat diaplikasikan

dalam kehidupan sehar-hari.16

Dalam penelitiannya, Iffaty menggunakan metode Library

Research (penelitian kepustakaan untuk mengumpulkan data. Yaitu

dengan cara menuliskan, mengedit, mengklarifikasikan, mereduksi,

dan menyajikan data yang diperoleh dari berbagai sumber yang

tertulis. Setelah mendapatkan data, Iffaty menggunakan metode

deskriptif analistis untuk menganalisi berbagai data tersebut.17

Tesis ini secara umum sangat bermanfaat untuk penelitian penulis.

Dimulai dengan pengertian wasathiyyah atau moderasi, lalu

menguraikan term wasathiyyah (moderasi) dalam Al-Qur`an dan lain

sebagainya. Selain itu, Tesis ini juga memuat pandangan salah satu

Mufasir Nusantara yaitu Prof. Dr. Quraish Syihab lewat karyanya,

15

Iffaty Zamimah, Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`an, hal. 11 16

Iffaty Zamimah, Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`an, hal. 12 17

Iffaty Zamimah, Al-Wasathiyyah ydalam Al-Qur`an, hal. 15-16

Page 12: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

9

Tafsir Al-Mishbah. Namun, tesis ini tidak mengurai penjelasan

mufasir nusantara lainnya tentang moderasi. Dari sinilah celah yang

akan penulis gunakan dalam menulis kajian moderasi.

Kajian selanjutnya merupakan skripsi yang ditulis oleh Ulfatul

Maghfiroh dengan judul “Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an”.

dalam skripsinya, Ulfa menyatakan bahwa Peristiwa Tahkim18

yang

melahirkan banyak kubu-kubu dalam Islam ternyata juga melahirkan

sikap fanatik terhadap golongannya. Sebutlah Syiah19

dan Khawarij20

,

dua kelompok Islam yang awalnya memiliki satu visi dan misi.

Setelah peristiwa tahkim atau arbitrase, mereka malah menjadi dua

kelompok yang selalu bersebrangan. Selain Syiah dan Khawarij, lahir

pula kelompok ketiga, yaitu Murji‟ah21

. Kelompok ini dianggap

paling moderat di antara dua kelompok sebelumnya. Mereka dinilai

loyal terhadap Sayyidina Ali dan pengikutnya juga menghargai

pemerintah sesudahnya yaitu Muawiyyah bin Abu Sofyan.22

18

Tahkim adalah perjanjian damai antara kelompok Muawiyyah dan Ali bin Abi

Thalib 19

Syiah secara bahasa artinya Golongan, kelompok, pengikut atau penyokong.

Istilah Syiah lebih dikenal dalam Islam sebagai nama kelompok muslim pengikut Ali bin Abi

Thalib dan penyokongnya. Mereka berpendapat bahwa Penggantian Nabi Muhammad saw.

dalam bidang kepemerintahan adalah Hak istimewa kalangan keluarga Nabi saw. dalam

bidang pengetahuan dan kebudayaan islam, mereka adalah pengikut madzhab-madzhab ahlul

bait (madzhab-madzhab keluarga Nabi saw. (Abdul Azis Dahlan, dkk, Ensiklopedi Hukum

Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996. hal. 1702) 20

Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama tersebut

diberikan kepada mereka karena karena mereka menyatakan diri keluar dari barisan Ali

dalam persengketaannya dengan Mu‟awiyah. (lihat https://id.scribd.com 05/01/19 08:28) 21

Sebagai lawan khawarij, aliran murji‟ah muncul dengan mengusung keyakinan

lain mengenai pelaku dosa besar. Istilah murji‟ah sangat erat kaitannya dengan penangguhan

(ta‟khir) dan harapan (al-raja‟). Hal ini karena aliran murji‟ah menangguhkan amal dan lebih

mengutamakan akidah dan murji‟ah masih memberi harapan kepada pelaku dosa besar.

Mereka berpendapat bahwa berdosa besar teidak merusak iman, dan sebaliknya amalan baik

itu tidak bermanfaat bagi orang kafir. (lihat selengkapnya di Rizem Aizid, Sejarah

Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), cet. Ke-1, hal. 65) 22

Ulfatul Maghfuroh, Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an, (Jakarta: IIQ Jakarta,

2015), hal. 2-3

Page 13: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

10

Memasuki abad kedua Hijriyah yakni saat muncul banyak tokoh

ahli debat, Kelompok Murjiah terpisah menjadi dua. Kelompok

pertama disebut Murji‟ah Moderat dan kelompok kedua disebut

Murji‟ah sunnah. Kelompok Ahlus sunnah yang muncul abad ke-

empat disebut sebagai adopsi dari kelompok Murjiah moderat pada

saat itu. Sedangkan kelompok yang disebut murji‟ah sunnah dinilai

sebagai kelompok yang radikal atau ekstrem. Mereka biasa

meremehkan amal perbuatan karena terlalu mendewakan unsur

keimanan saja.23

Dewasa ini, kelompok ektsrem dan radikal tersebut ternyata tetap

ada bahkan semakin berkembang di tanah air kita Indonesia. Banyak

sekali konflik internal bangsa yang mengatasnamakan agama. Sebut

saja konflik Umat Islam dan kristen di Poso Ambon, konflik Sunni

dan Syiah di Sampang Madura, Perusakan Rumah Ibadah Jamaah

Ahmadiyah di Tasikmalaya Jawa Barat, dan lain sebagainya.24

Jika

hal ini dibiarkan, maka akan terjadi konflik yang lebih serius. Salah

satu solusi yang bisa digunakan adalah dengan menanamkan sifat

moderat, ramah, dan toleransi dalam beragama. Terlepas dari pro

kotra berbagai pihak tentang moderasi, Ulfa berkeinginan mengkaji

makna moderasi dalam Al-Qur`an.25

Dalam skripsinya, Ulfa merujuk kepada beberapa pandangan

mufasir seperti Sayyid Quthb, Wahbah Zuhaili, Asy-Syinqithi, Asy-

Syaukani, Ibnu Katsir, dan lain sebagainya. Namun rujukan utama

yang digunakan adalah Pandangan Prof. Dr. Quraish Syihab dalam

tafsirnya Al-Mishbah.26

Hal inilah yang kemudian membedakan

23

Ulfatul Maghfuroh, Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an, hal. 4 24

Ulfatul Maghfuroh, Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an, hal. 6 25

Ulfatul Maghfuroh, Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an, hal. 8-9 26

Ulfatul Maghfuroh, Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an, hal. 20

Page 14: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

11

skripsi ini dengan penelitian penulis. Dibantu dengan beberapa karya

terdahulu seperti skripsi karya Ulfa ini, Penulis akan berfokus pada

bagaiman Mufasir Nusantara dalam menilai Moderasi atau

wasathiyyah.

Sebuah jurnal dengan judul “Mengusung Moderasi Islam di

Tengah Masyarakat multikultural” karya Darlis menyatakan bahwa

moderasi Islam merupakan solusi terbaik dalam menghadapi masalah

masyarakat yang multikultural. Hal ini karena moderasi islam

mengedepankan sikap keterbukaan terhadap perbedaan yang ada yang

diyakini sebagai sunnatullah dan rahmat bagi manusia. Selain itu,

moderasi islam tercerminkan dalam sikap yang tidak mudah

menyalahkan apalagi sampai pada pengkafiran terhadap orang atau

kelompok yang berbeda pandangan.27

Jurnal tersebut tentunya sangat bermanfaat bagi penulis tertutama

terkait teori moderasi. Di sisi lain, penulis akan menghadirkan teori

baru dengan mengkaji penafsiran dari ulama nusantara. Kesemuanya

ditujukan untuk membentuk Islam di Indonesia yang lebih baik.

Selanjutnya adalah skripsi yang disusun oleh Ayu Muslimatul

Marfuah berjudul “Penafsiran Tiga Mufasir Indonesia atas surat Al-

Asr.”28

Sesuai judulnya, Ayu berusaha mengkaji surat al-Asr yang

notabene dianggap lazim melalui pendekatan tafsir. Dalam kajiannya,

ia menggunakan metode komparasi antara 3 mufasir Indonesia yaitu

Mahmud Yunus, Buya Hamka, dan Quraish Syihab. Dengan

menganalisa ketiga penafsiran tersebut, Ayu berharap dapat

menemukan persamaan, perbedaan, pengaruh perbedaan tersebut, dan

27

Darlis, Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat multikultural, (IAIN

Palu: Raunstan Fikr 2017), hal. 253

28 Ayu Muslimatul Marfuah, Penafsiran Tiga Mufassir Indonesia atas surat Al-Asr,

(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015)

Page 15: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

12

bagaimana relevansi penafsiran ketiganya dalam kehidupan dewasa

ini.

Hasil dari penelitian ini adalah pertama, bahwasannya tidak ada

perbedaan signifikan antara ketiga penafsiran tersebut. Perbedaan

hanya terletak pada kuantitas penafsiran dan gaya penyampaian.

Kedua, faktor persamaan mereka dalam menafsirkan adalah tujuan

membumikan al-Qur`an. Sedang faktor perbedaannya adalah

persoalan generasi dan perbedaan sosial historisnya. ketiga, bahwa

Penafsiran ketiganya masih relevan dengan kondisi masyarakat

Indonesia saat ini.

Mengetahui pemaparan di atas, Skripsi ini tentunya menjadi

sangat bermanfaat bagi penulis. Skripsi yang ditulis Ayu ini akan

melengkapi data tentang identitas mufasir Indonesia dan

penafsirannya. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah

obyek kajiannya. Jika Ayu menggunakan surat Al-„Asr untuk dikaji,

maka penulis menggunakan ayat-ayat yang terkait moderasi.

Penelitian selanjutnya adalah skripsi yang ditulis Muhammad

Ruly dengan judul “Xa Tafsir Al-Qur‟an Berbahasa Sunda, Kajian

Metode Dan Corak Tafsir Raudatul Irfan Fi Ma‟rifati Al-Qur‟an

Karya K.H Ahmad Sanusi” Penelitian ini bertujuan untuk

mengungkap metode dan corak tafsir Raudhatul Irfan Fȋ Ma’rifati al-

Qur’an karya K.H Ahmad Sanusi yang dijadikan kajian di Jawa

Barat.

Pada kesimpulannya, Ruly menyatakan bahwa ditulisnya Tafsir

Raudhatul Irfan Fȋ Ma’rifati al-Qur’an ini adalah sebagai bagian dari

kajian khusus pada pengajian kepesantrenan yang diajarkan langsung

oleh K. H. Ahmad Sanusi. Selain itu, tafsir ini juga ditujukan pada

masyarakat umum yang mengerti bahasa Sunda guna untuk

Page 16: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

13

memudahkan dalam mengkaji dan memahami ajaran-ajaran Islam.

Raudhatul Irfan Fȋ Ma’rifati al-Qur’an memakai sumber penafsiran

bi-al-Ra‟yi. Metode yang digunakan adalah metode ijmali dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an. Dan corak penafsirannya bercorak

Fiqhi.29

Penelitian yang dilakukan Ruly menjadi salah satu sumber bacaan

penulis dalam menyusun penelitian ini. data tentang profil Tafsir

Raudlatul Irfan dan pemaparan sejarah perkembangan tafsir nusantara

menjadi bahan analisis pelengkap dalam skripsi penulis. Namun, tentu

saja penelitian penulis tetap berfokus pada penafsiran ayat-ayat

moderasi. Jika Ruly fokus menggali profil tafsir Raudlatul Irfan,

maka penulis akan fokus pada komparasi antara tafsir Raudlatul Irfan,

Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir al-Azhar.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam ranah penelitian Al-Qur`an dan Tafsir, penelitian ini

termasuk dirasah ma fi al-Qur`an (kajian tentang apa yang ada

dalam al-Qur`an itu sendiri).30

Abdul Mustaqim menyebutnya

dengan istilah kajian internal Al-Qur`an.31

Jenis penelitian ini adalah Library Research (penelitian

pustaka) yakni pengumpulan data dengan cara membaca,

menelaah buku dan literatur lainnya yang berhubungan dengan

skripsi. Hal ini dikarenakan penelitian penulis yang fokus pada

29

Muhamad Ruly, “Xa Tafsir Al-Qur‟an Berbahasa Sunda, Kajian Metode Dan

Corak Tafsir Raudatul Irfan Fi Ma‟raifati Al-Qur‟an Karya K.H Ahmad Sanusi,” skripsi,

(Semarang: UIN Walisongo, 2017,) hal. Xviii, t.d 30

Termasuk di antara kajian ini adalah mengungkap aspek makna dan pesan yang

terkandung dalam Al-Qur`an, mengungkap dimensi i‟jaz al-Qur`an, aqsam al-Qur`an, majaz

fi al-qur`an, dan lain sebagainya. 31

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur`an dan Tafsir,(Yogyakarta: Idea

Pressm 2015), cet. Ke-1, hal. 26

Page 17: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

14

Bagaimana Pendapat Para Mufasir Nusantara dalam memaknai

Moderasi Islam. Fokus ini akan terpenuhi jika penulis

menggunakan jenis penelitian pustaka (Library Research).

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam meneliti proposal ini ada

dua, meliputi data primer dan data sekunder.

a. Data primer, bersumber dari kitab pokok kajian dari penelitian

ini, yakni kitab Tafsir Raudlatul Irfan karya KH. Ahmad

Sanusi, Tafsir Al-Ibriz karya KH. Bisri Mustafa, dan Tafsir

Al-Azhar karya Buya Hamka.

b. Data Sekunder, bersumber dari kitab-kitab tafsir nusantara

lainnya seperti Tafsir Al-Mishbah, Tafsir Kemenag, Kitab-

kitab bahasa, buku-buku ulumul Qur`an, dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana disebutkan di awal metodologi bahwa penelitian

ini menggunakan Library Research, maka teknik pengumpulan

data yang dipakai adalah teknik dokumentatif yakni dengan

membaca, menelaah buku dan literatur lainnya yang berhubungan

dengan judul skripsi.

4. Metode Analisis Data

Metode32

yang dipakai untuk menganalisis data dalam

penelitian ini adalah Metode Deskriptif-Analisis, yaitu dengan

mengumpulkan buku-buku atau kitab-kitab yang ada

hubungannya dengan obyek penelitian. Setelah terkumpul segala

buku dan kitab terkait penelitian, penulis menganalisis berbagai

32

Metode adalah suatu cara yang ditempuh untuk mengerjakan sesuatu, agar sampai

kepada suatu tujuan. Lihat kamus Oford Advanced Leaners Dictionary of Current English, h.

533. 16 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur`an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press,

2017), hal. 171.

Page 18: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

15

pernyataan dan penafsiran untuk kemudian dirangkai menjadi

pemaparan yang komprehensif sesuai judul penelitian. Buku dan

kitab tersebut telah terlampir dalam daftar pustaka. Dikatakan

bahwa metode deskriptif cocok untuk menganalisa data dalam

rangka mencapai pemahaman dengan cara mengelompokkan tiap

bagian dalam sebuah kajian yang kompleks.33

Penelitian ini juga menggunakan metode komparatif, yaitu

menyandingkan dua obyek kajian yang berbeda untuk kemudian

dibandingkan dari berbagai aspek tertentu.34

Dalam penelitian ini,

obyek yang menjadi perbandingan adalah penafsiran dari tiga

mufasir Nusantara yaitu KH. Ahmad Sanusi, Prof. Dr. Hamka,

dan KH. Bisri Mustafa. Perbandingan ini diawali dengan

mengutip teks asli dari penafsiran ketiga mufasir lalu mencari titik

persamaan dan perbedaan dari ketiganya.

F. Sistematika Penulisan

Teknik penulisan merujuk kepada pedoman yang diberlakukan

di Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Sedangkan

sistematika penulisan bertujuan untuk menjelaskan bagian-bagian

yang akan ditulis dan dibahas dari penelitian ini secara sistematis.

Penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama adalah

pendahuluan yang meliputi Latar belakang masalah, Permasalahan,

Tujuan dan Manfaat penelitian, Tinjauan pustaka, Metodologi

penelitian serta Sistematika penulisan.

33

Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama,

(Yogyakarta :SUKAPress,2012), hal. 134 34

Secara bahasa, comparative berarti membendingkan “sesuatu” yang memiliki

fitur yang sama. Istilah Comparative Research pada mulanya merupakan metodologi riset

dalam ilmu sosial yang bertujuan untuk membuat perbandingan di berbagai negara atau

budaya. Namun kemudian, dalam perkembangannya metodologi ini diterapkan dalam

penelitian Al-Qur`an dan Tafsir . seperti halnya tafsir al-muqorin, obyek yang

diperbandingkan ini bisa berupa konsep, pemikiran, teori, atau metodologi. (Lihat Abdul

Mustaqim, Metode Penelitian Al-Quran dan Tafsir, Jakarta: Idea Press, 2017. hal. 132-133)

Page 19: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

16

Bab kedua merupakan uraian tentang Moderasi Islam dalam

Al-Qur`an yang meliputi; Pengertian Moderasi Islam, Kosakata

Terkait Moderasi dalam Al-Qur`an, dan Moderasi Islam di Indonesia.

Bab ketiga merupakan pembahasan tentang Profil Tafsir

Nusantara meliputi Sejarah Perkembangan Tafsir Nusantara, Profil

Tafsir Raudlatul Irfan, Tafsir Al-Ibriz, dan Tafsir Al-Azhar.

Bab keempat merupakan bab yang terpenting dari sebuah

penelitian karena merupakan hasil analisis dari penelitian. Pada bab

keempat, akan dijelaskan Penafsiran ayat-ayat moderasi oleh Mufasir

Nusantara, yang meliputi; Penafsiran Ayat-ayat Moderasi, Analisis

Persamaan dan Perbedaan penafsiran, Relevansi dan Kontekstualisasi

Penafsiran, serta Mewujudkan Moderasi Islam di Indonesia.

Bab terakhir yakni kelima berisi penutup yang merupakan

kesimpulan atas jawaban dari rumusan masalah dan diakhiri dengan

saran konstruktif bagi penelitian lebih lanjut.

Page 20: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

17

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai penafsiran terhadap ayat moderasi tersebut di

atas, dapat disimpulkan bahwa Moderasi menurut ketiga mufasir

nusantara dalam hal ini Kiai Ahmad Sanusi, KH. Mustafa Bisri, dan

Buya Hamka meliputi :

1. Moderasi adalah fitrah, Agama Islam sendiri sebenarnya

merupakan moderasi. Buktinya, Islam selalu punya aturan wajib

dan etika yang wajib dijunjung umatnya. Ia mengajarkan untuk

menyeru kebaikan, tapi melarang tindakan pemaksaan atau

bertindak secara berlebihan dalam perkara agama. Dalam al-

Qur`an, Allah telah jelas menyatakan penganugerahan Potensi

menjadi “Umat yang moderat” secara khusus kepada umat Nabi

Muhammad saw. Umat yang moderat berarti umat yang terbaik

dan terpercaya karena memiliki sifat adil. Keadilan ini sangat

penting karena Umat Nabi Muhammad telah dicanangkan menjadi

saksi bagi seluruh manusia.

2. Sebagai umat yang terpilih, umat Nabi Muhammad saw. harus

memiliki karakter-karakter yang telah disebut pada ayat-ayat

moderasi. Seperti yang telah diketahui bahwa Menjadi ummatan

wasathan bukan merupakan barang jadi yang bisa langsung

digunakan, akan tetapi harus selalu dibarengi dengan usaha yang

optimal dan kontinyu. Di antara karakter yang harus dimiliki

adalah (a). Selalu menjalani kehidupan dengan menyeimbangkan

diri di antara kehidupan dunia dan akhirat, (b) Mengambil sikap

Page 21: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

18

pertengahan dan seimbang dalam segala hal, tidak berlebihan atau

kekurangan. (c) Meneguhkan diri untuk selalu bersikap adil

kepada semua kalangan, baik dalam keadaan takut, benci, ataupun

senang. (d) Menjunjung tinggi sifat kesantunan, toleransi dan

kedamaian.

B. Saran

a. Dewasa ini, tuntutan menjadi umat yang moderat terbilang

mendesak. Karena itulah, sangat baik jika penelitian ini

dilanjutkan sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat lebih

komprehensif dan mencerahkan.

b. Karya sederhana ini tentu saja memiliki banyak kekurangan dan

kekeliruan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Page 22: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

19

DAFTAR PUSTAKA

A. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997

Abd al-Baqi, Muhammad Fuad. Al-Mu’jam al-Mufahros. Kairo: Darul Hadis,

2001

Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Yogyakarta: Diva Press,

2015. cet. Ke-1

Al-„Aksari, Abu Hilal. Al-Furuq al-Lughawiyah, Beirut: Dar al-kutub al-

Ilmiyyah, 2015

Al-Asfahānī, al-Mufradāt fi Garībil-Qur`an, (Mesir: al-Maktabah at-

Taufiqiyyah, tt.)

Al-Asfahani, Raghib. Al-Mufradat fi gharib al-Qur`an, Kairo: Dar Ibn al-

Jauzi, 2012

Ali, Atabik. Dan Muhdhor, A. Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,

Yogyakarta: Multi Karya Grafika, tt.

Al-Qaththan, Manna. Pengantar Studi Ulumul Qur`an. Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2005.

Ambary, Hasan Mu‟arif dkk. Ensiklopedi Islam, jilid 1. Jakarta: PT. Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1996

Amin, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Madzhab Ciputat, 2013.

cet. Ke-2

As-Suyuthi, Imam Jalaludin. Samudera Ulumul Qur`an, Terjemah Al-Itqan fi

Ulumil Qur`an , (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 20017

Baidan, Nashiruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur`an. Jakarta: Pustaka

Pelajar, 1988

Dahlan, Abdul Azis. dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van

Hoeve, 1996.

Page 23: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

20

Darlis, Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat multikultural.

raunstan fikr, 2017

Dawud, Muhammad. Mu’jam Al-Furuq Ad-Dalaliyah fi al-Qur`an al-Karim,

Kairo: Dar Gharib, tt

Echols, John M. dan Shadily, Hassan. Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2010

Firdaus, Deni Hamdani. Kamus Al-Qur`an, (Purwakarta: Pustaka Ancala,

2007)

Hamka, Irfan. Ayah. Jakarta: Republika Penerbit, 2013. cet. Ke-1

Hamka. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007

Hanafi, Mukhlis. Konsep Al-Wasatiyah dalam Islam, Harmoni Jurnal

Multikultural dan Multireligius, Vol. VIII, Nomor. 32 (Oktober-

Desember, 2009)

Harun Salman, dkk. Kaidah-kaidah Tafsir, (Jakarta: PT. Qaf Media Creativa,

2017), cet. Ke-1

Hilmi, Danial. Mengurai Islam Moderat sebagai Agen Rahmatan Lil

‘Alamin. Malang: UIN Maliki Press, 2016

https://id.scribd.com 05/01/19 08:28)

Izzul Fahmi, Lokalitas Kitab Al-Ibriz karya KH. Bisri Mustafa, ISLAMIKA

INSIDE: Jurnal Keislaman dan Humaniora Volume 3, Nomor 1, Juni

2017,

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, Moderasi Islam (Tafsir tematik),

Jakarta; LPMQ, 2012

M. Yunus Yusuf. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar. Jakarta:

Penamadani, 2003

Ma‟luf, Louis. Al-Munjid fi al-Lughat wa a’lam. Beirut: Darul Masyriq,

1986.

Page 24: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

21

Maghfuroh, Ulfatul. Moderasi dalam Perspektif Al-Qur`an. Jakarta: IIQ

Jakarta, 2015

Mandzur, Ibnu. Lisan al-‘Arab. jilid 6, Kairo; Darul Hadis, 2003.

Marfuah, Ayu Muslimatul. Penafsiran Tiga Mufassir Indonesia atas surat

Al-Asr. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015

Mustafa, K H. Bisri. Al-Ibriz Li ma’rifati Tafsir al-Qur`an. Rembang:

Menara Kudus, 1959

Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur`an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea

Pressm 2015.

Rojiqin, Badiatul dkk. Menelusuri Jejak, Menguak Sejarah, 101 Jejak Tokoh

Islam Indonesia, Yogyakarta: e-Nusantara, 2009.

Rokhmad, Abu. Jurnal “Analisa” Volume XVIII, No. 01, Januari - Juni 2011,

Ruly, Muhamad. “Xa Tafsir Al-Qur‟an Berbahasa Sunda, Kajian Metode

Dan Corak Tafsir Raudatul Irfan Fi Ma‟raifati Al-Qur‟an Karya K.H

Ahmad Sanusi,” skripsi, Semarang: UIN Walisongo, 2017, t.d

Saifuddin, Lukman Hakim. Moderasi untuk Kebersamaan Umat. (Materi

Rakernas Kementrian Agama 2019)

Shihab, Quraish. Wasathiyyah. Tangerang: PT. Lentera Hati, 2019. Cet. Ke-

1

Shihab, Quraish. Islam yang Saya Pahami. Tangerang: Lentera Hati, 2017.

Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Ciputat: Lentera Hati, 2002.

Siradj, Said Aqil dan Haerudin, Mamang Muhamad. Berkah Islam

Indonesia,. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2015

Soehadha, Moh. Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama,

(Yogyakarta: :SUKAPress,2012),

Staquf, Yahya Cholil. Islam Nusantara. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2015),

cet. Ke-2

Page 25: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

22

Tim Penulis, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: IIQ

Press, 2017

Tim Penyusun, Al-Qur`an dan terjemahannya. Jakarta: PT. Hati Emas, 2013.

Tim Penyusun, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Kementrian Agama RI,

2010), jilid 9.

Tim Penyusun, Ensiklopedi Al-Qur`an, (Jakarta: PT. Intermasa, 1997), Hal.

409

Tim Penyusun, KBBI Edisi kelima, Aplikasi Android, (Kemendikbud, 2016)

Umar, Nasaruddin. Islam Fungsional. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo,

2014

Ya‟qub, Ali Mustafa. Kerukunan Umat Beragama. Pejaten Barat: Pustaka

Firdaus, 2000.

Zamimah, Iffaty. Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`an. Jakarta:IIQ Jakarta,

2015

Page 26: MODERASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUFASIR NUSANTARA

TENTANG PENULIS

Siti Eva Zulfa, lahir di Serang, 16 Oktober 1995. Pendidikan formalnya

dimulai di Sekolah Dasar Cipete 1 selama 6 tahun, kemudian belajar di MTs

dan MA Turus Pandeglang selama 7 tahun sambil menghafal al-Qur`an.

Belajar di Institut Ilmu Al-Qur`an merupakan kelanjutan dari niatnya

mendekat pada Al-Qur`an. Selain fokus men yelesaikan pendidikannya di IIQ

Jakarta, ia juga belajar di Pondok Pesantren Tafsir Darus Sa‟adah Ciputat di

bawah naungan Ibu Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi. Silakan bersilaturahmi

dengannya di platform gmail [email protected], instagram

@siti.eva.zulfa, atau akun youtube pecinta pena.