Model Pembelajaran Auditory
-
Upload
isnaa-astuti -
Category
Documents
-
view
61 -
download
1
description
Transcript of Model Pembelajaran Auditory
1. Model Pembelajaran Auditory, Intellectually dan Repetition (AIR)
a. Definisi
Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan model pembelajaran yang
mirip dengan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI)
dan pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK), bedanya hanya pada repetisi
yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa
dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.
Vera (Juliani, 2012: 8) berpendapat bahwa, Model pembelajaran AIR diartikan
sebagai model pembelajaran yang menekankan tiga aspek, yaitu auditory (belajar dengan
mendengar), intellectualy (belajar dengan berfikir), dan repetition (pengulangan) agar
belajar menjadi efektif.
1. Auditory
Auditory berarti belajar dengan melibatkan pendengaran. Belajar auditori adalah
belajar dengan berbicara dan mendengar. Belajar auditori merupakan cara belajar yang
standar bagi semua orang sejak awal sejarah. pada pembelajaran ini siswa belajar dari
suara, dialog, menceritakan kepada orang lain sebuah pengalaman, belajar dan berbicara
dengan diri sendiri, mengingat bunyi dan irama, mendengarkan kaset dan dari mengulang
apa yang dibaca dalam hati.
Ketika telinga menangkap dan menyimpan informasi, beberapa area penting di otak
menjadi aktif. Guru dapat merancang pembelajaran matematika yang menarik saluran
auditori dengan melakukan tindakan seperti mengajak siswa membicarakan materi apa
yang sedang dipelajari, dan siswa diminta untuk mengungkapkan pendapat atas informasi
yang telah didengarkan dari penjelasan guru.
Merancang pembelajaran yang menarik pada pembelajaran auditori carilah cara untuk
mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka bicarakan, pelajari, baca keras-
keras dan ajak berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model,
mengumpulkan informasi, menguasai keterampilan dan lain-lain.
2. Intellectualy
Intellectualy berarti menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara
internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman,
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Belajar
intelektual adalah bagian untuk merenung, menciptakan, memecahkan masalah dan
membangun makna. Aspek intelektual dalam belajar aka terlatih jika guru mengajak siswa
terlibat dalam aktivitas seperti:
1. memecahkan masalah;
2. menganalisis masalah;
3. mengerjakan perencanaan strategis;
4. melahirkan gagasan kreatif;
5. mencari dan menyaring informasi;
6. merumuskan pertanyaan;
7. menerapkan gagasan baru pada pekerjaan;
8. meramalkan implikasi suatu gagasan.
Takari (Juliani, 2012: 4) mengartikan “Belajar dengan intelektual bukan berarti belajar
tanpa emosi, rasionalistis, berhubungan dan akademis”. Berfikir pada hakikatnya adalah
suatu rahmat dan karunia dari Allah.
Sarbana (Juliani, 2012: 4) berpendapat bahwa,
Berfikir adalah proses aktifnya otak melalui indra mata, telinga dan rasa akan diolah
didalam otak melalui peristiwa listrik yang akan merangsang sekaligus mengaktifkan sel-
sel otak. Selanjutnya masing-masing sel otak akan saling berinteraksi melalui sebuah
media yang dinamakan neurotransmitter, semakin banyak hubungan yang terjadi maka
fungsi otak akan semakin meningkat yang berarti makin cerdas.
3. Repetition
Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan
dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Bila guru menjelaskan suatu
unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang. Karena ingatan siswa tidak selalu tetap dan mudah
lupa, maka perlu dibantu dengan mengulangi pelajaran yang sedang dijelaskan. Pelajaran
yang diulang akan memberikan tanggapan yang jelas, dan tidak mudah dilupakan, sehingga
dapat digunakan oleh siswa untuk memecahkan masalah. Ulangan dapat diberikan secara
teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau setelah tiap unit diberikan, maupun secara
insidentil jika dianggap perlu (Slameto dalam Panjaitan, 2012: 11). Menurut Suherman
(2003) menjelaskan bahwa, “Pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah
pengulangan yang tidak membosankan dan disajikan dalam metode yang menarik”.
Menurut Herdian (Panjaitan, 2012: 11) mengemukakan bahwa, Ada beberapa jenis
kegiatan yang dilakukan dalam Auditory Intellectually Repetion (AIR) pada matematika,
yaitu sebagai berikut.
1) Membentuk pembelajaran kelompok dan diskusi
Pada kegiatan ini siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya dan siswa
dapat mengeluarkan ide mereka secara verbal atau guru mengajak siswa
membicarakan tentang apa yang dipelajari, diantaranya menterjemahkan
pengalaman mereka dengan suara, mengajak mereka berbicara saat memecahkan
masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, dan sebagainya sehingga
mereka akan melahirkan gagasan yang kreatif.
2) Memecahkan masalah
Pada kegiatan ini ada beberapa hal yang dilakukan siswa dalam mengerjakan
perencanaan strategis untuk menyelesaikan soal, yaitu mencari dan menyaring informasi,
merumuskan pertanyaan, membuat model dan menyelesaikan soal dengan menerapkan
seluruh gagasan pada pekerjaan.
3) Melakukan presentasi
Pada kegiatan ini siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaan yang telah
mereka diskusikan tadi. Siswa diharapkan dapat memikirkan bagaimana cara mereka untuk
menerapkan informasi dalam presentasi tersebut sehingga mereka dapat meningkatkan
kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Kemudian siswa yang lain menanggapi
hasil diskusi kelompok lain sehingga terjadi diskusi antar seluruh siswa dan guru akan
membantu jika siswa mengalami kesulitan.
4) Melakukan repetisi
Pada kegiatan ini guru melakukan repetisi kepada seluruh siswa tetapi bukan secara
berkelompok melainkan secara individu. Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna
pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas
atau kuis.
b. Ahli
Richard Meir born 17 January 1983
c. Langkah-langkah
d. Kelemahan-kelebihan
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun yang menjadi
kelebihan dari model pembelajaran AIR adalah sebagai berikut.
a. Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat
(Auditory).
b. Melatih siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif (Intellectually).
c. Melatih siswa untuk mengingat kembali tentang materi yang telah dipelajari
(Repetition).
d. Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.
Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran AIR adalah dalam
model pembelajaran AIR terdapat tiga aspek yang harus diintegrasikan yakni Auditory,
Intellectually, Repetition sehingga secara sekilas pembelajaran ini membutuhkan waktu
yang lama. Tetapi, hal ini dapat diminimalisir dengan cara pembentukan kelompok pada
aspek Auditory dan Intellectually
Sumber: http://dhiantienz.blogspot.co.id/2014/01/model-pembelajaran-air-
auditory.html
2. METODE BELAJAR KOLABORATIF
a. Definisi
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan
praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for
instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan
meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah
menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu,
yaitu:
1. Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam
kehidupan di dunia nyata;
2. Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran
bermakna.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar.
Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey,
menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan
cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan
nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing
2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik
3. Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap
4. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
5. Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling
menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
6. Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan
mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar
sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992):
1. Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan
itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru
yang terkait dengan bahan pelajaran.
2. Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang
yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam
penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
3. Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya
belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima
dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu
pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
4. Belajar itu bersifat social
Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa
membangun makna yang diterima bersama.
Tujuan Model Kolaborasi
Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran si
belajar (MacGregor, 2005):
1. Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif, pemberi
masukan dan suka diskusi.
2. Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke persiapan kelas
dengan harapan yang tinggi.
3. Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan menjadi
kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan.
4. Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.
5. Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.
6. Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan belajar
saling ketergantungan.
7. Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas dan sumber
pengetahuan sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak
sumber belajar lainnya yang dapat digali dari komunitas kelompoknya.
Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode
pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya
bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Pengertian
kolaborasi sendiri yaitu:
1. Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, kerja
sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur didalam satu
kelompok menuju keberhasilan bersama.
2. Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan
fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and
rewards.
Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana
para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu
tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Jadi
situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan.
Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula
sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar
kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing
individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa
membedakan percakapan belajar siswa.
Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar kolaboratif
yaitu bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok terjadi adanya
kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai
berikut :
1. Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual,
terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.
3. Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya
dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
4. Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
5. Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
6. Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut
pandang.
7. Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
8. Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para
siswa, dan di antara siswa dan guru.
9. Membangun semangat belajar sepanjang hayat.
b. Ahli
born Oct. 20, 1859, Burlington, Vt., U.S.—died June 1, 1952, New York, N.Y.
c. Langkah-langkah
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
1. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-
sendiri.
2. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..
3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan,
meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah
dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing
siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua
kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok
kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati,
membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan
selama lebih kurang 20-30 menit.
6. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan
revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
8. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya,
dan didiskusikan.
d. Kelemahan-kelebihan
Kelebihan Metode Kolaborasi
Metode digunakan sebagai kelancaran kegiatan pembelajaran. Keberhasilan guru dalam
pembelajaran bergantung pada metode apa yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Setiap
metode pasti ada kelebihan dan kelemahannya. Di bawah ini akan diuraikan mengenai kelebihan
metode kolaborasi Alwasilah (2007: 109). Kelebihan metode kolaborasi ini diantaranya sebagai
berikut.
1) Menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain dan
meningkatkan kemampuan menyatakan gagasan.
2) Menanamkan sikap akan menulis sebagai suatu proses karena kerja kelompok
menekankan revisi, memungkinkan siswa mengajari sejawat, dan memungkinkan
penulis yang agak lemah mengenal tulisan karya sejawat yang lebih kuat (Lunsford:
1986).
3) Mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok dan menyajikan suasana kerja
yang akan mereka alami dalam dunia professional di masa mendatang (Allen: 1986).
4) Membiasakan koreksi diri dan menulis draf secara berulang, siswa menjadi
pembacanya yang paling setia (Brookes dan Grundy, 1990: 21).
Jadi, dengan menggunakan metode kolaborasi dapat merangsang kreativitas siswa,
dapat mengembangkan sikap, dan dapat memperluas wawasan. Dengan menggunakan
metode kolaborasi ini proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan bahwa dengan metode kolaborasi
menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain, menanamkan sikap
akan menulis sebagai suatu proses, mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok,
dan membiasakan koreksi diri atas kesalahannya.
Kelemahan Metode Kolaborasi
Selain memiliki kelebihan dalam proses pembelajaran, metode kolaborasi juga memiliki
kelemahan. Menurut Alwasilah (2007:47) Beberapa kelemahan dari metode kolaborasi
sebagai berikut.
1) Memerlukan pengawasan yang baik dari guru, karena jika tidak dilakukan pengawasan yang baik, maka proses kolaborasi tidak akan efektif.
2) Ada kecenderungan untuk saling mencontoh pekerjaan orang lain.3) Memakan waktu yang cukup lama, karena itu harus dilakukan dengan penuh
kesabaran.4) Sulitnya mendapatkan teman yang dapat bekerjasama.
Kelemahan dalam metode kolaborasi adalah diperlukannya pengawasan dari guru, ada
kecenderungan mencontoh pekerjaan orang lain, memekan waktu yang cukup lama, sulitnya
mendapatkan teman yang dapat bekerjasama. Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan
bahwa kelemahan metode kolaborasi yaitu memakan waktu yang cukup lama dan memerlukan
pengawasan yang baik dari guru.
Sumber: https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/collaborative-learning/
3. Metode DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING
a. Definisi
DPLS (Double Loop Problem Solving) adalah variasi dari pembelajaran dengan
pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari
timbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa.
Selanjutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang
menyebabkan munculnya masalah tersebut. DLPS juga merupakan salah satu metode
yang banyak digunakan untuk menunjang pendekatan pembelajaran yang mengajak
peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Metode DLPS adalah sebuah metode yang di adopsi dari metode Problem
Solving. Metode Problem Solving (metode pemecahan masalah) adalah bukan hanya
sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Metode DLPS juga dikenal dengan Metode Pengambilan keputusan. Keputusan
seperti apa? Keputusan yang diambil dalam metode ini menyangkut proses
mempertimbangan berbagai macam pilihan, yang akhirnya akan sampai pada suatu
kesimpulan atas pilihan yang akan diadopsi. Pada saat suatu kelompok diminta untuk
membuat keputusan, mereka berusaha untuk mencari konsensus, yang dalam hal ini
berarti setiap partisipan, paling tidak, dapat menerima pilihan yang telah diambilnya.
Metode DLPS dapat digunakan dalam institusi pendidikan formal maupun
nonformal dan digunakan juga pada program pelatihan. Baik pelatihan off job
training (di dalam kelas) maupun on job training (di tempat kerja).
Kenapa Metode Double Loop Problem Solving ?
Apa alasan metode Double Loop Problem Solving (DLPS) dapat dipilih sebagai
penunjang pembelajaran? Itu adalah pertanyaan yang pertama kali timbul dibenak
kita. Jadi alasan kita harus memilih metode pembelajaran yang mengacu pada
pemecahan masalah sebanyak dua kali atau Double Loop Problem Solving adalah
karena metode lain seperti merode ceramah, metode demonstrasi dan metode
konvensional lainnya dianggap dapat membuat para siswa pasif di dalam kelas.
Dapat menimbulkan kecenderungan para peserta didik kepada para pendidik (teacher
centered). Selain itu metode konvensional juga dapat menimbulkan rutinisme,
peserta didik tidak lagi melihat proses belajar sebagai hal yang menarik serta lebih
mudah untuk dilupakan.
Seperti metode pemecahan masalah yang lain seperti PBL yang dibunyinya
seperti berikut :“Problem-based learning (PBL) is a method of learning in which
learners first encounter a problem followed by a systematic, learner-centered inquiry
and reflection process” (Teacher & Educational Development, 2002: 2). Artinya:
problem-based learning (PBL) adalah suatu metode pembelajaran di mana
pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang tersusun sistematis; penemuan
terpusat pada pembelajar dan proses refleksi (Teacher & Educational Development,
2002: 2). Metode DLSP juga metode pembelajaran yang dimana pembelajar
disodorkan berupa suatu problem atau masalah untuk dipecahkan oleh para peserta
didik yang sebelumnya telah dibentuk dalam kelompok kecil yang dipandu oleh para
pendidik.
Jadi, DLPS adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah
untuk belajar. Yaitu sebelum peserta didik memulai pelajaran, mereka diberikan
suatu masalah. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para peserta didik
menemukan kebutuhan belajar mereka sendiri tentang pengetahuan baru sebelum
peserta didik dapat memecahkan masalah tersebut.
Adapun ciri utama yang terdapat dalam metode Double Loop Problem
Solvingadalah pembelajarannya yang berpusat pada pemberian masalah untuk
dibahas oleh para peserta didik untuk melatih para peserta didik bisa berfikir dengan
kreatif. Dan masalah tersebut dipecahkan melalui dua loop. Dalam hal ini DLPS
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan tujuan belajarnya
sendiri. Tapi dalam hal ini juga para pendidik atau guru bukan cuma diam tidak
berbuat apa – apa. Para pendidik harus bisa jadi pelatih (coach), fasilitator, dan
motivator buat para peserta didik atau siswa. Misalnya apabila para peserta didik
mendapati suatu masalah, para pendidik harus bisa memberikan clue agar si peserta
didik tadi berfikir lebih kritis akan masalah yang kita berikan kepada mereka.
Dengan begitu secara tidak langsung, para pendidik sudah membuat peserta didik
untuk berkreatifitas.
Pengambilan keputusan menyangkut proses mempertimbangan berbagai macam
pilihan, yang akhirnya akan sampai pada suatu kesimpulan atas pilihan yang akan
diadopsi. Pada saat suatu kelompok diminta untuk membuat keputusan, mereka
berusaha untuk mencari konsensus, yang dalam hal ini berarti setiap partisipan,
paling tidak, dapat menerima pilihan yang telah diambilnya.
b. Ahli
c. Langkah-langkah
d. Kelemahan kelebihan
Kelebihan DLPS
Adapun manfaat atau kelebihan dari metode DLPS antara lain, yaitu :
a. Dapat menambah wawasan tentang efektivitas penggunaan pembelajaran double
loop problem solving untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Dapat lebih menciptakan suasana kelas yang menghargai (menghormati) nilai-nilai
ilmiah dan termotivasi untuk terbiasa mengadakan penelitian sederhana yang
bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran serta meningkatkan
kemampuan guru itu sendiri.
Kekurangan DLPS
Seperti metode yang lainnya, metode Double Loop Problem Solving juga
mempunyai beberapa kelemahan yang wajib diperhatikan oleh seorang peserta
didik dalam menerapkan meode DLPS ini, antara lain, yaitu :
1. Tidak semua pelajaran dapat mengandung masalah / problem, yang justru harus
dipecahkan. Akan tetapi memerlukan pengulangan dan latihan-latihan tertentu.
Misalnya pada pelajaran agama, mengenai cara pelaksanaan shalat yang benar, cara
berwudhu, dan lain-lain.
2. Kesulitan mencari masalah yang tepat/sesuai dengan taraf perkembangan dan
kemampuan siswa.
3. Banyak menimbulkan resiko. Terutama bagi anak yang memiliki kemampuan
kurang. Kemungkinan akan menyebabkan rasa frustasi dan ketegangan batin, dalam
memecahkan masalah-masalah yang muskil dan mendasar dalam agama.
4. Kesulitan dalam mengevaluasi secara tepat. Mengenai proses pemecahan
masalah yang ditempuh siswa..
5. Memerlukan waktu dan perencanaan yang matang
Sumber: http://mitraikhtiar.blogspot.co.id/2013/10/metode-pembelajaran-dpls-double-
loop.html
4. Metode Debat Aktif
a. Pengertian Debat
1) Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih,
baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan
memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak
dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-
negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan
menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan
melalui voting atau keputusan juri. (sumber: id.wikipedia.org).
2) Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda
pandangan, dimana antara satu pihak dan pihak yang lain saling
menyerang. (sumber : eduscpes.com)
3) Debat terjadi di mana unsur emosi banyak berperan. Para peserta di
sini lebih banyak hanya hendak mempertahankan pendapatnya dan
hanya ada sedikit ruangan dalam batinnya, kalau ada, untuk mendengar
dengan baik pendapat orang lain. Suasana menjadi ‘ramai’ dan sifat
diskusi yang damai tidak terjadi. Masing-masing peserta hanya mau
‘mendengar’ pendapatnya sendiri-sendiri dan berkehendak agar supaya
peserta lain menyetujui pendapatnya. Jadi ada unsur pemaksaan
kehendak. (sumber : krishnamurti.or.id)
4) Debat adalah aktivitas utama dari masyarakat yang demonstratic
(sumber : pbs.org)
5) Debat adalah sebuah kontes antara dua orang atau grup yang
mempresentasikan tentang argument mereka dan berusaha untuk
mengembangkan argument dari lawan mereka. (sumber:
triviumpursuit.com)Metode debat aktif adalah metode yang membantu anak didik
menyalurkan ide, gagasan dan pendapatnya. Kelebihan metode ini adalah pada daya membangkitkan keberanian mental anak didik dalam berbicara dan bertanggung jawab atas pengetahuan yang didapat melalui proses debat, baik di kelas maupun diluar kelas.20
Proses debat aktif adalah suatu bentuk retorika modern yang pada umumnya tercirikan oleh adanya dua pihak atau lebih yang melangsungkan komunikasi dengan bahasa dan saling berusaha mempengaruhi sikap dan
b.Langkah-langkah
Langkah-langkah Model Debat
1. Guru Membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainya
kontra.
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan
oleh kedua kelompok diatas.
3. Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggotanya.
Kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibahas oleh
kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa
mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide
dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang
diharapkan guru terpenuhi.
5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap.
6. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Langkah-langkah Pembelajaran Menggunakan Model Debat
Pembukaan
Guru menyampaikan apresepsi dan motivasi tentang materi pelajaran
terdahulu yaitu keseimbangan ekosistem bagian Penebangan dan
pembakaran hujan melalui tanya jawab. Kemudian guru memotivasi
pentingnya materi yang akan dipelajari serta memberi contoh dalam
kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan keseimbangan ekosistem.
Kegiatan Pokok
Guru menulis tujuan pembelajaran tentang ‘Ekosistem” kemudian
menjelaskan bahan belajar tentang keseimbangan ekosistem. Guru memberi
contoh beberapa tindakan yang merusak keseimbangan ekosistem dalam
lingkungan, seperti kebakaran dan penggundulan hutan. Siswa membuat
contoh lainnya.
Guru membuat sebuah pernyataan yang kontroversi terhadap materi
yang telah disampaikan yaitu adanya “penggunaan pestisida pada
tanaman”. Beberapa siswa diminta pendapatnya hingga teridentifikasi ada 2
pendapat, yaitu pendapat yang setuju dan tidak setuju dengan penggunaan
pestisida pada tanaman. Kemudian guru membagi kelas menjadi 2
kelompok. Satu kelompok sebagai kelompok “PRO” atau pendukung
pernyataan setuju, sementara satu kelompok yang lain adalah sebagai
kelompok KONTRA atau kelompok yang menolak pernyataan tersebut atau
tidak setuju.
Guru memandu debat antara kelompok setuju dan tidak setuju
digunakan pestisida dalam tanaman. Masing-masing kelompok memberikan
alasan secara terbuka dan kelompok lain dapat membantah atau
memberikan alan yang bertentangan. Hingga diperoleh kesimpulan bahwa
penggunakan pestisida memang perlu tetapi jika berlebihan akan merugikan
lingkungan.
Debat diakhiri dengan menunjukkan alasan dan pertimbangan masing-
masing kelompok mengapa setuju dan tidak setuju terjhadap penggunaan
pestisida pada tanaman. Guru memberi penguatan terhadap hasil debat
yang berbesda tersebut.
Penutup
Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran. Kemudian guru
menugaskan siswa menyelesaikan soal tes akhir. Guru menutup pelajaran
dan menugaskan siswa mencatat tugas PR dari buku teks pelajaran IPA
c. Kelemahan dan kelebihan
.Sumber: http://rumahdesakoe.blogspot.co.id/2011/05/model-pembelajaran-
debat.html