Model Pelacakan Batas Desa

12
1 MODEL PELACAKAN BATAS SECARA KARTOMETRIK UNTUK MENDUKUNG PELAKSANAAN PENEGASAN BATAS DAERAH SESUAI PERMENDAGRI NO.76 TAHUN 2012 (Studi Kasus : Kecamatan Tandes, Kota Surabaya) Teguh Fayakun Alif, Suryanto Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial Jalan Jakarta Bogor Km.46 Cibinong, Bogor, Telp./Fax:021-8754654 Email :[email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Pemberlakuan UU No.32 tahun 2004 serta berkembangnya era otonomi daerah membawa implikasi pentingnya pelaksanaan penegasan batas daerah. Sejak tahun 2006 proses penegasan batas daerah diatur dengan Permendagri No.1 Tahun 2006. Namun sampai tahun 2012 segmen batas daerah yang sudah ditegaskan dengan mengikuti peraturan tersebut baru sekitar 15%. Sehingga untuk kelancaran pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan percepatan proses penegasan batas. Salah satu langkah percepatan yang sudah diambil pemerintah adalah dengan merevisi Permendagri No.1 Tahun 2006 menjadi Permendagri No.76 Tahun 2012, dimana dalam revisi tersebut diakomodir proses penegasan batas secara kartometrik. Yang menjadi tantangan bersama saat ini adalah bagaimana implementasi metode kartometrik tersebut dalam proses penegasan batas. Pada karya tulis ini akan dibahas model pelacakan batas menggunakan metode kartometrik yang mengambil sampel pada wilayah administrasi kelurahan dan kecamatan. Model tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran bagaimana proses pelacakan secara kartometrik yang menjadi salah satu bagian terpenting dalam proses penegasan batas daerah itu dilakukan. Lebih jauh lagi model tersebut diharapkan dapat diimplementasikan dalam penegasan batas daerah secara kartometrik sesuai Permendagri No.76 Tahun 2012. Kata kunci : daerah otonom, Permendagri No.76 tahun 2012, penegasan batas daerah, pelacakan batas daerah, metode kartometrik (Presentasi Oral)

description

Model Pelacakan Batas untuk mempercepat penanganan batas desa

Transcript of Model Pelacakan Batas Desa

  • 1

    MODEL PELACAKAN BATAS SECARA KARTOMETRIK UNTUK MENDUKUNG PELAKSANAAN PENEGASAN BATAS DAERAH

    SESUAI PERMENDAGRI NO.76 TAHUN 2012 (Studi Kasus : Kecamatan Tandes, Kota Surabaya)

    Teguh Fayakun Alif, Suryanto Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial

    Jalan Jakarta Bogor Km.46 Cibinong, Bogor, Telp./Fax:021-8754654

    Email :[email protected], [email protected], [email protected]

    Abstrak

    Pemberlakuan UU No.32 tahun 2004 serta berkembangnya era otonomi daerah membawa

    implikasi pentingnya pelaksanaan penegasan batas daerah. Sejak tahun 2006 proses

    penegasan batas daerah diatur dengan Permendagri No.1 Tahun 2006. Namun sampai tahun

    2012 segmen batas daerah yang sudah ditegaskan dengan mengikuti peraturan tersebut baru

    sekitar 15%. Sehingga untuk kelancaran pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan

    percepatan proses penegasan batas. Salah satu langkah percepatan yang sudah diambil

    pemerintah adalah dengan merevisi Permendagri No.1 Tahun 2006 menjadi Permendagri

    No.76 Tahun 2012, dimana dalam revisi tersebut diakomodir proses penegasan batas secara

    kartometrik.

    Yang menjadi tantangan bersama saat ini adalah bagaimana implementasi metode

    kartometrik tersebut dalam proses penegasan batas.

    Pada karya tulis ini akan dibahas model pelacakan batas menggunakan metode kartometrik

    yang mengambil sampel pada wilayah administrasi kelurahan dan kecamatan. Model tersebut

    diharapkan dapat menjadi gambaran bagaimana proses pelacakan secara kartometrik yang

    menjadi salah satu bagian terpenting dalam proses penegasan batas daerah itu dilakukan.

    Lebih jauh lagi model tersebut diharapkan dapat diimplementasikan dalam penegasan batas

    daerah secara kartometrik sesuai Permendagri No.76 Tahun 2012.

    Kata kunci : daerah otonom, Permendagri No.76 tahun 2012, penegasan batas daerah,

    pelacakan batas daerah, metode kartometrik

    (Presentasi Oral)

  • 2

    PENDAHULUAN

    Bergulirnya era otonomi daerah membawa implikasi pentingnya pelaksanaan penegasan

    batas daerah. Hal ini dikarenakan batas daerah berpengaruh dalam banyak faktor pelaksanaan

    otonomi daerah, diantaranya: besaran Dana Alokasi Umum, kewenangan pengelolaan SDA,

    tertib administrasi pertanahan dan kependudukan, penetapan daftar pemilih dalam pemilu dan

    lain sebagainya.

    Berdasarkan status kepastian hukumnya batas daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua,

    yaitu: batas indikatif dan batas definitif. Batas indikatif merupakan batas yang belum

    memiliki kepastian secara hukum. Jika dikaitkan dengan proses penegasan maka batas

    indikatif merupakan data awal dalam proses penegasan batas, biasanya data batas indikatif

    tersebut berasal dari peta dasar (Peta RBI, Peta Topografi). Sedangkan batas definitif

    merupakan batas yang dihasilkan dari proses penegasan yang sudah disepakati dan ditetapkan

    oleh Menteri Dalam Negeri sehingga memiliki kekuatan hukum.

    Sejak tahun 2006 proses penegasan batas daerah diatur dalam Permendagri No.1 Tahun 2006

    Tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, sedangkan penegasan batas desa diatur dalam

    Permendagri No.27 tahun 2006 Tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Dalam kedua

    peraturan ini disebutkan bahwa proses penegasan batas daerah dilakukan dalam rangka

    menentukan letak dan posisi batas secara pasti di lapangan sampai dengan penentuan titik

    koordinat batas diatas peta. Dengan peraturan ini sampai akhir tahun 2012 pemerintah baru

    dapat menyelesaikan proses penegasan batas daerah 15% dari seluruh segmen batas daerah

    yang ada. Hal ini termasuk sangat lambat jika dibanding urgensinya dalam pelaksanaan

    otonomi daerah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya percepatan penegasan batas daerah.

    Salah satu upaya tersebut adalah dengan merevisi peraturan menjadi Permendagri No.76

    Tahun 2012. Salah satu pokok penting dalam Permendagri No.76 Tahun 2012 ini yaitu,

    bahwa Penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas daerah

    yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survei di lapangan, artinya

    peraturan ini mengakomodir proses penegasan secara kartometrik. Hanya saja sampai saat ini

    masih menjadi tantangan bersama bagaimana implementasi proses penegasan batas secara

    kartometrik itu dilakukan, baik itu secara teknis proses delineasi batas maupun teknis

    koordinasi antara stakeholder yang terlibat di dalamnya

    Dalam Permendagri No.76 Tahun 2012 Badan Informasi Geospasial (BIG) termasuk salah

    satu anggota tim Penegasan Batas Daerah di pusat. Sebagai lembaga teknis BIG memiliki

    tanggung jawab dalam implementasi peraturan tersebut secara teknis. Oleh karena itu BIG

    membuat suatu model proses pelacakan secara kartometrik yang menjadi salah satu langkah

    dalam penegasan batas daerah sesuai Permendagri No.76 Tahun 2012.

    Dari model ini diharapkan dapat dikumpulkan materi teknis mengenai implementasi proses

    penegasan batas daerah secara kartometrik sebagai bahan penyusunan Norma Standar

    Prosedur dan Kriteria (NSPK) serta dapat untuk mengkaji kesesuaian Permendagri No.27

    Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa dengan kondisi saat ini.

  • 3

    STUDI AREA

    Model pelacakan batas secara kartometrik ini mengambil lokasi Kecamatan Tandes, Kota

    Surabaya.

    Gambar 1 : Studi area di Kecamatan Tandes Kota Surabaya

    Di Kecamatan Tandes terdapat 6 kelurahan yaitu: Kelurahan Banjarsugihan, Kelurahan

    Balongsari, Kelurahan Karangpoh, Kelurahan Tandes, Kelurahan Manukan Kulon dan

    Kelurahan Manukan Wetan dengan jumlah segmen batas antar kelurahan di dalam

    Kecamatan Tandes sendiri sebanyak 8 (delapan) segmen.

    DATA DAN METODE

    Data yang digunakan dalam pemodelan ini meliputi :

    1. Citra Satelit resolusi tinggi World View tahun 2012

    Citra Satelit resolusi tinggi World View tahun 2012 diperoleh dari Dinas Cipta Karya

    dan Tata Ruang Kota Surabaya digunakan untuk mengidentifikasi objek objek alam

    dan buatan seperti sungai, punggungan bukit, jalan, saluran irigasi, pematang sawah dan

    lain lain karena pada umumnya batas administrasi mengikuti objek objek tersebut.

    2. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000

    Dalam model pelancakan ini peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digunakan untuk:

    - Pengecekan akurasi citra satelit secara sederhana.

    Citra satelit yang digunakan didapatkan dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Surabaya

    sudah berupa citra siap pakai, oleh karena itu untuk menjamin bahwa citra satelit

    yang digunakan sudah benar secara geometrik maka perlu dilakukan pengecekan

  • 4

    geometrik dengan data yang terjamin akurasinya, dalam hal ini peta Rupa Bumi

    Indonesia. Namun karena ketersediaan peta RBI di lokasi ini paling besar pada skala

    1:25.000 maka margin eror yang bisa ditentukan hanya sebesar 25m sehingga hasil

    pengecekan ini hanya bisa digunakan untuk menjamin bahwa pengolahan citra

    satelit yang dilakukan sudah tidak mengandung kesalahan besar (blunder).

    Pengecekan ini dilakukan pada 8 titik dengan distribusi sebagai berikut:

    Gambar 2: Sebaran titik uji akurasi citra satelit

    Tabel 1: Perbandingan bacaan koordinat titik uji

    Nomor Koordinat Peta Koordinat Citra Selisih

    mT mU mT mU mT mU

    1 685886,841 9196739,887 685884,868 9196740,078 -1,973 0,191 1,982

    2 686575,469 9196674,447 686574,987 9196673,752 -0,482 -0,695 0,845

    3 684073,923 9196879,395 684070,604 9196876,692 -3,319 -2,703 4,281

    4 683939,624 9196252,881 683940,498 9196254,472 0,874 1,591 1,815

    5 685729,839 9198285,507 685736,148 9198284,999 6,309 -0,508 6,329

    6 682944,438 9197945,889 682944,052 9197944,225 -0,386 -1,664 1,708

    7 685547,835 9195357,682 685547,663 9195358,614 -0,172 0,932 0,948

    8 684686,864 9197703,860 684686,006 9197704,021 -0,858 0,161 0,873

    Rata-rata 2,348

    Berdasarkan hasil pengecekan terhadap 8 titik tersebut didapatkan selisih rata rata

    koordinat yang dibaca di peta RBI dan Citra satelit adalah 2,348m. Dengan demikian

    dapat disimpulkan bahwa citra satelit tersebut sudah tidak mengandung kesalahan

    besar (blunder) dan dapat digunakan untuk keperluan adjudikasi batas kelurahan ini.

    - Data dasar batas indikatif dan toponimi. Batas indikatif dan toponimi ini nantinya

    akan di-overlay-kan dengan citra satelit. Batas indikatif berfungsi untuk

  • 5

    mengarahkan posisi garis batas di atas peta, sedangkan toponimi digunakan untuk

    membantu mempermudah identifikasi objek objek tertentu di atas citra satelit,

    misalnya nama sungai, nama pemukiman, nama bukit dan lain sebagainya.

    3. Data pendukung lainnya

    Data pendukung lain yang dimaksud di sini adalah data peta hasil kegiatan penegasan

    oleh Bagian Tata Pemerintahan Kota Surabaya, Peta Wilayah dan data spasial lainnya.

    Adapun metode pelaksanaan kegiatan ini seperti digambarkan pada diagram alir berikut ini:

    Gambar 3: Diagram alir model pelacakan batas secara kartometrik

  • 6

    Secara garis besar metode pelaksanaan kegiatan ini dibagi menjadi 3 langkah sebagai berikut:

    1. Pembuatan Peta Kerja

    Dari data data awal yang sudah terkumpul kemudian disusun peta kerja adjudikasi

    batas kelurahan. Peta kerja ini dibuat dengan meng-overlay-kan data batas indikatif dan

    toponimi dengan citra satelit. Data data yang sudah di-overlay tersebut kemudian

    dilayout dan dicetak dengan skala terbesar yang memungkinkan. Peta kerja ini dibuat

    setiap satu kelurahan satu lembar.

    Gambar 4: contoh peta kerja untuk Kelurahan Manukan Wetan

    Tabel 2: daftar skala peta kerja

    No. Kelurahan Skala Peta

    1. Banjarsugihan 1:3500

    2. Balongsari 1:3500

    3. Karangpoh 1:3500

    4. Tandes 1:3500

    5. Manukan Kulon 1:3500

    6. Manukan Wetan 1:5000

    2. Proses Pelacakan

    Pelacakan dimaksudkan untuk menelusuri kemudian men-delineasi (menarik garis batas)

    antara dua daerah. Pelacakan dilakukan secara kartometrik, maksudnya kegiatan

  • 7

    pelacakan batas tersebut dilakukan di atas peta, jika ada kesulitan mengidentifikasi batas

    di atas peta baru dilakukan pelacakan lapangan. Pelacakan batas ini dilakukan secara

    terpisah antar masing masing kelurahan agar meminimalisir konflik di lapangan.

    Berikut ini langkah langkah yang dilakukan dalam pelacakan batas:

    a. Tim lapangan membawa peta kerja ke kantor kelurahan.

    b. Tim lapangan meminta pihak kelurahan untuk memverifikasi batas indikatif yang

    ada dalam peta kerja. Ada tiga kemungkinan saat pihak kelurahan memverifikasi

    batas indikatif dalam peta kerja, yaitu:

    - Pihak kelurahan mengetahui batas dan dapat mengidentifikasi di atas peta kerja.

    Jika demikian pihak kelurahan diminta menarik garis batasnya kelurahannya di

    atas peta kerja.

    - Pihak kelurahan mengetahui posisi batas tapi tidak bisa mengidentifikasi batas

    di atas peta kerja. Tidak dapat mengidentifikasi batas di atas peta kerja dapat

    disebabkan beberapa kemungkinan, diantaranya peta kerja tertutup awan atau

    objek yang menjadi batas sangat kecil (misalnya pematang sawah) sehingga

    tidak dapat diidentifikasi atau pihak kelurahan ragu - ragu. Dalam kasus seperti

    ini jalan keluarnya adalah sub-segmen batas tersebut dilacak ke lapangan.

    Ketika dilacak ke lapangan pun masih ada dua kemungkinan yaitu pihak

    kelurahan dapat menunjukkan posisi batas di lapangan atau tidak. Jika pihak

    kelurahan dapat menunjukkan posisi batas maka tim lapangan mengukur posisi

    batas yang ditunjukkan dengan GPS handheld. Namun jika pihak kelurahan

    tidak dapat menjunjukkan posisi di lapangan maka tim lapangan menandai sub

    segmen tersebut sebagai sub segmen yang belum sepakat.

    - Pihak kelurahan tidak mengetahui posisi batas. Jika pihak kelurahan sama sekali

    tidak mengetahui posisi batas maka tim lapangan menandai sub segmen yang

    tidak diketahui posisinya tersebut sebagai sub segmen yang belum sepakat.

    c. Pihak kelurahan mencantumkan tanda tangan dan nama terang pada peta kerja

    sebagai bukti bahwa garis batas yang dihasilkan merupakan garis batas yang

    ditunjukkan oleh pihak kelurahan.

    3. Pengolahan data dan analisa batas

    Pengolahan data hasil pelacakan meliputi beberapa tahapan, diantaranya:

    a. Digitasi garis batas

    Garis batas hasil pelacakan yang masih berupa peta cetak didigitasi dalam format

    digital agar lebih mudah diolah lebih lanjut. Karena model pelacakan yang dilakukan

    berbasis pada wilayah kelurahan bukan segmen maka untuk mendapatkan satu

    segmen batas dibutuhkan data pelacakan dari dua desa yang bersebelahan. Proses ini

    diilustrasikan pada gambar 5 dibawah ini.

    b. Segmentasi garis batas

    Segmentasi garis batas dilakukan untuk memisahkan segmen yang sudah sepakat

    dan belum. Dalam model pelacakan ini jika penarikan garis batas antara kedua

    kelurahan pada segmen yang sama berhimpit pada satu garis maka segmen tersebut

    dianggap telah sepakat. Namun jika hasil tarikan garis batas tidak berhimpit pada

  • 8

    satu garis yang sama maka segmen tersebut akan dikategorikan belum sepakat.

    Tahapan segmentasi ini diilustrasikan pada gambar 5 di bawah ini.

    Gambar 5: contoh proses digitasi dan segmentasi batas pada segmen batas kelurahan

    Manukan Kulon dengan Banjarsugihan

    c. Pembuatan titik kartometrik

    Setelah data garis batas selesai didigitasi dan disegmentasi maka langkah

    pengolahan selanjutnya adalah pembuatan titik kartometrik. Titik kartometrik

    dimaksudkan sebagai titik titik koordinat yang diambil di atas peta sebagai

    pengganti pilar di lapangan. Kriteria pembuatan titik titik kartometrik ini

    diantaranya adalah pada simpul simpul segmen batas, pada ujung segmen batas

    sepakat dan tidak sepakat dan pada belokan belokan garis batas yang dinilai perlu.

  • 9

    d. Penyusunan peta pelacakan

    Data batas yang sudah lengkap kemudian di-layout untuk dicetak menjadi peta hasil

    pelacakan batas.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pelaksanaan Adjudikasi terhadap segmen batas kelurahan di kecamatan tandes dapat

    dilihat pada gambar 6 berikut ini.

    Gambar 6 : hasil pelacakan segmen batas kelurahan

    Garis batas yang diberikan warna hijau merupakan garis batas yang sudah sepakat, dimana

    hasil penarikan dari kedua kelurahan berimpit. Garis batas berwarna merah merupakan garis

    batas yang belum sepakat, dimana hasil penarikan kedua daerah tidak berhimpit

    (gap/overlap). Sedangkan garis batas berwarna kuning merupakan garis batas yang

    penarikannya masih dilakukan secara sepihak. Sementara itu pada gambar sebelah kanan

    ditampilkan titik titik kartometrik yang dibuat pada segmen yang sudah sepakat untuk

    mengunci koordinat titik titik yang dianggap penting.

    Total panjang segmen batas kelurahan di Kecamatan Tandes 40,8km termasuk batas dengan

    kelurahan di kecamatan lain (batas kecamatan). Setelah proses adjudikasi ini segmen batas

    kelurahan di kecamatan tandes dapat dibagi sebagai berikut:

    Segmen sepakat : panjang 11,9km atau 29,19% dari panjang keseluruhan

    (61% dari total batas kelurahan dalam Kecamatan Tandes saja).

    Segmen yang belum sepakat

    Overlap : panjang 1,5km atau 3,72% dari panjang keseluruhan

    Gap : panjang 3,2km atau 7,78% dari panjang keseluruhan

    Klaim sepihak : panjang 24,2km atau 59,3% dari panjang keseluruhan

    (sekitar 21,5km merupakan batas dengan kelurahan di kecamatan lain dimana

    kelurahan yang berbatasan belum diminta untuk menarik garis batasnya).

  • 10

    Berdasarkan unsur yang diikuti

    Unsur Alam : panjang 7,4 Km atau 18,1% dari panjang keseluruhan

    Buatan : panjang 30,8 Km atau 75,5% dari panjang keseluruhan

    Lain-Lain : panjang 2,6 Km atau 6,4% dari panjang keseluruhan.

    Berikut ini penjelasan lebih detil mengenai segmen yang masih belum sepakat:

    a) Overlap

    Segmen batas Kelurahan Karangpoh dan Kelurahan Balongsari

    Gambar 7 : overlap pada segmen Kelurahan Karangpoh dan Balongsari

    Segmen batas Kelurahan Balongsari dan Kelurahan Manukan Wetan

    Gambar 8 : overlap pada segmen Kelurahan Balongsari dan Manukan Wetan

    Segmen batas Kelurahan Manukan Kulon dan Kelurahan Banjarsugihan

    Pada segmen tersebut masing-masing kelurahan meyakini kalau daerah tersebut

    masuk wilayahnya. Menurut Kelurahan Manukan Kulon, dahulu tanah didaerah

    tersebut milik Kelurahan Manukan Kulon, namun Kelurahan Banjarsugihan

    Pada segmen ini kelurahan Balongsari sudah

    melakukan pengecekan lapangan namun

    kelurahan Karangpoh tidak melakukan

    pengecekan lapangan karena merasa sudah

    cukup mengenali batas dari atas citra satelit.

    Permasalahan segmen batas antara

    Kelurahan Balongsari dan Manukan Wetan

    adalah masing-masing meyakini kalau

    daerah tersebut masuk wilayahnya. Pada

    daerah tersebut menurut Kelurahan

    Manukan Wetan terdapat rumah yang

    setengah bagian rumah masuk Manukan

    Wetan dan setengahnya lagi masuk

    Balongsari, sedangkan menurut Kelurahan

    Balongsari, seluruh daerah tersebut masuk

    wilayah Balongsari

  • 11

    mengklaim daerah tersebut masuk wilayahnya dengan didukung terdapat balai RW

    Kelurahan Banjarsugihan pada daerah tersebut.

    Gambar 9 : overlap pada segmen Kelurahan Manukan Kulon dan Banjarsugihan

    b) Gap

    Segmen batas Kelurahan Karangpoh dan Kelurahan Balongsari

    Gambar 10 : gap pada segmen Kelurahan Karangpoh dan Balongsari

    Segmen batas Kelurahan Manukan Kulon dan Kelurahan Banjarsugihan

    Gambar 11 : gap pada segmen Kelurahan Manukan Kulon dan Banjarsugihan

    Pada segmen ini kelurahan Balongsari

    sudah melakukan pengecekan lapangan

    namun kelurahan Karangpoh tidak

    melakukan pengecekan lapangan karena

    merasa sudah cukup mengenali batas dari

    atas citra satelit.

    Pada segmen tersebut masing-masing

    Kelurahan meyakini bahwa daerah

    tersebut tidak masuk wilayahnya. Pada

    daerah tersebut baik dari Kelurahan

    Manukan Kulon dan Bajarsugihan telah

    melakukan pengecekan batas dilapangan

    bersama tim adjudikasi batas.

  • 12

    Data data yang diperoleh berupa garis batas yang telah sepakat, segmen-segmen yang

    terdapat permasalahan serta informasi informasi pendukungnya tersebut kemudian akan

    diserahkan kepada pihak Tata Pemerintahan Kota Surabaya untuk ditindak lanjuti. Hal ini

    dikarenakan pihak Tata Pemerintahan Kota Surabaya yang memiliki kewenangan untuk

    memproses segmen yang sudah sepakat menjadi batas definitif serta menyelesaikan

    segmen segmen yang masih ada permasalahan.

    KESIMPULAN

    Kesimpulan

    a) Pelacakan batas secara kartometrik cukup efektif diterapkan pada batas kelurahan.

    b) Terkait dengan data dasar, dalam proses penegasan batas daerah sangat dibutuhkan

    ketersediaan citra tegak resolusi tinggi, dikarenakan tingkat kemampuan dan pemahaman

    aparat daerah dalam mengidentifikasi objek batas di atas Peta Rupa Bumi Indonesia

    terbatas.

    c) Citra resolusi tinggi dan Peta Rupa Bumi Indonesia cukup efektif digunakan untuk

    pelacakan batas kelurahan secara kartometrik khususnya di daerah perkotaan.

    d) Dari model pelacakan batas secara kartometrik yang dilakukan dapat diperoleh informasi

    batas yang sepakat, batas yang tidak sepakat serta permasalahan permasalahan yang

    ada sehingga akan membuat proses penegasan penyelesaian sengketa batas yang

    dilakukan oleh pihak Tata Pemerintahan menjadi efektif dan lebih fokus.

    e) Dengan melakukan pelacakan secara terpisah antar kelurahan dapat meminimalisir

    terjadinya konflik sehingga pelacakan batas secara kartometrik menjadi lebih efektif.

    Saran

    a) Perlu dilakukan pemodelan di daerah yang tidak datar dimana ada segmen batas yang

    mengikuti punggungan bukit sehingga pelacakan batas memerlukan model terain 3

    dimensi.

    b) Perlu dilakukan kajian yang lebih komprehensif untuk mengetahui data dan metode yang

    tepat untuk diterapkan dalam pelacakan batas daerah (batas Kabupaten/Kota dan batas

    Propinsi).

    DAFTAR PUSTAKA

    Undang Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    Permendagri No.76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.

    Permendagri No.27 Tahun 2006 tentang Penetapan Dan Penegasan Batas Desa.

    MODEL PELACAKAN BATAS SECARA KARTOMETRIKUNTUK MENDUKUNG PELAKSANAAN PENEGASAN BATAS DAERAHSESUAI PERMENDAGRI NO.76 TAHUN 2012(Studi Kasus : Kecamatan Tandes, Kota Surabaya)Teguh Fayakun Alif, SuryantoAbstrakPENDAHULUANSTUDI AREAGambar 1 : Studi area di Kecamatan Tandes Kota SurabayaDATA DAN METODEGambar 2: Sebaran titik uji akurasi citra satelitTabel 1: Perbandingan bacaan koordinat titik ujiGambar 4: contoh peta kerja untuk Kelurahan Manukan WetanTabel 2: daftar skala peta kerjaHASIL DAN PEMBAHASANGambar 6 : hasil pelacakan segmen batas kelurahanGambar 7 : overlap pada segmen Kelurahan Karangpoh dan BalongsariGambar 8 : overlap pada segmen Kelurahan Balongsari dan Manukan WetanGambar 9 : overlap pada segmen Kelurahan Manukan Kulon dan BanjarsugihanGambar 10 : gap pada segmen Kelurahan Karangpoh dan BalongsariGambar 11 : gap pada segmen Kelurahan Manukan Kulon dan BanjarsugihanKESIMPULANKesimpulanSaranDAFTAR PUSTAKA