MODEL INTEGRASI TERNAK ITIK (Cairina domesticus) DAN ...
Transcript of MODEL INTEGRASI TERNAK ITIK (Cairina domesticus) DAN ...
ii
MODEL INTEGRASI TERNAK ITIK (Cairina domesticus)
DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
(BERBASIS KEARIFAN LOKAL)
INTEGRATION MODELS OF DUCK’S (Cairina domesticus) AND RICE PLANTS (Oryza sativa L.)
ON GROWTH AND PRODUCTION (BASED ON LOCAL WISDOM)
ARIYADIN ARIF
P4500215014
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
MODEL INTEGRASI TERNAK ITIK (Cairina domesticus)
DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
(BERBASIS KEARIFAN LOKAL)
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Agroteknologi
Disusun dan diajukan oleh
Ariyadin Arif
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ariyadin Arif
Nomor Pokok Mahasiswa : P4500215014
Program Studi : Agroteknologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pemikiran orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia
menerima sangsi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Februari 2018
Yang menyatakan,
Ariyadin Arif
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul Model Integrasi Ternak Itik
(Cairina domesticus) dan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, penulisan tesis ini tidak akan terselesaikan dengan baik,
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kaimuddin, M.Si. dan Dr. Ir. Hernusye Husni, M.Sc.
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya demi membimbing penulis sejak awal penelitian hingga
selesainya tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Kahar Mustari, MS, Dr. Ir. Nasaruddin, M.S. dan
Dr. Ir. Amir Yassi, M.Si. selaku penguji yang memberikan masukan
dalam penulisan sampai dapat menyelesaikan tesis ini.
3. Ayahanda Alm. Arif. M dan Ibunda Hj. Tasmah yang telah
membesarkan, mendidik penulis dengan kasih sayang dan atas
segala kesabaran, nasehat dan jerih payah serta doanya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
vii
4. Terima kasih terkhusus kepada Istri tercinta Ernawati, S.Sos, Anak-
anak saya Amelia Meylinda, Muh. Nur Adnan Quraysi, Muh. Adrian
Arif dan Arinda Maulidya yang selalu memberikan semangat, cinta
dan perhatiannya hingga tesis ini selesai.
5. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Sulaiman SP., MP.
atas semua bantuan, dan nasihat yang diberikan kepada penulis
hingga tesis ini selesai. dan
6. Terima kasih atas semua semangat, dukungan dan komentar
membangun dari teman-teman Agroteknologi angkatan 2015,
aparat fungsional penyuluh BPP Ganra, Pengawas Sertifikasi
Benih, POPT Kecamatan Ganra dan aparat Dinas Perikanan dan
Ketahanan Pangan Kabupaten Soppeng khususnya pada Bidang
Ketersediaan dan Distribusi Pangan, diharapkan semoga tesis ini
bermanfaat bagi yang membutuhkannya... Amin
Makassar, Februari 2018
Penulis
viii
ABSTRAK
ARIYADIN ARIF. Model Integrasi Ternak Itik (Cairina domesticus) dan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi. (dibimbing oleh Kaimuddin dan Hernusye Husni).
Usaha peningkatan produksi padi dilakukan melalui program Intensifikasi dan Ekstensifikasi dengan melakukan perbaikan teknologi, percepatan tanam dan manajemen pengelolaan lahan serta integrasi terpadu dan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh : (1) sistem tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi, (2) populasi itik terhadap pertumbuhan dan produksi padi; dan (3) interaksi populasi itik dan sistem tanam terhadap pertumbuhan dan dan produksi padi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Enrekeng Kecamatan Ganra, Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan pada bulan April - Agustus 2017. Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan menggunakan rancangan petak terpisah. Petak utama adalah populasi ternak itik yang terdiri dari kontrol, 5 ekor per 100 m2, 10 ekor per 100 m2 dan 15 ekor per 100 m2. Sebagai anak petak adalah sistem tanam terdiri atas jajar legowo 2:1, legowo 3:1, legowo 4:1 dan tegel setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan antara sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan populasi itik 15 ekor per 100 m2 memperlihatkan interaksi perlakuan terbaik terhadap jumlah rumpun terserang hama (0,00 rumpun), penyebaran gulma berdaun lebar (0,33 tanaman per petak), persentase munculnya varietas lain (3,33 %), persentase gabah hampa (0,00 %); Sistem tanam jajar legowo 2:1 merupakan sistem tanam terbaik untuk jumlah anakan (18,44 anakan per rumpun), jumlah anakan produktif (14,11 anakan per rumpun), penyebaran gulma berdaun sempit (3,50 tanaman per petak), panjang malai (25,49 cm), pesentase malai berisi (89,60 %) dan produksi (10,03 ton per ha); Populasi itik 15 ekor per 100 m2 merupakan populasi terbaik untuk penyebaran gulma berdaun sempit (1,08 tanaman per petak), jumlah cabang (12,65 cabang per malai), bobot 1000 biji (27,18 g) dan produksi (9,99 ton per ha). Kata Kunci : sistem tanam, itik, padi.
ix
ABSTRACT
ARIYADIN ARIF. Integration models of duck’s (Cairina domesticus) and rice plants (Oryza sativa L.) on growth and Production (Supervised by Kaimuddin and Hernusye Husni).
Efforts to increase rice production through Intensification and Extensification program by improving technology, planting acceleration and land management and integrated and sustainable integration.
The aim of the study is to observe the effect of (1) planting system on rice growth and production, (2) duck population on rice growth and production, (3) duck population and planting system interaction on seed purity, pest infestation and weed caverage. The research was conducted in Enrekeng village, Ganra Subdistrict, Soppeng Regency, South Sulawesi from April to Agustus 2017. The experimental design was Split Plot Design. The main plot is duck livestock consisting of no ducks as control, 5 ducks in100 m2, 10 ducks in 100 m2 and 15 ducks in 100 m2. The sub plot is plantating system consists of row planting (jajar legowo) 2:1, 3:1, 4:1 and square planting system (tegel). Each treatment is combination was repeated three times.
The results indicated that treatment interaction between the system of planting row legowo 2 : 1 with 15 duck populations in 100 m2 is the best treatment interaction for number of plants attaked by pests (0.00 plants), the spread of broadleaf weeds (0.33 wedd plants in plot) percentage of other varieties (3.33%), and percentage of empty grain (0.00%). Legowo 2 : 1 row planting system the best planting system for number of tillers (18.44 tiller per stand), productive tillers (14.11 tillers per stand), spread of narrow-leaved weeds (3.50 plants per plants), and length of panicle (25,49 cm), percentage of panicle bearing grain (89,60%) and yield (10,03 ton per ha). Duck population of 15 ducks per 100 m2 is the best population for spread of narrow-leaved weed (1.08 plants per plot ), number of panicle branches (12.65 branches per panicle) weight of 1000 seeds (27.18 g) and yield (9.99 tons per ha).
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................... viii
ABSTRAK .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................ 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sekilas Tanaman Padi ............................................................ 8
B. Syarat Tumbuh Padi ................................................................ 10
C. Sistem Tanam .......................................................................... 11
D. Integrasi usaha Padi - Itik ......................................................... 12
E. Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan .......................... 15
F. Kearifan Lokal .......................................................................... 16
G. Kerangka Pikir .......................................................................... 18
H. Hipotesis .................................................................................. 19
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu ................................................................. 20
B. Alat dan Bahan ....................................................................... 20
C. Rancangan Penelitian ............................................................ 20
D. Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 21
E. Parameter Pengamatan .......................................................... 24
F. Analisis Data ........................................................................... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ........................................................................................ 28
B. Pembahasan ........................................................................... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 58
B. Saran ...................................................................................... 59
xi
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 60
LAMPIRAN ......................................................................................... 65
xii
DAFTAR TABEL
Teks Halaman
1. Rata-rata jumlah anakan dan anakan produktif. ....................... 29
2. Rata-rata Jumlah rumpun yang teserang hama ........................ 30
3. Rata-rata Persentase munculnya varietas lain. ......................... 32
4. Pengamatan varietas lain yang muncul di petakan sawah ........ 32
5. Rata-rata penyebaran gulma berdaun lebar ............................. 33
6. Rata-rata penyebaran gulma berdaun sempit ........................... 34
7. Rata-rata panjang malai ............................................................ 35
8. Rata-rata jumlah cabang malai ................................................. 35
9. Rata-rata jumlah gabah malai ................................................... 36
10. Rata-rata persentase malai hampa ........................................... 37
11. Rata-rata bobot 1000 biji ........................................................... 38
12. Rata-rata produksi ..................................................................... 39
13. Rata-rata pertambahan bobot badan itik. .................................. 41
Lampiran Halaman
1. Deskripsi Varietas Mekongga ................................................... 65
2. Deskripsi Varietas Impari 7 ....................................................... 66
3. Deskripsi Varietas Lusi .............................................................. 67
4. Deskripsi Ternak Itik .................................................................. 68
5. Analisis sidik ragam tinggi tanaman .......................................... 70
6. Analisis sidik ragam jumlah anakan .......................................... 70
7. Analisis sidik ragam jumlah anakan produktif ........................... 71
8. Analisis sidik ragam serangan hama sebelum pelepasanitik .... 71
9. Analisis sidik ragam serangan hama setelah pelepasan itik ..... 72
10. Analisis sidik ragam persentase munculnya varietas lain ......... 72
11. Analisis sidik ragam gulma daun lebar ...................................... 73
12. Analisis sidik ragam gulma daun sempit ................................... 73
13. Analisis sidik ragam panjang malai. .......................................... 74
14. Analisis sidik ragam jumlah cabang malai ................................. 74
15. Analisis sidik ragam jumlah gabah malai .................................. 75
16. Analisis sidik ragam persentase malai hampa. ......................... 75
17. Analisis sidik ragam bobot 1000 biji. ......................................... 76
18. Analisis sidik ragam produksi .................................................... 76
19. Analisis sidik ragam rendemen ................................................. 77
20. Analisis sidik ragam pertambahan bobot badan itik. ................. 77
xiii
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
1. Itik dalam Sistem Padi Ramah Lingkungan ............................... 15
2. Bagan Kerangka Pikir Penelitian ............................................... 18
3. Rata-rata tinggi tanaman padi ................................................... 28
4. Rata-rata rendemen hasil padi. ................................................. 40
5. Grafik korelasi antara produksi dengan jumlah gulma
berdaun lebar dan jumlah rumpun terserang hama .................. 42
6. Grafik korelasi hubungan antara populasi itik dengan
sistem tanam pada pengamatan penyebaran gulma
berdaun lebar ............................................................................ 43
7. Grafik korelasi hubungan antara populasi itik dengan
sistem tanam pada pengamatan jumlah rumpun
terserang hama ......................................................................... 44
8. Grafik korelasi antara produksi dengan persentase malai
hampa dan rendemen ............................................................... 45
9. Grafik korelasi antara produksi dengan jumlah anakan
dan anakan produktif ................................................................. 50
10. Grafik korelasi antara produksi dengan gulma berdaun sempit
dan panjang malai .................................................................... 50
11. Grafik korelasi antara produksi dengan jumlah biji malai .......... 51
12. Grafik korelasi hubungan antara populasi itik dengan
sistem tanam pada pengamatan munculnya varietas
lain ............................................................................................ 54
13. Grafik korelasi antara produksi dengan jumlah cabang
malai dan bobot 1000 biji .......................................................... 56
Lampiran Halaman
1. Denah pengacakan dilapangan .................................................. 78
2. Pelaksanaan pengukuran petakan sebelum pengolahan
lahan dan pelepasan itik ............................................................. 80
3. Pemasangan paranet dan pembatas petakan sebelum
pengolahan lahan dan pelepasan itik ......................................... 80
4. Pengamatan larva hama sebelum pengolahan lahan dan
pelepasan itik. ............................................................................ 81
5. Pelepasan itik pada petak percobaan (5 ekor, 10 ekor,
dan 15 ekor) selama 30 (tiga puluh) hari .................................... 81
6. Penggarukan dan perataan tanah menggunakan alat sisir. ....... 82
xiv
7. Penanaman padi di petakan percobaan dengan
sistem tanam Legowo 2:1. .......................................................... 82
8. Penanaman padi di petakan percobaan dengan
sistem tanam Legowo 3:1. .......................................................... 83
9. Penanaman padi di petakan percobaan dengan
sistem tanam Legowo 4:1. .......................................................... 83
10. Penanaman padi di petakan percobaan dengan
sistem tanam Tegel. ................................................................... 84
11. Pelepasan itik (integrasi itik dengan sistem tanam)
setelah padi berumur 20 hari. ..................................................... 84
12. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan
pestisida nabati. ......................................................................... 85
13. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur
45 hari ........................................................................................ 85
14. Pengamatan varietas lain yang muncul, hama, penyakit
dan gulma pada petakan percobaan .......................................... 86
15. Pengamatan jumlah anakan produktif ........................................ 86
16. Monitoring dan evaluasi oleh pembimbing terkait penelitian
dan permasalahannya. ............................................................... 87
17. Pengambilan malai untuk mengukur jumlah malai ..................... 87
18. Pengambilan ubinan sebelum panen . ....................................... 88
19. Pemilahan gabah butir 1000 yang berisi dan hampa. ................ 88
20. Pengamatan jumlah cabang malai. ............................................ 89
21. Pengamatan panjang malai. ....................................................... 89
22. Pengamatan berat butir 1000 . ................................................... 90
23. Penimbangan berat gabah kering panen . .................................. 90
24. Pengukuran kadar air gabah kering panen. ................................ 91
25. Penimbangan gabah kering giling ............................................. 91
26. Pengukuran kadar air gabah
kering giling. ............................................................................... 92
27. Penimbangan gabah kering giling menjadi beras. ...................... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu bentuk aktifitas masyarakat
yang sudah mengakar budaya di banyak negara termasuk Indonesia yang
sudah lahir sejak jaman dahulu tanpa ada ketergantungan terhadap
produk luar seperti pupuk kimia, pestisida, herbisida maupun bibit unggul,
dimana mereka mampu memadukan dan ‘mengharmonisasi’ hubungan
antara manusia dan lingkungan alam tanpa saling merusak.
Pertanian pada umumnya masyarakat Indonesia terfokus pada
komoditi Tanaman Padi (Oryza Sativa. L) yang merupakan bahan
pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduknya . Selain itu, padi
juga merupakan komoditas utama yang sangat strategis, sehingga
produksi padi dalam negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi
Indonesia.
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu sentra produksi padi
yang menjadi penyanggah lumbung pangan nasional di Wilayah
Indonesia Timur. Berdasarkan Data Statistik (Soppeng Dalam Angka)
Tahun 2016 Kabupaten Soppeng memiliki potensi luas persawahan
sebesar 28.341 Ha dengan Luas Tanam 47,080 Ha, Luas Panen 38,868
Ha, Jumlah Produksi 226,433 Ton dan Tingkat Produktifitas sebesar 5,8
Ton. Usaha peningkatan produksi dan produktifitas padi dilakukan
melalui program Intensifikasi dan Ekstensifikasi dengan melakukan
2
perbaikan teknologi, percepatan tanam dan manajemen pengelolaan
lahan.
Peningkatan produksi padi melalui intensifikasi dapat ditempuh
dengan penggunaan sistem tanam yang tepat guna. Kebiasaan petani
menggunakan sistem tanam tegel yang merupakan sistem tanam
konvensional, namun jika dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo
produksi yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan sistem
tanam tegel. Hal ini sejalan dengan Abdulrachman dkk (2013), bahwa
penggunaan sistem tanam legowo akan dapat menghasilkan panen padi
yang lebih tinggi dibanding dengan sistem tegel. Serta sejalan dengan
Ikhwani dkk (2013), bahwa sistem tanam jajar legowo berpeluang
menghasilkan gabah lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam tegel
melalui populasi yang lebih banyak, varietas yang lebih adaptif pada
kondisi pertanaman rapat yang ditunjukkan oleh dengan rendahnya
penurunan hasil akibat ditanam rapat.
Salah satu fenomena yang timbul di masyarakat dalam upaya
peningkatan produksi dan produktifitas adalah penggunaan input kimia
yang tidak rasional yang dapat menimbulkan degradasi lahan secara
berkepanjangan bagi lahan persawahan serta pengelolaan lahan
persawahan yang kurang maksimal sehingga dapat menyebabkan
penurunan produksi dan produktifitas. Untuk menghadapi hal tersebut
diperlukan perbaikan pengelolaan lahan melalui kebijakan pembangunan
pertanian yang berwawasan lingkungan.
3
Sistem Pertanian Berkelanjutan merupakan salah satu model
kebijakan pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras,
dan seimbang dengan lingkungan atau sistem pertanian yang patuh dan
tunduk terhadap aturan-aturan alamiah yang merupakan budaya turun
temurun oleh kakek nenek buyut kita dengan menerapkan kearifal lokal
masyarakat melalui pola integrasi antara tanaman dengan ternak baik ternak
besar maupun unggas (itik). Salah satu sistem usaha tani yang dapat
mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem
integrasi tanaman dengan ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman
dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan
antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian
lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing
komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi
merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan
masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan
(Pasandaran dkk., 2006).
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut
dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan
peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam
penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, pemberantasan gulma,
pengendalian hama penyakit dan pemurnian benih tanaman dari
pertanaman sebelumnya. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah
saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga
dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan
keuntungan hasil usaha taninya.
4
Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu pendekatan yang
dilakukan adalah melalui pemanfaatan secara optimal sumberdaya dan
kearifan lokal masyarakat dan sesedikit mungkin input dari luar.
Pendekatan seperti ini dikenal sebagai LEISA (Low External Input
Sustainable Agriculture), upaya ini dapat mewujudkan suatu agribisnis
yang efisien, berdaya saing dan berkelanjutan (Diwiyanto dkk, 2002).
Kebiasaan petani di pedesaan (kearifan lokal) khususnya di
Kabupaten Soppeng dalam memelihara ternak itik secara turun temurun
disamping sebagai “pabbaja ase” yang artinya itik membantu petani dalam
menyiangi gulma dan rumput di sekitar tanaman padi juga sebagai
penambahan pendapatan. Kebiasaan ternak itik mencari makan di
persawahan dapat menjadi sumber pupuk untuk organik serta dapat
memperbaiki aerasi dan sirkulasi udara dalam tanah. Hal ini sejalan dengan
Abu dkk (2017), bahwa pola usahatani padi sawah yang terintegrasi dengan
ternak itik, lebih efisien dan menguntungkan daripada usahatani tunggal.
Namun integrasi padi dan ternak itik di pedesaan belumlah optimal karena
penggunaan sistem tanam tegel dapat membatasi pergerakan itik karena
ruang yang tersedia terbatas, serta terlalu padatnya populasi itik dalam
sawah juga dapat membatasi pergerakan itik. Menurut Basuki dan
Setyapermas (2012), pengaturan jumlah itik dalam suatu populasi sesuai
luas petakan sawah sangat menentukan keragaan pertumbuhan tanaman
dan itik . Introduksi pembesaran itik pada tanaman padi menjadi predator
yang efektif terhadap pengendalian gulma dan OPT.
5
Integrasi antara pemeliharaan itik petelur dengan padi sawah
saling menguntungkan, dimana ternak itik memperoleh pakan berupa
sisa-sisa padi yang rontok atau tertinggal pada saat panen, rumput-
rumputan yang tumbuh di sawah, serangga, keong sawah, kepiting batu,
katak kecil dan sebagainya (Evans dan Setioko, 1985). Sedangkan, padi
sawah akan mendapatkan keuntungan dari berkurangnya serangan hama
berupa gulma, serangga dan lain-lain karena telah dimakan oleh ternak
itik . Selain itu juga, munculnya benih dari varietas lain pada pertanaman
sebelumnya dapat dicegah sehingga benih murni dari varietas yang
diinginkan dapat mencapai 98 s/d 99%. Berdasarkan data dan informasi
dari Petugas Sertifikasi Benih di BPP Kec. Lalabata Kab. Soppeng bahwa
persentase munculnya benih varietas lain dari pertanaman sebelumnya
mencapai 4%-5% jika jeda masa panen dan pertanaman hanya berjarak 1
bulan dimana pengolahan tanah kurang maksimal. Disamping itu juga
diperoleh pupuk organik berupa kotoran dari ternak itik pada saat
digembalakan . Penggunaan pupuk dan pestisida yang berupa bahan
kimia dan atau bahan anorganik akan berkurang dalam penerapan sistem
integrasi Ini.
Upaya meningkatkan produksi dapat ditempuh dengan
mengintegrasikan sistem tanam jajar Legowo dengan kepadatan itik,
dengan penggunaan sistem tanam jajar legowo memberikan ruang gerak
untuk itik mencapai makanan yang terdapat di pertengahan sawah,
keberadaan itik di pertanaman padi dapat meguntungkan bagi tanaman
6
padi selain sebagai pengendali OPT juga berfungsi untuk sumber bahan
organik. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
tentang pengaruh berbagai kepadatan itik dengan sistem tanam dalam
meningkatkan produksi dan pendapatan dalam usahatani.
B. Perumusan Masalah
Tanaman Padi pada umumnya di Indonesia dan Khususnya di
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu komoditas unggulan utama.
Sistem budidaya padi yang dilakukan petani didominasi oleh penggunaan
input agrokimia sangat tinggi baik pada tanaman . Akibat penggunaan
bahan agrokimia yang cukup lama berdampak pada kerusakan lahan atau
degradasi lahan pertanian yang berakibat kemampuan tanah
menyediakan hara dan memegang air menurun serta serangan OPT
semakin tinggi bahkan tidak terkendali. Dampak lebih jauh dapat
menurunkan produksi dan produktifitas tanaman padi. Untuk menghadapi
hal tersebut sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan yang berbasis
kearifan lokal merupakan salah satu metode pengolahan lahan melalui
pola integrasi antara tanaman dengan itik yang ramah lingkungan yang
dapat mengurangi tingkat kerusakan lahan, mengendalikan OPT dan
gulma.
Adapun rumusan permasalahan dari uraian diatas adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh sistem tanam terhadap pertumbuhan dan
produksi padi.
7
2. Bagaimana pengaruh jumlah populasi itik terhadap pertumbuhan dan
produksi padi.
3. Bagaimana pengaruh interaksi jumlah populasi itik dan sistem tanam
terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui dan memahami pengaruh sistem tanam terhadap
pertumbuhan dan produksi padi.
2. Mengetahui dan memahami pengaruh jumlah populasi itik terhadap
pertumbuhan dan produksi padi.
3. Mengetahui dan memahami pengaruh interaksi jumlah populasi itik
dan sistem tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi bagi penelitian selanjutnya dan sebagai rekomendasi dalam
peningkatan pertumbuhan dan produksi padi melalui integrasi tanaman
padi dengan ternak itik.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sekilas Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim
dengan morfologi berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami.
Daunnya memanjang dengan ruas searah batang daun. Pada batang
utama dan anakan membentuk rumpun pada fase vegetatif dan
membentuk malai pada fase generative. Padi merupakan tanaman yang
sangat mudah ditemukan di daerah pedesaan serta merupakan
tanaman semusim. Tanaman padi melakukan penyerbukan sendiri dan
kemungkinan untuk terjadinya penyerbukan silang sangat kecil (<0,4%).
Munurut Hasanah dan Ina (2007), Padi merupakan genus oryza L. yang
meliputi kurang dari 25 spesies tersebar di daerah tropis subtropis
seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi yang ada sekarang
merupakan persilangan antara Oryza officianalis dan Oryza sativa F.
spontane.
Tanaman Padi termasuk tanaman yang berumur pendek yang
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan
bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar yang berfungsi untuk
menyerap air dan unsur hara dalam tanah, batang yang beruas-ruas,
anakan dan daun yang meliputi helaian, pelepah dan lidah daun.
Sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, buah padi dan gabah
(Hasanah dan Ina, 2007).
9
Tanaman padi meliputi daun, batang, akar, anakan, bunga, malai
dan gabah. Daun tanaman padi berselang seling, satu daun pada
setiap buku. Helaian daun terletak pada batang padi yang bentuknya
memanjang seperti pita. Panjang dan lebar daun tergantung pada jenis
varietas. Pelepah daun merupakan bagian daun yang menyelubungi
batang. Lidah daun terletak berbatasan antara helaian dan pelepah
daun yang berfungsi untuk mencegah masuknya air hujan di antara
batang dan upih (Hanum, 2008). Adanya telinga dan daun pada
tanaman padi dapat digunakan untuk membedakan rumput-rumputan
pada stadia bibit (seedling) karena daun rumput-rumputan hanya
memiliki lidah daun atau tidak sama sekali (Makarim dan Ikhwani,
2008).. Daun teratas disebut daun bendera, satu daun pada awal fase
pertumbuhan memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh penuh,
sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih
lama 8-9 hari. Jumlah daun pad tiap tanaman tergantung varietas.
Bertambahnya luas daun pada tanaman disebabkan oleh dua faktor
yaitu peningkatan jumlah anakan dan meningkatnya jumlah daun
(Wahyuti, 2012).
Makarim dan Ikhwani (2008), menyatakan tanaman padi memiliki
berganda (anak-beranak). Dari batang utama akan tumbuh anakan
primer yang sifatnya hetero tropic sampai anakan tersebut memiliki 6
(enam) daun. Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang
penting pada varietas-varietas unggul.
10
B. Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan
banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm
per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang
dikehendaki tahun-1 sekitar 1500–2000 mm. Suhu yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi adalahn 23 °C dan tinggi tempat yang cocok
untuk tanaman padi berkisar antara 0–1500 m dpl. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi
pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan
air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah
yang ketebalan lapisan atasnya antara 18–22 cm dengan pH antara 4–7
(Siswoputranto, 1976).
Faktor yang menentukan jarak tanam pada tanaman padi sawah
tadah hujan tergantung pada:
1. Jenis tanaman
Jenis padi tertentu dapat menghasilkan banyak anakan. Jumlah
anakan yang banyak memerlukan jarak tanam yang lebih besar,
sebaliknya jenis padi yang memiliki jumlah anakan sedikit memerlukan
jarak tanam yang lebih sempit.
2. Kesuburan tanah
Penyerapan hara oleh akar tanaman padi akan mempengaruhi
penentuan jarak tanam, sebab perkembangan akar atau tanaman itu
sendiri pada tanah yang subur lebih baik dari pada perkembangan
11
akar/tanaman pada tanah yang kurang subur. Jarak tanam yang
dibutuhkan pada tanah yang subur akan lebih lebar dari pada jarak
tanam pada tanah yang kurang subur.
C. Sistem Tanam
Padi dibudidayakan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang
setinggi-tingginya dengan kualitas sebaik mungkin. Untuk mendapatkan
hasil sesuai dengan harapan faktor sistem tanam sangat menentukan
hasil produksi. Salah satu sistem tanam yang telah direkomendasikan
untuk diaplikasikan petani yaitu sistem tanam Jajar Legowo.
Pada sistem jajar legowo dua baris semua rumpun berada di
pinggir dari pertanaman akibatnya semua rumpun padi tersebut
memperoleh matahari dari pengaruh pinggir (border effect). Pada rumpun
padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5-2 kali lipat lebih tinggi dari
produksi yang berada di bagian dalam. Disamping iti sistem legowo yang
memberikan ruang (lorong) yang luas sangat cocok dikombinasikan
dengan pemeliharaan ikan atau mina padi (Permana, 1995).
Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Suharno (2014), sistem
tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya untuk memanipulasi
lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman
pinggir yang lebih banyak dengan barisan kosong. Tanaman padi yang
berada di pinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih
baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga
memberikan produksi dan kualitas yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan
12
karena tanaman yang berada di pinggir akan memperoleh intensitas
cahaya matahari yang lebih banyak.
Ada beberapa tipe cara tanaman jajar legowo yang secara umum
dapat dilakukan yaitu : tipe legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1), (6:1) dan tipe
lainnya yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh sebagian
masyarakat petani di Indonesia. Tipe sistem tanam jajar legowo terbaik
dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar legowo
(4:1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2:1) dapat diterapkan untuk
mendapatkan bulir gabah berkualitas benih (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian 2013).
Penerapan inovasi teknologi PTT melalui penggunaan varietas
unggul baru dengan sistem tanam legowo (2:1) dan (4:1), baik tabela
maupun tapin mampu memberikan hasil gabah yang cukup tinggi
dibandingkan dengan teknologi yang diterapkan oleh petani. Varietas
unggul Memberamo, Mekongga, Cigeulis, Ciherang dan IR66 yang
ditanam dengan sustem legowo rata-rata memberikan hasil gabah lebih
tinggi (5,5-8,3 t.haֿ¹) dibandingkan dengan teknologi petani (non PTT) yang
hanya sekitar 4 t.ha ֿ¹ (Sirappa, 2011).
D. Integrasi usaha Padi-Itik
Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan
pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak.
Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah
terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman
dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang
saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen.
13
Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan factor
pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan
pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran dkk.,
2006).
Integrasi antara pemeliharaan itik petelur dengan padi sawah juga
sudah biasa dilakukan oleh peternak, karena sampai saat ini masih
banyak itik petelur yang dipelihara secara tradisional, yaitu digembalakan
secara berpindah dari suatu lokasi sawah setelah panen ke lokasi lainnya
(Abduh dan Nurhayu, 2004; Wasito dan Khairah, 2004 ; Zuraida, 2004)
Sistem integrasi antara tanaman pangan (padi) dan ternak itik
mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai fertilisator, pestisidator dan
sekaligus sebagai herbisidator (Mahfudz et al., 2004). Menurut
Simanjuntak (2005), bahwa keuntungan yang diperoleh dari sistem
integrasi ini adalah meliputi : a) berkurangnya biaya produksi akibat
penurunan pemberian pupuk, pestisida dan herbisida serta upah tenaga
kerja untuk menyiangi rumput, b) padi/beras yang dihasilkan menjadi
padi/beras organik mempunyai harga jual yang lebih tinggi, c) peningkatan
mutu dan kondisi lahan karena penggunaan pupuk organik yang minimal,
d) biaya produksi itik menjadi lebih rendah karena sebagian besar sumber
pakan lokal, dan e) rendahnya biaya pemeliharaan ikan .
Sistem integrasi antara pemeliharaan itik pedaging dengan padi
sawah sampai saat ini belum banyak dilakukan oleh petani, karena
kemungkinan masih rendahnya permintaan konsumen terhadap daging
14
itik . Belum banyak tersedianya bibit khusus untuk itik pedaging yang
dapat dengan mudah diperoleh oleh peternak di pedesaan, juga
merupakan salah satu kendala usaha pengembangan . Itik yang banyak
dijual sebagai itik pedaging pada saat ini adalah itik petelur jantan muda
(berumur 2-4 bulan), itik petelur betina afkir dan entok jantan/betina
dewasa .
Dalam pelaksanaannya di lapangan, padi dapat ditanam dengan
sistem jajar legowo 2 atau 3 baris dengan jarak tanam 20 x 10 cm. Itik yang
dilepas biasa berumur 14 hari dengan jumlah 300-450 ekor/ha (Suwandi,
2011; Hossain et al., 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hossain et
al.,(2011), menemukan bahwa kombinasi antara padi dengan itik tidak
hanya menurunkan populasi serangga hama, tetapi juga meningkatkan
kandungan N, P, K, S, dan Ca dalam tanah. Penelitian yang sama juga
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata jumlah serangga
menguntungkan antara pertanian konvensional dan kombinasi padi dengan
itik
Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk
tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan
ternak (Ismail dan Djajanegara, 2004).
Menurut Bakri dkk (2005), untuk pemeliharaan tiktok secara terpadu
perlu dipersiapkan ruang gerak cukup luas yang dilepas di areal
persawahan, agar tidak terjadi kerusakan pada batang padi atau kurang
cukup tersedia pakan bagi tiktok yang dipelihara dengan mengatur jarak
15
tanam atau pengaturan jumlah tiktok yang dilepas sesuai dengan luasan
sawah.
Gambar 1. Itik dalam Sistem Padi Ramah Lingkungan
E. Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut
dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan
peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam
penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering
disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan
digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan
ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk
memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki
kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah
saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga
dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan
keuntungan hasil usaha taninya.
Menurut Suwanto dan Suwardi, (2010) sebagai contoh
sederhana pertanian terpadu adalah apabila dalam suatu kawasan
16
ditanam jagung, maka ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman
merupakan limbah yang harus dibuang oleh petani. Tidak demikian
halnya apabila di kawasaan tersebut tersedia ternak ruminansia, limbah
tersebut akan menjadi makanan bagi hewan ruminansia tersebut.
Hubungan timbal balik akan terjadi ketika ternak mengeluarkan kotoran
yang digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanam di kawasan
tersebut
F. Kearifan Lokal
Menurut Wahyu (2007), bahwa kearifan lokal, dalam terminology
budaya, dapat diinterpretasikan sebagai pengetahuan lokal yang berasal
dari budaya masyarakat, yang unik, mempunyai hubungan dengan alam
dalam sejarah yang panjang, beradaptasi dengan system ekologi
setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan
pengetahuan baru.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian tanaman
pangan, kearifan lokal ini dapat dijadikan pendamping dari ilmu-ilmu serta
teknologi modern. Kearifan lokal ini dapat sekaligus menjadi penyaring
modernisasi yang dapat berdampak negatif bagi kehidupan sosial dan
budaya masyarakat setempat, maupun merusak alam lingkungan.
Kearifan lokal menjadi benteng yang sangat penting dalam meningkatkan
peranan dunia usaha di bidang pertanian tanaman pangan. Peran dunia
usaha memproduksi komoditas pangan memang sulit dihindari, sebaliknya
peran tersebut perlu didorong. Sementara peran pemerintah lebih terfokus
17
pada regulasi dalam penyediaan infrastruktur pertanian. Meski demikian
peranan dunia usaha tetap harus sejalan dengan kearifan lokal yang telah
tumbuh dan berkembang pada kehidupan masyarakat pedesaan selama
ini. Dengan begitu ketahanan pangan nasional akan terwujud dengan
adanya diversifikasi konsumsi pangan yang berbasis kearifan lokal
(Tupan, 2011).
Penduduk yang bermukim dipesisir Danau Tondano, mayoritas
penduduknya mengusahakan tanaman padi sawah dan sebagian
mengusahakan ternak itik. Peningkatan produksi pertanian belum
sepenuhnya memberikan hasil yang nyata terhadap peningkatan
kesejahteraan petani, khususnya petani padi (Abduh dan Nurhayu 2004).
Ternak itik digembalakan di lahan sawah yang baru selesai dipanen.
Ternak itik tersebut mengkonsumsi sisa-sisa/limbah padi yang rontok
waktu panen dan hewan-hewan yang terdapat di lahan sawah. Pada sore
harinya ternak itik dikandangkan dan diberi pakan tambahan berupa renga
(siput) yang diperoleh dari Danau Tondano. Petani sudah lama menggeluti
usahataninya tetapi ternyata mereka belum mengetahui secara pasti
apakah kombinasi usahatani yang mereka kerjakan memberikan
keuntungan atau kemungkinan kerugian (Polakitan et al, 2015).
18
F. Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian ini merupakan gambaran singkat proses
dan hubungan konsep yang diteliti yang arahnya untuk menjawab
rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini dengan alur sebagai
berikut :
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Degradasi Lahan dan Biaya Produksi Mahal
Penggunaan Pupuk Kimia, Pertisida dan Herbisida
Tinggi
Padi sebagai Sumber Pangan Utama dan Sumber Pendapatan Petani
Sistem Pertanian Terpadu
Pengolahan Lahan secara Bijaksana (Perbaikan Mutu Lahan)
Integrasi Padi dan Itik
Kualitas dan Kuantitas Padi
Ketersediaan Pakan Alami
Kualitas Daging Itik
Kesuburan dan Kualitas Lahan Menurun
Pengendalian OPT
Pemurnian Varietas
Pengendalian
Gulma
Budidaya Tanaman Organik
19
G. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
1. Terdapat salah satu sistem tanam yang akan memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
2. Terdapat salah satu populasi itik yang dapat memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
3. Terdapat hubungan interaksi antara jumlah populasi itik dan sistem
tanam yang akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi padi sawah.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Enrekeng Kecamatan Ganra
Kabupaten Soppeng. Lokasi penelitian pada lahan sawah bertekstur
lempung berliat dari hasil penanaman musim tanam lalu dengan Varietas
Inpari 7, yang dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2017.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : sarana
produksi terdiri dari pupuk : Urea, NPK, Kompos, POC, Pestisida, Benih
Padi Varietas Mekongga dan Ternak Itik.
Alat yang digunakan adalah alat Handtraktor, Handsprayer
timbangan digital, besi beton, bambu, tali, sprayer, paranet, sabit, cangkul,
parang, karung, papan plot, alat pembagi mekanis, alat tulis menulis, dan
pengukur kadar air.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak
Terpisah dalam acak kelompok. Petak utama (PU) adalah populasi ternak
itik terdiri dari lahan sawah tanpa itik per 100 m-2 (I₀), lahan sawah 5 itik
per 100 m-2 (I1), lahan sawah 10 itik per 100 m-2 (I2) dan lahan sawah 15
itik per 100 m-2 (I3). Sistem Tanam sebagai anak petak terdiri dari Jajar
Legowo 2:1 (S1), Jajar Legowo 3:1 (S2), dan Jajar Legowo 4:1 (S3) dan
Tegel (S4). sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan, dan setiap
21
kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 48 plot
percobaan (plot) sesuai pada lampiran gambar 1 (denah pengacakan di
lapangan).
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Sebelum Pengolahan Lahan
Sebelum pengolahan lahan dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan
pengukuran luas petakan yang digunakan untuk melepaskan itik seperti
pada lampiran (gambar 2). Sebelum pelepasan itik terlebih dahulu
membuat petakan sawah dari paranet dengan ukuran10m x 10m atau
seluas100 m² (lampiran gambar 3). Petakan yang sudah terbentuk
dipasangkan papan plot percobaan untuk memudahkan pengamatan di
lapangan. Selanjutnya dilakukan pengamatan hama, penyakit dan gulma
sebelum itik dilepas untuk mengetahui intensitas serangan awal (lampiran
gambar 4). Setelah pengamatan hama, penyakit dan gulma kemudian itik
dilepas pada petakan sawah (5 ekor, 10 ekor, dan 15 ekor) selama 30
(tiga puluh) hari sebagaimana pada lampiran gambar 5.
2. Pengolahan Lahan
Sebelum pengolahan tanah, itik dikeluarkan dari petakan dan
melepas semua paranet. Pengolahan tanah dilakukan dengan hand
traktor yang dimulai dari proses pembajakan pada kedalaman sekitar 20-
30 cm lalu digenangi air selama beberapa hari. Proses selanjutnya tahap
kedua dengan alat rotari bertujuan memecah bongkah tanah dari hasil
pembajakan sampai sawah melumpur, selanjutnya dilakukan penggaruan
22
dan perataan tanah menggunakan alat sisir (lampiran gambar 6).
Pengolahan tanah dilakukan olah tanah sempurna menggunakan
handtraktor, dengan cara tiga kali pengolahan tanah yang pertama
pembajakan tahan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan alat rotari
dan terakhir dilakukan penggaruan dan perataan menggunakan alat sisir
tanah.Setelah pengolahan tanah membuat petakan perlakuan seluas 100
m² (10 m x 10 m).
2. Persemaian
Persemaian disiapkan sebelum tanam, petakan calon persemaian
disesuaikan luas persemaian, luas persemaian yang diperlukan 4 % dari
luas sawah yang akan di tanami padi. Perendaman benih selama 24 jam
untuk proses perkecambahan benih, kemudian ditiriskan dan diperam
selama satu hari. Pada pagi hari benih mulai berkecambah dan benih siap
untuk di tabur pada tempat persemaian.
3. Penanaman dan Pelepasan Itik
Penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tanam pindah
(tapin) jajar legowo dan tegel. Jarak tanam yang digunakan jajar legowo
(2:1, 3:1, 4:1 dan tegel ) 20 cm x 10 cm x 40 cm sedangkan sistem
tanam tegel digunakan jarak tanam 25 x 25 cm sesuai dengan lampiran
gambar (7a, 7b, 7c, 7d). Umur bibit yang telah disemaikan sekitar 14 hst
dicabut kemudian ditanam pada lahan petak percobaan. Penanaman
pada lahan percobaan 1 - 2 batang per rumpun dan penanaman
dilakukan pada kondisi macak-macak. Setelah tanaman padi berumur 20
23
hari, dilakukan kembali pemasangan paranet dengan ukuran 10 m x 10 m
atau seluas 100 m² selanjutnya itik dilepaskan pada petakan sawah (5
ekor, 10 ekor, dan 15 ekor) sebagaimana dapat dilihat pada gambar 8.
4. Pemeliharaan
Selama proses pemeliharaan selama percobaan meliputi
penyulaman, penyisipan, pengairan, penyiangan, kecuali pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit, ternak itik tetap berada di petakan
sawah. Pemberian pakan itik dilakukan pada waktu sore hari
Penyulaman dan Penyisipan
Penyulaman dilakukan pada umur 7 hst setelah tanam jika bibit
tidak tumbuh dan penyisipan dilakukan jika hasil penanaman tidak sesuai
jarak tanam. Tanaman baru yang digunakan sebagai pengganti diambil
dari sisa persemaian.
Pengairan
Pemberian air dengan metode terputus-putus disesuaikan dengan
kondisi letak lahan sawah dari saluran tersier dan ketersediaan air.
Kondisi ini dibiarkan sampai tanaman berumur 40 hari setelah tanam agar
terbentuk anakan. Pada fase primordial, air dinaikkan menjadi 10 cm
untuk menekan anakan baru. Seminggu sebelum panen air dialirkan
sampai kering agar proses pemasakan buah/bulir sempurna.
24
Pengendalian Hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan dimulai dari
persemaian sampai saat akan panen dengan menggunakan konsep
pengendalian hama secara terpadu, yaitu dengan cara menanam secara
serempak dan pengendalian secara mekanik, biologis dan pestisida nabati
(lampiran gambar 9) sebagai alternatif terakhir. Pengendalian OPT hanya
diperuntukkan pada hama yang tidak dapat dimakan oleh itik. Perlakuan
dengan populasi itik dihentikan setelah tanaman memasuki fase
pembungaan.
5. Panen
Panen dengan menggunakan cara manual setelah tanaman padi
mencapai masak fisiologis dengan ciri-ciri: bulir-bulir padi menguning,
tangkai malai menunduk karena beratnya butir-butir padi serta butir padi
bila ditekan terasa keras dan berwarna kuning. Sebelum melakukan
pemanenan terlebih dahulu dilakukan pengambilan ubinan (lampiran
gambar 10).
E. Parameter Pengamatan
Parameter Pengamatan Padi
Pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman yang dipilih
secara acara acak per petak.
1. Tinggi tanaman pada umur 45 HST (cm). Diukur mulai dari pangkal
batang sampai daun tertinggi.
25
2. Jumlah anakan per rumpun pada umur 45 HST (batang). Dihitung
jumlah anakan yang terbentuk sampai menjelang terbentuknya malai.
3. Jumlah anakan produktif, (batang), dihitung jumlah anakan yang
menghasilkan malai.
4. Jumlah rumpun yang terserang hama (rumpun) yang ada pada
tanaman dihitung jumlah rumpun pengamatan yang terserang hama
dan penyakit pada plot percobaan dihitung sebelum dan setelah
pelepasan itik.
5. Persentase (%) dan jenis varitas lain yang muncul pada petakan
percobaan dihitung jumlah rumpun varitas dan jenis varitas lain yang
muncul pada masing-masing plot percobaan dihitung setelah
pelepasan itik.
6. Penyebaran gulma (tanaman.petak) jumlah gulma berdaun lebar dan
sempit dihitung apabila muncul pada petak percobaan. Dihitung stelah
pelepasan itik.
7. Panjang malai (cm), diukur dari pangkal malai sampai ujung malai
dilakukan pada akhir percobaan.
8. Jumlah cabang malai (buah), dengan menghitung jumlah
percabangan dari tangkai malai utama/primer.
9. Jumlah gabah per malai (biji.malai-1), dihitung jumlah bulir yang
terbentuk pada setiap malai, dilakukan pada akhir percobaan.
10. Presentasi gabah hampa (%), Dihitung gabah hampa per malai dibagi
dengan total gabah per malai kali 100%.
26
11. Bobot 1000 butir (g), ditimbang 1000 butir gabah kering giling pada
kadar air biji sekitar 14%.
12. Produksi gabah kering panen per hektar (t.ha-1), dilakukan setelah
mendapatkan hasil per petak dikonversi pada luasan per hektar.
13. Rendemen beras (%), hasil gabah kering panen dikeringkan sampai
pada kadar air 14% digiling menjadi beras. Jumlah beras yang
dihasilkan ditimbang.
Parameter Pengamatan Itik
1. Perkembangan bobot itik (kg). Ditimbang sebelum dan setelah
dikeluarkan dari petakan sawah.
Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) Pertumbuhan
direfleksikan dengan pertambahan bobot hidup ternak kurun waktu
tertentu. Penimbangan bobot hidup dilakukan setiap bulan. Pertambahan
bobot hidup (PBH) dihitung dengan rumus:
PBBH = 𝑊2 − 𝑊1
𝑡2 − 𝑡1
(Ihwanul dkk., 2011)
Dimana : W1 = bobot badan awal (kg) W2 = bobot badan akhir (kg)
t1 = Waktu awal pengamatan (hari)
t2 = Waktu akhir pengamatan (hari)
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan yang diperoleh dari penelitian dianalisis
menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) pada microsoft excel 2013.
Apabila ada pengaruh perlakuan pada analisis sidik ragam maka
27
dilakukan uji lanjut untuk membedakan rata-rata antar perlakuan dengan
menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaan
5%.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tinggi Tanaman
Hasil Analisis sidik ragam tinggi tanaman pada Tabel Lampiran 5.
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan populasi ternak itik,
sistem tanam dan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem
tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Gambar 3. Rata-rata tinggi tanaman padi.
Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan populasi ternak itik 5
ekor per 100 m2 dengan sistem tanam Legowo 2:1 (i1s1) sebesar 88,53
cm memberikan tanaman tertinggi, disusul perlakuan tanpa ternak itik
dengan sistem tanam Legowo 2:1 (i0s1) sebesar 88,23 cm sedangkan
perlakuan tinggi tanama terendah terdapat pada perlakuan tanpa ternak
itik dengan sistem tanam Tegel (i1s4) sebesar 84,20 cm.
29
Jumlah Anakan
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan jumlah anakan dan anakan
produktif pada Tabel Lampiran 6 dan 7. Analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan sistem tanam berpengaruh sangat nyata sedangkan
perlakuan populasi ternak itik dan interaksi antara populasi ternak itik
dengan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan
dan anakan produktif tanaman padi.
Tabel 1. Rata-rata jumlah anakan dan anakan produktif
(anakan.tanaman-1).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik Rata-rata NPs BNT0.05
i0 i1 i2 i3
Jumlah Anakan (anakan.tanaman-1)
s1 18.30 18.03 18.23 19.20 18.44p
s2 18.23 15.83 16.73 16.67 16.87q 0.83
s3 17.10 17.13 17.00 17.23 17.12q
s4 17.07 17.33 16.63 16.93 16.99q
Jumlah Anakan Produktif (anakan.tanaman-1)
s1 14.13 13.70 13.80 14.80 14.11p
s2 13.97 12.17 13.07 12.53 12.93q 0.70
s3 12.80 13.00 13.03 13.17 13.00q
s4 13.23 13.40 12.77 13.43 13.21q
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 1 pada jumlah anakan menunjukkan bahwa sistem tanam
Legowo 2:1 (s1) yaitu 18,44 anakan per tanaman-1 memberikan jumlah
anakan terbanyak dan berbeda nyata dengan sistem tanam lainnya.
Jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa sistem tanam Legowo 2:1
(s1) yaitu 14,11 anakan per tanaman memberikan jumlah anakan produktif
terbanyak dan berbeda nyata dengan sistem tanam lainnya.
30
Jumlah Rumpun Terserang Hama
Hasil analisis sidik ragam pengamatan jumlah rumpun terserang
hama sebelum dan sesudah pelepasan itik pada Tabel Lampiran 8 dan 9..
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan populasi ternak itik,
sistem tanam dan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam
berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap jumlah rumpun terserang
hama.
Tabel 2. Jumlah rumpun yang teserang hama (rumpun).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik NPs BNT0.05
i0 i1 i2 i3
Sebelum Pelepasan Itik
s1 4,00𝑏𝑝 2,67
𝑎𝑝 4,00
𝑏𝑝 3,33
𝑎𝑏𝑝
s2 3,67𝑎𝑝 4,67
𝑎𝑞 4,00
𝑎𝑝 3,67
𝑎𝑝𝑞 1,03
s3 3,00𝑎𝑝 3,33
𝑎𝑝 5,33
𝑏𝑞 4,67
𝑏𝑞𝑟
s4 3,67𝑎𝑝 3,00
𝑎𝑝 3,00
𝑎𝑝 5,67𝑏
𝑟
NPi BNT0.05
1,03
Setelah Pelepasan Itik
s1 2,67𝑏𝑝 0,00
𝑎𝑝 0,00
𝑎𝑝 0,00
𝑎𝑝
s2 4,00𝑏𝑞 0,33
𝑎𝑝 0,33
𝑎𝑝𝑞 0,33
𝑎𝑝 1,24
s3 5,67𝑐𝑟 2,33
𝑏𝑞 1,33
𝑎𝑏𝑞
1,00𝑎𝑝
s4 7,33
𝑐𝑠 3,67𝑏
𝑟 2,67𝑎𝑏
𝑟 2,33
𝑎𝑞
NPi BNT0.05
1,19
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (a,b) dan kolom (p,q,r,s) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 2 menunjukkan bahwa serangan hama sebelum pelepasan
itik terendah yaitu 2,67 rumpun terdapat pada interaksi populasi itik 5 ekor
per 100 m2 dengan sistem tanam jajar Legowo 2:1 (i1s1) dan berbeda
nyata dengan interaksi populasi itik 5 ekor per 100 m2 (i1s2). Sistem
tanam yang sama (Legowo 2:1) memperlihatkan populasi itik 5 ekor per
31
100 m2 (i1s1) berbeda nyata dengan populasi tanpa itik (0 ekor) per
100 m2 (i0s1) dan 10 ekor per 100 m2 (i2s1) tetapi tidak berbeda nyata
dengan populasi itik 15 ekor per 100 m2 (i0s1). Serangan hama tertinggi
5,67 rumpun terdapat pada populasi itik 15 ekor per 100 m2 dengan
sistem tanam Tegel (i3s4).
Tabel 2 menunjukkan bahwa serangan hama setelah pelepasan itik
terendah (0,00 rumpun) terdapat pada interaksi populasi itik 5 ekor per
100 m2 dengan sistem tanam jajar Legowo 2:1 (i1s1), populasi itik 10 ekor
per 100 m2 dengan sistem tanam jajar Legowo 2:1 (i2s1) dan populasi itik
15 ekor per 100 m2 dengan sistem tanam jajar Legowo 2:1 (i3s1).
Serangan hama tertinggi 7,33 rumpun terdapat pada populasi tanpa itik 0
ekor per 100 m2 dengan sistem tanam Tegel (i0s4).
Persentase dan jenis munculnya Varietas Lain
Hasil Analisis sidik ragam persentase munculnya varietas lain pada
Tabel Lampiran 10. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuanpopulasi ternak itik, sistem tanam dan interaksi antara populasi
ternak itik dengan sistem tanam pengaruh sangat nyata terhadap
penyebaran persentase munculnya varietas lain.
32
Tabel 3. Rata-rata Persentase munculnya varietas lain (%).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik NPs BNT0.05 i0 i1 i2 i3
s1 8.33𝑏𝑝 8.33
𝑏𝑝 6.67
𝑎𝑏𝑝
3.33𝑎𝑝
s2 23.45𝑐𝑟 12.51
𝑏𝑞 6.25
𝑎𝑝 7.82
𝑎𝑞 3.54
s3 10.42𝑏𝑞 12.15
𝑏𝑞 5.21
𝑎𝑝 8.68
𝑎𝑏𝑞
s4 14.58𝑐𝑞 12.50
𝑐𝑞 4.17
𝑎𝑝 8.33
𝑏𝑞
NPi BNT0.05 3.57
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (p,q,r) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase munculnya varietas lain
terendah (3,33 %) terdapat pada interaksi populasi ternak itik 15 ekor per
100 m2 dengan sistem tanam Legowo 2:1 (i3s1) berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan lainnya.
Tabel 3 menunjukkan sistem tanam Legowo 2:1 yang sama
memperlihatkan populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2 (i3s1) memberikan
persentase munculnya varietas lain terendah dan tidak berbeda nyata
populasi ternak itik 10 ekor per 100 m2 berbeda nyata dengan populasi
ternak itik 5 ekor per 100 m2 dan kontrol.
Tabel 4. Pengamatan varietas lain yang muncul di petakan sawah.
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik
i0 i1 i2 i3
s1 Lusi, Inpari 7 Lusi, Inpari 7 Lusi,Inpari 7 Inpari 7
s2 Lusi, Inpari 7 Lusi, Inpari 7 Inpari 7 Lusi, Inpari 7
s3 Inpari 7 Inpari 7 Inpari 7 Inpari 7
s4 Inpari 7 Inpari 7 Lusi, Inpari 7 Inpari 7
Keterangan : Data setelah pengamatan dilapangan, 2017
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan yang munculnya 1 varietas
(inpari 7) terdapat pada perlakuan tanpa populasi ternak itik dengan
33
sistem tanam Tegel (i0s4), populasi ternak itik 5 ekor per 100 m2 dengan
sistem tanam Tegel (i1s4), populasi ternak itik 10 ekor per 100 m2 dengan
sistem tanam Legowo 3:1 (i2s2) dan Legowo 4:1 (i2s3) dan populasi
ternak itik 15 ekor per 100 m2 dengan sistem tanam Legowo 2:1 (i3s2),
Legowo 4:1 (i3s4) dan sistem tanam Tegel (i3s4).
Penyebaran Gulma
Hasil analisis sidik ragam pengamatan penyebaran gulma berdaun
lebar dan sempit pada Tabel Lampiran 11 dan 12. Analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan populasi ternak itik, sistem tanam dan
interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam pengaruh nyata
hingga sangat nyata terhadap penyebaran gulma berdaun lebar dan sempit.
Tabel 5. Rata-rata penyebaran gulma berdaun lebar (tanaman.petak-1).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik NPs
BNT0.05 i0 i1 i2 i3
s1 3.00𝑐𝑝 3.00
𝑐𝑞 2.00
𝑏𝑞 0.33
𝑎𝑝
s2 3.67𝑏𝑝 1.33
𝑎𝑝 1.00
𝑎𝑝 1.00
𝑎𝑝𝑞 0.89
s3 6.00𝑐𝑞 2.00
𝑏𝑝 1.00
𝑎𝑝 1.67
𝑎𝑏𝑞
s4 5.33𝑏𝑞 2.00
𝑎𝑝 2.33
𝑎𝑞 1.67
𝑎𝑞
NPi BNT0.05 0.91
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (p,q) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa penyebaran gulma berdaun lebar
terendah (0,33 tanaman.petak-1) terdapat pada interaksi populasi ternak
itik 15 ekor per 100 m2 dengan sistem tanam Legowo 2:1 (i3s1) dan tidak
berbeda nyata dengan interaksi populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2
dengan sistem tanam Legowo 3:1 (i3s2) dan berbeda nyata dengan
34
interaksi populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2 dengan sistem tanam
Legowo 4:1 (i3s2) dan Sistem tanam Tegel (i3s4).
Tabel 5 menunjukkan sistem tanam Legowo 2:1yang sama
memperlihatkan populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2 (i3s1) memberikan
penyebaran gulma berdaun lebar terendah dan berbeda nyata popilasi
ternak itik lainnya serta kontrol.
Tabel 6. Rata-rata penyebaran gulma berdaun sempit (tanaman.petak-1).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik Rata-rata NPs BNT0.05
i0 i1 i2 i3
s1 9.33 3.00 1.67 0.00 3.50p
s2 11.33 4.33 1.67 1.33 4.67q 0.77
s3 9.67 3.67 1.00 2.00 4.08pq
s4 9.33 2.67 2.00 1.00 3.75p
Rata-rata 9.92c 3.42b 1.58ab 1.08a
NPi BNT0.05 0.94
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (p,q) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa populasi ternak itik 15 ekor per
100 m2 (i3) memberikan penyebaran gulma terendah yaitu 1,08 tanaman
per petak dan tidak berbeda nyata dengan populasi ternak itik 10 ekor per
100 m2 (i2). Sistem tanam Legowo 2:1 (s1) memberikan penyebaran
gulma terendah dan tidak berbeda nyata dengan sistem tanam Legowo
4:1 (s3).
Panjang Malai
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan panjang malai pada Tabel
Lampiran 13. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan sistem
tanam berpengaruh nyata sedangkan perlakuan populasi ternak itik dan
35
interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang malai tanaman padi.
Tabel 7. Rata-rata panjang malai (cm).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik Rata-rata NPs BNT0.05
i0 i1 i2 i3
s1 25.33 25.62 25.11 25.88 25.49p
s2 25.11 25.12 24.55 25.59 25.09pq 0.75
s3 23.59 25.11 24.83 25.09 24.66q
s4 23.41 24.42 24.55 25.27 24.41q
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 7 menunjukkan panjang malai terpanjang yaitu 25,49 cm
terdapat pada perlakuan sistem tanam Legowo 2:1 (s1) tidak berbeda
nyata dengan sistem tanam Legowo 3:1 (s2) dan berbeda nyata dengan
sistem tanam Legowo 4:1 (s3) dan Tegel (s4).
Jumlah Cabang Malai
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan jumlah cabang malai pada
Tabel Lampiran 14. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
populasi ternak itik berpengaruh nyata sedangkan perlakuan sistem tanam
dan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang malai tanaman padi.
Tabel 8. Rata-rata jumlah cabang malai (cabang.,malai-1).
Sistem Tanam Populasi Ternak Itik
i0 i1 i2 i3
s1 12.33 12.25 12.83 13.08 s2 11.58 11.92 12.00 12.33 s3 11.58 11.42 11.83 12.42 s4 10.83 11.83 11.67 12.75
Rata-rata 11.58b 11.85ab 12.08ab 12.65a
NPi BNT 0.05 0.86
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (ab) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
36
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah cabang malai terbanyak yaitu
12,65 cabang per malai terdapat pada perlakuan populasi ternak itik 15
ekor per 100 m2 (i3) tidak berbeda nyata dengan populasi ternak itik 5
ekor per 100 m2 (i1) dan populasi ternak itik 10 ekor per 100 m2 (i2) dan
berbeda nyata dengan tanpa ternak itik (i0).
Jumlah Gabah Malai
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan jumlah gabah malai pada
Tabel Lampiran 15. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
sistem tanam berpengaruh nyata sedangkan perlakuan populasi ternak itik
dan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah malai tanaman padi.
Tabel 9. Rata-rata jumlah gabah (biji.malai-1).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik Rata-rata
NPs BNT0.05 i0 i1 i2 i3
s1 158.27 165.60 167.13 170.60 165.40p
s2 160.53 159.20 155.53 163.87 159.78pq 8.78
s3 158.20 156.00 160.93 162.80 159.48pq
s4 150.07 157.73 155.53 156.53 154.97q
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah gabah terbanyak yaitu 165,40
biji per malai terdapat pada perlakuan sistem tanam Legowo 2:1 (s1) tidak
berbeda nyata dengan sistem tanam Legowo 3:1 (s2) dan Legowo 4:1
(s3) dan berbeda nyata dengan sistem tanam Tegal (s4).
Persentase Malai Hampa
Hasil Analisis sidik ragam persentase malai hampa pada Tabel
Lampiran 16. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
37
populasi ternak itik, sistem tanam dan interaksi antara populasi ternak itik
dengan sistem tanam pengaruh sangat nyata terhadap persentase malai
hampa tanaman padi.
Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase malai hampah terendah
(0,00 %) terdapat pada interaksi populasi ternak itik 5 ekor per 100 m2
dengan sistem tanam Legowo 2:1 (i1s1), berbeda nyata dengan interaksi
populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2 dengan sistem tanam Legowo 4:1
(i3s3) dan Sistem tanam Tegel (i3s4).
Tabel 10. Rata-rata persentase malai hampa (%).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik NPs BNT0.05
i0 i1 i2 i3
s1 22.81𝑏𝑝 0.00
𝑎𝑝 0.00
𝑎𝑝 0.00
𝑎𝑝
s2 23.89𝑏𝑝 4.63
𝑎𝑞 5.75
𝑎𝑞 2.40
𝑎𝑝 4.19
s3 25.64𝑐𝑝 21.90
𝑐𝑟 9.82
𝑎𝑞 17.54
𝑏𝑞
s4 29.87𝑏𝑞 21.04
𝑎𝑟 20.86
𝑎𝑟 22.35
𝑎𝑟
NPi BNT0.05
4.20
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (abc) dan
kolom (pqr) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 10 menunjukkan Sistem tanam Legowo 2:1 yang sama
memperlihatkan populasi ternak itik 5 ekor per 100 m2 (i1s1), 10 ekor per
100 m2 (i2s1) dan 15 ekor per 100 m2 (i3s1) memberikan persentase
malai hampa terendah dan berbeda nyata dengan kontrol (i0s1).
Bobot 1000 Biji
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan bobot 1000 biji pada Tabell
Lampiran 17. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
populasi ternak itik berpengaruh nyata sedangkan perlakuan sistem tanam
38
dan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 biji tanaman padi.
Tabel 11. Rata-rata bobot 1000 biji (g).
Sistem Tanam Populasi Ternak Itik
i0 i1 i2 i3
s1 25.21 25.23 26.12 27.77 s2 25.15 27.20 26.09 27.22 s3 25.27 25.84 26.23 27.18 s4 24.33 26.50 26.59 26.56
Rata-rata 24.99b 26.19ab 26.26ab 27.18a
NPi BNT 0.05
1.74 Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (ab) berarti
tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 11 menunjukkan bahwa bobot 1000 biji terberat yaitu 27,18 g
terdapat pada perlakuan populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2 (i3) tidak
berbeda nyata dengan populasi ternak itik 5 ekor per 100 m2 (i1) dan
populasi ternak itik 10 ekor per 100 m2 (i2) dan berbeda nyata dengan
tanpa ternak itik (i0).
Produksi
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan produksi pada Tabel
Lampiran 18. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
populasi ternak itik dan sistem tanam pengaruh sangat nyata sedangkan
perlakuan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman padi.
39
Tabel 12. Rata-rata produksi (ton.ha-1).
Sistem Tanam
Populasi Ternak Itik Rata-rata NPs BNT0.05
i0 i1 i2 i3
s1 9.10 10.42 10.08 10.51 10.03p
s2 8.70 10.55 9.59 9.90 9.68p 0.48
s3 6.94 9.51 9.12 9.83 8.85q
s4 6.47 8.69 9.05 9.73 8.48q
Rata-rata 7.80b 9.79a 9.46a 9.99a
NPi BNT0.05
0.66
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (abc) dan kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 12 menunjukkan produksi tertinggi yaitu 10,03 ton per ha
terdapat pada perlakuan populasi ternak itik 15 ekor per 100 m2 (i3)
disusul oleh perlakuan populasi ternak itik 5 ekor per 100 m2 (i1) dan
populasi ternak itik 10 ekor per 100 m2 (i2) serta berbeda nyata dengan
perlakuan tanpa populasi ternak itik (i0). Sistem tanam Legowo 2:1 (s1)
memberikan produktivitas tertinggi disusul oleh perlakuan Sistem tanam
Legowo 3:1 (s2) dan berbeda nyata dengan sistem tanam Legowo 4:1
(s3) dan sistem tanam Tegel (s4).
Rendemen
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan rendemen pada Tabel
Lampiran 19. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
populasi ternak itik, sistem tanam dan interaksi antara populasi ternak itik
dengan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen hasil
padi.
40
Gambar 4. Rata-rata rendemen hasil padi.
Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan populasi ternak itik 10
ekor per 100 m2 dengan sistem tanam Legowo 4:1 (i2s3) 53,32 %
memberikan tinggi tanaman tertinggi sedangkan perlakuan tinggi tanama
terendah terdapat pada perlakuan tanpa ternak itik dengan sistem tanam
Tegel (i1s4) 59,04 %.
Pertambahan Bobot Badan
Hasil Analisis sidik ragam pengamatan pertambahan bobot badan
pada Tabel Lampiran 20. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan populasi ternak itik berpengaruh nyata sedangkan perlakuan
sistem tanam dan interaksi antara populasi ternak itik dengan sistem
tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan
tanaman padi.
41
Tabel 13. Rata-rata pertambahan bobot badan itik (g.hari-1).
Sistem Tanam Populasi Ternak Itik
i1 i2 i3
s1 11.50 13.94 12.10
s2 10.91 14.28 12.46
s3 11.30 14.09 12.19
s4 11.01 13.66 12.46
Rata-rata 11.18b 13.99a 12.30ab
NPi BNT0,05 1.94
Keterangan : angka-angka yang di ikuti huruf yang sama pada baris (ab) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
Tabel 13 menunjukkan bahwa pertembahan bobot badan tertinggi
yaitu 13,99 g per hari terdapat pada perlakuan populasi ternak itik 10 ekor
per 100 m2 (i2) tidak berbeda nyata dengan populasi ternak itik 15 ekor
per 100 m2 (i3) dan berbeda nyata dengan populasi ternak itik 5 ekor per
100 m2 (i1).
42
B. Pembahasan
Interaksi Populasi Itik Dengan Sistem Tanam
Interaksi perlakuan antara populasi itik 15 ekor per 100 m2 dengan
sistem tanam Legowo 2:1 memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman padi, disebabkan oleh adanya sinergi antara
tanaman padi dengan ternak itik. Pada umumnya itik senang makan hama
tanaman padi seperti cacing, larva, serta serangga yang terdapat pada
rumpun pertanaman. Kemudian kotoran itik yang terdapat di lahan sawah
akan digunakan oleh tanaman sebagai sumber nutrisi.
Gambar 5. Grafik korelasi antara parameter produksi dengan jumlah gulma berdaun lebar dan jumlah rumpun terserang hama (r= 0,497;0,623).
Penyerangan hama dapat ditekan dengan pelepasan itik di tengah
sawah pada proses vegetatif. Tabel 2 menunjukkan bahwa dengan sistem
tanam Legowo 2:1 memberikan pergerakan yang luas bagi itik jika
dibandingkan dengan sistem tanam Legowo 3:1, Legowo 4:1 dan Tegel.
Keunggulan sistem tanam Legowo 2:1 bagi itik karena banyaknya lorong
sebagai karena pertanaman yang kosong yang dapat digunakan oleh itik.
43
Serta memudahkan itik utuk menjangkau serangga yang berada pada
rumpun tanaman padi. Itik memakan gulma dan serangga pengganggu
tanaman padi, sehingga dihasilkanpadi yang bebas pestisida. Kotoran itik
menjadi pupuk yang dapat merangsang pertumbuhan padi (Abduh dan
Nurhayu, 2004).
Gambar 5 menunjukkan korelasi negatif antara produksi dengan
jumlah rumpun terserang hama dan jumlah gulma berdaun lebar,
kurangnya hama yang meyerang tanaman padi dapat meningkatkan
produksi disebabkan asimilat yang dihasilkan di alokasikan untuk proses
pengisian biji. Serta gulma dapat menjadi sumber pakan itik
dipertengahan sawah sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan dengan
adanya itik dipertengahan sawah. Kurangnya gulma yang tumbuh maka
sistem perakaran padi akan menyerap nutrisi secara optimal karena
persaingan perebutan nutrisi dengan gulma berkurang.
Gambar 6. Hubungan antara populasi itik dengan sistem tanam pada
pengamatan penyebaran gulma berdaun lebar (r= 0,950;0,990).
44
Gambar 6 menunjukkan bahwa kehadiran itik memberikan
pengaruh terhadap penyebaran gulma berdaun lebar dari gambar tersebut
dapat dilihat sistem tanam Legowo 3:1 memberikan pengaruh terhadap
penyebaran gulma lebih sedikit jika dibandingkan sistem tanam lainnya
namun ditambah dengan kehadiran itik akan lebih memperkecil karena
selain sebagai predator hama juga dapat menekan pertumbuhan gulma
karena gulma tersebut dapat dijadikan makanan oleh itik. Hal ini
dibuktikan dengan persamaan y3:1 = 0.0233x2 - 0.5167x + 3.5833;
r = 0.985* yang artinya bahwa pada sistem tanam Legowo 3:1 setiap
pemberian populasi itik sebanyak 11,08 ekor per 100 m2 akan menekan
penyebaran gulma sebanyak 0,71 tanaman.petak-1 dan apabila dilakukan
penambahan populasi akan berpengaruh pada pergerakan dan
persediaan paka itik ditengah pertanaman padi.
Gambar 7. Hubungan antara populasi itik dengan sistem tanam pada pengamatan jumlah rumpun terserang hama; a) sebelum dan b) setelah pelepasan itik (r= 0,950;0,990).
Gambar 7 menunjukkan bahwa itik sebagai predator alami hama yang
meyerang tanaman padi sebelum pelepasan itik semua sistem tanam
terserang hama namun setelah pelepasan itik penurunan signifikan terjadi
pada setiap sistem tanam dapat dilihat serangan hama setiap rumpun sistem
a b
45
tanam jajar Legowo 2:1 paling sedikit terserang hama adapun
persamanmnya y2:1 = 0.0267x2 - 0.56x + 2.5333; r = 0.966*. Hal ini
menunjukkan bahwa pada penambahan itik sebanyak 10,48 ekor per 100 m2
maka akan menurunkan hama sebesar 0,40 rumpun dan apabila
ditambahkan itik akan berpengaruh terhadap itik baik dari segi biologi dan
fisik.
Itik di tengah pertanaman padi dapat menjaga kemurnian varietas
tanaman karena potensi adanya varietas lain yang dibawa oleh burung
dapat di minimalisir oleh itik karena dapat menjadi pakan itik sehingga
kemurnian varietas dapat terjaga. Itik juga senang memakan tumbuhan
seperti gumla. Itik akan lebih aktif bergerak keseluruh sudut petakan
sawah pada kondisi demikian keberadaan gulma menjadi makan itik
demikian pula OPT lainnya. Lebih lanjut dengan keberadaan itik selama
24 jam per hari dilahan sawah menyebabkan gulma dan berbagai OPT
tidak berkesempatan berkembang biak (Mahfudz et al, 2001).
Gambar 8. Grafik korelasi antara parameter produksi dengan persentase malai hampa dan rendemen (r= 0,497;0,623).
Interaksi antara populasi itik dengan sistem tanam memberikan
pengaruh terhadap persentase malai hampa disebabkan feses dari itik
46
yang digunakan oleh tanaman padi sebagai sumber nutrisi, semakin
berkurangnya persentase malai hampa akan meningkatkan produksi
tanaman padi (Gambar 8). Hal tersebut dapat menekan penggunaan
pupuk non organik yang berlebihan sehingga input untuk produksi gabah
dapat di minimalisir serta petani dapat penghasilan tambahan dari
penjualan telur dan daging itik. Hal ini sependapat dengan Basuki dan
Setyapermas (2012), bahwa introduksi itik dalam pertanaman padi akan
memberikan keuntungan peningkatan produksi padi sehingga peningkatan
pendapatan petani sebagai akibat meningkatnya efisiensi tenaga kerja.
Keberadaan itik juga dapat menjadi predator untuk pertanaman
padi pada fase pengisian biji karena dapat menjadi pakan bagi itik.
sehingga pada fase tersebut ternak itik dikeluarkan dari pertanaman padi
agar proses pengisian biji tidak terganggu sehingga produksi tanaman
padi tidak mengalami penurunan.
Kearifan lokal petani di Kabupaten Soppeng dengan beternak itik
yang dilepas di persawahan sudah lama dilakukan secara turun temurun
namun akan optimal jika petani memperhatikan kepadatan itik serta
sistem tanam yang tepat untuk ternak itik. Dari hasil penelitian dapat
menjadi acuan untuk masyarakat petani Soppeng yang beternak itik agar
mengunakan populasi itik 15 ekor per 100 m2 dan sistem tanam Legowo
2:1 selain dapat meningkatkan produksi padi juga dapat meminimalisir
biaya ternak itik karena pemberian pakan diberikan pada waktu sore hari.
Adapun kuliner lokal dari masyarakat Bugis Makassar berbahan itik
seperti Palekko yang menjadi primadona kuliner wisatawan lokal,
47
sehingga menambah minat masyarakat lokal untuk beternak itik di
persawahan, oleh sebab itu penggunaan kepadatan itik maka akan
menjaga kestabilan penyediaan serta permintaan itik.
Penggunaan sistem tanam Legowo 2:1 yang di integrasikan
dengan populasi itik 15 ekor per 100 m2 dapat meningkatkan produksi
padi serta pendapatan petani hal ini dikarenakan penambahan
penghasilan dari ternak itik yang bisa dijual namun dalam ternak itik dapat
diproduksi telur jadi dengan adanya ternak itik pendapatan petani dapat
meningkat dengan penjualan daging itik serta penjualan telur adapun
keuntungan lainnya sumbangsi bahan organik ketanah dapat dipenuhi,
sehingga dengan model integrasi padi dengan ternak itik sangat
disarankan untuk digunakan petani agar sistem perekonomian dikalangan
petani meningkat.
Sistem tanam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam
dengan populasi itik mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
padi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu lingkungan
pertanaman padi, nutrisi yang tersedia dan potensi genetik yang terdapat
pada tanaman. Sistem tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman padi karena dapat menciptakan kondisi lingkungan untuk
tanaman padi sehingga intensitas cahaya matahari yang diterima oleh
tanaman padi menjadi optimum.
48
Penggunaan sistem tanam Legowo 2:1 sangat mempengaruhi
kualitas penyinaran yang diterima oleh tanaman padi, kualitas penyinaran
berkaitan dengan panjang gelombang yang diterima oleh daun, terkaitan
panjang gelombang berhubungan dengan warna cahaya. Warna cahaya
yang diterima oleh daun yaitu cahaya merah (radiasi merah) dan cahaya
inframerah (radiasi inframerah). Pada umumnya cahaya matahari
langsung banyak mengandung radiasi merah. Kemudian cahaya yang
diterima oleh daun terbagi tiga yaitu cahaya yang terserap (terarbsorbsi),
cahaya yang di pantulkan, dan cahaya yang diterusnya (refleksi) yang
berubah menjadi cahaya inframerah. Sistem tanam jajar Legowo 2:1 yang
memiliki ruang kosong mengakibatkan jumlah iradiasi inframerah dominan
dibandingkan dengan radiasi merah, maka alokasi asimilat dihasilkan
fotosintesis akan lebih banyak ke bagian atas tanaman akibatnya proses
pertumbuhan menjadi optimum dapat dilihat pada tabel 2 menunjukkan
perlakuan sistem tanam jajar Legowo 2:1 memberikan jumlah anakan dan
anakan produktif tertinggi. Banyaknya jumlah anakan yang terbentuk
mempengaruhi lebarnya kanopi tanaman padi sehingga dapat
menyebabkan radiasi merah yang diterima lebih dominan dibandingkan
dengan radiasi inframerah, maka alokasi asimilat yang dihasilkan
fotosintesis akan digunakan untuk perkembangan akar untuk mencari
nutrisi yang berada didalam tanah kemudian di translokasikan untuk
pengisian biji. Oleh sebab itu, dengan sistem tanam Legowo dua satu
dapat meningkatkan produksi.
49
Sistem tanam 2:1 memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman padi karena setiap dua baris terdapat ruang kosong
sehingga setiap pertanaman padi mendapatkan cahaya matahari yang
optimum seperti halnya tanaman padi yang berada pada pinggir sawah.
Tingginya intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman padi akan
mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Semakin
banyak intensitas sinar matahariyang mengenai tanaman maka proses
metabolismeterutama fotosintesis tanaman yang terjadi di daun akan
semakin tinggi sehingga akan didapatkankualitas tanaman yang baik
ditinjau dari segipertumbuhan dan hasil (Sirappa, 2011).
Penyebaran gulma dapat ditekan dengan penggunaan budidaya
padi yang tepat, dengan penggunaan sistem tanam Legowo 2:1 dapat
menekan pertumbuhan gulma (Tabel 6). Sistem tanam 2:1 memberikan
pengaruh terhadap jumlah anakan yang dihasilkan karena pada sistem
tanam Legowo 2:1 penerimaan cahaya matahari oleh daun lebih optimum
jika dibandingkan dengan sistem tanam lainnya. Tingginya intensitas
cahaya yang diterima oleh tanaman padi akan menghasilkan asimilat yang
optimum yang didistribusikan pada pembelahan sel dalam hal ini
pembentukan anakan. Banyaknya anakan yang terbentuk (Tabel 2) akan
memperlebar kanopi tananam padi sehingga cahaya yang sampai pada
tanah berkurang sehingga pertumbuhan gulma dapat dikendalikan. Hal ini
seiring dengan pendapat Pima (2009) bahwa gulma menyaingi tanaman
terutama dalam memperoleh air, hara dan cahaya. Lebarnya kanopi
50
tanaman padi akan menekan cahaya yang diperoleh gulma sehingga
tanaman gulma menjadi kerdil.
Gambar 9. Grafik korelasi antara parameter produksi dengan jumlah
anakan dan anakan produktif (r= 0,497;0,623).
Gambar 10. Grafik korelasi antara parameter produksi dengan gulma
berdaun sempit dan panjang malai(r= 0,497;0,623).
51
Gambar 11. Grafik korelasi antara parameter produksi dengan jumlah biji malai (r= 0,497;0,623).
Gambar 9, 10 dan 11 menunjukkan adanya korelasi positif antara
jumlah anakan, anakan produktif panjang malai dan jumlah biji malai
dengan produksi sedangkan jumlah gulma berdaun sempit berkorelasi
negatif. Semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan maka peluang
untuk menghasilkan jumlah anakan produktif dapat tercapai yang setiap
rumpunnya memiliki panjang malai yang panjang sehingga akan
menghasilkan jumlah biji malai banyak dengan berkurannya gulma yang
merupakan saingan bagi tanaman padi dalam penggunaan hara yang
berada dalam tanah, dengan hal tersebut pertumbuhan pada fase
generatif menjadi optimal sehingga akan meningkatkan produksi padi.
Tingginya jumlah anakan dan anakan produktif dipengaruhi nutrisi
yang tersedia karena dengan jarak tanam sistem Legowo yang memiliki
baris yang kosong dapat mengurangi persaingan untuk mendapatkan
cahaya matahari yang optimum serta perebutan unsur hara. Pada jarak
tanam yang lebih rapat persaingan untuk mendapatkan unsur hara,
52
cahaya mataharidan CO2 lebih besar karena populasi tanaman lebih
banyak dan daun saling menutupi, sehinggapertumbuhan dan produksi
per individu menurun, tetapi penurunan produksi ini akan diimbangioleh
peningkatan populasi tanaman, sehingga produksi persatuan luas
meningkat. Padapengujian dengan Legowo 2:1 mampu meningkatkan
hasilpadi (12-22%) dibandingkan dengan sistem tanam tegell
(Suriapermana ,2002).
Penggunaan sistem tanam jajar Legowo 2:1 akan mengoptimalkan
fase generatif, pembentukan anakan produktif berkaitan dengan
tersedianya nutrisi dan penerimaan cahaya matahari yang dibutuhkan
oleh tanaman padi. Dengan penerimaan cahaya matahari yang optimum
akan merangsang pemanjangan malai, panjangnya malai akan
meningkatkan jumlah biji lama satuan malai sehingga jumlah gabah dalam
satuan rumpun akan meningkat. Hal ini sesuai pendapat Alridiwirsah dkk
(2015), bahwa tanaman yang mendapatkan intensitas cahaya yang
optimal akan menghasilkan asimilat yang optimum yang digunakan untuk
pembentukan anakan. Seiring dengan pendapat Alnopi (2004) bahwa,
pembentukan anakan, pertumbuhan dan produksi tergantung dari dua
faktor yaitu faktor keturunan (faktor dalam) diantaranya faktor genetis,
lamanya pertumbuhan tanaman, kultivar dan faktor luar meliputi cahaya,
suhu, kelembaban, kesuburan tanah, serta pertumbuhan tunas.
Sistem tanam jajar Legowo 2:1 akan menguragi persaingan
perebutan cahaya matahari karena sistem tanam Legowo 2:1 merupakan
53
modifikasi pertanaman padi seolah-olah rumpun tanaman berada pada
bagian pinggir sehingga tanaman padi mendapatkan effek samping
pematang (border effect). Serta mengurangi persaingan unsur hara
karena adanya ruang kosong barisan yang terdapat pada sistem tanam
Legowo. Dengan proses tersebut asimilat yang dihasilkan dari proses
fotosintesis akan di distribusikan pada pengisian biji sehingga dapat
meningkatkan malai berisi. Tingginya malai berisi yang di dukung
tingginya jumlah anakan dan anakan produktif, panjang malai yang
berkaitan dengan jumlah biji yang terbentuk akan meningkatkan produksi
pertanaman padi (Tabel 12). Hal ini sesuai pendapat Kusyaeri dan Sri
(2014) sistem tanam jajar legowo 2:1 mampu mengoptimalkan
pembentukan dan pengisian gabah melalui intensitas sinar matahari yang
diterima. Jumlah gabah per malai berkorelasi positif dengan persentase
gabah berisi dan produksi artinya semakin tinggi persentase gabah berisi
maka semakin tinggi peluang untuk menghasilkan produksi (Lestari 2007).
Populasi Itik
Kebiasaan petani melepaskan itik pada saat setelah panen
menjelang penanaman selanjutnya akan menjaga kemurnian varietas
yang ditanam, karena itik dapat memakan limbah dari hasil panen padi
sebelumnya. Serta sebagai pengendali dan pemutus rantai kehidupan dan
hama yang akan menyerang pertanaman selanjutnya.
54
Gambar 12. Hubungan antara populasi itik dengan sistem tanam pada pengamatan munculnya varietas lain (r= 0,950;0,990).
Gambar 12 menunjukkan bahwa persentase munculnya varietas
lain berkaitan dengan pelepasan itik sebelum dilakukan penanaman untuk
menjamin kemurnian varietas. Itik yang dilepas akan memakan padi yang
jatuh pada saat dilakukan pemanenan pertanaman sebelumnya sehingga
kecil kemungkinan terjadinya munculnya varietas lain, gambar diatas
membuktikan bahwa pelepasan itik dapat menekan munculnya varietas
lainnya dengan persamaan y2:1 = -0.0333x2 + 0.1667x + 8.3333; r = 1**
yaitu pada populasi 2,50 ekor per 100 m2 akan menekan munculnya
varietas lainnya sebesar 8,54% dan apabila dilakukan penambahan
populasi itik munculnya varietas lain akan dapat dikurangi.
Keberadaan itik dalam pertanaman padi dapat berfungsi sebagai
pengendali hama dan gulma bagi tanaman padi. Selain sebagai
pengendali hama juga sebagai sumber nutrisi untuk tanaman padi karena
dari kotoran yang dikeluarkan oleh itik. Populasi 15 ekor per 100 m2 dapat
menekan penyebaran gulma karena dapat menjadi sumber makanan bagi
55
itik. Hal ini sesuai dengan pendapat Abduh dan Nurhayu (2004), bahwa
gulma maupun serangga pengganggu tanaman padi seperti keong, siput,
belalang dan lainnya yang merupakan makanan itik.
Kebiasaan itik yang memakan cacing dan larva yang berada dalam
tahah sehingga tanah dicocor-cocor yang memberikan dampak posistif
bagi tanaman padi karena dengan kebiasaan itik tersebut dapat
mengakibatkan pertukaran oksigen dalam tanah dengan baik. Hal tersebut
akan melancarkan sirkulasi oksigen dalam tanah yang berguna untuk
pertumbuhan tanaman padi. Hal ini sependapat dengan Dennis et al
(2000), bahwa oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme yang
menghasilkan energi didalam sel, sehingga konsentrasi oksigen yang
sangat rendah di perakaran menyebabkan terganggunya aktivitas
metabolik dan produksi energi. Oksigen berfungsi sebagai akseptor
elektron dalam jalur fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP yang
merupakansumber energi utama dalam metabolisme seluler (Agus, 2007).
Keberadaan itik di tengah pertanaman padi akan membantu
penyediaan nutrisi bagi tanaman, tersedianya nutrisi bagi tanaman akan
mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi, sehingga
potensi genetik pada tanaman padi menjadi maksimal dalam hal jumlah
cabang malai, hal ini sependapat Redhanie (2008) bahwa kotoran itik
dapat menambah unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman.
Selain itu pupuk kandang berpengaruh baik terhadap sifat fisik, kimia,dan
biologi tanah.Dengan hal tersebut tersedianya nutrisi dalam tanah akan
56
meningkatkan bobot 1000 biji tanaman padi.Hal ini seiring dengan
Hariningsih (2016), bahwa meningkatnya bobot kering tanaman di
pengaruhi oleh tersedianya nutrisi bagi tanaman padi. Pemberian bahan
organik akan berpengaruh terhadap peningkatan bobot satuan gabah.
Efisiensi penggunaan cahaya serta kompetisiantar tanaman dalam
menggunakan air dan unsur hara memberikanhasil yang berbeda dan
pengaruh yang nyata.
Gambar 13. Grafik korelasi antara parameter produksi dengan jumlah cabang malai dan bobot 1000 biji (r= 0,497;0,623).
Bobot 1000 biji (Tabel 11) berkorelasi positif (Gambar 13) dengan
produksi karena dalam satuan biji akan mempengaruhi bobot yang
keseluruhan biji tanaman. Produksi dipengaruhi dua faktor yaitu faktor
internal meliputi potensi genetik yang terkandung dalam varietas tanaman
yang dan faktor eksternal yaitu intensitas cahaya yang diterima oleh
tanaman serta nutrisi yang tersedia bagi tanaman. Penyedia nutrisi yang
dilakukan oleh itik melalui pembuangan feses di pertanaman padi akan di
gunakan pada proses pertumbuhan dan produksi serta meningkatkan
57
nutrisi dalam tanah. Tersedianya nutrisi bagi tanaman akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggitanaman, warna daun, gabah
berisi permalai, Bobot 1000 biji, dan hasil produksigabah kering panen
serta kadar N-Tanah dan kadar N-daun (Soplanit dan Nukuhaly, 2012).
Populasi itik 10 ekor per 100 m2 memberikan pengaruh terhadap
pertambahan bobot badan itik (Tabel 13). Hal ini disebabkan oleh
tercukupinya makan tambahan yang tersedia bagi itik. Terbatasnya
pergerakan itik juga dapat mempengaruhi kondisi fisikologi itik sehingga
pertambahan itik tidak optimum. Sumber makanan yang didapatkan itik
dalam pertanaman padi yaitu hama penggangggu yang terdapat pada
pertanaman padi. Jika dibandingkan dengan populasi 15 ekor per 100 m2
(12,30 gr per hari1) pertambahan bobot badannya mengalami penurunan
jika dibandingkan dengan populasi itik 10 ekor per 100 m2 (13,99 gr per
hari). Disebabkan oleh semakin sempitnya pergerakan itik serta
penyediaan pakan tambahan bagi ituk kurang optimal. Hal ini sependapat
dengan Alf dan Nanda (2009) bahwa Kepadatan itik akan berpengaruh
terhadap kenyamanan temak. Semakin tinggi tingkat kepadatan itik akan
mengakibatkan terjadi persaingan atau perebutan pakan yang disebabkan
oleh ruang sempit dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan itik
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sistem tanam jajar Legowo 2:1 merupakan sistem tanam terbaik
untuk jumlah anakan 18,44 anakan per rumpun, jumlah anakan
produktif 14,11 anakan per rumpun, penyebaran gulma berdaun
sempit 3,50 tanaman per petak, panjang malai 25,49 cm,
pesentase malai berisi 89,60 % dan produksi 10,03 ton per ha.
2. Populasi itik 15 ekor per 100 m2 merupakan populasi terbaik untuk
penyebaran gulma berdaun sempit 1,08 tanaman per
petak, jumlah cabang 12,65 cabang per malai, bobot 1000 biji 27,18
g dan produksi 9,99 ton per ha.
3. Interaksi perlakuan antara sistem tanam jajar Legowo 2:1 dengan
Populasi itik 15 ekor per 100 m2 merupakan interaksi perlakuan
terbaik terhadap jumlah rumpun terserang hama sangat minim
(0,00 rumpun), penyebaran gulma berdaun lebar 0,33 tanaman per
petak, persentase munculnya varietas lain 3,33 %, persentase
gabah hampa 0,00 %.
59
B. Saran
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya dan juga dapat digunakan oleh masyarakat petani
dalam rangka mempertahankan kearifan lokal dengan mengintegrasikan
sistem tanam yang terbaik (Legowo 2:1) dan populasi itik yang sesuai
dengan pertanaman (15 ekor) sehingga dapat menunjang program
pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat petani.
Integrasi ternak itik dan tanaman padi dapat menjaga kemurnian
varietas tanaman padi pada pertanaman sebelumnya. Oleh sebab
integrasi ternak ititk dengan padi tersebut dapat digunakan dalam sistem
perbenihan padi.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abduh U.E., dan Nurhayu A. 2004. Integrasi Ternak Itik dengan Sistem
Usahatani Berbasis Padi di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan.
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. hal.234-239
Abdulrachman S., Made J.M., Nurwulan A., Indra G., Priatna S., dan Agus G. 2013. Sistem Tanam Legowo. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.edisi 978-979-540-073-8. 32 hal.
Abu M., Achmad S.A., Deki Z., dan La Ode J. 2017. Pengembangan
Usaha Terpadu Padi Sawah dan Ternak Unggas Alternatif
Kecukupan Pangan dan Pendapatan bagi Masyarakat di Wilayah
Peri Urban. J. Jitro. Vol.4. No.2. hal. 49-61
Agus S.R. 2007. Ketahanan Tananam Padi Terhadap Kondisi
Terendam:Pemahaman Terhadap Karakter Fisiologis Untuk
Mendapatkan Kultivar Padi Yang Toleran Di Lahan Rawa Lebak.
Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Indonesia Bagian Barat.
Palembang. 7 hal.
Alf A. dan Nanda F. 2009. Performans Itik Pedaging (Lokal X Peking)
Fase Starter Pada Tingkat Kepadatan Kandang Yang Berbeda Di
Desa Laboijaya Kabupaten Kampar. Jumal Petemakan Vol 6 No 1.
hal.71-77
Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan
bibit tujuh genotipe kopi robusta arabika, jurnal-jurnal ilmu pertanian
indonesia. Volume. 6, nomor 2. hal.91-96
Alridiwirsah, H., Hamidah., Erwin M.H., Muchtar Y. 2015. Uji Toleransi
Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Naungan.
Jurnal Pertanian Tropik. Vol. 2. No. 2. hal.93-101
Basuki S. dan Setyapermas M.N. 2012. Pemanfaatan Cuaca Ekstrim
Dengan Pembesaran Itik Dalam Sistem Usahatani Padi (Studi
kasus Di Kabupaten Brebes). Seminar Nasional: Kedaulatan
Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo
Madura. hal.1-8
61
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2013. Tanam Padi Cara Jajar
Legowo di Lahan Sawah. http:// banten, litbang,pertanian, go,
id/new/index,php/publikasi/folder/171-tanam-padi-cara-jajar-legowo-
di lahan-sawah. (Diakses pada 13 Juli 2017). hal.2
Bakri. B, Suwandi dan Simanjuntak L. 2005. Prospek Pemeliharaan
Terpadu Tiktok dengan Padi-Ikan dan Azola di Wilayah Provinsi
DKI Jakarta., PPTP Jakarta. Wartazoa. Vol 15 No.3. hal.128-135.
Dennis, ES., Dolferus R., Ellis M., Rahman M., Wu Y., Hoeren F.U.,
Grover A., Ismond K.P., Good A.G., dan W.J. Peacock W.J., 2000..
Molecular strategies for improving waterlogging tolerance inplants.
J. Exp. Bot. 51(342):89-97.
Diwiyanto, K., B.R. Prawiradiputra dan D. Lubis. 2002. Integrasi tanaman-
ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing,
berkelanjutan dan berkerakyatan. Wartazoa . 12(1) : 1-8 .
Evans, A.J .dan A .R . Setioko. 1985. Traditional systems of layer flock
management in Indonesia .In : Duck Production Science and World
Practice . D.J . Farrell and P. Stapleton (Eds .). University of New
England . pp. 306-322.
Hanum C, 2008. Teknik Budidaya Tanaman, Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta. hal.138-168
Hasanah dan Ina. 2007. Bercocok Tanam Padi. Jakarta : Azka Mulia
Media. 68 hal:ikus
Hariningsih P. S., 2016. Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza sativa L.)
Sawah Pada Berbagai Metode Tanam Dengan Pemberian Pupuk
Organik.Gontor AGROTECH Science Journal. Vol. 2 No. 2.hal.1-19
Hossain, S. T., H. Sugimoto, G. J. U. Ahmed, Md. R. Islam. 2011. Effect of
integrated rice-duck farming on rice yield, farm productivity, and
rice-provisioning ability of farmers. Asian Journal of Agriculture and
Development 2(1): 79-86.
Ikhwani, R. P. Gagad, P. Eman dan A.K. Makarim. 2013. Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. Vol. 8. No. 2. hal.72-79
62
Ismail I. G. dan Djajanegara A. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan
SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PAATP, Jakarta. hal.6
Kariyasa K. 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Tanaman-
Ternak Terpadu dalam Sistem dan Usaha Agrinisnis. Proyek
PAATP, Departemen Pertanian, Jakarta. hal.11
Kusyaeri H. K. dan Sri M. 2014. Aplikasi Sistem Tanam Jajar Legowo
Untuk MeningkatkanProduktivitas Padi Sawah. Jurnal Agros Vol.16.
No.2. hal.285-291
Lestari, A.P. dan Y. Nugraha. 2007. Keragaan Genetik Hasil dan
Kompone Hasil Galur-Galur Padi Hasil Kulturanter. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan25(1): 8-13
Mahfudz L.D., Sarengat W., Adiningsih S.M., Sijprijatna E., dan
Srigandono B. 2004. Pemeliharaan sistem terpadu dengan
tanaman padi terhadap performans dan kualitas karkas itik lokal
jantan umur 10 minggu. Pros . Seminar dan Ekspose Nasional
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak . Denpasar. Puslitbang
Peternakan . BPTP Bali dan Casren. hlm . 548-553 .
Makarim AK., dan Ikhwani. 2008. Respon Komponen Hasil Varietas Padi
terhadap Perlakuan Agronomis, J. Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan, 27:148-153.
Pasandaran, E., Djjanegara, A., Kariyas, K., & Kasryno F. 2006. Integrasi
Tanaman Ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta. hal.6
Pima N.D. 2009. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode
Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung
(Zea mays L.) Varietas DK3. Skripsi Departemen Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
111 hal.
Permana S. 1995. Teknologi Usahatani Mina Padi Azolla Dengan Cara
Tanam Jajar Legowo. Mimbar Sarasehan Sistem Usahatani
Berbasis Padi di Jawa Tengah. BPTP Ungaran. hal.9
63
Polakitan D., Dp. M Arie, H. E. Femi, dan V.V.J.Panelewen. 2015..
Keuntungan Usahatani Padi Sawah dan Ternak Itik Di Pesisir
Danau Tondano Kabupaten Minahasa. Jurnal Zootek (“Zootrek”
Journal ). Vol. 35. No. 2. hal.285-291
Redhanie. 2008. Pupuk Alami. http: //graminea.wordpress.com. Diakses
tanggal 9 Januari 2018. hal.8
Simanjuntak L. 2005. Pengelolaan dan bisnis ternak itik, sebagai sarana
pengembangan agribisnis di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Tentang Unggas Lokal III. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro. Semarang. hal.1-12
Siswoputranto. 1976. Komoditi Ekspor Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia.
310 hal.
Sirappa, M.P. 2011. Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Padi melalui
Penggunaan Varietas Unggul dan Sistem Tanam Jajar Legowo
dalam meningkatkan Produktifitas Padi mendukung Swasembada
Pangan, Jurnal Budidaya Pertanian, Vol, 7, No. 2. hal.79-86
Soplanit R., & Nukuhaly S.H. 2012. Pengaruh Pengelolaan Hara NPK
Terhadap Ketersediaan N dan hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza
sativa L.) Di Desa Waelo Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru.
Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman. Vol. 1, No.1. hal.83-93
Suriapermana S. 2002. Teknologi Budidaya Padi Dengan Cara Tanam
Legowo Pada Lahan Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Penelitiandan
Pengembangan Pertanian. Sukamandi. p : 125 – 135.
Suwanto dan Suwardi. 2010, Efektifitas Pupuk Organik Kotoran Sapid an
Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering. Prosding {ekan
Serealia Nasional. BPTP Kalimantan Selatan dan Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Sulawesi Selatan. hal. 405-417.
Suwandi D.A. 2011. Sistem Integrasi Pemeliharaan Itik/Tiktok dan
Tanaman Padi pada Lahan Sawah.
http://jakarta.litbang.pertanian.go.Id/ind/index.php?option
=com_content & view =article & id = 31 : sistem – integrasi –
pemeliharaan – itik – tiktok – dan – tanaman – padi – pada –lahan –
sawah - & catid = 45 : tiktok & Item id = 43. Diakses pada 26 Mei
2016. 5 hal.
64
Suharno. 2014. Sistem Tanam Jajar Legowo (Tajarwo) Salah Satu Upaya
Peningkatan Produktivitas Padi. Karya ilmiah, STTP Yogyakarta.
hal.12
Tupan, 2011. Wujudkan Ketahanan Pangan dengan Kearifan Lokal.
http//accountabilityhumanitarianforumindonesia.org/linkClick.aspx?fi
leticket=GNVCYk54hCw%3D&tabid=648&mid=1526(Diakses
tanggal 5 Nopember 2014). hal.1-7
Wahyu. 2007. Makna Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan di Kalimantan Selatan (dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif
Budaya dan Kearifan Lokal). Universitas Lambung Mangkurat
Press. Banjarmasin. hal.14
Wahyuti T.B. 2012. Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan
Hasil dan Upaya Meningkat Hasil Padi Varietas Unggul, (Disertasi)
Bogor, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. hal.4
Wasito dan Khairah. 2004. Peranan itik diintegrasikan dengan padi lahan
sawah irigasi untuk mengendalikan keong emas di Sumatera Utara.
Pros . Seminar dan Ekspose Nasional Sistem Integrasi Tanaman-
Ternak. Denpasar, Bali. hal.1-9
Zuraidah, R. 2004 . Profil pengusahaan ternak itik pada sistem usahatani
di lahan rawa lebak (Studi kasus di desa Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Bogor. hal.1-12
65
LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Mekongga.
Nomor seleksi : S4663-5D-KN-5-3-3
Asal persilangan : A2790/2*IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 91-106 cm Anakan produktif : 13-16 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Agak kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Indeks glikemik : 88 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 8,4 t/ha Ketahanan terhadapHama : • Agak tahan terhadap wereng coklat
biotipe 2 dan 3. Penyakit : • Agak tahan terhadap hawar daun bakteri
strain IV Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran
rendahsampai ketinggian 500 mdp lInstansi pengusul : Balitpa dan BPTP Sultra Pemulia : Z. A. Simanullang, Idris Hadade, Aan
A.Daradjat, dan Sahardi Tim peneliti : B. Suprihatno, Y. Samaullah, Atito DS.,
IsmailB. P., Triny S. Kadir, dan A. Rifki Teknisi : M. Suherman , Abd. Rauf Sery, Uan D.,
S.Toyib S. M., Edi S. MK,M. Sailan, Sail Hanafi, Z. Arifin,Suryono, Didi dan Neneng S.
Dilepas tahun : 2004
66
Lampiran 2. Deskripsi Varietas Inpari 7.
Nomor seleksi : RUTTST(^B-15-1-2-2-2-1)
Asal persilangan : S3054-2D-12-2/Utri Merah-2 Golongan : Cere indica Umur tanaman : 110-115 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 104 ±7 cm Anakan produktif : 16 batang± 3 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna helai daun : Hijau Muka daun : Agak kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : panjang (p = 7,06mm;l = 2,20mm; p/l =
3,21) Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,78 % Bobot 1000 butir : 27.4 g Rata-rata hasil : 6,23 t/ha GKG Potensi hasil : 8,7 t/ha GKG Ketahanan terhadapHama : • Agak tahan terhadap wereng coklat
biotipe 1, 2 dan 3. Penyakit : • Agak tahan terhadap hawar daun bakteri
strain III Agak rentan strain IV dan VIII, rentan
virus tungo inokulum 073 dan 031
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendahsampai ketinggian 600 mdp
lInstansi pengusul : BB Padi, Loka Tungro dan BPTP Sulsel Pemulia/Peneliti : Aan A.Drajat, Nafisah, dan B.Suprihatno/
INyoman Widiarta, Jumanto, Burhanuddin, A.Yasin Said, Sahardi, A.Muliadi, R.Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, P.Wibowo, C.Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade
Tim peneliti : Abd. Rauf Serry, dan Abd.Hanid Teknisi : Thoyib S.Ma’ruf, Maman Suherman, Meru,
Uan Sudjanang, Suwarsa, Dede Munawar, Abd. Rauf Serry, dan Abd.Hanid.
Dilepas tahun : 2008
67
Lampiran 3. Deskripsi Varietas Lusi
Nomor seleksi : B4183h-Kp-1
Asal persilangan : Persilangan IR38/Pelita I-1//IR4744-128-4-4/Pelita I-1
Golongan : Cere indica kadang-kadang berbulu Umur tanaman : 135 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 125 cm Anakan produktif : Banyak Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Posisi daun : Tegak Daun bendera : Agak miring Kerebahan : Tahan Bentuk gabah : sedang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Mudah Rasa nasi : Ketan Kadar amilosa : 6 % Bobot 1000 butir : 28 g Potensi hasil : 4,0-6,0 t/ha GKG Ketahanan terhadapHama : • Cukup tahan terhadap wereng coklat
biotipe 1 dan 2. Penyakit : • Cukup tahan penyakit hawar daun
bakteri Agak tahan virus tungro
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendahsampai ketinggian 500 mdp
Pemulia/Peneliti : Suyamto, Rusmanadi, I.Supeno, Sony Suharsono dan Z.Hararap
Tim peneliti : Abd. Rauf Serry, dan Abd.Hanid Teknisi : Dilepas tahun : 1989
68
Lampiran 4. Deskripsi Ternak Itik
Itik adalah anggota lain dari keluarga Burung (Anatidae / burung air) dan
terkait erat dengan angsa dan soang. Itik umumnya dikenal sebagai
“unggas air” karena menghabiskan banyak waktu di tempat berair. Ada
banyak spesies Itik, tapi umumnya memiliki leher dan sayap yang lebih
pendek daripada unggas air lainnya, dan mereka juga memiliki tubuh yang
tegap. Itik juga memiliki warna cokelat kusam agar bisa bersembunyi dari
musuh lebih baik, dan bulunya sangat tahan air. Itik memiliki dua kaki
berselaput yang didesain untuk berenang. Kaki berselaput itu berfungsi
seperti dayung dan mereka bergoyang-goyang bukannya berjalan karena
kaki mereka. Sebagian besar itik bersuara “quack”, dan mulutnya itu
disebut juga “bill” yang datang dalam bentuk dan ukuran yang berbeda.
Bentuk bill serta bentuk tubuh akan menentukan bagaimana bebek
mencari makanannya.
Klasifikasi Itik
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Anseriformes
Famili: Anatidae
Genus: Cairina
Spesies: Cairina mpschata (itik liar, Cairina domesticus (itik ternak)
69
1. Morfologi Kepala
Itik memiliki kepala berukuran kecil dengan bentuk hurup tanda Tanya
atau menjulur kebawah. Selain itu dikepala terdapat mata berbentuk bulat
seperti biji buah papaya berwarna kecoklatan sampai kehitaman dan juga
memiliki paruh berbentuk melebar, berwarna putih kusam, kecoklatan
hingga kehitaman dan mengandung lamellae yang berguna untuk
menyaring makanan.
2. Morfologi Badan
Itik memiliki bentuk badan lebar dan berbekuk serta memiliki leher yang
cukup panjang tetapi tidak sepanjang angsa. Pada umumnya bentuk
tubuh itik sangat bervariasi mulai dari melonjong hingga bulat
3. Morfologi Ekor
Itik memiliki ekor relative pendek dibandingkan dengan spesies lain. Ekor
itik dilapisi bulu-bulu dengan pertulangan yang cukup besar. Hal tersebut
dikarenakan ekor itik berguna untuk menggerakkan atau sebagai
pendorong ketika disungai dan diair
4. Morfologi Bulu
Itik memiliki bulu yang halus dengan warna yang sangat bervariasi
tergantung dengan spesiesnya seperti bercorak hitam, kehitaman,
kecoklatan, putih kusam dan sebagainya. Bulu pada itik berguna untuk
melindungi dan menstabilkan suhu tubuh itik.
70
Lampiran 5 Tabel 1. Analisis sidik ragam tinggi tanaman.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 9.13 4.56
Itik 3 9.27 3.09 0.40 tn 4.76 9.78
Galat (a) 6 46.22 7.70
Sistem tanam
3 14.31 4.77 1.26 tn
3.01 4.72
Sistem x itik
9 57.18 6.35 1.68 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 90.56 3.77
Total 47 226.67
KK (i) 3.21%
KK (s) 2.25%
Keterangan = tn = tidak berpengaruh nyata.
Lampiran 6 Tabel 2. Analisis sidik ragam jumlah anakan.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 7.97 3.98
Itik 3 2.90 0.97 0.76 tn 4.76 9.78
Galat (a) 6 7.65 1.27
Sistem tanam
3 19.30 6.43 6.58 **
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 9.34 1.04 1.06 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 23.45 0.98
Total 47 70.60
KK (i) 6.50%
KK (s) 5.70%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata.
tn = tidak berpengaruh nyata
71
Lampiran 7 Tabel 3. Analisis sidik ragam jumlah anakan produktif.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 2.35 1.17
Itik 3 1.92 0.64 1.01 tn 4.76 9.78
Galat (a) 6 3.80 0.63
Sistem tanam
3 10.63 3.54 9.24 **
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 6.86 0.76 1.99 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 9.20 0.38
Total 47 34.75
KK (i) 5.98%
KK (s) 4.65%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata.
tn = tidak berpengaruh nyata
Lampiran 8 Tabel 4. Analisis sidik ragam serangan hama sebelum
pelepasan itik.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0,04 0,02
Itik 3 6,56 2,19 8,08 * 4.76 9.78
Galat (i) 6 1,63 0,27
Sistem tanam
3 2,40 0,80 3,83 *
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 24,35 2,71 12,99 **
2.30 3.26
Galat (b) 24 5,00 0,21
Total 47 39,98
KK (i) 13,50%
KK (s) 11,84%
Keterangan = * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata.
72
Lampiran 9 Tabel 5. Analisis sidik ragam serangan hama setelah
pelepasan itik.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0,50 0,25
Itik 3 127,58 42,53 153,10 ** 4.76 9.78
Galat (a) 6 1,67 0,28
Sistem tanam
3 79,42 26,47 88,65 **
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 6,92 0,77 2,57 *
2.30 3.26
Galat (b) 24 7,17 0,30
Total 47 223,25
KK (i) 24,80%
KK (s) 25,72%
Keterangan = * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata.
Lampiran 10 Tabel 6. Analisis sidik ragam persentase munculnya varietas
lain
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 85.93 42.97
Itik 3 564.21 188.07 61.18 ** 4.76 9.78
Galat (a) 6 18.45 3.07
Sistem Tanam
3 208.46 69.49 15.75 **
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 299.64 33.29 7.55 **
2.30 3.26
Galat (b) 24 105.88 4.41
Total 47 1282.56
KK (i) 18.37%
KK (s) 22.00%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata.
73
Lampiran 11 Tabel 7. Analisis sidik ragam penyebaran gulma daun lebar
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.67 0.33
Itik 3 80.17 26.72 120.25 ** 4.76 9.78
Galat (a) 6 1.33 0.22
Sistem 3 9.17 3.06 11.00 ** 3.01 4.72
Sistem x Itik
9 20.67 2.30 8.27 **
2.30 3.26
Galat (b) 24 6.67 0.28
Total 47 118.67
KK (i) 20.20%
KK (s) 22.59%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata.
Lampiran 12 Tabel 8. Analisis sidik ragam penyebaran gulma daun
sempit
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 3.50 1.75
Itik 3 596.33 198.78 376.63 ** 4.76 9.78
Galat (a) 6 3.17 0.53
Sistem Tanam
3 9.17 3.06 3.67 *
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 11.83 1.31 1.58 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 20.00 0.83
Total 47 644.00
KK (i) 18.16%
KK (s) 22.82%
Keterangan = tn = tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata.
74
Lampiran 13 Tabel 9. Analisis sidik ragam panjang malai.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 48.95 24.48
Itik 3 7.80 2.60 2.71 tn 4.76 9.78
Galat (a) 6 5.77 0.96
Sistem Tanam
3 8.12 2.71 3.46 *
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 4.84 0.54 0.69 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 18.77 0.78
Total 47 94.25
KK (i) 3.94%
KK (s) 3.55%
Keterangan = * = berpengaruh nyata.
tn = tidak berpengaruh nyata
Lampiran 14 Tabel 10. Analisis sidik ragam jumlah cabang malai.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 12.27 6.13
Itik 3 7.34 2.45 5.61 * 4.76 9.78
Galat (a) 6 2.62 0.44
Sistem tanam
3 5.68 1.89 1.73 tn
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 2.23 0.25 0.23 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 26.28 1.10
Total 47 56.42
KK (i) 5.48%
KK (s) 8.69%
Keterangan = * = berpengaruh nyata.
tn = tidak berpengaruh nyata
75
Lampiran 15 Tabel 11. Analisis sidik ragam jumlah gabah malai.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 170.85 85.42
Itik 3 270.06 90.02 1.66 tn 4.76 9.78
Galat (a) 6 325.23 54.21
Sistem tanam
3 657.30 219.10 3.38 *
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 263.74 29.30 0.45 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 1555.55 64.81
Total 47 3242.72
KK (i) 4.60%
KK (s) 5.03%
Keterangan = * = berpengaruh nyata.
tn = tidak berpengaruh nyata
Lampiran 16 Tabel 12. Analisis sidik ragam persentase malai hampa.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 1.14 0.57
Itik 3 2079.77 693.26 168.35 ** 4.76 9.78
Galat (a) 6 24.71 4.12
Sistem tanam
3 2460.88 820.29 132.90 **
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 556.39 61.82 10.02 **
2.30 3.26
Galat (b) 24 148.14 6.17
Total 47 5271.03
KK (i) 14.21%
KK (s) 17.40%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata.
76
Lampiran 17 Tabel 13. Analisis sidik ragam 1000 biji.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 0.80 0.40
Itik 3 29.15 9.72 5.43 * 4.76 9.78
Galat (a) 6 10.74 1.79
Sistem tanam
3 1.18 0.39 0.57 tn
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 9.69 1.08 1.56 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 16.58 0.69
Total 47 68.13
KK (i) 5.11%
KK (s) 3.18%
Keterangan = * = berpengaruh nyata
tn = tidak berpengaruh nyata
Lampiran 18 Tabel 14. Analisis sidik ragam produksi.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 1.41 0.70
Itik 3 35.78 11.93 46.02 ** 4.76 9.78
Galat (a) 6 1.56 0.26
Sistem tanam
3 18.45 6.15 19.22 **
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 6.49 0.72 2.25 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 7.68 0.32
Total 47 71.36
KK (i) 5.50%
KK (s) 6.11%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata
tn = tidak berpengaruh nyata
77
Lampiran 19 Tabel 15. Analisis sidik ragam rendemen.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 74.81 37.40
Itik 3 32.89 10.96 0.66 tn 4.76 9.78
Galat (a) 6 99.83 16.64
Sistem tanam
3 24.84 8.28 0.91 tn
3.01 4.72
Sistem x Itik
9 85.55 9.51 1.04 tn
2.30 3.26
Galat (b) 24 218.80 9.12
Total 47 536.73
KK (i) 7.22%
KK (s) 5.34%
Keterangan = tn = tidak berpengaruh nyata
Lampiran 20 Tabel 16. Analisis sidik ragam pertambahan bobot badan
itik.
SK DB JK KT F. Hitung F. Tabel
0.05 0.01
Kelompok 2 12.98 6.49
Itik 2 48.19 24.10 19.82 ** 6.94 18.00
Galat (a) 4 4.86 1.22
Sistem tanam
3 0.17 0.06 0.06 tn
3.16 5.09
Sistem x Itik
6 1.43 0.24 0.25 tn
2.66 4.01
Galat (b) 18 16.86 0.94
Total 35 84.49
KK (i) 8.83%
KK (s) 7.75%
Keterangan = ** = berpengaruh sangat nyata
tn = tidak berpengaruh nyata
78
Ulangan 1.
I2S1 I2S3 I2S4 I2S2
I1S3 I1S1 I1S2 I1S4
I3S2 I3S4 I3S3 I3S1
I0S4 I0S2 I0S1 I0S3
Ulangan 2
I2S1 I2S3 I2S4 I2S2
I1S3 I1S1 I1S2 I1S4
I3S2 I3S4 I3S3 I3S1
I0S4 I0S2 I0S1 I0S3
Ulangan 3
I2S1 I2S3 I2S4 I2S2
I1S3 I1S1 I1S2 I1S4
I3S2 I3S4 I3S3 I3S1
I0S4 I0S2 I0S1 I0S3
Gambar 1. Denah pengacakan dilapangan.
S
U
80
Gambar 2. Pelaksanaan pengukuran petakan sebelum pengolahan lahan dan pelepasan itik
Gambar 3. Pemasangan paranet dan pembatas petakan sebelum pengolahan lahan dan pelepasan itik
81
Gambar 4. Pengamatan larva hama sebelum pengolahan lahan dan pelepasan itik
Gambar 5. Pelepasan itik pada petak percobaan (5 ekor, 10 ekor, dan 15 ekor) selama 30 (tiga puluh) hari
82
Gambar 6. Penggarukan dan perataan tanah
Gambar 7a. Penanaman padi di petakan percobaan dengan sistem tanam Legowo 2:1
83
Gambar 7b. Penanaman padi di petakan percobaan dengan sistem tanam Legowo 3:1
Gambar 7c. Penanaman padi di petakan percobaan dengan sistem tanam Legowo 4:1
84
Gambar 7d. Penanaman padi di petakan percobaan dengan sistem tanam tegel
Gambar 8. Pelepasan itik (integrasi itik dengan sistem tanam) setelah padi berumur 20 hari
85
Gambar 9. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida nabati
Gambar 10. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur 45 hari
86
Gambar 11. Pengamatan varietas lain yang muncul, hama, penyakit dan gulma pada petakan percobaan
Gambar 12. Pengamatan jumlah anakan produktif
87
Gambar 13. Monitoring dan evaluasi oleh pembimbing terkait penelitian dan permasalahannya
Gambar 14. Pengambilan malai untuk mengukur jumlah malai
88
Gambar 15. Pengambilan ubinan sebelum panen
Gambar 16. Pemilahan Gabah Butir 1000 yang berisi dan hampa