Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

8
1 Jurnal Hortikultura, Tahun 1998, Volume 8, Nomor (2): 1131-1136 MODEL AUTOREGRESSIVE-INTEGRATED-MOVING AVERAGE (ARIMA) HARGA BULANAN KENTANG Witono Adiyoga Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang-Bandung 40391 ABSTRAK. Adiyoga, W. 1997. Model auto regressive-integrated-moving average (Arima) harga bulanan kentang. Penelitian ini diarahkan untuk menganalisis data serial waktu harga kentang dan mengidentifikasi alternatif model ARIMA yang dapat digunakan untuk keperluan peramalan. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data serial waktu harga bulanan kentang periode 1985 sampai 1995 (n=132). Proses estimasi ARIMA ditempuh melalui tiga tahapan, yaitu: (1) identifikasi model ARIMA, (2) estimasi parameter dari model yang telah diidentifikasi, dan (3) evaluasi kesesuaian model yang telah diestimasi serta kemampuan peramalannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ARIMA terbaik yang dapat menggambarkan perilaku harga kentang selama periode 1985-1995, serta memiliki kemampuan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan spesifikasi model lainnya, adalah ARIMA (2,1,1) atau dapat dituliskan sebagai (1 - φ1B - φ2B 2 )(1-B)yt = (1 - θ1B)εt. Hasil peramalan memberikan indikasi bahwa kemampuan model ini akan lebih baik jika digunakan untuk peramalan jangka pendek. Penelitian ini juga mengimplikasikan bahwa walaupun pencatatan harga komoditas sayuran terkesan bersifat rutin, metodologi pengumpulannya harus terus diperbaiki agar dapat merefleksikan kondisi pasar secara lebih akurat. Kata kunci: Data serial waktu; Harga bulanan; Peramalan harga; ARIMA. ABSTRACT. Adiyoga, W. 1997. Autoregressive-integrated-moving average (Arima) model for potato monthly prices. The objectives of this study were to analyze potato price time series data and to identify alternative of ARIMA models that could be used for price forcasting. A total of 132 observations that covered monthly prices for potatoes from 1985 to 1995 were used in this study. Building ARIMA forecasting models involved an iterative three stage cycle of (1) identification of model specification, (2) estimation of identified model’s parameters, and (3) evaluation of models’ goodness-of-fit and their performance in forecasting. Results show that the ARIMA model that can best represent the potato price behavior during the period of 1985-1995, and outperforms other model specifications in price forcasting, is ARIMA (2,1,1) which can be written as (1 - φ1B - φ2B 2 )(1-B)yt = (1 - θ1B)εt. It is also indicated that this model may perform better for short term forcasting. The most important implication comes out from this study is that even though price data collection is a routine activity, there should be a continous attempt to improve its methodology, so that the data collected can reflect market situation more accurately. Key words: Time series data; Monthly prices; Price forcasting; ARIMA.

Transcript of Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

Page 1: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

1

Jurnal Hortikultura, Tahun 1998, Volume 8, Nomor (2): 1131-1136

MODEL AUTOREGRESSIVE-INTEGRATED-MOVING AVERAGE (ARIMA)

HARGA BULANAN KENTANG

Witono Adiyoga Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang-Bandung 40391

ABSTRAK. Adiyoga, W. 1997. Model auto regressive-integrated-moving average (Arima)

harga bulanan kentang. Penelitian ini diarahkan untuk menganalisis data serial waktu harga

kentang dan mengidentifikasi alternatif model ARIMA yang dapat digunakan untuk keperluan

peramalan. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data serial waktu harga bulanan

kentang periode 1985 sampai 1995 (n=132). Proses estimasi ARIMA ditempuh melalui tiga

tahapan, yaitu: (1) identifikasi model ARIMA, (2) estimasi parameter dari model yang telah

diidentifikasi, dan (3) evaluasi kesesuaian model yang telah diestimasi serta kemampuan

peramalannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ARIMA terbaik yang dapat

menggambarkan perilaku harga kentang selama periode 1985-1995, serta memiliki

kemampuan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan spesifikasi model lainnya,

adalah ARIMA (2,1,1) atau dapat dituliskan sebagai (1 - φ1B - φ2B2)(1-B)yt = (1 - θ1B)εt. Hasil peramalan memberikan indikasi bahwa kemampuan model ini akan lebih baik jika digunakan

untuk peramalan jangka pendek. Penelitian ini juga mengimplikasikan bahwa walaupun

pencatatan harga komoditas sayuran terkesan bersifat rutin, metodologi pengumpulannya

harus terus diperbaiki agar dapat merefleksikan kondisi pasar secara lebih akurat.

Kata kunci: Data serial waktu; Harga bulanan; Peramalan harga; ARIMA.

ABSTRACT. Adiyoga, W. 1997. Autoregressive-integrated-moving average (Arima)

model for potato monthly prices. The objectives of this study were to analyze potato price

time series data and to identify alternative of ARIMA models that could be used for price

forcasting. A total of 132 observations that covered monthly prices for potatoes from 1985 to

1995 were used in this study. Building ARIMA forecasting models involved an iterative three

stage cycle of (1) identification of model specification, (2) estimation of identified model’s

parameters, and (3) evaluation of models’ goodness-of-fit and their performance in forecasting.

Results show that the ARIMA model that can best represent the potato price behavior during

the period of 1985-1995, and outperforms other model specifications in price forcasting, is

ARIMA (2,1,1) which can be written as (1 - φ1B - φ2B2)(1-B)yt = (1 - θ1B)εt. It is also indicated that this model may perform better for short term forcasting. The most important implication

comes out from this study is that even though price data collection is a routine activity, there

should be a continous attempt to improve its methodology, so that the data collected can

reflect market situation more accurately.

Key words: Time series data; Monthly prices; Price forcasting; ARIMA.

Page 2: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

2

Pada dasarnya, setiap pengelola usahatani selalu dihadapkan pada faktor resiko

dalam menjalankan kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan usahataninya. Berbagai

perubahan yang menyertai pertumbuhan ekonomi, misalnya harga lahan yang semakin mahal

serta harga produk yang meningkat secara nominal, tetapi menjadi semakin fluktuatif, bahkan

menghadapkan petani pada tingkat resiko yang lebih tinggi (Jolly, 1983). Secara implisit,

strategi petani dalam menghadapi ketidak-pastian lingkungan produksi sebenarnya

merupakan bagian dari sistem pengelolaan usahatani yang dilakukannya. Dalam strategi

pengelolaan resiko tersebut, terkandung aspek-aspek: (1) inovasi, (2) pengambilan keputusan

dan (3) teknik manajerial, yang dirancang untuk menghadapi ketidak-pastian. Implementasi

berbagai aspek di atas mensyaratkan tersedianya informasi teknis dan ekonomis sebelumnya

(past technical and economic information), terutama sebagai referensi dalam proses

perencanaan produksi maupun pemasaran (Bardsley & Harris, 1987).

Salah satu informasi yang seringkali dirasakan sangat dibutuhkan oleh petani adalah

informasi harga produk. Sampai saat ini, pelayanan informasi harga masih terbatas pada

penyiaran rata-rata harga harian borongan komoditas sayuran di pasar produsen dan eceran.

Sementara itu, akumulasi data dalam bentuk data harga serial waktu yang tersedia di institusi

pelayanan informasi pasar, tampaknya belum dimanfaatkan secara optimal. Data serial waktu

tersebut sebenarnya secara periodik dapat digunakan untuk membuat peramalan harga

jangka pendek. Informasi peramalan harga jangka pendek ini merupakan salah satu aspek

penting dalam perencanaan usahatani, berkenaan dengan adanya ketidak-pastian produksi

serta rendahnya elastisitas harga permintaan produk yang dihadapi produsen (Brandt &

Bessler, 1981).

Secara umum, analisis peramalan (forecasting analysis) dapat dilakukan melalui

pendekatan: (a) model ekonometrik -- peramalan berdasarkan estimasi parameter peubah

bebas dan peubah tak bebas dari suatu model ekonomi, dan (b) model serial waktu --

peramalan berdasarkan suatu anggapan bahwa aspek historis data dapat memberikan

gambaran mengenai ekspektasi di masa datang (Johnson & Rausser, 1982). Dari berbagai

referensi aplikasi empiris kedua model tersebut, tidak dapat diperoleh kesimpulan pasti bahwa

model yang satu lebih baik dibandingkan dengan lainnya. Sebagai contoh, Brandt and Bessler

(1981) menyimpulkan bahwa model serial waktu (ARIMA = autoregressive integrated moving

average) memberikan hasil peramalan harga ternak yang lebih akurat dibandingkan dengan

model ekonometrik. Dilain pihak, Kulshreshtha & Rosaasen (1980) lebih cenderung memilih

model ekonometrik dibandingkan dengan model serial waktu dalam meramalkan harga

bulanan ternak. Akurasi relatif model serial waktu versus model ekonometrik sebenarnya

masih merupakan isu yang bersifat kontroversial. Sebagian orang berpendapat bahwa model

serial waktu menghasilkan peramalan yang lebih baik, karena dalam model ekonometrik selalu

terkandung kesalahan (error) spesifikasi dan kondisional. Sementara itu, sebagian yang lain

mengemukakan bahwa pernyataan di atas hanya benar untuk peramalan jangka pendek,

sedangkan untuk peramalan jangka panjang, model ekonometrik dianggap lebih unggul

(Harris & Leuthold, 1985). Terlepas dari kontroversi di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa

pemilihan model sangat tergantung pada konteks permasalahan yang dikaji. Untuk keperluan

peramalan harga jangka pendek, tampaknya model serial waktu lebih memungkinkan untuk

digunakan, terutama dikaitkan dengan kebutuhan data yang relatif minimal. Penggunaan

model ekonometrik yang membutuhkan data lebih ekstensif, seringkali terbentur pada

ketersediaan data (serial waktu) sesuai dengan yang dikehendaki oleh spesifikasi model.

Model serial waktu menekankan pentingnya peranan data dalam menentukan struktur

model yang tepat. Informasi mengenai pola perilaku yang lalu (past behavior) dari suatu

peubah digunakan untuk meramalkan perubahan peubah tersebut di masa datang.

Perancangan model serial waktu bukan merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan data

Page 3: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

3

dengan model tertentu, tetapi lebih diarahkan ke penyusunan model yang sesuai dengan data

tersedia (Spreen, Mayer, Simpson & McClave, 1979). Pendekatan ini beroperasi melalui suatu

representasi peubah-peubah endogen yang disebut sebagai ARIMA (autoregressive

integrated moving average). Proses estimasi ARIMA ditempuh melalui tiga tahapan, yaitu: (1)

identifikasi model ARIMA, (2) estimasi parameter dari model yang telah diidentifikasi, dan (3)

evaluasi kesesuaian model yang telah diestimasi. Karakteristik model ARIMA yang baik,

diantaranya adalah: (1) relatif sederhana/parsimonious, (2) stasioner/stationary, (3) koefisien

regresi/parameter yang signifikan, dan (4) memiliki kemampuan peramalan yang baik

(Newbold, 1983).

Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang memerlukan investasi tinggi

dalam pengusahaannya. Selama sepuluh tahun terakhir, harga kentang menunjukkan variasi

yang lebih rendah dibandingkan dengan tomat maupun kubis (Adiyoga, 1997). Namun

demikian, tingkat variasi yang lebih rendah ini tidak berarti bahwa usahatani kentang terhindar

dari fluktuasi harga. Fluktuasi harga tetap merupakan salah satu fenomena pasar yang perlu

dipertimbangkan petani dalam menjalankan strategi pengendalian resiko untuk menyelamat-

kan investasinya. Dalam kaitan ini, peramalan harga jangka pendek dapat membantu petani

dalam merencanakan strategi pengendalian resiko yang dimaksud di atas. Penelitian ini

diarahkan untuk menganalisis data serial waktu harga kentang dan mengidentifikasi alternatif

model ARIMA yang dapat digunakan untuk peramalan jangka pendek.

METODOLOGI PENELITIAN

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data serial waktu harga bulanan

kentang periode 1985 sampai 1995 (n=132). Data sekunder harga bulanan kentang

dipublikasikan oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam

buku Vademekum Pemasaran 1985-1995.

Mengacu pada prosedur yang dikemukakan oleh Vandaele (1983), analisis serial

waktu dilakukan melalui beberapa tahapan:

a) Data serial waktu harus memenuhi asumsi stationarity (memiliki karakteristik proses

stokastik yang tetap sepanjang waktu), agar dapat digunakan untuk merancang suatu

proses melalui persamaan tertentu dengan koefisien tetap (terhindar dari masalah

spurious regression). Jika suatu proses disebut stationary, maka distribusi probabilitas

gabungan dan distribusi probabilitas kondisionalnya tidak berubah berkaitan dengan

adanya peralihan waktu. Dengan kata lain, jika suatu data serial waktu dikatakan

stationary, maka p ( yt,.........., yt+k ) = p ( yt+m,.........., yt+k+m ) dan p ( yt ) = p ( yt+m ) untuk

setiap t, k dan m. Hal ini mengandung implikasi bahwa nilai tengah, varians dan kovarians

dari data serial tersebut juga stationary. Jika data asli ternyata non-stationary, maka

dilakukan pengujian untuk data first-difference,......., nth - difference, sampai diperoleh data

yang stationary. Data stationary yang telah mengalami differencing (d = banyaknya/jumlah

proses differencing sampai mencapai stationary) ini akan dipergunakan untuk analisis

lebih lanjut.

b) Penentuan kelas untuk model ARIMA (p untuk proses autoregressive dan q untuk proses

moving average) dilakukan dengan menggunakan pendekatan Box-Jenkins. Pemilihan

alternatif model ditempuh melalui pemeriksaan fungsi autokorelasi dan fungsi parsial

autokorelasi data stationary. Pada penelitian ini, displacement k yang digunakan adalah k

= 12. Spesifikasi p dan q dapat diduga berdasarkan observasi pada k berapa autokorelasi

Page 4: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

4

dan parsial autokorelasi mulai menurun. Seleksi model ini merupakan tahapan yang lebih

didasarkan pada pertimbangan personal dibandingkan dengan sekumpulan kriteria formal

yang terdefinisi baik (Newbold, 1983). Prosedur ini bukan merupakan sesuatu yang

bersifat deterministik, sehingga disarankan agar beberapa alternatif model dapat

dipertimbangkan dan dievaluasi lebih lanjut. Fungsi autokorelasi juga dapat digunakan

untuk menguji stationarity dari suatu data serial waktu. Jika fungsi autokorelasi menurun

secara cepat sejalan dengan meningkatnya jumlah lag k, maka data serial waktu di atas

memenuhi persyaratan stationarity. Sementara itu, jika data asli yang bersifat non-

stationary menjadi stationary setelah dilakukan differencing, ternyata first-differenced

series tersebut juga memiliki karakteristik white noise (fungsi autokorelasi contoh

mendekati nol untuk semua k > 0). Karakteristik white noise ini dapat diuji dengan

menggunakan uji “Portmanteau” (Q-statistik) Q = T Σ ρk2. Jika Q > nilai kritis Chi-square

dengan k derajat bebas, maka data serial waktu tersebut tidak white noise dan sekaligus

non-stationary.

c) Beberapa alternatif spesifikasi model tentatif yang telah ditentukan nilai p, d dan q nya,

selanjutnya diestimasi sebagai regresi non-linier dengan menggunakan maximum

likelihood estimation untuk memperoleh p parameter autoregressive, yaitu φ1, ........, φp

dan q parameter moving average, yaitu θ1,.........., θq. Sebagaimana halnya pada model

regresi, nilai parameter terpilih adalah nilai-nilai yang dapat meminimalkan jumlah

perbedaan/selisih kuadrat antara nilai observasi aktual, wt = ∆dyt dengan nilai observasi

yang dikonstruksi oleh model, wt. Setelah parameter diestimasi, pemeriksaan diagnostik

dilakukan untuk menguji kebenaran spesifikasi yang diajukan. Diharapkan residual yang

diperoleh berdasarkan estimasi model, mendekati penyimpangan/error yang sebenarnya

(diasumsikan bahwa residual tersebut tidak berkorelasi). Autokorelasi residual ini dapat

diuji dengan menggunakan uji “Portmanteau statistic”, Q = T (T + 2) Σ (T - k)-1 ρk2. Jika Q

> nilai kritis Chi-square dengan (k-p-q) derajat bebas, maka residualnya tidak white noise,

sehingga model tentatif yang diajukan perlu dispesifikasi kembali.

d) Setelah spesifikasi dan estimasi ARIMA selesai melewati pengujian validitas, proses

selanjutnya adalah menggunakan model tersebut untuk peramalan. Proses ini diawali

dengan mengkomputasi suatu peramalan satu periode ke depan, kemudian menggunakan

hasil peramalan ini untuk mengkomputasi peramalan dua periode ke depan, dan

seterusnya, sampai periode peramalan yang ditentukan tercapai. Pada dasarnya, proses

peramalan diarahkan untuk membuat prediksi ke depan yang memiliki tingkat kesalahan

sekecil mungkin. Dengan demikian, peramalan optimal adalah peramalan yang memiliki

mean square forecast error minimal. Dalam kaitan ini, model peramalan dapat dievaluasi

dengan menggunakan besaran RMSE (root mean square error) = √ 1/T Σ (yt - yt)2. Semakin kecil besaran RMSE dari model tertentu, semakin baik model bersangkutan

digunakan untuk peramalan harga.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data orijinal/asli serial waktu harga bulanan kentang ternyata masih bersifat non-

stationary, karena secara visual, autokorelasi ρk tidak menurun dengan cepat sejalan dengan

meningkatnya lag k. Hal ini juga diindikasikan oleh nilai Q-statistik pada k=12 yaitu sebesar

203,69 yang jauh lebih besar dibandingkan dengan χ2(12;0,90) = 18,55. Pengaruh trend yang

Page 5: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

5

menyebabkan stationarity ini selanjutnya dicoba dihilangkan melalui proses differencing. Uji

“Portmanteau statistic” terhadap autokorelasi dari data first differencing menunjukkan bahwa

nilai Q-statistik pada k=12, yaitu sebesar 16,10 ternyata lebih kecil dibandingkan dengan

χ2(12;0,90) = 18,55. Hasil uji ini memberikan indikasi bahwa data serial waktu harga bulanan

kentang adalah stationary setelah melalui first differencing (d = 1).

Setelah d ditentukan, proses identifikasi selanjutnya ditempuh dengan memeriksa

fungsi autokorelasi dan fungsi parsial autokorelasi dari data stationary wt = ∆ d yt, untuk menentukan spesifikasi autoregressive (p) dan moving average (q). Beberapa spesifikasi

model tentatif yang tercantum pada Tabel 1 diajukan untuk diuji validitasnya.

Tabel 1 Alternatif spesifikasi model ARIMA harga bulanan kentang 1985-1995. (Alternative of ARIMA model

specifications for potato prices 1985-1995)

AR p

I d

MA q

Parameter Estimasi T-Stat R-Square Q k=12

Q k=24

1 1 0 AR (1) 0,29481 2,173 0,0753 11,59 (19,68)

15,41 (35,17)

0 1 1 MA 1 -0,58360 -4,923 0,1519 9,90

(19,68) 14,50 (35,17)

2 1 0 AR 1

AR 2

0,38652

-0,30278

2,849

-2,233

0,1518 11,64 (18,31)

16,08 (35,92)

0 1 2 MA 1

MA 2

-0,40938

0,30343

-2,932

2,177

0,1976 7,79 (18,31)

13,46 (35,92)

1 1 1 AR 1

MA 1

-0,35687

-0,82462

-1,789

-6,725

0,1907 7,26 (18,31)

12,24 (35,92)

2 1 1 AR 1

AR 2

MA 1

0,99321

-0,47483

0,38652

4,680

-3,708

3,121

0,1933 9,89 (16,92)

16,13 (32,66)

1 1 2 AR 1

MA 1

MA 2

0,49158

0,08011

0,57226

1,736

0,325

4,006

0,2278 6,16 (16,92)

13,02 (32,66)

2 1 2 AR 1

AR 2

MA 1

MA 2

0,44874

0,08717

0,05238

0,63129

1,551

0,343

0,215

2,725

0,2294 5,73 (15,51)

12,46 (31,41)

aa Angka di dalam kurung adalah nilai tabel χ2 pada tingkat kepercayaan 95% untuk k=12 dan k=24 dari setiap model.

Salah satu kriteria dari model yang baik adalah dimilikinya sifat parsimonious

(sederhana atau hemat parameter). Kriteria ini pada dasarnya merupakan salah satu usaha

untuk menghindarkan komplikasi pada saat estimasi. Memenuhi kriteria tersebut, berbagai

model yang diajukan dibatasi untuk low-order ARIMA process, yaitu yang memiliki p ≤ 2 dan q ≤ 2. Setelah kedelapan model pada Tabel 1 dispesifikasi dan parameternya diestimasi, langkah berikutnya adalah menguji alternatif model tersebut berkenaan dengan ketepatan

spesifikasinya. Jika suatu model dispesifikasi dengan benar, maka untuk k yang cukup besar

(sebagai contoh > 5 untuk model-model low-order) residual dari autokorelasinya tidak saling

berkorelasi. Uji Q yang disebut pula sebagai uji Ljung-Box Q sering digunakan untuk keperluan

pengujian di atas karena alasan praktis menyangkut kemudahan operasionalisasinya. Perlu

diperhatikan bahwa uji Q ini sensitif terhadap nilai k , jumlah autokorelasi yang digunakan

untuk menghitung Q. Menurut Vandaele (1983), untuk data ekonomi disarankan menggunakan

Page 6: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

6

k=12 dan k=24. Tabel 1 menunjukkan bahwa semua model yang diajukan memiliki nilai Q <

χ2 (db=k-p-q), baik untuk k=12 maupun k=24. Hal ini mengindikasikan bahwa spesifikasi dari

semua model di atas dapat diterima.

Oleh karena hasil uji Q belum dapat memberikan acuan untuk seleksi model,

pemeriksaan lebih lanjut dilakukan melalui overfitting (menambah jumlah parameter).

Signifikansi statistik dari setiap parameter kemudian dievaluasi dengan menggunakan uji-t.

Jika nilai mutlak dari parameter paling sedikit dua kali nilai simpangan baku, maka nilai dari

parameter tersebut berbeda nyata dengan nol. Adanya parameter yang tidak signifikan

merupakan indikasi bahwa model bersangkutan overspecified. Pada tabel 1 terdapat tiga

model yang mengandung insignifikan parameter, yaitu ARIMA (1,1,1), ARIMA (1,1,2) dan

ARIMA (2,1,2). Dengan alasan spesifikasi yang kurang tepat, ketiga model ini tidak disertakan

lagi dalam analisis selanjutnya. Dengan demikian, kelima model lainnya, yaitu ARIMA (1,1,0),

ARIMA (2,1,0), ARIMA (0,1,1), ARIMA (0,1,2) dan ARIMA (2,1,1) tetap dipertahankan untuk

dievaluasi lebih lanjut kemampuan peramalannya.

Komputasi harga ramalan dapat dilakukan secara rekursif dengan menggunakan

koefisien estimasi model ARIMA. Ramalan harga satu periode ke depan digunakan untuk

mengkomputasi ramalan harga dua periode ke depan, dan diulang untuk periode ke depan

berikutnya. Dalam studi ini, peramalan harga dilakukan 12 bulan ke depan (12-months ahead)

untuk harga bulanan kentang pada tahun 1995. Peramalan sengaja dilakukan dalam cakupan

data yang digunakan (1985-1995) agar perbandingan antara harga ramalan dengan harga

aktual dapat diperoleh untuk materi evaluasi. Tabel 2 menunjukkan bahwa spesifikasi suatu

model yang telah teruji kelayakannya (melalui Q-test dan overfitting) tidak selalu memiliki

Tabel 2 Harga aktual dan harga ramalan kentang dari beberapa model ARIMA (Actual prices and forecasted

prices of potatoes from several ARIMA models)

1995 Bulan

Harga Aktual

ARIMA (1,1,0)

ARIMA (2,1,0)

ARIMA (0,1,1)

ARIMA (0,1,2)

ARIMA (2,1,1)

1 827 1022,42 1028,52 1038,45 1018,50 1025,07

2 686 1030,50 1013,32 1038,45 996,769 1010,77

3 654 1032,88 997,297 1038,45 996,769 982,296

4 720 1033,59 995,705 1038,45 996,769 960,801

5 868 1033,79 999,942 1038,45 996,769 952,974

6 947 1033,85 1002,06 1038,45 996,769 955,406

7 940 1033,87 1001,60 1038,45 996,769 961,538

8 955 1033,88 1000,78 1038,45 996,769 966,474

9 835 1033,88 1000,60 1038,45 996,769 968,464

10 675 1033,88 1000,78 1038,45 996,769 968,098

11 693 1033,88 1000,90 1038,45 996,769 966,788

12 732 1033,88 1000,90 1038,45 996,769 965,662

RMSE 131,061 118,023 133,772 115,781 107.202

kemampuan peramalan yang baik. Dari kelima spesifikasi model yang diajukan, ternyata

ARIMA (2,1,1) memiliki RMSE terendah. Berdasarkan kriteria evaluasi di atas, ARIMA (2,1,1)

yang dapat dituliskan sebagai: (1 - φ1B - φ2B2)(1-B)yt = (1 - θ1B)εt merupakan model terbaik yang dapat menggambarkan perilaku harga kentang selama periode 1985-1995, serta

memiliki kemampuan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan spesifikasi model

lainnya.

Page 7: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

7

Walaupun model terbaik telah diperoleh, pengamatan terhadap ramalan harga yang

dihasilkan ternyata masih menunjukkan penyimpangan yang cukup besar. Model ARIMA

(2,1,1) tampaknya cukup akurat dalam meramalkan harga kentang pada bulan ke 6, 7 dan 8,

sedangkan pada bulan-bulan lainnya cenderung bersifat over-predict. Hal ini memberikan

indikasi perlunya kehati-hatian dalam menggunakan model tersebut dalam peramalan jangka

panjang. Tampaknya model di atas lebih baik jika digunakan untuk peramalan harga jangka

pendek.

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

Sampai saat ini, data serial waktu harga komoditas sayuran yang dikumpulkan dengan

biaya cukup tinggi, masih belum dimanfaatkan secara optimal (underutilized). Sementara itu,

informasi menyangkut peramalan harga merupakan hal yang sangat diperlukan produsen

dalam mengalokasikan sumberdaya usahatani yang dimilikinya. Model ARIMA merupakan

salah satu pendekatan peramalan yang memberikan penekanan terhadap pentingnya peranan

data serial waktu itu sendiri dalam menentukan struktur model. Pendekatan ini bukan

merupakan usaha untuk mencocokkan data dengan model tertentu, tetapi sebaliknya

merupakan usaha untuk menyusun model yang sesuai dengan data tersedia. Implikasinya

adalah bahwa kualitas data harga serial waktu yang tersedia memiliki peranan sangat penting

dalam menentukan ketepatan spesifikasi model (terutama model single time series) dan

akurasinya dalam peramalan. Model dan harga ramalan yang dihasilkan secara langsung

merupakan cerminan dari berbagai informasi yang secara implisit terkandung dalam data

harga. Oleh karena itu, walaupun pencatatan harga komoditas sayuran terkesan bersifat rutin,

metodologi pengumpulannya harus terus diperbaiki agar dapat merefleksikan kondisi pasar

secara lebih akurat.

KESIMPULAN

Berdasarkan data serial waktu yang tersedia, model ARIMA terbaik yang dapat

menggambarkan perilaku harga kentang selama periode 1985-1995, serta memiliki

kemampuan peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan spesifikasi model lainnya,

adalah ARIMA (2,1,1) atau dapat dituliskan sebagai (1 - φ1B - φ2B2)(1-B)yt = (1 - θ1B)εt. Hasil peramalan memberikan indikasi bahwa kemampuan model ini akan lebih baik jika digunakan

untuk peramalan jangka pendek.

PUSTAKA

Adiyoga, W. 1997. Marjin tataniaga dan bagian petani untuk beberapa komoditas sayuran

(kentang, kubis, tomat) di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Lap. Hasil Penelitian. Balai

Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

Ameriana, M., Suherman, R. & Koster, W. 1989. Price collection and analysis of lowland

vegetable crops with special reference to shallots and chillies. Internal Communication

LEHRI/ATA-395, No. 3.

Bardsley, P. & Harris, M. 1987. An approach to the econometric estimation of attitudes to risk

in agriculture. Australian Journal of Agricultural Economics, vol. 31, no. 2: 112-126.

Page 8: Model Autoregressive-Integrated-moving Average (ARIMA) Harga Bulanan Kentang

8

Brandt, J. A. & Bessler, D. A. 1981. Composite forecasting: An application with United States

hog prices. American Journal of Agricultural Economics, vol. 63, no. 1:135-140.

Harris, K. S. & Leuthold, R. M. 1985. A comparison of alternative forecasting techniques for

livestock prices: A case study. North Central Journal of Agricultural Economics, vol. 7,

no. 1: 40-50.

Johnson, S. R. & Rausser, G. C. 1982. Composite forecasting in commodity systems. In

Rausser, G. C. (Ed.). New directions in econometric modeling and forecasting in U. S.

Agriculture. Elsevier Science Publishing, New York.

Jolly, R. W. 1983. Risk management in agricultural production. American Journal of

Agricultural Economics, 65: 1107-1113.

Kulshrestha, S. N. & Rosaasen, K. A. (1980). A monthly price forecasting model for cattle and

calves. Canadian Jour. of Agric. Econ., 28(2): 41-62.

Newbold, P. 1983. ARIMA model building and the time series analysis approach to forecasting.

Journal of Forecasting, vol. 2: 23-35.

Pindyck, R. S. & Rubinfeld, D. L. 1982. Econometric models and economic forecasts.

McGraw-Hill, Inc.

Spreen, T. H., Mayer, R. E., Simpson, J. R. & McClave, J. T. 1979. Forecasting monthly

slaughter cow prices with a subset autoregressive model. Southern Journal of

Agricultural Economics, vol. 11, no. 1: 127-131.

Vandaele, W. 1983. Applied time series and Box-Jenkins models. Academic Press, Inc., New

York.