Ml e03 Sewage Treatment Di Pemukiman Kumuh Dan Padat Kota Denpasar

download Ml e03 Sewage Treatment Di Pemukiman Kumuh Dan Padat Kota Denpasar

of 7

Transcript of Ml e03 Sewage Treatment Di Pemukiman Kumuh Dan Padat Kota Denpasar

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

Sewage Treatment Di Pemukiman Kumuh Dan Padat Kota Denpasar: Bagaimana Mengoptimalkan Akses?Ni Made Utami Dwipayanti1, I Gede Herry Purnama2 1,2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Email: [email protected], [email protected]

AbstrakKota Denpasar merupakan kota dengan perkembangan sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut pemukiman penduduk pun tumbuh dengan cepat, baik yang terencana maupun yang tidak terencana. Salah satu beban kota dengan tingkat pertumbuhan tersebut adalah cakupan fasilitas sanitasi dasar utamanya pada kawasan pemukiman tak terencana. Paper ini bermaksud meninjau dari sektor kebijakan dan peran stakeholder dalam mengupayakan akses fasilitas sanitasi berupa jamban leher angsa dan pengolahan air limbah domestik di kota Denpasar, khususnya di pemukiman tak terencana yang padat dan kumuh. Kota Denpasar saat ini tengah dalam proses implementasi integrated sewerage treatment system atau sistem pengolahan air limbah terpusat yang dikenal dengan DSDP (Denpasar Sewerage Development Project). Program lain yang lebih bersifat clustering atau pengolahan air limbah per area tertentu untuk memperluas akses sarana pengolahan limbah cair adalah SANIMAS. Program ini lebih merupakan program pemberdayaan masyarakat yang difasilitasi oleh LSM dan pemerintah daerah untuk secara mandiri memilih, merencanakan, membangun dan memelihara sarana sanitasi, termasuk sarana instalasi pengolahan air limbah. DSDP sangat disadari tidak mungkin dapat menjangkau seluruh area Kota Denpasar, terutama pemukiman padat dengan akses jalan yang sempit. Oleh karena itu, SANIMAS yang menerapkan sistem clustering dalam pencakupan daerah layanannya dapat dilihat sebagai suatu alternatif yang dapat diterapkan pada lokasi-lokasi permukiman yang padat. Keterlibatan masyarakat untuk secara mandiri terlibat dari awal perencanaan akan berdampak lebih baik dalam keberlangsungan dan terpeliharanya fasilitas yang sudah dibangun. Hanya saja, sampai saat ini sosialisasi mengenai program ini masih belum optimal dan sangat diperlukan lebih banyak fasilitator yang terlibat untuk mendampingi masyarakat. Kata Kunci: akses, pemukiman kumuh, Sewerage treatment

1. Pendahuluan

Kota Denpasar merupakan kota dengan perkembangan sangat pesat dan seiring dengan hal tersebut pemukiman pendudukpun tumbuh dengan cepat baik yang terrencana maupun yang tak terencana. Daerah pemukiman kumuh biasanya ditandai dengan (1) luas bangunan yang sempit dengan kondisi yang tidak memenuhi standar kesehatan dan kelayakan social, (2) kerapatan bangunan yang saling berhimpitan sehingga beresiko tingga pada saat kebakaran, (3) kesulitan akses air bersih, (4) jaringan listrik yang tak beraturan dan kekurangan daya, (5) sarana drainase yang tidak memadai, (6) kondis jalan lingkungan yang seadanya, (7) kekurangan sarana MCK. Kondisi tersebut kemudian akan berdampak pada peningkatan resiko timbulkanya penyakit, penurunan produktifitas masyarakat dan timbulnya penyakit social (NUSSP, 2006). Salah satu beban kota dengan pertumbuhan tersebut adalah cakupan fasilitas sanitasi dasar pada pemukiman-pemukiman yang tumbuh tak terencana. Seperti digambarkan pada studi di DKI Jakarta, produk social berupa sarana sanitasi seperti fasilitas toilet, sarana MCK dan penanganan sampah merupakan fasilitas yang masing sangat diperlukan pengadaannya (Pudjiastuti 2002). 125

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

Tabel 1. Distribusi Permintaan Produk Sosial Lingkungan HidupKelompok Sasaran Kepala Keluarga Bantaran Sungai Kebersihan Lingungan Perhatian pada generasi muda Ibu rumah tangga Penambahan toilet dan MCK Penanganan sampah Remaja MCK ditambah Prokasih Penanganan sampah Air bersih Sumber: (Pudjiastuti 2002) Gang Sempit Pengaturan warga pendatang Disiplin lingkungan Penanganan sampah Kebersihan lingkungan Kebersihan lingkugan Penanganan sampah Limbah RT Tepian Rel KA Program air bersih MCK umum

MCK dan toilet Perbaikan selokan Sampah Penanganan sampah Penghijauan Tawuran remaja

Paper ini bermaksud meninjau dari sector kebijakan dan peran stakeholder selama ini dalam mengupayakan akses fasilitas pengolahan air limbah domestik di kota Denpasar, khususnya di pemukiman padat dan kumuh. Sebagai output diberikan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mempercepat perbaikan dan penyediaan sarana pengolahan air limbah domestik.2. Metode Studi

Studi dilakukan dengan tinjauan pustaka dan pengolahan data primer yang diperoleh dari rapid survey pada 19 daerah kumuh di Kota Denpasar dengan responden 133 KK yang merupakan masyarakat pendatang. Kuisioner berisikan pertanyaan seputar kepemilikan sarana sanitasi berupa jamban, tangki septic atau bak penampungan limbah, dan sarana saluran air limbah.3. Hasil dan pembahasan

Potret Kota Denpasar Denpasar yang saat ini memiliki kepadatan peduduk 4763 jiwa/km2 memiliki sekitar 80 titik kumuh dengan 31.25% derajat B dan 68.75% derajat C, dan tidak ada yang memilki derajat A (SLHD Denpasar, 2008). Dengan kata lain daerah kumuh di kota Denpasar tergolong moderat atau tidak terlalu parah. Adapun criteria derajat kumuh yang digunakan adalah 1) kesesuaian peruntukan dengan RUTRK/RDTRK, 2) status (pemilikan) lahan, 3) letak/kedudukan lokasi kawasan kumuh, 4) tingkat kepadatan penduduk, 5) jumlah penduduk miskin (prasejahtera dan sejahtera-1), 6) kegiatan usaha ekonomi penduduk di sector informal, 7) kepadatan rumah/bangunan, 8) kondisi rumah/bangunan, 9) kondisi tata letak rumah/bangunan, 10) kondisi prasarana dan sarana lingkungan meliputi a) penyediaan air bersih, b) jamban keluarga/MCK, c) pengelolaan sampah, d) saluran air/drainase, e) jalan setapak, dan f) jalan lingkungan, 11) kerawanan kesehatan (ISPA, diare, penyakit kulit dan usia harapan hidup) dan lingkungan (bencana banjir, kesenjangan social), 12) Kerawanan social (kriinalitas dan kesenjangan social) (SLHD Denpasar, 2008). Walaupun demikian bukan berarti kawasan kumuh di kota Denpasar tidak memerlukan penanganan lebih baik. Dalam laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) kota Denpasar, terdapat 6831 KK (35.86%) di seluruh kota tidak memiliki jamban (slhd Dps, 2008), sedangkan melalui rapid survey di 19 lokasi pemukiman kumuh diketahui 57,1 % tidak memiliki jamban dengan leher angsa, dan 57.1% tidak memiliki tangki septic untuk pengolahan air limbah tinja. Melalui studi lain yang dilakukan pada masyarakat yang bermukim di pinggiran kali diperoleh 72.4% KK tidak memiliki tangki septic maupun sambungan rumah untuk sewerage system kota 126

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

Denpasar (DSDP) (Dwipayanti and Swastika 2010). Hal ini menunjukkan bahwa lokasi pemukiman yang semakin beresiko untuk tidak memiliki tangki septik atau sarana pengolahan limbah lainnya memang terbukti dengan sedikitnya persentasi kepemilikan sarana tersebut. Selain kepemilikan tangki septic, kondisi lain yang dapat memperburuk resiko pencemaran air dan tanah dari limbah cair domestic adalah kualitas tangki septic yang dibangun secara pribadi oleh masyarakat. Permasalahan tangki septic yang umum adalah kerawanan atas kebocoran yang berarti limbah cair tidak sempat terolah di dalam tangki, melainkan langsung terserap oleh tanah. Dalam hal ini peran kontraktor bangunan dan atau tukang bangunan sangat berpengaruh. Fasilitas sanitasi rumah tinggal masih merupakan hal yang dinomorduakan dimana seringkali dianggap tidak perlu dibangun dengan perencanaan dan kualitas yang baik. Pencemaran limbah cair domestik tersebut tidak hanya terjadi akibat output langsung dari jamban atau kebocoran tangki septik. Kondisi pencemaran dapat juga terjadi di lokasi lain yang digunakan oleh perusahaan sedot WC untuk membuang lumpur hasil sedot dari tangki septic warga. Kendala Kepemilikan Jamban dan Tangki Septik Tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat sering dijadikan alasan minimnya kepemilikan septic tank atau pengolahan limbah lainnya yang layak, disamping faktor ekonomi. Kesadaran masyarakat untuk memiliki sarana pengolah air limbah tinja diduga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan mengenai pentingnya sarana tersebut. Demikian pula faktor tingkat pendidikan yang mempengaruhi tingkat pemahaman seseorang atas sarana sanitasi lingkungan. Sedangkan faktor ekonomi diduga berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk menjangkau biaya pengadaan sarana. Diperkirakan bahwa semakin mampu masyarakat, maka kepemilikan sarana septic tank akan semakin baik. Hal serupa diperkirakan untuk status kepemilikan tanah/rumah, pemilik akan mempunyai respon lebih baik untuk menyediakan sarana septic tank dari pada peyewa tanah/rumah. Faktor fisik lain yang sering diduga sebagai faktor pendukung adalah ketersediaan halaman yang luas untuk meletakkan fasilitas tersebut. Di lain pihak, studi yang dilakukan untuk masyarakat pinggiran kali di Kota Denpasar tidak mendukung hal tersebut. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, penghasilan, status kepemilikan lahan, luas lahat tidak berpengaruh terhadap kepemilikan sarana pembuangan limbah tinja (Dwipayanti and Swastika 2010). Hanya faktor jarak jamban dengan kali yang terlihat berhubungan bermakna dengan kepemilikan septic tank, dimana semakin dekat jarak tersebut dengan kali, maka semakin besar kemungkinan pemilik rumah tidak memiliki tangki septik (table 1).Tabel 1 Uji Koefisien Regresi Binary LogisticFaktor Resiko P Exp (B) 0.279 2.720 0.139 0.145 3.903 2.873 8.733 1.449 C.I 95% Lower 0.015 0.520 0.010 0.004 0.447 0.273 1.889 0.277 Upper 5.067 14.231 1.847 5.187 34.051 30.262 40.370 7.578

Tingkat Pengetahuan 0.388 Tingkat Pendidikan 0.236 Tingkat Penghasilan 0.135 Kepadatan penghuni rumah 0.290 Status pemilikan rumah 0.218 Letak kali dengan rumah 0.380 Jarak kali dengan jamban 0.006 Luas halaman rumah 0.660 Sumber: Dwipayanti and Swastika, 2010

127

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

Persepsi masyarakat mengenai fungsi sungai/kali sebagai halaman belakang (backyard area) juga mempengaruhi pemanfaatan sungai/kali secara tidak bertanggung jawab seperti pembuangan limbah tinja tanpa melalui tangki septic (Suganda, Yatmo et al. 2009). Lamanya tinggal di suatu daerah ternyata menunjukkan tingkat ketidakpedulian terhadap lingkungan yang semakin tinggi, yang dapat dijelaskan karena kondisi lingkungan pemukiman yang tidak akrab lagi dan saling tidak peduli, sehingga tidak ada teguran atau larangan terhadap prilaku yang tidak mendukung sanitasi lingkungan (Nugroho 1999). Di samping faktor kesadaran dan prilaku masyarakat, faktor lain seperti tingginya biaya konstruksi dan terbatasnya lahan untuk lokasi yang dapat digunakan sebagai jaringan pelayanan juga mendukung rendahnya laju pembangunan sarana pembuangan limbah (Suzetta 2007). Di lain pihak hal ini juga didukung dengan kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat yang masih sangat rendah sehingga tidak mencukupi biaya pelayanan. Implementasi DSDP dan keberhasilan Sanimas Salah satu upaya yang besar oleh Pemerintah Propinsi Bali adalah DSDP (Denpasar Sewerage Development Project). Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) merupakan salah satu program pembangunan bidang pekerjaan umum keCipta Karya-an yang menangani masalah pengolahan limbah cair. Target pembangunan DSDP adalah meningkatkan citra provinsi Bali di kawasan internasional yang berkait dengan sanitasi dan penataan lingkungan. Ruang lingkup proyek ini terdiri dari pembangunan sistem pembuangan air kotor, termasuk Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Jaringan perpipaan air limbah sepanjang 130 km di Kota Denpasar dan sekitarnya. Proyek DSDP dibagi menjadi tiga tahap, yang pertama resmi berakhir dengan peresmian unit pengolahan air limbah terbesar di Indonesia di kecamatan Suwung-pada bulan Juni 2008. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ini dapat memproses 51000 m3 air limbah per hari, saat ini IPAL tersebut baru memproses 60 % dari kapasitas maksimumnya (Atmodjo, 2009) Biaya total yang dibutuhkan untuk proyek ini adalah sebesar Rp 600 miliar (US $ 64.500.000), tahap pertama didanai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Bali, Denpasar Kota Administrasi dan pinjaman dari Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC). Tahap pertama proyek ini mencakup 9000 sambungan rumah, sedangkan tahap kedua, yang sepenuhnya didanai dari dana pinjaman Bank Jepang diharapkan mampu menambah 8000 sambungan rumah (Atmodjo, 2009) DSDP memiliki peran penting dalam tiga aspek yaitu (anonim, 2010): 1) Aspek lingkungan dengan cara mengurangi pencemaran badan air yang berasal dari limbah rumah tangga, hotel dan restoran, 2) Aspek kedua yaitu kesehatan dalam hal untuk mengurangi penyakit, meningkatkan gizi dan produktivitas kerja, 3) Serta aspek ketiga yaitu menyangkut citra Bali sebagai daerah turis yang indah dan nyaman. Di sisi lain, sistem pengelolaan air limbah yang bersifat massive dan terpusat tentunya membutuhkan biaya operasi dan pemeliharaan (O&M) yang besar. Biaya O&M ini akan sangat berhubungan dengan tarif untuk membuang air limbah ke sistem DSDP. Pertanyaannya adalah, dengan skema tarif yang bersifat progresif dan hampir sama dengan skema tarif PDAM, mampukah Pemerintah Provinsi Bali mengelola dan menjalankan sistem IPAL terpusat ini kedepannya. Pendekatan conventional yang diadopsi dari negara berkembang tersebut membutuhkan setidaknya biaya modal yang tinggi untuk membangun jaringan dan instaalasi pengolahan, penegakan hokum yang ketat untuk jaminan sambungan rumah yang baik, biaya operasi dan pemeliharaan yang tinggi serta jangkauan layanan ke 128

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

setiap rumah di daerah layanan untuk menjamin dapat beroperasinya sistem tersebut (Ujang and Henze 2006). Dalam bidang pengelolaan limbah cair, para professional dan pembuat kebijakan beranggapan bahwa pendekatan conventional tersebut bukan merupakan sustainable sanitation, karena sangat mahal, sistem yang terlalu kompleks, menggunakan banyak air, sehingga hanya cocok untuk Negara yang kaya akan air dan uang (Ujang and Henze 2006). Ujang dan Henze (2006) menyebutkan bahwa sustainable sanitation seharusnya menekankan pada pemisahan pada sumber, desentralisasi, penggunaan kembali efluen dan lumpur pengolahan. Strategi lain yang dikembangkan oleh Pemerintah kota Denpasar adalah Sanitasi berbasis Masyarakat (SANIMAS) yang merupakan sistem pengelolaan dan pengolahan air limbah berbasis masyarakat. Di Denpasar, program ini mulai dikembangkan tahun 2003 dan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat. SANIMAS bertujuan untuk meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan masyarakat di daerah-daerah padat penduduk dengan pendapatan rendah, biasanya terletak di daerah pusat kota atau di perbatasan zona industri. Pendekatan SANIMAS merupakan pilihan alternatif yang mengisi kesenjangan yang signifikan antara sanitasi tidak sehat (misalnya pit latrine) dan sistem IPAL terpusat seperti DSDP. Dalam hal ini DSDP memiliki keterbatasan untuk menjangkau daerah dengan akses jalan yang kecil dan pemukiman yang padat. Strategi SANIMAS secara menyeluruh adalah masyarakat lokal memutuskan, merencanaan, melaksanaan dan mengelola sistem sanitasi mereka sendiri, difasilitasi dan dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pemerintah daerah hanya memfasilitasi inisiatif masyarakat tersebut melalui penyertaan dana dalam proses konstruksi IPAL SANIMAS. Penting untuk dicatat bahwa pengambilan keputusan di tangan masyarakat pengguna. Peran LSM dan pemerintah daerah hanya sebagai fasilitator (BORDA, 2006). Dari studi persepsi masyarakat tentang program ini, masyarakat pelanggan Sanimas merasa cukup puas dengan adanya program Sanimas di lingkungannya, namun operasional dan pemeliharaan sarana pengolahan limbah yang dibangun sangat tergantung dari keaktifan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang merupakan organisasi pelaksana (Dwipayanti and Indrawati 2009). Dalam hal ini peran serta masyarakat masih sangat terbatas khususnya pada tahap operasional dan pemeliharaan. Permasalahan yang juga bisa muncul dalam program ini adalah biaya operasional dan meningkatkan kapasistas layanan di masa mendatang (Ujang and Henze 2006). Upaya mengoptimalkan akses Keterlibatan secara aktif semua stakeholder yang terkait dengan pengadaan fasilitas pembuangan limbah domestik sangat menentukan percepatan pembangunan dan akses sarana tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam bentuk musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) baik di tingkat desa, kecamatan maupun kota menjadi sangat penting untuk dapat mejaring kebutuhan masyarakat dan implementasi strategi pembangunan lebih baik (Kurniasih 2005). Dalam hal ini, penerapan program SANISMAS di kota Denpasar sudah merupakan langkah yang tepat, hanya saja diperlukan upaya lebih untuk percepatan penyebaran program. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan upaya percepatan program program sanitasi lingkungan perkotaan yang lain seperti Water and Sanitation Support Program for Low Income Community (WSSLIC), program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (p2kp), Waspola, Pamsimas, STBM dll. Di lain pihak, penerapan DSDP juga memerlukan kesadaran masyarakat untuk mau

129

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

menerima sambungan dan memelihara fasilitas tersebut. Dengan demikian upaya sosialisai dan promosi menjadi bagian yang sangat penting. Pemerintah perlu mengintegrasikan sosialisasi alternatif fasilitas sewage treatment yang bisa digunakan untuk beberapa jenis lokasi pemukiman. Dengan demikian masyarakat memiliki akses informasi yang cukup sehingga dapat mengetahui pilihan yang tersedia dan kriteria pemilihan alternative untuk situasi rumah tinggalnya dapat dipahami dengan baik. Untuk dapat menjangkau masyarakat luas, dan mencakup semua golongan masyarakat maka pemilihan strategi promosi melalui media massa sangat penting untuk menyebarkan informasi terkait sanitasi di masyarakat (Pudjiastuti 2002). Strategi pemasaran sosial sanitasi dengan melakukan tinjauan marketing mix (product, price, place, promotion) dapat digunakan untuk membantu penysusunan strategi pemasaran atau promosi sehingga dapat mengoptimalkan hasil (Pudjiastuti 2002). Seperti disampaikan oleh Alan R. Andersen Social marketing is the application of commercial marketing technologies to the analysis, planning, execution and evaluation of programs designed to influence the voluntary behavior of target audiences in order to improve their personal welfare and that of their society (Andreasen, 1995: 7 in (Pudjiastuti 2002). Hal lain yang perlu diperhatikan juga dalam upaya peningkatan akses sarana pembuangan limbah di pemukiman padat adalah konsep Tri Bina. Konsep tersebut menekankan bahwa pembangunan di daerah kumuh harus meletakkan titik berat pembangunan pada aspek manusia, lingkungan dan ekonomi pada tingkat yang sejajar (Prasetyo 1994). Dengan demikian, upaya pengadaan fasilitas sarana pembuangan limbah ini sebaiknya juga mempertimbangkan ketiga aspek tersebut dalam hal perencanaan hingga penerapannya di masyarakat. Kebijakan yang bersifat memojokan masyarakat marginal/ masyarakat daerah kumuh terbukti tidak akan menghasilkan perubahan yang positif di lingkungan tersebut (Prasetyo 1994). Oleh karena itu, dalam konteks kota Denpasar, sebaiknya masyarakat pendatang yang bermukim di daerah kumuh lebih dirangkul dan diperlakukan sama, sehingga akan menarik partisipasi lebih baik dari masyarakat tersebut, khususnya dalam upaya pengadaan fasilitas pembuangan limbah. Di samping itu, pengembangan kebijakan pemerintah yang lebih bersifat mengikat juga dapat membantu upaya mengoptimalkan akses sarana pembuangan limbah. Kepemilikan salah satu alternative sarana pembuangan limbah yang applicable untuk kota Denpasar dapat dijadikan syarat diberikannya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Dimana melalui perijinan tersebut kontrol terhadap jenis sarana yang tepat dan kualitas sarana dapat dilakukan. Kebijakan lain yang perlu dikembangkan adalah aturan mengenai penyewaan dan penggunaan lahan yang mengikat tanggung jawab pemilik dan pengguna terhadap sarana yang dibangun di lahan tersebut. 4. Kesimpulan dan Saran Kota Denpasar sudah berada pada jalur yang tepat dalam upaya memperluas akses sarana pembuangan limbah cair domestic. Namun masih diperlukan strategistrategi yang dapat mempercepat penyebaran akses tersebut. Diantaranya adalah melalui strategi pemasaran yang lebih baik dan implementasi kebijakan lingkungan yang lebih ditegakkan. Pendekatan kepada masyarakat marginal di pemukiman kumuh sebaiknya dilakukan lebih ramah sehingga dapat merangkul partisipasi lebih aktif dalam bidang sanitasi dan bidang lainnya dari masyarakat tersebut. Dalam konteks penerapan DSDP, pemerintah kota Denpasar memerlukan upaya yang keras 130

ProsidingSeminarNasionalUrbanisasidanKesehatan Denpasar,2Oktober2010 ISBN9786028566957

untuk menjamin dana, pemeliharaan fasilitas, regulasi dan kebijakan yang kuat sehingga sistem yang kompleks tersebut dapat beroperasi dalam jangka waktu yang panjang. 5.Daftar pustaka Anonim 2010. Denpasar Sewerage Development Project (DSDP), viewed 11 October 2010, http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-air-limbah-detail.asp?id=2 Atmodjo, W 2009, Bali secures $65 million for sewerage project. The Jakarta Post, viewed 11 October 2010. http://www.thejakartapost.com/news/2009/01/06/balisecures-65-million-sewerage-project.html BORDA, Community Based Sanitation CBS, viewed 16 October 2006, http://www.borda-net.org/modules/cjaycontent/index.php?id=28 Dwipayanti, N. M. U. and K. Indrawati (2009). Perception of Sanimas User Community and Sanimas Program Facilitator on The Implementation of Sanimas Program in Denpasar. International Conference on Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing Countries, Bandung, West Jawa, Indonesia, Faculty of Civil and Environmental Engineering, Institut Teknologi BandungIndonesia. Dwipayanti, n. m. u. and i. d. g. Swastika (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Septictank Dan Pemanfaatan Sarana Sewerage System Pada Masyarakat Pinggiran Kali Di Kelurahan Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur. Kongres IAKMI XI. Bandung. Kurniasih, D. (2005). "Model Skala Prioritas Pembangunan Kota Bandung Berbasis Good Governance." Makara Sosial Humaniora 9(2): 72-83. Nugroho, B. S. (1999). Pemahaman Masyarakat di Bantaran Sungai Ciliwung tentang Sanitasi Lingkungan. Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana. Jakarta, Universitas Indonesia. Master. Prasetyo, P. S. (1994). Interaksi Kebijakan Pemerintah dengan Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Kawasan Pemukiman di Perkotaan, Studi kasus Kawasan pemukiman di Daerah Aliran Sungai Code kelurahan Terban, Kotamadya Yogyakarta. FISIP. Jakarta, Universitas Indonesia. Pudjiastuti, W. (2002). "Strategi Mengatasi Masalah Kesehatan Lingkungan Hidup di Pemukiman Kumuh Lewat Program Pemasaran Sosial " Makara Sosial Humaniora 6(2): 76-81. Suganda, E., Y. A. Yatmo, et al. (2009). "Pengelolaan Lingkungan Dan Kondisi Masyarakat Pada Wilayah Hilir Sungai." Makara, Sosial Humaniora 13(2): 143153. Suzetta, H. P. (2007). Laporan Perkembangan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2007. Jakarta, Badan Perencana Pembangunan Nasional Ujang, Z. and M. Henze, Eds. (2006). Municipal Wastewater Management in Developing Countries: Principles and Engineering. UK, IWA Publishing.

131