mksnisme krja obat

11
MEKANISME KERJA OBAT Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau dengan beinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi mum, beinteraksi dengan membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya. Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel. Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya. Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik dirasakan. Setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik. Misalnya, reseptor pada sel jantung berespons pada preparat digitalis. Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane biologis. Jika obat diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis. 1. A. Fase Farmasetik (Disolusi) Sekitar 80% obat diberikan melaui mulut; oleh karena itu, farmasetik(disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi. Tidak 100% dari sebuah tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam obat sperti ion kalium (K)dan natrium (Na)dalam kalium penisilin dan natrium penisilin, meningkatkan penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal, karena adanya asam lambung. Dengan penambahan kalium atau natrium ke dalam penisilin, maka obat lebih banyak diabsorbsi. Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh. Obat-obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat. Pada umumnya, obat-obat berdisintegrasi lebih cepat dan diabsorpsi lebih cepat dalam cairan asam yang mempunyai pH 1 atau 2 daripada cairan basa. Orang muda

Transcript of mksnisme krja obat

Page 1: mksnisme krja obat

MEKANISME KERJA OBAT Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau dengan beinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi mum, beinteraksi dengan membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya. Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel. Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya. Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik dirasakan. Setiap jaringan atau sel dalam tubuh  memiliki kelompok reseptor yang unik. Misalnya, reseptor pada sel  jantung  berespons pada preparat digitalis.Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane biologis. Jika obat diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis.

1. A.    Fase Farmasetik (Disolusi)

Sekitar 80% obat diberikan melaui mulut; oleh karena itu, farmasetik(disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi. Tidak 100% dari sebuah tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam obat sperti ion kalium (K)dan natrium (Na)dalam kalium penisilin dan natrium penisilin, meningkatkan penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal, karena adanya asam lambung. Dengan penambahan kalium atau natrium ke dalam penisilin, maka obat lebih banyak diabsorbsi.Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh. Obat-obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat. Pada umumnya, obat-obat berdisintegrasi lebih cepat dan diabsorpsi lebih cepat dalam cairan asam yang mempunyai pH 1 atau 2 daripada cairan basa. Orang muda dan tua mempunyai keasaman lambung yang lebih rendah sehingga pada umumnya absorpsi obat lebih lambat untuk obat-obat yang diabsorpsi terutama melalui lambung.Obat-obat dengan enteric-coated,EC (selaput enterik) tidak dapat disintegrasi oleh asam lambung, sehingga disintegrasinya baru terjadi jika berada dalam suasana basa di dalam usus halus. Tablet anti coated dapat bertahan di dalam lambung untuk jangka waktu lama; sehingga, oleh karenanya obat-obat demikian kurang efektif atau efek mulanya menjadi lambat.Makanan dalam saluran gastrointestinal dapat menggaggu pengenceran dan absorpsi obat-obat tertentu. Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga cairan atau makanan diperluan untuk mengencerkan konsentrasi obat.

1. B.     Fase Farmakokinetik

Page 2: mksnisme krja obat

Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh, mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan keja obat, dan mengobservasi respons klien.Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah : absorpsi, distribusi, metabolism (biotransformasi), dan ekskresi(eliminasi).

1. Absorpsi Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi tinggi dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsipasif, absorpsi aktif, rinositosis atau pinositosis.Absorpsi aktif umumnya terjadi melalui difusi(pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Absorpsi aktif membutuhkan carier atau pembawa untuk bergerak melawan konsentrasi. Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan proses menelan.Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan, makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stress, dan makanan  yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal.Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain rute pemberian obat, daya larut obat, dan kondisi di tempat absorpsi.Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur  fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran nafas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Karena obat yang diberikan per oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.Daya larut obat diberikan per oral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut. Larutan atau suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergoles, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya diprogamkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi ke dalam pembuluh darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan.Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya; edema, memar, atau jaringan perut bekas luka, yang dapat menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuskular (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang terbaik ialah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Saat lambung terisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi melambat. Beberapa makanan dan antasida membuat obat berikatan membentuk kompleks

Page 3: mksnisme krja obat

yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna. Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan. Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut dalam getah lambung, sehingga obat tidak dapat dicerna di dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga melindungi lapisan lambung dari iritasi obat.Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan. Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang  faktor yang dapat mengubah atau menurunkan absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makanan di dalam saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkuan obat ke dalam saluran cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan. Contohnya, obat seperti aspirin, zat besi, dan fenitoin, natrium (Dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan atau segera setelah makan. Bagaimanapun makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat, misalnya kloksasilin natrium dan penisilin. Oleh karena itu, obat-obatan tersebut harus diberikan satu sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.

1. Distribusi Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah (dinamika sirkulasi), afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, berat dan komposisi badan, dan efek pengikatan dengan protein.

1. Dinamika SirkulasiObat lebih mudah keluar dari ruang interstial ke dalam ruang intravaskuler daripada di antara kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut, kecuali oleh partikel obat yang besar atau berikatan dengan protein serum. Konsentrasi sebuah obat pada sebuah tempat tertentu bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam jaringan, tingkat vasodilasi atau vasokonstriksi lokal, dan kecepatan aliran darah ke sebuah jaringan. Latihan fisik, udara yang hangat, dan badan yang menggigil mengubah sirkulasi lokal. Contoh, jika klien melakukan kompres hangat pada tempat suntikan intramuskular, akan terjadi vasodilatasi yang meningkatkan distribusi obat.Membran biologis berfungsi sebagai barier terhadap perjalanan obat. Barier darah-otak hanya dapat ditembus oleh obat larut lemak yang masuk ke dalam otak dan cairan serebrospinal. Infeksi sistem saraf pusat perlu ditangani dengan antibiotik yang langsung disuntikkan ke ruang subaraknoid di medula spinalis. Klien lansia dapat menderita efek samping (misalnya konfusi) akibat perubahan permeabilitas barier darah-otak karena masuknya obat larut lemak ke dalam otak lebih mudah. Membran plasenta merupakan barier yang tidak selektif terhadap obat. Agens yang larut dalam lemak dan tidak larut dalam lemak dapat menembus plasenta dan membuat janin mengalami deformitas (kelainan bentuk), depresi pernafasan, dan pada kasus penyalahgunaan narkotik, gejala putus zat. Wanita perlu mengetahui bahaya penggunaan obat selama masa hamil.

1. Berat dan Komposisi BadanAda hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa. Perubahan komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi obat secara bermakna. Contoh tentang hal ini dapat ditemukan pada klien lansia. Karena penuaan, jumlah cairan tubuh berkurang, sehingga obat yang dapat larut dalam air tidak didistribusikan dengan baik dan konsentrasinya meningkat di dalam darah klien lansia. Peningkatan persentase leak tubuh secara umum ditemukan pada klien lansia, membuat

Page 4: mksnisme krja obat

kerja obat menjadi lebih lama karena distribusi obat di dalam tubuh lebih lambat. Semakin kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam cairan tubuhnya, dan dan efek obat yang dihasilkan makin kuat. Lansia mengalami penurunan massa jaringan tubuh dan tinggi badan dan seringkali memerlukan dosis obat yang lebih rendah daripada klien yang lebih muda.

1. Ikatan ProteinKetika obat didistribusikan di dalam plasma kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin). Dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazeipam (valium) yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein dan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif,dan bagian obat selebihnya yanhg tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan proteinyang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respon farmakologik.Kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma. Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis obat yang diresepkan dibuat berdasarkan persentase di mana obat itu berikatan dengan protein.Seorang perawat juga harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma klien karena penurunan protein (albumin) plasma akan menurunkan tempat pengikatan dengan protein sehingga memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat yang diberikan akibat hal ini dapat mengancam nyawa.Abses, aksudat, kelenjar dan tumor juga menggangu distribusi obat, antibiotika tidak dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu, beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang, hati, mata dan otot.

1. Metabolisme Atau Biotransformasi Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan respons farmakologik, penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat.Waktu paruh, dilambangkan dengan t ½, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi, metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus – menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650mg aspirin (miligram) dan waktu paruhnya adalah 3jam, maka dibutuhkan 3jam untuk waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325mg, dan waktu paruh kedua 9 atau 6jam untuk mengeliminasi 162mg berikutnya, dan seterusnya sampai pada waktu paruh keenam atau 18jam dimana tinggal 10mg aspirin terdapat dalam tubuh, waktu paruh selama 4-8jam dianggap singkat, dan 24jam atau lebih dianggap panjang. Jika obat memiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin: 36 jam), maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut seluruhnya, waktu paruh obat juga dibicarakan dalam bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.

1. EkskresiAtau Eliminasi Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru- paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas yang tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.

Page 5: mksnisme krja obat

pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.

1. C.    Fase FarmakodinamikFarmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat. Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologi primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan, dan efek sekunder bisa diinginkan atau tidak diinginkan. Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan sekunder adalah difenhidramin (benadryl) suatu antihistamin. Efek primer dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak diinginkan jika sedang mengendarai mobil, tetapi pada saat tidur, dapat menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan.

22222222222

Mekanisme Kerja ObatEfek kerja obat terjadi karena adanya interaksi fisika-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh. obat tidak dapat mengkreasi fungsi baru dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi hanya dapat menambah atau mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi.

untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui oleh obat. proses itu terdiri dari 3 proses, yaitu fase Farmasetik, fase Farmakokinetik, dan fase Farmakodinamik.fase farmasetika adalah sebuah fase yang dipengaruhi antara lain oleh cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan. fase ini akan menentukan banyaknya obat yang diabsorbsi masuk ke sirkulasi sistemik.fase farmakokinetik, selain dipengaruhi oleh sifat kimia-fisika obat (zat aktif) juga dipengaruhi oleh sifat fisiologi tubuh dan rute pemberian obat. obat yang masuk ke pembuluh darah tanpa melalui proses adsorbsi akan cepat menimbulkan efek karena obat dapat langsung di distribusikan.fase farmakodinamik menjelaskan interaksi obat dengan reseptornya dalam menimbulkan efek. atau mempelajari fase pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. fase ini dipengaruhi oleh struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap reseptor dan sifat ikatan antara obat dengan reseptornya.

A. Fase Farmasetik Sediaan obat yang banyak dipakai adalah sediaan padat dan sediaan cair. sediaan padat

Page 6: mksnisme krja obat

misalnya tablet dan kapsul, sediaan cair misalnya larutan, sirup atau linimen. obat untuk dapat diadsorbsi harus dapat melarut dalam tempat adsorbsinya. jadi obat dalam bentuk tablet untuk dapat diadsorbsi harus mengalami proses-proses seperti pecah (terdegradasi) menjadi granul, lalu granul-granul tersebut terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi, selanjutnya akan terjadi pelepasan zat aktif dari zat pembawa (tambahan), berikutnya zat aktif tersebut akan terdisolusi (larut) dan di adsorbsi.sediaan obat yang cepat larut, secara teoritis akan leboih cepat diadsorbsi dan cepat menimbulkan efek atau onsetnya relatif pendek. secara urutan pada kecepatan melarut atau kecepatan adsorbsi dari beberapa sediaan obat adalah sebagai berikut:Larutan > Suspensi > Serbuk > Kapsul > Tablet > Tablet Salut.

B. Fase Farmakokinetikfarmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) obat dari dalam tubuh. setiap obat mempunyai karakteristik masing-masing berkaitan dengan ADMEnya. ADME akan menentukan kadar obat dalam reseptornya sehingga akan menentukan timbulnya efek farmakologi atau efek toksiknya.1. Adsorpsiproses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). kecepatan adsorpsi suatu obat tergantung dari kecepatan obat melarut pada tempat adsorpsi, derajad ionisasi, pH tempat adsorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat melarut.

a. kelarutanuntuk dapat diadsorpsi, obat harus dapat melarut atau dalam bentuk yang sudah terlarut. sehingga kecepatan melarut dari suatu obat akan sangat menentukan kecepatan adsorpsi. untuk itu ketika meminum sediaan obat yang berbentuk padat harus ditambahkan dengan cairan agar dapat menambah percepatan kelarutan obat.b. pHpH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan. obat yang terlarut dapat berupa ion ataupun non ion. bentuk ion relatif lebih mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran, karena sebagian besar membran sel tersusun dari lemak.kecepatan obat menembus membran dipengaruhi oleh pH obat dalam larutan dan pH lingkungan obat berada.c. tempat adsorpsiobat dapat di adsorpsi pada berbagai tempat, misalnya di kulit, membran mukosa, lambung  dan usus halus. namun demikian , untuk obat oral adsorpsinya banyak berlangsung di usus halus karena paling luas permukaannya. begitu pula pada obat yang diberikan melalui inhalasi diadsorpsi begitu cepat pada ephitelium paru-paru karena permukaannya paling luas.kecepatan adsorpsi berbanding lurus dengan luas membran dan berbanding terbalik dengan tebal membran.d. sirkulasi darah

Page 7: mksnisme krja obat

obat umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah (vaskularisasi). misalnya pemberian melalui sublingual akan cepat di adsorpsi jika dibandingkan melalui sub kutan. aliran darah secara keseluruhan juga berpengaruh pada adsorpsi obat. sebagai contoh, obat yang diberikan pada pasien yang tidak sadarkan diri, adsorpsinya akan melambat atau bahkan tidak konstan. oleh karena itu pemberian melalui Injeksi Vena lebih dipilih untuk pasien yang tidak sadar atau dalam keadaan darurat.

2. distribusidistribusi adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau menuju ke tempat kerja obat tersebut. kecepatan distribusi obat dipengaruhi oleh permeabilitas membran kapiler terhadap kapiler obat. karena membran kapiler kebanyakan terdiri dari lemak, obat yang mudah larut dalam lemak juga akan mudah terdistribusi. faktor lain yang mempengaruhi distribusi adalah fungsi kardiovaskuler, ikatan obat dengan protein plasma dan adanya hambatan fisiologi tertentu, seperti abses atau kanker.

3. metabolismesuatu perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. hati merupakan organ utama tempat metabolisme obat. ginjal tidak akan efektif mengekskresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah mengalami filtrasi glomerulus.

4. ekskresiginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat atau metabolitnya. tempat ekskresi lainnya adalah intestinal (melalui feses), paru-paru, kulit, keringat, air liur dan air susu. waktu paruh adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah atau jumlah obat dalam tubuh tinggal separuhnya.obat yang mempunyai waktu paruh nya panjang umumnya memiliki frekuensi pemakaian yang relatif panjang, karena durasi obat relatif panjang. perlambatan eliminasi obat dapat disebabkan gangguan hepar atau ginjal sehingga memperpanjang waktu paruhnya. oleh karena itu, pada kebanyakan obat dosisnya akan dikurangi kalau pasien mengalami gangguan hepar dan ginjal.

C. fase Farmakodinamikfarmakodinamik mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. kebanyakan obat bekerja melalui salah 1 dari proses berikut, yaitu:1. berinteraksi dengan reseptorobat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. semakin banyak reseptor yang didudiki atau bereaksi maka intensitas efek akan meningkat.

Page 8: mksnisme krja obat

2. berinteraksi dengan Enzimbanyak obat yang menimbulkan efek karena mengikat atau memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh. misalnya, obat kolinergik mengikat enzim asetilkolin esterase dan obat diabetus milites tertentu memperbanyak sekresi insulin.

3. kerja non spesifikbanyak obat yang dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor atau bahkan tidak punya reseptor, ini disebut kerja non spesifik. cara kerja seperti ini bersifat umum, misalnya, Na-Bikarbonat merubah pH cairan tubuh, alkohol mendenaturasi protein dan norit mengikat toksin, zat racun atau bakteri.

D. Faktor yang mempengaruhi efek obat:-ADME-Usia-Berat Badan-Genetika-Jalur pemberian-Saat pemberian-Emosional/placebo-Patologi-Riwayat pemakaian obat-Toleransi-Akumulasi-Interaksi, dan-Cara pembuatan