MITIGASI BAHAYA TSUNAMI -...
Transcript of MITIGASI BAHAYA TSUNAMI -...
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
MITIGASI BAHAYA TSUNAMI TERHADAP CALON TAPAK PLTN
INDONESIA
Akhmad Muktaf Haifani, Daddy Setyawan
Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
ABSTRAKWilayah Indonesia, yang luas sekitar 5 000 km terletak pada 950 1400 BT dan pada 60
LU 110 LS serta berkedudukan di katulistiwa, terletak pada posisi perbenturan / pertemuan empat lempeng kerakbumi aktif: Lempeng Samudera Hindia – Australia di selatan yang relatif bergerak ke utara dan Lempeng Pasifik serta Lempeng Renik Philippina di bagian timur yang bergerak ke barat keduanya menumpu di bawah pinggiran Lempeng Asia Tenggara – sebagai bagian dari Lempeng Besar Eurasia. Lokasi PLTN pada umumnya terletak pada tepi pantai sebagai manifestasi dari ketersediaan sumber daya air untuk suplai sistem pendingin reaktor dan sistem bantu lainnya. Untuk itu analisis keselamatan terhadap potensi tsunami sebagai bahaya ikutan (collateral hazard) dari gempabumi hendaknya dilakukan secara komprehesif. Langkah mitigasi yang tepat dan akurat, solusi desain yang sesuai dan system peringatan dini yang komprehensif sangat diperlukan dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh bahaya eksternal tersebut.Kata kunci: lempeng, mitigasi, tsunami, gempabumi, sistem peringatan dini.
ABSTRACTMITIGATION OF TSUNAMI HAZARD AGAINST TO NPP SITE PROPOSED IN INDONESIA. Indonesia region covers 5000 km square with geographical position of 950 – 1400 longitude and 60 110 latitude and domicile in equator. It is located in collision position of the four (4) active plates: the Indian Ocean Plate Australian in the south which relatively make a move to the north and the Plate of Pacific and also the Plate of the Philippine in shares of east moving to west of both converging below boundary of SouthEast Asia Plate as part of Big Plate of Eurasia. Generally nuclear power plant lies in the coastal edge as manifestation from the availability of water resource for supply of the reactor coolant system and other supporting system. Thus the safety analysis to potency of tsunami as the collateral hazard of earthquake shall be conducted by more comprehesive. The accurate and correct step of mitigation as well as appropriate design and early warning system is necessary for anticipating of impact generated by danger of the external event.Key words: plate, mitigation, tsunami, earthquake, early warning system.
584
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
I. PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia, yang luas sekitar 5 000 km terletak pada 950 1400 BT, dan
pada 60 LU 110 LS serta berkedudukan di katulistiwa, terletak pada posisi perbenturan /
pertemuan empat lempeng kerakbumi aktif: Lempeng Samudera Hindia – Australia di
selatan yang relatif bergerak ke utara dan Lempeng Pasifik serta Lempeng Renik
Philippina di bagian timur yang bergerak ke barat keduanya menumpu di bawah pinggiran
Lempeng Asia Tenggara – sebagai bagian dari Lempeng Besar Eurasia. Keadaan seperti
ini jarang terjadi di muka bumi ini. Oleh karena itu pada 100 juta tahun yang akan datang
kawasan Indonesia yang dilanggar oleh Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua
Australia sehingga tersisa tinggal Pulau Sumatera, Bangka dan beberapa pulau kecil
(Russell Miller, 1990 ) [1].
Pada umumnya perbenturan lempeng kerakbumi di belahan dunia ini hanya
menyangkut dua lempengan saja. Dengan terjadinya perbenturan 4 lempengan
kerakbumi sekaligus di Kepulauan Indonesia ini, maka tidak mengherankan bilamana
keadaan tektoniknya menjadi amat rumit. Berbagai gerakan tumpuan dan papasan
lempeng sangat teramati dengan baik di wilayah ini, khususnya di Kawasan Timur
Indonesia. Misalnya Sesar Mendatar Sorong bawah laut yang memotong batuan dasar di
Indonesia, merupakan manifestasi dari gerakan lempeng kulit bumi yang saling
berpapasan. [2]
Gambar 1. Peta Pergerakan Lempeng di Indonesia
( Sumber Robert Hall dalam Sardjono, Puslitbang Geologi )
Lokasi PLTN pada umumnya terletak pada tepi pantai sebagai manifestasi dari
ketersediaan sumber daya air untuk suplai sistem pendingin reaktor dan sistem bantu
lainnya. Untuk itu analisis keselamatan terhadap potensi tsunami sebagai bahaya ikutan
585
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
(collateral hazard) dari gempabumi hendaknya dilakukan secara komprehesif. Dalam hal
ini solusi desain harus diterapkan secara cermat dan akurat dalam rangka menunjang
kelangsungan operasi PLTN. Tapak Muria sebagai salah satu calon tapak alternatif untuk
tempat didirikannya PLTN hendaknya perlu dilakukan studi tetang potensi tsunami yang
diperkirakan akan didirikan di sana.
Bahaya tsunami yang mempunyai sejarah panjang terjadinya di Indonesia perlu
diantisipasi sedini mungkin pengaruhnya terhadap keselamatan, baik bagi instalasi,
pekerja maupun fasilitas pendukungnya. Oleh karena itu perlu dibuat sistem mitigasi yang
tepat dan terarah sehingga tidak akan menimbulkan dampak yang lebih serius atau
bahaya tsunami perlu dipertimbangkan pada setiap tahap pembangunan dan
pengoperasian PLTN.
II. TEKTONIK LEMPENG
Pada umumnya gempabumi yang terjadi di Indonesia dan bersifat merusak
disebabkan oleh gempabumi tektonik. Gempabumi tektonik terjadi disebabkan karena
terlepasnya (release) sebagian “ stress energy “ yang terdapat dalam batuan/kerakbumi
karena kekuatan batuan / kerakbumi sudah terlampaui. Terlepasnya energi tersebut
terutama harus melalui proses: (1) terjadi penimbunan tegangan secara perlahanlahan
pada batubatuan di dalam bumi. (2) dalam batuan tersebut harus cukup kuat untuk
dapat menimbun tegangan hingga mencapai suatu besaran tertentu, kirakira 1020
sampai 1050 Ergs ( Boen, 1976 ) [3]. Oleh karena itu, bilamana batuan tersebut berada
dalam keadaan tegasan tarikan, dan besarnya tegasan telah melampuai besarnya
tegasan kohesi batuan tersebut, maka suatu batuan akan retak / pecah atau patah.
Lapisan litosfir bumi terdiri atas lempenglempeng tektonik yang kaku dan
terapung di atas batuan yang relatif tidak kaku. Kerak lempeng bumi dibagi menjadi dua
jenis yaitu kerak benua dan kerak samudera. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
bahan yang membentuk kerak benua terdiri atas batuan yang ringan yang banyak
mengandung unsur silika dan alumina (Si Al), sedangkan kerak samudera terdiri atas
bahan yang sangat padat berwarna gelap dan kaya akan unsur silika dan magnesium (Si
Mg). Daerah pertemuan dua lempeng atau lebih kita sebut sebagai plate margin atau
batas lempeng. Gempa dapat terjadi di manapun di bumi ini, tetapi umumnya gempa
terjadi di sekitar batas lempeng dan banyak didapat sesar aktif disekitar batas lempeng.
Titik tertentu di sepanjang sesar tempat dimulainya gempa disebut fokus atau hyposenter
dan titik di permukaan bumi yang tepat di atasnya disebut episenter. Teori yang dipakai
untuk menerangkan terjadinya pergerakanpergerakan tersebut adalah "Sea Floor
586
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Spreading Theory" yang dikembangkan oleh F. J. Vine dan D. H. Mathews pada tahun
1963 yang disebut juga sebagai "Plate Tectonics".atau Teori Tektonik Lempeng. [4]
Teori ini menyatakan bahwa permukaan bumi seluruhnya tertutup oleh lebih dari
10 lapisan litosferik (plates) yang mempunyai ukuran berbeda serta tebalnya berkisar
antara 50 100 km. Benuabenua yang terletak di atasnya diangkut oleh pergerakan
plate tersebut. Lapisan bumi paling atas, yaitu litosfir (Gb. 2) , merupakan batuan yang
relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah
lapisan ini terdapat batuan yang lebih panas yang disebut mantel. Lapisan ini sedemikian
panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat bergerak
sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal sebagai aliran konveksi
("Continental Drift Theory" dari A. Wegner th 1912").
Gb. 2 Ilustrasi bentuk dari lapisan bumi (Sumber. USGGS)
Lempeng tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas
mantel ikut bergerak satu sama lainnya.Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng
tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi
(spreading), saling mendekati (collision) dan saling geser (transform)(Gb. 3).
587
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Gb.3: Penampang Model Penunjaman / Penyusupan lempeng samuderake dalam kerakbumi / kerak benua. ( Sumber: Plate – Tectonics; Mason L.Hill, 1976,
dalam Kramer, 1996 ) [5]
Pada mulanya jutaan tahun yang lalu di Bumi hanya ada satu benua yang sangat
luas. Namun akibat pergerakan magma dan perputaran Bumi itu sendiri, lapisan Bumi
pecah menjdi beberapa lempeng benua dan samudera dan bergerak terus secara diamis
sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pada proses pergeseran daratan tersebut
terlihat bahwa Pulau Sumatra, Jawa serta sebagian besar Kalimantan bagian selatan dan
timur sejak dulu merupakan satu kesatuan yang berada di lempeng Benua Eurasia
(EropaAsia). Sumatera dan Jawa berada di tepi sebelah selatan lempeng benua
tersebut, dekat dengan pertemuan lempeng Samudera IndoAustralia. Lempeng
Samudera mendesak lempeng Eurasia di bawah Samudera Hindia ke arah barat laut
Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan dan pergerakan
yang bervariasi, dengan lempeng IndoAustralia bergerak lebih aktif. Umumnya, gerakan
ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar
015 cm pertahun. Kadangkadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci,
sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat
batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut
sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempabumi.
Gempa yang terjadi di perairan barat Aceh pada tanggal 26 Desember 2004
pukul 06:58:50 waktu lokal di episenter merupakan akibat dari interaksi lempeng Indo
Australia dan Eurasia. Gempa tersebut terletak pada 3,298 lintang utara dan 95,779 bujur
timur, berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 km dan berjarak 250 km selatan barat
daya dari Banda Aceh [6]. Gempa tersebut berkekuatan 9,0 skala Magnitudo, tergolong
gempa dangkal yang menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di
Asia Tenggara dan Asia Selatan. Gempa Aceh merupakan tipe gempabumi Megathrust
588
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
(Gb. 4) yang menghasilkan bahaya gelombang tsunami yang cukup besar dan
menghancurkan daerah yang jauh lebih luas daripada pengaruh langsung getaran tanah
di dekat rekahan akibat gempabumi itu sendiri. Sumber gempabumi di Indonesia pada
umumnya terjadi pada pertemuan lempenglempeng atau bisa disebut zona subduksi dan
zona patahan aktif di daratan, seperti zona sesar besar Sumatera. Pantaipantai
kepulauan Indonesia yang berhadapan langsung dengan palungpalung laut, sebagai
jelmaan dari benturan lempeng di dasar laut, merupakan kawasan yang paling potensial
terlanda Tsunami manakala gempabumi terjadi pada zona tersebut. Di sepanjang barat
Sumatra, lempeng Samudera bergerak ke arah bawah Sumatera dan menekan batuan di
bawah pulaupulau kecil (P. Simelue, P. Nias, Kepulauan Batu, Siberut, Sipora, Pagai dan
Enggano) yang muncul di sepanjang pesisir barat pulau tersebut. Data kegempaan di P.
Sumatera dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sejarah gempabumi di Sumatera [4]
Tahun Lat Lon Magnitudo Daerah1797 0,58 100,2 Sumatra Barat:Padang1799 Sumatera1818 3,5 100,5 Bengkulu1833 9 Sumatera Barat: Padang, Pariaman1833 Bengkulu1843 2,08 98,23 Sumatera Utara: P. Barus, G. Sitoli1861 2,04 100,6 Sumatera: Padang, Indrapura1861 8,4 Sumatera:P. Batu, Nias1864 Sumatera: Padang, P. Batu1883 5,8 106,3 Volc Sumatera: Selat Sunda, Jawa1904 Sumatera Barat: Sirisiri1907 Sumatera: Pantai Barat1908 2,0 100 Sumatera Barat1909 2,5 101,5 7,3 Sumatera:Kerinci, Jambi1928 5,8 106,3 Volc Sumatera Selatan: Selat Sunda, Lampung1935 0,3 97,9 Sumatera Utara: Medan1936 7,0 Sumatera1967 5,3 96,5 6,5 Sumatera Utara: Sigli
589
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Gambar 4. Model lajur sumber gempa penunjaman berdasarkan sudut kemiringan [7]
Gambar 5. Titiktitik Epicentrum di Samudra Hindia
(Data USGS)
Gambar 6. Pola Tektonik di Samudra Hindia (Data
USGS)
III. BAHAYA TSUNAMI
Tsunami berasal dari kata Jepang (tsu = pelabuhan dan nami = gelombang
panjang/gelombang besar)[8]. Kecepatan tsunami dapat mencapai 500 – 100 km per jam
590
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
dengan magnitudo body (mb) > 6,2 skala Richter. Tsunami adalah banjir pasang laut
yang menyapu bersih perumahan nelayan dan masyarakat yang kemudian menariknya
kembali ke laut. Pada umumnya penyebab utama dari tsunami dari aktivitas pergeseran
lempeng tektonik yang berada pada dasar laut. Namun tsunami dapat pula disebabkan
oleh aktvitas nonseismik seperti pergeseran atau longsornya material bawah laut
(landslide), jatuhnya meteor ke dalam laut, maupun letusan gunung api bawah laut. [9]
Daya rusak tsunami bukan saja karena banjir pasang tetapi juga karena hantaman
bendabeda yang di bawanya seperti badan kapal atau bangunan dan kayukayu
gelondong yang ada di laut. Yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah
gempa yang terjadi di dasar laut dengan kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km,
magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 skala Richter, serta jenis pensesaran gempa
tergolong sesar naik atau sesar turun.
Karakteristik umum dari bahaya tsunami adalah: gelombang tsunami bisa
menghantam daratan dalam 5 sampai 30 menit, orang di daratan bisa saja tidak
merasakan gempa yang besar karena memang terjadinya di dasar laut. Kecepatan
gelombang bisa mencapai 600 mil per jam (antara 700 sampai 1000 km per jam), tinggi
gelombang bisa mencapai 6 sampai 14 meter ukuran ratarata, namun bisa juga hingga
30 meter, tsunami bisa terjadi siang maupun malam.
Peristiwa tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang menghancurkan wilayah
Pantai Barat Aceh dan Sumatra Utara disebabkan oleh gempabumi dangkal pada
kedalaman 10 km. Gempa Megathrust yang diikuti oleh gempa susulan lainnya saling
susulmenyusul di sepanjang batas lempeng India dan segmen lempeng Myanmar, ke
arah utara sepanjang kurang lebih 1000 km pada kedalaman dangkal. Gempa susulan
tersebut terjadi di Kepulauan Andaman (5,8 sm) dan Kepulauan Nicobar (6,0 sm) (Gb. 6)
serta gempa susulan lainnya sebagai akibat naiknya segmen lempeng Myanmar relatif
terhadap lempeng Hindia terjadi susulmenyusul.
591
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Gambar 7. Kejadian gempabumi yang menyerang wilayah Asia Tenggara,
Asia Selatan dan sekitarnya.
Tsunami tersebut terbentuk ketika massa air laut Samudera Hindia secara tiba
tiba berubah dan terguncang akibat bergerak naiknya segmen lempeng Myanmar (bagian
dari lempeng Eurasia) relatif terhadap hunjaman lempeng India di bawahnya (Gb. 8) di
palung Sunda.
Gb. 8. Ilustrasi gerakan gelombang tsunami yang terbentuk akibat
naiknya palung Sunda.
Dasar samudera yang naik di atas palung Sunda mengubah dan menaikkan
permukaan air laut di atasnya sehingga permukaan datar air laut ke arah pantai barat
Sumatera ikut terpengaruh berupa penurunan muka air laut. Dalam rangka mencari
upaya kesetimbangan alamiah, air laut kembali mendorong balik dirinya ke arah pantai
dalam bentuk gelombang tinggi. Geomorfologi laut dan batimetri (kedalaman laut) dapat
mempengaruhi kuat dan tingginya gelombang tsunami yang menerjang pantai. Bentuk
592
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
pantai di Aceh tergolong rumit. Di daerah itu teluk yang berasosiasi dengan tanjung
menyebabkan konsentrasi energi gelombang di sekitar tanjung. Akumulasi energi
gelombang laut yang terbentuk dapat menghasilkan gelombang tsunami Aceh.
Gelombang tsunami ini kemudian bergerak menyebar kearah pantaipantai yang
berhadapan dengan Palung Sunda. Jarak pantai terdekat dengan episenter gempabumi
terdekat berkisar 125 km. Kecepatan gelobang tsunami mencapai 800 km/jam di
samudera dalam dan bebas. Mendekat pantai yang dangkal dan dengan kecepatannya
yang besar, gelombang tsunami menjadi tinggi (23 meter) di Banda Aceh dan kemudian
terhempas kearah darat dengan dahsyat (33,5 km kearah daratan di Meulaboh dan
Banda Aceh).
Gb.9 Estimasi cepat rambat gelombang tsunami berdasarkan kedalaman
sumber gempabumi (Sumber : WWW. BMG.GO.ID)
IV. MITIGASI TSUNAMI
Gelombang Tsunami yang menerjang Aceh termasuk dalam jenis far field yang memiliki
perambatan hingga 1000 km lebih. Tsunami yang muncul akibat gempa pertama di Aceh
penjalarnnya ke utara hingga Srilanka dan Maladewa, masingmasing dua dua dan tiga
jam setelah gempa Aceh. Sementara ke arah selatan, tsunami menerjang Pulau Simelue
setengah jam kemudian. Adapun gelombang pasang sampai ke Pulau Nias satu jam, lalu
ke Pulau Mentawai satu setengah jam sesudah gempabumi. Pada peristiwa terjadinya
gelombang tsunami ada dua kejadian penting yang dapat digunakan sebagai acuan:
pertama, adanya goncangan dalam skala yang besar sebagai akibat getaran gempa
pada permukaan tanah, begitu kuatnya sehingga banyak bangunan yang runtuh. Ke dua,
terjadinya pemandangan yang luar biasa yakni surutnya permukaan air laut secara cepat
mencapai jarak lebih dari 50 – 100 meter dari garis pantai semula. Wilayah rawan
593
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
tsunami di Indonesia berdasarkan hasil pemantauan yang telah dilakukan oleh Puslitbang
Gelogi Bandung (Gambar. 10) meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, LampungBaten, Jawa Tengah Bagian Selatan, Jawa Timur Bagian Selatan,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Sedangkan berdasarkan jumlah
korban yang tewas akibat bahaya gempabumi dan tsunami (Tabel. 2) maka wilayah Aceh
merupakan wilayah terparah dihitung dari segi jumlah korban yang tewas dan kerugian
yang dicapai. Sedangkan wilayah calon Tapak PLTN yang diperkirakan akan dibangun di
daerah Muria, Jawa Tengah tidak ada data geologi dan data tsunami yang menunjukkan
bahwa daerah tersebut berpotensi menimbulkan bahaya tsunami. Melihat sejarah
terjadinya tsunami di Indonesia dan besarnya resiko yang dapat ditimbulkan maka dalam
rangka penentuan tapak PLTN yang relatif aman dan untuk menghindari dampak yang
ditimbulkan oleh bahaya tsunami tersebut baik bagi keselamatan instalasi maupun
terhadap pekerja serta masyarakat, maka beberapa langkahlangkah berikut ini
hendaknya dilakukan oleh desainer :
1. Diperolehnya data sedetil mungkin tetang wilayah yang berpotensi terjadi tsunami di
Indonesia (Gb. 9) dan (Tabel 2), diketahui berdasarkan historis tsunami ada 14
wilayah rawan tsunami
Gb. 10 Peta wilayah tsunami Indonesia (sumber Puslitbang Geologi Bandung)
2. Bagi penduduk atau pekerja yang bertempat tinggal di sekitar pantai, hendaknya
memahami betul perilaku alam sebelum timbulnya bahaya tsunami, dimulainya
guncangan tanah yang cukup keras yang diikuti dengan surutnya permukaaan laut
secara cepat.
594
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
3. Secepat mungkin bila terjadi gelombang pasang segera melarikan diri menuju ke
lokasi yang tinggi (mis: pegunungan, dataran tinggi dsb).
4. Bangunan sipil yang didesain dengan tujuan untuk proteksi tapak sedapat mungkin
tahan terhadap goncangan maupun gelombang tsunami (misal; pemasangan
pemecah gelombang (break water), dinding laut (shear wall), tembok penguat
(revetments) dll). [10]
5. Untuk penetapan lokasi PLTN hendaknya juga diperhatikan aspek tsunami yaitu
a. Berada pada pantai terbuka bukan pada pantai teluk karena gelombang
tsunami akan merambah jauh kedalam pada pantai teluk.
b. Berada pada tipe pantai yang curam bukan pada tipe pantai yang datar
c. Diusahakan agar di sekitar lokasi instalasi mapun fasilitas bantu lainnya
dilakukan penanaman pohon mangroove (bakau) maupun ketersedian pohon
kelapa yang memadai. Ketebalan pohon mangrove 1200 meter mampu
mengurangi gelombang tsunami sekitar dua kilometer.
d. Gelobang tsunami akan semakin pendek masuk ke dalam daratan pada lahan
pesisir dengan kebun esktensif dan massa bangunan yang memenuhi
persyaratan teknis bencana.
6. Pada akhirnya segera dibangun sistem peringatan dini (early warning system)
terhadap bahaya tsunami yang akan memberikan peringatan secara cepat, tepat dan
akurat terhadap kemungkinan bahaya gempabumi yang berpotensi menimbulkan
gelombang tsunami.
Tabel 2. Data Gempabumi dan Tsunami di Indonesia (Puslitbang Geologi Bandung)
No. Tanggal Lokasi
Magnitudo
(skala
Richter)
Korban
1. 23 Februari 1969 Pantai barat Sulawesi 64 orang tewas,
97 lukaluka2. 19 Agustus 1977 Sumba 150 orang tewas3. 12 Desember 1992 Pulau Flores 7,5 1000 orang tewas4. 2 Juni 1994 Banyuwangi, Jawa Timur 7,2 238 jiwa tewas
dan 400 lukaluka5. 17 Februari 1996 Pulau Biak, Irian Jaya 8,2 100 orang luka
parah dan 10000
mengungsi6. 3 November 2002 Kabupaten Simeulue, NAD 5,3 7.743 jiwa
mengungsi7. 26 Desember Prov. NAD dan Sumatra 9,0 200.000 ribu lebih
595
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
2004 Utara (Kabupaten Nias,
Nias Selatan dan Serdang
Begadai)
penduduk tewas
V. KESIMPULAN
Wilayah Indonesia terletak pada posisi perbenturan / pertemuan empat lempeng
kerakbumi aktif. Sehingga potensi kegempaan berikut tsunami sebagai bahaya
ikutan yang dapat mempengaruhi keselamatan operasi PLTN perlu diperhatikan.
Lokasi PLTN pada umumnya terletak pada tepi pantai sebagai manifestasi dari
ketersediaan sumber daya air untuk suplai sistem pendingin reaktor dan sistem
bantu lainnya. Berdasarkan peta yang diterbitkan oleh Puslitbang Geologi Bandung
seperti yang tampak pada Gb. 10 Peta wilayah tsunami Indonesia. Calon tapak PLTN
di Semenanjung Muria bukan merupakan wilayah rawan bahaya Tsunami.
Dengan memahami potensi bahaya tsunami yang ditimbulkan, baik dari sejarah, peta
bahaya, karakteristik serta dampak yang ditimbulkannya, maka diharapkan langkah
mitigasi terhadap bahaya tsunami tersebut dapat tepat dan akurat untuk diterapkan.
Diperlukan solusi desain PLTN yang tepat berdasarkan karakteristik tapak sekitarnya,
sehingga kemungkinan terjadi tsunami dapat diantisipasi
Perlunya dipasang sistem peringatan dini pada lokasilokasi yang diperkirakan dapat
menimbulkan bahaya tsunami sehingga dapat diketahui tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi dampaknya terhadap keselamatan instalasi, pekerja
maupun masyarakat setempat.
596
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
DAFTAR PUSTAKA
1. Russel Miller & The Editors of Time – Life Books., Planets Earth – Continents in
Collision, Time – Life Books, Amsterdam. 1990
2. Kertapati, E. K. Pemahaman Gempa Bumi dalam Upaya Menurunkan Resiko Bahaya
Gempa Bumi, Seminar Teknologi Pengurangan Dampak Gempa Bumi dan Tsunami,
1995.
3. Boen, T. Gempabumi Bengkulu – Fenomena dan Perbaikan / Perkuatan Bangunan,
Teddy Boen & Rekan. 2000
4. Algermissen, S. T. Perkin, D. M. , A Probabilistic Estimates of Maximum Accelaration
in the Rock in the Continguous United State, 1976; U. S. Geological Survey Open File
Report 76 – 416 p.
5. Newcomb, K.R., and W.R. McCann, Seismic History and Seismotectonics of the
Sunda Arc. J.Geoph. Res.,92(1):421439. 1987
6. Majalah Angkasa
7. Crouse, C.B. Sesimic Hazard Evaluation Offshore Northwest Java, Indonesia
Maxus Southeast Sumatera, Inc. Atlantic Richfield Indonesia, Inc.Dames & Moore
Inc. 1992.
8. Kertapati, E. K.; Aplikasi Zona Sumber Gempa Bumi dalam Aspek Teknik Gempa,
Pertemuan Ilmiah Ikatan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), 1995.
9. Flood Hazard for Nuclear Power Plants on Coastal and River Sites, IAEA NSG3.5.
2003.
10. Seismic Design and Qualification for Nuclear Power Plants, IAEA NSG3.5. 2003
597
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
DISKUSI DAN TANYA JAWAB
Penanya: Solichin ( DKKN BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Seberapa jauh validasi mitigasi bahaya tsunami bagi PLTN di Indonesia?
Jawaban:
a.Tingkat validasi mitigasi bahaya tsunami belum bisa diprediksi karena sistem
peringatan dini tsunami belum dipasang di beberapa titik – titik di Indonesia.
Penanya: Agatha Lia ( DKKN BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Sistem peringatan dini seperti apakah yang akan digunakan? Apa bedanya dengan
fungsi dari BMG?
b.Kalo dipresentasikan, kira – kira berapa tingkat akurat dan ketepatan dari program
mitigasi bahaya tsunami tersebut jika dilihat berdasar sejarah terjadynya tsunami?
Jawaban:
a.Sistem peringatan dini yang komprehensif yang sangat perlu untuk daerah
Indonesia. BMG adalah yang memanajemen dari sistem peringatan dini tersebut.
b.Tingkat akurasi dan ketepatan akan sesuai bila:
Peringatan dini sudah disiapkan atau disediakan.
Prediksi gempa bisa dilakukan dengan akurasi yang tinggi.
Manajemen gempa sudah diterapkan dengan baik.
Penanya: Bambang Riyono ( BAPETEN )
Pertanyaan:
a.Apakah Bath Rock berpengaruh pada pola bencana khususnya tsunami?
b.Apakah dari hasil sejarah sudah cukup kuat untuk membuktikan bahwa pantai
utara ( calon PLTN ) tidaki mungkin terjadi tsunami?
Jawaban:
a.Tidak, Bath Rock hanya berpengaruh terhadap besarnya potensi gempa bumi yang
akan terjadi.
b.Ya, karena di daerah pantai utara tidak ada gempa yang mencirikan tsunami.
598
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
599