mITIGASI

98
LAPORAN PROGRAM Penanganan Konflik Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Wilayah Kelompok Hutan Angke Kapuk dan Sekitarnya Mei 2011 Kerjasama: BKSDA DKI JAKARTA YAYASAN IAR INDONESIA

Transcript of mITIGASI

Page 1: mITIGASI

LAPORAN PROGRAM

Penanganan Konflik Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Wilayah Kelompok Hutan Angke

Kapuk dan SekitarnyaMei 2011

Kerjasama:

BKSDA DKI JAKARTA YAYASAN IAR INDONESIA

Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI JakartaJln Salemba Raya No.9 Jakarta Pusat (10440), Telp/Fax : 021-3158142

www.bksdadkijakarta.com Email : [email protected] IAR Indonesia

Page 2: mITIGASI

Jl. Curug Nangka Blok Pasir Loji RT. 04 RW 05, Kp. Sinarwangi Kel. SukajadiKec. Taman Sari Ciapus - Kab. Bogor telp/fax 0251-8389232 PO BOX 125 Bogor 16001

LEMBAR PENGESAHAN

KERJASAMA :

BKSDA DKI JAKARTAYAYASAN IAR INDONESIA

Tentang

Penanganan Konflik Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

di Wilayah Kelompok Hutan Angke Kapuk dan SekitarnyaMei 2011

Ditetapkan di :Nomor :Tanggal :

BKSDA DKI Jakarta Pengurus IAR IndonesiaKepala Balai Direktur Eksekutif

Ir. Ahmad Saeroji Karmele Llano SanchezNIP.

Page 3: mITIGASI

DAFTAR SINGKATAN

BKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya AlamIAR-I : International Animal Rescue-IndonesiaMonyet : Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)LSM : Lembaga Swadaya MasyarakatPolhut : Polisi HutanSMMA : Suaka Margasatwa Muara AngkeHL : Hutan Lindung Muara AngkeTWA : Taman Wisata Alam Angke KapukHAK : Hutan Angke Kapuk dan SekitarnyaPIK : Perumahan Pantai Indah KapukGIS : Geographic Information System / Peta Tutupan LahanJGM : LSM - Jakarta Green MonsterRS. PIK : Rumah Sakit Pantai Indah KapukIMReD IPB : (LPP) Lembaga Pengkajian dan Pengembangan

Mangrove Institute Pertanian Bogor

Page 4: mITIGASI

Kata Pengantar

Program tentang Penanganan Konflik Monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) di Wilayah Kelompok Hutan Angke Kapuk dan Sekitarnya

dilakukan bersama oleh International Animal Rescue

Indonesia (IAR-I) yang bekerja sama dengan Balai

Konservasi Sumber Daya Alam wilayah DKI-Jakarta

(BKSDA DKI-Jkt). Program ini dilakukan selama enam bulan,

mulai bulan Desember 2010, dan bertujuan untuk memberikan

gambaran kondisi konflik atau permasalahn antara Monyet ekor

panjang (Macaca fascicularis) dengan manusia khususnya

masyarakat sekitar kawasan Hutan Angke Kapuk.

Program ini menggunakan beberapa data primer: source dari

media, informasi Polisi hutan dari BKSDA, pengaduan masyarakat

sekitar kawasan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang

mempunyai kegiatan di sekitar kawasan dan informasi dari

banyak pihak sekitar, sedangkan studi kasus untuk melengkapi

sekaligus merupakan uji silang (cross check) terhadap hasil

temuan selama dilapangan. Dari temuan-temuan hasil penelitian

ini kami mencoba menarik beberapa pelajaran dan memberikan

masukan bagi penanganan konflik khususnya di sektor

permasalahan monyet ekor panjang di Indonesia. Pelaksana

program ini adalah Ayut Enggeliah E. dari staff IAR-I dan

dibantu oleh Counterpat / pendamping dari Polhut yakni staff

BKSDA DKI Jakarta dan relawan selama kegiatan dilapangan.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak

yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan masukan untuk penulisan laporan ini.

Page 5: mITIGASI

Kami menyadari bahwa hasil laporan ini belum sempurna. Oleh

sebab itu kami menghargai masukan konstruktif yang dapat

menyempurnakan laporan ini. Harapan kami, laporan singkat ini

dapat bermanfaat untuk semua pihak, khususnya bagi pihak

Pemerintah, LSM dan masyarakat yang behubungan langsung

dengan satwa khususnya Monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis) di Indonesia.

Bogor, Mei 2011

Tim Penyusun

ABSTRAK

Kami menggambarkan profil konflik Monyet ekor panjang

(Macaca fasccularis) disekitar hutan Angke Kapuk Jakarta Utara.

Berdasarkan hasil tinjauan secara umum dari data media massa

yang ada bahwa permasalahan tentang monyet ekor panjang

cukup banyak, hampir terjadi di banyak daerah dan meyeluruh

kawasan mulai dari Sumatera sampai Papua. Hal ini disebabkan

karena tingginya populasi atau angka kelahiran dari jenis primata

ini tingkat bertahan hidup (survive) tidak hanya sebagai jenis

hewan yang tetapi jenis ini dapat menyesuaikan diri dengan

kondisi lingkungan dimanapun dan dalam kondisi apapun,

bahkan dalam kondisi buruk Monyet ekor panjang (Macaca

fasccularis) juga dapat bertahan hidup sendiri tanpa

berkelompok.

Secara umum penyebab utama konflik Monyet ekor panjang

(Macaca fasccularis) adalah keluarnya kelompok monyet dari

habitat baik terdesak karena untuk mencari makan atau pun

sengaja dilepas oleh pemilik karena berbagai alasan dan

sebagian dari kelompok monyet over populasi.

Laporan ini akan lebih menitik beratkan pada penilaian

(assesisment) selama dilapangan, studi lapangan menunjukkan

Page 6: mITIGASI

bahwa sejarah konflik yang terjadi adalah lebih bersifat

permasalahan kawasan atau habitat, diharapkan hasil

rekomendasi nantinya dapat memberikan masukan yang bisa

sebagai panduan penyelesaian jangka panjang dalam arti hasil

rekomendasi tidak hanya sekedar memindah masalah tetapi

tidak menyelesaikan permasalahan.

Penelitian ini merekomendasikan agar (i) pengelolaan konflik

dipertimbangkan sebagai elemen dalam pengelolaan

penanganan konflik dengan cara mancari sumber masalah dan

mengklasifikasikan masalah, (ii) pemantauan konflik terus

dilakukan agar kejadian, penyebab dan cara untuk mengelolanya

dapat dipelajari lebih jauh, dan (iii) pilihan-pilihan metode untuk

pengelolaan konflik

harus digali.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suaka Margasatwa, Hutan lindung,Taman Wisata Alam Muara Angke

merupakan kawasan konservasi yang berlokasi di utara Jakarta. Jakarta utara

walaupun memiliki hutan yag tidak terlalu luas tetapi memiliki nilai

keanekaragaman tinggi baik flora maupun fauna. Terdapat beberapa kelas

hewan di daerah ini antara lain kelas Aves, Mamalia, Herpetofauna, Insect,

Pisces dan Moluska. Salah satu jenis mamalia yang terdapat dan mudah sekali

untuk ditemukan adalah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis),

keberadaan monyet ini dibiarkan dalam keadaan liar karena berdasarkan

sejarah konservasi, lokasi tersebut merupakan salah satu habitat alami

mereka. Di dalam ekosistem yang ditempati, Monyet ekor panjang yang

termasuk bangsa primata, selain memiliki fungsi sebagai salah satu pengatur

keseimbangan alam juga berfungsi sebagai pemencar biji (Pijl , 1982).

Page 7: mITIGASI

Diperkirakan jauh sejak sebelum SMMA ditetapkan sebagai cagar alam oleh

pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 17 Juni 1939 di kawasan ini sudah

menjadi habitat Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Namun, setelah dibangunnya komplek Pantai Indah Kapuk di sekitar kawasan

SMMA dan Hutan Lindung Muara Angke (HL), banyak dilaporkan konflik

antara monyet dengan manusia. Hal inilah yang menjadi latar belakang

diadakannya sebuah penelitian tentang Penanganan konflik antara Monyet

Ekor Panjang dengan manusia.

Latar belakang dilakukan penelitian atau kajian tentang Penanganan Konflik

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Wilayah Kelompok Hutan

Angke Kapuk dan Sekitarnya (HAK) adalah:.

Adanya Perjanjian Kerjasama Teknis tentang “Upaya Penaganan Konflik

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Di Wilayah Kelompok Hutan

Kapuk dan Sekitarnya”, sejak penandatanganan MoU dengan BKSDA

Jakarta Timur tanggal 01 Desember 2010 selama 6 bulan sejak

penandatangan.

Adanya permintaan sebuah penanganan dari masyarakat sekitar kawasan

HAK yang disampaikan oleh BKSDA DKI Jakarta.

Dari hasil survey populasi dan monitoring saat ini terdapat lebih dari 8

kelompok dengan masing-masing kelompok terdapat sekitar 4 – 35 ekor

ditiap kelompok. Keberadaan monyet ekor panjang di kawasan adalah

sebagai satwa endemik juga merupakan secara ekologi juga sebagai

penyebar biji sehingga keanekaragaman hayati bisa tetap terjaga.

Namun bila jumlah monyet ekor panjang melebihi daya tampung

(carrying capacity) habitatnya akan menimbulkan efek yang kurang baik

kepada monyet itu sendiri, pengunjung, dan masyarakat sekitar. Kepadatan

populasi pada satu habitat akan menyebabkan tingginya frekwensi

ketegangan, perkelahian dan agresivitas antar anggota sekelompok atau

antar kelompok. Hal ini harus ada sebuah tinjauan langsung dilapangan,

apakah memang populasinya yang semakin banyak ataukah karena habitat

yang semakin menyempit seiring dengan proses pembangunan yang

semakin meningkat. Insiden pengunjung tergigit oleh monyet (Wheatley

Page 8: mITIGASI

1989) akan meningkat pada populasi yang demikian. Untuk menghindari

ketegangan atau perkelahian, beberapa anggota populasi akan keluar dari

habitatnya. Keadaan ini akan merugikan penduduk karena kerusakan

pertanian atau perkebunan yang ditimbulkannya (Wandia 2007). Untuk

mengatasi konsekuensi negatif kelebihan populasi, usaha penyeimbangan

jumlah monyet dengan daya tampung habitat perlu diupayakan. Data

demografi atau struktur populasi, luas habitat, dan jumlah pakan yang

tersedia (Alikodra 2002) sangat dibutuhkan untuk dapat mewujudkan

usaha tersebut.

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1 Hutan Angke Kapuk (HAK)

HAK merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia yang

memegang peranan sangat penting dalam menjaga kelestarian sumber

daya alam hayati dan keseimbangan ekosistem sesuai dengan fungsi

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan.

Potensi alam di hutan kapuk antaranya adalah:

a. Hutan mangrove

b. Berbagai jenis burung, mamalia dan reptil

A. Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA)

Kawasan ini merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia, namun

perannya sangat besar bagi lingkungan. Kawasam Hutan Bakau ini

dihuni sekitar 91 spesies jenis Burung dan 5 jenis mangrove. Luas

kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke adalah 25,02 Ha. Secara

Geografis terletak antara 6°06′ – 6°10′ Lintang Selatan dan 106°43′ -

106°48′ Bujur Timur.

B. Taman Wisata Alam Angke Kapuk (TWA)

Adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk kegiatan

wisata alam berpusat pada pengembangan ecotourism, luas areal TWA

Page 9: mITIGASI

99,82 Ha. Secara geografis terletak pada 106°43′-106°45′ Bujur Timur

dan 6°05′-6°07′ Lintang Selatan. Sedangkan batas TWA adalah :

Sebelah barat berbatasan dengan tambak milik Dinas Kehutanan,

Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta.

Sebelah selatan berbatasan dengan jalan akses menara radar dan tanah

penduduk

Sebelah timur berbatasan dengan PIK dan HL.

Sebelah utara berbatasan dengan pantai.

Merupakan tipe lahan basah yang didominasi vegetasi utama mangrove,

kawasan ini telah berubah menjadi tambak dan telah direhabilitasi

tanaman mangrove 40% tindakan dan pelestarian dan penanaman

kembali hutan mangrove.

C. Hutan Lindung Muara Angke (HL)

Kawasan ini merupakan termasuk daerah kewenangan dari Dinas

Kehutanan, Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta. Hutan Lindung

Muara Angke terletak sepanjang pantai panjang 5 km dan lebar 100 m

dengan luas ±44.25 Ha, fungsi utama kawasan ini adalah :

- Untuk melindungi terjadinya abrasi pantai, yaitu pengikisan atau erosi

pantai oleh gelombang laut.

- Untuk mencegah adanya intrusi air laut kearah daratan.

- Sebagai sumber bahan makanan bagi ikan dan sekaligus sebagai

tempat bertelur/berkembang biak ikan.

- Untuk mengurangi kecepatan angin daratan.

- Sebagai habitat dan tempat mencarai makanan satwa liar, khususnya

jenis burung.

- Kondisi pohon cukup baik terutama terdiri dari jenis pohon bakau.

1.3. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Menurut Aldrich-Blake (1976) dalam Chivers (1980) monyet ekor

panjang merupakan monyet kecil yang berwarna coklat dengan perut

agak putih terutama pada mukanya. Bayi monyet yang baru lahir

Page 10: mITIGASI

berwarna hitam, muka dan telinganya berwarna merah muda. Setelah

satu minggu kulit mukanya menjadi merah muda keabu-abuan dan

setelah enam minggu menjadi coklat.

Warna rambut yang menutupi tubuh bervariasi tergantung pada umur.

Musim dan lokasi. Monyet yang menghuni kawasan hutan umumnya

berwarna lebih gelap dan lebih mengkilap, sedangkan yang menghuni

kawasan pantai umumnya berwarna lebih terang (Lekagul dan McNeely,

1977)

1.4. Konflik

Konflik manusia dan satwa liar adalah segala interaksi antara manusia

dan satwa liar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial

manusia, ekonomi, kebudayaan, pada konservasi satwa liar dan atau pada

lingkungannya.

Penanggulangan konflik manusia-satwa liar adalah proses dan upaya atau

kegiatan mengatasi atau mengurangi konflik antara manusia dan satwa

liar dengan mengedepankan kepentingan dan keselamatan manusia tanpa

mengorbankan kepentingan dan keselamatan satwa liar.

Konflik merupakan suatu perbedaan cara pandang. Bentuknya bisa

berupa keluhan saja sampai pada tingkat kekerasan dan perang, berbagai

definisi konflik yang memperlihatkan bahwa konflik ternyata merupakan

suatu wacana yang dikonstruksikan secara sosial dan bisa dipandang dari

berbagai sudut (Walker dan Daniels, 1997). Dalam penanganan program

ini adalah sebagai suatu “perwujudan perbedaan cara pandang” antara

berbagai pihak terhadap obyek yang sama. Dengan demikian , bisa saja

wujud konflik yang berupa wacana argumentasi dan perbedaan pendapat,

ada sebagian masayarakat atau pihak menganggap sebagai konflik ada

juga yang menganggap tidak dikategorikan sebagai suatu konflik.

Sebagai contoh, peristiwa konflik yang sama yakni sebagian masyarakat

menganggap keberadaan kelompok monyet ekor panjang disekitar

lingkungan tinggal sebagai masalah dan sebagian masyarakat

Page 11: mITIGASI

dilingkungan yang sama menganggap keberadaan kelompok monyet

tersebut tidak mengganggu.

2. TUJUAN

Tujuan kegiatan dari program ini adalah peningkatan pengelolaan sumber daya

alam kawasan HAK dan daerah sekitarnya adalah untuk perlindungan kawasan

hutan lindung satwa lain yang ada dengan secara khusus mengelola konflik

monyet ekor panjang (Macaca fasciclaris) dengan masyarakat melalui peran

masyarakat lokal dalam menjaga dan melindungi secara berkesinambungan,

Adapun tujuannya adalah;

Pengumpulan data tentang populasi, habitat dan potensi konflik antara

Monyet ekor panjang dan manusia di daerah HAK

Mengolah data-data hasil pengumpulan untuk membuat sebuah laporan

sebagai acuan dalam membentuk strategi bersama yang paling tepat untuk

menaggulangi dan mengelola konflik antara monyet ekor panjang dan

manusia.

Mengimplementasi strategis yang dibuat untuk mengurangi konflik antara

Monyet ekor panjang dengan manuasia

Melakukan berberapa usaha-usaha yang akan dibuat setelah laporan dan

strategis selesai dibuat.

Perlindungan sumberdaya alam kawasan HAK secara umum, satwa disana

dan khususnya monyet ekor panjang yang memiliki peran starategis bagi

ekosistem hutan

Pengembangan ilmu pengetahun melalui penelitian ekosistem dan sosial

ekonomi kawasan

2.1. Batasan

Seperti yang telah disampaikan pada bagian pertama, konflik melibatkan

Monyet ekor panjang dan masyarakat sekitar kawasan HAK. Dalam

laporan ini, konflik yang terjadi di sekitar areal kawasan konservasi,

dengan latar belakang permasalahan yang melibatkan ketidak nyaman

warga sekitar, semakin menyempitnya habitat alami Monyet ekor panjang

Page 12: mITIGASI

dan sosialisasi keberadaan satwa disekitar permukiman. Dari

permasalahan tersebut ditelusuri dan dianalisis konflik apa saja yang

terjadi, siapa yang terlibat, kapan terjadinya, apa faktor penyebabnya,

bagaimana tingkat eskalasi dan penyelesaian yang pernah diupayakan.

Beberapa konsep yang dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini akan

dibahas pada bab berikutnya.

3. METODE

Informasi tentang kasus serupa atau mirip dari media massa merupakan salah

satu masukan sebagian dipilih untuk mengobservasi artikel koran yang memuat

tentang konflik monyet ekor panjang. Selain itu juga mengumpulkan informasi

dari LSM yang juga melakukan kegiatan di kawasan Muara Angke.

Data dan informasi dari studi lapangan merupakan data empiris yang

dikumpulkan selama program berjalan langsung ke lokasi.

Program ini selama 6 bulan (Desember 2010 – Mei 2011).

3.1. Pengambilan data primer dan data sekunder dengan melakukan

pengumpulan dengan cara:

- Studi pustaka (Library Research), Studi pustaka dilakukan dengan

mencari literatur yang hampir sama berkaitan permasalahan Monyet

ekor panjang di lain daerah.

- Informasi dari LSM yang melakukan kegiatan disekitar kawasan dan

pengamatan dilapangan.

- Pengamatan lapangan dilakukan dengan cara Survey dan Monitoring

Populasi Monyet ekor panjang.

- Pembuatan peta GIS (tutupan lahan)

- Inventarisasi Potensi pakan Monyet ekor panjang.

- Mengdesign formulir dan questionair untuk mengambil data primer

tentang keadaan konflik antara makaka dan manusia

Page 13: mITIGASI

3.2. Studi literatur Pengkajian, analisa aspek-aspek geografis dan

biodiversity.

3.2.1. Pengetahuan tentang daerah

Aspek geografi: pembatasan antara masyarakat

Aspek penggunaan ruang

Luasan besar distribusi satwa (monyet ekor panjang)

Penggunaan lahan: perumahan dan tambak

2.2.2.Pengetahuan tentang biodiversity daerah hutan di

Survey flora dan fauna

Survey khusus Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Jenis satwa dan jenis yang dilindungi

3.3. Studi litelatur social Ekonomi di daerah Suaka Margasatwa

Muara Angke dan sekitarnya

Ekonomi masyarakat

Pendapatan per capita

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Alam Hutan Angke Kapuk

4.1.1. Jenis Burung yang terdapat di sekitar HAK

No Nama Indonesia Nama Latin Nama Inggris Status

1 Pecuk padi kecil Phalacrocorax niger Little Cormorant

2 Pecuk padi hitam Phalacrocorax sulcirostris little black cormorant

3 Pecuk ular asia Anhinga melanogaster Oriental darter Dilindungi

4 Cangak abu Ardea cinerea Grey heron

5 Cangak merah Ardea purpurea Purple heron

6 Bambangan hitam Dupetor flavicollis Black bittern

7

Bambangan

kuning Ixobrychus sinensis Yellow bittern

8 Bambangan merah Ixobrychus cinnamomeus Cinnamon Bittern

9 Blekok sawah Ardeola speciosa Javan pond heron Dilindungi

Page 14: mITIGASI

10 Kokokan laut Butorides striatus Little heron

11

Kowak malam

kelabu Nycticorax nyticorax Night heron

12 Kuntul besar Egretta alba Great egret Dilindungi

13 Kuntul kecil Egretta garzetta Little egret Dilindungi

14 Kuntul kerbau Bubulcus ibis Cattle egret Dilindungi

15 Kuntul perak Egretta intermedia Intermediate egret Dilindungi

16 Bangau Bluwok Mycteria cinerea Milky stork Dilindungi

17 Itik benjut Anas gibberifrons Grey teal

18 Belibis batu Dendrocygna javanica Lesser Whistling Duck

19 Elang alap nipon Accipiter gularis Japanese sparrowhawk Dilindungi

20 Alap-alap sapi Falco moluccensis Spotted Kestrel Dilindungi

21 Kareo padi Amaurornis phoenicurus

White breasted

waterhen

22 Mandar batu Gallinula chloropus Common moorhen

23 Mandar besar Porphyrio porphyrio Purple Swamphen

24 Tikusan Merah Porzana fusca Ruddy-breasted crake

25 Tikusan alis putih Porzana cinerea White-browed crake

26 Dara laut tiram Sterna nilotica Gull-billed Tern Dilindungi

27 Dara laut jambul Sterna bergii Great Crested Tern Dilindungi

28 Trinil pantai Tringa hypoleucos Commom Sandpiper

29 Terik Asia Glareola maldivarum Oriental Pranticole

30 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Sppoted dove

31 Punai gading Treron vernans

Pink-necked green

pigeon

32 Pergam hijau Ducula aenea Green Imperial Pigeon

33 Pergam laut Ducula bicolor Pied Imperial Pigeon

34 Dederuk jawa Streptopelia bitorquata Island collared-dove

35 Uncal buau Macropygia emiliana Ruddy cuckoo-dove

36 Perkutut Jawa Geopelia striata Zebra Dove

37 Betet biasa Psittacula alexandri Red breasted Parakeet

38 Kangkok melayu Cuculus fugax

Hodgson's Hawk-

Cuckoo

39 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Plaintive Cuckoo

40 Kedasi Australia Chrysococcyx basalis Horsfield's Bronze

Page 15: mITIGASI

Cuckoo

41

Bubut pacar

jambul Clamantor coromandus

Chestnut-winged

Cuckoo

42 Bubut alang-alang Centropus bengalenis Lesser coucal

43 Bubut jawa Centropus nigrorufus Sunda coucal

44 Cabak kota Caprimulgus affinis Savannah Nigthjar

45 Walet linchi Collocalia linchi Cave swiftlet

46 Walet sarang putih Collocalia fuchipaga Edible-nest swiftlet

47

Walet sarang

hitam Collocalia maxima Black-nest Swiftlet

48 Walet palem asia Cypsiurus balasinensis Asian palm swift

49 Kapinis rumah Apus affinis Little swift

50 Cekakak Cina Halcyon pileata

Black-capped

Kingfisher Dilindungi

51 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Collared kingfisher Dilindungi

52 Cekakan suci Todirhamphus sanctus Sacred Kingfisher Dilindungi

53 Cekakak Jawa Halcyon cyanoventris Javan Kingfisher Dilindungi

54 Raja udang biru Alcedo coerulescens Small blue kingfisher Dilindungi

55

Raja udang

meninting Alcedo meninting Blue-eared kingfisher Dilindungi

56 Kirik-kirik laut Merops philippinus Blue-tailed Bee-eater

57 Caladi tilik Picoides moluccensis Sunda woodpecker

58 Caladi ulam Dendrocopus macei

Fulvous breasted

woodpecker

59 Layang-layang api Hirundo rustica Barn swallow

60

Layang-layang

batu Hirundo tahitica Pacific swallow

61

Layang-layang

rumah Delichon dasypus Asian House-martin

62 Kapasan kemiri Lalage nigra Pied triller

63 Sepah kecil Pericrocotus cinnamomeus Small minivet

64 Cipoh kacat Aegithina tiphia Common lora

65 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Yellow vented bulbul

66 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Sooty headed bulbul

67 Cucak kuning Pycnonotus melanicterus Black-crested Bulbul

68 Empuloh janggut Alophoixus bres Grey-cheeked Bulbul

Page 16: mITIGASI

69 Srigunting gagak Dicrurus annectans Crow-billed drongo

70

Kepodang kuduk

hitam Oriolus chinensis Black naped oriole

71 Tangkar cetrong Crypsirina temia Racket tailed treepie

72

Gelatik batu

kelabu Parus major Great tit

73 Kucica kampung Copsychus saularis Magpie Robin

74 Kipasan belang Rhipidura javanica Pied fantail Dilindungi

75 Sikatan bubik Muscicapa dauurica Asian Brown Flycatcher

76 Remetuk laut Gerygone sulphurea Golden bellied gerygone

77 Cinenen pisang Orthotomus sutorius Common tailorbird

78 Cinenen jawa Orthotomus sepium Olive-backed tailorbird

79 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Ashy tailorbird

80 Perenjak coklat Prinia polychroa Brown prinia

81 Perenjak rawa Prinia flaviventris Yellow-belied prinia

82 Perenjak jawa Prinia familiaris Bar winged prinia

83 Perenjak padi Prinia inornata Plain prinia

84 Cici padi Cisticola juncidis Zitting cisticola

85 Kerak basi ramai Acrocephalus stentoreus Clamarous reed-warbler

86 Cikrak kutub Phylloscopous borealis Arctic Warbler

87 Kicuit kerbau Motacilla flava Yellow Wagtail

88 Kekep babi Artamus leucorhynchus

White-breasted wood

swallow

89 Bentet kelabu Lanius schah Long-tailed shrike

90 Jalak putih Sturnus melanopterus Black winged starling Dilindungi

91 Jalak cina Sturnus sturninus Purple-backed Starling

92 Kerak kerbau Acridotheres javanicus Javan mina

93 Perling kumbang Aplonis panayensis Asian Glossy Starling

94

Jalak tunggir

merah Scissirostrum dubium Finch-billed Myna

95

Burung madu

sriganti Nectarinia jugularis Olive backed sunbird Dilindungi

96

Burung madu

kelapa Anthreptes malacenis Plain-throated sunbird Dilindungi

97

Burung madu

bakau Nectarinia calcostetha

Copper-throated

Sunbird Dilindungi

Page 17: mITIGASI

98 Cabai jawa Dicaeum trochileum

Scarlet headed

flowerpecker

99 Kacamata biasa Zosterops palpebrous Oriental white eye

10

0 Kacamata laut Zosterops chloris

Lemon-bellied white-

eye

10

1 Burung gereja Passer montanus Eurasian tree sparrow

10

2 Bondol jawa Lonchura leucogastroides Javan munia

10

3 Bondol oto hitam Lonchura ferruginosa Chesnut Munia

10

4 Bondol peking Lonchura punctulata Scaly breasted munia

(Data 2010: JGM)

4.1.2. Jenis Reptil

a. Biawak

b. Katak

4.1.3. Jenis Mamalia

a. Monyet Ekor Panjang (Macaca fasciculars)

b. Bajing

c. Tikus

d. 5 Jenis Kelelawar:

- Codot Krawar (Cynoptenus brachyotis)

- Codot horsfield (Cynoptenus horsfieldi)

- Cecandu pisang-besar (Macrogterssus soninus)

- Cecandu pisang-kecil (Macroglossus minimus)

- Kelelawar sayap-merah (Kerivoula picta)

4.1.4. Jenis Mangrove

a. Api-api (Avicennia marina),

b. Bakau (Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa),

c. Pidada (Sonneratia alba), nypa (Nypa frutican),

d. Tancang (Bruguiera gymnorrhiza).

Page 18: mITIGASI

e. Bidara (Sonneratia caseolaris),

f. Warakas (Acrosticum areum),

g. Cantinggi (Ceriops sp.),

h. Buta-buta (Exocecaris agallocha),

Sedangkan jenis vegetasi mangrove ikutan;

a. Jeruju (Acanthus illicifolius),

b. Piai raya (Acrotichum aureum) dan

c. Waru laut (Hibiscus tiliaceus).

Jenis vegetasi pantai dan pinggir sungai, yaitu :

a. Nyamplung (Callophylum inophyllum),

b. Kelapa (Cocos nucifera),

c. Ketapang (Terminalia catappa) dan

d. Rotan (Callamus mannan)

4.2. Data Sosial Ekonomi

4.2.1.Data Masyarakat Sekitar Kawasan Berdasarkan Jumlah Pendidikan

dan Pekerjaan

Pendidikan / Pekerjaan

Jenis Kelamin

JumlahLaki-lakiPerempuan

Jumlah Penduduk 24338 22422 46769Jumlah Kepala Keluarga 13573 2721 16293Pendidikan tertinggia. Tidak Sekolah 226 244 470b. Tidak Tamat SD 713 846 1559c. Tamat SD 2566 3392 5958d. Tamat SLTP 5568 4887 10455e. Tamat SLTA 7258 5724 12982f. Tamat Akademi/PT 3366 2006 5372Pekerjaana. Tani 0 0 0b. Karyawan swasta/pemerintah/ABRI 8164 5721 13865c. Pedagang 6976 3993 10969d. Nelayan 2689 0 2689

Page 19: mITIGASI

e. Buruh Tani 0 0 0f. Pensiunan 559 237 797g. Pertukangan 24 0 24h. Pengangguran 607 352 959i. Fakir miskin 356 252 608j. Lain-lain 915 2818 3733Drop Out (Putus Sekolah) 0 0 0

(Data Desember 2010: Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan Jkt-Utara)

4.2.2.Data Masyarakat Sekitar Kawasan Berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin

UraianWNI WNA Jml.

KeseluruhanLK. PR. Jumlah LK. PR. Jumlah0 – 4 1636 1653 32898 0 0 0 32895 – 9 1753 1678 3429 0 0 0 3429

10 – 14 1701 1652 3353 0 0 0 335315 – 19 1813 1629 3442 0 0 0 344220 – 24 1766 1593 3359 3 1 4 336325 – 29 1809 1677 3486 2 3 5 349130 – 34 1899 1718 3617 2 4 6 362335 – 39 1894 1652 3546 3 2 5 355140 – 44 1794 1624 3418 4 4 8 342645 – 49 1843 1521 3364 5 5 10 337450 – 54 1686 1499 3185 7 3 10 318555 – 59 1766 1551 3317 5 4 9 332660 – 64 1617 1401 3018 4 3 7 302565 – 69 742 777 1519 3 2 5 152470 – 74 486 601 1087 4 7 11 1098

74 keatas 89 154 243 2 4 6 249Jumlah 24294 22380 46674 44 42 86 46760

(Data Desember 2010: Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan Jkt-Utara)

Data diatas hanya disekitar warga Kelurahan Pluit dimana disekitar

komplek perumahan terdapat 1 kelompok monyet dengan total 32 ekor,

sedangkan kita tidak mendapatkan data warga sekitar perumahan PIK dari

pihak pemerintah (Kecamatan Penjaringan), jadi data warga sekitar

kawasan kita anggap sudah dapat mewakili secara keseluruhan.

Berdasarkan pantauan dilapangan warga sekitar kawasan yang langsung

berdekatan dengan HAK sudah tidak ada yang memanfaatkan kawasan

sebagai mata pencaharian utama seperti tambak dan mencari hasil laut

atau ikan. Terutama kawasan TWA sejak dikelola oleh PT. Murindra

Page 20: mITIGASI

Karya Lestari berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

537/Kpts-II/1997 sudah beralih fungsi dari tambak yang dulunya dikelola

oleh masyarakat sekitar menjadi daerah wisata alam dan rehabilitasi

mangrove.

4.3. Survey Populasi

Kegiatan Survey ini dilakukan selama 6 hari dari tanggal 06-08

Desember 2010 dan 14-16 Desember 2010.

4.3.1.Tujuan atau hasil survey populasi adalah :

- Untuk memperoleh data dan informasi serta mengetahui keadaan

terbaru satwa Monyet ekor panjang di kawasan HAK.

- Mengetahui populasi dan distribusi Monyet ekor panjang

disekitar kawasan.

- Mengetahui potensi pakan habitat Monyet ekor panjang.

- Mengidentifikasi permasalahan Monyet ekor panjang dengan

manusia.

4.3.1. Metode survey

- Metode yang digunakan pada kegiatan survei ialah metode

deskripsi dengan teknik survei langsung dan perhitungan

langsung berdasarkan yang terlihat (Visual Encountered Survey).

Pengamatan dilakukan pada pagi dan sore hari pada saat monyet

tersebut beraktifitas.

- Survey dilakukan dengan melakukan penjelajahan menyusuri

seluruh kawasan dalam hutan yang merupakan ruang gerak

Macaca fasciculars dan persebarannya. Selain di dalam kawasan

penjelajahan juga di lakukan di pemukiman sekitar kawasan

dengan terlebih dahulu membuat jalur- jalur untuk memudahkan

tim survey pada saat pengambilan data.

- Data selama melakukan survey adalah pencatatan titik-titik

perjumpaan, aktifitas dan jumlah Monyet ekor panjang yang

dijumpai. Selain itu juga dicatat jenis-jenis tanaman buah dan

tumbuhan lain yang potensial menjadi pakan alami bagi Monyet

Page 21: mITIGASI

ekor panjang. Selain jenis Monyet ekor panjang, juga di catat

perjumpaan dengan satwa lain yang telah ditemukan.

- Perolehan data populasi masing-masing kelompok dilakukan

pengulangan selama 3 kali dalam waktu yang berbeda.

Peta Sebaran Kelompok Monyet ekor panjang yang terpantau selama

Survey Populasi:

Table data populasi satwa di SM, HL, TWA Muara Angke dan perumahan pluit

Jenis satwa Lokasi Jumlah

Macaca fascicularis TWA 3 ekor

HL 17 ekor

HL - SM 25 ekor

SM 45 ekor

Perumahan Pluit 16 kor

Keterangan Peta Sebaran Macaca fascicularis (penambahan kelompok HL/pos 4 sebanyak 18 ekor) tgl 10 februari 2011No

Lokasi Jumlah & Komposisi Pakan Potensi Konflik

Jml Bayi

Ank jntn

Ank btn

Md jnt

Md

Dws jntn

Dws

Page 22: mITIGASI

nbtn btn

1 TWA 3 ekor 1 1 1 Sampah, pidada Tdk berpotensi

99,82 Ha Rizhopora dll Konflik krn lokasiPete cina, b.jeruk Dan potensi

Manga, manggis Makanan masih

kelapa, Cukup memadai

2 HL 17 ekor 2 2 2 5 6Sampah, pete cina

Mngkhawatirkandilihat dr lokasi

44,25 Ha Pidada, akasia tidak ada barier

pos 3 serangga Dgn perumahan

(semut & rayap) & sekolah, kalau

Dr potensi pakan

3 HL 18 ekor 3 4 2 5 4 bisa sj memicu

44,25 Ha Untuk cepat

pos 4 Berkembang biak

4 HL 17 ekor 2 2 2 5 6 Sampah, akasiaMngkhawatirkandilihat dr lokasi

44,25 Hapete cina, pidada tdk ada barier dgn

pos 3 seranggaperumahan&sekolah

(semut & rayap) Kl drpotensi pakan

5 HL 18 ekor 3 4 2 5 4 bisa sj memicu unt

44,25 Ha Cepat berkembang

pos 4 biak

6 Gereja selalu mencari mkn

dr sampah pd saat

kegiatan di lokasi

5 SM/HL 25 ekor 4 4 3 1 8 5 Sampah dr sugai Daerah jelajah di

Angke, api-apisekitar bibir S.Angke

pohon waru laut 1Km, tdk berotensi

konflik krn mkn

6 SM/HL 25 ekor 4 4 3 1 8 5Sampah dr s. Angke cukup memadai

pohon api-api&jauh dr prmukiman

pohon waru laut

7 SM 45 ekor 4 5 4 5 12 15 Eceng gondok Menyebar diseluruh

Pos 1Rizhopora, pidada kawasan SM mncariPete cina, api-api mkn dr pengunjung

sampah kantor Sampai masuk

BKSDA pos 1 kawasan perum dan

Page 23: mITIGASI

Sampai perum mencari makan drMediterania / PIK tempat sampah

8 Pluit 16 ekor 1 6 2 3 2 2 pohon cermai,lokasi sempit (taman

10X300m Sawo, pisang, perum) dgn mkanan

jambu air, kelapa, yg tercukupi.

buah trembesi kegiatan hanyasampah dr s. Angke mencari makan,

sesaji dr rumah grooming & kawin

4.3.3. Potensi pakan Monyet ekor panjang di kawasan HKA.

Pada kegiatan survey yang dilakukan di 4 tempat yang berbeda tim

survey juga melakukan kegiatan inventarisasi tumbuhan pakan dan

potensi pakan di masing-masing lokasi survey untuk mengetahui

kelimpahan jenis pakannya.

Kawasan TWA

Tumbuhan dan potensi pakan yang terdapat di daerah ini antara lain

: Rizhopora sp, Pete cina, Api-api, pidada, mangga, belimbing,

sawo dan sampah buangan dari pihak pengelola kawasan.

Kawasan HL

Di kawasan hutan lindung ini tumbuhan pakan didominasi oleh

jenis mangrove yaitu rizhopora sp. Selain jenis tersebut ada jenis

lain

diantaranya : akasia, api-api, waru laut, pete cina. Ada juga jenis

serangga seperti semut dan rayap yang hidup di pepohonan.

Kawasan SMMA

Jenis mangrove pidada, nipah dan enceng gondok mendominasi

tumbuhan yang bisa menjadi pakan bagi monyet ekor panjang di

SM Muara Angke.

Jenis pakan lainnya adalah : api-api, buta-buta, beringin, rizhopora

sp dan ketapang.

Page 24: mITIGASI

Selain tumbuhan tersebut macaca di area ini juga memanfaatkan

jenis serangga dan sampah yang ada banyak di sepanjang aliran

sungai muara angke sebagai sumber pakannya.

Perumahan Pluit

Kelompok monyet ekor panjang di perumahan pluit banyak

memanfaatkan tumbuhan buah yang ditanam oleh warga

perumahan. Jenis tumbuhan tersebut diantaranya : cermai, mangga,

jambu air, kelapa, pisang, asem jawa, ketapang dan bambu. Selain

itu mereka juga memakan sesaji dari ritual keagamaan yang dianut

oleh sebagian besar warna perumahan pluit sebagai salah satu

sumber pakannya.

4.4. Monitoring Populasi

Monitoring Populasi ini dilaksanakana selama 7 hari pada tanggal 23-29

Maret 2011. Kegiatan survey ini merupakan pengecekan ulang dari hasil

survey populasi sebelumnya dengan harapan ada sebuah pembanding dan

akurasi data yang tepat dari hasil pengamatan sebelumnya. Survey

dilakukan dengan melakukan penjelajahan menyusuri seluruh kawasan

dalam hutan yang merupakan ruang gerak Macaca fascicularis dan

persebarannya. Selain di dalam kawasan penjelajahan juga di lakukan di

pemukiman sekitar kawasan dengan terlebih dahulu membuat jalur- jalur

untuk memudahkan tim survey pada saat pengambilan data.

4.4.1. Metode Survey

Metode yang digunakan pada kegiatan monitoring ialah metode

deskripsi dengan teknik survei langsung dan perhitungan langsung

berdasarkan yang terlihat (Visual Encountered Survey). Sedangkan

untuk pengambilan data metode yang digunakan yaitu focal animal

sampling. Metode ini merupakan suatu cara untuk mengetahui aktivitas

monyet ekor panjang dengan cara mengamati suatu individu yang

menjadi fokus dan dianggap representatif untuk menyimpulkan

aktivitas kelompok (Dr. Melati Ferianita Fachrul, 2006). Pengamatan

ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

Page 25: mITIGASI

a. Pagi: pukul 06.00-10.00

b. Siang: pukul 10.00 – 14.00

c. Sore: pukul 14.00 – 18.00

Interval waktu yang digunakan adalah 10 menit, selama interval

tersebut semua kriteria dan aktivitas yang terjadi diamati secara cermat

dan dicatat lamanya. Pola aktivitas yang diamati dikelompokkan dalam

suatu rangkaian perilaku secara keseluruhan, yaitu:

a. Istirahat: duduk, berbaring, dan berdiri

b. Berpindah: berjalan, melompat, dan memanjat

c. Makan: memegang, memetik, memasukkan ke dalam mulut

d. Aktivitas sosial: bermain, kawin, grooming, dan bersuara

Data selama melakukan survey dan monitoring adalah pencatatan titik-

titik perjumpaan, aktifitas dan jumlah Monyet ekor panjang yang

dijumpai. Selain itu juga dicatat jenis-jenis tanaman buah dan tumbuhan

lain yang potensial menjadi pakan alami bagi Monyet ekor panjang.

Selain jenis Monyet ekor panjang, juga di catat perjumpaan dengan

satwa lain yang telah ditemukan.

Selain itu untuk menentukan daerah jelajah masing-masing kelompok,

tim menggunakan metode minimum conveg polygon yaitu dengan cara

menghubungkan titik-titik terluar perjumpaan dengan satwa macaca

fascicularis.

4.4.2. Tujuan dari monitoring populasai adalah:

Mengamati dari setiap masing-masing kelompok antara lain:

a. Memastikan komposisi dari hasil perolehan survey sebelumnya:

b. Komposisi (usia dan jenis kelamin)

c. Home range

d. Aktivitas dari pagi keluar pohon tidur sampai kembali

e. Sumber pakan

Page 26: mITIGASI

f. Data foto/dokumentasi (pohon tidur, aktivitas, potensi konflik

pada saat berinteraksi dengan masyarakat, mencari makan

ditempat sampah, tempat sampah dll)

g. Menitik kawasan terluar

h. Mencatat informasi dari berbagai sumber, masyarakat / polhut

tentang Macaca fascicularis

4.4.3. Kelompok Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Berdasarkan pengamatan keberadaan kelompok Monyet ekor panjang

dilakukan selama 2 kali, yaitu survey populasi dan monitoring

populasi. Dari hasil perolehan jumlah/populasi kelompok yang

digunakan adalah hasil perolehan yang terakhir yaitu monitoring

populasi Monyet ekor panjang, karena dianggap hasil terbaru dan

lebih mendekati akurat dengan metode mengetahui aktivitas dengan

cara mengamati masing-masing kelompok mulai keluar dari pohon

tidur (pagi hari) sampai kembali ke pohon tidur (menjelang

petang/matahari mulai tenggelam). Dari hasil survey dan monitoring

terdapat 10 kelompok baik didalam maupun diluar kawasan dengan

total keseluruhan adalah 191 ekor Monyet ekor panjang

Kelompok Macaca fascicularis didalam Kawasan

Kelompok Lokasi

Jumlah & Komposisi

Total Bayi Anak

Mud

a jntn

Muda

btn

Dws

jantan

Dws

betina

1 TWA 4 ekor 1 1 1 1

99,82 Ha

2 HL 44,25 Ha 18 ekor 1 5 4 3 5

pos 4

3 HL 44,25 Ha 27 ekor 5 3 2 7 10

pos 3

4 HL 44,25 Ha 31 ekor 2 6 5 10 7

pos 2 1 ?

Sungai Angke 17 ekor 3 2 7 5

Page 27: mITIGASI

HL

5 SMMA / gereja 35 ekor 2 7 15 5 6

(Tangan buntung)

SMMA 25,02 Ha 15 ekor 1 4 5 4 3

pos 1 (Jengger)

Keterangan Kelompok Macaca fascicularis diluar Kawasan

6 Perum Pluit 32 ekor 3 4 4 6 5

7 Sungai Cengkareng 4 ekor 4

8 PIK Kantri 8 ekor 2 6

4.4.4. (Home Range) Kelompok Monyet ekor panjang (Macaca

fascicularis)

Daerah jelajah berdasarkan peta kawasan:

Dari peta diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 kelompok

didalam kawasan dan 3 kelompok diluar kawasan, dari kelompok

didalam kawasan tersebut terdapat kelompok besar di peta no 4 dan

5 dimana masing-masing terdapat 2 kelompok.

Page 28: mITIGASI

Kelompok di dalam kawasan:

Dimulai dari keterangan no. 1 khusus untuk kelompok ini dari total

kawasan seluas 99,82 Ha hanya terdapat 4 ekor monyet saja, dengan

potensi pakan alami yang cukup banyak jadi kemungkinan potensi

konflik cukup kecil.

Kelompok no. 2 merupakan wilayah pos 2 dari kawasan HL,

terdapat 18 ekor monyet dengan daerah jelajah tidak terlalu luas

disekitar titik-titik koordinat yang muncul, hal ini disebabkan lokasi

berbatasan langsung dengan laut, juga karena intensitas keluar dari

kawasan kurang karena terdapat anjing penjaga dari pihak keamanan

perumahan, berdasarkan informasi dari penjaga anjing ini sengaja

diadakan sebagai penghalau bagi monyet masuk komplek warga.

Kelompok no. 3 merupakan wilayah kawasan HL tepatnya disana

terdapat pos 3 yang di jaga oleh petugas dari Dinas Kelautan dan

Pertanian Propinsi DKI Jakarta, jumlah kelompok ini terdapat 27

ekor monyet, pergerakan kelompok ini mulai dari pohon tidur

disekitar bibir laut, ujung kawasan sebelah barat sampai setengah

dari kawasan hingga bersinggungan dengan kelompok 4.

Keterangarn di no 4 terdapat total 48 ekor monyet dimana terbagi

menjadi dua kelompok terkadang berbagi daerah jelajah untuk

mencari makan yaitu wilayah HL yang terpantau pohon tidurnya

disekitar pos 3 dan wilayah kelompok sungai Angke, daerah jelajah

kelompok ini juga cukup luas mulai pohon tidur disekitar pinggir

sungai sampai jelajah mencari makan sekitar pos 2.

Untuk kelompok besar no. 5 dengan total 50 ekor monyet, dalam

kelompok ini terdapat dua kelompok dengan ciri fisik salah satu

individu yaitu “tangan buntung” dan “mata satu”, kedua keompok ini

berbagi pohon tidur yang sama didalam kawasan SM dengan jelajah

mencari makan berbeda. Kelompok “tangan buntung” jelajah

mencari makan mulai dari dalam kawasan SM sampai gereja Regina

Caeli dan pintu masuk perumahan Mediterania PIK, sedangkan

kelompok “mata satu” atau biasa disebut kelompok “Jegger” dari

Page 29: mITIGASI

pohon tidur sampai pos 1 (kantor SM) atau pintu masuk kawasan

SM.

Kelompok di Luar Kawasan:

Kelompok no. 6 berada di sekitar Perumahan Pluit lebih tepatnya di

seberang kawasan SMMA yang terpisah oleh Sungai Angke,

kelompok ini terpantau sebanyak 32 ekor dengan daerah jelajah

sekitar taman perumahan sampai bibir S. Angke, dengan luas taman

sekitar 300-400 meter dan melewati jembatan S. Angke sepanjang

sungai kearah selatan.

Kelompok no. 7 adalah terpantau sebanyak 4 ekor, berada di taman

bibir S. Cengkareng belakang Rumah Sakit PIK, dari jelajah mereka

sepanjang jalan dan kemungkinan pohon tidur disekitar pos 3

kawasan HL.

Kelompok diluar kawasan yang terpantau adalah pada no. 8,

kelompok ini berada di sekitar bangunan terlantar sepanjang jalan

utama PIK kira-kira 6 Ha, dengan total informasi dari Polhut sekitar

8 ekor (6 dewasa dan 2 anak-anak).

4.4.5. Potensi Pakan

Sebaran populasi monyet tergantung dari potensi pakan, dari

pantauan dilapangan selama 1 minggu dan 3 kali pantauan dalam

sehari dapat disimpulkan bahwa jenis tumbuhan pakan alami yang

dimakan adalah 18 jenis, bagian yang dimakan adalah daun, buah,

tangkai, kulit batang, akar, bunga, umbut, dan lainnya. Diketahui 8

jenis tumbuhan yang tergolong sering dimakan (sangat disukai) oleh

monyet ekor panjang. Potensi jenis tumbuhan yang dimakan oleh

monyet cukup beragam. Hal ini dapat terlihat dari komposisi jenis

yang dimakan monyet yang alami. Selain makanan alami yang

terdapat dalam kawasan monyet juga memakan sampah, baik yang

terdapat di tempat sampah dikawasan dan dari tempat sampah

didepan rumah warga, monyet juga mencari makan dari sampah yang

terdapat di Sungai Angke.

Page 30: mITIGASI

Kawasan Taman Wisata Alam

Kawasan TWA hanya terdapat 4 ekor monyet dan potensi pakan

alami cukup banyak, yaitu: jenis Rizhopora sp, Pete cina, Api-api,

pidada, jenis tanaman buah-buahan yang ditanam disekitar lokasi

penginapan dan kantor managemen PT. Murindra Karya Bakti

seperti buah mangga, belimbing, sawo, jeruk dll juga sampah

buangan dari pihak pengelola kawasan.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yg

dimakan

Tingkat

kesukaa

n

1 Pidada Sonneratia caseolaris Buah, daun, SS

2 Bakau Rhizophora mucronata,

R. apiculat

Pucuk daun, akar,

buah, ranting,

batang muda

SS

3 Rumput glagah Saccharum

spontaneum

Daun KS

4 Buta-buta Excoecaria agallocha Kulit kayu KS

5 Bidara laut Strychnos ligustrina Bl Daun S

6 Waru laut Hibiscus tiliaceus Kulit kayu KS

7 Bluntas Pluchea indica L. Daun TS

8 Flamboyan Delonix regia Daun KS

Keterangan:

Tidak di sukai : TS (frekwensi perjumpaan makan 0-2 kali)Kurang di sukai : KS (frekwensi perjumpaan makan 3-6 kali)Suka : S (frekwensi perjumpaan makan 7-10 kali)Sangat Suka : SS (frekwensi perjumpaan makan 11-15 kali)

Kawasan Hutan Lindung

Kawasan HL terdapat 4 kelompok monyet, yaitu kelompok

disekitar sungai, pos 2, pos 3 dan pos 4 dengan total keseluruhan

103 ekor. Secara keseluruhan kawasan ini didominasi vegetasi

jenis mangrove (Rizhopora sp.) 56,52 %, sedangkan lebih banyak

perairan 24,71% terutama disekitar sungai Angke perbatasan

Page 31: mITIGASI

SMMA dan HL sampai wilayah pos 2, selebihnya lebih banyak

variasi tumbuhan pendukung lainnya yang juga merupakan

potensi pakan alami bagi monyet.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yg dimakan Tingkat

kesukaa

n

1 Bakau Rhizophora mucronata,

R. apiculata

Pucuk daun, akar,

buah, ranting,

batang muda

S

2 Akasia Acacia auriculiformis Buah, biji, pucuk

daun, kambium

SS

3 Flamboyan Delonix regia Kulit kayu S

4 Api-api Aviciena Daun, buah SS

5 Anggur-

angguran

Buah, pucuk daun,

sulur, daun

SS

6 Petai cina Leucaena Leucocephala Biji, daun S

7 Eceng gondok Eichhornia crassipes Umbut KS

8 Kangkung

sungai

Daun KS

9 Waru laut Hibiscus tiliaceus Kulit kayu KS

10 Pidada Sonneratia caseolaris Buah, daun SS

11 Buta-buta Excoecaria agallocha Kulit kayu KS

12 Serangga Insecta Semut dan rayap S

Kawasan SMMA

Kawasan SM terdapat 2 kelompok yaitu kelompok “Tangan

buntung” dengan total 35 ekor dan kelompok “Jegger” total 15

ekor. Dilihat dari peta tutupan lahan jenis-jenis Pidada

(Sonneratia sp) yang paling banyak sekitar 38,9 % di lanjutkan

dengan jenis Rizhopora 22%, sedangkan luasan perairan yang

Page 32: mITIGASI

ditumbuhi eceng gondok sekitar 25,8% dari total kawasan juga

terdapat tumbuhan lainnya yang merupakan tanaman pendukung.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yg

dimakan

Tingkat

kesukaa

n

1 Pidada Sonneratia caseolaris Buah, daun, SS

2 Eceng gondok Eichhornia crassipes Umbut SS

3 Rumput glagah Saccharum

spontaneum

Daun KS

4 Petai cina Leucaena

Leucocephala

Daun, biji SS

5 Nipah Nypa fruticans

Wurmb

Bunga, pelepah,

buah, daun

SS

6 Anggur-angguran Buah, sulur S

7 Waru laut Hibiscus tiliaceus Kulit kayu KS

8 Bambu Ujung daun KS

9 Labu Bunga, tangkai,

daun

S

10 Buta-buta Excoecaria agallocha Kulit kayu S

11 Kerukup

Siam/Ceri

kampong

Muntingia calabura. Kulit kayu, buah S

Selain potensi makan alami yang terdapat di kawasan, moyet

dikelompok SMMA ini juga mengandalkan makanan yang terdapat di

tempat sampah. Kalau untuk kelompok “tangan buntung” intensitas

mecari makan dikawasan perumahan PIK hampir setiap sore hari

sejak pukul 15.00 Wib sampai menjelang petang pukul 18.00 Wib,

kelompok ini selain dari tempat sampah dari tempat sampah juga

terbisa mendapatkan makanan dari para pengendara kendaraan yang

sengaja berhenti untuk memberi makan kepada monyet, makanan

yang didapatkan biasanya kacang, roti ataupun kerupuk.

Page 33: mITIGASI

Sedangkan kelompok “Jegger” hampir waktunya habis untuk

mendapatkan makanan dari tempat sampah yang terdapat di sekitar

kantor SMMA / pos 1 Kantor BKSDA / Polhut dan dari makanan

yang dibawa oleh pengunjung kawasan SMMA, bahkan banyak juga

pengunjung sengaja member makan, hal ini disebabkan karena

minimnya informasi tentang larangan memberi makan kepada

monyet di dalam kawasan.

Monyet ekor panjang merupakan satwa opportunistic omnivore, yaitu

satwa yang dapat memperoleh bahan makanan dari apa saja yang

tersedia dilingkungan habitatnya. Disamping memperoleh makanan

dari buah-buahan, satwa ini juga memakan daging dan tumbuh-

tumbuhan (Poirier and Smith, 1974 dalam Mampioper, 2006). Satwa

ini juga memakan binatang bertulang belakang jika mendapat

kesempatan. Termasuk semua kelompok monyet di sekitar Hutan

Angke Kapuk memakan sampah dari tempat sampah disekitar

kawasan juga mencari dari sampah yang dibawa oleh Sungai Angke.

Intensitas memakan sampah adalah cukup besar, sekitar 40% dari

totsl waktu mereka mencari makan adalah dari sampah, mereka

memakan apa saja yang didapat, seperti sampah: sisa nasi bungkus,

kulit buah dan buah, kelapa, sayur, roti dll.

4.4.5.1. Kondisi Sungai Angke.

Sungai Angke merupakan salah satu sumber permasalahan utama Monyet

ekor panjang di kawasan Hutan Angke Kapuk, karena hampir sebagian

besar semua monyet memanfaatkan sampah yang terbawa oleh Sungai

Angke sebagai makanan utama selain pakan alami, informasi ini berasal

dari JGM / Jakarta Green Monster yang juga merupakan LSM yang

bergerak dibidang perlindungan kawasan dan habitat di SMMA.

Lembar Fakta Sungai atau Kali Angke

Lokasi

Page 34: mITIGASI

Kali Angke merupakan salah satu sungai lintas propinsi yang melalui

Jakarta. Hulu kali Angke berada di daerah Semplak, Kabupaten Bogor.

Propinsi Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Luas Daerah Aliran

Sungai Angke 54,267 Ha. Kali Angke yang melintasi wilayah DKI

Jakarta memiliki panjang 35 Km. Kali Angke mengairi wilayah Jakarta

Barat sampai dengan Jakarta Utara. Sebagian besar wilayah yang dilalui

adalah wilayah padat penduduk. Seringkali setiap musim hujan datang,

wilayah pemukiman di bantarannya pasti akan terkena banjir.

Peruntukan Kali Angke

Berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 582 Tahun 1995

tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta

Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

sistim aliran sungai Angke dibedakan menjadi dua wilayah pengembagan,

yaitu (1) Wilayah pengembangan barat (hulu sungai di Jakarta sampai

Cengkareng Drain) yang termasuk badan air golongan C. Badan air

golongan ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan dan peternakan.

Sedangkan sistim aliran sungai Angke wilayah pengembangan tengah

(pintu air Cengkareng Drain sampai muara sungai Angke) dimasukkan ke

dalam badan air golongan D yang dimanfaatkan untuk pertanian, usaha

perkotaan dan industri pembangkit listrik tenaga air (NKLD DKI Jakarta,

2000).

Permasalahan

Kali Angke yang sudah memasuki wilayah DKI Jakarta memiliki

permasalahan tipikal wilayah perkotaan. Tingginya desakan yang terjadi

membuat daya dukung lingkungan kali Angke cenderung mengalami

penurunan. Hal ini dapat dilihat pada bencana banjir yang selalu

menggenangi pemukiman di sekitar wilayah aliran kali Angke.

1. Perubahan Aliran Air

Penurunan kemampuan ini salah satunya disebabkan oleh penyodetan

(pengalihan aliran air). Penyodetan bertujuan untuk mengurangi debit air

saat musim penghujan, sehingga wilayah pemukiman padat penduduk

Page 35: mITIGASI

dapat terbebas dari banjir. Pengubahan aliran kali menyebabkan

berubahnya fungsi kali ini. Aliran kali Angke, pada awalnya memiliki

muara di Muara Angke. Namun, aliran tersebut berubah sejak

dibangunnya Cengkareng Drain pada tahun 1980-an. Aliran utama kali

Angke saat ini bermuara di Muara Cengkareng Drain. Aliran air yang

lama, saat ini praktis menggenang karena tidak ada lagi aliran air utama.

Jadi pemandangan yang terlihat adalah seperti got yang sangat lebar dan

panjang. Di sepanjang sungai dapat dilihat sampah dengan warna hitam

dan bau yang menyengat.

2. Alih Fungsi Lahan

Bantaran kali diperkirakan telah mengalami penyusutan luas DAS mulai

28 sampai dengan 35 persen. Penyusutan tersebut diakibatkan oleh

pemanfaatan bantaran sungai menjadi perumahan dan indutri.

3. Sampah

Beberapa jenis sampah padat yang sering ditemui, antara lain seperti botol

kaca, barang plastik, styrofoam, plastik belanjaan, kertas, sisa sayuran.

Pemantauan Dinas Kebersihan pada tahun 2005, jumlah timbulan sampah

terangkut seluruh Jakarta mencapai 27.966 m3. Dari jumlah tersebut,

setelah diidentifikasi berdasarkan jenisnya, sampah organik ada sekitar

65,05 % dan sampah non organik mencapai 34,95 %. Dari persentase

tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah sampah terbesar adalah sampah

domestik. Sumber timbulan sampah, volume yang terangkut dan

persentasenya tersaji pada tabel Tingginya volume sampah yang mengalir

ke muara kali Angke ini disebabkan adanya praktek pembuangan sampah

di sungai. Hampir di setiap bantaran kali pasti ada tumpukan sampah baik

legal maupun ilegal. Pemantauan titik sampah sungai Angke yang

dilakukan dari jembatan Pesing Poglar sampai muara sungai Angke,

ditemukan ada sekitar 5 titik penimbunan sampah pinggir kali. Kondisi ini

diperparah dengan aktifitas pembuangan sampah ke kali yang dilakukan

oleh warga secara acak dan pertemuan sungai Angke dengan aliran Banjir

Kanal Barat yang banyak membawa sampah dari sungai Ciliwung dan

saluran Mookervart yang membawa sampah dari Sungai Pesanggrahan.

Page 36: mITIGASI

Maka tidak heran jika muara sungai Angke menjadi tempat akumulasi

sampah terbanyak di sepanjang pesisir utara Jakarta.

4. Limbah Cair Domestik

Dari pemantauan yang dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta tahun 2005,

parameter pencemaran air yang terukur di jembatan Pantai Indah Kapuk

(badan air golongan D) tersaji pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Data Kualitas Sungai Angke di Jembatan Pantai Indah Kapuk Tahun

2005

Parameter Satuan RerataBaku

Mutu

Status

Oksigen terlarut (DO) mg/L 0,95 3 Tidak memenuhi baku mutu

Merkuri mg/L 0,0008 0,0005 Tidak memenuhi baku mutu

Phosphat mg/L 1,21 0,5 Tidak memenuhi baku mutu

BOD mg/L 13,42 20 Memenuhi baku mutu

COD mg/L 34,84 30 Tidak memenuhi baku mutu

Coliform Koloni/100 mL 8,63 x 106 2 x 104 Tidak memenuhi baku mutu

Sumber : BPLHD Propinsi DKI Jakarta, 2005

Dampak Pencemaran Sungai Angke pada Suaka Margasatwa Muara

Angke

Jika dilihat dari sudut pandang ekosistem, pencemaran yang terjadi di kali

Angke secara tidak langsung akan mengakibatkan penurunan kualitas

lingkungan baik darat maupun perairan. Ekosistem yang terkena dampak

serius dari pencemaran sungai Angke adalah Suaka Margasatwa Muara

Angke (SMMA). Suaka margasatwa terakhir Propinsi DKI Jakarta dan

terkecil di Indonesia, dengan luas 25,02 Ha. Kini kelestariannya berada

dalam ancaman karena semakin tingginya aktifitas manusia yang berada di

sekitarnya. Hal ini menyebabkan tekanan baik secara langsung atau tidak

pada kawasan. Di samping itu ancaman juga datang dari aliran sungai

Angke. Aliran sungai ini mengalirkan sampah 1.000 m3 per hari ke muara.

Dan beberapa diantaranya akan terdampar di SMMA.

Dari hasil bersih sampah berkala di SMMA pada Maret 2007, diperoleh

hasil bahwa jumlah sampah plastik mencapai 4 ton. Sedangkan sampah

non plastik sekitar 206 Kg. Aksi bersih sampah ini dilakukan pasca banjir

Page 37: mITIGASI

besar Jakarta Februari 2007. Jenis sampahnyapun beragam mulai bungkus

permen sampai kulkas. Sekitar 95 % sampah yang ditemukan merupakan

sampah plastik dan sumbernya berasal dari rumah tangga. Sampah tersebut

masuk ke dalam kawasan SMMA melalui aliran sungai Angke.

Dampak yang ditimbulkan dengan masuknya sampah ke dalam kawasan

yaitu mengancam kelestarian ekosistem mangrove baik flora maupun

faunanya. Dengan kehadiran sampah di SMMA juga menyebabkan

perubahan perilaku makan monyet ekor panjang (Macaca fasicularis).

Sebelumnya kawanan monyet ini memakan buah tanaman mangrove.

Namun sejak masuknya sampah, perilaku memakan sampah dari sungai

bukan hal yang aneh lagi. Yang berbahaya adalah jika plastik ikut

termakan, akan mempengaruhi saluran pencernaannya dan akan berakibat

kematian. Hal ini juga mengancam kawanan burung air yang

menggunakan SMMA dan dipinggiran sungai Angke sebagai tempat

mencari makan. Tidak hanya itu, ancaman yang tidak terlihat juga datang

dari air sungai Angke yang telah tercemar oleh pencemar organik maupun

non organik (logam berat). Tingginya konsentrasi bahan pencemar di

dalam kawasan, tentu akan berpengaruh pada keberlangsungan hidup

ekosistem mangrove itu sendiri.

Kesimpulan

Dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pencemaran yang

terjadi di hulu baik oleh buangan limbah cair maupun sampah ke badan

sungai, akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Dampak dari

pencemaran sungai ini dapat dilihat pada kondisi sungai Angke dan

SMMA saat ini. Telah terjadi penurunan kualitas lingkungan yang serius.

Kondisi demikian akan mengancam keberadaan flora dan fauna yang

berinteraksi secara langsung di dalamnya, baik di ekosistem sungai

maupun ekosistem mangrove. Dampak dari pencemaran ini, suatu saat

pasti yang akan dirasakan oleh manusia. Untuk mencegahnya, diperlukan

komitmen dari berbagai pihak untuk mengurangi tingkat pencemaran di

sungai baik di hulu maupun di hilir.

Page 38: mITIGASI

4.5. Peta Tutupan Lahan

Sebagai data pendukung untuk menentukan luasan lahan dan tutupan

lahan kawasan adalah pembuatan peta kawasan dengan menggunakan

teknologi Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi

Geografis (SIG)

Pengamatan lapangan (ground check) dilakukan pada tanggal: 09-10

April 2011, berikut mekanisme atau teknis pengambilan data selama

dilapangan:

Keterangan Informasi

Peta

Tutupan dan Penggunaan Lahan Lokasi TWA (Taman

WisataAlam), SMMA (Suaka Margasatwa Muara Angke), HL

(HutanLindung)

Output

yang

dihasilkan

1. Peta Kawasan TWA, SMMA, HL di Muara Angke Jakarta Utara

2. Peta Tutupan dan Penggunaan Lahan TWA, SMMA, dan HL

3. Luasan Tutupan dan Penggunaan Lahan TWA, SMMA, dan HL

Sumber1. Peta RBI Bakosurtanal Lembar Muara Angke (2 Lembar)

2. Capture Image Google Earth lokasi MuaraAngke

Metode Metode yang digunakan untuk pemetaan wilayah TWA, SM, dan

HL di muara angkedi dasarkan pada interpretasi citra satelit yang

didapatkan dari Google Earth (terbaru) dengan membedakan

suatu obyek dari tekstur, warna, dan penampakan sehingga

didapatkan informasi tutupan dan penggunaan lahan di wilayah

tersebut.

Selain hal tersebut, ground check dan ground truth dilakukan

untuk memvalidasi obyek yang diidentifikasi dari satelit pada

penampakannya, sehingga dapat membantu untuk

mengidentifikasi penampakan yang didapatkan dari Google earth

secara nyata.

Ground check dilakukan pada 38 titik yang tersebar disekitar

Page 39: mITIGASI

Wilayah TWA, SMMA, dan HL sehingga didapatkan beberapa

informasi penampakan sebenarnya di muka bumi untuk

diidentifikasi pada citra satelit yang didapatkan dari Google

Earth.

Pada pekerjaan ini, dilakukan dengan cara on screen digitation,

yaitu pengerjaan peta yang dilakukan secara manual dengan

mendigitasi informasi penampakan melalui sebuah media

instalasi di komputer, dengan hasil akhir berupa peta.

Flow chart Umum untuk pembuatan peta tutupan dan penggunaan lahan di

kawasan Hutan Angke Kapuk

Tujuan dibuatnya peta GIS adalah untuk mencari berapa persentase

tutupan lahan dari lokasi kawasan yang merupakan habitat alami dari

Monyet ekor panjang, hal ini sangat penting mengingat kelangsungan

hidup tergantung dari seberapa luas dan dari sini juga nantinya dapat

Page 40: mITIGASI

diketahui akar permasalahan dan potensi konflik yang terjadi sejauh

mana.

Berikut hasil Peta GIS Tutupan Lahan berdasarkan lokasi kawasan Hutan

Angke Kapuk secara keseluruhan (SMMA, HL dan TWA):

Dari hasil peta tutupan lahan kawasan secara keseluruhan di bagi menjadi

7 kategori unsur vegetasi yang terdapat di kawasan, antara lain: rumput,

vegetasi Pidada (Sonneratia sp), vegetasi bakau (Rizhopora sp), vegetasi

Nipah (Nypa sp), Limbah, Lahan Terbangun, dan Tubuh air. Apabila

dilihat dari hasil potensi jenis tanaman yang muncul adalah didominasi

jenis-jenis tanaman Rizhopora yang tersebar hampir diseluruh kawasan

terutama disekitar HL, potensi perairan merupakan mayoritas 45,89%

yang sebagian besar dikawasan TWA dan potensi lainnya rata-rata

dibawah 10 % antara lain Pidada, Nipah dan rerumputan.

Page 41: mITIGASI

Peta GIS kawasan SMMA:

Hasil tutupan lahan terlihat lebih banyak didominasi unsur jenis

tumbuhan pidada sebesar 38,95 %, rawa atau perairan yang hampir

sebagian tertutup oleh eceng gondok 25,87 %, jenis mangrove 22,05 %,

Nipah 10,64 % dan lain-lain sekitar 2,5 % yaitu jenis rumput dan limbah

atau sampah. Jika dari polehan persentase tutupan lahan jelas kawasan

SMMA merupakan habitat ideal bagi monyet ekor panjang, karena apa

bila dihubungkan dengan potensi pakan, pidada yang mendominasi

kawasan merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat disukai oleh

monyet.

Page 42: mITIGASI

Peta GIS kawasan HL:

Hasil persentase peta tutupan lahan kawasan HL antara lain didominasi

jenis tumbuhan bakau 56,52 %, perairan 24,71 %, Nypa 6,63 %, rumput

5,51 %, pidada 4,15 % dan lain-lain hampir 3%. Apabila dilihat dari

tingkat kesukaan monyet sangat menyukai jenis tumbuhan akasia, api-api,

anggur-angguran dan pidada, masih sangat memungkinkan kawasan ini

menjadi habitat monyet karena berdasarkan informasi tingkat intensitas

monyet keluar kawasan untuk mecari makan cukup minim, hal ini

disebabkan mereka masih memungkinkan untuk dapat mendapatkan

makanan alami dari kawasan.

Page 43: mITIGASI

Peta GIS kawasan TWA:

Sejarah kawasan TWA sebelumnya adalah merupakan lokasi tambak,

meskipun sekarang sudah sudah ada upaya rehablitasi mangrove, tetapi

dominasi kawasan masih lebih banyak perairan sebanyak 71,31 %,

vegetasi mangrove 19,97 % selebihnya adalah lahan bangunan sebagai

lokasi wisata, apa bila dilihat dari total kawasan yang cukup luas 99,98

Ha dihuni oleh 4 ekor monyet dengan potensi pakan yang cukup banyak

jelas tidak berpotensi munulnya konflik.

4.6. Penyadartahuan

Salah satu kegiatan lapangan dalam program ini adalah penyadartahuan

(awareness) kepada masyarakat sekitar dan pengunjung kawasan, dengan

Page 44: mITIGASI

tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan memberikan

penyadartahuan kepada masyarakat tentang arti penting, fungsi secara

ekologi dari kawasan konservasi berserta isinya salah satunya adalah

keberadaan monyet ekor panjang.

Kegiatan dilakukan selama 4 kali pertemuan dari 3 kelompok atau

komunitas, yaitu:

Tanggal 26 Maret 2011, kepada pengunjung Suaka Margasatwa

Muara Angke dalam kegiatan bersih sampah diselenggarakan oleh

Transformasi Hijau Jakarta, diikuti sekitar hampir 100 orang.

Peserta dari berbagai komunitas yakni (SMAN 32 Jakarta, Kehati,

Jerami, mahasiswa Universitas Indonesia dan Jakarta Bird Watcher),

kegiatan diawali dengan membersihkan sampah non organik dan

sebagian tumbuhan eceng gondok di sekitar kawasan SMMA, setelah

proses kegaiatan berlangsung diakhiri dengan melakukan evalusai,

selain pihak panitia memberikan informasi tentang bahaya sampah di

sekitar Jakarta dalam sesi evaluasi ini IAR-Indonesia juga diberikan

kesempatan untuk memberikan informasi dan sosialisasi tentang

permasalahan monyet ekor panjang dikawasan dan habitatnya kepada

peserta kegiatan.

Tanggal 03 April 2011, kepada Warga perumahan Pantai Indah

Kapuk, selama 2 sesi pertemuan sekitar 40 – 45 orang.

Kegiatan ini adalah disampaikan kepada siswa sekolah minggu dari

Gereja Regina Caeli dengan lokasi yang bersebelah langsung dengan

kawasan SMMA, dengan usia siswa sekitar umur 8 – 11 Tahun. Pesan

yang disampaikan adalah tentang kesejahteraan satwa (Animal

Welfare) secara umum, habitat monyet dan ”apa yang harus dilakukan

apa bila berada disekitar kelompok monyet dan kenapa terjadi

penyerangan dari monyet?”

Tanggal 09 April 2011, kepada pengunjung Suaka Margasatwa Muara

Angke dalam kegiatan bird watching komunitas WTM / Weekend

Page 45: mITIGASI

Tanpa ke Mall, diikuti sekitar 50 orang. Kegiatan ini merupakan

program setiap 2 mingguan dari komunitas WTM / Weekend Tanpa

ke Mall, kali ini Bird Watching, kegiatan diawali dengan Bird

Watching sampai pukul 11.00 WIB, setelah itu dilanjutkan dengan

evaluasi kegiatan yakni sesi informasi dan tanya jawab, dalam sesi ini

ada beberapa organisasi yang memberikan materi dan informasi:

1. SBI (Sahabat Burung Indonesia) yang disampaikan oleh Irma

Dana tentang berbagai jenis dan keberadaan burung di kawasan,

2. Transformasi Hijau yang disampaikan oleh Fadil tentang

permasalahan dan kampanye sadar sampah sendiri dan sampah

berbahaya bagi manusia.

3. IAR-Indonesia yang disampaikan oleh Ayut Enggeliah E,

menjelaskan tentang berbagai permasalahan dan apa yang harus

dilakukan apabila berada disekitar kawasan yang terdapat habitat

Monyet ekor panjang dan permasalahannya, pertanyaan yang

muncul dari peserta tentang Monyet secara umum yaitu “apa yang

harus dilakukan apa bila berada disekitar kelompok monyet dan

kenapa terjadi penyerangan dari monyet?”

4.7. Kuesioner

Selain data informasi wawancara, kuesioner adalah instrumen

pengumpulan data atau informasi yang dioperasionalisasikan ke dalam

bentuk item atau pertanyaan. Kuesioner dapat berfungsi sebagai alat dan

sekaligus teknik pengumpulan data yang berisi sederet pertanyaan dalam

wujud konkrit. Dalam program ini diharapkan penyebaran kuesioner

kepada masayarakat sekitar kawasan dapat memberikan gambaran

sampai sejauh mana masyarakat berpandangan tentang keberadaan

monyet ekor panjang dilingkungan mereka tinggal.

Daftar pertanyaan dalam lembar kuesioner yang disampaikan kepada

responden sebagian sample atau dianggap cukup mewakili warga

(Lampiran)

Page 46: mITIGASI

responden atau target dari penyebaran kuesioner ini selain kepada warga

sekitar kawasan juga kepada pengunjung kawasan, dengan total 84

responden (warga 22 dan pengunjung sebanyak 62). Selama dilapangan

ada beberapa kendala selama penyebaran kuesioner sehingga sedikit

menyulitkan untuk memperoleh data pendukung, antara lain adalah:

- Tidak lengkapnya data mayarakat tinggal disekitar kawasan dari pihak

pemerintah Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

- Pihak pengelola managemen perumahan PIK tidak memberikan ijin

untuk berinteraksi dengan warga yang langsung berbatasan langsung

dengan kawasan, dengan alasan tidak ingin kenyamanan warga

terganggu.

4.7.1 Hasil Persentase Koesioner

Kuesioner terdiri dari 14 pertanyaan, masing-masing pertanyaan

merupakan sumber informasi sampai sejauh mana masyarakat

mengetahui keberadaan dan fungsi dari kawasan konservasi, arah

pertanyaan selanjutnya pada keberadaan monyet sebagai salah satu

fungsi ekologi di kawasan sekitar sebagai habitat alaminya,

selanjutnya pertanyaan mengarah kepada potensi konflik dan mencari

sumber dari permasalahan yang ada. Nantinya tidak semua hasil

pertanyaan akan menjadi sumber data dan kesimpulan, hanya yang

dapat mewakili sesuai yang diharapkan.

1. Apakah warga mengetahui bahwa tinggal disekitar kawasan

konservasi?

Ya27%

Tidak 73%

kawasan ?

Page 47: mITIGASI

2. Mengetahui fungsi kawasan konservasi?

Warga :

Ya86%

Tidak 14%

W. fungsi kawasan?

Pengunjung :

Ya89%

Tidak 11%

P. fungsi kawasan?

3. Pernah mengunjungi kawasan?

Warga :

Page 48: mITIGASI

Ya68%

Tidak32%

W. mengunjungi kawasan?

Pengunjung :

Ya89%

Tidak11%

P. mengunjungi kawasan?

4. Dimanakah meletakkan tempat sampah dirumah?

Warga:

di Luar (terbuka)

15%

di dlm (ter-tutup)85%

dmn t4 sampah?

5. Pernah melihat Monyet sekitar rumah?

Page 49: mITIGASI

Warga :

Ya50%

Tidak50%

melihat M dsekitar rmh?

6. Apakah yang dilakukan jika melihat keberadaan monyet?

Warga :

mem-biarkan

73%

mengusir23%

beri makan5%

W. jika melihat M?

Pengunjung :

mem-biarkan

52%mengusir21%

beri makan

10%

lain-lain16%

P. jika melihat M?

7. Apakah pernah diganggu monyet?

Page 50: mITIGASI

Warga :

Pernah18%

Tidak82%

W. pernah diganggu M?

Pengunjung :

Pernah57%

Tidak43%

P. lihat M cr makan t4 sampah?

8. Pernah lihat papan hmbauan tidak member makan monyet?

Warga :

Pernah50%

Tidak50%

W. board himbauan?

Pengunjung :

Page 51: mITIGASI

Pernah26%

Tidak74%

P. board himbauan?

9. Tindakan terhadap monyet?

Warga :

relokasi50%dibiarkan

33%

tdk beri makan17%

W. Tindakan?

Pengunjung :

t4 yg layak50%

menjaga33%

dib-iarka

n17%

P. Tindakan?

Page 52: mITIGASI

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Data Informasi Konflik

Menghitung data konflik sangat dilematis karena ada kemungkinan konflik

dengan isu yang sama muncul ke permukaan beberapa kali dan

disampaikan kepada pihak yang berwenang (BKSDA DKI Jakarta). Oleh

karena itu peristiwa konflik yang dilaporkan harus terdata dengan jelas

oleh siapa, kapan, lokasi, keterangan kelompok dan kronologi kejadian

sehingga bisa dihitung sebagai satu peristiwa konflik.

Hal ini dilakukan untuk menentukan tingkat kerawanan dan mendesak

untuk dilakukan sebuah tindakan segera.

5.1.1. Penyebab Konflik

Penyebab konflik dalam upaya penanganan mitigasi konflik ini dibagi

menjadi

lima kategori berdasarkan berita yang dilaporkan di media massa dan

informasi di lapangan. Penentuan kategori didasarkan pada perbedaan

jenis kegiatan yang memicu terjadinya konflik, yang diamati dari

informasi Polhut dan masyarakat yaitu sebagai berikut:

Page 53: mITIGASI

• Mengganggu fasilitas umum sehingga mengganggu kenyamanan

warga, adalah pergerakan kelompok monyet yang memanfaatkan faslitas

umum yakni: kabel listrik, berada di sekitar jalan umum komplek

perumahan Pluit dan PIK, membuat berantakan dari tempat sampah yang

terbuka.

Hasil dilapangan:

1. Tetapi setelah dilakukan wawancara secara langsung pihak keamanan

Perumahan Pluit mengatakan bahwa selama ini tingkat pengaduan

dari warga tentang keberadaan monyet tidak menghawatirkan, dan

sebagian besar hasil sample dan kuesioner dan wawancara langsung

kepada warga bahwa kehadiran kelompok monyet tidak terlalu sering

seperti dahulu sekitar hanya 1 minggu sekali hanya di lokasi yang

menetap / taman dan lapangan basket perumahan.

2. Sedangkan informasi dari pihak managemen PIK (Bapak Tuko

sebagai coordinator keamanan) hanya mengatakan keberadaan

monyet mengganggu tetapi tidak ada data (kapan, siapa, dimana dan

dokumentasi) tentang pengaduan tersebut. Pihak manajemen hanya

berharap ada upaya relokasi.

3. Informasi dari salah satu guru pengajar sekolah BPK. Penabur, lokasi

berjarak sekitar 10 meter dari kawasan HL, (Ibu Evelin guru TK)

mengatakan bahwa “terkadang ada sebagian monyet yang masuk

sekolah tetapi tidak sering hanya sesekali, dan belum pernah terjadi

kasus merugikan fasilitas umum sekolah dan murid”

4. Berdasarkan informasi pengaduan tentang laporan monyet

mengganggu yang berasal dari warga adalah kasus keberadaan

monyet lepasan masyarakat tidak bertanggung jawab dari luar, karena

tidak dapat masuk dalam kelompok kawasan sehingga akhirnya

mencari makan dan mengganggu dipermukiman, hal ini dapat

terpantau informasi pengaduan selama 6 bulan terakhir antara in:

- Tanggal 12 Maret 2011, terdapat 1 ekor monyet menyerang warga

pengguna perahu di sekitar S. Angke perbatasan SMMA dan HL,

Page 54: mITIGASI

diketahui ciri monyet agresif dan menggunakan sabuk atau tali

diperut

- Kelompok diluar kawasan 4 ekor dibelakang RS. PIK, pada peta

sebaran no. 7 diketahui saah satu menggunakan tali atau tanda di

bagian perut.

- Beruk (Macaca nemestrina) disekitar lokasi sekolah BPK.

Penabur dan International School ST. Nicholas depan / perbatasan

kawasan HL.

- 1 ekor monyet lepasan di sekitar pnggir jalan tol Sudiyatmo

• Overpopulasi, adalah ketika jumlah total monyet ekor panjang melebihi

jumlah ideal bila dibandingkan dengan luas areal habitat tertentu.

Pada kawasan liar tanpa ada pakan tambahan daya tampung maksimum

sekitar 1000 kg biomasa / Km2 atau sekitar 333 ekor/km2 dengan rataan

berat monyet 3 kg, atau sekitar 3 – 4 ekor /Ha (Lesson at al. 2004).

Kepadatan yang tinggi akan meningkatkan ketegangan dan agressivitas

diantara anggota populasi (Alikodra, 2002), sedangkan kepadatan

populasi monyet ekor panjang di kawasan SMMA yaitu rata-rata 2 ekor /

Ha, jauh melebihi batas kepadatan maksimum di habitat liar, kawasan

HL dengan rata-rata kepadatan yaitu total 90 ekor / luas kawasan 45 Ha

jadi sekitar 2 ekor / Ha, selanjutnya untuk kawasan TWA total luas 99 Ha

hanya terdapat 4 ekor berarti sekitar 24 ekor / Ha masih jauh dari konflik.

Sama halnya dengan kawasan SMMA dan HL masih memungkinkan

kawasan sebagai habitat monyet ekor panjang. Tetapi besar

kemungkinann untuk kelompok yang diluar kawasan terutama di

perumahan Pluit karena dengan daerah jelajah yang sempit dengan total

populasi 32 ekor berpotensi suatu saat menimbulkan konflik perebutan

kekuasaan karena semakin banyaknya jumlah ditiap kelompok dan

mengganggu warga dan fasilitas umum.

• Batas kawasan, adalah tidak adanya batasan yang memadai antara

kawasan konservasi sebagai habitat monyet ekor pajang dengan

permukiman warga.

Page 55: mITIGASI

• Pengelolaan sampah, yaitu tidak tersedianya tempat sampah yang

memadai (tempat sampah yang tidak mudah dibuka oleh monyet ekor

panjang) sehingga memancing kelompok monyet untuk selalu

menghampiri tempat sampah untuk mecari makan.

Memberi makan, adalah kurangnya sosialisasi tentang larangan

bahkan sanksi kepada siapapun yang memberikan makanan kepada

monyet ekor panjang baik didalam kawasan maupun disekitar

kawasan yang berbatasan langsung dengan permukiman warga.

5.1.1.1. Dokumentasi potensi konflik.

Dalam sebuah pengumpulan data diperoleh tidak hanya dari berbagai

pihak yang terkait tetapi juga dibutuhkan data informasi secara tertulis

dan dokumentasi baik berupa gambar/foto maupun gambar yang

bergerak/film sebagai data pendukung dan menjadi kekuatan dalam

mewakili sebuah fakta atau kejadian. Pengambilan foto disekitar lokasi

adalah selain masing-masing setiap kelompok monyet, habitat, kawasan

secara umun, potensi pakan, potensi konflik dan lain-lain yang

memungkinkan sebagai data pendukung permasalahan dilapangan.

Page 56: mITIGASI

Masyarakat bebas memberi makan kepada monyet dalam kawasan

Monyet memasuki lingkungan rumah warga.

Page 57: mITIGASI

Mencari makan sampah didalam kawasan / kantor Polhut dan sungai Angke

Page 58: mITIGASI

Kawasan HL, kelompok no. 2 (warga memberi makan & petugas kemanan

PIK membiarkan)

Perum Pluit, Contoh rumah dengan tempat sesaji yang menyediakan buah-

buahan

Page 59: mITIGASI

Tempat sampah yang terbuka

Contoh tempat sampah yang tertutup, monyet tidak diganggu monyet

REKOMENDASI

Page 60: mITIGASI

1. Relokasi atau upaya pemindahan pada monyet lepasan diluar kawasan

yang berpotensi mengganggu warga dan fasilitas umum

2. Upaya sterilisasi atau KB kepada kelompok yang berpotensi over populasi

di kelompok didalam dan diluar kawasan pada no. 6 perumahan Pluit dan

no. 8 Katri

3. Pengadaan board atau papan informasi tentang “dilarang memberi makan

kepada monyet” di kawasan SMMA, HL dan TWA terutama yang

berbatasan langsung dengan permukiman warga di Pluit, PIK dan sekitar

kawasan sekolah / HL dan bila perlu pemberian sanksi kepada warga yang

member makan kepada monyet.

4. Awareness atau penyadartahuan kepada pihak manajemen perumahan dan

mengupayakan membuat kebijakan kepada warga yang dikelola sekitar

kawasan.

5. Penertiban keberadaan sampah di kawasan terutama di SMMA (pos 1 /

kantor Polhut) dan larangan keras memberi makan kepada monyet, karena

justru masalah memberi makan adalah petugas yang berjaga dan tinggal

di lokasi tersebut.

6. Pemberian pagar pembatas yang lebih efektif antara kawasan dengan

permukiman agar monyet enggan keluar kawasan, contoh: pemberian

tanaman kaktus berduri yang rapat disepanjang batas/pagar yang sudah

ada.

7. Menghimbau kepada pihak BKSDA dan pengelola perumahan untuk

tidak menanam tanaman yang disukai monyet disekitar pagar pembatas,

seperti petai cina, tanaman buah dll.

Lampiran:

Page 61: mITIGASI

Contoh foto Potensi Pakan

Waru laut (Hibiscus tiliaceus)

Anggur-angguran

Eceng gondok (Eichhornia crassipes)

Bakau (Rhizophora mucronata)

Page 62: mITIGASI

Kangkung (Ipomoea aquatica) dan Rumput glagah (Saccharum spontaneum)

Pidada (Sonneratia caseolaris) dan kotoran yang terlihat biji pidada

Ceri / kersen (Muntingia calabura) dan buah Sawo

Page 63: mITIGASI

Contoh Potensi Alam HAK

Kawasan TWA

Kutilang (Pycnonotus aurigaster)

Page 64: mITIGASI

Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster)

Page 65: mITIGASI

Biawak (Varanus salvator)

Page 66: mITIGASI

Contoh Foto Selama Kegiatan

Page 67: mITIGASI
Page 68: mITIGASI
Page 69: mITIGASI

Kuesioner

List Pertanyaan (Kuesioner):

Tanggal :

Page 70: mITIGASI

Nama :Umur :Wanita/Pria :Agama :

1. Apakah Anda mengetahui di sekitar kawasan komplek perumahan Anda terdapat kawasan konservasi?a. Ya, dimanakah lokasinya…….b. Tidak

2. Apakah Anda mengetahui fungsi kawasan konservasi?a. Yab. Tidak

3. Jika jawaban Anda di nomer 2 (Ya), jawaban boleh lebih dari 1Fungsi kawasan konservasi?a. Habitat satwab. Mencegah abrasic. Penyerap karbond. Tempat pembuangan sampahe. Tempat membuang satwaf. Daerah resapan air

4. Apakah Anda pernah mengunjungi kawasan konservasi?a. Yab. Tidak

5. Dimanakah Anda meletakkan tempat sampah dirumah Anda?a. Didepan rumah (diluar/dihalaman) dalam keadaan terbukab. Didepan rumah (dalam container) dalam keadaan tertutupc. Ditempat khusus diluar

6. Apakah Anda pernah melihat kelompok monyet disekitar rumah Anda?a. Ya, dimanakah………b. Tidak

7. Apakah yang akan Anda lakukan jika melihat kelompok monyet disekitar rumah Anda?a. Membiarkanb. Mengusirnyac. Memberi makand. Lain-lain: ………………………..

8. Apakah selama ini keberadaan kelompok monyet tersebut pernah mengganggu Anda atau keluarga Anda?

Page 71: mITIGASI

a. Pernahb. Tidak pernahc. Lain-lain: …………………………

9. Jika jawaban Anda di nomer 8 (pernah)Apakah Anda pernah melihat kelompok monyet tersebut disekitar tempat sampah?a. Pernahb. Tidak pernahc. Lain-lain: ………………………..

10. Apakah Anda pernah melihat kelompok monyet mencari makan di sekitar tempat sampah?a. Pernahb. Tidak pernah

11. Apakah Anda pernah melihat orang memberi makan monyet?a. Pernahb. Tidak pernah

12. Apakah Anda pernah mendengar atau melihat ada larangan untuk tidak memberi makan kelompok monyet tersebut?a. Pernahb. Tidak pernah

13. Apakah menurut Anda leompok monyet tersebut sudah mengganggu dan meresahkan Anda dan keluarga Anda?a. Yab. Tidakc. Lain-lain: ………………………….

14. Jika jawaban Anda di nomer 13 (Ya)Menurut Anda apakah yang harus dilakukan terhadap masalah kelompok monyet tersebut? ………………………………..

Terimakasih atas partisipasi Anda

Page 72: mITIGASI

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. YPFK. Bogor.

Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan Jkt-Utara, Desember 2010

Ferianita Fachrul, M. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Piorier, F. E. and E. o. Smith. 1974. The Crab-Eating Macaque (Macaca fascicularis) of Angaur Islan, Palau, Micronesia. Folia Primatology 22: 258-306

Kantor statistik DKI Jakarta dan Biro LH DKI Jakarta (NKLD-DKI Jakarta), 2000

BPLHD - Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup DKI, Jakarta2005

Lesson C, Kyes RC., Iskandar E. 2004. Estimating population density of Longtailed macaques (Macaca fascicularis) on Tinjil Island, Indonesia, using the line transect sampling method. Jurnal Primatologi Indonesia 4(1):7-14.

Wandia I N. 2007. Struktur dan Keragaman Genetik Populasi Lokal Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Jawa Timur, Bali, dan Lombok. Disertasi. PRM. IPB. Bogor. 2007.

Wheatley BP. 1989. Diet of Balinese temple monkeys, Macaca fascicularis. Kyoto University Overseas Research Report of Studies on Asian Non-Human Primates. Kyoto University Primate Research Institute. No. 7:62-75.

Van der Pijl, L. 1982. Principles of dispersal in higher plants. Spinger-Verlag. Berlin, Germany. 161 pp

Aldrich-Blake, F.P.G 1976. Long Tailed Macaque dalam D.J. Chivers. 1980. Malayan Forest Primates. Plenum Press, New York

Lekagul and Mc. Neely. 1977. Mammals of Thailan, Kurusapha. Ladprao Press, Bangkok

Daniels, S.E, and Walker, G.B. 2001. Working throught Environmental Conflict: The Colaborative Learning Approach. Praeger Publishers, Wesport. Connecticut.