Miskin Prestasi Luas Wawasan

7
Miskin Prestasi ?, Semoga Tidak Miskin Wawasan Pada waktu mendafatar masuk SMA, salah satu persyaratan masuk sekolah negeri tanpa tes yaitu minimal mendapat peringkat 5 besar sejak dari kelas 1 jenjang sebelumnya, ketika saya mengajukan berkas langsung diberikan nomor tes untuk hari selanjutnya, terang saja saya protes, di pengumuman PSB tertera edaran bahwa yang mendapat peringkat 5 besar pada waktu SMP/MTs. dari kelas 1 sampai kelas 3 tidak mengikuti tes seleksi siswa baru, alasan dari panitia yang sungguh membuat miris pada waktu itu adalah ketentuan tersebut berlaku untuk yang sekolah negeri saja, masalah selesai sampai di situ namun saya masih memendam kekecewaan akhirnya mengikuti seleksi. setelah melewati kelas 1 SMA, mulai penjurusan, penjurusan dilakukan dengan melihat nilai ulangan selama 2 semester ( 1 semester 3 kali ulangan + UAS) di sini kembali menuai kekecewaan saya tidak diperkenankan masuk program IPA hanya karena nilai yang tidak mendukug padahal saya mempunyai tekad dan semangat pada program tersebut, lalu ditempatkan pada program IPS. setelah melakukan negosiasi dengan mendatangakn wali murid dan mendapat jalan buntu tanpa perubahan, akhirnya saya meminta pindah ke program Bahasa, di sinilah terjadi pertukaran dengan salah seorang kawan yang pindah ke IPS dan saya menggantikannya di program Bahasa. di kelas ini saya semakin termotivasi untuk lebih giat membaca pengetahuan-pengetahuan umum dan tidak terfokus hanya pada mata pelajaran di kelas, waktu istirahat lebih nikmat duduk di perpustakaan dari pada berdesakan belanja di kantin, dan ketika sudah agak sepi barulah giliran beranjak ke kantin. ketika ditanyakan mengapa memilih program Bahasa, kebanyakan kawan-kawan menjawab mereka menghindari pelajaran sains, kenyataannya matematika pun dipelajari juga pada program Bahasa, dan jwaban dari saya ketika ditanyakan adalah "mungkin nilai saya memungkinkan di sini dan tidak diizinkan masuk IPA", jawaban dengan sedikit menunjukkan kekesalan, ibu guru tersebut pun

description

opini- pengembanga wawasan melalui membaca

Transcript of Miskin Prestasi Luas Wawasan

Miskin Prestasi ?, Semoga Tidak Miskin WawasanPada waktu mendafatar masuk SMA, salah satu persyaratan masuk sekolah negeri tanpa tes yaitu minimal mendapat peringkat 5 besar sejak dari kelas 1 jenjang sebelumnya, ketika saya mengajukan berkas langsung diberikan nomor tes untuk hari selanjutnya, terang saja saya protes, di pengumuman PSB tertera edaran bahwa yang mendapat peringkat 5 besar pada waktu SMP/MTs. dari kelas 1 sampai kelas 3 tidak mengikuti tes seleksi siswa baru, alasan dari panitia yang sungguh membuat miris pada waktu itu adalah ketentuan tersebut berlaku untuk yang sekolah negeri saja, masalah selesai sampai di situ namun saya masih memendam kekecewaan akhirnya mengikuti seleksi.setelah melewati kelas 1 SMA, mulai penjurusan, penjurusan dilakukan dengan melihat nilai ulangan selama 2 semester ( 1 semester 3 kali ulangan + UAS) di sini kembali menuai kekecewaan saya tidak diperkenankan masuk program IPA hanya karena nilai yang tidak mendukug padahal saya mempunyai tekad dan semangat pada program tersebut, lalu ditempatkan pada program IPS. setelah melakukan negosiasi dengan mendatangakn wali murid dan mendapat jalan buntu tanpa perubahan, akhirnya saya meminta pindah ke program Bahasa, di sinilah terjadi pertukaran dengan salah seorang kawan yang pindah ke IPS dan saya menggantikannya di program Bahasa. di kelas ini saya semakin termotivasi untuk lebih giat membaca pengetahuan-pengetahuan umum dan tidak terfokus hanya pada mata pelajaran di kelas, waktu istirahat lebih nikmat duduk di perpustakaan dari pada berdesakan belanja di kantin, dan ketika sudah agak sepi barulah giliran beranjak ke kantin.ketika ditanyakan mengapa memilih program Bahasa, kebanyakan kawan-kawan menjawab mereka menghindari pelajaran sains, kenyataannya matematika pun dipelajari juga pada program Bahasa, dan jwaban dari saya ketika ditanyakan adalah "mungkin nilai saya memungkinkan di sini dan tidak diizinkan masuk IPA", jawaban dengan sedikit menunjukkan kekesalan, ibu guru tersebut pun sempat diam, akan tetapi tidak mau membahas lebih jauh. hal yang sempat membuat tersenyum ketika seorang kawan mencoba meminta solusi atas soal matematika pada seorang anak IPA yang mereka katakan lebih mumpuni, soal pun dikerjakan di aula dan saya pun mencoba mencari penyelesaiannya dengan memahami lebih teliti maksud wacana soal tersebut, stelah selesai dikerjakan ternyata hasil yang saya dapatkan berbeda dan saya perlihatkan kepada teman-teman namun mereka lebih konsisten dengan jawaban dari anak IPA tersebut, setelah orangnya pergi barulah saya teliti jawabannya, terdapat salah satu angka yang tidak dijumalahkan lalu saya jelaskan kepada kawan-kawan, barulah mereka memahami dan memaklumi. sejak saat itu saya berfifkir tidak ada orang yang lebih pintar, hanya saja dibutuhkan ketekunan dan ketelitian dalam memahami sesuatu, iya mungkin mereka biasa mendapat pujian pintar, tapi bagi saya pujian seperti itu hanyalah bentuk apresiasi yang membutuhkan pembuktian di waktu yang lain, ( bukan bermaksud menyombongkan diri, tahdduts bini'mah,, hehe).suatu waktu seleksi siswa untuk mengikuti olimpiade sains sedang berlangsung, dan sang guru/pembina menyebut mereka siswa-siswa pilihan, mungkin bagi siswa yang lain mereka bangga dipuji seperti itu, dapat mengerjakan soal-soal sains setelah dirasa cukup mumpuni barulah mereka didaftarkan untuk mengikuti olimpiade. mereka bergelut di olimpiade sedang kami bergelut dengan komunitas baru yg kami gagas, LC (Language Community), di kelompok ini diskusi ilmiah, tulis menulis dengan merebut salah satu mading, jam membaca dan improvisasi bahasa, kami coba jalankan, hanya karena keseharian anak Bahasa yang dicap nakal, kelas yang lain tidak ada yang berminat mengikuti kelompok tersebut, bahkan guru yang seharusnya mendorong minat siswa untuk berkreasi pada saat itu lebih condong mendukung Osis yang notabenenya sebagai kaki tangan mereka yang cepat mereka perintah. bahkan ketika diadakan lomba debat Bahasa Inggris, mereka lebih memilih anak IPA dari pada kami yang mengajukan salah seorang teman yang cukup mumpuni dalam Bahasa Inggris, hasilnya mereka hanya mendapatkan juara harapan, olimpiade sains juara 3 pada waktu itu, sempat terpikir pada waktu itu kalau hanya mengerjakan soal pilihan ganda itu tidak cukup menarik meningkatkan kemampuan nalar, sekiranya saja bentuknya seperti penyelesaian masalah dalam studi kasus mungkin lebih baik dalam merangsang kreatifitas berpikir, seperti halnya kami mencoba menulis dengan mengangkat beberapa isu melalui mading.beranjak ke jenjang perkuliahan lebih parah lagi, semester pertama berlomba-lomba mencari nilai tinggi rajin mengikuti perkuliahan untuk isi tanda tangan, kadang dosen juga malas, dan saya lebih memilih untuk pilah-pilah mengikuti perkuliahan dari pada duduk menghabiskan waktu di kelas tanpa ada yang saya dapatkan, perpustakaan menjadi pilihan nongkrong. ketika ujian semester usai rata-rata ipk teman sekelas di atas 3.5 sedangkan saya dengan beberapa yg lain masih bertengger di angka 3.0 bahkan ada yg di bawah 3, namun alibi yang cukup mumpuni pada waktu itu adalah, " apalah arti sebuah nilai yang penting ilmunya" ( padahal ilmu pun tak jua didapat), atau " tidak apa-apa saya mendapatkan IP rendah, tidak ada gunanya IP kalian tinggi kalau tidak ada yang mendapatkan IP rendah, ndk ada yang dibandingkan", dan bagi saya nilai hanyalah faktor keberuntungan dan pendekatan dari dosen, dosen yang sesungguhnya adalah yang memukul rata memberikan nilai dan lebih menekankan pada apa yang diberikan kepada peserta didiknya (ini asumsi pribadi,,, he).pada kasus pertama mengapa SMA Negeri mengecualikan peringkat pada sekolah swasta karena mereka berasumsi bahwa sistem pembelajaran pada sekolah swasta tidak lebih baik dari pada sekolah negeri disebabkan menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang berlomba-lomba menjaring siswa untuk kelangsungan berjalannya lembaga mereka, ini sudah dapat dikategorikan komersil, padahal sistem pembelajaran tidak jauh berbeda bahkan lebih intensif yang di swasta seperti Pondok Pesantren, dengan tambahan pembelajaran kitab dan kajian-kajian rutin. ilmu pengetahuan, wawasan bukan hanya terdapat di sekolah, sekolah hanyalah sebuah media, wawasan bisa didapatkan melalui buku, di lingkungan sekitar yang membutuhkan kepekaan peserta didik untuk mendalaminya. sekolah negeri unggul dalam fasilitas dan selalu tertarik untuk improvisasi siswa dalam mengikuti lomba-lomba maupun olimpiade yang membuat sekolah semakin dikenal luas, sedangkan sekolah swasta identik dengan minimnya fasilitas dan jarang berimprovisasi mengirimkan siswa mengikuti lomba atau semacamanya, bahkan ada juga yang beralibi tidak mendapatkan undangan. akan tetapi tidak semua hal tadi tersemat pada sekolah swasta, ada sekolah yang yang siswanya berprestasi dan pernah menjuarai olimpiade sains madrasah, akan tetapi ketika mendaftar pada program beasiswa bidik misi sekolah mereka tidak termasuk pada daftar sekolah yang dapat mengajukan siswa untuk program bidik misi, harapan pudar (tahun 2011), padahal tujuan utama program bidik misi supaya tidak ada lagi siswa berprestasi yang tidak dapat melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya, akan tetapi mereka masih memilah-milah jenis sekolah, sama dengan omong kosong. pada tahun 2014/2015 sekolah diberikan kesempatan untuk mendaftarkan diri untuk terdafatar pada program kerja sama bidik misi, ketika ada siswa yang ingin mengikuti bidik misi sekolah mereka belum terdafatar, komplain ke pihak sekolah, sampai program pendaftaran bidik misi berakhir pihak sekolah belum melakukan registrasi. sudah dikasih untung tak mau ambil pusing.Selanjutnya pada masalah penjurusan, minat, bakat serta kompetensi peserta didik pada suatu bidang tidak selamanya dicerminkan dengan nilai bagus pada saat ulangan, nilai hanyalah bentuk abstrak dari penilaian kognitif peserta didik, jika ada ujian praktik mungkin di sanalah letak kompetensi yang sebenarnya. seorang kawan pandai berbahasa inggris, akan tetapi pada saat ulangan kadang nilainya hanya bertengger pada standar kelulusan, ini juga tidak seharusnya dibiarkan. minat dan bakat seseorang seharusnyalah sebanding dengan penguasaan kompetensi kognisi dan performansi (aplikasi) dari materi yang harus dipenuhi, akan tetapi tidak menutup kemungkinan kognitif yang rendah namun kompetensi untuk aplikasinya lebih menonjol, tidak jarang juga kognitif yang tinggi namun aplikasinya kurang, dan yang ideal kedua-duanya sama-sama mendukung anatara kompetensi dan performansi, atau dalam teori konvergensi minat dan bakat didukung juga dengan pembelajaran yang memadai. namun, ketika keadaannya sudah tidak ada jalan untuk diubah tidak ada salahnya untuk mencoba menjalani dan tetap menekuni bidang yang awalnya diminati, disinilah letak multitalenta seorang peserta didik ditambah dengan wawasan yang luas melalui membaca dan berinteraksi dengan orang-orang yang sama visi dengan kita.performansi seorang peserta didik dapat diamati juga dari keaktifan dalam mengikuti pembelajaran seperti dalam kelompok diskusi, di sekolah-sekolah swasta terkadang siswa lebih condong takut untuk berimprovisasi terhadap pengembangan diri, malu mengeluarkan pendapat atau mengajukan pertanyaan ( saya juga seperti ini dulu waktu MTs.), takut salah dan yang paling pokok yaitu malas. akan tetapi untuk memuaskan keingin tahuan yang cukup tinggi, terpendam karena malu untuk diungkapkan, saya lebih memilih membaca buku yang berkaitan dengan hal tersebut, ketika tidak menemukan di buku yang satu, buku yang lain menjadi sasaran, satu permasalahan namun banyak buku tempat mencari pembenaran, ini cukup efektif memperluas wawasan tentang hal lain di samping hal yang menjadi pokok keingin tahuan kita tadi. sekarang dengan internet sudah menyebar luas, rasa ingin tahu tentang sesuatu cepat terpenuhi dengan adanya search engine yang dinamakan google, google tersebut juga cukup efektif membangun semangat membaca, yang diperlukan sekarang adalah memupuk rasa ingin tahu terhadap sesuatu dan mencari pemuasan melalui media-media tadi. salah satu cara yang cukup efektif membagun mental siswa untuk berani berimprovisasi dan pengembangan diri yaitu dengan membuat kelompok-kelompok diskusi, atau yang sekarang lebih ngetrend dengan sebutan LGD (leadrer group discousion)/FGD (focus group discousion), pada kelompok diskusi inilah dapat kita amati bagaimana proses peserta didik menyerap suatu informasi/materi dan mengolahnya kembali untuk disampaikan dengan retorika yang mudah dipahami oleh kelompok diskusi tersebut, secara bergantian anggota kelompok yang lain dituntut untuk berani mengajukan pendapat atau mengajukan pertanyaan atau membantah pernyataan yang lain dan menemukan solusi yang tepat sesuai dengan jalan berpikir mereka terhadap suatu permasalahan. yang dibutuhkan sekarang adalah semangat membaca untuk menambah wawasan sebelum memulai kelompok diskusi ini ( suatu waktu akan kita wujudkan).terkadang ketika mengikuti suatu jenjang pendidikan kita sering terfokus pada orientasi penilaian dari proses pendidikan tersebut, ini tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar, saya tidak bermaksud menjadikan ini sebagai alibi karena nilai saya rendah pada tiap jenjang pendidikan, akan tetapi ini sebagai bentuk introspeksi kita bersama bahwa walaupun kita tidak menjuarai olimpiade, walaupun tidak juara kelas, dan walaupun sekolah kita mewah (mepet sawah), atau di daerah terpencil sekalipun, namun semangat untuk berkreasi, menambah wawasan dan memiliki intelektualitas yang tinggi tidak selamanya hanya milik mereka yang mempunyai fasilitas memadai, akan tetapi di tempat kitapun dapat dilakukan dengan kemauan, tekad, rasa ingin tahu yang tinggi, dan haus akan ilmu pengetahuan. karena tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah membebaskan kita dari belenggu kebodohan, keterbelakangan pengetahuan, dan mampu melakukan inovasi dengan konsep berpikir yang membimbing ke arah perubahan tanpa melupakan nilai-nilai dan dasar dari tujuan pendidikan tersebut. wawasan yang luas melalui membaca adalah salah satu langkah awal demi tercapainya tujuan tersebut, untuk itu semangat membaca generasi muda sudah seyogyanya dipupuk dari sekarang untuk dikembangkan menjadi konsep berfikir yang dapat dituangkan melalui tulisan.otak kita diibaratkan seperti sebuah teko, dan membaca adalah cara mengisinya lalu menulis adalah bentuk penuangan dari isi tersebut. membaca dan menulis merupakan sebuah kombinasi dari pengembangan kreatifitas. maka tidak heran jika ayat pertama yang diturunkan dalam Al Qur'an adalah Iqra' (bacalah), karena dengan membaca inilah bentuk trasnfer dan penyerapan ilmu kepada kita, lalu dikuatkan dengan mahfuzat algazhali "apabila engkau mendapatkan suatu ilmu maka ikatlah dengan tulisan".semakin banyak tahu semakin aku sadar bahwa masih sedikit yang kutahu.Wallahu a'alam. (Lengkok, 21-03-15)