“Minyak dan air tidak bisa menyatu? Tunggu! Coba aduk...
Transcript of “Minyak dan air tidak bisa menyatu? Tunggu! Coba aduk...
BAB III
UNGKAPAN CINTA DARI MEREKA YANG BERBEDA
“Minyak dan air tidak bisa menyatu? Tunggu! Coba aduk terus-menerus, jangandiamkan. Mungkin kau dan di berbeda, jangan dulu berpisah, bicaralah, mungkin
kalian butuh untuk saling mengerti. Sebab pada dasarnya, seorang Ibu dapatmelihat kesalahan yang Bapak buat, begitupun sebaliknya. Tetapi anak selalu
melihat kebaikan kedua orang itu”
-M. A, Salatiga, 2016-
Dalam bab ini, penulis memaparkan atau menyajikan beberapa data fakta
yang terkait dengan topik yang penulis sedang kaji. Akan tetapi, sebelum itu penulis
akan memperkenalkan secara singkat kronologi pernikahan dari beberapa informan
pasangan beda agama yang telah penulis teliti. Pada bab ini juga, data yang
dipaparkan sengaja penulis buat secara tematik, guna memudakan pembaca untuk
melihat inti sari dari setiap observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan.
Karena alasan privasi dan beberapa alasannya lainnya, maka penting untuk
diketahui bahwa, nama-nama dari informan yang telah penulis wawancarai
disamarkan.
3.1. Informasi Tentang Informan
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan secara singkat mengenai data
diri informan beserta status pernikahannya yang telah penulis teliti sebelumnya.
Sebenarnya ada empat informan yang telah penulis teliti, namun pada bagian
selanjutnya hanya ada tiga informasi dari informan yang secara gamblang akan
penulis paparkan, bukannya tanpa alasan, menurut penulis penelitian sudah tiba
pada titik jenuh(terdapat banyak kesamaan informasi). Berikut data mengenai
informan:
Pertama, Selaku tetangga dan se-jemaat dengan penulis, keluarga pasangan
menikah beda agama Bapak Hamid (Islam) dan kekasih hatinya Citra (Kristen).
Bapak Hamid berdarah Jawa dan Ibu Citra berdarah asli Toraja. Mereka telah
menjalani hidup dalam pernikahan beda agama sejak tahun 1983 sampai saat ini
dan telah dikaruniai empat orang putra.1 Anak sulung, kedua dan ketiga beragama
Kristen, sementara yang bungsu mengikuti bapaknya beragama Islam. Mereka
adalah pemuda-pemuda gereja yang aktif, dan si bungsu yang juga adalah remaja
mesjid.
Kedua, sebut saja Muliadi berasal dari Keluarga islam yang taat. Sementara
istrinya Arini juga adalah anak seorang majelis yang dikenal aktif dalam pelayanan
gereja.2 Pasangan ini, menikah beda agama sejak tahun 1981 dan terlihat tetap
bahagia sampai saat ini. Saat penulis berkunjung ke rumah mereka, penulis sama
sekali tidak merasakan sedikitpun aura bahwa keluarga ini adalah pasangan
menikah agama, kecuali saat hari jum’at si bapak ke masjid dan hari minggu istrinya
ke-gereja bersama anak-anaknya. Suasana di dalam rumah begitu ramah dan penuh
keceriaan bersama canda tawa antara anak-ibu dan bapak. Usia pernikahan mereka
1 Hendri adalah anak kami yang pertama, sewaktu ia lahir, kami bingung mau kasi agamaapa. Soalnya kami sama sekali belum pernah ada komitmen mengenai agama anak-anak kelak.Namun pada minggu ke-dua dengan inisiatif sendiri, bapaknya menyuruh saya untuk membabtisHendri di gereja. Tidak hanya itu, saat pembabtisan bapaknya sendirilah yang menggendonganaknya di altar gereja saat anaknya dibabtis. Wawancara bersama ibu Citra dikediamannya.September 2016
2 Berdasarkan permintaan informan agar nama aslinya tidak dicantumkan. Katanya, tidakperlu pamer biar orang tau dengan sendirinya.
kini berjalan 35 tahun dan telah dikaruniai tujuh orang anak yang kesemuanya
beragama Kristen.
Ketiga, Lukas Sammin(Kristen), suku Toraja dan Istrinya Rubiati
Marundu(Islam), penduduk asli setempat Tolaki. Mereka tinggal di kompleks yang
penduduknya mayoritas beragama Islam. Secara jujur pak Lukas mengakui bahwa
pada awalnya ia sudah memiliki rencana untuk melarikan diri agar ia tidak menikah
dengan istrinya. Alasanya kerana istrinya adalah keluarga besar dan terpandang,
selain itu karena agamanya juga berbeda. Menindak lanjuti rencana tersebut, beliau
pergi ke pelabuhan untuk merantau ke Irian, namun kapal yang ditunggu tidak
kunjung datang. Dari peristiwa ini, pak Lukas lalu berefleksi bahwa, sesungguhnya
ini adalah jalan Tuhan, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena
sudah menghamili anak gadis orang di luar nikah. Setelah dilakukan mediasi oleh
keluarga, kedua belah pihak tidak ada yang sepakat untuk menikah pindah agama.
Singkat cerita, mereka sepakat untuk menikah satu-satu (beda agama) secara hukum
di kantor catatan sipil pada tahun 1986. Usia pernikahan mereka kini berjalan 30
tahun. Saat ini mereka telah dikaruniai 5(lima) orang anak, tiga laki-laki dan
diantaranya dua anak perempuan. Pada awalnya, lima anaknya kesemuanya
beragama Kristen, namun anak yang kedua pindah ke agama Islam karena alasan
menikah. Akan tetapi, anaknya itu sekarang sudah bercerai dengan istrinya.3
3 Menurut pak Lukas, “perceraian itu adalah teguran Tuhan. Anak itu telah berbohongkepada kami, katanya mau menikah satu-satu, padahal ia pindah agama. Meskipun demikian, anakdari buah pernikahannya adalah cucu kami, merawat dan mendidiknya hingga dewasa adalahtanggungjawab kami juga”. Kolaka Sep 2016.
Keempat, Jhoni Geri(Kristen) suku Toraja dan istrinya (Ny. Nining) suku
Tolaki. Menikah sejak tahun 1990 dan telah dikarunia 3(tiga) orang anak. Satu laki-
laki dan dua diantaranya ialah anak perempuan. Ketiga anak dari pasangan ini,
mengikuti bapaknya beragama Kristen. Anak pertama(perempuan) sudah menikah,
kedua(laki-laki) dan ketiga(perempuan) kini masih tercatat aktif sebagai pemuda-
pemudi gereja.
Saat ini, bapak Geri adalah seorang aktivis gereja dengan jabatan Badan
Verifikasi Keuangan Gereja(BVK), sementara istrinya juga aktif sebagai ibu-ibu
masjid yang ada di dekat rumah mereka. Berhijab adalah pakaian khas dari ibu
Nining saat berada di luar rumah.
3.2. Tidak Mungkin? Menjadi Mungkin
Kadar tertinggi dari suatu keraguan ialah ketidakmungkinan. Entah apakah
pendapat ini akan mengundang perdebatan. Namun, satu kata terpenting di balik
gagasan kata mungkin yaitu, yakin. Dengan keyakinan yang absolut manusia
didiorong sampai melampaui batas-batas kemampuannya, dan berani menabrak
sesuatu batas-batas/getho formal untuk melampaui dirinya, bahkan agamanya,
kemudian siap berselancar di tengah kuatnya arus stigma “ kurang sedap” baik itu
dari keluarga, masyarakat, ataupun para kaum agamawan.
Sama seperti yang dialami Maria ibu Yesus, ragu bahwa, tidak mungkin
seorang perawan dapat mengandung, begitupun dengan istri Abraham, Sara yang
tertawa saat diberi informasi akan mengandung diusianya yang sudah relatif tua/
monopause. Tidak terkecuali juga dengan pernikahan beda agama, ada begitu
banyak kalangan yang menganggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin dan
berdampak negatif, baik itu dari keluarga, masyarakat bahkan tokoh agama
sekalipun.
Awalnya, orang tua saya melarang katanya, kamu tidak boleh menikah bedaagama, itu tidak baik. Lalu kata pendeta, mana mungkin terang dan gelapdapat menyatu.4
Meski telah mendapat warning dan larangang dari orang tua dan pendeta,
ibu Citra tidak putus asa untuk terus melanjutkan pernikahannya. Ia dan suaminya
terus berkomunikasi dan membangun komitmen untuk tetap menikah beda agama.
Sebagai orang yang religius, beliau meyakini bahwa:
Apa yang tidak mungkin bagi bagi manusia, mungkin bagi Roh Kudus.Sebagai orang Kristen, saya meyakini oleh karena keteguhan iman sayamaka suami saya akan menjadi kudus oleh saya.5
Dari sini, menarik untuk belajar mengenai ketidakmungkinan menjadi
mugkin. Dari suatu keyakinan kemudian mendatangkan kekuatan baru yang
membawa manusia bangkit secara radikal, melawan “dirinya” dan paham yang
dipaksakan rasional oleh orang-orang di sekitarnya.
Jujur saja orang tua melarang saya untuk menikah beda agama, pendetajuga. Meski demikian, pernikahan tetap dilangsungkan karena dukungandari bebrapa keluarga yang menyetujui.6
Dalam kondisi seperti ini, orang-orang yang bermain pada area yakin ini,
dipaksa untuk keluar dari zona nyamannya, kemudian masuk dalam wilayah yang
penuh dengan resiko tanpa kepastian, dan hanya bersandar pada sebuah harapan,
keyakinan dan cinta. Bagi penulis, inilah wilayah cinta itu. Arenanya sering berada
pada jalur ketidakmungkinan, kemudian merubahnya menjadi sesuatu yang
4 Wawancara bersama ibu Citra, 2016.5 Wawancara Bersama Ibu Citra, 2016.6 Wawancara bersama ibu Arini(samaran), 2016.
mungkin. Situasi ini pula mengajarkan suatu nilai bagi para pencinta untuk
mempercayai sesuatu yang sulit untuk dipercaya. Secara radikal dapat pula
dikatakan, dalam wilayah ini, setiap manusia diundang mengasihi orang-orang yang
“tidak layak” untuk dikasihi, menurut paham keagamaan. Fakta ini semakin efektif
jika diperhadapkan dengan realitas saat ini, dimana agama dengan bangganya
mengatakan kafir kepada orang berbeda dengan agama yang dianutnya.
Dari pengalamannya, informan berikut mengajak setiap pendengarnya
untuk melihat lebih jauh hal-hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Saat
dimana, rasa takut dan malu bercampur aduk. Hampir sama seperti cerita Yunus
yang menolak panggilan Tuhan.
Waktu itu saya berencana untuk lari merantau ke-Irian, supaya tidakmenikah. Saya sudah pergi ke pelabuhan Buton, tetapi setelah lamamenunggu, kapalnya tidak kunjung datang. Mulai dari situ, saya berpikir,sepertinya ini adalah jalan-jalan Tuhan, saya harus kembali untukbertanggungjawab karena sudah menghamili anak gadis orang.7
Tidak hanya sampai di situ, setelah dilakukan mediasi oleh keluarga, dan
masing-masing bertahan pada agamanya, maka langkah tengahlah yang dipilih
yaitu menikah beda agama.
Di awal tahun pernikahan saya sudah berniat menceraikan mamanya Justo.Bahkan, saya sudah sempat memasukkan surat permohonan cerai ke-mejahijau. Tetapi dalam pergumulan itu, saya membaca Alkitab, ehh.. tiba-tibasaya temukan ayat yang bunyinya, jangan meceraikan istimu. Dari situ sayasaya kembali sadar bahwa memang sudah inilah jodoh yang Tuhan berikan.8
Sama seperti yang diungkapkan bapak Geri:
Dulu itu, saya dituduh bawa lari anak orang, padahal dia sendiri yang nekadmasuk di kamar dan bermalam di rumah. Waktu itu kebetulan juga sayaminum di rumah teman dan tidak pulang ke rumah. Paginya bapak angkat
7 Wawancara bersama Lukas sammin, 2016.8 Wawancara bersama Lukas Sammin, 2016.
saya menyuruh orang memanggil saya, karena semua keluarganya sudahramai di rumah. Pagi itu juga, saya di suruh untuk menikah padahal sayatidak berbuat apa-apa, jujur saja saya menolak. Karena waktu itu sayamenolak, maka saya harus membayar denda adat. Semua denda adat sayabayar, artinya saya sudah bebas mau pergi ke mana saja. Tapi tidak taubagaimana, akhirnya saya menikah juga dengan dia. Yaa.. mungkin sudahjodoh. Jujur waktu itu saya menikah secara Islam, tapi sebelumnya sayasudah komitmen dengan dia bahwa, setelah menikah saya akan kembalibergereja.9
Dari pengalaman-pengalaman di atas, ada tiga kata yang menarik untuk
dieksplor lebih jauh dan intensif, yaitu; “jodoh dari Tuhan”. Masing-masing
informan dalam keterbatasannya untuk menjawab realita yang dialami, mereka
menyimpulkan bahwa “jodoh dari Tuhan”. Meski kedengarannya sangat teologis,
namun begitulah adanya. Dari sini kita akan memulai sebuah babak baru dan
mencoba mengajukan pertanyaan filosofis, guna mengecek kembali “keberimanan”
masing-masing. Mengapa sesuatu yang mungkin bagi Tuhan, menjadi sesuatu yang
tidak mungkin bagi beberapa manusia, dan para petinggi agama? Dengan demikian
semakin mempertegas bahwa, wilayah ketidakmungkinan adalah wilayah yang
akan selalu berurusan dengan cinta dan Tuhan.
Bagi mereka yang betul-betul religius, dalam memaknai kehidupan
tentunya tidak akan pernah lepas dari unsur cinta dan Tuhan. Bukan sebaliknya,
mempertentangkan cinta untuk membela Tuhan atau karena berebut cinta Tuhan
manusia saling membenci. Paham seperti ini sudah berlarut-larut menyusahkan
banyak orang. Dipikirnya kasih atau cinta Tuhan akan habis, sehingga harus
diperebutkan. Jika kasih atau cinta Tuhan dianalogikan seperti matahari maka, Ia
9 Wawancara bersama Jhony Geri, 2016.
selalu adil kepada siapa pun, cahayanya diberikan kepada siapa saja tanpa
memandang strata, suku ataupun agama, semua kebagian.
Ketidakmungkinan kini menjadi suatu kesempatan untuk membuktikan
sifat kereligiusan manusia. Sekaligus hendak mengatakan bahwa, wilayah yang
“mungkin-mungkin” terlalu sederhana untuk memanggil cinta dan Tuhan.
Bukankah sudah ditegaskan, apakah faedahnya mengasihi orang yang
mengasihimu? Penjahat sekalipun pun bisa berbuat demikian. Dari
ketidakmungkinan ini, saatnya untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi the other,
sebagai suatu ekspresi menikmati indahnya keragaman yang Tuhan sudah ciptakan.
Dengan kata lain, saatnya merayakan perbedaan.
3.3. Perjalanan Cinta
Dalam kehidupan di dunia ini, tidak ada seorang pun yang jalan hidupnya
selalu semulus kain sutera, ataupun selalu sekasar kerikil di tepian jalan. Mulai dari,
Socrates, Yesus, Muhammad, Karl Marx, Mahatmah Gandhi, Bunda Teresa sampai
yang paling dekat dengan kita saat ini Ahok juga mengalami banyak hambatan
meski, pada hakikatnya mereka adalah praktisi yang mempraktekkan nilai-nilai
kemanusiaan, dengan memperjuangkan kebenaran dan kadilan untuk kemaslahatan
orang banyak. Begitulah dinamika hidup.
Dari pemaparan di atas, penulis mau katakan bahwa dalam pernikahan beda
agama juga tidak selalu berjalan dengan mulus, ada kalanya kesalapahaman terjadi,
dan bahkan dapat mengancam keutuhan pernikahan. Bagi “pencinta” kenyamanan,
bukan di sini tempatnya. Di sini adalah wilayah orang-orang yang penulis sebut
sebagai “pencipta” kenyamanan. Semua orang tentunya cinta kenyamanan, akan
tetapi tidak semua orang dapat menciptakan kenyamanan.
Sebagai ibu rumah tangga, awalnya saya selalu protes, karena setiap hariminggu ada uang ini dan uang itu yang harus di setor ke gereja. Maklumtidak terbiasa. Tetapi setelah om jelaskan berulang-ulang barulah sayamengerti dan mulai merasa tidak terbeban untuk mengelurakan uang setiaphari minggunya.10
Dalam kasus di atas, mengambarkan terjalinnya sebuah dialog secara
kontinu, yang memungkinkan terciptanya suasana saling memahami bentuk-
bentuk atau rutinitas agama masing-masing. Akan tetapi, hal ini menjadi tantangan
baru, karena sudah merasa nyaman dengan saling memahami tersebut, bapak Lukas
mencoba mengajak istrinya untuk pindah ke agama Kristen.
Saya cemburu melihat orang-orang pergi bergereja bersama istrinya, sayajuga mau begitu. Tapi istri saya bilang, tidak usah cemburu, banyak jugaorang yang menikah beda agama tapi mereka juga bahagia. Di situ sayakembali sadar, kesemuanya bisa akur meski berbeda agama, kesemuanyahanyalah pekerjaan Tuhan. Sejak itu, saya tidak pernah lagi berniat untukmengajak istri saya pergi ke gereja.11
Jika menilik lebih jauh konteks di atas, untuk sebuah kenyamanan dan
kebahagian tidak baik jika bercermin kepada orang lain, sebab akan memunculkan
sikap egois. Kemudian berdampak pada munculnya sifat ingkar terhadap
komintmen yang sudah disepakati bersama. Sama seperti perjalanan cinta Jamal
Mirdan dan Lidya Kandau, pasangan ini awalnya dikenal sebagai pasangan beda
gama yang harmonis. Namun, karena ada politisasi agama dari Jamal Mirdad
terhadap Lidya Kandau, sehingga penikahan ini menjadi bubar.
10 Wawancara bersama Rubiati di rumahnya, okober 2016.11 Wawancara bersama Bapak Lukas di rumahnya, oktober 2016
Dalam perjalanan cintanya, bagi ke empat informan semua sepakat bahwa,
terkadang ada banyak provokator, baik itu datangnya dari keluarga, jemaat dan
rekan sekerja. Dari kasus ini, tanggapan ibu Citra menarik untuk penulis sajikan,
sebagai berikut:
Dalam kasus ini, memang ada beberapa rekan yang mencoba menggoda,menyuruh saya untuk merayu suami agar masuk/pindah ke agama Kristen.Begitu juga sebaliknya, om juga begitu. Tetapi, saya dan om cuek saja, kitasudah terlanjur komitmen menikah satu-satu.12
Terhadap susuatu yang mengancam suatu kerukunan, sebaiknya “cuek
saja”. Tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Tetap teguh dan berjalan bersama
komitmen adalah wujud atau ekspresi tetap hidup dalam janji suci/kudus. Begitulah
kenyataan dinamika kehidupan.
3.4. Kekeluargaan
Dalam pernikahan, terjalinnya tali kasih kekeluargaan adalah hal yang baik.
Hidupnya komunikasi antara suami dan istri, anak dan orang tua, merupakan
pertanda keluarga harmonis. Selain itu, jalinan silahturhmi keluarga secara
luas(kedua belah pihak) harus terus menerus dibangun, sehingga memungkinkan
kita untuk mendengar seruan, kakek, nenek, om, tante, sepupu meski dalam
jalaninan primordial beda agama.
Seperti yang telah penulis paparkan di awal bab ini bahwa, sewaktu
berkunjung ke rumah salah satu informan, penulis sama sekali tidak merasakan
adanya aura pernikahan beda agama, kecuali hari jum’at, si bapak ke Masjid dan
12 Setelah mengucapkan kalimat di atas beliau tersenyum, wawancara bersama ibu Citra.2016.
hari minggu ibu beserta anak-anak ke Gereja. Pernyataan menarik dari bapak
Muliadi(samaran) saat penulis tanyai mengenai perasaannya terhadap fakta bahwa
semua anaknya(tujuh orang) beragama kristen, beliau dengan santai menjawab:
Tidak masalah, yang penting mereka tetap anak saya. Justru karenamerekalah yang memotivasi saya untuk semakin menjadi orang tua yangbertanggung jawab.13
Bapak itu orangnya sabar, tidak suka singgung-singgung masalah agama.Bapak akur sama semua besan-besannya yang ber-agama Kristen. Bahkan,untuk mengisi hari pensiunnya, bapak selalu berkunjung ke rumah-rumahbesannya.14
Fakta seperti ini tentunya memberikan pukulan telak terhadap mereka yang
menikah se-agama, namun dalam kesehariannya hidup dengan kebencian. Apalagi
jika diperhadapkan dengan maraknya percereraian pasangan menikah se-agama.
Bagi informan lain, Bagaimana hubungan keluarga dari kedua belah pihak?
Menjawab pertanyaan tersebut informan dengan bersahaja mengatakan:
Hubungannya baik-baik saja, tidak ada yang mempersoalkan karena ituadalah hubungan yang sifatnya pribadi. Keluarga-keluarga om sering kerumah, om juga selalu menyambut dengan ramah keluarga saya. Selain itu,orang tua saya yang dulunya tidak setuju, kini tidak mempersoalkan itu lagi,antara keluarga saya dan om kini akrab dan akur-akur saja.15
Lewat peristiwa-peristiwa seperti ini, penulis tegaskan bahwa bukan hanya
pasangan beda agama yang dapat menjalin hubungan kekeluargaan seperti ini.
pernikahan seagama pun bisa dan sangat bisa. Tinggal bagaimana menjalin
komunikasi yang baik, membuka diri dan sadar bahwa pada hakikatnya pernikahan
selalu mempertemukan kedua belah pihak bahkan lebih. Dalam kondisi seperti ini,
13 Wawancara bersama bapak Muliadi(samaran), 2016.14 Wawancara bersama Anthy(anak ke-tiga) dari pasangan Muliadi dan Airin. 2016.15 Wawancara bersama Ibu Citra, 2016.
membangun relasi secara intensif terhadap keluarga menjadi modal sosial dan
kecintaan, kesyukuran atas pernikahan itu.
3.7. Toleransi
Kata “aku mengerti kamu, kamu mengeti aku” adalah penjelasan singkat
mengenai arti toleransi itu sendiri. Dalam prakteknya, sebagai bangsa yang terkenal
keberaneka ragamannya, maka kata toleransi adalah salah satu instrumen perekat
agar bisa hidup berdampingan. Secara khusus bagai mereka yang menikah berbeda
agama kata toleransi tentunya bukanlah kata sekaligus praktek yang asing bagi
mereka.
Beda agama bukanlah kendala menurut mereka, sikap toleransi, saling
menghargai kepada pasangan adalah dasar dari kokohnya pernikahan yang telah
dijalani kurang lebih 33 tahun bagi keluarga.
Kalau bukan karena saling menghargai dan mau hidup saling toleransi,maka pernikahan ini sudah lama bubar, saya harus mengerti om dan om jugamengerti saya.16
Artinya, di antara mereka tidak ada saling memaksakan untuk berpindah
agama. Melainkan, saling mendukung dalam menjalankan rutinitas agama masing-
masing. Hal ini terbukti lewat keterlibatan pada saat puasa, lebaran, natal yang
informan lalui dengan suka cita bersama suami tercinta. Suka cita tersebut
bertambah harmoni lewat perkunjungan dari pihak keluarga baik itu Islam maupun
Kristen atau kerabat dan tetangga sekitar.
Menurut Anthy(anak ke-tiga)
16 Wawancara bersama ibu citra, 2016.
Kalau bulan puasa son, saat jam berbuka puasa kita ramai sekali temanibapak berbuka, padahal hanya bapak saja yang puasa, kue dan minumandingin banyak kami sediakan, sementara bapak makannya hanya sedikit.Sisanya juga biasa kami bagikan ke-tetangga yang ber-agama Kristen. Jadibagi saya, keluarga ini banyak mengajarkan mengenai pentingnya artiperbedaan dan toleransi.17
Kemudian dari informan lainnya, setelah melakukan observasi, letak posisi
rumah informan rupanya berada di dekat masjid dan sekitarnya adalah perumahan
penduduk yang mayoritas Islam. Sehingga yang menjadi pertanyaan pentingnya
ialah, bagaimana toleransi dengan tetangga? Dengan semangat beliau menjawab:
Tidak ada masalah, rumah ini selalu ramai, apalagi saat kumpulan(bidston)para tetanggalah yang datang membantu, setelah ibadah selesai mereka jugayang membantu cuci piring, kami makan bersama, dan juga tertawabersama, kalau ada sisa makanan kami juga membagikannya ke tetangga.Secara khusus untuk para pemuda-pemuda islam daerah sini, saat natal tiba,merekalah yang super sibuk mempersiapkan bambu dari hutan, daun pisang,kupas kelapa, sampai pembakaran untuk membuat piong(lemang/nasibambu)”. Suasana natal dan lebaran sangat terasa di rumah keluarga ini, darikeluarga Islam maupun Kristen silih berganti berkunjung,bersilahturahmi.18
Bukan hanya itu saja, istri bapak Lukas ini sering mengantar-jemput
anaknya ke sekolah minggu. Membantu ibu-ibu di gereja saat ada kerja bakti, juga
acara-acara lainnya dan sama sekali tidak jijik meski harus mengiris daging babi.
Selain itu, dalam perayaan paskah ia juga sering mengambil bagian mewakili kaum
ibu dalam berolah-raga di rayonnya. Pernah mendapat protes dari ibu-ibu dari rayon
lain karena agamanya berbeda, namun karena pertimbangan serta kebijaksanaan
dari panitia pelaksana, ia tetap diberi kesempatan untuk lanjut bermain membela
17 Wawancara bersama Anthy(anak ke-tiga dari pasangan beda agama). 201618 Lukas Sammin, dalam setahun kami merayakan dua hari raya besar keagamaan. Kami
senang, semua keluarga bisa berkumpul, makan sama-sama, dan tertawa bersama. Kami adalahkeluarga besar, kebetulan juga Istri saya adalah orang asli sini. 2016.
rayonnya. Sebaliknya, jika ada gotong royong di Masjid, pak Lukas dan Geri,
selalu menyempatkan diri untuk membantu baik itu secara fisik maupun materil.
Sebenarnya tolaransi dapat dimulai dengan hal-hal yang sederhana. Tidak
butuh uang banyak. Berbagi perhatian, waktu dan canda tawa sudah memberi efek
yang relatif signifikan dan memberi andil positif. Hanya saja bagi beberapa orang,
untuk memulai hal ini sedikit sulit.
3.8. Prinsip dan Pesan
Kokohnya suatu pernikahan tentunya memerlukan suatu prinsip yang
matang. Tidak terkecuali bagi mereka yang menikah beda agama. Di akhir
wawancara informan mengutarakan beberapa prinsip dalam menjalani pernikahan
beda agama yaitu; saling menghargai, hindari perdebatan mengenai agama, tetaplah
teguh terhadap iman percaya, jangan ada usaha politisasi untuk menarik pasangan,
tetap saling mengasihi dalam kata dan perbuatan. Lalu, jika ada di antara pasangan
yang hendak menikah beda agama dan tidak mengikuti prinsip di atas, sebaiknya
jangan.19
Telah kita ketahui bersama bahwa, banyak hambatan sebelum menikah.
Namun, apa alasan yang kuat sehingga tetap ingin melangsungkan pernikahan beda
agama? Jawab informan “Itu adalah hal yang paling prinsip. Karena hal itu hal
prinsip, maka dari sekian orang hanya satu pasangan yang dapat mengalaminya
yaitu antara saya dan om”. Setelah menyimak lebih jauh, prinsip yang informan
19Wawancara bersama ibu Citra, 2016.
maksud ialah “kekuatan cinta”. Menurut informan, karena kekuatan cinta yang
mereka miliki, sehingga setiap rintangan yang ada dapat dihadapi.20
Jangan menikah beda agama jika tidak mampu saling menghargai, tidak
usah menikah beda agama jika tidak siap menerima segala konsekuensinya. Jika
harus menikah beda agama, tetaplah pada iman dan tunjukkanlah dirimu sebagai
orang yang beriman, karena dengan demikian mereka dapat menerima dan paham
akan keadaan.21
Menjalani kehidupan sebagai keluarga menikah beda agama memang
memiliki keunikan tersendiri. Seperti yang dialami keluarga bapak Lukas, rupanya
seiring berjalannya waktu masih ada saja provokator-provokator yang berusaha
merusak hubungan mereka. Meski demikian, bagi pak Lukas dan istrinya
menghidupi tiga prinsip yang membuat perjalanan pernikahan tetap baik-baik saja,
yaitu; pertama, tanggung jawab, anak, serta sebagai orang kristen malu hukumnya
untuk bercerai. Kedua karena cinta sehingga hubungan ini tetap bertahan, ketiga,
sikap saling pengertian.22
Kebalikan dari manusia religius adalah manusia tanpa cinta, “barang siapa
tidak mengasih, ia tidak mengenal Tuhan”. Kayakinan, kekeluargaan, toleransi,
pengertian, yang diikat dalam kekuatan cinta adalah sumbangan terbesar Tuhan
kepada manusia. Manusia diharapkan mengunakan semua intrumen tersebut untuk
mendukung kehidupan di muka bumi ini. Bukan malah meruduksi menjadi sesuatu
yang kaku.
20 Wawancara bersama ibu Airin, 2016.21 Wawancara bersama ibu Airin, 2016.22Lukas Sammin, karena cinta kami tetap bertahan walaupun ada banyak provokator. Kami
memang berbeda agama, tetapi dengan cinta dan saling pengertian maka kami bisa bersartu.
Jadi lewat ini, cinta merupakan pemberian sepenuhnya, suatu komitmen,
pengetian, saling memahami, tanpa sayarat. Sebab cinta kasih bukanlah soal
ekonomi yang memperhitungkan untung rugi, atau semacam investasi yang
memikirkan keuntungan masa depan. Cinta merupakan, pemberian diri secara total
dengan sebuah prinsip “apapun yang terjadi di masa depan” adalah resiko yang
harus diterima. Para pencinta justru adalah orang-orang yang berani mengambil
posisi ini, meski banyak orang-orang disekitarnya menganggapnya “salah”,
kesemuanya itu dilakukan demi membela hak-haknya dan mempertahankan cinta
mereka.