Minggu2.an.pencernaan

72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masalah dalam pencernaan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak terutama bayi. Gangguan pada pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan bawaan dan gangguan akibat infeksi. Kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut (labioskisis, labio-palato-skisis), esophagus (atresia esophagus dengan atau tanpa fistula trakeo-esofagus, kalasia dan akalasia), pylorus (stenosis pylorus hipertrofik kongenital) dan gangguan pasase di daerah duodenum (obstruksi total, obstruksi parsial, kelainan akibat meconium), atresia rekti dan anus imperforate, penyakit Hirschsprung, obstruksi biliaris dan omfalokel. Gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans), basil coli (Escherichia coli), virus, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera dan parasit. Gastroenteritis ataupun diare merupakan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus. Luasnya daerah permukaan saluran cerna dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara 1

Transcript of Minggu2.an.pencernaan

Page 1: Minggu2.an.pencernaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah dalam pencernaan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian

pada anak terutama bayi. Gangguan pada pencernaan pada bayi dan anak dapat

disebabkan oleh kelainan bawaan dan gangguan akibat infeksi.

Kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut (labioskisis, labio-palato-skisis),

esophagus (atresia esophagus dengan atau tanpa fistula trakeo-esofagus, kalasia dan

akalasia), pylorus (stenosis pylorus hipertrofik kongenital) dan gangguan pasase di daerah

duodenum (obstruksi total, obstruksi parsial, kelainan akibat meconium), atresia rekti dan

anus imperforate, penyakit Hirschsprung, obstruksi biliaris dan omfalokel.

Gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans), basil coli

(Escherichia coli), virus, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera dan parasit.

Gastroenteritis ataupun diare merupakan suatu kondisi buang air besar yang tidak

normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai

atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada

lambung atau usus. Luasnya daerah permukaan saluran cerna dan fungsi digestifnya

menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan

lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi

traktus gastrointestinal, di samping itu karena sistem dan barier mukosa usus setelah bayi

lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap

ancaman infeksi.

Diare menular akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta

elektrolit pada bayi dan anak-anak. Selain itu, Diare akut masih merupakan salah satu

penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang sedang

berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan

3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih merupakan penyebab penting

kematian kepada anak-anak di Negara-negara berkembang. Kombinasi paparan

lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya

kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK, 1993)

1

Page 2: Minggu2.an.pencernaan

Di samping itu, penyakit yang berkaitan dengan masalah infeksi pada pencernaan

yaitu thypus abdominalis. Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit

typhus. Namun, dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid Fever.

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di

Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini

tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi.

Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun.

Demam tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan

masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara sedang

berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup

banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di mana-mana.

Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak

besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-

3:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik yang disebabkan kuman batang

gram negatif Salmonella Typhi maupun Salmonella Para Typhi A, B, C. Penyakit ini

ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut,

dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan

untuk cara hidup bersih. (Ngastiyah, 2005)

Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul

penyakit ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat

ditegakkan agar penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya

penyakit yang mungkin terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid

diantaranya yaitu hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati

yang disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan

nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari makalah terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari

penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai asuhan

2

Page 3: Minggu2.an.pencernaan

keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan

tifus abdominalis atau demam typoid. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:

1. Mengetahui tentang definisi, faktor-faktor penyebab, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, patofisiologi, gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi pada penyakit

diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.

2. Mengetahui pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, penyusunan intervensi,

melakukan implementasi dan evaluasi pada pasien dengan masalah pencernaan yaitu

diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.

3. Mampu melakukan keterampilan dalam pemasangan infus, menghitung kebutuhan

cairan dan keterampilan tepid sponge.

1.3 MANFAAT

Manfaat penulisan makalah adalah sebagai berikut:

1. Manfaat pengetahuan

Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan terutama dalam asuhan

keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan

tifus abdominalis atau demam typoid.

2. Manfaat praktis

a. Bagi profesi

Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan

khususnya tentang asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu

diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.

b. Bagi orang tua

Memberikan masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam memberikan perawatan

pada anak saat terserang penyakit diare dan demam typhoid.

c. Bagi peneliti

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan

masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam

typoid.

1.4 METODELOGI PENULISAN

3

Page 4: Minggu2.an.pencernaan

Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah

dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari

berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penulisan

1.3 Manfaat Penulisan

1.4 Metodologi Penulisan

1.5 Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

4

Page 5: Minggu2.an.pencernaan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DIARE DAN GASTROENTERITIS

2.1.1 DEFINISI

Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus.

Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah

yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan

gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009)

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih

dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula

bercampur lendir dan darah atau darah saja. (Ngastiyah, 2002).

Diare adalah keadaan di mana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami

defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk. (Lynda Juall Carpenito,

2001).

Jenis diare antara lain :

1)      Menurut perjalanan penyakit

Akut   : jika < 1 minggu

Berkepanjangan : antara 7 – 14 hari

Kronis : > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi

Persisten : > 14 hari, disebabkan oleh infeksi

2)      Menurut patofisiologi

Gangguan absorbsi

Gangguan sekresi

Gangguan osmotik

3)      Menurut penyebab

Infeksi

Konstitusi

5

Page 6: Minggu2.an.pencernaan

Malabsorbsi

4)       Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare mungkin juga disertai

dengan penyakit lain. Seperti : demam, gangguan gizi dan penyakit lainnya.

2.1.2 ETIOLOGI

Etiologi dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor infeksi

a) Infeksi enteral, yaitu infeksi pada saluran pencernaan dan merupakan penyebab

utama diare pada anak, meliputi :

1). Infeksi Bakteri : E.Coli, Salmonella, Shigella SPP, Vibrio Cholera

2). Infeksi Virus : Enterovirus, Protozoa, Adenovirus

3). Infeksi Jamur : Protozoa, Candida SPP, Entamoeba Histolityca

b) Infeksi parental, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,

seperti OMA, broncopneumonia, tonsilofaringitis.

2. Faktor malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat

Malabsorbsi lemak (LCT)

Malabsorbsi protein

Malabsorfsi mineral

3. Obat-obatan : zat besi, antibiotika

4. Post pembedahan usus

5. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, makanan pedas

dan asam.

6. Faktor psikologis: misalnya ketakutan atau jenis-jenis stress tertentu yang

diperantarai oleh stimulasi usus oleh saraf para simpatis.

7. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan

terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

2.1.3 MANIFESTASI KLINIS

6

Page 7: Minggu2.an.pencernaan

1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu

makan berkurang.

2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai

wial dan wiata.

3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.

4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam

akibat banyaknya asam laktat.

5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun),

ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan

berat badan.

6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun, suhu

tubuh meningkat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen,

sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.

7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan

dalam. (Kusmaul).

2.1.4  KOMPLIKASI

Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat

terjadi berbagai macam komplikasi, seperti :

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).

2. Renjatan hipovolemik

Terjadi pada dehidrasi berat akibat kehilangan cairan yang besar, maka

jantung akan bekerja lebih cepat.

3. Hipokalemia

Kalium rendah < 3,5, keletihan otot, kembung. Ileus paralatik terjadi karena

kurangnya total kalium tubuh. Gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,

bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).

4. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik dan malnutrisi energi protein

7

Page 8: Minggu2.an.pencernaan

Dapat terjadi karena serum natrium > 165 m.mol kehilangan air sama dengan

kehilangan natrium, biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik selama diare.

5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena

kerusakan vili mukosa, usus halus.

2.1.5 PATOFISIOLOGI

Diare disebabkan karena ketidaknormalan absorbsi air dan elektrolit.

Transport air dan elektrolit ini terjadi di dalam sistem pencernaan meningkat pada

usia anak – anak. Mukosa usus pada anak kecil lebih permeabel dari pada anak yang

lebih dewasa. Karena pada anak kecil dengan peningkatan osmolalitas menimbulkan

diare, banyak cairan dan elektrolit akan hilang pada anak yang lebih dewasa. Diare

dapat disebabkan karena proses patologik. Organisme masuk pada mukosa epitel,

berkembang biak pada usus dan menempel pada mukosa usus serta melepaskan

enterotoksin yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas absorbsi cairan dan

elektrolit. Interaksi antara toksin dan epitel, usus menstimulasi enzim Adenilsiklase

dalam membrane sel dan mengubah cyclic AMP yang menyebabkan peningkatan

sekresi air dan elektrolit. Proses ini disebut diare sekretorik. Pada proses invasi dan

pengrusakan mukosa usus.

Pada pemeriksaan histology, bakteri dapat menyebabkan ulserasi superficial

pada usus dan dapat berkembang biak di sel epitel. Sedangkan bila bakteri menembus

dinding usus melalui plague peyeri di ileum maka akan diikuti dengan multiplikasi

organisme intraselular dan organisme mencapai sirkulasi sistematik.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

1. Gangguan osmotic

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul

diare.

2. Gangguan sekresi

8

Page 9: Minggu2.an.pencernaan

Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya

timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus

menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul

diare.

9

Page 10: Minggu2.an.pencernaan

2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan feces:

a. Makroskopis dan mikroskopis

b. PH dan kadar gula dalam tinja

c. Bila perlu diadakan uji pemeriksaan biakan dan resistensi bakteri

2. Pemeriksaan darah : leukositosis 13.000-22.000/mm3

3. Analisa gas darah : base excess rendah

4. Pemeriksaan serum elektrolit : natrium dan kalium menurun, kalsium dan fosfat.

5. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

2.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS

Prinsip utama penanganan Gastroenteritis adalah:

Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit

Mengembalikan fungsi normal system pencernaan

Mencegah penyebaran infeksi pada orang yang kontak dengan anak diare.

Dasar pengobatan diare adalah:

10

Page 11: Minggu2.an.pencernaan

Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah

pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan cairan per usia

Dietetik ( cara pemberian makanan)

Obat-obatan : antidiare, antispasmolitik, antibiotika, antipiretik

Derajat Dehidrasi

Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi

berdasarkan:

    Kehilangan berat badan

    - Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.

    - Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.

    - Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO

a. Dehidrasi ringan

- Diare : bab kurang dari 4 kali sehari

- Muntah sedikit, rasa haus normal

- Denyut nadi normal, atau meningkat

- Membran mukosa kering

- Berat badan turun : anak 3 % dan bayi 5 %

- Tekanan darah dalam batas normal

- Turgor kulit kurang baik

b. Dehidrasi sedang

- Kehilangan berat badan : 6% dan bayi 10%

- Mengantuk dan lesu

- Pucat eksremitas dingin

- Diare 4-10 kali sehari

- Muntah beberapi kali

- Mata cekung, mulut/ lidah kering

- Turgor kulit tidak elastis11

Page 12: Minggu2.an.pencernaan

- Nafas dan denyut nadi agak cepat

- Ubun-ubun cekung

c. Dehidrasi berat

- Sangat mengantuk, lemah

- Diare lebih dari 10 kali sehari

- Sering muntah

- Air mata tidak ada, mulut dan lidah sangat kering

- Elastis kulit sangat lambat

- Nafas dan denyut nadi sangat cepat, ubun-ubun sangat cekung

- Berat badan turun : anak 9% dan bayi 15%

Dasar pengobatan diare adalah :

    Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.

   1. Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan

yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak

diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan

dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,

sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena

banyak mengandung NaCl dan sukrosa.

  2. Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:

   a. Untuk anak umur 1 bln -2 tahun berat badan 3-10 kg

      1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1

ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

      7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1

ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

12

Page 13: Minggu2.an.pencernaan

      16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

  b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

      1 jam pertama :30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10

tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

  c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

      1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7

tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

      7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3

tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

      16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

   d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

      Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis

cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %.

      Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml =

15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

   e. Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa

10% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %).

Pengobatan dietetik: Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun

dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:

      - Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh)

      - Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)

     - Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu

yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak

jenuh.

13

Page 14: Minggu2.an.pencernaan

Rehidrasi Sebagai Prioritas Utama Terapi

Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang

cepat dan akurat, yaitu:

1.      Jenis cairan yang hendak digunakan

Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia

cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan

dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik

(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap

satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan

cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.

2.      Jumlah cairan yang hendak diberikan.

Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai

dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan

dapat dihitung dengan cara/rumus:

-        Mengukur BJ Plasma

      Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:

          BJ Plasma - 1,025

       ———————- x BB x 4 ml

               0,001

-        Metode Pierce :

      Berdasarkan keadaan klinis, yakni:

ª      diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg   BB

ª      diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg  BB

ª      diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

3.   Jalan masuk atau cara pemberian cairan

14

Page 15: Minggu2.an.pencernaan

Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan

orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl

stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga

setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.

4.   Jadwal pemberian cairan

Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor

diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat

mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada

kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi

diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, anak diberi rehidrasi oral seperti

Pedialyte, Ricelyte, atau Lytren untuk bayi dan anak yang masih kecil. Gatorade

diberikan untuk anak yang lebih besar. Minuman yang mengandung karbonat dan

gula sebaiknya tidak diberikan karena fermentasi gula dalam saluran pencernaan

dapat menyebabkan peningkatan gas, distensi abdomen, dan meningkatkan frekuensi

diare.

Untuk dehidrasi berat, rehidrasi dengan pemberian cairan intravena yang sesuai

untuk mengkoreksi ketidakseimbangan yang spesifik. Anak dipuasakan untuk

mengistirahatkan usus. Bila dehidrasi sudah teratasi dan diare sudah berjurang, anak

dapat mulai makan bertahap.

Bila diare disebabkan oleh bakteri/ parasit, maka terapi antibiotika diberikan.

Absorbent seperti Donnagel dan Kaopectate dapat merubah bentuk tinja, tetapi tidak

dapat menurunkan jumlah kehilangan cairan.

Pemberian cairan.

Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan

tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu

diperhatikan :

a. Memberikan asi.

b. Memberikan bahan makanan yang mengandung

kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

15

Page 16: Minggu2.an.pencernaan

c. Obat-obatan.

Racecordil  adalah Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak

menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak

mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah

penting, tidak menyebabkan ketergantungan.

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara

emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan

longitudinal usus.

Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap

Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan

Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran

pencernaan.

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur

filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan

menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.

2.1.8 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Identitas

a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,

pendidikan, alamat.

b. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,

hubungan dengan pasien, alamat.

2. Riwayat keperawatan.

Awalan serangan: gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul

diare.

Keluhan utama: frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.

4. Riwayat psikososial keluarga

16

Page 17: Minggu2.an.pencernaan

Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi

keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan

pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi

dengan marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar.

Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali

sehari,BAK sedikit atau jarang.

Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan

penurunan berat badan pasien.

Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang

akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri

akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik

-    Tanda-tanda vital

Suhu badan : mengalami peningkatan

Nadi : cepat dan lemah

Pernafasan : frekuensi nafas meningkat

Tekanan darah : menurun

-    Antropometri

Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran

kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami

penurunan berat badan.

-   pemeriksaan fisik persistem

1. Pernafasan

Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.

2. Cardiovasculer17

Page 18: Minggu2.an.pencernaan

Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.

3. Pencernaan

Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer

4. Perkemihan:  Volume diuresis menurun.5. Muskuloskeletal: Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.

6. Integumen:  lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek

7. Endokrin:  Tidak ditemukan adanya kelaianan.

8. Penginderaan:  Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan

9. Reproduksi:  Tidak mengalami kelainan.

10. Neorologis:  Dapat terjadi penurunan kesadaran.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekuensi

BAB yang berlebihan.

4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anaknya.

5. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi

berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi

dan atau keterbatasan kognitif.

6. Kecemasan anak berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

lingkungan yang baru.

18

Page 19: Minggu2.an.pencernaan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan

Tujuan : keseimbangan cairan pasien kembali normal.

Kriteria hasil :

Intake dan output seimbang

Diare berhenti

Turgor kulit baik

Tidak mual dan  muntah

Mukosa bibir lembab

Kadar elektrolit dalam batasan normal :

* Natrium = 3,5 –5,5 mEq/l

*Kalium = 135-145 mEq/l

Intervensi :

1. Lakukan pendekatan pada penderita.

R : memudahkan kerja sama antara perawat dan klien.

2. Catat frekuensi, jumlah dan konsistensi faces yang keluar.

R : memudahkan membuat asuhan keperawatan secara tepat untuk intervensi

selanjutnya.

3. Anjurkan penderita untuk minum banyak (sedikit-sedikit sering).

R : untuk mengganti caiaran yang hilang.          

4. Kolaborasai dengan tim dokter dalam pemberian obat dan infus.

R : terapi yang tepat dan cepat dapat mempercepat kesembuhan dan mencegah

komplikasi secara dini.

5. Monitoring tanda-tanda dehidrasi.

R : mendeteksi secara dini tanda-tanda dehidrasi.

6. Anjurkan penderita untuk tidak makan makanan yang merangsang timbulnya

diare.

R : untuk mencegah diare lebih lama lagi.

19

Page 20: Minggu2.an.pencernaan

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubuingan dengan mual dan muntah

Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh pasien dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

Intake nutrisi yang adekuat.

Mual, muntah tidak ada.

Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan.

Hb dalam batas normal = 12-17 gr%

Klien tidak terlihat anemis

Intervensi :

1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

R : memudahkan kerja sama antara perawat dan klien.

2. Kaji tingkat nutrisi klien.

R : untuk mengetahui keadaan nutrisi klien.

3. Beri makanan dalam porsi kecil tetapi sering.

R : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.

4. Hitung BB

R: untuk mengetahui apakah ada penurunan berat badan selama perawatan.

5. Kolaborasi dengan tim medis (kokter) dalam pemberian terapi.

R: untuk mengetahui jenis obat yang dapat diberikan.

3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,

frekwensi BAB yang berlebihan.

Tujuan: gangguan integritas kulit dapat teratasi.

Kriteria hasil:

Integritas kulit kembali normal.

iritasi tidak ada.

tanda-tanda infeksi tidak ada

20

Page 21: Minggu2.an.pencernaan

Intervensi:

1. Observasi bokong dan perineum dari infeksi.

R: membantu dalam melakukan intervensi selanjutnya

2. Kaji integritas kulit

R: untuk mengetahui tingkat kerusakan kulit akibat sering terpapar feses

3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antipungi dan antibiotic

sesuai indikasi.

R: membantu mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan integritas kulit

4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan

anaknya.

Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.

Intervensi :

1. Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan

balik tentang

Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif

pemecahan masalah

2. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang

tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama.

Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien

bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian

3. Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus

dalam membantu klien.

Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan

kecemasan

21

Page 22: Minggu2.an.pencernaan

5. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah

interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.

  Tujuan : Keluarga  akan  mengerti  tentang  penyakit  dan  pengobatan

anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.

  Intervensi :

1. Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan

tentang penyakit dan perawatan anaknya.

Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan

mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.

2. Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap

gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.

Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan

partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien

3. Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian

serta efek samping yang mungkin timbul

Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam

pengobatan.

4. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi

Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap

kebutuhan perawatan diri anaknya

6. Kecemasan anak berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

lingkungan yang baru.

Tujuan :  Kecemasan   anak   berkurang   dengan   kriteria   memperlihatkan

tanda-tanda  kenyamanan

  Intervensi:

1. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi

dalam perawatn yang dilakukan.

22

Page 23: Minggu2.an.pencernaan

2. Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress

3. Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat

perkembangan klien

Rasional : Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun.

2.2 DEMAM TIFOID (TIFUS ABDOMINALIS)

2.2.1 DEFINISI

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut

yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari

satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI,

1985)

Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari

kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul

dalam wabah. (Markum, 1991).

Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 –

14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus

yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan

enteritis akut.

2.2.2 ETIOLOGI

Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama

kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.

Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan

tidak membentuk spora. Salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada

media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan maltosa, tetapi tidak dapat

mempermentasikan laktosa. Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen

yaitu:

1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan

berifat sfesifik group.

23

Page 24: Minggu2.an.pencernaan

2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada

dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.

3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di

kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.

4. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi

merupakan bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran

sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan

sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan

cairan kedalam membrane sitoplasma.

Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. Sumber penularan

berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam

fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002)

Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhi A, dan

Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak

berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI.

Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen

tersebut. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 –

41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.

2.2.3 MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas 10-20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui

makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri kepala, pusing tidak bersemangat dan nafsu makan kurang.

Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah:

1. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris

remiten yaitu terjadi pada sore dan malam hari dan suhu tidak tinggi sekali. Selama

24

Page 25: Minggu2.an.pencernaan

minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun

pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua

pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsung

turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2.  Gangguan pada saluran pencernaan.

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut

kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.

Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.

3. Gangguan Kesadaran

Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis

sampai somnolen., jarang terjadi sopor, koma atau gelisah ( kecuali penyakit berat

dan terlambat mendapatkan pengobatan). (Ngastiyah, 2005)

2.2.4 KOMPLIKASI

Pada usus halus, umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.

a.   Pendarahan usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.

Jika pendarahan banyak dapat terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan

tanda – tanda renjatan.

b.   Perforasi usus

Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara

di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara

hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

c.   Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi terdapat terjadi tanpa perforasi usus.

Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen

tegang (defence musculair).

25

Page 26: Minggu2.an.pencernaan

Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis

(bakteremia), yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi

sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah: 2005)

2.2.5 PATOFISIOLOGI

Infeksi di saluran pencernaan akibat dari makanan serta minuman yang

terkontaminasi. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke

dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa. Basil yang

tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga organ-

organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk

kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke

dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada

mukosa di atas plak penyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan pendarahan dan

perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada

saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005)

Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau

antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita

berangsur-angsur sembuh.

26

Page 27: Minggu2.an.pencernaan

2.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan

pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:

1.    Darah tepi

-       Terdapat gambaran leukopenia

-       limfositosis relatif dan

-       ameosinofila pada permulaan sakit

-       mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan

hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan

cepat.

2.    Pemeriksaan Widal

Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari

1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.

27

Page 28: Minggu2.an.pencernaan

b. Darah untuk kultur (biakan empedu)

2.2.7 PENATALKSANAAN MEDIS

1.    Pengobatan

a.    Kloramfenikol

b.    Kotrimoksasol

c.    Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan

Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.

2.    Perawatan

a.    Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan.

Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari

untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

b.    Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring

untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

3.    Diet

a.    Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk

menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.

b.    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini

yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat

kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

2.2.8 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Anamnesa

28

Page 29: Minggu2.an.pencernaan

1.   Identitas

Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,

golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose

medis, dan alamat.

Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

2.   Keluhan utama

Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu

makan menurun, panas dan demam.

3.   Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa

meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity

scala dan time.

Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual,

muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala

pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen

sampai koma.

4.   Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak

pernah, apakah menderita penyakit lainnya.

5.   Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau

sakit yang lainnya.

6.   Riwayat Imunisasi

Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi

Polio, BCG, DPT, dll.

7.   Riwayat Psikososial

Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan

timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa

yang dideritanya.

8.   Lingkungan dan tempat tinggal

29

Page 30: Minggu2.an.pencernaan

Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan

tempat tinggal, area lingkungan rumah.

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Vital

1.      Keadaan umum

Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,

mual, perut tidak enak, anorexia.

2.      Kepala dan wajah

Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,

konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering,

lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher

simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

3.      Dada dan abdomen

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen

ditemukan nyeri tekan.

4.      Sistem respirasi

Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat

cuping hidung.

5.      Sistem kardiovaskuler

Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang

meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami

peningkatan suhu tubuh.

6.      Sistem integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.

7.      Sistem eliminasi

Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih

pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal).

8.      Sistem muskuloskolesal

Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada

gangguan.

9.      Sistem endokrin

30

Page 31: Minggu2.an.pencernaan

Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan

tonsil.

10.  Sistem persyarafan

Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam

penderita penyakit thypoid.

Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan yang mendukung diagnosis :

Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal,

limfositosis relatif (jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia

ringan.

2.      Pemeriksaan diagnosis:

Biakan empedu dari bahan darah atau sumsum tulang

Serologis widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan.

3.      Pemeriksaan penunjang komplikasi:

Perdarahan usus ringan/tersembunyi : uji benzidin tinja.

Perforasi usus/peritonitis : foto polos perut tiga posisi.

Kolesistitis : USG hati dan kandung empe

Meningitis/ensefalitis : punksi lumbal

Bronkhopneumonia : thoraks foto.

Hepatitis : uji faal hati dan SGOT/SGP

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

31

Page 32: Minggu2.an.pencernaan

2. Ketidakefektifan sistem termoregulasi berhubungan dengan peningkatan

suhu tubuh.

3. Resiko tinggi perubahan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi akut

3.INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi:

1. Dorong tirah baring

Rasional:

Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori

dan simpanan energi.

2. Anjurkan istirahat sebelum makan

Rasional:

Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan

3. Berikan kebersihan oral

Rasional :

Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan

4. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan

menyenangkan

Rasional:

Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk

makan32

Page 33: Minggu2.an.pencernaan

5. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Rasional:

Nutrisi yang adekuat akan membantu proses

6. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi

Rasional:

Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara

memberikan nutrisi penting.

2. Ketidakefektifan sistem termoregulasi berhubungan dengan peningkatan

suhu tubuh.

Tujuan:

Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal

Intervensi:

1. Observasi suhu klien

Rasional:

Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius

akut

2. Observasi suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur

sesuai dengan indikasi

Rasional:

Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu

mendekati normal

3. Berikan kompres hangat

Rasional :

Dapat membantu mengurangi demam

4. Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional:

33

Page 34: Minggu2.an.pencernaan

Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus

3. Resiko tinggi perubahan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder.

Tujuan:

Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik,

kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal

Intervensi:

a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat

Rasional:

Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang

merupakan pedoman untuk penggantian cairan

b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian

kapiler

Rasional:

Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi

c. Kaji tanda vital

Rasional :

Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan

d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring

Rasional:

Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus

e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral

Rasional:

Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan

kehilangan

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi akut

34

Page 35: Minggu2.an.pencernaan

Tujuan:

Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi:

a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung

Rasional:

Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan

b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik

Rasional:

Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu

untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan

c.Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi

Rasional :

Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang

menganggu periode istirahat

d.Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)

4. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan

klien. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :

a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.

b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan

efisien pada situasi yang tepat.

c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.

d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.

(Keliat, Anna Budi, 1999).

35

Page 36: Minggu2.an.pencernaan

5. EVALUASI

Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses

keperawatan (diagnosa, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.

Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah :

a.Anak menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.

b.Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.

d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat

perkembangan anak.

e.Anak akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal.

(Suriadi, dkk 1999).

2.3 PROSEDUR KETERAMPILAN

2.3.1 PEMASANGAN INFUS

Tujuan Utama Terapi Intravena:

 

1.      Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

2.      Memberikan obat-obatan dan kemoterapi

3.      Transfusi darah dan produk darah

4.      Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi

 

Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena

Keuntungan:

36

Page 37: Minggu2.an.pencernaan

Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target

berlangsung cepat.

Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan

maupun dimodifikasi

Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan

dapat dihindari

Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang

besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis

 

Kerugian:

Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko

toksisitas dan sensitivitas tinggi

Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”

Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:

Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu

Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia

Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan   

 

Peran Perawat Dalam Terapi Intravena

Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun

kemasannya

Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara

pemberian dan waktu pemberian)

Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten

Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas

Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi

Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan

 

  

37

Page 38: Minggu2.an.pencernaan

Persiapan Infus dan Insersi Kateter pada Vena Perifer

Persiapan Pasien

Periksa rekam medis untuk mengetahui riwayat penyakit, alergi dan rencana perawatan

Periksa ulang perintah dokter mengenai cairan yang harus diberikan dan kecepatan

tetesan.

Edukasi ( pendidikan) pasien mengenai:

Arti dan tujuan terapi intravena (I.V)

Lama terapi intravena

Rasa sakit sewaktu insersi (penusukan)

Anjuran:

- Laporkan ketidaknyamanan setelah insersi (penusukan)

- Laporkan jika kecepatan tetesan berkurang atau bertambah

Persiapan Peralatan

Alat

Alat untuk kateter I.V. / Venocath

Prinsip: Pilih alat dengan panjang terpendek, diameter terkecil yang memungkinkan

administrasi cairan dengan benar

Lihat: Pedoman ukuran jarum kateter dibawah ini:

Ukuran  16

Guna: – Dewasa

Bedah Mayor, Trauma

Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan

Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi

Butuh vena besar

Ukuran 18

Guna:   - Anak dan dewasa

Untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya

38

Page 39: Minggu2.an.pencernaan

Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi

Butuh vena besar

Ukuran 20

Guna: – Anak dan dewasa

Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah,   komponen darah, dan

infus kental lainnya

Pertimbangan Perawat: umum dipakai                       

Ukuran 22

Guna: – Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut)

Cocok untuk sebagian besar cairan infus

Pertimbangan Perawat:

Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis   dan     rapuh

Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat

Sulit insersi melalui kulit yang keras

Ukuran 24, 26

Guna: – Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut)

Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi   kecepatan tetesan

lebih lambat

Pertimbangan Perawat:

Untuk vena yang sangat kecil

· Sulit insersi melalui kulit keras

 

39

Page 40: Minggu2.an.pencernaan

Paket I.V line yang berisi: torniquet, kasa alkohol, povidone-iodine (alkohol 70

%), pisau cukur, kasa steril, plester, perban

Label

Papan untuk lengan

Alas/perlak

Alat untuk menggantung cairan infus

Sarung tangan untuk mencegah kontaminasi dari darah dan cairan tubuh pasien

 

2. Cairan

Pastikan kemasan dan tipe cairan

Periksa kejernihan, kadaluarsa, kebocoran, cairan bervariasi dalam warna, tetapi

tidak pernah tampak  berawan, keruh atau separated

Dicantumkan informasi: nama perawat, nama pasien, nomor identifikasi pasien,

nomor kamar, tanggal dan jam pemasangan infus, tambahan obat, no urut kemasan

 

 3. Infus Set

            - Sesuai untuk pasien dan kemasan cairan yang akan dipakai

            - Tidak ada retak, lubang atau bagian yang hilang

 

Pemilihan Tempat Insersi

Petunjuk Umum:

Vena yang terlihat jelas bukan berarti vena yang terbaik

Pastikan tempat insersi dirotasi. Frekuensi rotasi tergantung bahan kateter:

            -   Kateter Teflon atau Vialon perlu diganti setiap 48-72 jam

            -    Kateter Aguavene dapat dipertahankan lebih lama

            -    Kateter yang terpasang lebih dari 72 jam perlu diberi     alasan yang

didokumentasikan dalam catatan perawatan pasien

Tempat insersi perlu diganti jika terjadi kemerahan, edema, nyeri tekan, atau filtrasi

Pedoman pemilihan vena”

- Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu

- Gunakan lengan pasien yang tidak dominan

- Pilih vena-vena diatas area fleksi

40

Page 41: Minggu2.an.pencernaan

- Pilih vena yang cukup besar untuk aliran darah adekuat ke dalam kateter

 

-         Palpasi vena untuk tentukan kondisnya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh dan yang

tidak tersumbat

-         Pastikan lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari

-         Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang

akan dilaksanakan

-         Vena-vena superficial yang sering digunakan untuk infus IV pada bayi, anak dan

dewasa

            A. Bagian atas tangan

      -     Metacarpal Veins

- Dorsal Venous Arch

- Cephalic Vein

- Basilic Vein

            B. Bagian bawah tangan

- Median antebrachial vein

- Accessory Cephalic Vein

- Median cuboital vein

- Cephalic Vein

 

A. Membersihkan Tempat Insersi

Cuci tangan, lalu pakai sarung tangan

Jika perlu, jepit rambut diatas insersi agar vena lebih jelas dan untuk mengurangi rasa

sakit sewaktu plester dilepas

Jangan mencukur, karena mencukur dapat menggores kulit, menimbulkan iritasi  jika

terkena povidone-iodine/ alkohol dan menimbulkan resiko infeksi.

Bersihkan  dengan larutan povidone iodine (atau alkohol 70 % jika alergi terhadap

iodine)

41

Page 42: Minggu2.an.pencernaan

B. Menstabilkan Vena

Bila pasien kedinginan/ badan dingin/ pre-syok gunakan penghangat

Untuk memperbesar vena dapat digunakan posisi yang ditusuk lebih rendah daripada

jantung. (Jika perlu gunakan manset tensimeter)

Pukul-pukul vena dengan lembut

Pasien diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan

C. Berikan anastesi lokal bila perlu

Siapkan alat-alat,lalu dekatkan ke pasien

Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan

Pilih vena yang paling baik

Jika perlu, jepit rambut yang ada, agar vena terlihat jelas dan mengurangi sakit jika

plester dilepaskan

Bersihkan area insersi dengan gerakan melingkar dari pusat keluar dengan larutan

antiseptik dan biarkan mengering

Pasang torniquet 4-6 inci diatas tempat insersi

Fiksasi vena; letakkan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk

meregangkan kulit melawan arah penusukan.

Tusuk vena; pegang tebung bening kateter, bukan pusatnya:

Metode langsung: tempatkan bevel jarum mengarah ke atas    dengan sudut 30-40 0 

dari kulit pasien. Tusukan searah dengan   aliran vena: rasakan ‘letupam’ dan lihat

adanya aliran darah. 

Tehnik Pemasangan Infus

metode tidak langsung: tusuk kulit disamping vena, kemudia  arahkan kateter untuk

menembus sisi samping vena sampai  terlihat aliran balik darah.

Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit

Dorong kateter ke dlam vena kira-kira ¼ – ½ inci sebelum melepaskan stylet

(jarum penuntun), dan dorong kateter

Lepas torniquet dan tarik stylet

42

Page 43: Minggu2.an.pencernaan

Pasang ujung selang infus atau tutup injeksi intermitten

Fiksasi kateter dan selang IV (lihat macam-macam fiksasi)

Atur kecepatan tetesan infus sesuai instruksi dokter

Pasang balutan steril

Label dressing meliputi tanggal, jam, ukuran kateter dan inisial/nama pemasang

Lepas sarungtangan dan cuci tangan

Rapikan alat-alat

 

 Tehnik Fiksasi

Metode Chevron

Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan bagian

yang berperekat menghadap ke atas.

Silangkan kedua ujung plester melalui hub kateter dan  rekatkan pada  kulit

pasien

Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan selang

infus untuk memperkuat, kemudian berikan label

Metode U

o Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang        berperekat       

dibawah hub kateter

o Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga paralel

dengan hub kateter

o Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. Pastikan kateter terekat

sempurna dan berikan label

Metode H

            - Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap kateter

Dokumentasi Terapi Intravena

Inisiasi:

1. Ukuran dan tipe peralatan

2. Nama petugas yang melakukan insersi

3. Tanggal dan jam insersi

43

Page 44: Minggu2.an.pencernaan

4. Tempat insersi IV

5. Jenis cairan

6. Ada tidaknya penambahan obat

7. Kecepatan tetesan

8. Adanya pemakaian alat infus elektronik

9. Komplikasi, respon pasien, intervensi perawat

10. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya

Maintenance

1. Kondisi tempat insersi

2. Pemeliharaan tempat insersi

3. Pergantian balutan

4. Pemindahan tempat insersi

5. Pergantian cairan dalam infus set

6. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya.

Penghentian

1. Jam dan tanggal

2. Alasan dihentikan terapi IV

3. Penilaian tempat insersi sebelum dan sesudah alat dilepaskan

4. Reaksi dan komplikasi yang terjadi pada pasien, serta intervensi perawat

44

Page 45: Minggu2.an.pencernaan

5. Kelengkapan alat akses vena sesudah dipasang

6. Tindaklanjut yang akan dilakukan (mis: memakai perban untuk tempat insersi, atau

melakukan inisiasi di tungkai yang baru)

  

Tipe vena yang harus dihindari:

 

1. Vena yang telah digunakan sebelumnya

2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau phlebitis

3. Vena yang keras dan sklerotik

4. Vena-vena dari ekstremitas yang lemah secara pembedahan

5. Area-area fleksi, termasuk antekubiti

6. Vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi

7. Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil dan berdinding tipis

8. Ekstremitas yang lumpuh setelah serangan stroke

9. Vena yang memar, merah dan bengkak

10. Vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi

11. Vena-vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium

 

Cara Penusukan Cairan dengan Infus Set

1. Putar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup

45

Page 46: Minggu2.an.pencernaan

2. Pertahankan sterilitas penusuk botol

3. Buka penutup botol dengan tehnik aseptik atau antiseptik

4. Perhatikan arah menarik penutup

5. Tusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus dengan menerapkan

tehnik aseptik. Jangan diputar

6. Bila menggunakan botol gelas, pasang jarum udara

7. Tekan chamber sampai cairan terisi setengah

8. Naikkan ujung infus set sejajar chamber

9. Jarak botol dengan IV catheter minimal setinggi 80 cm

 

2.3.2 TEPID SPONGE

Tepid water sponge dapat dilakukan dengan meletakkan anak pada bak mandi yang

berisi air hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh bagian tubuh anak dengan air

hangat (Sharber, 1997). Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke

permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Tindakan tepid water

sponge juga akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan

merangsang sistem effektor sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak

(Filipinomedia, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Sharber (1997) pada anak menunjukkan bahwa tepid

water sponge ditambah acetominophen dapat menurunkan suhu tubuh anak lebih cepat

dibandingkan dengan acetominophen itu sendiri. Penelitian lain tentang tepid sponge juga

dilakukan oleh Setiawati (2009), dimana penelitian ini melihat pengaruh tepid sponge

terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah.

Studi literatur tentang pemberian antipiretik disertai tepid sponge menunjukkan bahwa

tindakan ini efektif menurunkan demam dibandingkan jika pemberian antipiretik saja.

Tepid water sponge sering direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu

tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiawati, 2009). Tujuan dari

penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh secara terkontrol

(Johnson, Temple, & Carr, 2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada bayi di bawah

46

Page 47: Minggu2.an.pencernaan

usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat menyebabkan anak

menjadi syok (Hastings, 2005).

Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak

berkeringat. Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh

sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan

dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar

keringat untuk melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan

suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010).

Skema 3.

Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh

Sumber: potter dan perry (2005)

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tepid water sponge adalah penelitian

lain dilakukan oleh Setiawati (2009) tentang “Pengaruh tepid sponge terhadap

penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang

47

Anak Demam

Hipotalamus anteriorTepid water sponge

Sinyal menurunkan

set point

Vasodilatasi,

berkeringat

Penurunan suhu tubuh

pada anak

Page 48: Minggu2.an.pencernaan

mengalami demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung”.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak

di ruang perawatan anak RS Muhammadiyah Bandung. Akan tetapi, ada

kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid sponge mengalami

penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja. Implikasi keperawatan yang dapat

direkomendasikan adalah pemberian antipiretik disertai tepid sponge dapat dijadikan

intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman pada anak

terutama pada anak usia sekolah.

Penelitian terkait lainnya yang dilakukan oleh oleh Sharber (1997) “The efficacy of

tepid sponge bathing to reduce fever in young children”. Penelitian ini membandingkan

penurunan suhu badan pada saat demam yaitu dengan acetaminophen sendiri dan

asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Dua puluh anak-anak,

usia 5-68 bulan yang mengalami demam >38,9°C secara acak diberikan acetaminophen

saja atau asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Semua

subyek menerima dosis 15-mg/kg asetaminophen. suhu timpani dimonitor setiap 30

menit selama 2 jam. Subjek dipantau untuk tanda-tanda ketidaknyamanan (menangis,

menggigil, merinding). Responden dengan tindakan tepid sponge bathing lebih cepat

merasa kedinginan selama 1 jam pertama, tetapi tidak ada perbedaan temperatur yang

signifikan antara 2 kelompok tersebut selama 2 jam (p = 0,871). Responden dalam

kelompok tepid sponge bathing ketidaknyamanannya lebih tinggi (p = 0,009).

Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Thomas,

Vijaykumar, Naik, Moses, dan Antonisamy (2009) “Comparative effectiveness of tepid

sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever

among children: a randomized controlled trial”. Penelitian ini dilakukan untuk

membandingkan efektivitas spon hangat dan obat antipiretik (paracetamol) dengan obat

antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh anak-anak yang demam. Desain penelitian

yang digunakan adalah randomized controlled trial dengan responden 150 anak-anak

usia 6 bulan sampai 12 tahun, dengan suhu demam di aksila ≥ 38.3ºC. Anak-anak

secara acak diberikan nomor untuk menerima tindakan tepid sponging dan obat

48

Page 49: Minggu2.an.pencernaan

antipiretik atau hanya dengan obat antipiretik. Kelompok yang pertama diberikan

sirup/tablet parasetamol dengan dosis 10 mg/kg dan tepid sponging selama 15 menit.

Prosedur Tepid sponging adalah sebagai berikut: 5 handuk atau wash lap, baskom, 2

handuk mandi, termometer, termometer mandi dan air keran (kamar temperatur -

0,5°C). Setelah mencuci tangan dan memeriksa suhu anak, letakkan handuk panjang di

tubuh anak. Usapkan wash lap atau spons ke seluruh tubuh anak. Kemudian temperatur

diperiksa pada 30, 45, 60, 90 dan 120 menit. Anak-anak yang hanya menerima obat

antipiretik yaitu parasetamol (10 mg / kg) diukur suhunya. Tingkat ketidaknyamanan

anak-anak juga dinilai pada titik waktu yang sama dalam hal kriteria 3 kegelisahan,

menangis, dan mudah tersinggung. Penurunan suhu tubuh antara kelompok perlakuan

dianalisis dengan menggunakan analisis metode kovarians disesuaikan dengan suhu

awal. Tingkat ketidaknyamanan juga dikenakan uji statistik signifikansi. Perangkat

lunak STATA digunakan untuk analisis statistik data. Hasil penelitian ini adalah

penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponging dan obat antipiretik secara

signifikan lebih cepat daripada hanya kelompok obat antipiretik, namun pada 2 jam

terakhir kedua kelompok telah mencapai tingkat suhu yang sama. Anak-anak yang

diberikan tepid sponging dan obat antipiretik memiliki tingkat ketidaknyamanan secara

signifikan lebih tinggi daripada hanya kelompok antipiretik, tapi ketidaknyamanan itu

sebagian besar ringan.

Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008, dalam

Setiawati, 2009):

a. Tahap persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid water sponge.

2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (37°C-40°C),

lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak, termometer digital.

b. Pelaksanaan

1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water sponge.

2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian antipiretik

pada klien.

3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

49

Page 50: Minggu2.an.pencernaan

4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau lap

mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap

seluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah secara bertahap. Lap

tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu air (37°C-40°C).

5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat lalu

ulangi tindakan seperti diatas.

6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu

tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi dan

keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.

7) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.

BAB III

PENUTUP

50

Page 51: Minggu2.an.pencernaan

3.1 KESIMPULAN

Asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan seperti diare atau

gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid sangat penting dilakukan. Penyakit

pada pencernaan tersebut disebabkan adanya infeksi dan menyebar dengan mudah melalui

kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman dapat melalui cara menelan

makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga transmisi atau penyebaran kuman ini

sangat rentan terjadi pada anak-anak.

Gastroenteritis merupakan inflamasi pada lambung dan usus halus ataupun diare

sebagai suatu kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan

konsistensi feces yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir.

Sedangkan penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.

Namun, dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid Fever (demam tifoid). demam tifoid ialah

penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang

lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid

disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 – 14 hari. Sedangkan typhus

abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan

menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut.

Klien yang mengalami penyakit gastroenteritis ataupun diare mengalami beberapa

gangguan kebutuhan tubuh yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit, nutrisi, gangguan integritas

kulit dan mengalami kecemasan. Sedangkan klien yang mengalami penyakit kejang tifoid

atau thypus abdominallis mengalami gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan sistem

termoregulasi,

Oleh karena itu cara yang paling utama untuk dilakukan yaitu melakukan pemenuhan

kebutuhan cairan dan melakukan tepid sponge.

3.2 SARAN

51

Page 52: Minggu2.an.pencernaan

Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa

calon perawat, sebagai bekal terutama ketika melakukan praktik atau bekerja pada ruang

perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan

memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekal bila menghadapi kasus yang kami bahas

ini.

52