Minggu2.an.pencernaan
Transcript of Minggu2.an.pencernaan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah dalam pencernaan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian
pada anak terutama bayi. Gangguan pada pencernaan pada bayi dan anak dapat
disebabkan oleh kelainan bawaan dan gangguan akibat infeksi.
Kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut (labioskisis, labio-palato-skisis),
esophagus (atresia esophagus dengan atau tanpa fistula trakeo-esofagus, kalasia dan
akalasia), pylorus (stenosis pylorus hipertrofik kongenital) dan gangguan pasase di daerah
duodenum (obstruksi total, obstruksi parsial, kelainan akibat meconium), atresia rekti dan
anus imperforate, penyakit Hirschsprung, obstruksi biliaris dan omfalokel.
Gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans), basil coli
(Escherichia coli), virus, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera dan parasit.
Gastroenteritis ataupun diare merupakan suatu kondisi buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada
lambung atau usus. Luasnya daerah permukaan saluran cerna dan fungsi digestifnya
menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan
lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi
traktus gastrointestinal, di samping itu karena sistem dan barier mukosa usus setelah bayi
lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap
ancaman infeksi.
Diare menular akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta
elektrolit pada bayi dan anak-anak. Selain itu, Diare akut masih merupakan salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang sedang
berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan
3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih merupakan penyebab penting
kematian kepada anak-anak di Negara-negara berkembang. Kombinasi paparan
lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya
kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK, 1993)
1
Di samping itu, penyakit yang berkaitan dengan masalah infeksi pada pencernaan
yaitu thypus abdominalis. Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit
typhus. Namun, dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid Fever.
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di
Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini
tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun.
Demam tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan
masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara sedang
berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup
banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di mana-mana.
Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak
besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-
3:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik yang disebabkan kuman batang
gram negatif Salmonella Typhi maupun Salmonella Para Typhi A, B, C. Penyakit ini
ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut,
dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan
untuk cara hidup bersih. (Ngastiyah, 2005)
Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul
penyakit ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat
ditegakkan agar penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya
penyakit yang mungkin terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid
diantaranya yaitu hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati
yang disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari makalah terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari
penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai asuhan
2
keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan
tifus abdominalis atau demam typoid. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Mengetahui tentang definisi, faktor-faktor penyebab, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, patofisiologi, gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi pada penyakit
diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.
2. Mengetahui pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, penyusunan intervensi,
melakukan implementasi dan evaluasi pada pasien dengan masalah pencernaan yaitu
diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.
3. Mampu melakukan keterampilan dalam pemasangan infus, menghitung kebutuhan
cairan dan keterampilan tepid sponge.
1.3 MANFAAT
Manfaat penulisan makalah adalah sebagai berikut:
1. Manfaat pengetahuan
Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan terutama dalam asuhan
keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan
tifus abdominalis atau demam typoid.
2. Manfaat praktis
a. Bagi profesi
Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan
khususnya tentang asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan yaitu
diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid.
b. Bagi orang tua
Memberikan masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam memberikan perawatan
pada anak saat terserang penyakit diare dan demam typhoid.
c. Bagi peneliti
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
masalah pencernaan yaitu diare atau gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam
typoid.
1.4 METODELOGI PENULISAN
3
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari
berbagai literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Manfaat Penulisan
1.4 Metodologi Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DIARE DAN GASTROENTERITIS
2.1.1 DEFINISI
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus.
Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah
yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009)
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau darah saja. (Ngastiyah, 2002).
Diare adalah keadaan di mana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk. (Lynda Juall Carpenito,
2001).
Jenis diare antara lain :
1) Menurut perjalanan penyakit
Akut : jika < 1 minggu
Berkepanjangan : antara 7 – 14 hari
Kronis : > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi
Persisten : > 14 hari, disebabkan oleh infeksi
2) Menurut patofisiologi
Gangguan absorbsi
Gangguan sekresi
Gangguan osmotik
3) Menurut penyebab
Infeksi
Konstitusi
5
Malabsorbsi
4) Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare mungkin juga disertai
dengan penyakit lain. Seperti : demam, gangguan gizi dan penyakit lainnya.
2.1.2 ETIOLOGI
Etiologi dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral, yaitu infeksi pada saluran pencernaan dan merupakan penyebab
utama diare pada anak, meliputi :
1). Infeksi Bakteri : E.Coli, Salmonella, Shigella SPP, Vibrio Cholera
2). Infeksi Virus : Enterovirus, Protozoa, Adenovirus
3). Infeksi Jamur : Protozoa, Candida SPP, Entamoeba Histolityca
b) Infeksi parental, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
seperti OMA, broncopneumonia, tonsilofaringitis.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat
Malabsorbsi lemak (LCT)
Malabsorbsi protein
Malabsorfsi mineral
3. Obat-obatan : zat besi, antibiotika
4. Post pembedahan usus
5. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, makanan pedas
dan asam.
6. Faktor psikologis: misalnya ketakutan atau jenis-jenis stress tertentu yang
diperantarai oleh stimulasi usus oleh saraf para simpatis.
7. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2.1.3 MANIFESTASI KLINIS
6
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai
wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan
berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun, suhu
tubuh meningkat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen,
sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam. (Kusmaul).
2.1.4 KOMPLIKASI
Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi, seperti :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik
Terjadi pada dehidrasi berat akibat kehilangan cairan yang besar, maka
jantung akan bekerja lebih cepat.
3. Hipokalemia
Kalium rendah < 3,5, keletihan otot, kembung. Ileus paralatik terjadi karena
kurangnya total kalium tubuh. Gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik dan malnutrisi energi protein
7
Dapat terjadi karena serum natrium > 165 m.mol kehilangan air sama dengan
kehilangan natrium, biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik selama diare.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
2.1.5 PATOFISIOLOGI
Diare disebabkan karena ketidaknormalan absorbsi air dan elektrolit.
Transport air dan elektrolit ini terjadi di dalam sistem pencernaan meningkat pada
usia anak – anak. Mukosa usus pada anak kecil lebih permeabel dari pada anak yang
lebih dewasa. Karena pada anak kecil dengan peningkatan osmolalitas menimbulkan
diare, banyak cairan dan elektrolit akan hilang pada anak yang lebih dewasa. Diare
dapat disebabkan karena proses patologik. Organisme masuk pada mukosa epitel,
berkembang biak pada usus dan menempel pada mukosa usus serta melepaskan
enterotoksin yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas absorbsi cairan dan
elektrolit. Interaksi antara toksin dan epitel, usus menstimulasi enzim Adenilsiklase
dalam membrane sel dan mengubah cyclic AMP yang menyebabkan peningkatan
sekresi air dan elektrolit. Proses ini disebut diare sekretorik. Pada proses invasi dan
pengrusakan mukosa usus.
Pada pemeriksaan histology, bakteri dapat menyebabkan ulserasi superficial
pada usus dan dapat berkembang biak di sel epitel. Sedangkan bila bakteri menembus
dinding usus melalui plague peyeri di ileum maka akan diikuti dengan multiplikasi
organisme intraselular dan organisme mencapai sirkulasi sistematik.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1. Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2. Gangguan sekresi
8
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare.
9
2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan feces:
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji pemeriksaan biakan dan resistensi bakteri
2. Pemeriksaan darah : leukositosis 13.000-22.000/mm3
3. Analisa gas darah : base excess rendah
4. Pemeriksaan serum elektrolit : natrium dan kalium menurun, kalsium dan fosfat.
5. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
2.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip utama penanganan Gastroenteritis adalah:
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Mengembalikan fungsi normal system pencernaan
Mencegah penyebaran infeksi pada orang yang kontak dengan anak diare.
Dasar pengobatan diare adalah:
10
Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan cairan per usia
Dietetik ( cara pemberian makanan)
Obat-obatan : antidiare, antispasmolitik, antibiotika, antipiretik
Derajat Dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
Kehilangan berat badan
- Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
- Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
- Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO
a. Dehidrasi ringan
- Diare : bab kurang dari 4 kali sehari
- Muntah sedikit, rasa haus normal
- Denyut nadi normal, atau meningkat
- Membran mukosa kering
- Berat badan turun : anak 3 % dan bayi 5 %
- Tekanan darah dalam batas normal
- Turgor kulit kurang baik
b. Dehidrasi sedang
- Kehilangan berat badan : 6% dan bayi 10%
- Mengantuk dan lesu
- Pucat eksremitas dingin
- Diare 4-10 kali sehari
- Muntah beberapi kali
- Mata cekung, mulut/ lidah kering
- Turgor kulit tidak elastis11
- Nafas dan denyut nadi agak cepat
- Ubun-ubun cekung
c. Dehidrasi berat
- Sangat mengantuk, lemah
- Diare lebih dari 10 kali sehari
- Sering muntah
- Air mata tidak ada, mulut dan lidah sangat kering
- Elastis kulit sangat lambat
- Nafas dan denyut nadi sangat cepat, ubun-ubun sangat cekung
- Berat badan turun : anak 9% dan bayi 15%
Dasar pengobatan diare adalah :
Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan
yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak
diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena
banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2. Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
a. Untuk anak umur 1 bln -2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1
ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1
ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
12
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama :30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml =
15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
e. Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa
10% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %).
Pengobatan dietetik: Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh)
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
13
Rehidrasi Sebagai Prioritas Utama Terapi
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
1. Jenis cairan yang hendak digunakan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan
cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan cara/rumus:
- Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma - 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
- Metode Pierce :
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
ª diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
ª diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
ª diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
3. Jalan masuk atau cara pemberian cairan
14
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan
orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl
stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga
setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4. Jadwal pemberian cairan
Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor
diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat
mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada
kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi
diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, anak diberi rehidrasi oral seperti
Pedialyte, Ricelyte, atau Lytren untuk bayi dan anak yang masih kecil. Gatorade
diberikan untuk anak yang lebih besar. Minuman yang mengandung karbonat dan
gula sebaiknya tidak diberikan karena fermentasi gula dalam saluran pencernaan
dapat menyebabkan peningkatan gas, distensi abdomen, dan meningkatkan frekuensi
diare.
Untuk dehidrasi berat, rehidrasi dengan pemberian cairan intravena yang sesuai
untuk mengkoreksi ketidakseimbangan yang spesifik. Anak dipuasakan untuk
mengistirahatkan usus. Bila dehidrasi sudah teratasi dan diare sudah berjurang, anak
dapat mulai makan bertahap.
Bila diare disebabkan oleh bakteri/ parasit, maka terapi antibiotika diberikan.
Absorbent seperti Donnagel dan Kaopectate dapat merubah bentuk tinja, tetapi tidak
dapat menurunkan jumlah kehilangan cairan.
Pemberian cairan.
Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan
tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :
a. Memberikan asi.
b. Memberikan bahan makanan yang mengandung
kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
15
c. Obat-obatan.
Racecordil adalah Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak
menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak
mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah
penting, tidak menyebabkan ketergantungan.
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara
emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan
longitudinal usus.
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap
Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan
Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran
pencernaan.
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur
filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan
menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.
2.1.8 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
2. Riwayat keperawatan.
Awalan serangan: gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul
diare.
Keluhan utama: frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga
16
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan
pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik
- Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
- Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran
kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami
penurunan berat badan.
- pemeriksaan fisik persistem
1. Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
2. Cardiovasculer17
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
3. Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
4. Perkemihan: Volume diuresis menurun.5. Muskuloskeletal: Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
6. Integumen: lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
7. Endokrin: Tidak ditemukan adanya kelaianan.
8. Penginderaan: Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
9. Reproduksi: Tidak mengalami kelainan.
10. Neorologis: Dapat terjadi penurunan kesadaran.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekuensi
BAB yang berlebihan.
4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anaknya.
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi
dan atau keterbatasan kognitif.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
lingkungan yang baru.
18
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan
Tujuan : keseimbangan cairan pasien kembali normal.
Kriteria hasil :
Intake dan output seimbang
Diare berhenti
Turgor kulit baik
Tidak mual dan muntah
Mukosa bibir lembab
Kadar elektrolit dalam batasan normal :
* Natrium = 3,5 –5,5 mEq/l
*Kalium = 135-145 mEq/l
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada penderita.
R : memudahkan kerja sama antara perawat dan klien.
2. Catat frekuensi, jumlah dan konsistensi faces yang keluar.
R : memudahkan membuat asuhan keperawatan secara tepat untuk intervensi
selanjutnya.
3. Anjurkan penderita untuk minum banyak (sedikit-sedikit sering).
R : untuk mengganti caiaran yang hilang.
4. Kolaborasai dengan tim dokter dalam pemberian obat dan infus.
R : terapi yang tepat dan cepat dapat mempercepat kesembuhan dan mencegah
komplikasi secara dini.
5. Monitoring tanda-tanda dehidrasi.
R : mendeteksi secara dini tanda-tanda dehidrasi.
6. Anjurkan penderita untuk tidak makan makanan yang merangsang timbulnya
diare.
R : untuk mencegah diare lebih lama lagi.
19
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubuingan dengan mual dan muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Intake nutrisi yang adekuat.
Mual, muntah tidak ada.
Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan.
Hb dalam batas normal = 12-17 gr%
Klien tidak terlihat anemis
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
R : memudahkan kerja sama antara perawat dan klien.
2. Kaji tingkat nutrisi klien.
R : untuk mengetahui keadaan nutrisi klien.
3. Beri makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
R : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
4. Hitung BB
R: untuk mengetahui apakah ada penurunan berat badan selama perawatan.
5. Kolaborasi dengan tim medis (kokter) dalam pemberian terapi.
R: untuk mengetahui jenis obat yang dapat diberikan.
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,
frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan: gangguan integritas kulit dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Integritas kulit kembali normal.
iritasi tidak ada.
tanda-tanda infeksi tidak ada
20
Intervensi:
1. Observasi bokong dan perineum dari infeksi.
R: membantu dalam melakukan intervensi selanjutnya
2. Kaji integritas kulit
R: untuk mengetahui tingkat kerusakan kulit akibat sering terpapar feses
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antipungi dan antibiotic
sesuai indikasi.
R: membantu mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan integritas kulit
4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anaknya.
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan
balik tentang
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif
pemecahan masalah
2. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang
tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama.
Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien
bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian
3. Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus
dalam membantu klien.
Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan
kecemasan
21
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah
interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan
anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi :
1. Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan
tentang penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2. Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap
gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan
partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien
3. Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian
serta efek samping yang mungkin timbul
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam
pengobatan.
4. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap
kebutuhan perawatan diri anaknya
6. Kecemasan anak berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
lingkungan yang baru.
Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan
tanda-tanda kenyamanan
Intervensi:
1. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi
dalam perawatn yang dilakukan.
22
2. Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress
3. Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat
perkembangan klien
Rasional : Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun.
2.2 DEMAM TIFOID (TIFUS ABDOMINALIS)
2.2.1 DEFINISI
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI,
1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari
kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul
dalam wabah. (Markum, 1991).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 –
14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan
enteritis akut.
2.2.2 ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama
kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.
Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan
tidak membentuk spora. Salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada
media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan maltosa, tetapi tidak dapat
mempermentasikan laktosa. Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen
yaitu:
1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan
berifat sfesifik group.
23
2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada
dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di
kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.
4. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi
merupakan bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan
sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan
cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. Sumber penularan
berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam
fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhi A, dan
Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI.
Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 –
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.
2.2.3 MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 10-20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing tidak bersemangat dan nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remiten yaitu terjadi pada sore dan malam hari dan suhu tidak tinggi sekali. Selama
24
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsung
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan Kesadaran
Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai somnolen., jarang terjadi sopor, koma atau gelisah ( kecuali penyakit berat
dan terlambat mendapatkan pengobatan). (Ngastiyah, 2005)
2.2.4 KOMPLIKASI
Pada usus halus, umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
a. Pendarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Jika pendarahan banyak dapat terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan
tanda – tanda renjatan.
b. Perforasi usus
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara
hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi terdapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defence musculair).
25
Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
(bakteremia), yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah: 2005)
2.2.5 PATOFISIOLOGI
Infeksi di saluran pencernaan akibat dari makanan serta minuman yang
terkontaminasi. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke
dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa. Basil yang
tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga organ-
organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk
kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke
dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada
mukosa di atas plak penyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan pendarahan dan
perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005)
Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau
antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita
berangsur-angsur sembuh.
26
2.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan
pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:
1. Darah tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- limfositosis relatif dan
- ameosinofila pada permulaan sakit
- mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan
cepat.
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari
1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.
27
b. Darah untuk kultur (biakan empedu)
2.2.7 PENATALKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
a. Kloramfenikol
b. Kotrimoksasol
c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
2. Perawatan
a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan.
Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari
untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring
untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini
yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.
2.2.8 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Anamnesa
28
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose
medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2. Keluhan utama
Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu
makan menurun, panas dan demam.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity
scala dan time.
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual,
muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala
pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen
sampai koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau
sakit yang lainnya.
6. Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi
Polio, BCG, DPT, dll.
7. Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang dideritanya.
8. Lingkungan dan tempat tinggal
29
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
1. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
2. Kepala dan wajah
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering,
lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3. Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat
cuping hidung.
5. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
6. Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal).
8. Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
9. Sistem endokrin
30
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan
tonsil.
10. Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan yang mendukung diagnosis :
Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal,
limfositosis relatif (jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia
ringan.
2. Pemeriksaan diagnosis:
Biakan empedu dari bahan darah atau sumsum tulang
Serologis widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan.
3. Pemeriksaan penunjang komplikasi:
Perdarahan usus ringan/tersembunyi : uji benzidin tinja.
Perforasi usus/peritonitis : foto polos perut tiga posisi.
Kolesistitis : USG hati dan kandung empe
Meningitis/ensefalitis : punksi lumbal
Bronkhopneumonia : thoraks foto.
Hepatitis : uji faal hati dan SGOT/SGP
2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
31
2. Ketidakefektifan sistem termoregulasi berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
3. Resiko tinggi perubahan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
3.INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
1. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori
dan simpanan energi.
2. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
3. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
4. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan
menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk
makan32
5. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
6. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara
memberikan nutrisi penting.
2. Ketidakefektifan sistem termoregulasi berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
1. Observasi suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius
akut
2. Observasi suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur
sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu
mendekati normal
3. Berikan kompres hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
4. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
33
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi perubahan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder.
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik,
kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang
merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian
kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan
kehilangan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
34
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu
untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c.Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang
menganggu periode istirahat
d.Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan
klien. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
(Keliat, Anna Budi, 1999).
35
5. EVALUASI
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan (diagnosa, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.
Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah :
a.Anak menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b.Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat
perkembangan anak.
e.Anak akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal.
(Suriadi, dkk 1999).
2.3 PROSEDUR KETERAMPILAN
2.3.1 PEMASANGAN INFUS
Tujuan Utama Terapi Intravena:
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
2. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi
3. Transfusi darah dan produk darah
4. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi
Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena
Keuntungan:
36
Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target
berlangsung cepat.
Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan
maupun dimodifikasi
Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan
dapat dihindari
Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang
besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis
Kerugian:
Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko
toksisitas dan sensitivitas tinggi
Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”
Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu
Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan
Peran Perawat Dalam Terapi Intravena
Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun
kemasannya
Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara
pemberian dan waktu pemberian)
Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten
Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas
Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi
Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan
37
Persiapan Infus dan Insersi Kateter pada Vena Perifer
Persiapan Pasien
Periksa rekam medis untuk mengetahui riwayat penyakit, alergi dan rencana perawatan
Periksa ulang perintah dokter mengenai cairan yang harus diberikan dan kecepatan
tetesan.
Edukasi ( pendidikan) pasien mengenai:
Arti dan tujuan terapi intravena (I.V)
Lama terapi intravena
Rasa sakit sewaktu insersi (penusukan)
Anjuran:
- Laporkan ketidaknyamanan setelah insersi (penusukan)
- Laporkan jika kecepatan tetesan berkurang atau bertambah
Persiapan Peralatan
Alat
Alat untuk kateter I.V. / Venocath
Prinsip: Pilih alat dengan panjang terpendek, diameter terkecil yang memungkinkan
administrasi cairan dengan benar
Lihat: Pedoman ukuran jarum kateter dibawah ini:
Ukuran 16
Guna: – Dewasa
Bedah Mayor, Trauma
Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan
Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi
Butuh vena besar
Ukuran 18
Guna: - Anak dan dewasa
Untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya
38
Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi
Butuh vena besar
Ukuran 20
Guna: – Anak dan dewasa
Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah, dan
infus kental lainnya
Pertimbangan Perawat: umum dipakai
Ukuran 22
Guna: – Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut)
Cocok untuk sebagian besar cairan infus
Pertimbangan Perawat:
Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan rapuh
Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat
Sulit insersi melalui kulit yang keras
Ukuran 24, 26
Guna: – Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut)
Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan
lebih lambat
Pertimbangan Perawat:
Untuk vena yang sangat kecil
· Sulit insersi melalui kulit keras
39
Paket I.V line yang berisi: torniquet, kasa alkohol, povidone-iodine (alkohol 70
%), pisau cukur, kasa steril, plester, perban
Label
Papan untuk lengan
Alas/perlak
Alat untuk menggantung cairan infus
Sarung tangan untuk mencegah kontaminasi dari darah dan cairan tubuh pasien
2. Cairan
Pastikan kemasan dan tipe cairan
Periksa kejernihan, kadaluarsa, kebocoran, cairan bervariasi dalam warna, tetapi
tidak pernah tampak berawan, keruh atau separated
Dicantumkan informasi: nama perawat, nama pasien, nomor identifikasi pasien,
nomor kamar, tanggal dan jam pemasangan infus, tambahan obat, no urut kemasan
3. Infus Set
- Sesuai untuk pasien dan kemasan cairan yang akan dipakai
- Tidak ada retak, lubang atau bagian yang hilang
Pemilihan Tempat Insersi
Petunjuk Umum:
Vena yang terlihat jelas bukan berarti vena yang terbaik
Pastikan tempat insersi dirotasi. Frekuensi rotasi tergantung bahan kateter:
- Kateter Teflon atau Vialon perlu diganti setiap 48-72 jam
- Kateter Aguavene dapat dipertahankan lebih lama
- Kateter yang terpasang lebih dari 72 jam perlu diberi alasan yang
didokumentasikan dalam catatan perawatan pasien
Tempat insersi perlu diganti jika terjadi kemerahan, edema, nyeri tekan, atau filtrasi
Pedoman pemilihan vena”
- Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu
- Gunakan lengan pasien yang tidak dominan
- Pilih vena-vena diatas area fleksi
40
- Pilih vena yang cukup besar untuk aliran darah adekuat ke dalam kateter
- Palpasi vena untuk tentukan kondisnya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh dan yang
tidak tersumbat
- Pastikan lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari
- Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang
akan dilaksanakan
- Vena-vena superficial yang sering digunakan untuk infus IV pada bayi, anak dan
dewasa
A. Bagian atas tangan
- Metacarpal Veins
- Dorsal Venous Arch
- Cephalic Vein
- Basilic Vein
B. Bagian bawah tangan
- Median antebrachial vein
- Accessory Cephalic Vein
- Median cuboital vein
- Cephalic Vein
A. Membersihkan Tempat Insersi
Cuci tangan, lalu pakai sarung tangan
Jika perlu, jepit rambut diatas insersi agar vena lebih jelas dan untuk mengurangi rasa
sakit sewaktu plester dilepas
Jangan mencukur, karena mencukur dapat menggores kulit, menimbulkan iritasi jika
terkena povidone-iodine/ alkohol dan menimbulkan resiko infeksi.
Bersihkan dengan larutan povidone iodine (atau alkohol 70 % jika alergi terhadap
iodine)
41
B. Menstabilkan Vena
Bila pasien kedinginan/ badan dingin/ pre-syok gunakan penghangat
Untuk memperbesar vena dapat digunakan posisi yang ditusuk lebih rendah daripada
jantung. (Jika perlu gunakan manset tensimeter)
Pukul-pukul vena dengan lembut
Pasien diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan
C. Berikan anastesi lokal bila perlu
Siapkan alat-alat,lalu dekatkan ke pasien
Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan
Pilih vena yang paling baik
Jika perlu, jepit rambut yang ada, agar vena terlihat jelas dan mengurangi sakit jika
plester dilepaskan
Bersihkan area insersi dengan gerakan melingkar dari pusat keluar dengan larutan
antiseptik dan biarkan mengering
Pasang torniquet 4-6 inci diatas tempat insersi
Fiksasi vena; letakkan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk
meregangkan kulit melawan arah penusukan.
Tusuk vena; pegang tebung bening kateter, bukan pusatnya:
Metode langsung: tempatkan bevel jarum mengarah ke atas dengan sudut 30-40 0
dari kulit pasien. Tusukan searah dengan aliran vena: rasakan ‘letupam’ dan lihat
adanya aliran darah.
Tehnik Pemasangan Infus
metode tidak langsung: tusuk kulit disamping vena, kemudia arahkan kateter untuk
menembus sisi samping vena sampai terlihat aliran balik darah.
Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit
Dorong kateter ke dlam vena kira-kira ¼ – ½ inci sebelum melepaskan stylet
(jarum penuntun), dan dorong kateter
Lepas torniquet dan tarik stylet
42
Pasang ujung selang infus atau tutup injeksi intermitten
Fiksasi kateter dan selang IV (lihat macam-macam fiksasi)
Atur kecepatan tetesan infus sesuai instruksi dokter
Pasang balutan steril
Label dressing meliputi tanggal, jam, ukuran kateter dan inisial/nama pemasang
Lepas sarungtangan dan cuci tangan
Rapikan alat-alat
Tehnik Fiksasi
Metode Chevron
Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan bagian
yang berperekat menghadap ke atas.
Silangkan kedua ujung plester melalui hub kateter dan rekatkan pada kulit
pasien
Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan selang
infus untuk memperkuat, kemudian berikan label
Metode U
o Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang berperekat
dibawah hub kateter
o Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga paralel
dengan hub kateter
o Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. Pastikan kateter terekat
sempurna dan berikan label
Metode H
- Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap kateter
Dokumentasi Terapi Intravena
Inisiasi:
1. Ukuran dan tipe peralatan
2. Nama petugas yang melakukan insersi
3. Tanggal dan jam insersi
43
4. Tempat insersi IV
5. Jenis cairan
6. Ada tidaknya penambahan obat
7. Kecepatan tetesan
8. Adanya pemakaian alat infus elektronik
9. Komplikasi, respon pasien, intervensi perawat
10. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya
Maintenance
1. Kondisi tempat insersi
2. Pemeliharaan tempat insersi
3. Pergantian balutan
4. Pemindahan tempat insersi
5. Pergantian cairan dalam infus set
6. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya.
Penghentian
1. Jam dan tanggal
2. Alasan dihentikan terapi IV
3. Penilaian tempat insersi sebelum dan sesudah alat dilepaskan
4. Reaksi dan komplikasi yang terjadi pada pasien, serta intervensi perawat
44
5. Kelengkapan alat akses vena sesudah dipasang
6. Tindaklanjut yang akan dilakukan (mis: memakai perban untuk tempat insersi, atau
melakukan inisiasi di tungkai yang baru)
Tipe vena yang harus dihindari:
1. Vena yang telah digunakan sebelumnya
2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau phlebitis
3. Vena yang keras dan sklerotik
4. Vena-vena dari ekstremitas yang lemah secara pembedahan
5. Area-area fleksi, termasuk antekubiti
6. Vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi
7. Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil dan berdinding tipis
8. Ekstremitas yang lumpuh setelah serangan stroke
9. Vena yang memar, merah dan bengkak
10. Vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi
11. Vena-vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium
Cara Penusukan Cairan dengan Infus Set
1. Putar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup
45
2. Pertahankan sterilitas penusuk botol
3. Buka penutup botol dengan tehnik aseptik atau antiseptik
4. Perhatikan arah menarik penutup
5. Tusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus dengan menerapkan
tehnik aseptik. Jangan diputar
6. Bila menggunakan botol gelas, pasang jarum udara
7. Tekan chamber sampai cairan terisi setengah
8. Naikkan ujung infus set sejajar chamber
9. Jarak botol dengan IV catheter minimal setinggi 80 cm
2.3.2 TEPID SPONGE
Tepid water sponge dapat dilakukan dengan meletakkan anak pada bak mandi yang
berisi air hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh bagian tubuh anak dengan air
hangat (Sharber, 1997). Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke
permukaan tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Tindakan tepid water
sponge juga akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan
merangsang sistem effektor sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak
(Filipinomedia, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Sharber (1997) pada anak menunjukkan bahwa tepid
water sponge ditambah acetominophen dapat menurunkan suhu tubuh anak lebih cepat
dibandingkan dengan acetominophen itu sendiri. Penelitian lain tentang tepid sponge juga
dilakukan oleh Setiawati (2009), dimana penelitian ini melihat pengaruh tepid sponge
terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah.
Studi literatur tentang pemberian antipiretik disertai tepid sponge menunjukkan bahwa
tindakan ini efektif menurunkan demam dibandingkan jika pemberian antipiretik saja.
Tepid water sponge sering direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu
tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiawati, 2009). Tujuan dari
penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh secara terkontrol
(Johnson, Temple, & Carr, 2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada bayi di bawah
46
usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat menyebabkan anak
menjadi syok (Hastings, 2005).
Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak
berkeringat. Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh
sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan
dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar
keringat untuk melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan
suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010).
Skema 3.
Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh
Sumber: potter dan perry (2005)
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tepid water sponge adalah penelitian
lain dilakukan oleh Setiawati (2009) tentang “Pengaruh tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang
47
Anak Demam
Hipotalamus anteriorTepid water sponge
Sinyal menurunkan
set point
Vasodilatasi,
berkeringat
Penurunan suhu tubuh
pada anak
mengalami demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung”.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
antipiretik disertai tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak
di ruang perawatan anak RS Muhammadiyah Bandung. Akan tetapi, ada
kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid sponge mengalami
penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja. Implikasi keperawatan yang dapat
direkomendasikan adalah pemberian antipiretik disertai tepid sponge dapat dijadikan
intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman pada anak
terutama pada anak usia sekolah.
Penelitian terkait lainnya yang dilakukan oleh oleh Sharber (1997) “The efficacy of
tepid sponge bathing to reduce fever in young children”. Penelitian ini membandingkan
penurunan suhu badan pada saat demam yaitu dengan acetaminophen sendiri dan
asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Dua puluh anak-anak,
usia 5-68 bulan yang mengalami demam >38,9°C secara acak diberikan acetaminophen
saja atau asetaminophen ditambah tepid sponge bathing selama 15 menit. Semua
subyek menerima dosis 15-mg/kg asetaminophen. suhu timpani dimonitor setiap 30
menit selama 2 jam. Subjek dipantau untuk tanda-tanda ketidaknyamanan (menangis,
menggigil, merinding). Responden dengan tindakan tepid sponge bathing lebih cepat
merasa kedinginan selama 1 jam pertama, tetapi tidak ada perbedaan temperatur yang
signifikan antara 2 kelompok tersebut selama 2 jam (p = 0,871). Responden dalam
kelompok tepid sponge bathing ketidaknyamanannya lebih tinggi (p = 0,009).
Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Thomas,
Vijaykumar, Naik, Moses, dan Antonisamy (2009) “Comparative effectiveness of tepid
sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever
among children: a randomized controlled trial”. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan efektivitas spon hangat dan obat antipiretik (paracetamol) dengan obat
antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh anak-anak yang demam. Desain penelitian
yang digunakan adalah randomized controlled trial dengan responden 150 anak-anak
usia 6 bulan sampai 12 tahun, dengan suhu demam di aksila ≥ 38.3ºC. Anak-anak
secara acak diberikan nomor untuk menerima tindakan tepid sponging dan obat
48
antipiretik atau hanya dengan obat antipiretik. Kelompok yang pertama diberikan
sirup/tablet parasetamol dengan dosis 10 mg/kg dan tepid sponging selama 15 menit.
Prosedur Tepid sponging adalah sebagai berikut: 5 handuk atau wash lap, baskom, 2
handuk mandi, termometer, termometer mandi dan air keran (kamar temperatur -
0,5°C). Setelah mencuci tangan dan memeriksa suhu anak, letakkan handuk panjang di
tubuh anak. Usapkan wash lap atau spons ke seluruh tubuh anak. Kemudian temperatur
diperiksa pada 30, 45, 60, 90 dan 120 menit. Anak-anak yang hanya menerima obat
antipiretik yaitu parasetamol (10 mg / kg) diukur suhunya. Tingkat ketidaknyamanan
anak-anak juga dinilai pada titik waktu yang sama dalam hal kriteria 3 kegelisahan,
menangis, dan mudah tersinggung. Penurunan suhu tubuh antara kelompok perlakuan
dianalisis dengan menggunakan analisis metode kovarians disesuaikan dengan suhu
awal. Tingkat ketidaknyamanan juga dikenakan uji statistik signifikansi. Perangkat
lunak STATA digunakan untuk analisis statistik data. Hasil penelitian ini adalah
penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponging dan obat antipiretik secara
signifikan lebih cepat daripada hanya kelompok obat antipiretik, namun pada 2 jam
terakhir kedua kelompok telah mencapai tingkat suhu yang sama. Anak-anak yang
diberikan tepid sponging dan obat antipiretik memiliki tingkat ketidaknyamanan secara
signifikan lebih tinggi daripada hanya kelompok antipiretik, tapi ketidaknyamanan itu
sebagian besar ringan.
Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008, dalam
Setiawati, 2009):
a. Tahap persiapan
1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid water sponge.
2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (37°C-40°C),
lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak, termometer digital.
b. Pelaksanaan
1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water sponge.
2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian antipiretik
pada klien.
3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
49
4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau lap
mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap
seluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah secara bertahap. Lap
tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu air (37°C-40°C).
5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat lalu
ulangi tindakan seperti diatas.
6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu
tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi dan
keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
7) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.
BAB III
PENUTUP
50
3.1 KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada anak dengan masalah pencernaan seperti diare atau
gastroenteritis dan tifus abdominalis atau demam typoid sangat penting dilakukan. Penyakit
pada pencernaan tersebut disebabkan adanya infeksi dan menyebar dengan mudah melalui
kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman dapat melalui cara menelan
makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga transmisi atau penyebaran kuman ini
sangat rentan terjadi pada anak-anak.
Gastroenteritis merupakan inflamasi pada lambung dan usus halus ataupun diare
sebagai suatu kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi feces yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir.
Sedangkan penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.
Namun, dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid Fever (demam tifoid). demam tifoid ialah
penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 – 14 hari. Sedangkan typhus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan
menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut.
Klien yang mengalami penyakit gastroenteritis ataupun diare mengalami beberapa
gangguan kebutuhan tubuh yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit, nutrisi, gangguan integritas
kulit dan mengalami kecemasan. Sedangkan klien yang mengalami penyakit kejang tifoid
atau thypus abdominallis mengalami gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan sistem
termoregulasi,
Oleh karena itu cara yang paling utama untuk dilakukan yaitu melakukan pemenuhan
kebutuhan cairan dan melakukan tepid sponge.
3.2 SARAN
51
Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal terutama ketika melakukan praktik atau bekerja pada ruang
perawatan anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan
memahami isi makalah ini sehinga menjadi bekal bila menghadapi kasus yang kami bahas
ini.
52